Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A218112/Februari 2019


** Pembimbing : dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV **

IMPETIGO BULLOSA

Oleh:
Salwa Kamilah, S.Ked*
G1A218112

Pembimbing:
dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

IMPETIGO BULLOSA

Oleh:
Salwa Kamilah, S.Ked
G1A218112

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

Jambi, Februari 2019


Pembimbing:

dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, tugas kasus atau Case Report Session (CRS) yang
berjudul “Impetigo Bullosa” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar penulis
dan teman – teman sesama koass periode ini dapat memahami tentang diagnosis,
komplikasi, dan pengobatan dari kasus ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam
menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV
selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya
pembimbing dalam tugas kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya. Akhir kata, semoga tugas baca jurnal ini bermanfaat bagi kita semua
dan dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.

Jambi, Februari 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Impetigo merupakan bentuk pioderma superfisialis yang sering dijumpai.


Penyebab terseringnya adalah Staphylococcus aureus. Impetigo bulosa
adalah jenis impetigo yang khas terjadi pada bayi baru lahir, meskipun dapat
terjadi pula pada anak-anak dan orang dewasa. Dalam kebanyakan kasus, penyakit
dimulai antara hari keempat dan kesepuluh kehidupan dengan gambaran lesi awal
berupa bula, yang mungkin muncul pada setiap bagian tubuh. Predileksi awal
yang umum adalah wajah dan tangan. Pada daerah dengan iklim hangat, orang
dewasa mungkin memiliki impetigo bulosa, paling sering di aksila atau lipatan
paha, atau di tangan. Biasanya tidak ada lesi di kulit kepala. 1,2,3
Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai
usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar
70% merupakan impetigo krustosa.4
Kelainan kulit diawali dengan makula eritematosa yang dengan cepat akan
menjadi vesikel, bula, dan bula hipopion. Bula mudah pecah karena letaknya
subkorneal, meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah eritem (kolaret),
dan cepat mengering. Lesi dapat melebar membentuk gambaran polisiklik.
Keadaan umum biasanya tidak dipengaruhi.1,2,3
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada impetigo bullosa
antara lain pemeriksaan histopatologis dan mikroskopis. Tatalaksana
medikamentosa yang diberikan pada penyakit ini adalah antibiotik topikal seperti
mupirocin dan asam fucidat maupun antibiotik sistemik seperti amoxicillin dan
dicloxacillin. Tatalaksana yang diberikan tidak hanya bersifat medikamentosa,
namun juga pasien harus diberikan edukasi seperti selalu menjaga hygienitas dan
menghindari garukan.1

4
Berdasarkan hal tersebut, laporan ini akan membahas mengenai kedua
penyakit tersebut, yaitu gonore dan tinea kruris berdasarkan temuan kasus pada
pasien. Laporan ini akan membahas bagaimana diagnosis hingga tatalaksana
untuk peyakit tersebut pada pasien.

5
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : M. Hafiz Zaki
Umur : 4 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Simpang IV Sipin
Pekerjaan :-
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Melayu
Hobi : Bermain bola

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Abdul Manap pada tanggal 6 Februari 2018.
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan lepuh berisi nanah dan disertai rasa
nyeri sejak 3 hari yang lalu. Sebagian lepuh telah pecah dan sebagian lagi
masih berisi nanah.
B. Keluhan Tambahan
Demam (+)
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sebelum datang ke rumah sakit, ± 5 hari yang lalu pasien bermain di
area bertanah dan berbatu dan terjatuh. 2 hari kemudian timbul lepuh di
bagian tangan terlebih dahulu disusul keesokan harinya muncul lepuh di
bagian kaki. Lepuh awalnya kecil lalu membesar. Lepuh disertai rasa nyeri
namun tidak disertai rasa gatal. Beberapa lepuh tampak telah pecah.
Terdapat riwayat pemberian daun sirih dengan cara digosokan di bagian
lesi untuk mengurangi lepuh.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit kulit di dalam keluarga (-)

