Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Aqidah Ruhaniyah

Kata “‘aqidah” diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ar-rabth (ikatan), al
ibraam (pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat) asy-syaddu
biquwwah(pengikatan dengan kuat) at-tamaasuk (pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan).
Diantaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) al-jazmu (penetapan).
“Al-‘aqdu” (ikatan) lawan kata dari al-hallu (penguraian, pelepasan). Dan kata
tersebut diambil dari kata kerja: “ ‘ Aqadahu” “Ya’qiduhu” (pengikatnya), “’aqdan” (ikatan
sumpah), dan “’uqdatun nikah” (ikatan menikah) allah taala berfirman, : Allah tidk
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah),
tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja…’.(QS.al-
maidah: 89 ).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil
keputusan. Sedangkan pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan
dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada
rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id.
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah
aqidah; baik itu benar ataupun salah.
Pengertian aqidah secara istilah (terminologi) yaitu perkara yang wajib dibenarkan
oleh hati dan jiwa menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh
dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada
orang yang meyakininya. Dan harus sesuai dengan keyataannya; yang tidak menerima
keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh,
maka tidak dinamakan akidah. Dinamakan akidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas
hal tersebut.
Akidah ruhaniyyah (metafisis) yaitu meyakini, menjiwai, memahami, segala sesuatu
yang bersifat ghoib (tidak terdeteksi oleh panca indra).
Masalah-masalah dan prakara-prakara yang wajib bagi seorang muslim untuk
mengimaninya (mempercayainya) didalam kaitannya dengan akidah islam dimungkinkan
untuk dibagi kedalam 4 macam :
• Ketuhanan , yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan Allah SWT, baik itu nama-namaNya
dan juga sifat-sifatNya.
• Kenabian dan risalah, yaitu yang berkaitan dengan seputar para Rosul, Nabi-Nabi,
keunggulannya, sifat-sifatnya, mukjizat-mukjizatnya, dan juga kemaksumannya.
• Ruhaniyyah, yaitu yang berkaitan dengan alam yang tidak nampak secara kasat mata, seperti
adanya Malaikat, Jin, Syetan, dan ruh.
• Sam’ihyat, yaitu berita-berita dari alam ghoib yang tidak ada yang mengetahuinnya (kecuali
Allah) yang disebut dalam Al-Quran dan sunnah Nabi.
C. Urgensi Keimanan Kepada Alam Dan Makhluk Ghoib
Alam ghoib menyimpan rahasia tersendiri. Rahasia alam ghoib, ada yang Allah
khususkan untuk diri-Nya semata dan tidak diberitakan kepada seorang pun dari hamba-Nya,
sebagaimana dalam firman-Nya :
ِ ‫ظلُ َما‬
‫ت‬ ُ ‫ط ِم ْن َو َرقَ ٍة ِإ اَل يَ ْعلَ ُم َها َو ََل َحبا ٍة فِي‬ ُ ُ‫ب ََل يَ ْعلَ ُم َها ِإ اَل ه َُو ۚ َو َي ْعلَ ُم َما فِي ْالبَ ِر َو ْالبَ ْح ِر ۚ َو َما تَ ْسق‬
ِ ‫َو ِع ْندَهُ َمفَاتِ ُح ْالغَ ْي‬
‫ين‬ ٍ ‫ب َو ََل يَابِ ٍس إِ اَل ِفي ِكتَا‬
ٍ ِ‫ب ُمب‬ ٍ ‫ط‬ ْ ‫ض َو ََل َر‬ ِ ‫ْاْل َ ْر‬
Artinya : “ Dan hanya disisi Allah-lah semua yang ghaib. Tak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri , dan dia mengetahui apa yang ada didaratan dan dilautan, dan tiada
sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia menngetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir
bijipun dalam kegelapa bumi dan tidaklah ada sesuatu yang basah dan yang kering,
melainkan tertulis dalam kita yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Al-An’am : 59)
Tentang hal ini, Nabi Nuh as berkata, sebagaimana dalam firman-Nya :
‫ض‬ ٍ ‫س بِأَي ِ أ َ ْر‬ ٌ ‫س َماذَا تَ ْكسِبُ َغدًا َو َما تَد ِْري نَ ْف‬ ٌ ‫اْلر َح ِام َو َما تَد ِْري نَ ْف‬ َ ‫َّللاَ ِع ْندَهُ ِع ْل ُم الساا َع ِة َويُن َِز ُل ْالغَي‬
ْ ‫ْث َويَ ْعلَ ُم َما فِي‬ ‫إِ ان ا‬
‫تَ ُموتُ ِإ ان ا‬
ٌ ‫َّللاَ َع ِلي ٌم َخ ِب‬
‫ير‬
Artinya : “ sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya semata pengetahuan tentang (kapan
terjadinya) hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang bisa mengetahui (dengan pasti) apa yang dia
dapatkan di hari esok. Dan tiada seorang pun yang bisa mengetahui di bumi mana dia akan
mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Luqman : 34)
Hal ini sebagai mana yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu’alaihiwa sallam ketika ditanya
Malaikat Jibril tentang kapan terjadinya hari kiamat :
“………..termasuk dari lima perkara (ghoib) yang tidak diketahui kecuali oleh Allah
semata. Kemudian Nabi membaca ayat (dari surat Luqman tersebut)”. (HR. Al-Bukhari
dalam Shahih-nya no. 50, dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu)
Al-Iman Al-Qurtubi rahimahullahu berkata : “Berdasarkan hadist ini, tidak ada celah
sedikit pun bagi seorang pun untuk mengetahui (dengan pasti) salah satu dari lima perkara
(ghoib) tersebut. Dan Nabi telah menafsirkan firman Allah QS. Al-An’am: 59 (di atas)
dengan lima perkara ghoib (yang terdapat dalam QS. Luqman : 34) tersebut, sebagaimana
yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari”.
Diantara perkara ghoib, ada yang diberitakan Allah Subhanahuwa Ta’ala kepada para
Rasul yang diridhai-Nya, termasuk di antaranya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa
sallam. Allah berfirman :
(٢٦) ‫ُظ ِه ُر َعلَى َغ ْيبِ ِه أَ َحدًا‬ ْ ‫ب فَال ي‬ ِ ‫َعا ِل ُم ْالغَ ْي‬
(٢٧) ‫صدًا‬ ْ
َ ‫سو ٍل فَإِناهُ يَ ْسلُكُ ِم ْن بَي ِْن يَدَ ْي ِه َو ِم ْن خَل ِف ِه َر‬ ُ ‫ضى ِم ْن َر‬ َ َ ‫ارت‬
ْ ‫ِإَل َم ِن‬
Artinya : “(Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha Mengetahui perkara ghoib,
maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang perkara ghoib itu, kecuali yang
Dia ridhai dari kalangan Rasul”. (QS. Al-Jin : 26-27)

