Tony Rooswiyanto
i
DAFTAR ISI
PEMBUKAAN ........................................................................................................... 1
ii
PEMBUKAAN
Oleh Bapak Tony Rooswiyanto
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Pada pagi ini kita akan
melaksanakan forum diskusi. Oleh karena itu, perkenankan saya menyampaikan
beberapa hal. Yang pertama bahwa judul forum diskusi kita kali ini adalah
“Membangun Integritas Moral”. Sebagaimana diketahui bahwa Pak Sonny ini sudah
beberapa kali kita minta untuk mengisi seminar, kalau tidak salah tahun 2002 dan
2008. Sekedar menyampaikan kepada Pak Sonny bahwa yang hadir kali ini adalah:
yang pertama wakil-wakil dari para pengajar/widyaiswara Diklat Berbasis Kompetensi.
Salah satu kompetensi dalam diklat ini adalah integritas, itulah sebabnya mereka perlu
memperoleh pembekalan sehingga apresiasi mereka terhadap integritas bisa lebih
ditingkatkan. Kemudian kami juga mengundang teman-teman dari Sekretariat BPPK.
Di BPPK kami mempunyai tim integritas, karena kebetulan integritas menjadi salah
satu produk unggulan BPPK. Mudah-mudahan nantinya. Sekretariat BPPK, berkaitan
dengan integritas, setelah memperoleh seminar ini bisa melakukan langkah-langkah
pembinaan integritas. Dan kami juga mengundang wakil-wakil dari unit Eselon I
Kementerian Keuangan.
Baik, saya rasa itu yang bisa saya sampaikan sebagai pengantar. Waktu
berikutnya kami serahkan kepada Bapak Sonny Keraf.
Terima kasih.
1
Hasil Seminar
“Membangun Integritas Moral”
Oleh: A. Sonny Keraf
2
Etika dan Moralitas
Saya mulai dengan pemahaman yang sederhana mengenai apa itu etika. Etika
dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya adalah adat istiadat atau kebiasaan hidup
yang baik. Etika juga berarti suatu penghayatan akan nilai, keyakinan, prinsip moral,
serta jalan hidup yang baik. Semua itu kemudian diinternalisasi, dihayati, dan
diwariskan dalam sebuah masyarakat dari satu generasi ke generasi yang lain
sehingga menjadi cara hidup bersama (way of life) dari sebuah kelompok masyarakat.
Cara hidup yang baik dan nilai keyakinan tersebut diwadahi di dalam sebuah aturan.
Aturan ini dikenal sebagai aturan tidak tertulis, atau yang kita kenal sebagai aturan
moral atau norma moral. Aturan ini bersumber dan diwariskan dalam agama dan
kebudayaan. Maka setiap agama mau tidak mau akan berurusan dengan etika.
Dengan demikian, etika berbicara mengenai baik buruknya perilaku hidup manusia.
3
Etika dan moralitas kadang digunakan secara bersamaan. Etika sama artinya
dengan moralitas atau moral, sama-sama dari bahasa Yunani yaitu “mores”, sama-
sama berarti adat istiadat, kebiasaan/perilaku hidup yang baik, serta aturan hidup yang
baik. Etika dan moral bersumber dari agama dan budaya, yang pada dasarnya
berkaitan dengan membangun kehidupan yang baik. Walaupun etika dan moral
bersumber dari agama dan budaya tertentu, namun etika bersifat universal karena nilai
dan prinsip moral itu diterima umum, dimana saja dan berlaku bagi siapa saja.
Integritas moral yang akan kita lihat pun juga dikenal dalam semua agama dan
budaya, yang berbeda mungkin implementasinya sesuai dengan konteks tertentu.
Etika dan moral dengan demikian memberi kita pedoman dalam mengambil
keputusan, termasuk kita sebagai pejabat publik. Etika dan moral juga memberi kita
pedoman untuk bertindak dan sekaligus untuk menilai apakah sebuah keputusan itu
benar secara moral, apakah bisa dipertanggungjawabkan secara moral. Jadi, etika dan
moral tidak hanya memberi pedoman kita untuk bertindak dan memutuskan, tetapi
sekaligus menilai keputusan dan tindakan yang sudah dilakukan.