6
E. Riwayat Sosial Ekonomi :
Status ekonomi cukup.

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Tanda Vital :
Kesadaran : Compos Mentis RR : 128 x/i
TD : 110/70 mmHg Nadi : 60 x/i
Suhu : 37.2oC
3. Kepala :
a. Bentuk : Normocepal
b. Mata : Refleks cahaya (+), pupil isokor, infeksi pada mata (-)
c. THT : Lesi kulit (-), Infeksi pada mulut (-), infeksi faring (-),
infeksi tonsil (-)
d. Leher : Tidak ada keluhan
4. Thoraks :
a. Jantung: Tidak ada keluhan
b. Paru : Tidak ada keluhan
5. Genitalia
Lesi kulit (-), edema (-)
6. Ekstremitas
a. Superior : Lesi kulit (+)
b. Inferior : Lesi kulit (+)

B. Status Venerelogi
1. Inspeksi : tidak dilakukan pemeriksaan
o Inspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
2. Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan

C. Status Dermatologi

7
Lokasi : Regio palmaris sinistra, Dorsum pedis sinistra, Cruris

8
sinistra
Efloresensi : Bula, Pustul, Miliar-Lentikular, Sirkumskrip, Multiple,
Eritem, Regional, Erosi, Bula dan pustul lunak

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

2.5 Diagnosis Banding


Impetigo Bullosa
Staphylococcal scaldes syndrome (SSS)
Dermatofitosis
Herpes simplex

2.6 Diagnosis Kerja


Impetigo bullosa

2.7 Terapi
A. Medikamentosa
Topikal
1. Akut + basah = Kompres terbuka dengan NaCL 0.9% selama 30-60
menit. 2x/hari
2. Antibiotik Topikal
Mupirocin krim 2%. 10 gr. 3x/hari. 10 hari.
As. Fucidat salep 20 mg. 3-4x/hari. 7 hari.
Sistemik
1. Antipiretik : Paracetamol syrup 10 ml/kgBB. 3x/hari.
2. Antibiotik sistemik. Digunakan apabila lesi luas dan tidak ada perbaikan
setelah menggunakan antibiotik topikal.
Amoxicillin 20 mg/kgBB/hari. 3x/hari. Selama 10 hari.
Dicloxacillin

B. Non Medikamentosa4
 Menjaga kebersihan kulit dengan mandi memakai sabun 2 kali sehari
 Menjaga kebersihan lingkungan
 Mencegah kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita

9
2.8 Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam

2.9 Pemeriksaan Anjuran


 Pewarnaan Gram
 Kultur cairan
 Histopatologi
 Pengecatan kalium hidrokida (KOH)
 Tzanck test

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Impetigo Bulosa


Impetigo merupakan peradangan superfisialis yang terbatas pada bagian
epidermis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus,
Streptococcus, atau keduanya. Impetigo bulosa biasanya lebih sering
disebabkan karena infeksi bakteri Staphylococcus aureus. Lesi yang timbul
dapat terjadi pada tempat yang normal atau pada tempat yang sebelumnya
pernah terkena trauma. Impetigo biasanya juga merupakan penyakit
penyerta(secondary infection) dari pediculosis, skabies, infeksi jamur dan
pada insect bites. Terdapat vesikel yang biasanya tidak mudah untuk
mengalami ruptur kemudian yang khas dari vesikel ini vesikel tersebut
biasanya membesar menjadi bula. Didalam bula tersebut awalnya
mengandung cairan yang jernih berwarna kuning, yang kemudian berubah
warna menjadi lebih gelap, serta lebih berwarna kuning kehitaman. Setelah 1-
3 hari lesi ini biasanya akan ruptur dan meninggalkan krusta yang tipis,
berwarna cokelat terang, dan satu lagi yang khas pada penderita impetigo
bulosa adalah hipopion.1,2,3

3.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Impetigo bulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus yang merupakan
patogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma. Faktor predisposisi
antara lain:
a) Higiene buruk
b) Menurunnya daya tahan tubuh, misalnya karena malnutrisi, anemia,
penyakit kronik, neoplasma ganas, dan diabetes mellitus
c) Lingkungan kotor
d) Telah ada penyakit lain di kulit yang mengakibatkan kerusakan epidermis,
sehingga fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu dan memudahkan
terjadinya infeksi.1,2