َ ‫ب َو ٰلَ ِك ان ا‬
‫َّللا‬ ِ ‫ُط ِل َع ُك ْم َع َلى ْالغَ ْي‬
ْ ‫َّللاُ ِلي‬
‫ب ۗ َو َما كَانَ ا‬ ‫يث ِمنَ ال ا‬
ِ ‫ط ِي‬ َ ‫َّللاُ ِل َيذَ َر ْال ُمؤْ ِمنِينَ َعلَ ٰى َما أ َ ْنت ُ ْم َع َل ْي ِه َحت ا ٰى َي ِميزَ ْال َخ ِب‬
‫َما َكانَ ا‬
َ ُ َ ُ ‫ا‬ ُ
‫س ِل ِه ۚ َوإِ ْن تؤْ ِمنُوا َوتَتقوا فَلك ْم أجْ ٌر َع ِظي ٌم‬ ‫آمنُوا بِ ا‬
ُ ‫اَّللِ َو ُر‬ ِ َ‫س ِل ِه َم ْن يَشَا ُء ۖ ف‬
ُ ‫يَجْ تَبِي ِم ْن ُر‬
Artinya : “Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian perkara-perkara
ghoib, akan tetapi Allah memilih siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara para Rasul-Nya”.
(QS. Ali Imran :179)
Maka dari itulah, perkara ghoib tidak mungkin diketahui secara pasti dan benar
kecuali dengan bersandar pada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya. Lalu bagaimanakah
dengan orang-orang yang mengaku mengetahui perkara ghoib tanpa bersandar kepada
keterangan dari keduanya?
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Barang siapa mengetahui bahwa
dirinya mengetahui perkara ghoib tanpa bersandar kepada keterangan dari Rasullullah
Sallallahu’alaihi wa sallam, maka dia adalah pendusta dalam pengakuannya tersebut”.
Apakah jin (setan) mengetahui perkara ghoib? Jawabannya adalah : Tidak. Jin tidak
mengerti perkara ghoib, sebagaimana yang Allah nyatakan :

َ ‫ت ْال ِج ُّن أَ ْن َل ْو كَانُوا َي ْعلَ ُمونَ ْالغَي‬


‫ْب‬ َ ‫ض ت َأ ْ ُك ُل ِم ْن‬
ِ ‫سأَتَهُ فَلَ اما خ اَر تَبَيا َن‬ ْ ُ‫ض ْينَا َعلَ ْي ِه ْال َم ْوتَ َما دَلا ُه ْم َعلَى َم ْوتِ ِه ِإَل دَاباة‬
ِ ‫اْلر‬ َ َ‫فَلَ اما ق‬
‫ين‬ ْ
ِ ‫ب ال ُم ِه‬ َ ْ ُ
ِ ‫َما لبِثوا فِي العَذا‬ َ
Artinya : “Mata tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang
menunjukkan kepada mereka (tentang kematiannya) itu kecuali rayap yang memakan
tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahukah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka
mengetahui perkara ghoib tantulah mereka tidak akan berada dalam kerja keras (untuk
Sulaiman) yang menghinakan”. (QS. Saba’ :14)
Adapun apa yang mereka beritakan kepada kawan-kawannya dari kalangan manusia
(dukun, paranormal, orang pintar, dll.) tentang perkara ghoib, maka itu semata-mata dari hasil
mencuri pendengaran di langit-langit. Sebagaimana firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala:
ٌ ‫( إَِل َم ِن ا ْست ََرقَ الس ْام َع فَأَتْبَ َعهُ ِش َهابٌ ُم ِب‬١٧) ‫ان َر ِج ٍيم‬
(١٨) ‫ين‬ ٍ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬ ْ ‫َو َح ِف‬
َ ‫ظنَاهَا ِم ْن ُك ِل‬

