PENGANTAR
SISTEM DIGITAL
DASAR TEKNOLOGI DIGITAL
Deskripsi Singkat :
Pada Bab ini dijelaskan dasar teknik digital, dimana pada bab ini mahasiswa
sebelumnya harus mengetahui dasar teori listrik yang meliputi: Hubungan seri (sumber
tunggal): menentukan tegangan (V), arus listrik (I), hambatan (R) dan daya (P); Hukum
Kirchoff (Tegangan); pembagi tegangan, hubungan paralel menentukan V,I,R,P; Hukum
Kirchoff (Arus); pembagi arus dan hubungan seri / paralel : menentukan V,I,R,P.
Selanjutnya pada bab ini akan dijelaskan mengenai Sistem Bilangan, terdiri dari
Bilangan Biner, Bilangan Oktal, Bilangan Desimal dan Bilangan Heksadesimal
dilanjutkan dengan penguasaan gerbang-gerbang logika dan aljabar Boolean. Setelah
selesai mempelajari bab V ini, mahasiswa semester III Jurusan Teknologi Mekanik
Industri diharapakan menguasai dasar-dasar teknik digital yang meliputi gerbang-
gerbang logika dan analisa penyederhanaan gerbang logika tersebut menggunakan aljabar
Boolean dan Peta Karnaugh dilanjutkan dengan dasar konversi analog dan digital yang
merupakan dasar pada pengenalan proses kontrol dan otomatisasi pada industri. Untuk
melatih kemampuan mahasiswa diberikan soal-soal latihan yang harus dikerjakan agar
dapat memantapkan ilmu. Disarankan pada mahasiswa untuk membaca lebih banyak
tentang instrumentasi dan pengendalian proses, ditambah dengan mencari informasi
tentang Programmable Logic Controller (PLC).
SISTEM BILANGAN
Suatu rangkaian digital bekerja dalam sistem bilangan biner, yakni hanya dalam
dua keadaan. Keluaran dari rangkaian ada dalam keadaan tegangan rendah atau dalam
keadaan tegangan tinggi, selain dua keadaan tersebut tidak ada harga keadaan lain
yang diperbolehkan. Dua keadaan keluaran dari rangkaian digital dinyatakan dalam “0” dan
“1”. Harga 0 dan 1 menyatakan berturut-turut harga rendah dan harga tinggi, maka sistem
tersebut dinamakan sistem logika positif. Sebaliknya apabila 0 dan 1 menyatakan tegangan
tinggi dan rendah, maka sistem dinamakan sistem logika negatif.
Desimal Biner
2
2 21 20
0 0 0 0
1 0 0 1
2 0 1 0
3 0 1 1
4 1 0 0
5 1 0 1
6 1 1 0
7 1 1 1
Basis atau radiks dari sistem bilangan menunjukkan jumlah angka digit total yang
digunakan dalam sistem bilangan tersebut. Dalam contoh pada tabel 5.2. angka biner
1001 ekivalen dengan angka 9 pada sistem bilangan desimal, yang diperoleh dari:
3 2 1 0
1001 =1x2 +0x2 +0x2 +1x2
=8+0+0+1=9
Konversi bilangan Desimal ke Biner dapat dilakukan dengan kombinasi intuisi
dan metode trial and error . Bilangan desimal yang diketahui dipisah-pisahkan ke dalam
sejumlah bilangan berbasis dua. Sebagai contoh bilangan desimal 2210 nilainya lebih
5 4
kecil dari 2 =32 dan lebih besar dari 2 = 16, maka bit 1 ditempatkan pada kolom 16,
sisanya adalah 22-16 = 6, dapat dimasukkan pada kolom 4 dan kolom 2, sehingga bit 1
diletakkan pada kolom tersebut, selanjutnya diperoleh konversi bilangan 2210 adalah
101102. Kenapa diletakkan 0 pada kolom 8? Karena sisa pengurangan 22 terhadap 16
adalah 6 (lebih kecil dari 8) sehingga kolom 8 diberi angka nol.
