Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Perdarahan Post Partum


2.1.1 DEFINISI

Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi segera setelah persalinan

melebihi 500 cc setelah anak lahir.Perdarahan dapat terjadi sebelum atau sesedah lahirnya

plasenta.

Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :

a) Perdarahan post partum primer adalah perdarahan yang terjadi dalam waktu 24 jam pertama

setelah persalinan.

b) Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama

setelah persalinan.

2.2 Penyebab Perdarahan Post


Partum
2.2.1 Atonia Uteri

A. Defenisi

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi rahim yang

menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi

plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.

B. Faktor predisposisinya:

a. Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan gemeli, polihidramnion, atau bayi

terlalu besar.

b. Kehamilan grande multipara

c. Kelelahan persalinan lama

d. Ibu dengan anemis atau menderita penyakit menahun


e. Infeksi intra uterin

f. Mioma uteri

g. Ada riwayat atonia uteri

C. Diagnosis

Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal

dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan

kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri terdiagnosis, maka

pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh

darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi

pemberian darah pengganti.

D. Penatalaksanaaan

a) Pemijatan uterus

b) Oksitosin dapat diberikan

c) Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai kebutuhan, jika perdarahan terus

berlangsung, memastikan plasenta lahir lengkap, jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta, sisa

plasenta tersebut dikeluarkan, uji pembekuan darah sederhana.

d) Kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang

dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya koagulopati. Jika perdarahan terus

berlangsung kompresi bimanual internal atau kompresi aorta abdominalis.

e) Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi, ligasi arteri uterina dan

ovarika, histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa.

2.2.2 Inversio uteri

A. Defenisi
Inversio uteri merupakan suatu keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium)
turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
B. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang memungkinkan dapat terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang

masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya

disebabkan karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari

bawah atau karena adanya tekanan pada fundus uteri dari atas (manuever Crede) atau tekanan

intraabdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras dan bersin).

Inversio uteri dapat dibagi :

a. Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.

b. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.

c. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.

C. Diagnosis

a. Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan banyak

bisa juga terjadi syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang

telepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.

b. Pada pemeriksaan dalam Bila masih dalam inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba

fundus uteri cekung ke dalam, bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam

vagina teraba tumor lunak, kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

D. Penatalaksanaan

a. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan

pemberian obat.

b. Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum

dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan

terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu

dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.

c. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim

dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau I.M tangan tetap dipertahankan agar

konfigurasi uterus kembali normal dan tanagan operator baru dilepaskan.

d. Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan kebutuhan.


e. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan servika yang keras menyebabkan manuver di

atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk mereposisi, dan apabila terpaksa

dilakukan histerektomi jika uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.

2.2.3 Retensio plasenta

Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut

sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga

bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta

akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta

inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili

korialis sampai menembus perimetrium.

Terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret

berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal di uterus

disebut rest placenta dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer dan (lebih sering)

sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan ditandai

oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas

tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi,

plasenta lahir. Pada retensio plasenta selama plasenta belum terlepas, maka tidak akan

menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan

perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segeran

melakukan placenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.

Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan

plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan

pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat

ontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan

eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika.

Anaemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan

keperluannya.
2.3 Perdarahan akibat trauma jalan lahir

2.3.1 Ruptura uteri

Gejala klinik seperti ada terputus diikuti syok perdarahan intra abdominal, janin atau

plasenta terlempar ke kavum abdominalis, terjadi asfiksi, segera diikuti dengan kematian.

Terapinya adalah mempersiapkan infus transfusi darah, antibiotika adekuat dan anti peritika,

laparotomi setelah keadaan umum optimal, tujuannya histerektomi dan meneluarkan janin dan

plasenta, histerorafi untuk luka bersih atau baru dan masih ingin punya anak.

2.3.2 Ruptura serviks


Gejala klinik kontraksi uterus baik, tetapi perdarahan terus – menerus, darah segar dan
merah, perlukaan dapat diraba dengan 2 jari untuk menetukan letak rupturnya. Terapinya adalah
ruptura serviks ditarik keluar sehingga tampak jelas, ruptura serviks dijahit kembali tanpa
melibatkan endoserviks, untuk memastikan kesembuhan dan menghentikan perdarahan dapat
dipasang tampon vaginal selama 24 jam.
2.3.3 Hematoma

Terjadi hematoma pada retroperitoneal, menuju parametrium, menuju ligamentum

latum, sekitar vesika urinaria, vagina, vulva, dan perineum. Diagnosisnya adalah nyeri yang

semakin meningkat sekitar segmen perut bagian bawah, keadaan umum makin memburuk atau

menurun, anemis, nadi meningkat, tensi turun, tetapi perdarahan pervaginam tidak terlalu

banyak. Terapinya adalah pada hematoma kearah bagian dalam sekitar parametrium,

retroperineal, perlu dilakukan laparotomi, untuk mencari dan menghentikan sumber perdarahan,

hematoma sekitar vagina, vulva, dan perineum perlu dilakukan evaluasi untuk mencari sumber

dan menghentika perdarahannya, hematoma kecil pada vulva mungkin dapat diabsorbsi.

