Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI dan TOKSIKOLOGI

ANALGESIK

Oleh:
1. Hilmi Himatul Aliyah (611710040)
2. Iman Nurjaman (611710044)
3. Nehemia Immanuel Blessing (611710059)
4. Siti Aisyah Ratna Putri (611710070)

PROGAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MA CHUNG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Landasan Teori


1.1.1 Pengertian Analgesik

Obat analgesik atau anti nyeri adalah jenis obat yang dapat digunakan untuk
mengatasi rasa sakit atau nyeri. Bedasarkan golongannya obat analgesik dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu: obat golongan Opioid dan Obat dengan golongan
Non Opioid . Obat analgesik opioid bekerja pada sistem saraf pusat (SSP),
sedangkan obat Non Opioid merupakan obat generik yang berkerja pada di reseptor
saraf perifer dan sistem saraf pusat. Salah satu contoh obat analgesik golongan
opioid adalah tramadol 50 mg.

Tramadol merupakan analgesik yang bekerja di sentral yang memiliki afinitas


sedang pada reseptor mu(µ) dan afinitasnya lemah pada reseptor kappa dan delta
opioid. Obat golongan opioid sendiri telah banyak digunakan sebagai obat anti
nyeri kronis dan nyeri non-maligna. Tramadol tergolong dalam opioid sintetik
lemah, sehingga dapat berikatan dengan reseptor morfin pada tubuh manusia. Obat
ini memiliki efektifitas yang sama dengan morfin atau miperidin walaupun reseptor
tramadol berjumlah lebih sedikit. Tramadol mengikat reseptor µ-opiod, sehingga
menyebabkan potensi kerja tramadol menjadi lebih rendah bila dibandingkan
dengan morfin.

Reseptor opioid akan diaktifkan oleh peptide endogen dan juga eksogen
ligand. Reseptor-reseptor ini terdapat pada banyak organ, seperti thalamus,
amygdala dan juga ganglia dorsalis. Tramadol dapat diberikan secara oral, i.m. atau
i.v. dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang setiap 6-7 jam dengan dosis
maksimal 400 mg per hari.19,20Kadar terapeutik dalam darah berkisar antara 100-
300 ng/ml. Tramadol memperlambat pengosongan lambung, meskipun efeknya
kecil dibandingkan dengan opioid lain. Selain itu, tramadol juga dapat
menyebabkan sensasi berputar, konstipasi, pusing, dan penurunan kesadaran.
Penggunaan tramadol sebaiknya dihentikan bila didapatkan gejala seperti kejang,
nadi lemah, dan kesulitan bernafas.
Contoh obat analgesik Non Opioid adalah natrium diklofenak, dan
paracetamol. Natrium diklofenak merupakan golongan anti inflamasi non steroid
(AINS) derivat asam fenil asetat yang dipakai untuk mengobati penyakit reumatik
dengan kemampuan menekan tanda-tanda dan gejalagejala inflamasi. Natrium
diklofenak cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavaibilitas
sistemiknya rendah hanya antara 30 - 70% sebagai efek metabolisme lintas pertama
di hati. Waktu paruh natrium diklofenak juga pendek yakni hanya 1 - 2 jam. Efek-
efek yang tidak diinginkan bisa terjadi pada kira-kira 20% dari pasien meliputi
distres gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal yang terselubung, dan
timbulnya ulserasi lambung (Katzung, 2002). Salah satu alternatif untuk mengatasi
masalah tersebut adalah bentuk sediaan dengan rute pemberian topikal (Ranade et
al, 2004). Diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas anti
inflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktivitas diklofenak dengan jalan menghambat
enzim siklo-oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat.

Diklofenak menginhibisi sintesis prostaglandin di dalam jaringan tubuh


dengan menginhibisi siklooksigenase; sedikitnya 2 isoenzim, siklooksigenase-1
(COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) (juga tertuju ke sebagai prostaglandin
G/H sintase-1 [PGHS-1] dan -2 [PGHS-2]), telah diidentifikasikan dengan
mengkatalis/memecah formasi/bentuk dari prostaglandin di dalam jalur asam
arakidonat. Walaupun mekanisme pastinya belum jelas, NSAIA berfungsi sebagai
antiinflamasi, analgesik dan antipiretik yang pada dasarnya menginhibisi isoenzim
COX-2; menginhibisi COX-1 kemungkinan terhadap obat yang tidak dihendaki
(drug’s unwanted) pada mukosa GI dan agregasi platelet. (AHFS 2010,hal.2086).

