Anda di halaman 1dari 9

EDAJ 2 (2) (2013)

Economics Development Analysis Journal


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj

ANALISIS RANTAI DISTRIBUSI KOMODITAS PADI DAN BERAS DI


KECAMATAN PATI KABUPATEN PATI

Agus Ariwibowo 

Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Komoditas padi merupakan sub sektor pertanian yang dominan di Kecamatan Pati.
Diterima April 2013 Suatu kegiatan yang berhubungan dengan pertanian terhadap pihak-pihak yang
Disetujui April 2013 berperan di dalamnya baik proses produksi dan distribusinya. Dalam upaya mem-
Dipublikasikan Mei 2013
persempit disparitas harga padi di tingkat petani dan konsumen di Kecamatan Pati,
Keywords: maka diperlukan studi mengenai sistem pemasaran komoditas padi sawah. Data
padi dan beras, rantai dianalisis secara deskriptif terhadap pola distribusi dan margin pemasaran padi
distribusi, marjin pemasa- sawah. Hasil penelitian yaitu di Kecamatan Pati terdapat tiga pola distribusi, yaitu
ran. Paddy aand Rice,The pola distribusi pertama, Dari petani ke pedagang tengkulak ke penggilingan padi
chain of distribution farm- ke pedagang pengepul ke pedagang pengecer ke konsumen; kedua, Dari petani ke
ers, marketing margins. pedagang tengkulak ke penggilingan padi ke pedagang pengecer ke konsumen; keti-
ga, Dari petani ke penggilingan padi ke pedagang pengepul ke pedagang pengecer
ke konsumen. Margin pemasaran tertinggi pada varietas padi dominan tertinggi
terjadi pada penggilingan padi sebesar 44,4 persen, kemudian pedagang tengkulak
7,5 persen, pedagang pengepul 3.6 persen, dan pedagang pengecer 3,4 persen dari
keseluruhan nilai marjin pemasaran padi sawah.

Abstract
Commodities of rice is the dominant agricultural sector in starch. An agriculture-related activities of the
parties involved in it both the production process and its distribution. In an effort to narrow the dispa-
rity in the level of prices of rice farmers and consumers in the starch, then required a study of the rice
commodity marketing systems. The Data analyzed are descriptive of the pattern and distribution of the
marketing margins of rice paddy fields. Results of the study are in district there are three distribution pat-
tern of Starch, which is the first distribution patterns, from farmers to rice broker dealers to the merchant
pengepul mill to retailers to consumers; Second, from the farmer to the middleman to rice milling traders
to retailers to consumers; third, from the farmer to the milling of rice to traders pengepul to retailers to
consumers. The highest marketing Margin on highest dominant rice varieties occur in rice milling of
44,4%, then a merchant middleman trader pengepul 7.5 percent, 3.6 percent and 3.4 percent of retailers
overall marketing margin value of rice paddy fields.

© 2012 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6560
Gedung C6 lantai 1, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229
E-mail: edaj_unnes@yahoo.com
Agus Ariwibowo / Economics Development Analysis Journal 2 (2) (2013)