Artinya : “Dan Kamu menjaganya (langit) dan tiap-tiap setan yang terkutuk. Kecuali setan
yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan
api yang terang”. (QS.Al-Hijr:17-18)

D. Macam-macam Makhluk Ghoib


Allah membedakan atas alam ghoib (seperti Allah, malaikat, jin, surga, dan neraka)
dan alam tampak. Allah-lah yang paling mengetahui kedua alam tersebut.
‫الرحْ َمنُ ا‬
‫الر ِحي ُم‬ ‫ش َهادَةِ ه َُو ا‬ ‫ب َوال ا‬ ِ ‫َّللاُ الاذِي َل إِلَهَ إَِل ه َُو َعا ِل ُم ْالغَ ْي‬
‫ه َُو ا‬
Artinya : “Dialah Allah yang tidak ada ilah kecuali Dia, yang mengetahui yang ghoib dan
yang tampak”. (QS. Al-Hasyr : 22)
َ‫ض َوأ َ ْعلَ ُم َما ت ُ ْبدُون‬ ِ ‫اْلر‬ْ ‫ت َو‬ ِ ‫س َم َاوا‬ ‫ْب ال ا‬َ ‫قَا َل يَا آدَ ُم أ َ ْنبِئْ ُه ْم بِأ َ ْس َمائِ ِه ْم فَلَ اما أ َ ْنبَأ َ ُه ْم بِأ َ ْس َمائِ ِه ْم قَا َل أَلَ ْم أَقُ ْل لَ ُك ْم إِنِي أَ ْعلَ ُم َغي‬
َ‫َو َما ُك ْنت ُ ْم تَ ْكت ُ ُمون‬
Artinya : “Sesungguhnya Aku mengetahui segala yang ghoib di langit dan di bumi dan Aku
mengetahui apa yang kalian tampakkan dan apa yang kalian sembunyikan”. (QS. Al-Baqarah
: 33)
Kita harus beriman kepada yang ghoib. “Kitab ini tidak ada keraguan di dalamnya
sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang
ghoib….” (QS. Al-Baqarah : 2-3). Tetapi kita hanya bisa mengetahui yang ghoib secara benar
dengan cara ikhbari, yakni sejauh apa yang dikemukakan oleh Allah dan Rasul-Nya (al-
Quran dan as-Sunnah).
Alam ghoib yang diciptakan oleh Allah merupakan ujian bagi manusia selama ia
hidup di dunia. Manusia diuji apakah ketika di dunia dia beriman kepada Allah, Hari Akhir,
surga, neraka, pahala akhirat dan sebagainya – yang mana semuanya itu tidak tampak –
ataukah dia mengingkarinya.
1. Malaikat
Malaikat merupakan tentara-tentara Allah yang ditugaskan untuk urusan-urusan
tertentu. Diantara malaikat-malaikat Allah kita mengenal antara lain malaikat yang sepuluh,
delapan malaikat yang mengusung Arsy Allah.
ٌ‫ش َر ِبكَ فَ ْوقَ ُه ْم يَ ْو َمئِ ٍذ ثَ َمانِيَة‬ َ ‫َو ْال َملَكُ َعلَ ٰى أ َ ْر َجائِ َها ۚ َويَحْ ِم ُل َع ْر‬

