Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran


masalah gizi pada balita indonesia yaitu 19,6% gizi kurang, 5,7% gizi buruk,
gizi lebih 11,9%, stunting (pendek) 37,2%. Proporsi gemuk menurut kelompok
umur, terdapat angka tertinggi baik pada balita perempuan dan laki-laki pada
periode umur 0-5 bulan dan 6-11 bulan dibandingkan kelompok umur lain. Hal
ini menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak masyarakat khususnya
ibu balita yang mempunyai persepsi yang tidak benar terhadap balita gemuk.
Data masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) berdasarkan
hasil survey nasional tahun 2003 sebesar 11,1% dan menurut hasil Riskesdas
2013, anemia pada ibu hamil sebesar 37,1%.
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
menyebutkan tujuan perbaikan gizi adalah untuk meningkatkan mutu gizi
perorangan dan masyarakat. Mutu gizi akan tercapai antara lain melalui
penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan professional di semua
institusi pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan kesehatan yang penting
adalah pelayanan gizi di Puskesmas. Pendekatan pelayanan gizi di
puskesmas. Pendekatan pelayanan gizi dilakukan melalui kegiatan spesifik
dan sensitif, sehingga peran program dan sektor terkait harus berjalan
sinergis. Pembinaan tenaga kesehatan/tenaga gizi di Puskesmas dalam
pemberdayaan masyarakat menjadi hal sangat penting.
Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di
dalam gedung dan di luar gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umumnya
bersifat individual, dapat berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Kegiatan di dalam gedung juga meliputi perencanaan program
pelayanan gizi yang akan dilakukan di luar gedung. Sedangkan pelayanan
gizi di luar gedung umumnya pelayanan gizi pada kelompok dan masyarakat
dalam bentuk promotif dan preventif. Dalam pelaksanaan pelayanan gizi di
puskesmas, diperlukan pelayanan yang bermutu, sehingga dapat
menghasilkan status gizi yang optimal dan mempercepat proses
penyembuhan pasien. Pelayanan gizi yang bermutu dapat diwujudkan apabila
tersedia acuan untuk melaksanakan pelayanan gizi yang bermutu sesuai
dengan 4 pilar dalam pedoman gizi seimbang (PGS).
Keinginan Puskesmas Pangenan untuk dapat memberikan pelayanan
gizi yang bermutu kepada individu dan masyarakat, sehubungan dengan itu,
maka disusunlah Pedoman Program Pelayanan Gizi di Puskesmas Pangenan
sebagai acuan bagi Tenaga Pelaksana Gizi dan tenaga kesehatan lainnya
dalam pelaksanaan Program Pelayanan Gizi di Puskesmas Pangenan.

B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum :
Tersedianya acuan dalam melaksanakan pelayanan gizi di Puskesmas
Pangenan dan jejaringnya.

2. Tujuan Khusus :
a. Tersedianya acuan tentang jenis pelayanan gizi, peran, dan fungsi
ketenagaan, sarana dan prasarana di Puskesmas dan jejaringnya.
b. Tersedianya acuan untuk melaksanakan pelayanan gizi yang bermutu
di Puskesmas Pangenan dan jejaringnya.
c. Tersedianya acuan bagi Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas untuk
bekerja secara profesional memberikan pelayanan gizi yang bermutu
kepada pasien/klien di puskesmas dan jejaringnya.
d. Tersedianya acuan monitoring dan evaluasi pelayanan gizi di
puskesmas dan jejaringnya.

C. Sasaran Pedoman
1. Tenaga Pelaksana Gizi dan tenaga kesehatan lainnya di puskesmas.
2. Pengelola program kesehatan dan lintas sektor terkait.

D. Ruang Lingkup Pedoman


1. Pelayanan gizi di Dalam Gedung, meliputi : pengelolaan program gizi,
penyuluhan dan konseling gizi.
2. Pelayanan gizi di Luar Gedung, meliputi : Pemantauan pertumbuhan
balita, pemberian suplementasi gizi ( Vitamin A dan Tablet Tambah
Darah), penyuluhan kelompok, penatalaksanaan gizi buruk, distribusi MP-
ASI, pembinaan gizi institusi, surveilans gizi (Bulan Penimbangan Balita,
Pelacakan kasus gizi buruk, pemantauan garam yodium tingkat rumah
tangga, pembinaaan KADARZI), koordinasi lintas sektor.

