TINJAUAN TEORITIS
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi segera setelah persalinan
melebihi 500 cc setelah anak lahir.Perdarahan dapat terjadi sebelum atau sesedah lahirnya
plasenta.
a) Perdarahan post partum primer adalah perdarahan yang terjadi dalam waktu 24 jam pertama
setelah persalinan.
b) Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama
setelah persalinan.
A. Defenisi
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi
B. Faktor predisposisinya:
a. Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan gemeli, polihidramnion, atau bayi
terlalu besar.
f. Mioma uteri
C. Diagnosis
Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal
dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan
kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri terdiagnosis, maka
pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh
darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi
D. Penatalaksanaaan
a) Pemijatan uterus
c) Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai kebutuhan, jika perdarahan terus
berlangsung, memastikan plasenta lahir lengkap, jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta, sisa
d) Kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang
dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya koagulopati. Jika perdarahan terus
e) Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi, ligasi arteri uterina dan
A. Defenisi
Inversio uteri merupakan suatu keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium)
turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
B. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang memungkinkan dapat terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang
masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya
disebabkan karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari
bawah atau karena adanya tekanan pada fundus uteri dari atas (manuever Crede) atau tekanan
intraabdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras dan bersin).
a. Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.
c. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.
C. Diagnosis
a. Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan banyak
bisa juga terjadi syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang
b. Pada pemeriksaan dalam Bila masih dalam inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba
fundus uteri cekung ke dalam, bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam
vagina teraba tumor lunak, kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
D. Penatalaksanaan
a. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan
pemberian obat.
b. Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum
dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan
terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu
c. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim
dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau I.M tangan tetap dipertahankan agar
atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk mereposisi, dan apabila terpaksa
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta
akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta
inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili
Terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret
berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal di uterus
disebut rest placenta dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer dan (lebih sering)
sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan ditandai
oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas
tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi,
plasenta lahir. Pada retensio plasenta selama plasenta belum terlepas, maka tidak akan
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segeran
melakukan placenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
ontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan
eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika.
Anaemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan
keperluannya.
2.3 Perdarahan akibat trauma jalan lahir
Gejala klinik seperti ada terputus diikuti syok perdarahan intra abdominal, janin atau
plasenta terlempar ke kavum abdominalis, terjadi asfiksi, segera diikuti dengan kematian.
Terapinya adalah mempersiapkan infus transfusi darah, antibiotika adekuat dan anti peritika,
laparotomi setelah keadaan umum optimal, tujuannya histerektomi dan meneluarkan janin dan
plasenta, histerorafi untuk luka bersih atau baru dan masih ingin punya anak.
latum, sekitar vesika urinaria, vagina, vulva, dan perineum. Diagnosisnya adalah nyeri yang
semakin meningkat sekitar segmen perut bagian bawah, keadaan umum makin memburuk atau
menurun, anemis, nadi meningkat, tensi turun, tetapi perdarahan pervaginam tidak terlalu
banyak. Terapinya adalah pada hematoma kearah bagian dalam sekitar parametrium,
retroperineal, perlu dilakukan laparotomi, untuk mencari dan menghentikan sumber perdarahan,
hematoma sekitar vagina, vulva, dan perineum perlu dilakukan evaluasi untuk mencari sumber
dan menghentika perdarahannya, hematoma kecil pada vulva mungkin dapat diabsorbsi.
dengan spekulum jelas tampak sumber luka dan perdarahannya. Terapinya adalah sumber
Perlukaan perineum yang sengaja dilakukan untuk memperluas jalan lahir lunak, dapat
terjadi perluasan luka yang lebih dalam, menjadi sumber perdarahan dan infeksi. Terapinya
adalah luka episiotomi harus dijahit kembali untuk mengembalikan fungsi alat reproduksi dan
Hal ini dicurigai apabila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada
riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya.Akan ada tendensi
mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau
timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-
lain.
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan
tes protrombin dan PPT (partial tromboplastin time). Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah
solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan
sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma
beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino
caproic acid).
2.4 Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan yang berasal dari trauma jalan
lahir.
c. Sindroma Sheehan:
1) Terjadi atropi dan nekrosis dari master of gland, kelenjar hipofisis dengan berbagai
tingkatannya.
2) Gambaran gejala penuh digambarkan pertama kali oleh Sheehan dan Murdoch 1938, yaitu
amenorea, gagal memberikan laktasi karena payudara atropi, hilangnya bulu sebagai tanda
seksual sekunder pada pubis, ketiak, gangguan kelenjar lainnya seperti hipotiroidisme,
3) Patogenesisnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi terjadi gangguan dalam sekresi hormon
Whitehead (1963) menemukan terjadi atropi dan nekrosis sel tertentu pada master of gland
2.4.1 Pencegahan
a. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit
kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada
b. Mengenal faktor predisposisi perdarahan post partum seperti multiparitas, anak besar, hamil
kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan post partum sebelumnya dan
kehamilan predisposisi tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
e. Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari
persalinan dukun.
f. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan post partum dan
1. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor
predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang dapat mengakibatkan kematian maternal.
Hal ini dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah
2. Paritas
jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan.Primipara
adalah seorang yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah
mencapai batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap abortus
memberikan paritas pada ibu.Seorang multipara adalah seorang wanita yang telah
menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah
jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak
lebih besar jika wanita yang bersangkutan melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin
kembar lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya lahir mati.Uterus yang telah melahirkan
banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilaihemoglobin di bawah
nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan
hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot
uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang mengakibatkan
perdarahan post partum.
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan
persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap
terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini
dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan
sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan ante partum dan post
partum.
5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut kepustakaan
bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau beratnya melebihi 4500 gram.
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya
bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia
6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan overdistensi tersebut
dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat
bayi makrosomia dan kehamilan ganda dinilai sedikit jumlahnya, disamping itu juga terdapat
YA
TIDAK
Gambar 1: Kerangka Kerja Faktor Penyebab Perdarahan Post Partum di RSU.Muhammadiyah Sumatra
Utara Tahun 2013.
Dari kerangka konsep diatas dapat dilihat bahwa objek yang di teliti adalah factor-faktor
penyebab perdarahan post partum yang meliputi usia,paritas dan anemia di RSU.Muhammadiyah
Sumatra Utara tahun 2013.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu untuk melihat gambaran fenomena
(termasuk kesehatan) yang terjadi didalam populasi tertentu. (Notoadmojo, 2010). Penelitian
ini hanya menjelaskan atau menguraikan tentang Faktor-Faktor Penyebab Perdarahan
Postpartum Di RSU.MUHAMMADIYAH, yang didapat dari data primer.
3.7.3. Tabulating
Untuk mempermudah analisis data serta mengambil kesimpulan, data dimasukkan ke
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dan dihitung persentasenya untuk setiap variabel
yang diteliti (Hidayat, 2010).
3.7.4. Analisys (Analisa)
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data terkumpul
dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. (Notoadmojo, 2010).
3.8 Penyajian Data
Hasil pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
(Notoatmodjo, 2010).