Artinya : “Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan
orang malaikat menjunjung Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka”. (QS. Al-Haaqqah : 17)
Dan malaikat-malaikat yang ditugaskan untuk menolong orang-orang mukmin yang
sedang berjihad.
َ‫اب َل ُك ْم أَنِي ُم ِمدُّ ُك ْم بِأ َ ْلفٍ ِمنَ ْال َم َال ِئ َك ِة ُم ْر ِدفِين‬
َ ‫إِذْ ت َ ْست َ ِغيثُونَ َربا ُك ْم فَا ْست َ َج‬
Artinya : “Ingatlah, ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. (QS. Al-Anfal : 9)
Sifat-sifat Malaikat :
a. Memiliki 2 atau 3 sayap (QS Faathir : 1), kecuali jibril yang merupakan malaikat yang
paling besar – memiliki 600 atau 700 sayap (Shahih Al-Bukhari)
b. Suka berkumpul di majelis dzikir atau ilmu sembari memohonkan ampun bagi yang ada
disitu dan mengepak-ngepakkan sayap mereka sebagai tanda ridha.
c. Merupakan tentara-tentara Allah yang tidak pernah bermaksiat (membangkang) atas
perintah Allah kepada mereka dan senantiasa mengerjakan apa yang telah diperintahkan
Allah kepada mereka.
d. Tidak menikah, tidak makan, dan tidak minum.
e. Tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat patung-patung atau gambar-gambar
yang diharamkan.
f. Menyukai tempat-tempat yang bersih
Malaikat adalah makhluk ghoib yang diciptakan Allah dari cahaya, senantiasa
menyembah Allah, tidak pernah mendurhakai perintah Allah serta senantiasa melakukan apa
yang diperintahkan kepada mereka. Keimanan kepada malaikat mengandung 4 unsur, yaitu:
Pertama : Mengimani adanya malaikat.
Yaitu kepercayaan yang pasti tentang keberadaan para malaikat. Tidak seperti yang
dipahami oleh sebagian orang bahwa malaikat hanyalah sebuah ‘kata’ yang bermakna
konotasi yang berarti kebaikan atau semacamnya. Allah Ta’ala telah menyatakan keberadaan
mereka dalam firman-Nya yang artinya : “Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-
hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendaului-Nya dengan perkataan dan mereka
mengerjakan perintah-perintah-Nya”. (QS. Al-Anbiyaa’ : 26-27)
Kedua : Mengimani nama-nama malaikat telah yang kita ketahui, sedangkan malaikat yang
tidak diketahui namanya wajib kita imani secara global.
Di antara dalil yang menunjukkan banyaknya bilangan malaikat dan tidak ada yang
dapat menghitungnya kecuali Allah Ta’ala adalah sebuah hadits shahih yang berkaitan
dengan baitul makmur. Di dalam hadits tersebut Rasulullah Shallallau ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Sesungguhnya baitul makmur berada dilangit yang ketujuh setentang dengan
Ka’bah di bumi, setiap hari ada 70 ribu malaikat yang shalat di dalamnya kemudian apabila
mereka telah keluar maka tidak akan kembali lagi”. (HR. Bukhari & Muslim)
Ketiga : mengimami sifat-sifat malaikat yang kita ketahui.
Seperti misalnya sifat jibril, dimana Nabi mengabarkan bahwa
beliau Shallallahu’alaihi wa sallam pernah melihat jibril dalam sifat yang asli, yang ternyata
mempunyai enam ratus sayap yang dapat menutupi cakrawala (HR. Bukhari). Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah melihat
malaikat Jibril dalam bentuk aslinya yang mempunyai enam ratus sayap, setiap sayap
menutup ufuk, dari sayapnya berjatuhan berbagai warna, mutiara dan permata yang hanya
Allah sajalah yang mengetahui keindahannya”.
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa malaikat sayap dengan berbagai warna. Hal ini
menunjukkan kekuasaan Allah‘Azza wa Jalla dan memberitahukan bentuk Jibril
‘alaihissalam yang mempunyai enam ratus sayap, setiap sayap menutup ufuk. Kita tidak perlu
mempersoalkan bagaimana Rasullullah shallalluhu ‘alaihi wa sallam dapat melihat enam
ratus sayap dan bagaimana pula cara beliau menghitungnya? Padahal satu sayap saja dapat
menutupi ufuk? Kita jawab: “Selagi hadits tersebut shahih dan para ulama menshahihkan
sanadnya maka kita tidak membahas mengenai kaifiyat (bagaimananya), karena Allah Maha
Kuasa untuk memperlihatkan kepada Nabi-Nya Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam hal-
hal yang tidak dapat dibayangkan dan dicerna oleh akal fikiran”.
Allah ta’ala menceritakan bahwa sayap yang dimiliki malaikat memiliki jumlah
bilangan yang berbeda-beda.
Artinya : “Segala puji bagi Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat
sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap,
masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Faathir:1)
Sifat malaikat yang lain adalah terkadang malaikat itu dengan kekuasaan Allah bisa
berubah bentuk menjadi manusia, sebagaimana yang terjadi pada Jibril saat Allah
mengutusnya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajarkan pada manusia
apa itu Islam, Iman dan Ihsan. Demikian juga dengan para malaikat yang diutus oleh Allah
kepada Ibrahim dan Luth ‘Alaihiwasallam, mereka semua datang dalam bentuk manusia.
Para malaikat adalah hamba-hamba Allah yang senantiasa mentaati apa yang diperintahkan
oleh Allah dan tidak pernah mendurhakai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keempat: mengimani dengan apa yang kita ketahui tentang pekerjaan-pekerjaan malaikat.
Kita mengimani dengan apa yang kita ketahui tentang pekerjaan-pekerjaan mereka
yang mereka tunaikan berdasarkan perintah Allah Ta’ala, seperti bertasbih (mensucikan
Allah) dan beribadah kepada-Nya tanpa kenal lelah dan tanpa pernah berhenti. Di antara para
malaikat, ada yang memiliki tugas khusus, misalnya:
1. Jibril ‘alaihissalam yang ditugasi menyampaikan wahyu dari Allah kepada para Rasul-
Nya ‘alaihimussalam.
2. Mikail yang ditugasi menurunkan hujan dan menyebarkannya.
3. Israfil yang ditugasi meniup sangkakala.
4. Malaikat Maut yang ditugasi mencabut nyawa. Dalam beberapa atsarada disebutkan bahwa
malaikat maut bernama Izrail, namun atsar tersebut tidak shahih. Nama yang benar adalah
Malaikat Maut sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala yang artinya:
“Katakanlah: Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan
kamu”. (QS. As-sajdah:11)
5. Yang ditugasi menjaga amal perbuatan hamba dan mencatatnya, perbuatan yang baik maupun
yang buruk, mereka adalah para malaikat pencatat yang mulia. Adapun penanaman malaikat
Raqib dan ‘Atid juga tidak memiliki dasar dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka kita
menanamkan malaikat sesuai dengan apa yang telah Allah namakan bagi mereka.
6. Yang ditugasi menjaga hamba pada waktu bermukim atau bepergian, waktu tidur atau ketika
jaga dan pada semua keadaannya, mereka adalah Al-Mu’aqqibat.
7. Para malaikat penjaga surga. Ridwan merupakan pemimpin para malaikat di surga (apabila
hadits tentang hal itu memang sah).
8. Sembilan belas malaikat yang merupakan pemimpin para malaikat penjaga neraka dan
permukaannya adalah malaikat Malik.
9. Para malaikat yang diserahi untuk mengatur janin di dalam rahim. Jika seorang hamba telah
sempurna empat bulan di dalam perut ibunya, maka Allah Ta’ala mengutus seorang malaikat
kepadanya dan memerintahkannya untuk menulis rezekinya, ajalnya, amalnya dan sesangsara
atau bahagianya.
10. Para malaikat yang diserahi untuk menanyai mayit ketika telah diletakkan di dalam
kuburnya. Ketika itu, dua malaikat mendatanginya untuk menanyakan kepadanya
tentang Rabb-Nya,agamanya dan nabinya.
Kesalahan-kesalahan