PENDAHULUAN terutama pada musim panen raya berlangsung,


Indonesia terdiri dari beberapa sektor sering kali timbul permasalahan di bidang pema-
pertanian yaitu subsektor pertanian rakyat (sub- saran. Guna mengatur stabilitas harga gabah di
sektor tanaman pangan), subsektor perkebunan, pasaran, pemerintah telah menetapkan kebijakan
subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan harga dasar gabah sebagai jaminan harga kepada
subsektor perikanan. Tanaman �����������������
padi termasuk da- petani agar tetap bergairah dalam mengusahakan
lam subsektor tanaman pangan dalam sektor per- tanaman padi dan terpacu untuk meningkatkan
tanian. Padi sangat bermanfaat bagi kehidupan produksi. Kebijakan dimaksud dituangkan da-
manusia. Di Indonesia beras merupakan maka- lam Instruksi Presiden (Inpres) berupa peneta-
nan pokok dan juga makanan yang mengandung pan harga pembelian Pemerintah (HPP). Inpes
karbohidrat (Mubyarto, 1989:16). No.3 Tahun 2012 memuat ketentuan kenaikan
Mencukupi kebutuhan produksi padi da- harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah
lam negeri dan peningkatan kesejahteraan serta kering panen (GKP) sebesar Rp. 3.300,- per ki-
pendapatan petani merupakan tujuan yang hen- logram di tingkat petani (semula Rp. 2.640,- ),
dak dicapai Pemerintah. Oleh sebab itu, untuk Gabah kering giling (GKG) di penggilingan padi
mengurangi ketergantungan akan impor sangat Rp. 3.300,- perkilogram menjadi Rp. 4.150,- per
diperlukan upaya untuk mempercepat pening- kilogram, sedangkan untuk beras naik dari Rp.
katan produksi padi sekaligus meningkatkan 5.060,- per kilogram menjadi Rp. 6.600,- per kilo-
pendapatan petani. Pada saat gabah melimpah gram di gudang Perum bulog (Bulog,2012).
Tabel 1
Jenis Padi Dan Tingkat Harga Gabah Kering Giling Di Tingkat Petani
Tahun 2009-2011 (kg)/Rp
Harga Gabah Kering
Jenis giling
NO Desa
Padi 2009 2010 2011
1 Panjunan IR-64 2400 2600 3000
2 Gajahmati Ciherang 2450 2650 3100
3 Mustokoharjo ciherang 2400 2650 3100
4 Semampir ciherang 2400 2650 3000
5 Blaru IR-64 2450 2600 3100
6 Plangitan Ciherang 2450 2650 3100
7 Puri Ciherang 2400 2600 3000
8 Winong IR-64 2450 2650 3000
9 Sidoharjo Ciherang 2400 2650 3100
10 Kalidoro IR-64 2450 2600 3000
11 Sarirejo IR-64 2400 2450 2600
12 Geritan Ciherang 2450 2600 3000
13 Dengkek Ciherang 2450 2600 3100
14 Sugiharjo IR-64 2400 2600 3000
15 Widorokandang IR-64 2450 2650 3100
16 Payang IR-64 2400 2600 3000
17 Kutoharjo Ciherang 2400 2650 3100
18 Sidokerto Ciherang 2450 2600 3000
19 Mulyoharjo Ciherang 2400 2650 3100
20 Tambaharjo IR-64 2450 2600 3000
21 Tambahsari IR-64 2400 2600 3100
22 Ngepungrojo IR-64 2400 2450 2850
23 Purworejo Ciherang 2450 2600 3000
24 Sinoman Ciherang 2400 2450 2650
Sumber: Badan Penyuluh Pertanian di Kecamatan Pati 2011
Kecamatan Pati merupakan salah satu Desa Sinoman jenis padi Ciherang dengan harga
daerah yang terdapat pola distribusi padi sawah jual Rp. 2.400,- per kg sampai Rp. 2.650,- per kg.
yang mempengaruhi pendapatan petani. Berdas- Keadaan tesebut disebabkan karena pada 2009-
arkan Tabel 1.2 Tahun 2009-2011 Desa Sarirejo, 2011 terjadi musim penghujan, sehingga proses
Desa Ngepungrojo dan Desa Sinoman harga pengeringan gabah kering giling menjadi terham-
gabah kering giling lebih rendah dibandingkan bat yang akan memicu terjadinya kelangkaan
Desa yang lain. Desa Sarirejo jenis padi IR-64 stok gabah kering giling (GKG), sehingga men-
dengan harga jual Rp. 2.400,- per kg sampai Rp. gakibatkan harga beras naik. Desa yang lain men-
2.600,- per kg di tingkat petani. Desa Ngepungro- galami kenaikan Rp. 100,- per kg – Rp. 300,- per
jo jenis padi IR-64 dengan harga jual Rp. 2.400,- kg, sedangkan 3 Desa yaitu Desa Sarirejo, Desa
per kg sampai Rp. 2.850,- per kg di tingkat petani. Ngepungrojo dan Desa Sinoman lebih rendah

