Anda di halaman 1dari 10

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat

luas.

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologis pendidikan membagi perilaku


manusia itu ke dalam 3 domain. Pembagian ini dilakukan untuk tujuan
pendidikan. Bahwa dalam suatu pendidikan adalah mengembangkan atau
meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yakni:

1. Kognitif

2. Afektif

3. Psikomotor

Dalam perkembangannya, Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil


pendidikan kesehatan yakni:

1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan.


(knowledge)
2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan. (attitude)
3. Tindakan atau praktek yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidikan yang diberikan. (practice)

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitif, dalam arti subjek tahu lebih dahulu terhadap stimulus yang
berupa materi atau objek di luarnya. Oleh karena itu menimbulkan pengetahuan
baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam
bentuk sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu. Pada akhirnya,
rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut
akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action) terhadap
atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Akan tetapi, di dalam kenyataan
stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan,
artinya, seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru dengan mengetahui
terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain,
tindakan (practice) seseorang tidak harus disadari oleh pengetahuan atau sikap.

I.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia yakni, indra penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan


seseorang. Proses yang terjadi pada saat seseorang mengadopsi perilaku baru
secara berurutan ( Rogers, 1974), yaitu:
1. Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial (mencoba), subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai denbgan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption (berperilaku baru), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Penerimaan perilaku baru yang didasari oleh pengetahuan akan menyebabkan


perilaku baru yang bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku
itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

I.1.1 Tingkat pengetahuan di Dalam Domain Kognitif.

1. Tahu (know)

 Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari .


 Termasuk tingkat pengetahuan yang paling rendah yakni mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang diterima.
 Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain: menyebutkan,menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.
 Contoh : menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dari protein pada
anak balita.

2. Memahami (comprehension).

 Merupakan kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang


diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
 Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan.
 Contoh : dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (aplication)

 Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi


atau kondisi real (sebenarnya).
 Dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode dan prinsip.
 Misalnya: Dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil
penelitian, dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah di dalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)
 Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih
ada kaitan satu sama lain.
 Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja :

* dapat menggambarkan (membuat bagan)

* membedakan

* memisahkan

* mengelompokan.

5. Sintesis (synthesis)

 Merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-


bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.( menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada).
 Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan dan
menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

 Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu


materi atau objek.
 Penilaian berdasarkan kriteria sendiri atau menggunakan kriteria yang
telah ada.

 Misalnya : Dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi


dengan anak kekurangan gizi.

Dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat.

Dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB.

I.1.2 Pengukuran pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur berdasarkan isi materi dan kedalaman pengetahuan. Isi
materi dapat diukur dengan metode wawancara atau angket sedangkan kedalaman
pengetahuan dapat diukur berdasarkan tingkatan pengetahuan.

I.2. Sikap

Sikap masih merupakan reaksi tertutup, tidak dapat langsung dilihat , merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai
berikut :
“An enduring system of positive or negative evaluations, emotional feelings and
pro or conection tendencies will respect to social object” (Krech et al, 1982)

“An individual’s social attitude is an syndrome of respons consistency with regard


to social objects.” (Cambell, 1950)

“A mental and neural state of rediness, organized through expertence, exerting


derective or dynamic influence up on the individual’s respons to all objects and
situations with which it is related”. (Allpor, 1954)

“Attitute entails an existing predisposition to respons to social abjects which in


interaction with situational and other dispositional variables, guides and direct the
obert behavior of the individual.” (Cardno, 1955)

Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak
dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli
psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup
bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat
dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Lihat diagram)

Sikap terdiri dari 3 komponen pokok, Allport (1954):

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu obyek

2. Kehidupan emosional terhadap suatu obyek

3. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan
dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh seorang ibu telah
mendengarkan penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan
sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha
supaya anaknya tidak terkena polio.

Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu
tersebut berniat akan mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya
anaknya tidak terkena polio. Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap
objek yang berupa penyakit polio ini.
I.2.1. Tingkatan Sikap.

1. Menerima (receiving).

Orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

Misalnya : Sikap orang terhadap gizi dapat terlihat dari kesediaan dan

perhatian terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (responding).

Merespon yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan


menyelesaikan tugas yang diberikan. Usaha tersebut menunjukkan bahwa
orang menerima ide.

3. Menghargai (valuing).

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

Misalnya : Seorang ibu mengajak ibu lainnya (tetangga, saudara dsb) untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu.

Berdasarkan contoh diatas, ibu tersebut telah mempunyai sikap positif


terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi.

Misalnya : seorang ibu mau menjadi akseptor KB,


meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya

I.2.2. Pengukuran sikap :

 Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan


responden terhadap suatu objek.

Misalnya : bagaimana pendapat Anda tentang pelayanan di Rumah Sakit ?.

 Secara tidak langsung dapat dibuat pernyataan-pernyataan hipotesis,


kemudian ditanyakan pendapat responden.

