Anda di halaman 1dari 3

Liputan6.com, Kupang - Rebutan lahan antara warga di Kabupaten Sumba Timur dengan PT.

MSM
menjadi sorotan wakil rakyat. DPR mengungkapkan jika investasi PT. MSM malah menciptakan konflik
sosial. Selain itu, DPR juga mengungkapkan adanya pembabatan hutan yang dilakukan PT.MSM.

Ketua DPRD Sumba Timur Palulu Ndima menuturkan indikasi perusakan hutan ditandai dengan
penebangan pohon-pohon berukuran besar.

"Ironisnya, pembabatan hutan itu dianggap tidak melanggar aturan oleh Dinas Kehutanan Sumba Timur,"
kata Palulu kepada Liputan6.com, Rabu, 15 Agustus 2018.

Ia menjelaskan kasus itu pernah diklarifikasi oleh Komisi A DPRD Sumba Timur, tapi Dinas Kehutanan
Sumba Timur justru menganggap bahwa hutan itu adalah semak belukar biasa.

"Ini aneh, karena jika masyarakat yang menebang satu pohon kecil saja, dianggap illegal logging,"
katanya.

DPRD Sumba Timur juga sudah mencoba memfasilitasi perebutan tanah ulayat. Namun, masyarakat adat
dan PT MSM sama-sama bersikukuh merasa paling berhak. Akibatnya, belum ada titik temu.

"Beberapa kali, Komisi A turun mencari solusi yang bisa diterima kedua belah pihak, terakhir Pemda
Sumba Timur yang memfasilitasi. Namun semua tak ada hasilnya," katanya.

Sementara itu, Deputi Walhi NTT, Umbu Tamu Ridi, mengatakan investasi pabrik tebu oleh PT MSM di
Kabupaten Sumba Timur menciptakan konflik sosial di masyarakat. Selain adanya perampasan hak atas
tanah rakyat, pabrik itu juga berdampak pada kerusakan sumber air dan lingkungan hingga warga
mengalami kekeringan.

"Ada monopoli sumber air sehingga masyarakat kekeringan dan tidak bisa bertani seperti biasa," kata
Umbu.
Berbeda dengan Palulu dan Walhi, Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumba Timur, Ali Oemar Fadaq mengatakan
investasi PT.MSM sudah sesuai prosedur dan tidak melanggar hak rakyat. "Persoalan tanah yang dulu
sudah selesai," kata Omar.

Omar juga membantah ada kerusakan lingkungan akibat investasi PT.MSM di Sumba Timur.

"Belum ada produksi, mana bisa ada pencemaran," katanya.

Kehadiran investor perkebunan tebu milik PT Muria Sumba Manis (MSM) di Kabupaten Sumba Timur
menuai pro kontra warga setempat. Aksi warga menolak kehadiran PT MSM dibalas aksi tandingan dari
warga yang mendukung investasi perusahan itu.

Aksi itu pun menelan korban jiwa. Salah satu warga yang diduga sekuriti pada PT MSM, John Tay Hungga
(26) yang meninggal dunia saat berunjuk rasa.

Kematian salah satu pendukung PT MSM itu membuat aktivis Wahana Lingkungan Hidup NTT (Walhi)
sebagai organisasi yang selama ini gencar mengadvokasi persoalan itu angkat bicara. Deputi Walhi NTT,
Umbu Tamu Ridi mengatakan aksi tandingan itu mengadu domba warga dan menimbulkan konflik
antarmasyarakat.

"LSM tak boleh mengadvokasi kasus perampasan tanah karena mereka beralasan PT. MSM telah
merekrut tenaga kerja banyak," kata Umbu Tamu, Sabtu, 4 Agustus 2018.

Menurut Umbu, unjuk rasa warga yang memiliki hak atas tanah, pemilik ulayat dan masyarakat yang
mendapat dampak dari hadirnya PT. MSM beberapa waktu lalu itu murni gerakan masyarakat yang
mendapat dampak negatif dengan adanya PT MSM.

Sementara itu Corporate Legal & Communication Office PT MSM, Milton Ph. Butar-Butar enggan
menanggapi pernyataan Walhi NTT. Dia mengaku PT. MSMS sudah memenuhi permintaan keluarga
korban tewas saat aksi.
"Semua biaya sudah kami tanggung," kata Milton.

Anda mungkin juga menyukai