Cara lain adalah dengan pembagian secara progresif angka desimal dengan 2
sampai memperoleh sisa pembagian nol. Tulislah sisanya setelah setiap pembagian
dengan urutan terbalik, maka diperoleh angka biner. Proses ini dijelaskan di bawah ini
dimana angka 22 diubah menjadi angka binernya.
22 ÷ 2 = 11 ; sisa 0 (LSB)
11 ÷ 2 = 5 ; sisa 1
5 ÷ 2 = 2 ; sisa 1
2 ÷ 2 = 1 ; sisa 0
1 ÷ 2 = 0 ; sisa 1 (MSB)
Pembacaan hasil pembagian adalah dari bagian MSB ke ke bagian LSB, dari hasil
diperoleh bahwa 2210 dikonversikan ke biner, maka diperoleh 101102.
Pada tabel di bawah ini diberikan beberapa contoh pengkonversian bilangan
desimal ke biner:
Bilangan Kolom Biner Bilangan
5 4 3 2 1 0
Desimal 2 2 2 2 2 2 Biner
15 0 0 1 1 1 1 001111
45 1 0 1 1 0 1 101101
52 1 1 0 1 0 0 110100
Latihan 1
Jawaban : 1. (a) 6 (b) 21 (c)121 ; 2.(a) 1000 (b) 110100 (c) 1000011
Metode yang dipakai diatas tidak berlaku untuk bilangan yang mengandung
pecahan. Dalam bilangan desimal, bilangan pecahan disajikan dengan menggunakan
titik desimal. Digit-digit yang berada di sebelah kiri titik desimal mempunyai nilai
eksponen yang semakin besar dan digit-digit yang berada di sebelah kanan titik desimal
mempunyai nilai eksponen yang semakin kecil. Sehingga:
0,0110 = 1 x 10-2
-1 -2 -3
0,10110 = 1 x 10 + 0 x 10 + 1x 10
Cara yang sama dapat digunakan untuk menyajikan bilangan biner pecahan, contoh :
-1
0,12 =1x2
-1 -2 -2
0,012 =0x2 +1x2 =2 =¼
Contoh :
Tentukan 0,1112 =…………..10
-1 -2 -3
Jawab =1x2 +1x2 +1x2
= ½ + ¼ + 1/8
= 0,5 + 0,25 + 0,125
= 0,87510
Pengubahan bilangan pecahan dari desimal ke biner dapat dilakukan dengan cara
mengalikan bagian pecahan dari bilangan desimal tersebut dengan 2, bagian bulat dari
hasil perkalian merupakan pecahan dalam bit biner. Proses perkalian diteruskan pada
sisa sebelumnya sampai hasil perkalian sama dengan 1 atau sampai pada tingkat ketelitian
yang diinginkan. Bit biner pertama yang diperoleh merupakan MSB dari bilangan biner
pecahan.
Contoh :
1. Tentukanlah 0,62510 = …………2
Jawab
0,625 x 2 = 1,25 bagian bulat =1 (MSB) Sisa = 0,25
0,25 x 2 = 0,5 bagian bulat =0, sisa = 0,5
0,5 x2 = 1 bagian bulat = 1 (LSB), tanpa sisa
Maka diperoleh:
0,62510 = 0,1012
Latihan 2
Jawaban : 1.(a) 0,25 (b) 0,875 (c) 5,625 ; 2.(a) 0,01 (b) 0,00111 (c) 0,1111
Setiap digit pada bilangan oktal dapat disajikan dengan 3 digit bilangan biner,
seperti pada tabel 5.4 berikut:
Oktal Biner
0 000
1 001
2 010
3 011
4 100
5 101
6 110
7 111
Untuk mengubah bilangan oktal ke bilangan biner, setiap digit oktal diubah
secara terpisah. Sebagai contoh, 75368 sama dengan bilangan biner 111 101 011 110.