E. Batasan Operasional
1. Pengelolaan Program Gizi
a. Perencanaan Program : suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan,
analisis data, merumuskan masalah, mengidentifikasi sasaran dan
merumuskan tujuan serta angket kegiatan dalam rangka menentukkan
kegiatan gizi sesuai dengan masalah yang ada, tenaga dan sarana
untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
b. Pencatatan dan pelaporan : suatu kegiatan mencatat dan melaporkan
kegiatan yang telah dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan format-
format yang telah ditentukan.
c. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) : instrumen manajemen
program gizi untuk mendapatkan informasi dini masalah dalam
program gizi di suatu wilayah secara terus menerus.
2. Penyuluhan Kelompok : proses penyebarluasan informasi (termasuk
pesan-pesan) gizi yang disampaikan kepada pengunjung puskesmas dan
posyandu sebelum mendapatkan pelayanan.
3. Konseling gizi : Proses komunikasi dua arah antara konselor dan klien
untuk membantu klien mengenali dan mengatasi masalah dan membuat
keputusan yang benar dalam mengatasi masalah gizi yang dihadapinya.
4. Penyelenggaraan makanan untuk pasien poned : serangkaian kegiatan
dalam rangka penyediaan makanan yang berkualitas kepada pasien rawat
inap (poned) sesuai dengan kondisi kesehatannya.
5. Pemantauan pertumbuhan balita : serangkaian kegiatan yang terdiri dari
penilaian pertumbuhan secara anak teratur melalui penimbangan berat
badan setiap bulan, pengisian KMS, menentukkan status pertumbuhan
berdasarkan hasil penimbangan berat badan untuk selanjutnya
menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan.
6. Pemberian suplementasi gizi : Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000
iu) bagi bayi 6-11 bulan, vitamin A merah (200.000 iu) bagi balita 12-59
bulan setiap bulan Februari dan Agustus, dan Vitamin A merah (200.000
iu) bagi ibu nifas, pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil sebanyak
90 tablet selama masa kehamilan.
7. Penatalaksanaan gizi buruk : mekanisme pelayanan gizi yang dilakukan
untuk mendukung perbaikan status balita di tingkat rumah tangga.
8. Distribusi MP-ASI : pemberian makanan bergizi di samping Air Susu Ibu
(ASI) kepada bayi usia 6-11 bulan dalam bentuk MP-ASI bubuk/tepung
kepada anak usia 12-24 bulan dalam bentuk MP-ASI padat/biskuit.
9. Pembinaan gizi di institusi : pembinaan gizi pada kelompok masyarakat
yang berada di institusi, seperti institusi pekerja, institusi sekolah, dll.
10. Surveilans Gizi
a. Bulan Penimbangan Balita (BPB) : bulan dimana dilakukan
antropometri (penimbangan berat badan dan tinggi badan/panjang
badan) terhadap seluruh balita yang ada di wilayah kerja.
b. Pelacakan kasus gizi buruk : rangkaian kegiatan penyelidikan atau
investigasi terhadap faktor resiko terjadinya gizi buruk dan penemuan
kasus balita gizi buruk lainnya di suatu wilayah tertentu.
c. Pemantauan garam beryodium tingkat rumah tangga : proses kegiatan
pemantauan garam beryodium yang dikonsumsi masyarakat dengan
menggunakan iodina test dilakukan secara berkala.
d. Pembinaan KADARZI : berbagai upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan keluarga sesuai dengan norma KADARZI
berdasarkan hasil pemetaan.
11. Koordinasi lintas sektor : upaya mengsinkronkan kegiatan gizi dalam
rangka meningkatkan hasil guna dan daya guna.

F. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang ASI Eksklusif
4. Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Tenaga gizi adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik baik di
masyarakat maupun puskesmas, berpendidikan dasar Akademi Gizi/Diploma III
Gizi. Tenaga gizi puskesmas diharapkan telah mengikuti pelatihan Tatalaksana
Anak Gizi Buruk (TAGB), pelatihan Konselor Laktasi, Pelatihan Pemberian
Makan pada Bayi dan Anak (PMBA), pelatihan Pemantauan Pertumbuhan, dll.
Kegiatan dalam rangka perbaikan gizi yang menjadi tanggung jawab puskesmas
dilakukan oleh TPG dengan latar belakang pendidikan gizi.

B. Distribusi Ketenagaan
Merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, memantau, menganalisis
dan mengevaluasi kegiatan pelayanan program gizi baik di dalam maupun diluar
gedung.