2.3.4 Perlukaan vagina, vulva dan perineum

Evaluasi sumber perdarahannya dilakukan dengan pemeriksaan fisik dean inspekulo,

dengan spekulum jelas tampak sumber luka dan perdarahannya. Terapinya adalah sumber

perlukaan dijahit kembali sehingga dapat menghentika perdarahan, menghindari infeksi,

mengembalikan fungsinya sebagai alat reproduksi.


2.3.5 Episiotomi

Perlukaan perineum yang sengaja dilakukan untuk memperluas jalan lahir lunak, dapat

terjadi perluasan luka yang lebih dalam, menjadi sumber perdarahan dan infeksi. Terapinya

adalah luka episiotomi harus dijahit kembali untuk mengembalikan fungsi alat reproduksi dan

menghilangkan sumber perdarahannya, mengurangi sebanyak mungkin infeksi.

2.3.6 Trauma lain


Ruptura vesika urinaria, diagnosanya nyeri diatas simfisis, urine berdarah, simfisiolisis
diagnosanya nyeri pada persendian simfisis pubis. Terapinya simfisolisis konservatif dengan
jalan mengikat bokong sekuatnya sehingga simfisis mendekat dan akan sembuh sendiri.
Profilaksis untuk kehamilan selanjutnya harus operasi.
2.3.7 Perdarahan karena gangguan pembekuan darah

Hal ini dicurigai apabila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada

riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya.Akan ada tendensi

mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau

timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-

lain.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang

abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi

hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan

tes protrombin dan PPT (partial tromboplastin time). Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah

solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan

sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma

beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino

caproic acid).

2.4 Komplikasi

a. Syok hipovolemik
b. Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan yang berasal dari trauma jalan

lahir.

c. Sindroma Sheehan:

1) Terjadi atropi dan nekrosis dari master of gland, kelenjar hipofisis dengan berbagai

tingkatannya.

2) Gambaran gejala penuh digambarkan pertama kali oleh Sheehan dan Murdoch 1938, yaitu

amenorea, gagal memberikan laktasi karena payudara atropi, hilangnya bulu sebagai tanda

seksual sekunder pada pubis, ketiak, gangguan kelenjar lainnya seperti hipotiroidisme,

insufisiensi kelenjar adrenal.

3) Patogenesisnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi terjadi gangguan dalam sekresi hormon

tropik pada kelenjar sehingga mengalami gangguan.

4) Gangguan klinik sesuai dengan fungsi hormonalnya.

Sindroma Sheehan dapat terjadi pada perdarahan antepartum dan postpartum,

Whitehead (1963) menemukan terjadi atropi dan nekrosis sel tertentu pada master of gland

Hipophise sehingga pengeluaran hormon tropik terganggu. Anemia berkepanjangan terjadi

gangguan untuk dapat pulih kembali, memerluka waktu yang panjang.

2.4.1 Pencegahan

a. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit

kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada

dalam keadaan optimal.

b. Mengenal faktor predisposisi perdarahan post partum seperti multiparitas, anak besar, hamil

kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan post partum sebelumnya dan

kehamilan predisposisi tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.

c. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam.

d. Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.

e. Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari

persalinan dukun.
f. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan post partum dan

mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.

2.5 Faktor Predisposisi Perdarahan Postpartum

Faktor yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah :

1. Usia

Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor

predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang dapat mengakibatkan kematian maternal.

Hal ini dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah

mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal.

2. Paritas

Salah satu penyebab perdarahan post partum adalah multiparitas.Paritas menunjukan

jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan.Primipara

adalah seorang yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah

mencapai batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap abortus

memberikan paritas pada ibu.Seorang multipara adalah seorang wanita yang telah

menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah

jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak

lebih besar jika wanita yang bersangkutan melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin

kembar lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya lahir mati.Uterus yang telah melahirkan

banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.

3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilaihemoglobin di bawah
nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan
hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot
uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang mengakibatkan
perdarahan post partum.
4. Riwayat persalinan

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan

persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap

terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini

dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan

sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan ante partum dan post

partum.

5. Bayi makrosomia

Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut kepustakaan

bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau beratnya melebihi 4500 gram.

Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya

bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia

dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.

6. Kehamilan ganda

Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan overdistensi tersebut

dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat

ketidakmampuan uterus berkontraksi dengan baik.

2.6 Kerangka Kerja


Kecil kemungkinan untuk mengetahui riwayat persalinan ibu secara rinci, sedangkan

bayi makrosomia dan kehamilan ganda dinilai sedikit jumlahnya, disamping itu juga terdapat

keterbatasan waktu penelitian, sehingga diperoleh kerangka konsep sebagai berikut :

INPUT PROSES OUTPUT


Faktor
1.Usia
2.Anemia
3.Paritas
Perdarahan post partum

YA
TIDAK

Gambar 1: Kerangka Kerja Faktor Penyebab Perdarahan Post Partum di RSU.Muhammadiyah Sumatra
Utara Tahun 2013.
Dari kerangka konsep diatas dapat dilihat bahwa objek yang di teliti adalah factor-faktor
penyebab perdarahan post partum yang meliputi usia,paritas dan anemia di RSU.Muhammadiyah
Sumatra Utara tahun 2013.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu untuk melihat gambaran fenomena
(termasuk kesehatan) yang terjadi didalam populasi tertentu. (Notoadmojo, 2010). Penelitian
ini hanya menjelaskan atau menguraikan tentang Faktor-Faktor Penyebab Perdarahan
Postpartum Di RSU.MUHAMMADIYAH, yang didapat dari data primer.