Sebelum kita lanjut ke poin berikutnya, sedikit catatan kecil bahwa etika itu
berbeda dengan etiket. Etiket adalah sopan santun, tata krama yang bersifat lahirnya.
Etiket itu hanya berkaitan dengan cara saya duduk, menerima tamu, cara saya
berbicara dengan atasan, cara saya menerima telepon, cara saya makan dan
seterusnya. Etika justru menyangkut isi, substansi dari apa yang dikatakan atau
dilakukan, bukan cara mengatakan atau melakukan. Contohnya saya bisa marah
kepada Pak Tony dengan gebrak meja, dari sisi etiket salah. Tapi isi pembicaraan
saya saat saya marah itu benar secara moral, tapi caranya tidak sopan. Etiket
hanyalah suatu cara supaya substansi yang kita katakan itu bisa sampai dengan baik,
sehingga cara juga perlu dipertimbangkan. Tapi kalau dua itu berkonflik, lebih baik kita
pilih etika daripada etiket. Sayangnya di Indonesia lebih banyak mengutamakan etiket
supaya diterima dengan baik, sementara itu kita mendiamkan begitu banyak hal
busuk. Padahal justru etika lebih penting daripada cara, tetapi diharapkan dua-duanya
klop.
Teori Etika
Berikutnya, saya ingin masuk ke teori etika. Yang pertama adalah teori
Deontologi, tokoh utamanya Emmanuel Kant, seorang filosof Jerman. Deontologi
berasal dari kata deon, yang artinya kewajiban, dan logi adalah ilmu, jadi ilmu tentang
kewajiban. Jadi perilaku yang baik harus sesuai dan berdasarkan kewajiban.
4
Kewajiban itu tertanam dalam aturan moral yang kita kenal dari agama, keluarga, dan
budaya dari sejak kecil dan kita bawa terus, dan itulah kewajiban moral kita. Dan oleh
Kant disebut sebagai perintah yang harus dilaksanakan tanpa syarat apapun juga,
kalau memang itu kewajiban moral berarti harus laksanakan tanpa kalkulasi untung
rugi.
Yang menarik pada etika deontologi adalah etika ini sangat memegang teguh
prinsip moral, benar adalah benar, salah adalah salah. Pimpinan yang memegang
teguh etika deontologi tidak akan mentolerir bawahan yang melakukan kesalahan. Dia
adalah orang yang berprinsip tidak butuh penjelasan atau alasan. Semua pimpinan
yang menganut teori ini adalah orang yang teguh dalam prinsip dan tidak bisa
menerima penjelasan, akibatnya semua tujuan yang baik dikesampingkan oleh teori
ini. Dengan kata lain, tujuan yang baik tidak boleh menghalalkan segala cara.
5
Kant dan para penganut teori deontologi ingin mempertahankan universalitas
tindakan dan perilaku moral, bahwa perilaku yang baik itu bukan perilaku yang
situasional. Etika deontologi ingin menghindari bahwa prinsip moral itu universal,
berlaku dimana saja untuk menjaga konsistensi moral. Hal ini sangat penting dengan
integritas moral. Jadi deontologi akan sangat sejalan dengan integritas moral. Akan
tetapi, kelemahannya adalah etika ini tidak bisa menjawab dilema moral dalam situasi
yang kompleks, misalnya kita dihadapkan dengan dua pilihan moral yang saling
bertentangan tetapi sama-sama menjadi kewajiban moral kita.
Sedikit banyak tanpa sadar etika utilitarianisme dipakai dalam berbagai pro dan
kontra, memilih yang paling kecil dampak negatifnya untuk ekonomi Indonesia. Hampir
semua kebijakan publik sedikit banyak pasti menggunakan etika utilitarianisme.