C. JADWAL KEGIATAN
No Uraian
Bulan
Kegiatan
1 Sosialisasi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Program gizi
2 Penyuluhan v v v v v v v v v v v v
Gizi
3 Konseling gizi v v v v v v v v v v v v
4 Pemantauan v v v v v v v v v v v v
pertumbuhan
5 Pemberian v v
vitamin A bayi
dan balita
6 Pemberian v v v v v v v v v v v v
tablet tambah
darah bumil
7 Pemberian v v v v v v v v v v v v
Vitamin A
bufas
8 PMT-P balita v v v v v v v v v v v v
gizi
buruk/kurang
9 Pembinaan v v v v v v v v v v v v
gizi institusi
10 Bulan v
Penimbangan
balita
11 Pelacakan v v v v v v v v v v v v
kasus gizi
buruk
12 Pemantauan v v v v v v v v v v v v
konsumsi
garam
beryodium
tingkat rumah
tangga
13 Pembinaan v v v v v v v v v v v v
Keluarga
Sadar Gizi
(Kadarzi)
14 Koordinasi v v v v v v v v v v v v
lintas sektor
15 Pembinaan v v v v v v v v v v v v
gizi di institusi
B. Standar Fasilitas Ruang Konsultasi Gizi
a. Letak
Letak ruang konsultasi gizi berada pada bagian depan puskesmas, area
publik, berdekatan dengan klinik-klinik lainnya yang mempunyai akses
langsung dengan lingkungan luar puskesmas.
b. Persyaratan Ruang
Persyaratan yang perlu diperhatikan pada ruang konsultasi gizi adalah
sebagai berikut :
1. Luas minimal ruang konsultasi gizi adalah 3m x 2m
2. Persyaratan komponen bangunan adalah sebagai berikut :
- Atap : atap harus kuat terhadap kemungkinan bencana (angin puting
beliung, gempa, dll) tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat
perindukan vektor.
- Langit-langit : langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah
dibersihkan, ketinggian langit-langit dari lantai minimal 2,8 m.
- Dinding : material dinding harus keras, rata, tidak berpori/ tidak
berserat, tidak menyebabkan silau, kedap air, mudah dibersihkan.
- Pintu dan jendela : lebar bukaan pintu minimal 90 cm, bukaan jendela
diupayakan dapat dibuka secara maksimal.
c. Persyaratan Prasarana
1. Sanitasi
Pada ruangan konsultasi gizi sebaiknya disediakan wastafel dengan debit
air mengalir yang cukup. Dilengkapi pula dengan tempat sampah yang
tertutup.
2. Ventilasi
Ventilasi harus cukup agar sirkulasi udara dalam ruangan tetap terjaga.
Jumlah bukaan ventilasi sebaiknya 15% terhadap luas lantai ruangan.
Arah bukaan ventilasi tidak boleh berdekatan dengan tempat
pembuangan sampah, toilet, dan sumber penularan lainnya.
3. Pencahayaan
Pada siang hari sebaiknya menggunakan pencahayaan alami. Intensitas
cahaya cukup agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
4. Listrik
Tersedia kotak kontak yang aman untuk peralatan/perlengkapan.
d. Persyaratan Peralatan/Perlengkapan
Peralatan/perlengkapan yang disediakan pada ruang konsultasi gizi antara
lain :
1. Meja
2. Kursi
3. Media KIE (Poster, brosur makanan sehat sesuai kelompok umur, brosur
diet penyakit, dll)
4. Standar makanan diet, standar Pemantauan Pertumbuhan Balita dan
Anak, Tabel IMT, dll
5. Food Model
6. Daftar Bahan Penukar Makanan
7. Alat ukur antropometri (timbangan berat badan, microtoise, infantometer,
pita LILA, dll)
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
1. Pelayanan Gizi di Dalam Gedung
2. Pelayanan Gizi di Luar Gedung

B. Metode
1. Wawancara langsung
2. Kunjungan rumah
3. Diskusi

C. Langkah Kegiatan
1. Persiapan : sasaran, jadwal, alat, format-format, sarana/prasarana
2. Pelaksanaan kegiatan
3. Monitoring dan evaluasi
BAB VI