Selain natrium diklofenak, obat analgesik non opioid lainnya adalah


parasetamol. Mekanisme kerja parasetamol adalah menghambat produksi
prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit
memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu
mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga
menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Paracetamol juga
bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara spesifik
belum diketahui. Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol
diperantarai oleh aktivitas tak langsung reseptor canabinoid CB1.
Di dalam otak dan sumsum tulang belakang, parasetamol mengalami reaksi
deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk N-arachidonoylfenolamin,
komponen yang dikenal sebagai zat endogenous cababinoid. Adanya N-
arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam tubuh,
disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang
memproduksi prostaglandin dalam otak. Karena efek canabino-mimetik inilah
terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan. Sebagaimana diketahui bahwa
enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi
prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi
berbagai senyawa pro-inflamasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Rasa nyeri disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik mekanis maupun
kimiawi. Sebagian jaringan akan mengalami kerusakan disaat bagian tubuh terkena
rangsangan nyeri tersebut, dan jaringan itu akan melepaskan mediator-mediator
nyeri. Setelah jaringan tersebut melepaskan mediator tersebut, mediator akan
berinteraksi dengan reseptornya dan kemudian menstimulasi transduksi sinyal
dengan bantuan second messenger dan akhirnya tubuh akan merasakan rasa nyeri
tersebut.

Obat-obat NSAID (Non-steroid antiinflamatory drugs) adalah obat yang


berperan dalam menghambat pembentukan mediator seperti prostaglandin yaitu
penyebab rasa nyeri. Cara kerjanya adalah NSAID menghambat enzim COX-1 dan
COX-2 sehingga Asam arakidonat (hasil dari pemecahan senyawa lipid) tidak
terpecah menjadi prostaglandin. Obat NSAID sendiri terdapat beberapa macam dan
sifat dari NSAID juga terdapat beberapa macam, yaitu Analgesik, Antipiretik, dan
Antiinflamasi. Analgesik bisa dikatakan sebagai obat anti nyeri, antipiretik sebagai
obat anti demam, dan anti inflamasi adalah obat anti inflamasi.

2.1.1 Farmakokinetik

Farmakokinetik bertujuan meneliti jalanya obat, mulai dari obat masuk kedalam
tubuh dan sampai obat di absorpsi di usus, transpor dalam darah, dan distribusin
ke jaringan lain. Farmakokinetika adalah aspek farmakologi yang mencakup nasib
obat didalam tubuh, obat yang masuk kedalam tubuh akan mengalami absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk ke dalam
tubuh akan melalui berbagai macam cara masuknya, proses ADME akan
menimbulkan efek, baik efek samping maupun efek yang positif.

1) Absorbsi
Absorpsi adalah proses masuknya obat ke dalam pembuluh darah.
Kecepatan absorbsi (Bioavailabilitas) tergantung dari kelarutan obat yang masuk
kedalam tubuh. Proses kelarutan obat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu masuk
bersama dengan makanan, karena ukuran partikel, dan adaya kadar pH. Obat akan
diabsorbsi dikulit, membran mukosa, dan usus halus. Obat oral absorbsi terjadi di
usus halus karena luas permukaannya. Obat inhalasi, diabsorbsi dengan cepat
karena di dalam epitelium paru-paru ada ruang yang cukup luas. Jumlah obat yang
diabsorbsi dan lama kerja konsentrasi terapeutik di urin akan meningkat jika obat
dikonsumsi bersama dengan makanan dan minuman, karena setiap obat yang
masuk ke dalam tubuh manusia sisa pembuangan obat tersebut akan melalui
jalanya.

Bentuk partikel yang besar seperti bentuk makropartikel, akan menyebabkan


penurunan kecepatan absorbsi di saluran pencernaan dan memperpanjang ekskresi
di urin. Keuntungan jika absorbsi lambat akan memperkecil terjadinya. Hailey dan
Glascock, melaporkan bahwa bentuk makropartikel dapat memperkecil masalah
secara langsung dibandingkan bentuk mikropartikel tanpa mempengaruhi
konsentrasi obat di saluran kemih. Kadar pH mempunyai peranan penting dalam
absorbsi. Absorbsi akan meningkat apabila dalam suasana lingkungan yang asam.
Reabsorbsi dipengaruhi oleh kadar pH. Jika saat urin dalam keadaan basa,
kebersihan obat meningkat. Namun ketika urin dalam keadaan suasana asam (pH ≤
5,5), kebersihan obat kan semakin berkurang derastis, tetapi reabsorbsi dan aktivitas
akan meningkat.

2) Distribusi

Distribusi adalah proses yang terjadi setelah proses absorpsi, obat setelah di
distribusi akan disalurkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Selain
distribusi melalui aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat kimianya.
Distribusi dibedakan menjadi 2 fase yaitu penyerapan yang terjadi pada proses
distribusi. Pertama, pada bagian organ yang fungsinya sangat berprean penting dan
sangat baik contohnya jantung, hati, ginjal dan otak. Kedua, distribisi terjadi pada
bagian tubuh yang tidak begitu berperan penting dan baik misalnya otot, kulit, dan
jaringan lemak. Proses distribus akan berjalan secara jangka waktu yang panjang.
Obat yang sudah masuk dalam tubuh akan mudah larut dalam lemak dan akan
distribusikan ke dalam oragan otak, sedangkan obat yang sudah masuk kedalam
tubuh tetapi susah larut dalam lemak akan sulit untuk menembus membran sel.
Ikatan obat akan membatasi distribusi, hanya obat-obat bebas saja yang bisa
mencapai keseimbangan. Ikatan obat dengan protein ditentukan obat terhadap
protein dan kadar obat.

