Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Dalam rangka penyusunan materi Diklat Berbasis Kompetensi yang


diselenggarakan oleh Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, kami
menggunakan referensi dari berbagai sumber dan best practice pengembangan
kompetensi di organisasi lain. Salah satu materi yang ada dalam Diklat Berbasis
Kompetensi adalah integritas. Setiap Kementerian mempunyai cara-cara tersendiri
dalam mengembangkan integritas di lingkungan Kementeriannya masing-masing.

Oleh karena itu, Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia


mengundang Bapak Sonny Keraf, selaku Mantan Menteri Lingkungan Hidup, sebagai
pembicara dalam seminar “Membangun Integritas Moral”. Dalam seminar ini, kami
sangat mengharapkan partisipasi dari Bapak Sonny Keraf untuk berbagi konsep dan
pengalaman yang telah dilakukan dalam menciptakan integritas di lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup.

Melalui materi integritas dalam Diklat Berbasis Kompetensi diharapkan dapat


ditanamkan konsep integritas kepada pejabat eselon III dan IV, yang nantinya dapat
disalurkan ke level di bawahnya.

Akhir kata, semoga seminar ini dapat meningkatkan pengetahuan,


keterampilan, dan sikap para pengajar dan penyelenggara dalam rangka pencapaian
tujuan pelaksanaan Diklat Berbasis Kompetensi III dan IV.

Jakarta, Juni 2010

Tony Rooswiyanto

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

PEMBUKAAN ........................................................................................................... 1

HASIL SEMINAR ...................................................................................................... 2


Etika dan Moralitas ............................................................................................... 3
Teori Etika ............................................................................................................ 4
Tanya Jawab Sesi I .............................................................................................. 8
Prinsip atas Nilai Moral ......................................................................................... 9
Integritas dan Implementasinya ............................................................................. 11
Tanya Jawab Sesi II ............................................................................................. 15
PENUTUP.................................................................................................................. 23

ii
PEMBUKAAN
Oleh Bapak Tony Rooswiyanto

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Pada pagi ini kita akan
melaksanakan forum diskusi. Oleh karena itu, perkenankan saya menyampaikan
beberapa hal. Yang pertama bahwa judul forum diskusi kita kali ini adalah
“Membangun Integritas Moral”. Sebagaimana diketahui bahwa Pak Sonny ini sudah
beberapa kali kita minta untuk mengisi seminar, kalau tidak salah tahun 2002 dan
2008. Sekedar menyampaikan kepada Pak Sonny bahwa yang hadir kali ini adalah:
yang pertama wakil-wakil dari para pengajar/widyaiswara Diklat Berbasis Kompetensi.
Salah satu kompetensi dalam diklat ini adalah integritas, itulah sebabnya mereka perlu
memperoleh pembekalan sehingga apresiasi mereka terhadap integritas bisa lebih
ditingkatkan. Kemudian kami juga mengundang teman-teman dari Sekretariat BPPK.
Di BPPK kami mempunyai tim integritas, karena kebetulan integritas menjadi salah
satu produk unggulan BPPK. Mudah-mudahan nantinya. Sekretariat BPPK, berkaitan
dengan integritas, setelah memperoleh seminar ini bisa melakukan langkah-langkah
pembinaan integritas. Dan kami juga mengundang wakil-wakil dari unit Eselon I
Kementerian Keuangan.

Kemudian sebelum disampaikan, kita bersama Kementerian Keuangan sedang


melaksanakan reformasi birokrasi yang dirintis oleh Ibu Menteri. Dan dalam reformasi
birokrasi ini memang membangun integritas adalah bagian dari pengembangan
sumber daya manusia kita. Nilai-nilai yang sudah disepakati bersama dan dijunjung
tinggi kemudian diimplementasikan. Kita juga masih banyak menemui permasalahan,
itulah sebabnya kita mengundang ahlinya, kebetulan Pak Sonny Keraf berkecimpung
dalam dunia filsafat. Dalam rangka itu kita mengundang Bapak, mudah-mudahan
Bapak dapat menyampaikan pemaparan, baik itu berupa konsep-konsep maupun
pengalaman. Tadi Pak Sonny juga mengatakan ada benchmarking yang ingin
disampaikan berkaitan dengan integritas moral di dunia perusahaan, barangkali
benchmarking itu dapat kita adopsi untuk keperluan kita.

Baik, saya rasa itu yang bisa saya sampaikan sebagai pengantar. Waktu
berikutnya kami serahkan kepada Bapak Sonny Keraf.

Terima kasih.

1
Hasil Seminar
“Membangun Integritas Moral”
Oleh: A. Sonny Keraf

Terima kasih telah diundang untuk berbagi pemahaman tentang pokok


permasalahan yang kita hadapi bersama. Kalau kita amati, pemberitaan media massa
belakangan kembali menyoroti bahwa kebangkrutan beberapa perusahaan khususnya
di Amerika justru karena persoalan yang terkait dengan etika dan moralitas.
Sementara itu, kita, publik Indonesia semestinya berharap Kementerian Keuangan
bersama dengan Sri Mulyani telah memulai sesuatu. Dan walaupun kemudian dia
diganti, saya sangat berharap bahwa Menteri Keuangan yang baru juga ingin
melanjutkan untuk merintis reformasi birokrasi di tubuh birokrasi pemerintah. Beliau
berkeinginan membawa Kementerian ini sebagai sebuah model reformasi birokrasi
yang dapat dicontoh oleh institusi yang lain. Sehingga saya merasa tertarik diundang
disini. Tentu saja saya berharap apa yang saya paparkan tidak semata-mata menjadi
teoritis saja, saya berharap di dalam presentasi ini nanti Bapak dan Ibu sekalian bisa
interupsi untuk selalu kita berdiskusi dengan tidak menghambat jalannya presentasi.
Sehingga ada upaya kita bersama untuk meningkatkan konsep-konsep moral ini dalam
menjalankan tugas pemerintah Bapak dan Ibu sekalian di Kementerian ini.

Saya memfotokopi sebuah kasus di sebuah perusahaan swasta, bagaimana


integritas khususnya dan moralitas pada umumnya berusaha ditanamkan dan itu
menjadi kekuatan dari sebuah perusahaan. Apakah mungkin kemudian bisa juga
dijalankan di birokrasi pemerintah? Saya tahu pasti tidak gampang, dan karena itu
saya ingin berdiskusi mengenai hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh Bapak
dan Ibu sekalian.

Bapak Ibu Saudara sekalian sebelum masuk ke integritas sebagai pokok


pembicaraan dalam pembahasan kali ini, saya ingin mengajak terlebih dahulu untuk
membahas beberapa hal. Yang pertama, saya ingin kita membahas bersama apa itu
etika dan moralitas. Yang kedua, saya ingin mengajak untuk melihat beberapa teori
etika. Dan yang ketiga yaitu beberapa prinsip moral atau nilai moral yang bisa jadi
pegangan di Kementerian ini. Baru kemudian kita masuk ke pembahasan integritas
dan bagaimana mengimplementasikan integritas itu. Dan dari situ saya ingin mendapat
feedback, apa masalah sehari-hari yang Bapak Ibu hadapi? Dan sebisa mungkin kita
mencari jalan keluarnya.

2
Etika dan Moralitas

Apa Itu Etika?