2
Agus Ariwibowo / Economics Development Analysis Journal 2 (2) (2013)

tingkat harga gabah kering giling di tingkat petani


yaitu Rp. 50,- per kg – Rp. 200,- per kg. Dari data KAJIAN PUSTAKA
di atas dapat diartikan, bahwa kenaikan harga be- Saluran Distribusi menurut Winardi
ras di pasar konsumen tidak akan mempengaruhi (1989) yang dimaksud dengan saluran distribusi
harga gabah di tingkat petani. adalah sebagai berikut :Saluran distribusi meru-
Menurut Syahza (2003) disparitas antara pakan suatu kelompok perantara yang berhubun-
harga gabah dan beras yang tinggi merupakan gan erat satu sama lain dan yang menyalurkan
akibat dari panjangnya rantai distribusi komo- produk-produk kepada pembeli. Sedangkan me-
ditas pertanian. Keadaan ini akan menyebabkan nurut Philip Kotler (1997) mengemukakan bah-
besarnya biaya distribusi marjin pemasaran yang wa saluran distribusi adalah serangkaian orga-
tinggi, sehingga ada bagian yang harus dikeluar- nisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam
kan sebagai keuntungan pedagang. Kendati pada proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa
umumnya petani tidak terlibat dalam rantai pe- siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran
masaran produk, sehingga nilai tambah pengo- distribusi pada dasarnya merupakan perantara
lahan dan perdagangan produk pertanian hanya yang menjembatani antara produsen dan konsu-
dinikmati oleh pedagang. Hal ini cenderung men.
memperkecil bagian yang diterima petani dan Menurut Philip Kotler (1993) agar suatu
memperbesar biaya yang harus dibayarkan oleh kegiatan penyaluran barang dapat berjalan den-
konsumen. gan baik (efektif dan efisien) maka para pemakai
Menurut Rachman (1997) dalam Agustian saluran pemasaran harus mampu melakukan se-
dan Setiadjie (2008) antardaerah dan komoditas, jumlah tugas penting, yaitu :
kelembagaan yang terlibat dalam distribusi pro- Penelitian yaitu melakukan pengumpulan
duk pertanian seringkali terdapat perbedaan. Se- informasi penting untuk perencanaan dan melan-
cara umum mereka yang terlibat dalam pemasa- carkan pertukaran.
ran adalah pedagang pengumpul, para penyalur, Promosi yaitu pengembangan dan penye-
pedagang besar yang beroperasi di pusat-pusat baran informasi yang persuasive mengenai pe-
pasar, dan akhirnya pengecer di daerah konsum- nawaran.
si itu sendiri yang berhadapan langsung dengan Kontak yaitu melakukan pencarian dan
konsumen. Berbeda dengan produk pertanian ga- menjalin hubungan dengan pembeli.
bah dan beras, menurut Arifin dan Natawidjaja Penyelarasan yaitu mempertemukan pe-
(2000) dalam Tambunan (2008) bahwa di bany- nawaran yang sesuai dengan permintaan pembeli
ak wilayah ada dua jalur pemasaran dalam tata termasuk kegiatan seperti pengolahan, penilaian
niaga beras, yaitu swasta dan pemerintah (Bu- dan pengemasan.
log). Jalur swasta lebih panjang daripada jalur Negoisasi yaitu melakukan usaha untuk
pemerintah dengan banyak pemain yang diawali mencapai persetujuan akhir mengenai harga dan
dengan pengumpul-pengumpul di desa, perus- lain-lain sehubungan dengan penawaran sehing-
ahaan–perusahaan penggilingan padi, grosir dan ga pemindahan   pemilikan atau penguasaan bias
berakhir oleh pedagang-pedagang eceran. Sistem dilaksanakan.
distribusi komoditas padi ternyata bervariasi da- Disrtibusi fisik yaitu penyediaan sarana
lam tingkat kompleksitasnya antarwilayah atau transportasi dan penyimpanan barang.
antarkelompok wilayah. Pembiayaan yaitu penyediaan permintaan
Hasil studi awal yang dilakukan di Ke- dan pembiayaan dana untuk menutup biaya dari
camatan Pati yang merupakan sentra produksi saluran pemasaran tersebut.
padi, dalam memasarkan hasil panen umumnya Pengambilan resiko yaitu melakukan per-
petani menggunakan pedagang tengkulak. Da- kiraan mengenai resiko sehubungan dengan pe-
lam melaksanakan pembelian pedagang teng- laksanaan pekerjaan saluran tersebut.
kulak menggunakan sistem tebasan yang mana Ada beberapa alternatif saluran atau
penetapan harga ditentukan dengan tawar me- tipe saluran yang dapat dipakai. Biasanya
nawar antara petani dan pedagang. Kesepakatan
harga yang terjadi sering kali membuat petani alternatif saluran tersebut didasarkan pada
jatuh pada harga yang ditetapkan oleh pedagang golongan yaitu: (1) Barang konsumsi ada-
pengumpul karena lemahnya posisi tawar petani lah barang-barang yang dibeli untuk dikon-
pada saat panen raya. Dengan kondisi demikian sumsikan. Pembeliannya didasarkan atas
petani harus mengikuti mekanisme pasar, sehing- kebiasaan membeli dari konsumen. Jadi,
ga dalam hal ini petani hanya berperan sebagai
penerima harga. pembelinya adalah pembeli/konsumen