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian di laksanakan di Rumah Sakit Muhammadiyah, adanya permasalahan yaitu
disetiap tahunnya wanita tidak terlepas dari resiko perdarahan postpartum. Di tempat tersebut
memberikan kesempatan kepada peneliti sehingga memudahkan dalam pengambilan data dari
ruangan bersalin, memiliki referensi, memiliki jumlah populasi yang cukup untuk dijadikan
sampel, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian. Dengan pertimbangan
belum pernah dilakukan penelitian dengan judul yang sama.
3.2.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober s/d 2 November Tahun 2013.
3.3 Populasi Dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh subjek (manusia, hewan, tumbuhan) yang sesuai dengan
karakteristik yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data wanita yang menglami perdarahan
postpartun di Rumah Sakit Muhammadiyah tahun 2012 yang tercatat di ruang bersalin Rumah
Sakit Muhammadiyah.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara tertentu
(Notoadmojo, 2010).
Sampel dalam penelitian ini adalah semua data populasi yang mengalami perdarahan
postpartumdi Rumah Muhammadiyah tahun 2012.
Teknik pengambilan sampel ini menggunakan teknik accidental sampling yaitudilakukan
dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai
dengan konteks penelitian. populasi dijadikan sampel (Notoadmodjo, 2010).
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional yaitu mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran
secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2010).
Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas, maka definisi operasional yang dapat
diambil adalah sebagai berikut;
Table 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Alat Ukur, Hasil Ukur, dan Skala.
No Variabel Skala
Defines Operasional Alat Ukur Skala
Penelitian Ukur
Variable Umur adalah lamanya Data a.<20 thn
1 independen hidup dalam tahun sekunder Skala b.21-35 thn
Usia yang di hitung sejak Nominal c.>35 thn
di lahirkan.
2 Anemia Anemia adalah suatu Data Skala a. <7 anemia
keadaan yang Skunder/ Nominal berat.
ditandai dengan Rekam b. 7-8 anemia
penurunan medik sedang.
nilaihemoglobin di c. 8-10 anemia
bawah nilai normal, ringan.
dikatakan anemia jika d. >11 tidak
kadar hemoglobin anemia.
kurang dari 11g/dL.
Kekurangan
hemoglobin dalam
darah dapat
menyebabkan
komplikasi lebih
3 paritas Paritas menunjukan Data Skala a.primi
jumlah kehamilan Skunder/ Nominal b.sekundi
terdahulu yang telah Rekam c.multi
mencapai batas medik d.grandemulti
viabilitas dan telah
dilahirkan. Hal yang
menentukan paritas
adalah jumlah
kehamilan yang
mencapai viabilitas,
bukan jumlah janin
yang dilahirkan.
4 Variabel Perdarahan Data Skala
dependen postpartum adalah skunder ordinal
Perdarahan perdarahan atau rekam
Postpartum hilangnya darah medic atau
sebanyak lebih dari Kartu
500cc yang terjadi status
setelah anak lahir
baik sebelum, selama,
atau sesudah
kelahiran plasenta.

3.5 Etika Penelitian


Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu meminta surat izin dari institusi
yang ditujukan ketempat penelitian yaitu mengajukan permohonan kepada pimpinan Rumah
Sakit Muhammadiyah ruang bersalin untuk melakukan study pendahuluan dan mendapatkan data
untuk menyusun proposal.
3.6 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar tilik dengan
mengacu kepada kerangka konsep dan tinjauan pustaka tentang factor-faktor penyebab
perdarahan postpartum.
3.7 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diolah dengan cara manual dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
3.7.1. Editing
Pada proses editing ini, peneliti melakukan pengecekan terhadap daftar tilik yang
bertujuan agar data yang masuk dapat diolah secara benar sehingga pengolahan data dapat
memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang akan diteliti.
3.7.2. Coding
Setelah dilakukan pengeditan pada daftar tilik, selanjutnya peneliti melakukan
pengkodean, misalnya nama responden dijadikan nomor responden 01, 02, 03,....
16 (Hidayat, 2010).

3.7.3. Tabulating
Untuk mempermudah analisis data serta mengambil kesimpulan, data dimasukkan ke
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dan dihitung persentasenya untuk setiap variabel
yang diteliti (Hidayat, 2010).
3.7.4. Analisys (Analisa)
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data terkumpul
dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. (Notoadmojo, 2010).
3.8 Penyajian Data
Hasil pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
(Notoatmodjo, 2010).

Anda mungkin juga menyukai