Keunggulannya adalah dalam etika ini ada pertimbangan rasionalitas dalam
6
mengambil keputusan, yaitu yang manfaatnya lebih banyak. Keunggulan yang kedua
adalah lebih leluasa. Individu atau pejabat publik diberi kebebasan untuk memilih
diantara opsi-opsi yang ada berdasarkan pertimbangan rasional tersebut. Problemnya
adalah mau tidak mau pasti ada segelintir orang yang terpaksa dikorbankan, pasti ada
yang tidak puas.
Etika yang ketiga tidak begitu popular dibandingkan dengan dua yang lain,
yaitu etika Keutamaan. Tokoh utamanya Aristoteles. Ada perbedaan dengan dua teori
yang lain, perilaku yang baik bagi etika ini terletak pada keutamaan atau kebijakan
moral yang dipraktikkan oleh tokoh panutan, bisa dalam agama misalnya bagi teman-
teman muslim nabi Muhammad menjadi tokoh panutan bagaimana dia mengambil
kebijakan sebagaimana dalam sunah atau hadits. Atau orang Jawa yang senang
dengan wayang karena ada pesan moral dari tokoh-tokoh wayang itu dalam
menghadapi berbagai kesulitan, disitulah Anda menentukan “saya ingin menjadi
seperti ini”.
Dalam kesulitan dan kerumitan masalah, tokoh ini keluar dengan keputusan-
keputusan yang secara moral adalah benar. Itulah kenapa kemudian dongeng di
masyarakat kita mempunyai peran penting. Saya rasa Sri Mulyani mungkin menjadi
sebuah panutan di bidang reformasi birokrasi. Dan karena itu, nanti akan kita lihat
pentingnya kepemimpinan dalam implementasi integitas moral. Kelemahannya adalah
misalnya ada masyarakat yang kehilangan tokoh sentralnya. Jadi teori yang ketiga ini
tidak lagi tentang mana perintah moral, tapi lebih ke contoh langsung dalam situasi
sulit, dia dapat mengambil keputusan yang tepat.
7
Tanya Jawab Sesi I
Kasus yang disampaikan Pak Totok tadi secara moral baik tapi dalam
kaitannya dengan tata urutan hukum salah. Berdasarkan etika utilitarianisme,
tujuannya untuk menyelamatkan kepentingan negara, tapi secara politik salah karena
melanggar undang-undang. Seharusnya dua-duanya sejalan. Atau dengan solusi lain
yaitu menunggu undang-undang diubah terlebih dahulu baru dilaksanakan.
8
tentu saja tidak semua kepentingan bisa diakomodasi. Dan seringkali tuntutan
masyarakat adalah DPR harus menghasilkan undang-undang yang banyak. Akibat
dari mengejar kuantitas adalah dua tiga tahun kemudian undang-undang tersebut
direvisi lagi dan lagi. Hal ini membutuhkan biaya yang sangat besar.
Menurut saya, lebih baik lama tetapi menghasilkan undang-undang yang baik.
Tetapi menghasilkan undang-undang yang baik belum tentu implementasinya juga
baik. Idealnya adalah undang-undang yang baik, implementasinya baik. Terlepas dari
undang-undang kita belum maksimal, kita harus berusaha agar implementasinya
maksimal. Sebisa mungkin kita mempunyai komitmen untuk melaksanakan undang-
undang itu dengan baik dengan menghayati pesan moral dan semangat moral yang
ada.
9
Setelah kita memahami apa itu etika, saya mencoba menyodorkan beberapa
prinsip dalam nilai moral yang bisa menjadi pegangan kita. Prinsip moral yang pertama
adalah otonomi. Otonomi merupakan sikap atau kemampuan mengambil keputusan
dan tindakan berdasarkan keyakinan moral tentang apa yang baik untuk diputuskan
atau dilakukan.
Ada 3 (tiga) unsur penting dalam otonomi. Unsur yang pertama adalah orang
yang otonom, yaitu orang yang bertindak berdasarkan prinsip otonomi. Orang yang
otonom tidak sekedar memutuskan atau bertindak dalam kaitannya dengan keputusan
publik. Dia tahu dan sadar mengapa hal itu diputuskan untuk dilakukan. Dia mengerti
tujuan dan konsekuensi dari keputusannya. Orang yang otonom mengambil keputusan
dengan kesadaran penuh terhadap apa yang diputuskan.