3
Agus Ariwibowo / Economics Development Analysis Journal 2 (2) (2013)

akhir, bukan pemakai industri karena ba- nis yang mengarahkan aliran barang dari petani
rang – barang tersebut tidak diproses lagi, kepada konsumen. Pemasaran produk pertanian
terdapat unsur pokok kegiatan pemasaran yakni
melainkan dipakai sendiri menurut Basu
produk, harga dan distribusi yang dimana satu
Swasta (1984), (2) Barang industri adalah sama lain saling berkaitan. Sehingga untu men-
barang-barang yang dibeli untuk diproses ciptakan pemasaran yang baik serta memberikan
lagi atau untuk kepentingan dalam industri. kepuasan terhadap konsumen, maka unsur tadi
Jadi, pembeli barang industri ini adalah perlu dirancang sebaik mungkin terutama den-
gan memperhatikan apa yang diinginkan dan di-
perusahaan, lembaga, atau organisasi, ter-
butuhkan konsumen (Rahayu, 2009).
masuk non laba. Berdasarkan pengertian Secara tradisional peranan pertanian da-
diatas, maka seperti halnya pupuk itu digo- lam pembangunan ekonomi hanya dipandang
longkan kedalam golongan barang industri, pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur
sebab pupuk dibeli petani bukan untuk di- penunjang semata. Negara barat menyebut pem-
bangunan ekonomi diidentikkan dengan trans-
konsumsi tetapi untuk digunakan dalam
formasi struktural terhadap perekonomian secara
produksi pertaniannya. cepat, yakni perekonomian yang bertumpu pada
Menurut Syafi’i dalam Sutrisno kegiatan pertanian menjadi perekonomian in-
(2009) pelaku atau lembaga perantara yang dustri modern dan jasa-jasa yang lebih kompleks.
ikut terlibat dalam proses distribusi ko- Peranan utama pertanian dianggap hanya sebatas
sebagai sumber tenaga kerja dan bahan – bahan
moditas pertanian dapat diklasifikasikan
pangan yang murah demi berkembangnya sektor-
sebagai berikut: (1) tengkulak adalah pem- sektor industri yang dinobatkan sebagai “sektor
belian hasil pertanian pada waktu panen unggulan” dinamis dalam strategi pembangunan
dilakukan oleh perseorangan dengan tidak ekonomi secara keseluruhan. Model pembangu-
terorganisir, aktif mendatangi petani produ- nan 2 sektor Lewis yang telah dipaparkan teori
pembangunan yang menitikberatkan upaya men-
sen untuk membeli hasil pertanian dengan
gembangkan sektor industri secara cepat, sektor
harga tertentu, (2) pedagang pengumpul pertanian hanya dipandang sebagai pelengkap
yaitu pedagang yang membeli hasil perta- atau penunjang dalam kedudukannya selaku
nian dari petani dan tengkulak, baik secara sumber tenaga kerja dan bahan - bahan yang
individual maupun secara langsung, (3) pe- murah. Pertanian pada khususnya sama sekali
tidak bersifat pasif, dan jauh lebih penting dari
dagang besar adalah pedagang yang mem-
sekadar penunjang dalam proses pembangunan
beli hasil pertanian dalam jumlah besar dari ekonomi secara keseluruhan. Keduanya harus di-
pedagang pengumpul atau langsung dari tempatkan pada kedudukannya yang sebenarnya,
petani. Modalnya relatif besar sehingga yakni sebagai unsur elemenunggulan yang sangat
mampu memproses hasil pertanian yang penting, dan dinamis bahkan sangat menentukan
strategi pembangunan secara keseluruhan (Toda-
dibeli, dan (4) pedagang pengecer adalah
ro, Michael P. 2000: 318).
pedagang yang membeli hasil pertanian
dari petani atau tengkulak dan pedagang METODE PENELITIAN
pengumpul kemudian dijual kepada konsu-
men akhir (rumah tangga). Pengecer biasa- Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu
menggambarkan pola distribusi dan nilai marjin
nya berupa toko-toko kecil atau pedagang
pemasaran yang diperoleh setiap pelaku tata nia-
kecil di pasar. ga komoditas padi sawah. Data yang digunakan
Saluran Pemasaran atau saluran distribusi dalam penelitian ini adalah data primer dan data
adalah serangkaian organisasi yang terkait dalam sekunder. Data primer dikumpulkan dari petani
semua kegiatan yang digunakan untuk meny- dan pelaku pemasaran yang terlibat dalam ran-
alurkan produk dan status pemiliknya dari pro- tai distribusi. Data Sekunder dikumpulkan dari
dusen ke konsumen. Hal ini menunjukan bahwa Dinas Pertanian, serta instansi terkait lainnya.
perusahaan dapat menggunakan lembaga atau Dalam penelitian ini yang menjadi populasi
perantara untuk dapat menyalurkan produknya adalah petani yang ada di Kecamatan Pati dan
kepada konsumen akhir. Dalam bidang pertani- pelaku pemasaran komoditas padi sawah di Ke-
an tata niaga merupakan keragaan aktivitas bis- camatan Pati. Sampel merupakan bagian dari