 Etika: ethos atau ta etha yg artinya adat istiadat
atau kebiasaan hidup yg baik
 Etika: penghayatan hidup akan nilai, cara hidup
yg baik, keyakinan, dan prinsip moral
 Etika: perilaku hidup yg baik
 Etika: bagaimana saya harus hidup baik sbg
manusia

Saya mulai dengan pemahaman yang sederhana mengenai apa itu etika. Etika
dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya adalah adat istiadat atau kebiasaan hidup
yang baik. Etika juga berarti suatu penghayatan akan nilai, keyakinan, prinsip moral,
serta jalan hidup yang baik. Semua itu kemudian diinternalisasi, dihayati, dan
diwariskan dalam sebuah masyarakat dari satu generasi ke generasi yang lain
sehingga menjadi cara hidup bersama (way of life) dari sebuah kelompok masyarakat.
Cara hidup yang baik dan nilai keyakinan tersebut diwadahi di dalam sebuah aturan.
Aturan ini dikenal sebagai aturan tidak tertulis, atau yang kita kenal sebagai aturan
moral atau norma moral. Aturan ini bersumber dan diwariskan dalam agama dan
kebudayaan. Maka setiap agama mau tidak mau akan berurusan dengan etika.
Dengan demikian, etika berbicara mengenai baik buruknya perilaku hidup manusia.

Apa itu Etika?


 Etika: sama artinya dgn moral/moralitas (mos,
mores)
 Etika dan moral: bersumber dari agama dan
budaya
 Etika dan moral: bersifat univeral karena nilai
dan prinsip moral dikenal dan diterima
umum di mana saja karena berlaku bagi
perilaku manusia sbg manusia
 Etika: beda dgn etiket (sopan santun, tata
krama yg bersifat lahiriah belaka)

3
Etika dan moralitas kadang digunakan secara bersamaan. Etika sama artinya
dengan moralitas atau moral, sama-sama dari bahasa Yunani yaitu “mores”, sama-
sama berarti adat istiadat, kebiasaan/perilaku hidup yang baik, serta aturan hidup yang
baik. Etika dan moral bersumber dari agama dan budaya, yang pada dasarnya
berkaitan dengan membangun kehidupan yang baik. Walaupun etika dan moral
bersumber dari agama dan budaya tertentu, namun etika bersifat universal karena nilai
dan prinsip moral itu diterima umum, dimana saja dan berlaku bagi siapa saja.
Integritas moral yang akan kita lihat pun juga dikenal dalam semua agama dan
budaya, yang berbeda mungkin implementasinya sesuai dengan konteks tertentu.

Etika dan moral dengan demikian memberi kita pedoman dalam mengambil
keputusan, termasuk kita sebagai pejabat publik. Etika dan moral juga memberi kita
pedoman untuk bertindak dan sekaligus untuk menilai apakah sebuah keputusan itu
benar secara moral, apakah bisa dipertanggungjawabkan secara moral. Jadi, etika dan
moral tidak hanya memberi pedoman kita untuk bertindak dan memutuskan, tetapi
sekaligus menilai keputusan dan tindakan yang sudah dilakukan.

Sebelum kita lanjut ke poin berikutnya, sedikit catatan kecil bahwa etika itu
berbeda dengan etiket. Etiket adalah sopan santun, tata krama yang bersifat lahirnya.
Etiket itu hanya berkaitan dengan cara saya duduk, menerima tamu, cara saya
berbicara dengan atasan, cara saya menerima telepon, cara saya makan dan
seterusnya. Etika justru menyangkut isi, substansi dari apa yang dikatakan atau
dilakukan, bukan cara mengatakan atau melakukan. Contohnya saya bisa marah
kepada Pak Tony dengan gebrak meja, dari sisi etiket salah. Tapi isi pembicaraan
saya saat saya marah itu benar secara moral, tapi caranya tidak sopan. Etiket
hanyalah suatu cara supaya substansi yang kita katakan itu bisa sampai dengan baik,
sehingga cara juga perlu dipertimbangkan. Tapi kalau dua itu berkonflik, lebih baik kita
pilih etika daripada etiket. Sayangnya di Indonesia lebih banyak mengutamakan etiket
supaya diterima dengan baik, sementara itu kita mendiamkan begitu banyak hal
busuk. Padahal justru etika lebih penting daripada cara, tetapi diharapkan dua-duanya
klop.

Teori Etika

Berikutnya, saya ingin masuk ke teori etika. Yang pertama adalah teori
Deontologi, tokoh utamanya Emmanuel Kant, seorang filosof Jerman. Deontologi
berasal dari kata deon, yang artinya kewajiban, dan logi adalah ilmu, jadi ilmu tentang
kewajiban. Jadi perilaku yang baik harus sesuai dan berdasarkan kewajiban.

4
Kewajiban itu tertanam dalam aturan moral yang kita kenal dari agama, keluarga, dan
budaya dari sejak kecil dan kita bawa terus, dan itulah kewajiban moral kita. Dan oleh
Kant disebut sebagai perintah yang harus dilaksanakan tanpa syarat apapun juga,
kalau memang itu kewajiban moral berarti harus laksanakan tanpa kalkulasi untung
rugi.

Tiga Teori Etika (1)


 Deontologi:
 Tokohnya: Immanuel Kant
 Perilaku yg baik: sesuai dan berdasarkan
kewajiban
 Kewajiban: tertera dlm aturan moral atau hukum
moral universal
 Hukum moral universal: imperatif kategoris
(perintah yg hrs dilaksanakan tanpa syarat)
 Etika deontologi: etika yg sangat memegang teguh
prinsip moral; benar ya benar, salah ya salah

Yang menarik pada etika deontologi adalah etika ini sangat memegang teguh
prinsip moral, benar adalah benar, salah adalah salah. Pimpinan yang memegang
teguh etika deontologi tidak akan mentolerir bawahan yang melakukan kesalahan. Dia
adalah orang yang berprinsip tidak butuh penjelasan atau alasan. Semua pimpinan
yang menganut teori ini adalah orang yang teguh dalam prinsip dan tidak bisa
menerima penjelasan, akibatnya semua tujuan yang baik dikesampingkan oleh teori
ini. Dengan kata lain, tujuan yang baik tidak boleh menghalalkan segala cara.

Tiga Teori Etika (2)


 Deontologi:
 menolak akibat/tujuan suatu tindakan sbg kriteria
penilaian: tujuan tdk boleh menghalalkan cara
 alasan: utk mempertahankan universalitas
tindakan dan perilaku moral (bukan situasional)
dan menjaga konsistensi moral
 sangat menekankan kemauan baik dan sikap
hormat pd hukum moral universal
 kelemahan: dilema moral sulit dipecahkan

5
Kant dan para penganut teori deontologi ingin mempertahankan universalitas
tindakan dan perilaku moral, bahwa perilaku yang baik itu bukan perilaku yang
situasional. Etika deontologi ingin menghindari bahwa prinsip moral itu universal,
berlaku dimana saja untuk menjaga konsistensi moral. Hal ini sangat penting dengan
integritas moral. Jadi deontologi akan sangat sejalan dengan integritas moral. Akan
tetapi, kelemahannya adalah etika ini tidak bisa menjawab dilema moral dalam situasi
yang kompleks, misalnya kita dihadapkan dengan dua pilihan moral yang saling
bertentangan tetapi sama-sama menjadi kewajiban moral kita.