LOGISTIK

1. Pelayanan Gizi di dalam gedung

No. Jenis Logistik Standar Ketersediaan Kebutuhan 1 usulan


tahun
1. Alat Peraga 1 paket 1 paket -
meyusui ( Boneka
dan fantom
payudara )
2. Alat pemainan 1 paket 1 paket -
Edukatif
3. Boneka Bayi 1 buah 1 buah -
4. Food model 1 paket 1 paket -
5. Baby scale 1 unit 1 unit -
6. Infantometer 1 buah 1 buah -
7. Timbangan 1 buah 1 buah -
dewasa
8. pita LILA 1 buah 1 buah -
9. Microtoise 1 buah 1 buah -
10. Standar WHO- 1 buah 1 buah -
2005
11. Leaflet 200 lembar 200
lembar
12. Register 500 lembar 500
kunjungan poli gizi lembar
13. computer 1 unit 1 unit 1 unit
14. Daftar Bahan 1 buah 1 buah -
Penukar
2. pelayanan Gizi di luar gedung
No. JENIS STANDAR KETERSEDIAAN KEBUTUHAN USUSLAN
LOGISTIK 1THN
1. iodine test - 2 dus -
2. Vitamin A Biru - 782 kapsul 582
kapsul
3. Vitamin A - 3.900 kapsul 3.550
merah kapsul
4. Tab;et Tambah - 3000 scc 3.000 sc
Darah
5. Alat -
antropometri
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM

Adapun penerapan keselamatan pasien/klien pelayanan gizi tidak


terlepas dari 6 (enam) Standar Keselamatan Pasien (SKP) sebagaimana yang
ditetapkan oleh PMK No 1691 tentang Keselamatan Paisen sebagai berikut :

1. Ketepatan identifikasi pasien


2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat prosedur
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien jatuh

Dalam menerapkan Standar Keselamatan Pasien tersebut tenaga gizi


puskesmas harus berkoordinasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter,
bidan, perawat, analis laboratorium dan petugas obat.
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Agar program penanggulangan resiko dalam keselamatan kerja berlangsung


efektif :

1. Telaah secara berkala : apakah ada perubahan, dampak terhadap


kerugian/bahaya dan upaya penanggulangannya yang menyangkut
biaya,program keselamatan, pencegahan kerugian, dan lain sebagainya.
2. Dokumen kerugian harus selalu diperiksa untuk mengetahui perkembangan

Hal-hal umum terjadinya resiko :

1. Lantai licin sehingga pasien/keluarga jatuh


2. Listrik, kabel yang terbuka/terkelupas
3. Pemeliharaan : alat-alat tidak siap pakai
4. Tanda Peringatan : DILARANG MEROKOK, DILARANG MASUK, AWAS
TEGANGAN TINGGI, dll.
5. Bayi dan balita terjatuh saat ditimbang karena merasa kurang nyaman

Karena klien gizi adalah manusia (yang unik), upaya menjaga mutu meliputi :
1. Mutu perilaku : memperlakukan pelanggan berdasarkan penghargaan hubungan
manusiawi yang lebih baik
2. Mutu prosedur

Sasaran/tujuan manajemen resiko :


1. Mengidentifikasi berbagai variabel kualitas asuhan yang membahayakan
2. Mengoreksi atau meminimalkan sehingga mencegah terjadinya masalah
Langkah-langkah proses manajemen resiko :

1. Menentukkan tujuan yang ingin dicapai


2. Mengidentifikasi resiko-resiko yang dihadapi atau terjadinya kerugian (paling
sulit tapi penting)
3. Menentukkan besarnya resiko atau kerugian :
a. Frekuensi kejadian
b. Besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap keuangan (kegawatannya)
c. Kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang jelas akan timbul
4. Mencari cara penanggulangan yang paling baik, tepat dan ekonomis
5. Mengkoordinir dan melaksanakan keputusan untuk penanggulangan
6. Mencatat, memonitor, dan mengevaluasi langkah-langkah diit
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Mutu dalam pelayanan program gizi merupakan salah satu pendekatan atau
upaya yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan gizi kepada
klien.

Seorang tenaga pelaksana gizi puskesmas yang profesional harus senantiasa


berupaya memberikan pelayanan gizi dengan mutu yang terbaik kepada semua
klien tanpa terkecuali. Pendekatan jaminan mutu layanan gizi merupakan salah satu
perangkat yang sangat berguna bagi mereka yang mengelola atau merencanakan
layanan gizi. Pendekatan tersebut juga merupakan bagian keterampilan yang
mendasar bagi setiap pemberi pelayanan kesehatan yang secara langsung melayani
klien.

Pelayanan program gizi yang bermutu adalah layanan gizi yang senantiasa
berupaya memenuhi harapan klien sehingga klien selalu puas terhadap pelayanan
yang diberikan tenaga gizi puskesmas. Pendekatan jaminan mutu layanan gizi
mengutamakan keluaran layanan gizi atau apa yang dihasilkan dan diakibatkan oleh
layanan gizi.