4
Agus Ariwibowo / Economics Development Analysis Journal 2 (2) (2013)

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh popu- Ki = Hji – Hbi – Bpi
lasi (Sugiyono, 2008). Adapun dalam penelitian Keterangan :
ini teknik pengambilan sampel yang digunakan Hji =Harga jual lembaga pema-
adalah Purposive Sampling. Menurut Arikunto saran ke-i
(2006) Purposive Sampling dalam pengambilan su- Hbi =Harga beli lembaga pe-
byeknya didasarkan atas tujuan tertentu (sesuai masaran ke-i
kebutuhan penelitian). Purwanto dan Sulistyastu- Bpi =Biaya pemasaran lembaga
ti (2011) mengemukakan prosedur ini digunakan pemasaran ke-i
untuk menyajikan data hasil penelitian dalam (Sudiyono,2001).
bentuk yang informatif agar mudah dipahami, Ada 4 Jenis margin pemasaran yaitu :
dengan mencari proporsi (persentase) menggu- 1. Analisis margin pemasaran, digunakan
nakan distribusi frekuensi yang diperoleh berdas- mengukur keuntungan masing-masing aktor
arkan data penelitian. Dari hasil persentase yang yang terlibat dalam proses distribusi padi.
diperoleh kemudian diklasifikasikan atau ditarik Mp = Pr-Pf
untuk memperoleh kesimpulan data penelitian. Keterangan : Mp = Margin Pemasaran
Dalam mengolah data, persentase dipero- (Rp/ton) ; Pr = harga konsumen (Rp/ton): Pf =
leh dengan rumus sebagai berikut(Ali, 1992): harga produsen (Rp/ton).

f= 2. Share harga yang diterima petani, meru-


pakan presentase keuntungan ang diterima peta-
Keterangan : ni.
f = frekuensi relatif/angka per- SPf = Pf/R
sentase Keterangan : Spf = Share harga di tingkat
petani ; Pf = harga di tingkat petani ; Pr = harga
= frekuensi yang sedang dicari persenta- tingkat konsumen.
senya
N = jumlah seluruh data 3. Share biaya pemasaran dan Share keun-
100% = konstanta tungan.
Menurut Sudiyono (2001) dalam Sutrisno Sbi = (bi/Pr)×100%
(2009) margin pemasaran merupakan selisih har- Ski = (ki/Pr)×100%
ga dari dua atau lebih tingkat rantai pemasaran, Keterangan : Ski = Share keuntungan lem-
atau antara harga ditingkat produsen dan harga baga pemasaran ke p, Sbi = Share biaya pemasa-
eceran ditingkat konsumen. Margin tata niaga ran ke i.
hanya merepresentasikan perbedaan harga yang
dibayarkan konsumen dengan harga yang diteri- 4. Distribusi Margin Pemasaran
ma produsen, tetapi tidak menunjukkan jumlah
DM = (Mi/Msot)×100%
kuantitas pemasaran produk. Keterangan : DM = Distribusi Margin ; Mi
Ada tiga metode untuk menghitung mar- = Margin pemasaran kelompok lembaga pema-
gin pemasaran, yaitu dengan memilih dan men- saran ; i = 1 (pedagang, pengumpul) ; 1=2 (peda-
gikuti saluran pemasaran dari komoditi spesifik, gang pengecer) Msot = Mi + M2 (Etty,2012).
membandingkan harga pada berbagai tingkat pe-
masaran yang berbeda, dan mengumpulkan data
penjualan serta pembelian kotor tiap jenis peda-
gang. Dalam penelitian ini margin pemasaran di-
hitung sebagai selisih antara harga jual gabah di HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
tingkat petani dengan harga jual beras di tingkat Pada garis besarnya pelaku tata niaga ko-
pengecer (Anindita, 2003). Untuk mengetahui ni- moditas padi sawah dan beras di Kecamatan Pati
lai margin pemasaran pada setiap pelaku pema- mayoritas menggunakan saluran distribusi be-
saran, maka akan dilakukan pengujian dengan rikut ini, yaitu: Dari petani (88%) ke pedagang
menggunakan rumus margin pemasaran berikut: tengkulak (100%) ke penggilingan padi (60%) ke
Mp = Pr-Pf pedagang pengepul (100%) ke pedagang penge-
Keterangan : cer (100%) ke konsumen. Berikut ini merupakan
Mp = Margin pemasaran hasil analisis marjin pemasaran yang terdiri dari
Pf = Harga tingkat produsen biaya yang dibutuhkan pelaku pemasaran untuk
Pr = Harga tingkat konsumen melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keun-
Keuntungan lembaga pemasaran : tungan yang diterima oleh pelaku pemasaran