Tiga Teori Etika (3)


 Utilitarianisme:
 Tokoh utama: Jeremy Bentham
 Baik/buruknya perilaku: berdasarkan
akibat/tujuan
 Kriteria: the greatest benefit for the greatest
number
 Sangat cocok utk kebijakan publik
 Keunggulan: rasionalitas; kebebasan; dan
universalitas
 Kelemahan: membenarkan ketidakadilan dan
membenarkan pelanggaran moral

Teori yang kedua adalah Utilitarianisme, tokoh utamanya Jeremy Bentham,


dari Inggris. Bedanya dengan deontologi, dalam utilitarianisme justru baik buruknya
perilaku dilihat berdasarkan akibat atau tujuan yang ingin dicapai, kalau akibat dan
tujuannya baik, tindakan itu dibenarkan. Secara lebih khusus, Jeremy Bentham takut
dengan problem yang dihadapi oleh pejabat publik, karena realitasnya keputusan dan
kebijakan publik tidak dapat memuaskan 100% orang yang terkait dengan kebijakan
publik itu. Dia menemukan suatu prinsip yaitu “the greatest benefit for the greatest
company”. Hal itu merupakan prinsip dasar etika utiliarianisme. Kalau suatu tindakan,
keputusan, atau kebijakan itu mendatangkan banyak manfaat bagi sebagian besar
orang, secara moral tindakan itu baik. Semakin banyak orang diuntungkan dengan
kebijakan itu, itu tindakan yang baik. Seringkali kita terpaksa mengambil keputusan
yang ternyata ada sisi negatifnya, maka dicari sisi negatif yang paling kecil.

Sedikit banyak tanpa sadar etika utilitarianisme dipakai dalam berbagai pro dan
kontra, memilih yang paling kecil dampak negatifnya untuk ekonomi Indonesia. Hampir
semua kebijakan publik sedikit banyak pasti menggunakan etika utilitarianisme.
Keunggulannya adalah dalam etika ini ada pertimbangan rasionalitas dalam

6
mengambil keputusan, yaitu yang manfaatnya lebih banyak. Keunggulan yang kedua
adalah lebih leluasa. Individu atau pejabat publik diberi kebebasan untuk memilih
diantara opsi-opsi yang ada berdasarkan pertimbangan rasional tersebut. Problemnya
adalah mau tidak mau pasti ada segelintir orang yang terpaksa dikorbankan, pasti ada
yang tidak puas.

Tiga Teori Etika (4)


 Etika Keutamaan (virtue ethics):
 Tokoh utama: Aristoteles
 Perilaku yg baik terletak pd keutamaan atau
kebajikan moral yg dipraktikkan oleh Tokoh
Panutan
 Menekankan teladan moral pd tokoh panutan
 Integritas moral tokoh panutan menjadi pedoman
perilaku
 Keunggulan: tdk berteori tapi contoh nyata
 Kelemahan: kehilangan arah di tengah ketiadaan
teladan moral

Etika yang ketiga tidak begitu popular dibandingkan dengan dua yang lain,
yaitu etika Keutamaan. Tokoh utamanya Aristoteles. Ada perbedaan dengan dua teori
yang lain, perilaku yang baik bagi etika ini terletak pada keutamaan atau kebijakan
moral yang dipraktikkan oleh tokoh panutan, bisa dalam agama misalnya bagi teman-
teman muslim nabi Muhammad menjadi tokoh panutan bagaimana dia mengambil
kebijakan sebagaimana dalam sunah atau hadits. Atau orang Jawa yang senang
dengan wayang karena ada pesan moral dari tokoh-tokoh wayang itu dalam
menghadapi berbagai kesulitan, disitulah Anda menentukan “saya ingin menjadi
seperti ini”.

Dalam kesulitan dan kerumitan masalah, tokoh ini keluar dengan keputusan-
keputusan yang secara moral adalah benar. Itulah kenapa kemudian dongeng di
masyarakat kita mempunyai peran penting. Saya rasa Sri Mulyani mungkin menjadi
sebuah panutan di bidang reformasi birokrasi. Dan karena itu, nanti akan kita lihat
pentingnya kepemimpinan dalam implementasi integitas moral. Kelemahannya adalah
misalnya ada masyarakat yang kehilangan tokoh sentralnya. Jadi teori yang ketiga ini
tidak lagi tentang mana perintah moral, tapi lebih ke contoh langsung dalam situasi
sulit, dia dapat mengambil keputusan yang tepat.

7
Tanya Jawab Sesi I

Pertanyaan dari Pak Totok


Ada pengalaman di birokrasi kita, Pak. Pernah di tahun 1985, pemerintah
mengambil suatu kebijakan antara lain dengan menerbitkan Instruksi Presiden, Inpres
No.4 Tahun 1985. Dalam dunia hukum dikenal suatu aturan bahwa aturan yang lebih
rendah tidak boleh menabrak aturan yang lebih tinggi. Namun demikian, Presiden
pada saat itu memakai Instruksi Presiden, yang jelas-jelas menabrak Peraturan
Ordonansi Pabean. Mungkin tujuannya untuk menciptakan suatu pemerintahan yang
bersih, tapi caranya barangkali yang kurang pas. Bagaimana pendapat Bapak?

Jawaban dari Pak Sonny


Memang pelaksanaan etika ini juga tidak boleh keluar dari aturan yang berlaku.
Tetapi problem yang sering terjadi adalah ada benturan antara hukum dan moral. Etika
moral yang tidak tertulis mempunyai kelemahan, yaitu tidak ada sanksi yang tegas,
kalaupun ada sanksi hanya sanksi moral. Sedangkan hukum ada sanksinya, sehingga
pemberlakuannya lebih tegas. Dalam kaitannya dengan itu, hukum seharusnya sejalan
dengan etika.

Kasus yang disampaikan Pak Totok tadi secara moral baik tapi dalam
kaitannya dengan tata urutan hukum salah. Berdasarkan etika utilitarianisme,
tujuannya untuk menyelamatkan kepentingan negara, tapi secara politik salah karena
melanggar undang-undang. Seharusnya dua-duanya sejalan. Atau dengan solusi lain
yaitu menunggu undang-undang diubah terlebih dahulu baru dilaksanakan.

Pertanyaan dari Pak Yuwono


Saat ini banyak yang berpendapat bahwa kelemahan moral di negara ini
semakin banyak. Orang bijak mengatakan hukum yang lemah apabila dilaksanakan
oleh orang yang baik akan menjadi baik. Sebaliknya hukum yang baik yang
dilaksanakan oleh orang yang tidak baik, akan menjadi tidak baik pula. Bagaimana
caranya agar hukum dan moral tidak bertentangan? Sehingga orang yang moralnya
kurang pun dapat menghasilkan sesuatu yang baik.

Jawaban dari Pak Sonny


Ada dua hal dalam kasus tersebut, yang pertama, hukumnya sendiri harus
baik, artinya sesuai dengan moralitas dan etika. Kemudian yang kedua adalah
implementasinya. Pertanyaannya adalah bagaimana menghasilkan hukum yang baik?
Misalnya dalam proses pembuatan undang-undang antara pemerintah bersama DPR,

8
tentu saja tidak semua kepentingan bisa diakomodasi. Dan seringkali tuntutan
masyarakat adalah DPR harus menghasilkan undang-undang yang banyak. Akibat
dari mengejar kuantitas adalah dua tiga tahun kemudian undang-undang tersebut
direvisi lagi dan lagi. Hal ini membutuhkan biaya yang sangat besar.