Hasil pelayanan program gizi yang bermutu hanya mungkin dihasilkan oleh
pekerjaan yang benar, dengan demikian klien akan berada dalam lingkungan
organisasi pelayanan program gizi yang baik karena segala kebutuhan klien tersebut
sangat diperhatikan dan kemudian dilayani dengan layanan gizi dengan mutu yang
terbaik.

Tidak mengherankan bahwa pelayanan program gizi yang selalu


memperhatikan mutu selalu akan dengan mudah mendapatkan akreditas serta
memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan organisasi lain sejenisnya.

Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan harus sesuai


dengan hal-hal berikut :

3. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menjamin bahwa


organisasi layanan kesehatan akan selalu menghasilkan layanan kesehatan
yang bermutu, artinya layanan kesehatan yang sesuai dengan harapan dan
kebutuhan klien serta mampu dibayar olehnya.
4. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menjadikan
organisasi kesehatan semakin efisien karena semua orang yang bekerja dalam
organisasi itu akan selalu bekerja lebih baik dalam suatu sistem yang terus
menerus diperbaiki.
5. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan membuat
organisasi layanan kesehatan menjadi terhormat, terkenal, dan selalu dicari oleh
siapa yang membutuhkan layanan kesehatan yang bermutu serta menjadi
tempat kerja idaman bagi profesi layanan yang kompeten yang berperilaku
terhormat.
6. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan terutama akan
memperhatikan outcome layanan kesehatan benar-benar bermanfaat bagi klien.
7. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menumbuhkan
kepuasan kerja, komitmen, dan peningkatan moral profesi layanan kesehatan
serta akhirnya akan menimbulkan kepuasan klien.
Melakukan pelayanan bermutu sesuatu yang menimbulkan kepuasan
pribadi, dengan menerapkan jaminan mutu, jaminan kesehatan, perawat
diharapkan bekerja semakin cermat dan selalu menggunakan nalar. Bekerja
dengan lebih cermat bukan berarti harus bekerja keras, sebaliknya bekerja
dengan memperhatikan mutu artinya bekerja lebih arif dengan sistem yang baik
sehingga hasilnya akan lebih baik, tetapi dengan upaya dan pemborosan yang
semakin kurang.
Mutu layanan kesehatan yang diterima oleh klien sebagai konsumen akan
ditentukan oleh mutu layanan kesehatan yang diberikan oleh berbagai profesi
layanan kesehatan yang terdapat di dalam organisasi layanan kesehatan
tersebut. Mutu layanan kesehatan juga ditentukan pula oleh mutu manajemen
organisasi layanan itu, dengan demikian akan terdapat hubungan timbal balik
antara profesi layanan kesehatan dengan klien. Tingkat mutu layanan kesehatan
akan ditentukan berdasarkan tingkat keseimbangan yang terjadi antara ketiga
unsur tersebut.
Dalam rangka lebih meningkatkan dan memfokuskan pembangunan
kesehatan, Depkes RI telah merumuskan visi yang baru yaitu masyarakat yang
mandiri untuk hidup sehat dengan misi membuat rakyat sehat. Untuk mencapai
visi dan misi tersebut dikembangkan 4 (empat) strategi yaitu :
1. Mengerakkan dan membudayakan masyarakat hidup sehat
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas
3. Meningkatkan sistem surveilans monitoring dan informasi kesehatan
4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
BAB IX

PENUTUP

Pelayanan gizi di puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di dalam


gedung dan di luar gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umunya bersifat
individual, dapat berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Kegiatan di dalam gedung juga meliputi perencanaan program pelayanan gizi yang
akan dilakukan di luar gedung. Sedangkan pelayanan gizi di luar gedung umumnya
pelayanan gizi pada kelompok dan masyarakat dalam bentuk promotif dan preventif.

Buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi tenaga gizi
puskesmas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan gizi di Puskesmas
Pangenan. Untuk meningkatkan efektifitas pemanfaatan buku ini, tenaga gizi
puskesmas menjabarkannya dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
berisi langkah-langkah dari setiap kegiatan.

Mengetahui Pangenan, Januari 2017


Kapala UPT Puskesmas Pangenan Programer

dr. Atih Andriyantie Fauzi Mia Tania, Amd.Gz

NIP. 19781204 200701 2 007

Anda mungkin juga menyukai