3) Metabolisme

Biotransformasi atau metabolisme adalah proses perubahan struktur kimia obat.


Proses molekul obat diubah menjadi lebih polar, berarti obat akan lebih mudah
larut dalam air dan obat akan sukar larut dalam lemak. Sehingga biotransformasi
sangat penting dalam mengakhiri kerja obat. Metabolit aktif akan mengalami
biotransformasi. Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat akan dibedakan
berdasarkan letaknya, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum
endoplasma halus, dan enzim non-mikrosom. Kedua enzim terdapat dalam sel hati,
namun terdapat di dalam sel jaringan lain misalnya di ginjal, paru, epitel, saluran
cerna, dan plasma.

4) Ekskresi

Ekskresi adalah sisa obat yang dikeluarkan dari dalam tubuh melalui organ
ekskresi atau dalam bentuk asalnya. Obat yang setelah diproses ekskresi akan lebih
cepat larut dalam lemak, kecuali melalui pada paru. Ginjal merupakan organ tubuh
dimana tempat ekskresi yang terpenting. Ekskresi dibagi menjadi 3 jenis. Pertama,
proses filtrasi yang terjadi di glomerulus. Kedua, proses sekresi aktif yang terjadi
di dalam tubuli proksimal. Ketiga, rearbsorpsi pasif yang terjadi di dalam tubuli
proksimal dan distal. Obat yang sudah melalui organ ginjal akan menurun
efektisitasnya pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis yang diberikan perlu
diturunkan. Patokan utamanya adalah kebersihan kreatinin untuk menyesuaikan
dosis yang diberikan. Obat yang sudah diekskresi oleh akan berjalan melalui
keringat, air liur, air mata, air susu dan rambut, tetapi obat dalam jumlah yang kecil
tidak akan mempengaruhi pengakhiran efek obat. Air liur berfungsi sebagai
pengganti darah untuk menentukan kadar obatyang akan diberikan. Rambut
berfungsi untuk menemukan logam racun dalam obat, misalnya arsen.

2.1.2 Farmakodinamik

Farmakodinamika adalah ilmu yang mempelajari efek obat terhadap


berbagai macam organ tubuh manusia maupun hewan dan mekanisme kerjanya.
Farmakodinamik bertujuan untuk mempelajari prosos mekanisme kerja dan efek
obat, interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan yang terjadi efek dan respon
yang terjadi setelah obat masuk kedalam tubuh manusia ataupun hewan.
Mekanisme kerja obat akan menimbulkan efek obat karena interaksi obat dengan
reseptor. Interaksi obat dengan reseptor akam menimbulkan perubahan terhadap
organ tubuh. Reseptor obat mempunyai 2 konsep penting. Pertama, obat dapat
meningkatkan kecepatan kerja tubuh. Kedua, obat tidak menimbulkan efek yang di
inginkan, tetapi hanya membantu fungsi tubuh yang sudah ada.

Transmisi sinyal biologis adalah transportasi sinyal biologi yaitu proses


penyaluran yang dilakulan dimulai dari reseptor yang terdapat di dalam membran
sel dan yang bersifat polar. Misalnya, katekolamin, TRH, LH adalah transmitor
reseptor yang terdapat di dalam membran sel. Sedangkan streroid, tiroksin, vitamin
D adalah reseptor yang terdapat di dalam sitoplasma. Interaksi obat dan reseptor
adalah antara obat dan reseptor yang mengikaikat substrat dengan enzim yaitu
ikatan lemah, contohnya ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Waals dan tidak
ada kovalen.

Antagonisme farmakodinamik dibedakan menjadi 2, yaitu antagonisme


fisiologik dan antagonisme. Antagonisme adalah reseptor yang bersifat kompetitif
atau nonkompetitif. Antagonisme adalah proses terjadinya pengurangan efek obat
oleh obat lain. Obat yang akan menyebabkan efek obat menjadi berkurang disebut
antagonis, obat yang akan menyebabkan efeknya menjadi terurai disebut agonis.
Obat objek disebut juga obat yang efeknya dipengaruhi oleh obat lain, sedangkan
obat partisipan disebut juga obat yang mempengaruhi efek obat lain. Obat ang
bekerja tetapi tidak berkaitan dengan obat yang lainya akan menimbulkan efek
tertentu yang berikatan dengan reseptor yaitu akan menimbukan efek yang dapat
mengubah sifat cairan tubuh.

2.1.3 Efek Samping Obat

Efek samping obat adalah efek yang tidak diinginkan dan membahayakan
atau merugikan pasien setelah menggunakan obat. Efek samping tidak dapat
dihindari karena dapat menimbulkan dampak penggunaan obat, seperti
meningkatnya biaya pengobatan. Efek farmakologi yang berlebihan disebut efek
toksik, karena dosis terlalu besar atau karena adanya perbedaan respon kinetik dan
dinamik, misalnya pasien dengan gangguan ginjal, jantung, perubahan sirkulasi
darah, usia, genetik, sehingga dosis lazim menjadi terlalu besar. Efek samping obat
terjadi karena adanya interaksi proses farmakokinetik dan farmakodinamik obat
yang diberikan dan dilakukan secara bersamaan. Biasanya peristiwa tersebut terjadi
pada saat proses pengobatan depresan susunan saraf pusat.