Menurut saya, lebih baik lama tetapi menghasilkan undang-undang yang baik.
Tetapi menghasilkan undang-undang yang baik belum tentu implementasinya juga
baik. Idealnya adalah undang-undang yang baik, implementasinya baik. Terlepas dari
undang-undang kita belum maksimal, kita harus berusaha agar implementasinya
maksimal. Sebisa mungkin kita mempunyai komitmen untuk melaksanakan undang-
undang itu dengan baik dengan menghayati pesan moral dan semangat moral yang
ada.

Pertanyaan pak Gunadi


Ada penulis yang mengatakan bahwa teori etika itu terdiri dari deontologi,
teleologi, dan keutamaan. Kemudian teori utilitarianisme oleh Jeremy Bentham
dikembangkan dari teori teleologi. Bagaimana pendapat Bapak?

Jawaban dari Pak Sonny


Betul. Utilitarianisme berasal dari etika teleologi, yang berasal dari kata teos
yang berarti tujuan dan logi atau logos yang artinya ilmu. Secara bahasa etika teleologi
berarti ilmu tentang tujuan atau etika tentang tujuan. Jadi tindakan yang baik
didasarkan pada tujuan. Tujuan bisa untuk diri sendiri atau bisa juga untuk banyak
orang. Tujuan untuk banyak orang itulah etika utilitarianisme.

Prinsip atas Nilai Moral

Beberapa Prinsip Moral (1)


 Otonomi:
 Pengertian: sikap dan kemampuan utk mengambil
keputusan dan tindakan berdasarkan keyakinan
moral ttg apa yg baik utk dilakukan
 Tiga unsur otonomi:
 Sadar dan tahu: apa yg diputuskan/dilakukan,
tujuan/akibatnya/konsekuensi, baik dan buruk secara
moral bagi diri sendiri, masyarakat/negara, institusi,
pilihan-pilihan moral, resiko

9
Setelah kita memahami apa itu etika, saya mencoba menyodorkan beberapa
prinsip dalam nilai moral yang bisa menjadi pegangan kita. Prinsip moral yang pertama
adalah otonomi. Otonomi merupakan sikap atau kemampuan mengambil keputusan
dan tindakan berdasarkan keyakinan moral tentang apa yang baik untuk diputuskan
atau dilakukan.

Ada 3 (tiga) unsur penting dalam otonomi. Unsur yang pertama adalah orang
yang otonom, yaitu orang yang bertindak berdasarkan prinsip otonomi. Orang yang
otonom tidak sekedar memutuskan atau bertindak dalam kaitannya dengan keputusan
publik. Dia tahu dan sadar mengapa hal itu diputuskan untuk dilakukan. Dia mengerti
tujuan dan konsekuensi dari keputusannya. Orang yang otonom mengambil keputusan
dengan kesadaran penuh terhadap apa yang diputuskan.

Unsur yang kedua adalah kebebasan. Orang yang otonom adalah orang yang
bebas. Bebas dalam artian bebas mengambil keputusan dan bebas dalam bertindak.
Seorang yang otonom bukan orang yang mengambil keputusan karena ditekan atau
terpaksa. Dia mengambil keputusan karena dia tahu dan yakin bahwa itu baik. Dia
tetap membutuhkan nasehat atau pertimbangan dari pihak lain, akan tetapi pada
akhirnya dia akan memutuskan berdasarkan keyakinan moral.

Unsur yang ketiga adalah tanggung jawab. Supaya kebebasan tadi tidak
sewenang-wenang, kebebasan tadi harus disertai dengan tanggung jawab. Jadi orang
yang otonom adalah orang yang sadar dan tahu apa yang dia lakukan, bebas
melakukannya, tetapi siap mempertanggungjawabkan risiko yang ditimbulkan. Oleh
karena itu, prinsip utama otonom menurut saya adalah leadership. Orang otonom
memutuskan dan bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan tersebut.

Beberapa Prinsip Moral (2)


 bebas: bebas dlm mengambil keputusan dan bertindak;
tanpa tekanan/paksaan; bukan ABS; bukan krn takut tp
krn tahu dan yakin bahwa hal itu baik
 tanggung jawab: bukan asal bebas, tp siap bertanggung
jawab atas keputusan dan tindakannya, termasuk atas
akibat/resiko yg ditimbulkan
 Otonomi: prinsip utama dlm leadership
 Kejujuran: jujur dlm perkataan dan perbuatan; tdk
manipulasi laporan, tdk melakukan rekayasa; benar
sbg benar, salah sbg salah

10
Prinsip moral kedua adalah kejujuran. Sebagaimana telah disinggung oleh Pak
Tony, jujur dalam perkataan dan perbuatan dalam konteks Kementerian Keuangan
misalkan tidak melakukan rekayasa dalam laporan dan tidak memanipulasi laporan.
Menurut saya, otonomi jauh lebih gampang karena pada dasarnya itu yang kita
lakukan sehari-hari. Sebagian besar pimpinan melakukan hal itu. Sedangkan yang
paling sulit dan menjadi pertanyaan, “Apa kita sudah jujur?” Saya kira ini yang menjadi
tantangan kita.

Beberapa Prinsip Moral (3)


 Keadilan:
 Equal treatment, no discrimination
 Doing No Harm: tdk melakukan tindakan yg
merugikan orang lain, kelompok lain,
masyarakat/negara

Prinsip moral yang ketiga adalah keadilan. Hal ini juga menjadi tantangan,
terutama pimpinan terhadap bawahan. Prinsip keadilan mengharuskan kita untuk tidak
melakukan pembedaan dan diskriminasi apapun. Hal itu secara moral tidak
dibenarkan, termasuk di dalam penilaian moral. Menurut saya, kalau salah ya salah,
kalau benar ya benar, tidak peduli apakah dia sama sukunya, agamanya, dan
seterusnya. “Apakah berarti tidak boleh ada perbedaan sama sekali?” Perbedaan tetap
ada, tetapi perbedaan itu berdasarkan pertimbangan yang rasional, seperti
pengalaman, prestasi kerja, pendidikan tambahan, serta pangkat dan jabatan. Ada
juga yang mengartikan keadilan sebagai doing no harm, yaitu tidak melakukan
tindakan tertentu yang merugikan orang lain, atau biasa disebut non vandalisme.

Integritas dan Implementasinya

Kemudian kita coba masuk ke integritas moral. Beberapa kriteria sudah


disampaikan oleh Pak Tony, bahwa integritas moral adalah konsekuensi dalam
bertindak, berperilaku, dan hidup sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip moral
yang dianut. Hal ini merupakan prinsip agar keyakinan moral yang dianut itu
diimplementasikan secara konsisten dalam perilaku sehari-hari dalam tugas dan

11
jabatan yang dipegang. Integritas mengharuskan adanya kemauan, tekad, dan
komitmen pribadi untuk hidup sesuai dengan keyakinan-keyakinan atau prinsip moral.
Harus ada kemauan yang kuat dari individu untuk konsisten dalam melaksanakan nilai
yang dianut dan menanggung risiko yang mungkin terjadi.