3.3 Gambaran Klinis

11
Kelainan kulit diawali dengan makula eritematosa yang dengan cepat akan
menjadi vesikel, bula dan bula hipopion. Impetigo bulosa berisi cairan jernih
kekuningan berisi bakteri S.aureus dengan halo eritematosa. Bula bersifat
superfisial di lapisan epidermis, mudah pecah karena letaknya subkorneal,
meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah eritema (koleret), dan
cepat mengering. Lesi dapatmelebar membentuk gambaran polisiklik. Sering
kali bula sudah pecah saat berobat,sehingga yang tampak ialah lesi koleret
dengan dasar eritematosa. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah
yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bula
yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh. Pasien berusia di bawah 1
tahun atau bayi, akan tampakrewel karena rasa nyeri di kulit membuat pasien
merasa tidak nyaman. Keadaan umum biasanya baik.1,5
Pada bayi, impetigo vesikobulosa sering ditemukan di daerah
selangkangan, ekstremitas,dada, punggung, dan daerah yang tidak tertutup
pakaian. Pada anak dan dewasa, tempat predileksi tersering pada impetigo
bulosa adalah di ketiak, dada,punggung dan sering bersama-sama dengan
miliaria.6

3.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Pewarnaan Gram: terdapat bakteri S. Aureus, tampak kuman coccus
berkelompok seperti anggur, berwarna kebiruan yang menandakan bakteri
gram positif.

12
b. Kultur cairan: adanya Staphylococcus beta hemolyticus grup A
c. Histopatologi: tampak vesikel formasi subkorneum atau stratum
granulosum, sel akantolisis, edema papila dermis, serta infiltrat limfosit
dan neutrofil di sekitar pembuluh darah pada plexus superfisial.
d. Pengecatan kalium hidrokida (KOH), untuk menyingkirkan kemungkinan
infeksi jamur
e. Tzanck test, untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi herpeks
simpleks.3,7

3.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis
dari penyakit, pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk memberikan
gambaran terapi terhadap obat-obatan yangsensitif dan menyingkirkan
kemungkinan diagnosa banding.
1. Anamnesis :
Pasien dengan impetigo bulosa akan mengeluh adanya lepuh-lepuh
berisi cairan kekuningan. Keluhan dapat disertai rasa gatal di daerah lesi dan
diperberat jika berkeringat. Lepuh timbul mendadak pada kulit yang sehat,
bervariasi mulai miliar hingga lentikular dan dapat bertahan 2-3 hari. Dapat
disertai dengan gejala prodromal berupa demam, malaise, dan myalgia.
Tempat predileksi biasanya terdapat pada ketiak, dada, punggung,
ekstremitas atas dan bawah.6
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis menunjukkan bula dengan dinding tebal dan tipis,
miliar hingga lentikular, kadang terdapat bula hipopion, dan kulit sekitarnya
tidak mengalami tanda-tanda peradangan. Jika pecah menimbulkan krusta
berwarna coklat, datar, dan tipis.6
3. PemeriksaanPenunjang
Pada pemeriksaan penunjang histopatologi tampak vesikel formasi
subkorneum atau stratum granulosum, sel akantolisis, edema papila dermis,
serta infiltrat limfosit dan neutrofil di sekitar pembuluh darah pada plexus
superfisial.5

13
3.6 Tatalaksana
Tujuan pengobatan adalah untuk membersihkan erupsi dan mencegah
menyebarnya infeksi ke tempat lain. Jika terdapat beberapa vesikel/bula,
dipecahkan lalu dibersihkan dengan cairan antiseptic (betadine) kemudian diberi
salep antibiotik (kloramfenikol 2% atau eritromisin 3%). Jika banyak lesinya, dan
diserta gejala sistemik berupa demam maka diberikan antibiotik sistemik seperti
penisilin 30-50 mg/kgBB atau antibiotik lain yang sensitif. Dapat pula diberikan
terapi topical seperti asam fusidat dan mupirosin yang merupakan pilihan pertama
pada impetigo bulosa.1,6
Selain itu perlu ditekankan pentingnya menjaga kebersihan diri dan
menghilangkan faktor-faktor predisposisi agar gejala tidak bertambah berat dan
mencegah kekambuhan. Terapi non-medikamentosa antara lain, menghilangkan
krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan
krusta dengan handuk basah, mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet, dapat
dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku
anak, lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptik dengan jarum suntik
untuk mencegah penyebaran lokal, lanjutkan pengobatan sampai semua lesi
sembuh dan dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan natrium
klorida (NaCl) 0,9% pada lesi yang basah.

Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya cuci


tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan pasien,
terutama apabila terkena luka, jangan menggunakan pakaian yang sama dengan
penderita, bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa
menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien, mandi teratur dengan
sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada
sebagian kulit orang yang kulit sensitif), higiene yang baik, mencakup cuci tangan
teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih, jauhkan diri dari orang dengan
impetigo, cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari
yang lainnya. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan dan gunakan

14
sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan
cuci tangan setelah itu.

15
BAB IV

ANALISIS KASUS

An Hafiz, di diagnosa impetigo bullosa pada kasus ini ditegakkan


berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan efloresensi dari lesi. Dari
anamnesis, terdapat riwayat pasien jatuh, ± 5 hari yang lalu. 2 hari kemudian
timbul lepuh di bagian tangan terlebih dahulu disusul keesokan harinya muncul
lepuh di bagian kaki. Lepuh awalnya kecil lalu membesar. Lepuh disertai rasa
nyeri namun tidak disertai rasa gatal. Beberapa lepuh tampak telah pecah.
Terdapat riwayat pemberian daun sirih dengan cara digosokan di bagian lesi untuk
mengurangi lepuh. Dari pemeriksaan fisik ditemukan lesi di regio Regio palmaris
sinistra, Dorsum pedis sinistra, dan Cruris sinistra. Lesi tersebut berupa bula,
pustul, miliar-lentikular, sirkumskrip, multiple, eritem, regional, erosi, bula dan
pustul lunak, multiple. Dari lesi dan tempat predileksi tersebut, maka diagnosis
impetigo bullosa.
Diagnosis banding untuk kasus ini antara lain Impetigo Bullosa,
Staphylococcal scaldes syndrome (SSS), Dermatofitosis dan Herpes simplex.
Penyingkiran diagnosis banding pada kasus ini dilihat dari perbedaan efloresensi
lesi serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada SSS ditemukan nikolsky sign +.
Pada lesi dermatofitosis jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret
dan eritema namun apabila ditanya sebelumnya terdapat lepuh maka diagnosa nya
adalah impetigo bulosa. Sedangkan untuk herpes simplex akan dilakukan
pemeriksaan zank tecst untuk menyingkirkan kemungkinan herpes simplex
dikarnakan vesikel. Namun, karena keterbatasan fasilitas maka pemeriksaan tidak
dilakukan.
Pengobatan yang diberikan dapat berupa antibiotik topikal atau sistemik.
Jika vesikel/bula hanya terdapat beberapa dapat dipecahkan dan dibeli salap atau
krim antibiotik seperti mupirocin atau asam fusidat. Apabila lesi basah dapat
dikompres terlebih dahulu dengan larutan Nacl 0.9% hingga kering baru diberikan

16
antibiotik topikal. Namun apabila banyak dapat diberikan antibiotik sistemik
seperti amoxicillin atau dicloxacillin.
Selain medikamentosa, pasien juga harus diberikan edukasi mengenai
kebersihan diri dan lingkungan serta tidak

17
BAB V

KESIMPULAN

Pasien An. Hafiz didiagnosis mengalami Impetigo bulosa yang


biasanya disebabkan karena infeksi bakteri Staphylococcus aureus.
Penegakkan diagnosa tersebut berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Tatalaksana yang diberikan kepada An.Hafiz tidak hanya berupa
medikamentosa, tetapi non-medikamentosa, berupa edukasi mengenai
penyakit dan pengobatan terhadap penyakit yang dialami pasien.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Pioderma. Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universtias Indonesia;
2010.
2. Behesti M, Ghotbi S. Impetigo. Shiraz E-Med J. July 2007.
3. Harahap M. Infeksi Bakteri Stafilokokok dan Streptokokok. Ilmu Penyakit
Kulit. 2000.
4. Cole, C. dan John G. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American
Academy of Family Physician 2007.
5. Imaligy, EU. Im.pertigo vesiko bullosa pada bayi. CDK-277. 2015.
6. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta ; EGC. 2005.
7. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Superficial Cutaneous Infections.
Fitzpatrick’s. Dalam: Fitzpatrick’s, penyunting. Fitzpatrick’s Color Atlas &
Synopsis Of Clinical Dermatology. Edisi ke-5. The McGraw-Hill
Companies;2007

19
20

Anda mungkin juga menyukai