Alergi terhadap obat merupakan efek samping yang sering terjadi akibat
reaksi imunologik. Reaksi tidak bisa diperkirakan, biasanya tergantung dosis
penggunaan dan pada sebagian kecil dari penggunakan suatu obat. Reaksi ini
berbagai macam bentuk yang ringan misalnya reaksi kulit sampai yang paling
berat misalnya syok anafilaksi yang bisa berakibat fatal.

2.1.4 Interaksi Obat

Interaksi obat terjadi ketika efek suatu obat akan berubah karena adanya
obat lain atau berupa makanan dan minuman. Interaksi obat akan menghasilkan
efek yang tidak dikehendaki oleh pasien, yang seharusnya menyebabkan efek
samping obat atau efek toksisitas karena terjadi meningkatnya kadar obat di dalam
plasma darah atau sebaliknya yang akan menurunkannya kadar obat dalam plasma
darah yang menyebabkan hasil dari terapi menjadi tidak optimal atau menjadi tidak
sesuai seperti apa yang diinginkan. Sebagian besar obat baru yang akan dilepas dan
di pasarkan setiap tahunnya akan menjadikan munculnya interaksi baru antara obat
yang satudenan obat yang lainya.

2.1.5 Paracetamol

Parasetamol adalah obat analgetik dan non narkotik yang bekerja dengan cara
menghambat di sistem syaraf pusat. Parasetamol digunakan dengan cara luas dan
digunakan baik dalam bentuk sediaan tunggal maupun combinasi sebagai daya
analgetik antipiretik atau kombinasi dengan obat lain yang dapat membantu
meningkatkan kerja obat itu sendiri, seperti halnya yang diberikan resep oleh dokter
maupun di jual tanpa resep dokter. Parasetamol adalah metabolit fenasetin dan
sudah digunakan sejak tahun 1893. Parasetamol mempunyai daya analgetik (pereda
nyeri), antipiretik (pereda demam), yang tidak mempunyai daya anti radang dan
tidak menyebabkan efek yang bahaya pada lambung. Parasetamol digunakan untuk
menghilangkan dan meredakan rasa demam pada tubuh dan menghilangkan nyeri
ringan bahkan sampai sedang, seperti nyeri kepala, migrain dan keadaan lain.

1) Farmakokinetik

Parasetamol dapat diabsorbsi secara cepat dari dalam saluran pencernaan,


dalam janga waktu mencapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh obat paracetamol
kuranglebihnya mencapai 2 jam. Proses metabolisme terjadi di hati, sedikit
diekskresi tetapi tidak diubah bentknya dan melalui urin dikonjugasi dengan asam
glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin. Dalam jangka
waktu sehari paracetamol sebagian diubah menjadi N asetil benzokuinon yang
sangat bekerja aktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal
paracetamol bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi
nontoksik dan pada dosis besar akan berikatan dengan gugus sulfhidril dari protein
hati.

2) Farmakodinamik

Efek analgesik parasetamol hampir sama dengan efek asam salisilat,


menghilangkan dan mengurangi rasa nyeri ringan sampai rasa nyeri sedang.
Paracetamol berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara kerja
berdasarkan efek sentral sama seperti salisilat. Efek anti inflamasinya sangat lemah,
maka Parasetamol dan Fenasetin tidak bisa digunakan sebagai obat yang
mempunyai efek antireumatik. Obat analgetik bekerja melalui dengan menghambat
siklooksigenase, sehingga proses perubahan asam arakhidonat menjadi
prostaglandin menjadi tergangg dan obat akan menghambat siklooksigenase
dengan cara yang berbeda. Parasetamol adalah obat antipiretik yang kuat efeknya
pada pengaturan panas dan mempunyai efek ringan. Maka dari itu parasetamol
dapat menghilangkan dan mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang.

2.1.6 Tramadol

Tramadol adalah obat analgesik kuat yang digunakan untuk menghilangkan dan
mengurangirasa nyeri yang sangat parah misalnya nyeri setelah pasca operasi.
Tramadol adalah analgesik sintetik yang bekerja sentral dengan daya ikat lemah
terhadap reseptor opioid lemah. Tramadol merupakan obat yang tidak di jual
dengan bebas, karena efek samping atau efek toksik dari tramadol sangatlah
berbahanya jika disalah gunakan. Bentuk dari sediaan tramadol berbagaimacam
misalnya capsul, injeksi dan ampul. Golongan obat ini adalah golongan analgesik
opiate, kategori obat ini harus dibeli menggunankan resep dokter dan obat ini dapat
di gunakan untuk pasien yang sudah berumur dewasa atau anak-anak diatas 12
tahun.