Integritas Moral (1)


 Pengertian: integritas adalah konsistensi dlm
bertindak, berperilaku dan hidup sesuai dgn
nilai, keyakinan dan prinsip moral yg dianut
 Kemauan dan tekad/komitmen pribadi utk
hidup sesuai dgn nilai, keyakinan, dan prinsip
moral
 Org yg punya integritas: org yg berprinsip;
teguh dlm prinsip dan tindakan
 Integritas juga dipahami sbg bersikap jujur
dlm sikap dan tindakan; bisa dipegang kata-
katanya, bisa dipercaya, punya nama baik,
menjaga citra dirinya sbg orang yg baik

Orang yang punya integritas adalah orang yang teguh dalam prinsip dan
tindakannya, bersikap jujur, bisa dipercaya, mempunyai nama baik, menjaga citra diri
sebagai orang yang baik. Karena dia mempunyai tekad dan komitmen untuk menjaga
nama baiknya, dia berusaha sebisa mungkin untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat
merusak nama baik dan kredibilitasnya.

Integritas Moral (2)


 Integritas berkaitan juga dgn kata “wholeness”:
keutuhan kepribadian; tdk plin-plan; konsisten dlm
bertindak; tdk munafik
 Orang yg punya integritas adalah orang yg bertindak
berdasarkan nilai yg dianut dan punya komitmen utk
mewujudkan apa yg diyakininya sbg benar tdk peduli
dgn sekitarnya; tdk hanyut dgn lingkungannya;
sekaligus bertanggung jawab atas apa yg
dilakukannya sesuai dgn keyakinan moralnya
 Integritas: mencakup semua prinsip/nilai moral di
atas

Benar kata Pak Tony bahwa integritas juga berkaitan dengan wholeness
(keutuhan). Pribadi seseorang harus utuh, harus mempunyai sikap dan kepribadian
yang meningkatkan kompetensi. Jadi orang yang berintegritas adalah orang yang
bertindak berdasarkan nilai yang dianut dan mempunyai komitmen untuk mewujudkan

12
apa yang diyakininya benar, tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, sekaligus
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Dia konsisten, tidak peduli rekan
kerja yang lain mau memanipulasi atau merekayasa. Dia mempunyai integritas dan dia
berpegang pada prinsipnya.

Integritas Moral (3)


 Pejabat publik: konsistensi dlm bertindak sesuai
dgn keyakinan moral, dan komitmen utk
melayani kepentingan publik; tunduk pd aturan
yg sama sebagaimana berlaku utk
publik/bawahan
 Pd akhirnya, integritas berkaitan dgn menjaga
reputasi, kredibilitas dn nama baik

Kemudian untuk pejabat publik, kalau memang integritas moral mau


ditampilkan maka yang dibutuhkan adalah konsistensi dan komitmen untuk melayani
publik. Dan pada akhirnya, integritas berkaitan dengan menjaga reputasi, kredibilitas,
dan nama baik. Dia harus berangkat dari tekad dan kemauan untuk menjaga nama
baik dan kredibilitasnya. Hal itu dimulai dari diri sendiri dengan segala risikonya, tidak
peduli orang lain seperti dia atau tidak.

Implementasi Integritas
 Pertama-tama adalah: penghayatan pribadi secara
mendalam atas nilai tertentu
 Tekad utk hidup sesuai dgn nilai tadi dgn segala
risiko (dikucilkan, dianggap aneh, terisolir, hidup
biasa-biasa saja, sampai dengan resiko fisik utk
diri sendiri dan keluarga)
 Etos Organisasi (Corporate Culture)

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana implementasinya? Pertama-tama


adalah penghayatan pribadi secara mendalam atas nilai, baik itu pribadi pejabat,

13
pribadi pegawai, atau siapa saja, tentang pilihan pribadi untuk menjaga integritas
moralnya. Sehingga diharapkan sampai kepada integritas moral institusi secara
keseluruhan, tetapi pada dasarnya dimulai dari penghayatan moral pribadi. Langkah
yang kedua adalah tekad untuk hidup sesuai dengan nilai tersebut dengan segala
risikonya, seperti dikucilkan, dianggap aneh, dan sebagainya. Atau mungkin sampai
pada risiko fisik tertentu ketika misalnya berani menegur bawahan, berani menegur
sesama teman kerja, berani mengungkapkan kebenaran, dan seterusnya.

Etos Organisasi
 Dimulai dari pimpinan:
 penetapan nilai
 standar perilaku yg dijiwai oleh nilai tadi
 teladan: konsistensi perilaku pimpinan
 gaya manajemen: pendekatan dan pembawaan
pribadi
 Code of conduct: aturan perilaku yg jelas
 Pelatihan
 Konsistensi pelaksanaan tanpa diskriminasi
 Reward and punishment
 Gaya Manajemen

Supaya integritas tidak hanya sekedar penghayatan pribadi, maka harus


diimplementasikan dalam organisasi, yang biasa disebut sebagai etos organisasi atau
corporate culture (budaya organisasi). Budaya organisasi harus menjadi sebuah
kebiasaan dalam sebuah institusi. Bagaimana membangunnya? Tentunya yang paling
pokok harus dimulai dari pimpinan. Kebetulan kementerian ini dipimpin oleh Ibu Sri
Mulyani yang sudah memulai itu.

Syarat dari membangun budaya organisasi adalah pimpinan. Pimpinan harus


menetapkan nilai dan pimpinan harus menyatakan sikapnya. Dan saya dengar dari
Pak Tony, bahwa menteri yang baru juga sudah mengatakan seperti itu. Pimpinan
tidak hanya mengatakan, akan tetapi juga harus menghayatinya sehingga ada
konsistensi perilaku dari pimpinan. Dari menteri turun ke semua eselon 1 di
kementerian ini, kemudian turun kepada eselon 2, kemudian merambat pelan-pelan ke
bawah. Saya yakin hal itu bisa dilakukan, tetapi mungkin ada hambatan-hambatan
yang dihadapi.

Teori-teori tersebut tentunya harus diimplementasikan secara konkrit di dalam


kementerian. Mari kita diskusikan dimana hambatan dan tantangannya. Oleh karena

14
itu, saya mengedarkan fotokopi tadi sebagai contoh ada seorang pemilik perusahaan
yang setelah dia mati diteruskan oleh manager-managernya, dan itu menjadi budaya.
Pimpinan juga harus mengimplementasikan gaya kepemimpinan sampai pada
pendekatan high touch, tidak hanya high tech. Menurut saya, yang dibutuhkan kantor
ini adalah touch dalam memotivasi pegawai untuk membangun kementerian ini. Selain
itu, yang juga penting di dalam budaya organisasi adalah konsistensi pelaksanaan
tanpa diskriminasi.

Saya punya sebuah contoh, pernah seorang wartawan sangat senior di


kompas dikeluarkan. Hal itu menjadi pelajaran bagi wartawan muda yang baru masuk.
Konsistensi pelaksanaan itu harus menjadi contoh nyata dan disitu konsistensi dalam
pelaksanaan sangat diperlukan. Susahnya kita, orang Indonesia, kadang-kadang tidak
tega, seperti ada hambatan psikologis. Akan tetapi, jika kita melakukan itu dengan
baik, tanpa ada dendam, sebenarnya semuanya akan berjalan dengan lancar. Oleh
karena itu, harus konsisten dengan reward and punishment. Reward and punishment
juga harus dilakukan secara terbuka, sehingga tidak terjadi like and dislike dari
pimpinan. Selain itu, harus ada obyektivitas dalam memberikan reward and
punishment.