Sebaliknya, pengubahan dari bilangan biner ke bilangan oktal dilakukan dengan
mengelompokkan setiap tiga digit biner dimulai dari digit paling kanan. Kemudian setiap
kelompok diubah secara terpisah ke dalam bilangan oktal. Sebagai contoh, bilangan
111100110012 akan dikelompokkan sehingga 11 110 011 001, sehingga:
112 = 38 MSB
1102 = 68
0112 = 38
0012 = 18 LSB
Jadi, bilangan biner 11110011001 apabila diubah menjadi bilangan oktal akan
memperoleh 36318.
Latihan 3
Sehingga bilangan heksadesimal 2A5C akan diubah menjadi bilangan biner 0010 1010
0101 1100.
Bilangan biner apabila dikonversikan menjadi bilangan heksadesimal, maka
langkah yang dilakukan adalah mengelompokkan setiap empat digit dari bilangan biner
dimulai dari digit paling kanan. Sebagai contoh bilangan biner 0100111101011100, dapat
dikelompokkan menjadi 0100 1111 0101 1100, sehingga:
01002 = 416, MSB
11112 = F16
01012 = 516
11002 = C16, LSB
Dengan demikian, bilangan 01001111010111002 = 4F5C16
Latihan 4
Jawaban:1.(a) 1B4 (b) 108F (c) 77 ; 2.(a) 101010 (b) 111011110010 (c) 110000011001
GERBANG LOGIKA
Gerbang logika adalah piranti dua keadaan yaitu mempunyai keluaran dua
keadaan; keluaran dengan nol (0) volt yang menyatakan logika nol atau rendah dan
keluaran dengan tegangan tetap yang menyatakan logika 1 (atau tinggi). Gerbang logika
dapat mempunyai beberapa masukan yang masing-masing mempunyai salah satu dari dua
keadaan logika, yaitu 0 dan 1. Gerbang logika dapat digunakan untuk melakukan fungsi-
fungsi khusus, misalnya: OR, AND, NOT, NOR, NAND atau EXOR.
Gerbang-gerbang logika dengan dua masukan digambarkan pada gambar 5.1
berikut ini:
Gerbang Logika OR
Gerbang logika OR mempunyai dua masukan atau lebih tetapi mempunyai satu
keluaran. Keluaran dari gerbang logika OR mempunyai keadaan satu (1) apabila satu
atau lebih masukannya berada dalam keadaan satu (1). Jika diinginkan keadaan
keluaran nol (0), maka semua masukan harus dalam keadaan nol (0). Gerbang logika
OR dapat dianalogikan sebagai hubungan seri antara dua saklar pada rangkaian listrik,
dimana tegangan dapat mengalir (logika 1) apabila salah satu atau dua saklar ditutup,
dan tegangan tidak akan mengalir (logika 0) apabila kedua saklar terbuka (keduanya
memberikan logika 0). Tabel kebenaran dari gerbang logika OR diberikan pada tabel
berikut ini :
Masukan Keluaran
A B F
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1
Masukan Keluaran
A B F
0 0 1
0 1 1
1 0 1
1 1 0
Masukan Keluaran
A B F
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 0
Masukan Keluaran
A B F
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 0
Contoh :
Perhatikan gambar 5.2 berikut ini :
A C
F
B D
Jawab :
a. Persamaan Boolean pada C= A, dan persamaan Boolean pada D= B,
sehingga persamaan Boolean pada F = A . B
b. Tabel kebenaran dari persamaan Boolean tersebut adalah :
A B C D F
0 0 1 1 1
0 1 1 0 0
1 0 0 1 0
1 1 0 0 0
Dari tabel kebenaran tersebut dapat dilihat bahwa keluaran pada F sama
dengan keluaran dari gerbang logika NOR. Sehingga gerbang kombinasi
tersebut dapat digantikan dengan sebuah gerbang NOR
c. Persamaan Boolean dari fungsi NOR adalah A+B. Tetapi persamaan yang
dihasilkan dari point (a) adalah A .B. Sehingga A + B = A . B