Unsur yang kedua adalah kebebasan. Orang yang otonom adalah orang yang
bebas. Bebas dalam artian bebas mengambil keputusan dan bebas dalam bertindak.
Seorang yang otonom bukan orang yang mengambil keputusan karena ditekan atau
terpaksa. Dia mengambil keputusan karena dia tahu dan yakin bahwa itu baik. Dia
tetap membutuhkan nasehat atau pertimbangan dari pihak lain, akan tetapi pada
akhirnya dia akan memutuskan berdasarkan keyakinan moral.
Unsur yang ketiga adalah tanggung jawab. Supaya kebebasan tadi tidak
sewenang-wenang, kebebasan tadi harus disertai dengan tanggung jawab. Jadi orang
yang otonom adalah orang yang sadar dan tahu apa yang dia lakukan, bebas
melakukannya, tetapi siap mempertanggungjawabkan risiko yang ditimbulkan. Oleh
karena itu, prinsip utama otonom menurut saya adalah leadership. Orang otonom
memutuskan dan bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan tersebut.
10
Prinsip moral kedua adalah kejujuran. Sebagaimana telah disinggung oleh Pak
Tony, jujur dalam perkataan dan perbuatan dalam konteks Kementerian Keuangan
misalkan tidak melakukan rekayasa dalam laporan dan tidak memanipulasi laporan.
Menurut saya, otonomi jauh lebih gampang karena pada dasarnya itu yang kita
lakukan sehari-hari. Sebagian besar pimpinan melakukan hal itu. Sedangkan yang
paling sulit dan menjadi pertanyaan, “Apa kita sudah jujur?” Saya kira ini yang menjadi
tantangan kita.
Prinsip moral yang ketiga adalah keadilan. Hal ini juga menjadi tantangan,
terutama pimpinan terhadap bawahan. Prinsip keadilan mengharuskan kita untuk tidak
melakukan pembedaan dan diskriminasi apapun. Hal itu secara moral tidak
dibenarkan, termasuk di dalam penilaian moral. Menurut saya, kalau salah ya salah,
kalau benar ya benar, tidak peduli apakah dia sama sukunya, agamanya, dan
seterusnya. “Apakah berarti tidak boleh ada perbedaan sama sekali?” Perbedaan tetap
ada, tetapi perbedaan itu berdasarkan pertimbangan yang rasional, seperti
pengalaman, prestasi kerja, pendidikan tambahan, serta pangkat dan jabatan. Ada
juga yang mengartikan keadilan sebagai doing no harm, yaitu tidak melakukan
tindakan tertentu yang merugikan orang lain, atau biasa disebut non vandalisme.
11
jabatan yang dipegang. Integritas mengharuskan adanya kemauan, tekad, dan
komitmen pribadi untuk hidup sesuai dengan keyakinan-keyakinan atau prinsip moral.
Harus ada kemauan yang kuat dari individu untuk konsisten dalam melaksanakan nilai
yang dianut dan menanggung risiko yang mungkin terjadi.
Orang yang punya integritas adalah orang yang teguh dalam prinsip dan
tindakannya, bersikap jujur, bisa dipercaya, mempunyai nama baik, menjaga citra diri
sebagai orang yang baik. Karena dia mempunyai tekad dan komitmen untuk menjaga
nama baiknya, dia berusaha sebisa mungkin untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat
merusak nama baik dan kredibilitasnya.
Benar kata Pak Tony bahwa integritas juga berkaitan dengan wholeness
(keutuhan). Pribadi seseorang harus utuh, harus mempunyai sikap dan kepribadian
yang meningkatkan kompetensi. Jadi orang yang berintegritas adalah orang yang
bertindak berdasarkan nilai yang dianut dan mempunyai komitmen untuk mewujudkan
12
apa yang diyakininya benar, tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, sekaligus
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Dia konsisten, tidak peduli rekan
kerja yang lain mau memanipulasi atau merekayasa. Dia mempunyai integritas dan dia
berpegang pada prinsipnya.