Berikutnya saya ingin membuka dialog dulu. Saya ingin kasus itu bisa menjadi
bahan diskusi, karena ada contoh menarik. Nilai apa yang muncul dari perusahan itu
yang dipegang teguh sebagai prinsip oleh perusahaan ini, dan apa yang bisa diambil
sebagai pelajaran moral yang siapa tahu menginspirasi Anda sekalian untuk
diimplementasikan ke bidang kepemimpinan Bapak-Bapak.

Tanya Jawab Sesi II

Pertanyaan dari Pak Rudolf


Terima kasih, nama saya Rudolf Hutauruk, widyaiswara di PPSDM. Topik dari
seminar ini tentang pembentukan integritas moral di Kementerian Keuangan. Sebagai
institusi publik, Kementerian Keuangan bertujuan memberikan pelayanan prima. Untuk
mencapai pelayanan prima, seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan
harus profesional, mempunyai kompetensi di bidangnya dan paham tentang etika
moral pegawai negeri yang diharapkan.

Pelayanan prima identik dengan apa yang dimaksud oleh Jeremy Bentham,
yaitu seberapa banyak manfaat yang kita berikan kepada masyarakat. Dan saya juga
membaca artikel yang Bapak bagikan, yang saya tangkap dari artikel itu adalah bahwa

15
budaya organisasi dari pendiri perusahaan dilanjutkan oleh bawahan-bawahannya.
Saya berpikir sebentar tentang Kementerian Keuangan, kita sendiri bahkan tidak tahu
siapa Menteri Keuangan pertama, sehingga kita tidak tahu apa pesan beliau yang
dapat kita teruskan. Itu yang saya pikirkan, bagaimana pendapat Bapak?

Jawaban dari Pak Sonny


Tentu saja idealnya dimulai dari pemilik perusahaan. Permasalahannya, seperti
kata Pak Rudolf tadi, kita tidak tahu siapa Menteri Keuangan pertama kita dan apa
pesan-pesan moral beliau dengan lembaga ini. Tetapi menteri-menteri terakhir sudah
memulainya. Ibu Sri Mulyani sudah memulai itu, sehingga diharapkan Kementerian
Keuangan akan menjadi semacam benchmark untuk reformasi birokrasi di tubuh
pemerintah. Momen ini bisa digunakan oleh Bapak-Bapak untuk menerjemahkan
idealisme atau mimpi dari Menteri Keuangan, lalu merumuskan apa pesan dari Menteri
itu kemudian dirumuskan mau dibawa kemana institusi ini?

Lalu kemudian kalau ada code of conduct, bagaimana code of conduct itu
dilaksanakan? Sejauh mana itu sudah berjalan? Masih ada hambatan dimana? Atau
apa lagi yang dibutuhkan untuk bisa mengimplementasikannya? Yang saya tangkap
adalah bahwa institusi ini sudah berjalan dengan segala problematika yang ada,
bagaimana dengan situasi itu Bapak-Bapak membuat terobosan untuk memulai? Yang
kedua, kita berada di dalam birokrasi secara keseluruhan yaitu birokrasi dengan
segala kelambanan pelayanannya dan seterusnya. Pemahaman umum seperti itu
tentu saja menantang kita untuk melakukan sebuah terobosan. Yang menjadi
pertanyaan saya, menurut Pak Rudolf apakah code of conduct yang ada sudah
berjalan? Kalau sudah, di mana problemnya?

Tanggapan dari Pak Rudolf


Terima kasih, Pak. Saya kira kalau standar kontrol pekerjaan sudah ada,
reward and punishment sudah ada, tinggal pelaksanaannya, disamping itu juga
konsistensi dalam pelaksanaannya. Pertanyaannya apakah code of conduct yang
sudah ada ini sudah diimplementasikan? Masih dipertanyakan. Reward-nya ok, tetapi
punishment-nya belum. Masalahnya sekarang adalah apakah semua tingkatan
manajemen sudah betul-betul meyakini dan menghayati nilai-nilai yang ada sehingga
organisasi dapat berjalan dengan baik? Saya kira itu masalahnya, Pak. Terima kasih.

Tanggapan dari Pak Sonny


Tadi Pak Rudolf juga mengatakan bahwa Kementerian Keuangan sekarang
sudah lebih baik. Saya kira hal itu juga sebuah aset, berarti sudah ada proses. Dalam

16
proses yang sudah mulai ini, mari kita lihat apakah ada tantangan atau hambatannya.
Lalu bagaimana dengan yang saya paparkan, apakah teoritis semua dan tidak bisa
dilaksanakan? Kalau misalnya dapat dilaksanakan, apakah ada hambatannya?
Sehingga kemudian bisa menjadi materi untuk latihan yang tentu saja dikembangkan
terus-menerus secara konsisten. Saya juga menginginkan feedback balik supaya bisa
menjadi materi untuk kemudian dilaksanakan para pimpinan secara turun-temurun.
Kenapa dalam tingkatan manajemen, hal itu masih menjadi pertanyaan?

Tanggapan dari Pak Rudolf


Masalahnya simpel, Pak. Reformasi ini bukan hanya subjektivitas saja, tetapi
juga dalam segala bidang, bahkan per sektor. Jadi wajar kalau dulu laporan keuangan
pemerintah masih sering disclaimer, tetapi sekarang sudah wajar. Maksud saya,
karena kesibukan di masing-masing tingkat eselon sehingga mungkin pejabat-pejabat
penting di tingkat eselon tersebut tidak mempunyai waktu lagi untuk mensosialisasikan
dan tidak fokus lagi terhadap penciptaan corporate culture. Terima kasih, Pak.

Tanggapan dari Pak Sonny


Kalau itu problemnya, menurut saya para menteri mengundang pimpinan-
pimpinan eselon 1 atau bisa secara sendiri-sendiri. Kalau problemnya adalah
pegawainya yang tidak mendukung harus dilakukan dengan segala risiko, kalau
memang mau kementerian ini menjadi semacam benchmark. Pasti setiap reformasi
akan butuh cost, harus ada yang diberhentikan, harus dilakukan perampingan, atau
harus dilakukan recruitment ulang. Memang akan butuh pekerjaan besar kalau mau
melakukan itu, tetapi kalau bisa mungkin satu per satu direktorat, untuk kemudian
menjadi benchmark untuk internal Kementerian Keuangan.

Tanggapan dari Pak Rudolf


Mungkin ada sedikit berbeda, Pak. Kalau misalnya seperti Bapak contohkan
tadi di swasta dilakukan pemberhentian pegawai dengan segala risikonya. Di
lingkungan Kementerian Keuangan pun terkait hal seperti itu, bukan karena kesalahan
institusi, tetapi merupakan warisan dari orde baru karena dulu recruitment pegawai
tidak memperhatikan kebutuhan. Hal itu karena kesalahan sistem yang dulu, sehingga
kadang diputuskan secara bijaksana untuk tidak melakukan recruitment pegawai untuk
kurun waktu tertentu.