1) Farmakodinamika

Tramadol termasuk analgesik opioid sintesis golongan amino sikloheksanol


yang bekerja pada neurotransmitter noradrenergik dan serotonergik. Analgesik
opioid disebabkan karena adanya daya ikat lemah terhadap komponen reseptor dan
daya ikat yang kuat. Tramadol merupakan analgesik yang memiliki sifat analgesik
seperti opiat tetapi tanpa efek samping opiat, khususnya depresi pernapasan pada
neonatus. Tramadol bekerja menghambat re-uptake noradrenalin dan serotonin in
vitro, seperti analgesik opioid. Dua mekanisme kerja tramadol yangdapat
memperkuat efek dari tramadol. Pertama, berikatan dengan reseptor opioid yang
terdapat di dalam spinal dan dalam otak sehingga dapat menghambat transmisi
sinyal nyeri dari perifer keotak. Kedua, bekerja untuk meningkatkan aktivitas saraf
penghambat monoaminergik yang berjalan dari otak ke spinal sehingga terjadi
inhibisi transmisi sinyal nyeri.

2) Farmakokinetik

a. Absorbsi

Tramadol diabsorbsi ditraktus gastrointestinal lebih dari 96% setelah pemberian


awal. Absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan dan bioavailabilitas sistemik
setelah pemberian awal dosis tunggal sekitar 70%, sedangkan setelah pemberian
ulangan mencapai 90 – 100%. Hanya 20% berikatan dengan protein plasma
sehingga interaksi obat menjadi sangat minim. Konsentrasi tertinggi dalam serum
(peak serum level) pada pemberian intramuskular dicapai setelah 45 menit
(bervariasi 50-90 menit) dihitung sejak waktu pemberian obat. Hal ini berbeda pada
pemberian per-oral, peak serum level dicapai 2 jam setelah pemberian obat. Rerata
bioavailabilitas absolut pemberian oral 68-72%. Mula kerjanya sangat cepat,hanya
sekitar 20 menit.

b. Distribusi

Tramadol didistribusikan secara cepat di seluruh tubuh dengan volume


distribusi 2-3L/kg pada dewasa muda. Volume distribusi akan berkurang 25% pada
usia diatas 75 tahun. Dua puluh persen berikatan dengan protein plasma, dengan
konsentrasi 10 μg/ml. Tramadol melewati sawar plasenta dan sawar darah otak.
Sejumlah kecil ditemukan dalam ASI. (0.1% dari dosis pemberian).

c. Pemberian Oral

Untuk mengatasi nyeri sedang tramadol 50-100 mg dapat diberikan 2-3 kali
sehari. Untuk nyeri sedang-berat, 100 mg diberikan untuk mengatasi nyeri, dan
dapat diulang setiap 4-6 jam. Untuk nyeri berat dosis 100 mg dianggap lebih efektif.
Dosis maksimum tidak boleh melebihi 400mg/hari.
d. Pemberian Parietal

Dapat diberikan secara injeksi intervena, infus intravena atau intramuskular.


Untuk nyeri pasca operasi, dosis yang dianjurkan adalah 100 mg. Dosis selanjutnya
50 mg atau 100mg, dapat diulangi setiap empat sampai enam jam kemudian. Total
dosis yang dapat diberikan dalam sehari adalah 600 ml.

2.1.7 Na-Diklofenak

Diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenil asetat yang termasuk obat
anti inflamasi nonsteroid yang terkuat daya anti radangnya dengan efek samping
yang lebih ringan dibandingkan dengan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya
seperti indometasin dan piroksikam. Diklofenak mempunyai aktifitas analgetik,
antipiretik, dan antiradang. Senyawa ini merupakan inhibitor siklooksigenase.
Selain itu, diklofenak tampak menurunkan konsentrasi intrasel arakidonat bebas
dalam leukosit, dengan mengubah pelepasan atau pengambilan asam lemak
tersebut. Na-Diklofenak bekerja dengan baik dan memberikan efek yang sempurna
pada pasien yang sedang mengalami luka memar akibat pukulan, tertabrak sesuatu
ataupun karena keseleo yang disebabkan karena olahraga dan juga digunakan untuk
mencegah pembengkakan. Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana
yang merupakan penghambat COX yang kuat dengan efek anti-inflamasi, analgesik
dan antipiretik. Obat ini cepat diabsorpsi setelah pemberian oral dan mempunyai
waktu paruh yang pendek. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis
seperti arthritis rematoid dan osteoarthritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka
akut.

1) Farmakokinetik

Diklofenak cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavaibilitas


sistemiknya hanya antara 30-70% karena metabolisme lintas pertama. Obat ini
mempunyai waktu paruh 2-6 jam dalam kompartemen. Hal ini mungkin
menjelaskan durasi efek terapeutik yang jauh lebih lama daripada waktu paruhnya
dalam plasma. Diklofenak dimetabolisme di hati oleh isozim sitokrom P450
subfamili CYP2C9 menjadi 4-hidroksidiklofenak.
2) Mekanisme kerja

Enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam


arachidonat berfungsi untuk memperbaiki keadaan jika membran sel mengalami
kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka. Asam lemak
poli-tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase
menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin. siklooksigenase
terdiri dari dua isoenzim yaitu COX-1 (tromboxan dan prostacyclin) dan COX-2
(prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dikeping
darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat
dijaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang.
Penghambatan COX-2 lah yang memberikan efek anti radang dari obat NSAIDs.
NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1
(perlindungan mukosa lambung) Diklofenak merupakan obat NSAIDs (Non
Steroidal Anti Inflammatory Drugs) yang bersifat tidak selektif dimana kedua jenis
COX dihambat. Dengan penghambatan COX-1, maka tidak ada lagi yang
bertanggung jawab melindungi mukosa lambung-usus dan ginjal sehingga terjadi
iritasi.