Contoh :Apabila rumah ibu luas, apakah boleh dipakai untuk kegiatan posyandu ?
Jawaban : ( setuju , tidak setuju )

I.3. Tindakan (Praktek)


Tindakan merupakan suatu perbuatan nyata yang dapat diamati atau dilihat. Suatu
sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk tindakan (overt behavior). Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat
konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar
ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas juga
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau isteri,
orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung praktek keluarga
berencana.

I.3.1. Tingkatan praktek

1. Persepsi (perception)

Persepsi merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan


tindakan yang akan diambil.

Misalnya : Ibu dapat memilih makanan yang bergizi untuk anak


balitanya.

2. Respon terpimpin (guided response).

Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
dan sesuai dengan contoh.

Misalnya : Ibu memasak sayur dengan benar, yaitu mulai dari cara mencuci,
memotong dan lamanya memasak.

3. Mekanisme (mecanism).

Mekanisme yaitu dapat melakukan dengan benar, secara otomatis/ kebiasaan

Misalnya : Mengimunisasikan bayinya tanpa perintah atau ajakan

orang lain.

4. Adopsi (adoption).

Adopsi merupakan tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Dengan kata
lain, dapat memodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Misalnya : ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi

tinggi berdasarkan bahan- bahan yang murah dan sederhana


I.3.2. Pengukuran praktek :

1. Tidak langsung : wawancara terhadap kegiatann yang telah dilakukan


beberapa jam,hari atau bulan yang lalu.

2. Langsung :mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

1. Teori Stimulus-Organisme-Respon (S-O-R)


Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung pada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi
dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources).
Proses perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan belajar,
proses tersebut menggambarkan bagaimana belajar pada individu yang
terdiri dari :
a. Stimulus (rangsangan) yang diberikan pada organisme dapat diterima
atau ditolak.
b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian organisme (diterima) maka
ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
c. Setelah itu organisme mengelolah stimulus tersebut sehingga terjadi
kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan
maka stimulus tersebut mempunya efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku).
Perubahan perilaku didasari oleh: Stimulus-Organisme-Respons.
a. Perubahan perilaku terjadi dengan cara meningkatkan atau
memperbanyak rangsangan (stimulus).
b. Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran
(learning process).
c. Materi pembelajaran adalah stimulus.

Perubahan perilaku berdasarkan teori S-O-R dapat di gambarkan sebagai


berikut :
Teori S-O-R
2. Teori Festinger (Dissonance Theory)
Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanya keseimbangan
antara sebab atau alasan dan akibat atau keputusan yang diambil
(conssonance). Apabila terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka
dalam diri orang tersebut akan terjadi ketidak seimbangan (dissonance).
Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan
melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan), dan
akhirnya kembali terjadi keseimbangan lagi (conssonance).

Rumus perubahan perilaku menurut Festinger:


Terjadinya perubahan perilaku karena adanya perbedaan elemen kognitif
yang seimbang dengan elemen tidak seimbang.
Contoh: Seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya terjadi karena
ketidak seimbangan antara keuntungan dan kerugian stimulus (anjuran
perikasa hamil).

3. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu
terjadi karena adanya kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut
dapat mengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Oleh sebab itu
stimulus atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang (subyek).
Prinsip teori fungsi yakni:
a. Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan
subyek).
b. Perilaku merupakan pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungan
(bila hujan, panas).
c. Perilaku sebagai penerima obyek dan memberikan arti (respons
terhadap gejala sosial).
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam
menjawab situasi (marah, senang).
4. Teori Kurt Lewis
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku adalah merupakan suatu
keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong (driving forces) dan
kekuatan penahan (restraining forces). Perubahan perilaku itu dapat berubah
apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut.
Sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri
seseorang yakni :
a. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan tetap.
b. Kekuatan pendorong tetap, kekuatan penahan menurun.
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.

2.3 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku


a. Perubahan alamiah (natural change): Perubahan perilaku karena terjadi
perubahan alam (lingkungan) secara alamiah.
b. Perubahan terencana (planned change): Perubahan perilaku karena
memang direncanakan oleh yang bersangkutan.
c. Kesiapan berubah (readiness to change): Perubahan perilaku karena
terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang bersangkutan, dimana
proses internal ini berbeda pada setiap individu.

2.4 Faktor Pembentuk Perilaku


Prilaku dibentuk oleh 3 faktor antara lain :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enebling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors), yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Berdasarkan 3 faktor determinan perilaku tersebut, maka kegiatan promosi
kesehatan sebagai pendekatan perilaku hendaknya diarajkan kepada 3 faktor
tersebut:
a. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepaada faktor predisposisi
adalah pemberian informasi atau pesan kesehatan dan penyuluhan
kesehatan.
b. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor pemungkin
(enabling) adalah memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian
atau pengembangan masyarakat.
c. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor penguat
(reinforcing) adalah berupa pelatihan-pelatihan kepada para tokoh
masyarakat, baik formal maupun non formal.

Anda mungkin juga menyukai