Pertanyaan dari Pak Totok


Terima kasih, Pak. Salah satu aspek prinsip moral adalah aspek keadilan.
Aristoteles pernah mengatakan ada aspek distribusi. Jadi aspek keadilan ini memang

17
masih diperdebatkan. Namun ada sisi yang lain, yaitu aspek kepastian. Misalkan harta
kekayaan dari hibah. Saya setuju bahwa ini aspek keadilan, tetapi ada sisi yang lain
yaitu aspek kepastian atau kepastian hukum. Bagaimana dalam implementasinya?

Jawaban dari Pak Sonny


Memang memulai sesuatu dari tengah, yang sudah ada segala
problematikanya, tidaklah gampang. Dengan segala tantangan dan problematika yang
ada, saya menginginkan mulai sekarang kita dapat membangun kantor ini dengan
code of conduct. Mulai sekarang kalau ada yang melakukan kegiatan yang
menyimpang harus ditindak. Jadi kalau bisa, mulai sekarang pimpinan begitu
mengambil suatu keputusan harus konsisten dalam pelaksanaannya. Menurut saya,
hal itu yang harus diteruskan. Sehingga diharapkan setiap unit eselon 1 membereskan
direktoratnya masing-masing dengan segala problematikanya, tentu saja masing-
masing mempunyai problemnya sendiri-sendiri.

Seperti yang saya katakan tadi, kita memulai sebuah reformasi dari tengah,
dengan segala problematika yang sudah ada. Tentu saja dibutuhkan sebuah kearifan,
tetapi tetap akan menimbulkan korban atau cost yang sangat besar. Maka harus
dipelajari dengan seksama untuk melakukan terobosan mana yang masih bisa
dilakukan? Benar kata Pak Rudolf tadi, untuk swasta lebih gampang, tetapi pegawai
pemerintah dengan segala macam ketentuan tidak segampang itu. Termasuk di dalam
proses penerimaan pegawai yang baru, harus dimulai sesuatu yang baru, jangan
mengulangi yang lama.

Pertanyaan dari Pak Gunadi


Terima kasih, Pak. Topik kita pada hari ini adalah membangun integritas moral
pejabat keuangan. Tadi kita sudah mendengar paparan Bapak mengenai pengertian,
teori, prinsip, kemudian implementasinya. Kemudian pada saat implementasi itu
dikemukakan bahwa pertama-tama adalah penghayatan pribadi secara mendalam
atas nilai-nilai tertentu. Saya pernah membaca tulisan dari DR. Fel Pringel yang
berjudul “Top 10 Qualities of Great Leadership”, dimulainya bukan dari penghayatan,
melainkan dari sikap untuk tidak mementingkan diri sendiri. Barangkali ini masalahnya
Pak, bagaimana kita menanamkan setiap pejabat dan pegawai Kementerian
Keuangan untuk tidak mementingkan diri sendiri? Itu barangkali masalah kita yang
terbesar. Jadi bukan penghayatannya, melainkan sikap untuk tidak mementingkan diri
sendiri. Terima kasih.

18
Jawaban dari Pak Sonny
Benar juga Pak Gunadi, pada akhirnya sikap tidak mementingkan diri sendiri
juga merupakan suatu bentuk penghayatan, yaitu menghayati bahwa saya tidak
mementingkan diri sendiri. Idealnya orang memilih menjadi pegawai negeri karena
merupakan sebuah mimpi, ada sebuah panggilan untuk melayani kepentingan publik.
Masalahnya yang masuk pegawai negeri tidak semua mempunyai mimpi seperti itu,
sebagian hanya mencari kerja, berharap untuk mendapatkan reward dalam bentuk gaji
yang konstan dan tetap. Dalam kaitan dengan kasus itu, kalaupun sikap untuk tidak
mementingkan diri sendiri dipilih sebagai sifat dasar, kemudian bagaimana menghayati
itu? Kalau saya tetap pada terus menerus memotivasi orang untuk tidak
mementingkan diri sendiri.

Tanggapan dari Pak Tony


Saya ingin share, karena ini juga sangat penting. Saya melihat ada 2 (dua)
permasalahan kaitannya dengan integritas moral. Yang pertama adalah kode etik yaitu
aturan moral yang diformalkan. Hal ini juga masih tidak seragam, ada unit eselon 1
yang lebih kuat dan unit eselon 1 lainnya tidak ketat. Ini sebagai suatu bukti masih ada
permasalahan. Yang kedua berkaitan dengan on the jobtraining dan off the job
training.

BPPK bertanggung jawab pada off the job training. Itulah sebabnya kita
dikumpulkan disini, dalam rangka memberikan pembekalan tentang sikap, termasuk di
dalamnya integritas moral. Hal ini juga masih dalam proses, itulah sebabnya kami
disini mendesain suatu Diklat Berbasis Kompetensi, kemudian nanti secara khusus
ada Diklat Kompetensi Khas.

Dari segi BPPK, off the job training itu belum cukup. Hal itu harus ditindaklanjuti
dengan berkoordinasi dengan unit-unit eselon 1. Itulah sebabnya unit-unit eselon 1
diundang dalam rangka mengembangkan integritas di unitnya masing-masing, yang
saya sebut dengan on the job training. Saya sangat senang ketika mendengar DJP
berinisiatif, sekarang mereka mempunyai peraturan yang bahkan di tingkat pusat
belum ada. Peraturan ini berkaitan dengan on the job training, atau cakupan yang lebih
besar adalah pengembangan SDM. Di tingkat pusat belum ada sama sekali peraturan
tentang pengembangan SDM, manajemen SDM, dan pengembangan karier. Jadi yang
saya maksudkan agar ada koordinasi antara off the job training dengan on the job
training, karena dapat dikatakan bahwa hal itu belum berjalan secara menyeluruh.

19
Dari diskusi ini, kita berharap terutama kepada rekan-rekan dari Biro
Pengembangan SDM, mari kita membuat suatu peraturan yang berkaitan dengan
pengembangan SDM sehingga off the job training dan on the job training dapat
terintegrasi dan terkoordinasi sehingga dapat diimplementasikan. Begitu barangkali
Pak, implementasi integritas moral memang harus dijalankan, baik itu pada off the job
training maupun on the job training. Demikian Pak, terima kasih.

Tanggapan Pak Sonny


Benar sekali, Pak. Oleh karena itu, mari Pak Tony dan teman-teman, kalo bisa
dibicarakan dengan pimpinan akan lebih bagus lagi misalnya kita ingin mendukung
kantor ini menjadi institusi yang lebih baik. Kami menyiapkan diklat tentang kompetensi
dan sebagainya, yang mudah-mudahan di masing-masing institusi kantor kemudian
bisa mengimplementasikan juga. Suatu hal yang sangat mungkin jika lama kelamaan
semua pegawainya menjadi lebih baik. Kita tetap manusia yang punya kelemahan
tetapi lama kelamaan ada improvement atau perbaikan menjadi lebih baik.

Pertanyaan dari Pak Rosul


Kalau melihat definisi integritas yang Bapak sampaikan tadi, ada bagian
integritas yang ingin kita transfer. Tapi ada pendapat lain yang mengungkapkan bahwa
sumber integritas adalah nilai dan budaya. Nilai yang tinggi jika tidak sesuai dengan
budaya yang ada di lingkungan itu maka dia dikatakan tidak memiliki integritas. Artinya
nilai dan budaya diciptakan atau dibentuk dalam code of conduct atau kode etik.