3) Efek samping

Efek samping terjadi kira-kira 20% penderita dan meliputi distress saluran
cerna, perdarahan saluran cerna dan tukak lambung. Inhibisi sintesis prostaglandin
dalam mukosa saluran cerna sering menyebabkan kerusakan gastrointestinal
(dyspepsia, mual, dan gastritis). Efek samping yang paling utama adalah perdarahan
gastrointestinal dan perforasi.

4) Penggunaan terapeutik

Natrium diklofenak digunakan dalam penanganan simptomatik jangka lama


pada arthritis rheumatoid, osteoartritits, dan spondilitis ankilosa. Dosis lazim harian
untuk indikasi tersebut adalah 100 sampai 200 mg, diberikan dalam beberapa dosis
terbagi diberikan dengan dosis 25 mg sampai 50 mg dalam tiga kali pemberian
perharinya. Senyawa ini mungkin juga berguna untuk penanganan jangka pendek
cedera otot rangka akut, nyeri bahu akut, nyeri pasca operasi dan dismenorea.
Universitas Sumatera Utara 9 Sediaan bentuk larutan pada terapi mata diklofenak
tersedia untuk penanganan radang pasca operasi setelah pengangkatan katarak.

2.1.8 Mencit

1.1 Tikus Putih dan manusia


TIKUS PUTIH
TAKSONOMI MANUSIA
(ALBINO)
KINGDOM Animalia Animalia
FILUM Chordata Chordata
KELAS Mamalia Mamalia
ORDO Primata Rodentia
FAMILI Hominidae Muridae
GENUS Homo Rattus
SPESIES Sapiens Rattus norvegicus

Tikus dan manusia sama-sama mamalia, dan bertulang belakang, jika


dilihat dari gambar diatas, maka manusia dan tikus memiliki struktur, dan anatomi
tubuh yang mirip. Berdasarkan penelitian telah diketahui bahwa struktur organ
tikus putih dan metabolisme yang sangat homolog dengan manusia. (Jamitko,
2013). Ada perbedaan antara tikus dan manusia yaitu pada giginya, tikus tidak
memiliki taring maupun geraham, tikus hanya mempunyai gigi seri yang tumbuh
panjan yang digunakan untuk memotong makanan. Selain karena mirip, tikus
digunakan karena masa buntingnya yang sebentar, tapi produksi anaknya banyak.
Tikus akan dewasa setelah 75 hari, dan masa buntingnya 22-24 hari.(Pascal, 2006)
BAB III

3.1 Alat dan Bahan


Alat
1. Spuit injeksi (1.0 ml)
2. Jarum oral (ujung tumpul)
3. Beker glass
4. Stanfer
5. Mortir
6. Stopwatch
7. Labu ukur

Bahan
1. Larutan asam asetat 3%
2. Paracetamol
3. Natrium Diclofenak
4. Akuades
5. Tramadol
3.2 Skema kerja

Timbang mencit,

Catat berat badan pada mencit, dan beri


tanda

Mencit-mencit tersebut satu persatu diberi larutan sesusai


kelompokna secara oral, kemudian ditunggu selama 30 menit

Semua mencit kemudian diberi larutan asam asetat melalui


rute intraperitoneal

Dilakukan pengamatan geliat mencit (perut kejang dan kaki ditarik ke


belakang), dicatat jumlah geliat yang timbul setiap selang waktu 5 menit
selama 20 menit

Analisis hasil yang didapatkan


menggunakan aplikasi R
3.3 Perhitungan

1) Paracetamol

Bobot mencit

1. 36 gr

2. 33 gr

3. 32 gr
4. 23 gr

5. 17 gr

a) Perhitungan Konsentrasi

WxD
𝐶= V
0.036 x 400
= = 28,8 mg/ml
0,5

=28,8 mg/ml → 1.440 mg/ 50 ml 1,500mg3 tablet ~ 50 ml akuades


1500 mg
𝐶= = 30 mg/ml
50 ml

b) Perhitungan Dosis

WxD
𝑉= C
0,036 𝑥 400
𝑉1 = = 0,48 ml
30
0,033 x 400
𝑉2 = = 0,44 ml
30
0,032 𝑥 400
𝑉3 = = 0,42 ml
30
0,025 x 400
𝑉4 = = 0,333 ml
30
0,017 x 400
𝑉5 = = 0,22 ml
30
2) Natrium Diclofenak