Terdapat kesalahan-kesalahan yang merusak keimanan kepada malaikat. Bahkan bisa


jadi kesalahan itu membawa kepada kekufuran –na’udzu billahi min dzalik-. Oleh karena
itulah, kita berlindung kepada Allah agar tidak terjatuh dalam kesalahan tersebut. Beberapa
kesalahan yang ada adalah:
1.Mengatakan bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah. Sungguh inilah yang juga
dikatakan kaum musyirikin. Maha Suci Allah dari anggapan ini. Hal ini terdapat dalam
firman-Nya, yang artinya, “Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha
Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai”.(QS. An-Nahl : 57)
2.Beribadah kepada para malaikat. Padahal jika mereka mau merenungi ayat-ayat Al-Qur’an,
akan jelas ditemukan bahwa para malaikat itu sendiri hanya menyembah kepada Allah
semata. Walaupun mereka diberi berbagai kelebihan oleh Allah, mereka tetaplah makhluk
Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi
Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan
hanya kepada-Nya lah mereka bersujud”.
3. Menanamkan para malaikat dengan nama-nama yang tidak ditetapkan oleh Allah Ta’ala dalam
Al-Qur’an dan tidak disampaikan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam.Seperti
misalnya menanamkan malaikat maut dengan nama Izroil, malaikat pencatat amal dengan
nama Roqib dan Atid.
4. Mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah pembantu Allah. Maha Suci Allah dari perkataan
seperti ini. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia-lah yang menciptakan para malaikat
tersebut. Dan segala makhluk yang diciptakan Allah adalah membutuhkan Allah. Malaikat-
malaikat tersebut pun melaksanakan tugas-tugasnya karena diperintah oleh Allah dan diberi
kemampuan untuk melaksanakannya. Kesalahan anggapan ini adalah termasuk dari kesalahan
pemahaman karena menyamakan Allah dengan makhluk, dalam hal ini adalah menyamakan
Allah dengan kondisi para raja yang membutuhkan pembantu-pembantu untuk melaksanakan
pekerjaannya. Dan ini termasuk dalam hakikat kesyirikan, -na’udzubillah mindzalik-.

Buah keimanan kepada malaikat

Beriman kepada para malaikat memiliki pengaruh yang agung dalam kehidupan setiap
mukmin, di antaranya dapat kita sebutkan:
1. Mengetahui keagungan, kekuatan serta kesempurnaan kekuasaan-Nya. Sebab keagungan
(sesuatu) yang diciptakan (makhluk) menunjukan keagungan yang menciptakan (al-Khaliq).
Dengan demikian akan menambah pengagungan dan pemuliaan seorang mukmin kepada
Allah, dimana Allah menciptakan para malaikat dari cahaya dan diberi-Nya sayap-sayap.
2. Senantiasa istiqomah (meneguhkan pendirian) dalam menaati Allah Ta’ala. Karena
barangsiapa beriman bahwa para malaikat itu mencatat semua amal perbuatannya, maka ini
menjadikannya semakin takut kepada Allah, sehingga ia tidak akan berbuat maksiat kepada-
Nya, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.
3.Bersabar dalam menaati Allah serta merasakan ketenangan dan kedamaian. Karena sebagai
seorang mukmin ia yakin bahwa bersamanya dalam alam yang luas ini ada ribuan malaikat
yang menaati Allah dengan sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurnanya.
4.Bersyukur kepada Allah atas perlindungan-Nya kepada anak Adam, dimana ia menjadikan
sebagian dari para malaikat sebagai penjaga mereka.
5. Waspada bahwa dunia ini adalah fana dan tidak kekal, yakni ketika ia ingat Malaikat Maut
yang suatu ketika akan diperintahkan untuk mencabut nyawanya. Karena itu, ia akan semakin
rajin mempersiapkan diri menghadapi hari Akhir dengan beriman dan beramal shalih.