5
Agus Ariwibowo / Economics Development Analysis Journal 2 (2) (2013)

pada setiap rantai tata niaga pemasaran komodi- dari keseluruhan marjin pemasaran gabah atau
tas padi sawah yang paling dominan di Kecama- beras. Besarnya marjin pemasaran pada pemilik
tan Pati. penggilingan, dikarenakan di penggilingan padi
Jenis pembiayaan utama pedagang tengku- atau gabah dikeringkan terlebih dahulu menjadi
lak meliputi biaya pemotongan padi, biaya pen- gabah kering Giling (GKG). Dalam proses peng-
gangkutan, dan bongkar muat adalah sebesar Rp. gilingan tersebut akan mengalami susut hasil
380,- per kilogram Gabah Kering Giling (GKG). sekitar 60 persen dari berat gabah yang semula.
Kemudian penggilingan padi sebesar Rp. 405,- Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh penggi-
per kilogram Gabah Kering Giling (GKG). Total lingan padi untuk mendistribusikan beras ke pe-
biaya pemasaran pelaku tata niaga selanjutnya dagang pengepul adalah Rp. 405,- per kilogram,
masing-masing adalah pedagang pengepul Rp. dengan keuntungan bersih sebesar Rp. 125,- per
150,- per kilogram beras dan Pedagang pengecer kilogram.
Rp. 200,- per kilogram. Biaya pemasaran (marke- Di pedagang pengepul kemudian bera di-
ting cost) tersebut penggilingan padi lebih banyak jual ke pedagang pengecer dengan harga jual Rp.
mengeluarkan biaya-biaya untuk proses tata nia- 7.393,- per kilogram. Marjin pemasaran sebesar
ga padi sawah antara lain biaya penggilingnan Rp. 278,- per kilogram atau sekitar 3,6 persen
padi, pengemasan, transportasi dan bongkar- dari keseluruhan marjin pemasaran gabah atau
muat , biaya penggilingan yang cukup tinggi kare- padi. Besar pembiayaan yang dikeluarkan oleh
na mesin menggunakan bahan bakar yang harus pedagang pengepul untuk mendistribusikan be-
di keluarkan oleh penggilingan padi. Pengelua- ras ke pengecer yaitu Rp. 150,- per kilogram be-
ran yang paling tinggi terjadi pada penggilingan ras, meliputi biaya transportasi, bongkar muat
padi, yaitu sebesar Rp. 405,- per kilogram gabah dan biaya pengemasan. Selanjutnya pedagang
atau padi. pengecer yang merupakan pelaku yang berhada-
Pedagang tengkulak yang membeli padi pan langsung dengan konsumen menjual beras
atau gabah dari petani dengan harga Rp. 3.147,- tersebut dengan harga Rp. 7.650,- per kilogram.
perkilogram, yang selanjutnya dijual ke peng- Marjin pemasaran di pengecer yaitu Rp. 257,-
gilingan padi dengan harga Rp. 3.720,- per ki- per kilogram atau 3,4 persen. Pedagang pengecer
logram memperoleh nilai margin Rp. 573,- per memperoleh keuntungan bersih Rp. 107,- per ki-
kilogram. Keuntungan bersih (net benefit margin) logram dengan biaya pemasaran yang harus di-
yang diperoleh pedagang tengkulak dalam men- keluarkan sebesar Rp. 120,- per kilogram untuk
distribusikan hasil pembelian padi atau gabah biaya transportasi dan bongkar muat.
dari petani ke penggilingan padi adalah Rp. 193,- Pola distribusi padi sawah di Kecamatan
per kilogram setelah dikurangi dengan biaya pe- Pati ditemukan tiga saluran tata niaga, yaitu:
masaran (marketing cost) untu pemotongan padi, saluran pemasaran pertama, Dari petani ke peda-
bongkar muat dan transportasi sebesar Rp. 380,- gang tengkulak ke penggilingan padi ke pedagang
per kilogram. pengepul ke pedagang pengecer ke konsumen;
Selanjutnya penggilingan padi yang me- kedua, Dari petani ke pedagang tengkulak ke
rubah bentuk gabah atau padi menjadi beras penggilingan padi ke pedagang pengecer ke kon-
menjualnya ke pedagang tengkulak dengan har- sumen; ketiga, Dari petani ke penggilingan padi
ga jual Rp. 7.115,- per kilogram beras. Penggilin- ke pedagang pengepul ke pengecer ke konsumen.
gan padi memperoleh marjin pemasaran sebesar Untuk lebih jelasnya struktur aliran tata niaga
Rp. 3.395,- per kilogram atau sekitar 44,4 persen padi dan pendapatan petani padi sawah tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:

6
Agus Ariwibowo / Economics Development Analysis Journal 2 (2) (2013)

Pada saluran pemasaran pertama, petani terbatasnya informasi pasar tersebut akan me-
menjual gabah kering giling (GKG) ke pedagang nyebabkan petani tidak mengetahui kepada siapa
tengkulak merupakan kaki tangan pedagang produk akan dijual dengan keuntungan terbaik.
beras. Dari pedagang tengkulak disalurkan ke Menurut Sayhza (2003) informasi harga yang
pengilingan padi. Di penggilingan padi gabah diterima petani terutama dari lembaga pengum-
dikelompokan dan mengalami perlakuan khusus pul seringkali terdapat perbedaan dengan harga
meliputi proses pengeringan menjadi Gabah Ke- pasar. Petani tidak mengetahui secara pasti naik
ring Giling (GKG), penggilingan, dan pengema- turunnya harga padi atau gabah, sementara pe-
san. Beras yang dikemas selanjutnya disalurkan dagang tengkulak mendapatkan informasi yang
kepada pedagang pengepul yang berada di pusat lebih cepat dari lembaga pemasaran lain. Keter-
Kecamatan dan Kota. Selanjutnya disalurkan batasan informasi pasar ini terkait dengan letak
dari pedagang pengepul, beras disalurkan kepa- lokasi usaha tani yang terpencil, pengetahuan
da pengecer yang berada di pasar-pasar maupun dan kemampuan dalam menganalisis data yang
toko-toko. masih kurang. Di samping itu, pendidikan for-
Pada umumnya petani menjual hasil pa- mal masyarakat khususnya petani masih sangat
nen mereka secara langsung dalam bentuk Ga- rendah menyebabkan kemampuan untuk men-
bah Kering Giling (GKG) baik kepada pedagang cerna atau menganalisis sumber informasi sangat
tengkulak maupun penggilingan padi. Tidak ada terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan usaha
petani yang menjual padi atau gabahnya dalam tani dilakukan tanpa melalui perencanaan yang
bentuk Gabah kering Panen (GKP) maupun Ga- matang.
bah Kering Simpan (GKS). Sebenarnya petani Dalam hal ini petani hanya sebatas seba-
dapat menerima harga lebih tinggi jika seanda- gai produsen gabah atau padi sekaligus price taker,
inya mereka menjual padi dalam bentuk beras. mereka cenderung menjual produknya berupa
Menurut Supriatna (2003) cara penjualan padi gabah atau padi sawah dan bukan berupa beras.
atau gabah secara langsung sulit dihindari, kare- Keadaan ini memperlihatkan adanya keterpisa-
na disamping petani mempunyai kebutuhan yang han petani dari tata niaga komoditas gabah atau
mendesak, pada umumnya mereka juga tidak padi. Dengan demikian, adanya disparitas anta-
mempunyai sarana pengeringan dan penyimpa- ra harga padi atau gabah dan konsumen. Sangat
nan yang memadai. Hal ini akan menyebabkan tinggi hasil yang diterima oleh pedagang tengku-
harga padi atau gabah petani anjlok di saat suplai lak, pedagang pengepul, dan pedagang pengecer
gabah pada waktu panen meningkat, sehingga tidak akan dinikmati oleh petani.
menghadapkan petani pada posisi tawar yang
sangat lemah. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari berbagai saluran distribusi yang ada, KESIMPULAN
petani menghadapi beberapa permasalahan da- Dari ketiga pola distribusi yang ada, petani
lam pemasaran hasil panen mereka. Permasa- menghadapi beberapa permasalahan dalam pe-
lahan yang umum ditemui pada petani adalah masaran hasil padi sawah yang sudah jadi beras.