Pada tahap implementasinya, Bapak tadi menyampaikan perlu penghayatan


nilai-nilai. Tetapi pendapat saya seperti ini, integrity is a seed. Integritas adalah
sesuatu benih yang perlu ditanamkan, disiram, dipupuk sehingga tumbuh menjadi
”sesuatu”. Sehingga dilanjutkan integrity is a building, yaitu sebuah bangunan yang
harus disiapkan pancang-pancangnya dan dipoles sehingga kokoh. Menurut pendapat
Bapak bagaimana dengan definisi ini?

Jawaban dari Pak Sonny


Sebenarnya tidak berbeda dengan yang saya sampaikan. Pada awalnya
adalah penetapan nilai yang dihayati oleh masing-masing orang, tetapi nilainya harus
memerlukan budaya, karena itu ada corporate culture. Setiap orang mempunyai
pilihan nilai, mempunyai penghayatan nilai, sehingga ada benih pada masing-masing
kita. Untuk menumbuhkan itu diperlukan budaya, corporate culture atau etos
organisasi tadi. Bagaimana membangun etos organisasi? Hal itu yang menurut saya
harus dimulai oleh pimpinan. Kemudian pimpinan sendiri harus menghayati nilai-nilai

20
tertentu. Dia ingin kantor menjadi lebih baik, lebih bersih, tidak banyak penyimpangan
dan seterusnya.

Maksud saya mulai dari penghayatan adalah bahwa individu itu sendiri harus
mempunyai penghayatan. Tetapi itu saja tidak cukup, harus butuh corporate culture,
harus butuh pembudayaan atau pembiasaan. Jangan benihnya sudah bagus
(penghayatan nilai sudah baik), tanah disana tidak subur (budaya disana tidak
menunjang), maka lama-lama dia menjadi kotor lagi (degradasi). Jadi sebenarnya
sama, Pak. Memang untuk corporate culture, saya punya keyakinan harus dimulai dari
pimpinan. Apakah tidak bisa orang per orang? Bisa, tetapi membutuhkan waktu lama.
Jauh lebih mudah, khususnya di birokrasi, apabila pimpinan yang menentukan.

Tanggapan dari Pak Rosul


Justru culture ini yang berperan, siapapun yang datang harus mengikuti culture
atau value yang ada. Sehingga menteri sekarang pun, terpaksa atau tidak, akan
mengikuti menteri yang lama karena terbentuknya suatu culture yang terbentuk dari
code of conduct dan peraturan. Jika value yang diyakini oleh semua telah terbentuk,
khususnya untuk yang settle. Memang pimpinan sangat berperan, tapi untuk yang
settle tidak harus dimulai oleh pimpinan. Mungkin yang dimulai dari pimpinan tadi
dalam rangka membenahi. Kalau sudah mature sekali, pimpinan tinggal melanjutkan
saja. Nanti andaikan pimpinannya berbeda pendapat, tetap tidak bisa mempengaruhi
yang sudah settle.

Tanggapan dari Pak Sonny


Benar. Pimpinan berperan terutama dalam membenahi yang rusak. Tetapi saya
tetap berpendapat, dalam mempertahankan yang sudah settle pun, pimpinan punya
peranan penting. Kalau Pak Agus melanjutkan Sri Mulyani, karena Sri Mulyani sudah
memulai sesuatu yang bagus. Kalau misalkan ada sesuatu yang tidak beres lalu
menteri atau pimpinan melanjutkan sesuatu yang tidak beres namanya dia tidak punya
integritas moral. Tetapi pada prinsipnya saya tetap berkeyakinan, bahwa pimpinan itu
penting dalam pembudayaan, bahwa individu itu mempunyai penghayatan. Maka saya
mengatakan integritas moral didasari pada penghayatan individu.

Seringkali ada pegawai yang terpaksa harus mundur karena tidak sesuai
dengan hati nuraninya, tapi ada yang lain yang menyesuaikan diri. Bisa saja gaya
kepemimpinannya berbeda, mungkin ada value yang dia jaga. Saya menaruh harapan
pada kantor ini untuk meneruskan itu. Apabila lama-lama semakin banyak institusi
besar di Kementerian Keuangan yang melakukan itu, pada suatu saat nanti, ”saya

21
bangga karena saya mempunyai jasa membangun itu, walaupun kontribusinya kecil
tapi saya bangga”.

Pertanyaan dari Pak Yuwono


Banyak tokoh yang menyatakan bahwa Indonesia dikenal sebagai negara yang
masyarakatnya agamis. Tapi ternyata pada ranking korupsi dunia, Indonesia sangat
tinggi. Apa yang salah antara kepatuhan beragama dengan moral? Apakah paralel
antara moral dengan agama?

Jawaban dari Pak Sonny


Minimal ada dua hal. Pertama, penghayatan agama kita yang cenderung
kepada formalistik, misal seseorang ke gereja seolah-olah sudah beragama. Padahal
esensi agama adalah moralitas dan penghayatan nilai-nilai. Saya berprinsip lebih baik
dia berbeda agama dengan saya tetapi dia menghayati agamanya, dari pada dia satu
agama tetapi tidak menghayati. Menurut saya, ibadah dan tuntutan lainnya penting,
tetapi harus lebih mendalam.

Kedua, dalam sosiologi seperti situasi kondisi dan adat. Misalkan bergaul
dengan teman-teman yang suka mabuk, narkoba, sehingga terpengaruh. Organisasi,
budaya, dan lingkungan sekitar penting dalam menumbuhkan benih-benih nilai.
Memang lama kelamaan ajaran agama harus menyentuh penghayatan, tidak hanya
sampai tingkat ritual saja.

Terima kasih,Pak Tony. Mudah-mudahan ada manfaatnya. Sekali lagi saya


mengharapkan dari teman-teman. Kalian mempunyai peran besar sebagai jantung
keuangan negeri ini.

Selamat siang.

22
PENUTUP
Oleh Bapak Tony Rooswiyanto

Atas nama Pusdiklat Pengembangan SDM, kami ucapkan terima kasih kepada
Bapak Sonny Keraf. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para peserta
seminar yang telah hadir. Dalam seminar tadi, Bapak Sonny Keraf tidak hanya sekedar
menyampaikan konsep, tetapi juga pengalaman beliau selama menjabat sebagai
Menteri Lingkungan Hidup. Semoga apa yang disampaikan Bapak Sonny Keraf tadi
bisa berguna bagi kita.

Dalam diskusi tadi telah dibahas bersama apa itu etika dan moralitas, beberapa
teori etika, beberapa prinsip moral, serta integritas dan implementasinya.
Sebagaimana telah disebutkan oleh Pak Sonny bahwa integritas membutuhkan
adanya penghayatan pribadi atas nilai serta tekad untuk hidup sesuai dengan nilai
tersebut. Integritas harus diimplementasikan dalam organisasi melalui etos organisasi
agar tidak hanya sekedar menjadi penghayatan pribadi. Dalam membangun etos
organisasi, peran pimpinan sangat diperlukan. Sehingga nantinya diharapkan dari
pribadi-pribadi di lingkungan Kementerian Keuangan dan didukung dengan peran dari
pemimpin di masing-masing satuan kerja dapat membangun suatu organisasi
Kementerian Keuangan yang berintegritas tinggi.

Sekian. Terima kasih dan selamat siang.

23

Anda mungkin juga menyukai