Bobot mencit

1. 29 gr

2. 25 gr

3. 26 gr
4. 24 gr

5. 19 gr

a) Perhitungan Konsentrasi

WxD
𝐶= V
29 x 40
= = 2 mg/ml
0,5

b) Perhitungan Dosis

WxD
𝑉= C
0,029 𝑥 40
𝑉1 = = 0,58 ml
2
0,025 x 40
𝑉2 = = 0,5 ml
2
0,026 𝑥 40
𝑉3 = = 0,52 ml
2
0,019 x 40
𝑉4 = = 0,48 ml
2
0,017 x 400
𝑉5 = = 0,38 ml
30
3) Tramadol
Bobot mencit

1. 36 gr

2. 33 gr

3. 32 gr
4. 23 gr

5. 17 gr

a) Perhitungan Konsentrasi

WxD
𝐶= V
0.036 x 400
= = 28,8 mg/ml
0,5

=28,8 mg/ml → 1.440 mg/ 50 ml 1,500mg3 tablet ~ 50 ml akuades


1500 mg
𝐶= = 30 mg/ml
50 ml

b) Perhitungan Dosis

WxD
𝑉= C
0,036 𝑥 400
𝑉1 = = 0,48 ml
30
0,033 x 400
𝑉2 = = 0,44 ml
30
0,032 𝑥 400
𝑉3 = = 0,42 ml
30
0,025 x 400
𝑉4 = = 0,333 ml
30
0,017 x 400
𝑉5 = = 0,22 ml
30
4) Kontrol

Bobot mencit

1. 36 gr

2. 33 gr

3. 32 gr
4. 23 gr

5. 17 gr

a) Dosis

V1=

V2=

V3=

V4=

V5=
BAB IV

4.1 Data

Pada percobaan analgesik, digunakan 4 kelompok yaitu tramadol, natrium


diklofenak, paracetamol, dan kontrol. Setiap kelompok memiliki 5 mencit, dan
setiap mencit dihitung jumlah geliatnya dalam 20 menit dan data itu dimasukkan
kepada aplikasi R.

Pertamanya, dalam masing masing kelompok, ke5 mencit tersebut ditimbang satu
persatu.

Pada kelompok Paracetamol didapatkan hasil jumlah geliat sebagai berikut:

Paracetamol 5 menit 5 menit 5 menit 5 menit JUMLAH


pertama kedua ketiga keempat TOTAL
GELIAT

Mencit 1 0 6 17 6 29

Mencit 2 0 5 14 24 43

Mencit 3 3 6 20 25 54

Mencit 4 2 4 2 5 13

Mencit 5 0 2 5 15 22

Pada kelompok Natrium Diklofenak didapatkan hasil jumlah geliat sebagai berikut:

Natrium 5 menit 5 menit 5 menit 5 menit JUMLAH


pertama kedua ketiga keempat TOTAL
Diklofenak
GELIAT

Mencit 1 5 8 9 11 33

Mencit 2 3 3 1 2 9
Mencit 3 2 5 4 8 19

Mencit 4 3 7 14 12 36

Mencit 5 2 1 1 3 7

Pada kelompok Tramadol didapatkan hasil jumlah geliat sebagai berikut:

Tramadol 5 menit 5 menit 5 menit 5 menit JUMLAH


pertama kedua ketiga keempat TOTAL
GELIAT

Mencit 1 1 0 0 0 1

Mencit 2 1 0 1 0 1

Mencit 3 0 0 0 0 0

Mencit 4 0 0 1 0 1

Mencit 5 1 0 0 0 1

Pada kelompok Kontrol didapatkan hasil jumlah geliat sebagai berikut:

Kontrol 5 menit 5 menit 5 menit 5 menit JUMLAH


pertama kedua ketiga keempat TOTAL
GELIAT

Mencit 1 5 6 19 18 48

Mencit 2 5 15 16 22 58

Mencit 3 5 13 20 21 59
Mencit 4 6 10 20 22 58

Mencit 5 21 22 20 20 83

Sehingga dari data tersebut dihasilkan sebuah tabel pembanding antar obat
sebagai berikut:

Jumlah Geliat

Paracetamol 29 43 54 13 22

Na- 33 9 19 36 7
Dicofenak

Tramadol 1 2 0 1 1

Kontrol 38 58 59 58 83

4.2 Analisis Data

Setelah mendapatkan data, maka dilakukan perbandingan dengan menggunakan


aplikasi R untuk menemukan obat mana yang memiliki daya analgesik yang baling
baik.

Langkah pertama adalah memasukkan data yang sudah kita miliki.


Lalu, Untuk uji Distribusi, kita bisa menggunakan shapiro test

Lalu, saat di run akan keluar hasil sebagai berikut:


Dilihat dari hasil, maka data paracetamol, natrium diklofenak, tramadol, kontrol
hasil p-value diatas 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi
normal.

Setelah mendapatkan hasil dari uji distribusi, maka diinputkan data grup sehingga
ke empat data tersebut dapat dibandingkan

Setelah data tersebut di grupkan, maka paracetamol, na-dic, tramadol, dan kontrol
sudah dapat dibandingkan.

Perbandingan pertama adalah untuk menguji Homogenitas, uji homogenitas ini


menggunakan Bartlett test.

Sehingga keluar hasil sebagai berikut:


Dilihat dari hasil, maka data tersebut tidak homogen karena p-value tidak sesuai
yaitu dibawah 0,05.