7
Agus Ariwibowo / Economics Development Analysis Journal 2 (2) (2013)

Permasalahan yang umum ditemui pada petani koperasi atau lembaga lain sehingga para petani
adalah terbatasnya informasi harga padi keti- tidak lagi meminjam bantuan dari non Bank, da-
ka mereka menjual hasil padi sawahnya. Selain lam hal ini rentenir.
permasalahan tersebut, pembayaran menunggak
yang dilakukan oleh pedagang tengkulak ternya-
ta masih ditemui di wilayah ini. DAFTAR PUSTAKA
Tiga pola distribusi di Kecamatan Pati, yai- Agustian, Adang dan Iwan Setiadjie. 2008. “Analisis
tu pola distribusi pertama, Dari petani ke peda- Perkembangan Harga dan Rantai Pemasaran Ca-
bai Merah di Jawa Barat”. Bogor: Pusat Analisis
gang tengkulak ke penggilingan padi ke pedagang
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian De-
pengepul ke pedagang pengecer ke konsumen; partemen Pertanian.
kedua, Dari petani ke pedagang tengkulak ke
penggilingan padi ke pedagang pengecer ke kon- Ali, Muhammad. 1992. Statistik Penelitian. Yogyakarta
sumen; ketiga, Dari petani ke penggilingan padi : BPFE.
ke pedagang pengepul ke pedagang pengecer ke
konsumen. Mayoritas petani (88%) menjual ha- Anindita, R. 2003. “Dasar-dasar Pemasaran Hasil Perta-
sil panen secara langsung dengan sistem tebasan nian”. Malang: Universitas Brawijaya.
ke pedagang tengkulak dengan harga yang relatif
Arifin, Bustanul. 2007. “Disparitas Harga Gabah dan
rendah, yaitu rata-rata Rp. 3.147,- per kilogram.
Harga Beras”. Jakarta: Unisosdem, UNILA.
Sisanya (12%) petani menjual hasil panen dengan
sistem kiloan (per kilogram) ke penggilingan padi Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian : Suatu
dengan harga lebih tinggi rata-rata sekitar Rp. Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
3.500,- per kilogram atau memperoleh nilai mar-
jin sebesar Rp. 353,- per kilogram Gabah Kering Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar perencanaan dan pem-
Giling (GKG), jika dibandingkan dengan sistem bangunan ekonomi daerah. Yogyakarta: BPFE
tebasan. Nilai marjin pemasaran yang paling Yogyakarta.
tinggi berturut-turut terjadi pada penggilingan
Badan Penyuluh Pertanian. 2011. Kecamatan Pati
padi sebesar (Rp. 3.395,-/kg), pedagang tengku-
Dalam Angka.
lak (Rp. 573,-/Kg), pedagang pengepul sebesar
(Rp. 278,-/Kg), pedagang pengecer sebesar (Rp. Balai Pengembangan Mekanisasi Pertanian. 2005.
257,-/Kg). “Pengembangan Revitalisasi penggilingan Padi”.
Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Per-
SARAN tanian.
Harga yang diterima petani dalam menjual
hasil panen dengan sistem tebasan relatif rendah Bulog. 2012.“kebijakan Pengadaan gabah dan beras”.
tidak sesuai dengan risiko usaha tani padi men- Jakarta:Intruksi Presiden Nomor 3.
gindikasikan lemahnya posisi tawar petani. Oleh
Departemen Pertanian RI. 2007. Pedoman Pembinaan
karena itu, petani harus mengoptimalkan peran Kelembagaan Petani. Jakarta: Departemen Per-
kelompok tani dalam kegiatan pemasaran. Ber- tanian RI.
satunya petani dalam kelompok akan tata niaga
padi dan beras. Lakasana, Fajar. 2008. Managemen Pemasaran Pendeka-
Berdasarkan analisis margin pemasaran tan Praktis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
dapat diketahui bahwa nilai tambah pemasaran
komoditas padi yang melalui pedagang teng- Mardianto, Sudi, Yana Supriatna,dan Nur K. Agustin.
kulak, penggilingan padi, pedagang pengepul 2005. “Dinamika Pola Pemasaran Gabah dan Be-
ras di Indonesia”.Bogor: Forum Penelitian Agro
dan pengecer adalah sekitar Rp. 4.503,- per Kg.
Ekonomi, Vol 23, No. 2.
Keuntungan yang seharusnya diperoleh petani
jika menjual padi dan sudah menjadi beras lang- Mubyarto.1989. Pengantar Ekonomi Pertanian, Jakarta
sung ke konsumen. Sehingga salah satu alternatif : LPES.
agar petani padi sawah dapat memperoleh nilai
tambah dalam pemasaran hasil panen padi sa- Nuryanti, Sri 2003. “Analisis Distribusi Marjin Pema-
wah adalah dengan menjual padi menjadi beras saran Gabah dan Beras di Jawa Tengah”. Bo-
secara langsung ke konsumen. gor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebi-
Perlu adanya sosialisasi dari lembaga insti- jakan Pertanian Departemen Pertanian.
tusi publik untuk membantu para petani dalam
Paul A.Samuelson dan Wiliam D. Nordhaus. 1995.
hal permodalan, seperti memfasilitator antara pe- Makro ekonomi. Jakarta :Erlangga.
tani dengan lembaga permodalan baik itu bank,

8
Agus Ariwibowo / Economics Development Analysis Journal 2 (2) (2013)

Purwanto dan Sulistyastuti. 2011. Metode Penelitian


Kuantitatif. Yogyakarta: Gava Media.

Rahayu, Endang. 2009. “ Mereposisi Peran Pemasaran


Pertanian dalam Revitalisasi Pertanian”. Surakar-
ta: Universitas Negeri Surakarta.

Soesilawati, Etty.2012. “Integrasi Kebijakan dan Penga-


matan Industri Garam Nasional Sebagai Bahan
Dasar Industri Bahan Makanan dan Minuman
Melalui Abgreding Of Value Change Management
dan Diversifikasi”. Modul Laporan Penelitian
DP2M.

Subandriyo, Toto. 2010. “ Pasang Surut Kesejahteraan


Petani”. Suara Merdeka. Edisi Cetak. 21 Janu-
ari.

Sudiyono, A. 2001. “Pemasaran Pertanian”. Malang :


Universitas Muhammadyah Malang.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif


dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Supriatna, Ade. 2003. “Analisis Sistem Pemasaran


Gabah dan Beras (Studi Kasus Petani Padi di
Sumatera Utara)”. Bogor : Puslitbang Sosek
Pertanian.

Sutrisno. 2010. “Upaya Peningkatan Pendapatan Petani


Melalui Pemasaran Beras”. Pati: Kantor Peneli-
tian dan pengembangan Kabupaten Pati.

Syahza, Almasdi. 2003. “Paradigma Baru: Pemasaran


Produk Pertanian berbasis Agribisnis”. Jakarta:
Jurnal Ekonomi, TH. VIII/01/Juli, PPD&I
Fakultas Ekonomi Tarumanegara.

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi. Ja-


karta: Bumi Aksara.

Tambunan, Tulus. 2008. “ Tata Niaga dan Pengendal-


ian Harga Beras di Indonesia”. Kadin Indone-
sia.

Anda mungkin juga menyukai