2. Jin
Jin dan manusia yang dua makhluk Allah yang dibebani dengan syariat agama, sehingga
dikenal pahala dan siksa. Semua jin bisa meninggal dunia kecuali Iblis dan keturunannya
yang ditangguhkan kematiannya sampai Hari Kiamat. Iblis dahulunya juga jin tetapi setelah
menolak sujud kepada Adam atas perintah Allah, ia beserta keturunannya dilaknat oleh Allah.
Jadi Iblis dan keturunnannya kafir seluruhnya, berbeda dengan jin yang terdiri atas mukmin
dan kafir. Jin yang kafir ini sering juga disebut sebagai syaithan karena memiliki sifat yang
serupa. Di samping itu, istilah syaithan juga dipakai untuk manusia yang memiliki sifat-sifat
syaithan. Adapun jin yang muslim, sebagaimana manusia, ada yang benar-benar taat dan ada
pula yang suka berbuat maksiat.
Jin juga menikah, makan, dan minum. Keduanya tinggal di alam yang tidak terlihat
oleh manusia, tetapi mereka bisa melihat manusia. Tetapi jika mereka menampakkan diri di
alam tampak dalam wujud alam tampak maka manusia bisa melihat mereka.
Syaithan dan jin yang ingkar menyukai tempat-tempat yang kotor dan juga rumah-
rumah yang tidak dibacakan Al-Qur’an di dalamnya dan rumah-rumah yang penghuninya
tidak pernah berdzikir kepada Allah.
Fakta mengungkapkan adanya dua khutubextreme dalam mensikapi masalh jin.
Sebagian orang tidak mengambil perhatian bahkan tidak mau tahu. Di sisi lain, terdapat pula
sebagian orang yang tersesat dalam kemusyrikan karena salah dalam memahami masalah
ini,naudzubillahi min dzalik. Padahal kita yakin bahwa Islam adalah agama yang moderat
dancomprehensive. Bagaimana sebenarnya Islam mengatur tentang alam ghoib dan jin?
Ada tiga point penting dalam pembahasan dalam materi ini.
Pertama, sebagai seorang musllim, kitra harus beriman kepada yang ghoib seperti
meyakini adanya jin dan syaithan, percaya akan kabar-kabar yang akan dan telah terjadi di
dalm Al-Qur’an. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalm QS. Al-Baqarah ayat 3
tentang kewajiban untuk beriman kepada yang ghoib. Dalam ayat tersebut jukga
menggandngkan antara sholat dengan kepercayaan terhadap makhluk ghoib.
kedua, seorang muslim harus beriman kepada takdir, baik maupun buruk. Misalnya,
apabila ada gangguan jin yang menimpa seorang muslim, maka harus dipercayai sebagai
takdir.
Ketiga,seorang muslim harus selalu berusaha untuk bersabar dalam menjalani
takdir.
Takut kepada jin? Jangan pernah merasa takut kepada setan dan jin. Dalam QS. Al-
A’rof ayat 27 dikatakan bahwa setan tidak ada yang benar, dia selalu berkhianat dan
membawa kesesatan. Hanya orang yang tidak berimanlah yang menjadikan setan dan jin
sebagai pemimpin. Allah telah menciptakan manusia sebagai ciptaan yang paling mulia dia
antara makhluk yang lain sebagaimana dalam QS. Al-Isro ayat 70. Abu Bakar Al Jaziri
berkata bahwa sesungguhnya jika terdapat jin yang paling sholih dalam golongan jin, maka
manusia lebih mulia daripada dia. Sehingga kita tidak boleh takut kepada jin, menghormati
jin bahkan meminta perlindungan kepada jin (QS. Al-Jin ayat 6), naudzubillahi min
dzalik. Kita sering menyaksikan di masayarakat, misalnya ketika melewati jembatan yang
konon “ada yang menunggu” , maka pengemudi akan membunyikan klakson terlebih dahulu
agar tidak diganggu. Nah, praktik seperti ini adalah tidak ada syariatnya. Hal ini merupakan
bagian dari penghormatan terhadap jin. Padahal, semakin jin dihormati maka dia akan
menjadi semakin besar kepala.

Apa yang dimaksud dengan Jin?