Beberapa teorema Boolean yang lain adalah :
1+A =A
0+A =A
A+A =A
A. A =A
A+A =1
A. A =0
A. B = B.A
A+B = B+A
A. (B.C) = (A . B). C
A+(B+C) = (A +B)+ C
(A+B).(A+C) = A. ( B+C)
A + A.B =A
A +A. B =A+B
A. (A + B) = A. B
Latihan 5
Teorema De Morgan
Teorema 1 : Komplemen dari jumlah dua peubah atau lebih sama dengan
hasil- hasil komplemen dari peubah-peubah
Teorema 2 : Komplemen dari hasil kali dua peubah atau lebih sama dengan
jumlah dari komplemen-komplemen peubah-peubah
Untuk dua peubah A dan B, teorema-teorema tersebut ditulis dalam persamaan Boolean
sebagai berikut :
A+B =A.B
A.B =A+B
Peta Karnaugh
Aljabar Boolean dapat menyederhanakan gerbang logika, tetapi cara ini
memakai operasi matematis yang cukup panjang dengan menggunakan aturan Aljabar
Boolean. Terdapat cara lain untuk menyederhanakan gerbang-gerbang logika yaitu dengan
cara menggunakan peta Karnaugh (K-Map) atau diagram berdasarkan teknik pengenalan
pola.
Peta Karnaugh berisi semua kemungkinan kombinasi dari sistem logika. Kombinasi
ini dirangkai dalam sebuah tabel. Tabel atau peta tersebut berisi kombinasi antara variabel-
variabel atau peubah-peubah yang menjadi masukan pada sistem logika. Peta Karnaugh
yang paling sederhana terdiri atas 2 variabel, dimisalkan variabel A dan variabel B.
Perhatikanlah tabel 5.11 berikut ini :
A
0 1
B 0
1
Contoh
Tuliskanlah dan sederhanakanlah persaman Boolean tersebut di bawah ini ke dalam
peta Karnaugh !
F = A.B + A.B
Jawab :
Sesuai dengan persamaan tersebut, maka logika 1 ditempatkan pada pada sel
A=1 dan B = 0. Hal ini diulang untuk bagian kedua dari persamaan tersebut (A.B), maka
logika 1 ditempatkan pada sel A=1 da B=1. Sisa sel yang lain dapat diisi oleh logika 0.
Seperti ditunjukkan pada peta Karnaugh berikut :
A
0 1
B 0 0 1 A.B
1 0 1 A.B
Persamaan Boolean untuk dua variabel dapat ditunjukkan pada peta Karnaugh
seperti ditunjukkan pada tabel 5.12 berikut :
A
0 1
0 A B AB
B
1 AB AB
3
Untuk peta Karnaugh tiga masukan dimisalkan A, B dan C akan terdapat 2 = 8
buah kombinasi yang harus dituliskan pada peta Karnaugh seperti pada tabel 5.13
berikut ini :
A=0 A=0 A=1 A=1
B=0 B=1 B=1 B=0
C=0 A B C A B C A B C A B C
C=1 A B C A B C A B C A B C
Contoh
Dimisalkan suatu persamaan Boolean sebagai berikut :
F=ABC+ABC
Dengan menggunakan peta Karnaugh sederhanakanlah persamaan tersebut
Jawab :
A=0 A=0 A=1 A=1
B=0 B=1 B=1 B=0
C=0 0 1 0 0
C=1 0 1 0 0
A B
Sama seperti peta Karnaugh dua variabel, peta karnaugh tiga variabel menggabungkan
dua logika 1 yang berdekatan. Selanjutnya memperhatikan variabel mana yang tidak
berubah. Dan dapat dilihat hasil penyederhanaan persamaan Boolean tersebuat adalah
F=AB
Apabila kita bandingkan dengan penyelesaian secara aljabar Boolean dapat
diperoleh :
F =A B C+A B C
F = A B (C + C)
F =A B
Latihan 6
3
2. Suatu tangki mempunyai kapasitas volume 100 m . Tangki tersebut di supply oleh 3
3
buah pompa. Pompa A mengalirkan fluida dengan debit 40 m / jam, pompa B
3
mengalirkan fluida dengan debit 50 m /jam dan pompa C mengalirkan fluida dengan
3
debit 70 m /jam. Rencanakanlah suatu rangkaian kontrol (dengan pengaturan 1 jam),
sehingga apabila terjadi kelebihan kapasitas pada tangki, maka rangkaian kontrol
tersebut akan membunyikan bel secara otomatis !