Implementasi Integritas
Pertama-tama adalah: penghayatan pribadi secara
mendalam atas nilai tertentu
Tekad utk hidup sesuai dgn nilai tadi dgn segala
risiko (dikucilkan, dianggap aneh, terisolir, hidup
biasa-biasa saja, sampai dengan resiko fisik utk
diri sendiri dan keluarga)
Etos Organisasi (Corporate Culture)
13
pribadi pegawai, atau siapa saja, tentang pilihan pribadi untuk menjaga integritas
moralnya. Sehingga diharapkan sampai kepada integritas moral institusi secara
keseluruhan, tetapi pada dasarnya dimulai dari penghayatan moral pribadi. Langkah
yang kedua adalah tekad untuk hidup sesuai dengan nilai tersebut dengan segala
risikonya, seperti dikucilkan, dianggap aneh, dan sebagainya. Atau mungkin sampai
pada risiko fisik tertentu ketika misalnya berani menegur bawahan, berani menegur
sesama teman kerja, berani mengungkapkan kebenaran, dan seterusnya.
Etos Organisasi
Dimulai dari pimpinan:
penetapan nilai
standar perilaku yg dijiwai oleh nilai tadi
teladan: konsistensi perilaku pimpinan
gaya manajemen: pendekatan dan pembawaan
pribadi
Code of conduct: aturan perilaku yg jelas
Pelatihan
Konsistensi pelaksanaan tanpa diskriminasi
Reward and punishment
Gaya Manajemen
14
itu, saya mengedarkan fotokopi tadi sebagai contoh ada seorang pemilik perusahaan
yang setelah dia mati diteruskan oleh manager-managernya, dan itu menjadi budaya.
Pimpinan juga harus mengimplementasikan gaya kepemimpinan sampai pada
pendekatan high touch, tidak hanya high tech. Menurut saya, yang dibutuhkan kantor
ini adalah touch dalam memotivasi pegawai untuk membangun kementerian ini. Selain
itu, yang juga penting di dalam budaya organisasi adalah konsistensi pelaksanaan
tanpa diskriminasi.
Berikutnya saya ingin membuka dialog dulu. Saya ingin kasus itu bisa menjadi
bahan diskusi, karena ada contoh menarik. Nilai apa yang muncul dari perusahan itu
yang dipegang teguh sebagai prinsip oleh perusahaan ini, dan apa yang bisa diambil
sebagai pelajaran moral yang siapa tahu menginspirasi Anda sekalian untuk
diimplementasikan ke bidang kepemimpinan Bapak-Bapak.
Pelayanan prima identik dengan apa yang dimaksud oleh Jeremy Bentham,
yaitu seberapa banyak manfaat yang kita berikan kepada masyarakat. Dan saya juga
membaca artikel yang Bapak bagikan, yang saya tangkap dari artikel itu adalah bahwa
15
budaya organisasi dari pendiri perusahaan dilanjutkan oleh bawahan-bawahannya.
Saya berpikir sebentar tentang Kementerian Keuangan, kita sendiri bahkan tidak tahu
siapa Menteri Keuangan pertama, sehingga kita tidak tahu apa pesan beliau yang
dapat kita teruskan. Itu yang saya pikirkan, bagaimana pendapat Bapak?
Lalu kemudian kalau ada code of conduct, bagaimana code of conduct itu
dilaksanakan? Sejauh mana itu sudah berjalan? Masih ada hambatan dimana? Atau
apa lagi yang dibutuhkan untuk bisa mengimplementasikannya? Yang saya tangkap
adalah bahwa institusi ini sudah berjalan dengan segala problematika yang ada,
bagaimana dengan situasi itu Bapak-Bapak membuat terobosan untuk memulai? Yang
kedua, kita berada di dalam birokrasi secara keseluruhan yaitu birokrasi dengan
segala kelambanan pelayanannya dan seterusnya. Pemahaman umum seperti itu
tentu saja menantang kita untuk melakukan sebuah terobosan. Yang menjadi
pertanyaan saya, menurut Pak Rudolf apakah code of conduct yang ada sudah
berjalan? Kalau sudah, di mana problemnya?