Dapat disimpulkan bahwa percobaan ini termasuk mendapatkan hasil data yang
non-parametrik. Dikarenakan saat uji homogenitas, hasil yang keluar tidak sesuai
ketentuan.

Dikarenakan data non-parametric, maka untuk membandingkan ketiganya


menggunakan uji Dunntest dan Kruskal wallis.

Untuk dunntest, hasil yang keluar sebagai berikut:

Lalu untuk uji Kruskall Wallis,

Didapatkan hasil seperti berikut:


Dapat disimpulkan bahwa nadic-paracetamol hasilnya minus yang artinya kedua
obat tersebut tidak ada perbedaan yang signifikan dan hasil p.adj yang 1 membuat
nadic dan paracetamol obat yang baik.

Setelah uji data non-parametrik, kita bisa melihat kesignifikansian dari keempat
obat tersebut. Hal ini diuikan melalui Uji signifikan menggunakan Anova

Hasil dari uji anova

Setelah dilihat dari Pr(>F) yang hasilnya kurang dari 0,05 maka artinya ada
perbedaan yang sangat signifikan diantara ke4 obat tersebut.

Setelah itu melihat dari TukeyHSD untuk mencari tahu kelas mana yang
memberikan signifikansi paling tinggi
Dilihat dari keenam perbandingan data maka bisa dilihat bahwa ada perbandingan
perbedaan yang signifikan karena p adj di bawah 0,05, seperti contohnya tramadol
dan paracetamol yang signifikan, kontrol dan paracetamol, kontrol dan natrium
dicloffenak, serta kontrol dan tramadol. Sedangkan tramadol dan nadic serta nadic
dan paracetamol memiliki efek yang tidak signifikan.

Lalu untuk melihat kelas mana yang paling signifikan dilihat dari plot TukeyHSD

Dilihat dari grafik maka bisa dilihat bahwa nadic dan paracetamol tidak signifikan,
sedangkan tramadol dan paracetamol signifikan. Lalu kontrol dan paracetamol
tidak signifikan, tramadol dan nadic hampir signifikan, kontrol dan nadic tidak
signifikan dan kontrol dan tramadol tidak signifikan pula.

Lalu dilihat dari boxplot untuk melihat obat mana yang paling baik,
Dilihat dari boxplot, paracetamol dan natrium diclofenak adalah yang memiliki two
tails, sedangkan tramadol dan kontrol tidak memiliki two tails, hal ini menandakan
bahwa paracetamol dan natrium diklofenak adalah yang paling baik. namun, bila
ingin menemukan yang paling baik, jawabannya adalah paracetamol karena ia
memiliki two tails lebih panjang dan letaknya diatas daripada natrium diclofenak.
Natrium diclofenak memiliki tails yang pendek, namun area di dalam antara atas
dan bawah hampir sama, artinya natrium diclofenak juga baik.
BAB V

5.1 Pembahasan

Dalam pengujian untuk menentukan data merupakan data parametrik atau


tidak, menggunakan saphiro untuk uji distribusi dan bartlett untuk menguji
homogenitas. Ternyata, hasil yang didapatkan adalah non-parametrik. Karena data
merupakan data non-parametrik, maka menggunakan uji dunntest atau kruskall
wallis. Pada kruskall wallis, ternyata hasil yang didapatkan adalah

5.2 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Wisudanti, Dwi Dessie.2013. Farmakologi Dasar Obat Golongan NSAID (Non


Steroidal Anti Inflammatory Drugs). (online),
www.doktermuslimah.com/2013/02/obat-golongan-nsaid-non-steroidal-
anti.html

Tripathi,KD.2003.Essential of medical pharmacology.5th edition.New


Delhi:Jaypee

Schmitz,Gery;lepper;heidrich,Michael.2003.Farmakologi dan toksikologi.Edisi


3.Jakarta:EGC

Priyanto.2010.Farmakologi dasar untuk mahasiswa farmasi dan keperawatan.Edisi


2.Jakarta;LESKONFI

Katzung,G.1997.Basic and clinical pharmacology.Edisi 6.Jakarta;EGC Bagian


Farmakologi FK UI.1981.

Farmakologi dan terapi.Edisi 2.Jakarta;B. Farmako FK UI

Dwi, F.Y. 2010. Efek Samping Obat. Hilal Ahmar Jakarta


(http://swiperxapp.com/efek-samping-obat/)

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31341/4/Chapter%20II.pdf
(Paracetamol)

Stewart, M. Patient (2017). Tramadol for pain relief.


Mayo Clinic (2017). Drugs and Supplements. Tramadol (Oral Route).
http://www.nhs.uk/Conditions/Fibromyalgia/Pages/MedicineOverview

WebMD. Drugs & Medications. Tramadol HCL U.S. Food & Drug Administration
FDA (2017). Drugs - FDA Drug Safety Communication: FDA evaluating the risks
of using the pain medicine tramadol in children aged 17 and younger.
Drugs (2017). Tramadol.( https://www.alodokter.com/tramadol)
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62346/4/Chapter%20II.pdf (Na
Diklofenak)

Anda mungkin juga menyukai