5.4.2 Pencuplikan
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sinyal analog harus disampling atau
dicuplik dengan laju paling sedikit dua kali frekuensi tertinggi dari masukan analog asli
seperti ditunjukkan pada gambar 5.4 berikut ini:
Pulsa
Sampling
Laju pencuplikan ini disebut dengan laju Nyquist. Pada saat cuplikan-cuplikan tersebut
digabungkan kembali dengan cara menggabungkan ujung-ujung dari setiap sinyal yang
dicuplik, gelombang yang terbentuk harus berisi informasi yang sama dengan bentuk
gelombang semula.
Jika laju pencuplikan rendah apabila dibandingkan dengan frekuensi sinyal analog,
maka akan terjadi proses aliasing. Apabila sebuah sinyal analog dengan frekuensi
10 KHz, kemudian dicuplik dengan laju sinyal 9 KHz, maka akan
mengakibatkan sinyal hasil pencuplikan terlalu renggang (infrequent) maka hanya disajikan
sebuah nilai dari sinyal tetapi pada titik yang sedikit yang sedikit berbeda pada setiap
putarannya, sehingga menghasilkan gelombang sinus yang mempunyai frekuensi sama
dengan selisih dua frekuensi, 10 KHz – 9 KHz = 1 KHz
Proses Konversi
Langkah selanjutnya pada ADC adalah proses konversi. Sejumlah aras,
misalnya 0.25, 0.5, 0.75, 1.0 dst disusun dengan sandi binernya. Langkah ini disebut
kuantisasi (quantizing). Cacah aras kuantum ditentukan oleh cacah bit pada keluaran
pengubah. Sebagai contoh, untuk ADC 3 bit, keluaran biner dapat bernilai 000 samapi
111, yaitu sejumlah 8 aras. Dimisalkan digunakan skala quantum sebesar 250 mV. Pada
tabel 5.13 ditunjukkan tegangan cuplikan dan sandi binernya, dan memberikan tegangan
maksimum sebesar 1.75 Volt.
Prosesor
Sinyal Masukan Sinyal Sinyal Keluaran
Analog Analog Analog
Pada pemrosesan sinyal digital, disediakan suatu metode alternatif untuk
pemrosesan sinyal asli (analog).
Sinyal Masukan
Konverter Proses Konverter
l Analog ke Sinyal Digital ke
Digital Digital Analog
Sinyal Keluaran
A l
Sinyal Keluaran
Sinyal Masukan
it
Di l
Selanjutnya untuk pemakaian dengan keluaran digital dari prosesor sinyal digital
akan disampaikan kepada pemakai dalam bentuk analog. Perangkat untuk hal tersebut
dinamakan dengan pengkonversi digital menjadi analog (DAC).
1. Pencuplikan (sampling)
Pencuplikan adalah konversi suatu sinyal yang diperoleh dengan pengambilan
cuplikan sinyal asli menjadi sinyal-sinyal digital
2. Kuantisasi
Setelah sinyal analog dicuplik, hasil pencuplikan dikuantisasi dimana nilai setiap
cuplikan dinyatakan dalam bilangan
3. Pengkodean
Dalam proses pengkodean setiap nilai hasil kuantisasi dinyatakan dalam
bilangan biner.
Sinyal Digital
Pencuplikan Kuantisasi Pengkode
Sinyal Analog
011001110
LAN / WAN
Komputer
Host
PLC PLC
…….. PLC