Kata jin berasal dari jana-yajinu yang berarti sesuatu yang terhalang.
Disebut janah yaitu surga yang ditutupi oleh pohon yang rindang. Tameng atau alat
pelindung orang yang berperang disebut jina. Orang gila disebut majnun yang artinya akal
pikiran telah tertutup. Asal usul jin sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hijr ayat 26-27
bahwa jin diciptakan dari api yang sangat panas. Seorang muslim tidak akan pernah dapat
melihat jin dalam rupa aslinya kecuali jin tersebut menjelma dalam bentuk manusia maupun
binatang.
Jin hidup pula seperti manusia, yaitu berkabilah maupun bersuku-suku. Jin terdiri
dari tiga jenis:
Pertama,jin dari bangsa yang terbang di luar angkasa. Ini merupakan jin yang
tertinggi pangkatnya yang sering mencuri berita dari langit. Mereka biasanya bersekutu
dengan tukang sihir.
Kedua,jin dari kelompok ular dan anjing. Mereka biasanya berwarna hitam.Jin dalam
wujud ular dahulu ada pada zaman Rasulullah SAW.Apabila melihat ular maupun anjing kita
tidak boleh membunuhnya secara langsung.Kita diperintahkan untuk mengusirnya terlebih
dahulu dengan menyebut asma Allah sebanyak tiga kali, baru kemudian membunuhnya
apabila binatang tersebut tidak mau pergi.
Ketiga,jin dari kelompok berkaki dua dan berkaki empat. Misalnya jin yang berwujud
manusia. Sahabat nabi, Abu Hurairan pernah suatu ketika didatangi oleh jin yang berwujud
orang tua. Jin tersebut mencuri di baitul mal, pergi selama berkali-kali kemudian
ditangkap.Jin tersebut juga mengajari ayat kursi kepada Abu Hurairan. Para ulama
menyepakati tentang diperbolehkannya menerima ajaran jin tersebut, karena mengandung
kebaikan.
Dalam QS.Az-Zariyat ayat 56 dan QS.Al-Ahqaf ayat 29 dikatakan bahwa
diciptakannya jin adalah untuk beribadah kepada Allah. Apakah antara jin dan manusia dapat
melakukan perkawinan ?Ibnu Taimiyah berkata bahwa keduanya dapat berkawin dan
memiliki keturunan. Para ulama juga bersepakat bahwa keduanya dapat terjadi perkawinan
antara jin dan manusia.

Dimanakah tempat tinggal jin?


Pertama, tanah lapang, lembah-lembah dan lereng-lereng.Kita tidak boleh membiarkan tanah
kosong yang tidak ditempati sebagai tempat bermain anak-anak.
Kedua, tempat sampah dan tempat yang terdapat makanan.
Ketiga, tandas dan tempat berwudhu.
Keempat, tanah-tanah yang retak, lubang-lubang maupun gua.
Kelima, tinggal bersama manusia di rumah.
Keenam, kandang onta sebagaimana sebuah hadits yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW
melarang sholat di kandang onta.
Ketujuh, tempat yang ditinggal oleh tuannya.
Delapan, kuburan sebagaimana hadits yang mengatakan bahwa semua tempat di bumi ini
adalah suci kecuali kuburan dan kamar mandi.
Sembilan, di pasar-pasar.Terdapat sebuah hadits yang melarang kita untuk menjadi orang
pertama dalam pasar dan melarang menjadi orang terakhir yang berada di pasar.

E. Implementasi Keimanan Kepada Makhluk Ghoib


Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Agama sempurna dan penyempurna bagi
ajaran para Nabi sebelum Nabi MuhammadShallallahu’alaihi wa sallam, agama yang telah
memadukan antara konsep keilmuan yang benar dengan konsep keimanan yang lurus.
Keilmuan yang berasaskan keimanan, dan keimanan yang ditunjang oleh keilmuan.
Adapun keilmuan semata tanpa memperdulikan norma-norma keimanan, maka
kesudahannya adalah kebinasaan, sebagaimana halnya orang-orang Yahudi dan yang
sejenisnya.Demikian pula keimanan (termasuk di dalamnya amalan) semata tanpa
memperdulikan keilmuan, kesudahannya adalah kesesatan, sebagaimana halnya orang-orang
Nashrani dan yang sejenisnya.Perpaduan antara dua konsep inilah yang menjadikan Islam
sebagai agama wasathan (adil dan pilihan) dan bersih dari segala bentuk sikap berlebihan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:”Oleh karena itu, di antara para imam penulis
kitab hadits yang menggunakan metode penyusunan berdasarkan babnya, ada yang melulai
penyusunannya dengan (menyebutkan hadits-hadits tentang) pokok keilmuan dan keimanan.
Sebagaimana yang dilakukan Al-Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya, yang mana
beliau memulainya dengan Kitab Bad’il Wahyi (awal mula turunnya wahyu); yang merinci
tentang kondisi turunnya ilmu dan iman kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam,
kemudian mengiringinya denganKitabul Iman yang merupakan asas keyakinan terhadap apa
yang dibawa Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam, setelah itu diiringi dengan Kitabul
Ilmi yang merupakan perangkat untuk mengenal apa yang dibawa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam, demikianlah tertib penyusunan yang hakiki. Begitu pula Al-
Imam Abu Muhammad Ad-Darimi…”.
Alam ghoib ibarat alam yang gelap gurita, sedangkan al-Qur’an dan hadits
Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam ibarat dua cahaya yang terang benderang. Dengan dua
cahaya itulah berbagai peristiwa dan kejadian di alam ghoib tersebut menjadi jelas dan
terang. Atas dasar itulah, setiap pribadi muslim wajib untuk mengembalikannya kepada
firman Allah (al-Qur’an) dan petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam (al-Hadits).
Bila demikian, berarti semua perkara ghoib haruslah ditimbang dengan timbangan
Islam yaitu; al-Qur’an dan al-Hadits dengan pemahaman para shahabat
Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Jika perkara ghoib (baca: yang dianggap ghoib) ternyata
tidak ada keterangannya di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, maka keberadaannya tidak boleh
diimani dan diyakini. Dan jika perkaraghoib tersebut diterangkan di dalam al-Qur’an dan al-
Hadits, baik berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di masa lampau maupun di masa datang,
serta berbagai keadaan di akhirat, maka keberadaannya harus diimani dan diyakini, walaupun
pandangan mata dan akal kita tidak menjangkaunya.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata: “Iman kepada perkara ghoib ini
mencakup keimanan kepada semua yang Allah Subhanahuwa Ta’ala dan Rasul-Nya
Shallallahu’alaihi wa sallam beritakan dari peristiwa-peristiwa ghoib di masa lampau dan di
masa yang akan datang, bebagai keadaan di hari kiamat, dan tentang hakekat sifat-sifat
Allah Subhanahu wa Ta’ala”.