16
proses yang sudah mulai ini, mari kita lihat apakah ada tantangan atau hambatannya.
Lalu bagaimana dengan yang saya paparkan, apakah teoritis semua dan tidak bisa
dilaksanakan? Kalau misalnya dapat dilaksanakan, apakah ada hambatannya?
Sehingga kemudian bisa menjadi materi untuk latihan yang tentu saja dikembangkan
terus-menerus secara konsisten. Saya juga menginginkan feedback balik supaya bisa
menjadi materi untuk kemudian dilaksanakan para pimpinan secara turun-temurun.
Kenapa dalam tingkatan manajemen, hal itu masih menjadi pertanyaan?
17
masih diperdebatkan. Namun ada sisi yang lain, yaitu aspek kepastian. Misalkan harta
kekayaan dari hibah. Saya setuju bahwa ini aspek keadilan, tetapi ada sisi yang lain
yaitu aspek kepastian atau kepastian hukum. Bagaimana dalam implementasinya?
Seperti yang saya katakan tadi, kita memulai sebuah reformasi dari tengah,
dengan segala problematika yang sudah ada. Tentu saja dibutuhkan sebuah kearifan,
tetapi tetap akan menimbulkan korban atau cost yang sangat besar. Maka harus
dipelajari dengan seksama untuk melakukan terobosan mana yang masih bisa
dilakukan? Benar kata Pak Rudolf tadi, untuk swasta lebih gampang, tetapi pegawai
pemerintah dengan segala macam ketentuan tidak segampang itu. Termasuk di dalam
proses penerimaan pegawai yang baru, harus dimulai sesuatu yang baru, jangan
mengulangi yang lama.
18
Jawaban dari Pak Sonny
Benar juga Pak Gunadi, pada akhirnya sikap tidak mementingkan diri sendiri
juga merupakan suatu bentuk penghayatan, yaitu menghayati bahwa saya tidak
mementingkan diri sendiri. Idealnya orang memilih menjadi pegawai negeri karena
merupakan sebuah mimpi, ada sebuah panggilan untuk melayani kepentingan publik.
Masalahnya yang masuk pegawai negeri tidak semua mempunyai mimpi seperti itu,
sebagian hanya mencari kerja, berharap untuk mendapatkan reward dalam bentuk gaji
yang konstan dan tetap. Dalam kaitan dengan kasus itu, kalaupun sikap untuk tidak
mementingkan diri sendiri dipilih sebagai sifat dasar, kemudian bagaimana menghayati
itu? Kalau saya tetap pada terus menerus memotivasi orang untuk tidak
mementingkan diri sendiri.
BPPK bertanggung jawab pada off the job training. Itulah sebabnya kita
dikumpulkan disini, dalam rangka memberikan pembekalan tentang sikap, termasuk di
dalamnya integritas moral. Hal ini juga masih dalam proses, itulah sebabnya kami
disini mendesain suatu Diklat Berbasis Kompetensi, kemudian nanti secara khusus
ada Diklat Kompetensi Khas.
Dari segi BPPK, off the job training itu belum cukup. Hal itu harus ditindaklanjuti
dengan berkoordinasi dengan unit-unit eselon 1. Itulah sebabnya unit-unit eselon 1
diundang dalam rangka mengembangkan integritas di unitnya masing-masing, yang
saya sebut dengan on the job training. Saya sangat senang ketika mendengar DJP
berinisiatif, sekarang mereka mempunyai peraturan yang bahkan di tingkat pusat
belum ada. Peraturan ini berkaitan dengan on the job training, atau cakupan yang lebih
besar adalah pengembangan SDM. Di tingkat pusat belum ada sama sekali peraturan
tentang pengembangan SDM, manajemen SDM, dan pengembangan karier. Jadi yang
saya maksudkan agar ada koordinasi antara off the job training dengan on the job
training, karena dapat dikatakan bahwa hal itu belum berjalan secara menyeluruh.
