Anda di halaman 1dari 2

Ketika Sebuah Mimpi Dipahami

OLEH : SILFIYANI AROFAH (12 IPA 3)

Tidak kusangka, siang yang tadinya ingin kujadikan waktu bersantai untuk
melepas lelah. Setelah seharian berolahraga seperti minggu biasanya, malah
berubah menjadi momen paling mengasyikan daripada hanya sekedar melepas
rasa letih di tubuhku hari ini.

Pukul 13:00 tengah hari tadi, sewaktu mataku yang terjaga ini mulai kehilangan
arah dalam persiagaannya di tempat tidurku, kemudian ia (baca: mata) menutup
dirinya dan membawaku ke alam lain. Dalam khayalnya aku hanya mengikuti
kemana alam bawah sadar mengalir, karena aku berharap bisa bermimpi indah.

Di suatu tempat yang belum jelas asal usulnya, cahaya matahari menyilaukan
mataku yang masih berkedip-kedip mulai memperhatikan keadaan di
sekitarnya. Terlihat bangunan batu bata besar memanjang ke arah pegunungan
tinggi berkebut ini seperti sebuah benteng raksasa tak berujung. Dengan lebar
sisinya sekitar 10 meter. Aku berada di atasnya dan mulai tahu dimana aku
berdiri. Betul sekali, TEMBOK BESAR CINA biasa orang-orang menyebutnya.
“Senangnya bisa berada di tempat indah dan bersejarah seperti ini.” ujarku
dalam hati.
Menikmati indahnya monumen paling terkenal, yang bahkan masuk dalam
kategori 7 Keajaiban Dunia, membuatku LUPA bahwa dunia yang kutempati
saat ini hanya sebuah fantasi belaka.
“Andai aku membawa sebuah kamera, pasti sudah ku jepret setiap sudut yang
kulihat ini.” pikirku.
Sejuknya angin membuatku penasaran untuk melihat setiap sudut di tembok ini.
Ketika hendak melihat bagian bawah tembok dari atas, tiba-tiba terdengar suara.
Gedebuk gedebuk… Bunyi mulai terngiang di telingaku, disaat indra
penghlihatan mengarah ke kanan jalur perjalanan tembok. Aku melihat dari
jarak ku berdiri sekitar 200 meter disana segerombolan singa besar berlari ke
arahku.
Perasaanku yang saat itu bingung bercampur kesal, langsung berlari dengan
kencang lurus ke dapan. Betapa tidak, jika aku melompat ke sisi luar pun,
mungkin nyawaku juga akan hilang karena tingginya benteng ini setara sebuah
bukit dan lebih parahnya lagi di belakangku singa-singa ganas mulai
menyerbuku.

Berlari dan terus berlari walau kaki terasa sangat lelah, tapi itulah yang sedang
aku lakukan karena tak ada cara lain kecuali berlari sekencang-kencangnya
untuk menyelamatkan diri.
Beberapa saat kemudian aku terhenti ketika melihat nyawaku sudah tidak punya
harapan lagi ditambah kaki yang sudah tak mampu melangkah dalam peristiwa
berbahaya ini, karena seekor singa buas berada di depanku dengan jarak 50
meter.
“Astaga kalau begini, aku hanya bisa pasrah kepadamu tuhan.” ucapku.
Dalam keadaan yang mungkin tidak bisa dibayangkan. Aku mencoba
menenangkan hati, dan berdamai dengan diriku sendiri. Aku bertanya “Tunggu-
tunggu, kenapa aku berada di tempat ini?”
“Sedangkan aku tidak tahu jalan ke negeri ini.” lanjutku dalam hati yang agak
tenang.
Terbesit kesadaranku yang memahami tentang kejadian semua ini. Aku
membuka mata melihat tubuhku masih berada di antara segerombolan singa dari
belakang dan seekor singa paling besar dari depan yang mendekat ke arah
se’onggok daging segar, yah daging itu adalah diriku.

Singa-singa yang berlari langsung melompat ke arahku dengan cakar dan taring-
taringnya yang tajam wuuz… seketika terhanti begitu saja, saat mereka
melihatku tertawa.
“Hahahaha… Hey kalian mau makan apa dariku?” tubuhku dan kalian hanya
ilusi dalam keadaan sekarang ini, aku ini sedang bermimpi.”
“Kalian diciptakan oleh pikiranku sendiri, bahkan bukan kalian saja, semua
yang kulihat cuma ada di halusinasiku.” lanjutku pada binatang-binatang itu
yang sepertinya mengerti ucapanku.

Sekarang singa-singa itu menunduk padaku kemudian lenyap tak tahu kemana.
Aku pun kembali menikmati pemandangan indah dari atas tembok besar,
beberapa saat juga semuanya yang ku lihat sirna seperti singa singa tadi.
Mataku yang mulai terbuka membuatku sadar, kalau aku sudah kembali ke
kamarku lagi, dan dalam kelelahan kaki yang kurasakan karena sudah berlarian
dalam pikiranku sendiri, aku pun tersenyum puas telah melewati mimpi yang
mengasyikan hari ini.

Kejadian ini memberiku pesan bahwa ketakutan, keindahan, rasa senang atau
derita semuanya hanya ada di dalam pikiranku, bukan hanya di dunia mimpi,
tapi juga dunia nyata.

END.

Cerpen Karangan: Al-kausarz Sabani

Anda mungkin juga menyukai