Beriman dengan (adanya) perkara ghoib yang diberitakan Allah Subhanahu wa


Ta’aladan Rasul-Nya merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa. Sedangkan tidak
beriman dengan perkataghoib tersebut merupakan ciri orang kafir atau ahli bid’ah.
AllahSubhanahu wa Ta’alaberfirman:

Artinya: “Alif laam miim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa.(Yaitu) mereka yang beriman kepada perkara ghoib, yang mendirikan
shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka”. (QS. Al-
Baqarah : 1-3)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Hakikat iman adalah
keyakinan yang sempurna terhadap semua yang diberitakan para Rasul, yang mencakup
ketundukan anggota tubuh kepadanya. Iman yang dimaksud disini bukanlah yang berkaitan
dengan perkara yang bisa dijangkau panca indera, karena dalam perkara yang seperti ini tidak
berbeda antara muslim dengan kafir. Akan tetapi permasalahannya berkaitan dengan
perkara ghoibyang tidak bisa kita lihat dan saksikan (saat ini). Kita mengimaninya, karena
(adanya) berita yang datang dari AllahSubhanahu wa Ta’ala dan Rasul-
Nya Shallallahu’alaihi wa sallam. Inilah keimanan yang membedakan antara muslim dengan
kafir, yang mengandung kemurnian iman kepada Allah dan Rasul-NyaShallallahu’alaihi wa
sallam. Maka seorang mukmin (wajib) mengimani semua yang diberitakan Allah dan Rasul-
Nya baik yang dapat disaksikan oleh panca inderanya maupun yang tidak dapat
disaksikannya.Baik yang dapat dijangkau oleh akal dan nalarnya maupun yang tidak dapat
dijangkaunya. Hal ini berbeda dengan kaum zanadiqah (yang menampakkan keislaman dan
menyembunyikan kekafiran) dan para pendusta perkara ghoib (yang telah diberitakan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-NyaShallallahu’alaihi wa sallam). Dikarenakan
akalnya yang bodoh lagi dangkal serta jangkauan ilmunya yang pendek. Maka rusaklah akal-
akal (pemikiran) mereka itu, dan bersihlah akal-akal (pemikiran) kaum mukminin yang selalu
berpegang dengan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala”.
Al-Iman Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullahu berkata: “(Setiap muslim,-pen)
wajib beriman kepada semua yang diberitakan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dan apa
yang dinukil secara shahih dari beliau Shallallahu’alaihi wa sallam, baik perkara tersebut
dapat dilihat mata maupun yang bersifat ghoib. Kita mengetahui (baca; meyakini) bahwa
semua itu benar, baik yang dapat dijangkau akal maupun yang tidak bisa dijangkau dan tidak
dimengerti hakikat maknanya”.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Berbagai macam berita
yang diriwayatkan secara shahih dari NabiShallallahu’alaihi wa sallam maka benar
keberadaannya dan wajib dipercayai, baik dapat dirasakan oleh panca indera kita maupun
yang bersifat ghoib,baik yang dapat dijangkau oleh akal kita maupun yang tidak”.
Demikianlah manhaj(prinsip) yang benar di dalam menyikapi alam ghoib dan
berbagai peristiwanya. Siapa saja yang berprinsip dengannya, maka dia beruntung dan berada
di atas jalan yang lurus. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Artinya: “Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi
wa sallam), memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”.(QS. Al-
A’raf : 157)
Dari bahasa di atas dapatlah diambil pelajaran bagi kaum muslimin bahwa:
1.Setiap muslim wajib beriman dengan (adanya) alam ghoib dan semua peristiwanya yang
diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Baik yang dapat dijangkau oleh akal
dan panca indera maupun yang tidak
2. Mengedepankan akal dalam permasalahan semacam ini merupakan pangkal kesehatan.
3. Setiap muslim wajib memahami berita yang datang dari AllahSubhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya tentang alam ghoib dan peristiwanya, dengan pemahaman Rasulullah, para
shahabat Rasulullah (as-salafush shalih), karena dia merupakan jalan yang lurus. Dan tidak
dengan pemahaman ahli, filsafat, atheis sufi, dan bahkan atheis dahriyyah yang menyesatkan.

Anda mungkin juga menyukai