19
Dari diskusi ini, kita berharap terutama kepada rekan-rekan dari Biro
Pengembangan SDM, mari kita membuat suatu peraturan yang berkaitan dengan
pengembangan SDM sehingga off the job training dan on the job training dapat
terintegrasi dan terkoordinasi sehingga dapat diimplementasikan. Begitu barangkali
Pak, implementasi integritas moral memang harus dijalankan, baik itu pada off the job
training maupun on the job training. Demikian Pak, terima kasih.
20
tertentu. Dia ingin kantor menjadi lebih baik, lebih bersih, tidak banyak penyimpangan
dan seterusnya.
Maksud saya mulai dari penghayatan adalah bahwa individu itu sendiri harus
mempunyai penghayatan. Tetapi itu saja tidak cukup, harus butuh corporate culture,
harus butuh pembudayaan atau pembiasaan. Jangan benihnya sudah bagus
(penghayatan nilai sudah baik), tanah disana tidak subur (budaya disana tidak
menunjang), maka lama-lama dia menjadi kotor lagi (degradasi). Jadi sebenarnya
sama, Pak. Memang untuk corporate culture, saya punya keyakinan harus dimulai dari
pimpinan. Apakah tidak bisa orang per orang? Bisa, tetapi membutuhkan waktu lama.
Jauh lebih mudah, khususnya di birokrasi, apabila pimpinan yang menentukan.
Seringkali ada pegawai yang terpaksa harus mundur karena tidak sesuai
dengan hati nuraninya, tapi ada yang lain yang menyesuaikan diri. Bisa saja gaya
kepemimpinannya berbeda, mungkin ada value yang dia jaga. Saya menaruh harapan
pada kantor ini untuk meneruskan itu. Apabila lama-lama semakin banyak institusi
besar di Kementerian Keuangan yang melakukan itu, pada suatu saat nanti, ”saya
21
bangga karena saya mempunyai jasa membangun itu, walaupun kontribusinya kecil
tapi saya bangga”.
Kedua, dalam sosiologi seperti situasi kondisi dan adat. Misalkan bergaul
dengan teman-teman yang suka mabuk, narkoba, sehingga terpengaruh. Organisasi,
budaya, dan lingkungan sekitar penting dalam menumbuhkan benih-benih nilai.
Memang lama kelamaan ajaran agama harus menyentuh penghayatan, tidak hanya
sampai tingkat ritual saja.
Selamat siang.
22
PENUTUP
Oleh Bapak Tony Rooswiyanto
Atas nama Pusdiklat Pengembangan SDM, kami ucapkan terima kasih kepada
Bapak Sonny Keraf. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para peserta
seminar yang telah hadir. Dalam seminar tadi, Bapak Sonny Keraf tidak hanya sekedar
menyampaikan konsep, tetapi juga pengalaman beliau selama menjabat sebagai
Menteri Lingkungan Hidup. Semoga apa yang disampaikan Bapak Sonny Keraf tadi
bisa berguna bagi kita.
Dalam diskusi tadi telah dibahas bersama apa itu etika dan moralitas, beberapa
teori etika, beberapa prinsip moral, serta integritas dan implementasinya.
Sebagaimana telah disebutkan oleh Pak Sonny bahwa integritas membutuhkan
adanya penghayatan pribadi atas nilai serta tekad untuk hidup sesuai dengan nilai
tersebut. Integritas harus diimplementasikan dalam organisasi melalui etos organisasi
agar tidak hanya sekedar menjadi penghayatan pribadi. Dalam membangun etos
organisasi, peran pimpinan sangat diperlukan. Sehingga nantinya diharapkan dari
pribadi-pribadi di lingkungan Kementerian Keuangan dan didukung dengan peran dari
pemimpin di masing-masing satuan kerja dapat membangun suatu organisasi
Kementerian Keuangan yang berintegritas tinggi.
23