Anda di halaman 1dari 7

Teori Lawrence Green

Teori Lawrence Green sering disebut “Precede and Proceed Model”,


teori ini mulai dikembangkan tahun 1968. Beberapa prinsip dasar yang
mendasari teori Lawrence Green diantaranya keberhasilan dalam mencapai
perubahan, di mana kelompok sasaran secara aktif berpartisipasi
mengidentifikasi masalah kesehatan, mendefinisikan tujuan dan menerapkan
solusi. Kemudian, media, lingkungan politik dan sosial memberikan pengaruh
yang penting pada perilaku kesehatan dan perilaku kesehatan harus bersifat
sukarela.
Menurut Lawrence Green (1980) menganalisis perilaku kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes).
Dalam aplikasinya, precede-proceed dilakukan bersama-sama dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Precede digunakan pada fase
diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program, sedangkan
proceed digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Menurut Schmidt dkk. (1990), model ini paling
banyak diterima dan telah berhasil diterapkan dalam perencanaan program-
program komprehensif dalam banyak susunan yang berlainan, serta model ini
dianggap lebih praktis.
Perilaku pelayanan kesehatan itu dilatar belakangi atau dipengaruhi
oleh 3 faktor pokok yaitu : (Notoatmodjo, 2003)
1. Faktor Predisposisi (predisposition factor)
Faktor-faktor ini mencakup, pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dankepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yangdianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.Hal ini
dapatdijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya
pemeriksaan kesehatan bagi ibuhamil diperlukan pengetahuan dan
kesadaran ibu tersebut tentang manfaat pemeriksaan hamil, baik bagi
kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadang-kadang
kepercayaan, tradisi dansistem nilai masyarakat juga dapat mendorong

1
atau menghambat ibu untuk periksa hamil, seperti orang hamil tidak boleh
disuntik (pemeriksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus),
karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama
yang positif akan mempermudah terwujudnya perilaku baru maka sering
disebut faktor yang memudahkan.
2. Faktor Pendukung (enabling factor)
Faktor-faktor ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagimasyarakat, misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, tersedianya makanan
yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk fasilitas pelayanan kesehatan
seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat
desa, dokter atau bidan praktek swasta (BPS), dan sebagainya. Untuk
berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang
mau periksa kehamilan tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat
periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat
memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya puskesmas,
polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya
mendukung untuk atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan,
maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.
3. Faktor Penguat (reinforcing factor)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas
termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga undang-undang, peraturan-
peraturan baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait
dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang
bukan hanya perlu pengetahuandan sikap positif serta dukungan fasilitas
saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh
masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas
kesehatan.Disampingitu undang-undang juga diperlukan untuk
memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Pengukuran hasil dari ketiga domain tersebut dapat diukur dengan :

2
1. Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Tanpa
pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :
a. Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia,
minat, kondisi fisik.
b. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga,
masyarakat, sarana.
c. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi
dan metodedalam pembelajaran.
Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap
suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.
e. Sintesa
Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan baru.
f. Evaluasi

3
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi / objek.
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954)
menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat
tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan
(support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
a. Persepsi (perception)

4
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat
pertama.
b. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik
tingkat kedua.
c. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,
maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.
d. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik.Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni
dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu
(recall).Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B=f (PF, EF, RF )

Keterangan :

B = Behavior

PF = Predisposing Factors

EF = Enabling Factors

RF = Reinforcing Factors

5
F = Fungsi

Disimpulkan bahwa perilaku sesorang atau masyrakat tentang kesehatan


ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya
dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu,
ketersediaan fasilitas, sikap, yang bersangkutan. Disamping itu,
ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di psoyandu dapat


disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat
imunisasi bagi anaknya (predisposing factors). Atau barangkali juga
karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat
mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain, mungkin
karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lainnya disekitarnya
tidak pernah mengimunisasikan anaknya (reinforcing factors).

6
Daftar Pustaka

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.


Jakarta: Rineka Cipta
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/03/teori-perilaku-kesehatan.
html

Anda mungkin juga menyukai