Anda di halaman 1dari 3

Tolong!!! Kabut Asap Ini Membinasakan Kami.

Negara kami adalah negara yang cukup makmur dimana perekonomian dan kehidupan sosial
masyarakatnya sangat bagus. Rakyat pun hidup dengan normal dan tenang. Pemerintahan dan
parlemen kami ditempati oleh orang orang bijaksana dan baik serta sangat mementingkan
kepentingan publik, meskipun sebagian masih ada oknum-oknum yang haus kekuasaan dan masih
mementingkan urusan pribadi. Tidak ada konfik antara masyarakat golongan kaya, Menengah dan
miskin. Kehidupan dan aktivitas masyarakat berjalan damai dan teratur. Namun semua berubah
semenjak kabut asap misterius kemudian muncul dan melanda seluruh wilayah di negara kami.

Awalnya kemunculan kabut asap tersebut bukanlah menjadi masalah besar di negara kami,
karena hanya kabut asap tipis yang diklaim pemerintah muncul karena efek kebakaran hutan yang
akan segera di padamkan oleh masyarakat pemerintah. Namun, anehnya sampai sekarang kabut asap
ini tak kunjung hilang. Lambat laun, kabut asap ini menjadi semakin tebal dan menyebabkan masalah
besar yang cukup mengganggu kehidupan kami sehari hari. Selain mengurangi dan mengganggu jarak
pandang, kabut ini juga mulai memberi efek mengganggu pernafasan jika terlalu lama dihirup atau
beraktifitas diluar rumah tanpa masker udara ataupun tabung tabung oksigen bersih. Pemerintah
mengatakan bahwa kebakaran hutan telah diselesaikan, namun masih belum menemukan penyebab
kenapa kabut asap terus terus muncul dan semakin tebal serta mengandung zat zat beracun jika
dikonsumsi terlalu banyak oleh manusia. Pemerintah yang belum juga menemukan titik terang
penyebab masalah ini, berusaha meredam kepanikan masyarakat dengan terus membagikan masker
dan tabung oksigen gratis ke masyarakat.

Tak terasa tepat hari ini setahun sudah kami terperangkap oleh kabut misterius ini. Seluruh
hutan sudah habis terbakar. Tidak ada lagi lahan terbakar karena semua sudah rata dengan tanah.
Tetap tak ada perubahan, kami tidak tahu sekarang apakah diluar masih pagi atau sudah malam hari,
semua tak ada bedanya. Kami pun sudah lupa bagaimana silaunya mata ini bila terkena sinar matahari.
Kami juga sudah lupa bagaimana gemetarnya tubuh ketika diguyur air hujan. Hujan sudah tidak turun
selama setahun ini.

Aku lama sudah berhenti bekerja. Tepatnya 3 bulan setelah kabut asap ini melanda.
Perusahaan tempatku bekerja telah ditutup. Bukan karena bangkrut, tetapi karyawannya yang tidak
sanggup bekerja lagi karena terpapar kabu asap.

Sungguh aneh, lama kelamaan kabut asap ini mulai menakutkan. Efek dari kabut kini berubah
menjadi sangat mengerikan. Dimulai dari sesak nafas yang timbul lima menit setelah terpapar, tak
beberapa lama kemudian ujung ujung jari mulai membiru, pembuluh darah menyempit, lalu timbul
benjolan benjolan yang berisi nanah disekujur tubuh, sepuluh menit kemudian terjadi muntah darah
secara massif dari hidung dan rongga mulut. Dalam setengah jam akhirnya kulit di seluruh tubuh lalu
mengelupas dan dengan darah segar yang terus mengalir hingga korban meninggal dunia.

Pemerintah sepertinya sudah menyerah untuk menemukan penyebab munculnya kabut asap
ini sehingga lebih memilih untuk menghimbau masyarakat untuk berhenti total melakukan kegiatan
diluar rumah agar tidak terhirup kabut asap beracun tersebut. Semua kegiatan di negara kami kini
lumpuh total. Pemerintahan, perekonomian, sekolah- sekolah, bahkan semua kegiatan di luar rumah
ditiadakan. Semua orang memilih untuk berdiam diri di dalam rumah dan berusaha menutup seluruh
ruang udara agar kabut asap tidak masuk ke dalam rumah.
Negara kini kacau, korban berjatuhan, persediaan makanan semakin menipis dan orang orang
kini mulai bersikap saling tak peduli dan hanya memikirkan keluarga dan dirinya sendiri. Rumah sakit
sudah lama tutup dan tidak beroperasi karena mereka tidak sanggup lagi bekerja di luar rumah.

Rakyat golongan atas mulai memonopoli persediaan tabung tabung oksigen dan bahan
makanan. Rakyat miskin yang tidak mempunyai apa apa hanya menungggu ajal menjemput mereka.
Dan rakyat golongan menengah yang hanya mampu berusaha bertahan dengan sisa-sisa tabung
oksigen dan sedikit bahan makanan yang tersisa. Pemerintahan kami sudah lumpuh, dan sedihnya
tidak ada satupun negara atau wilayah lain yang mau membantu kami. Negara kami seolah-olah
terisolasi dan tidak dapat melakukan kontak dengan negara jiran. Negara kami benar benar seperti
wilayah mati.

Kami sudah pasrah dan menyerah. Mengurung diri di rumah dan keluar sesekali untuk mencari
dan mengais bahan bahan yang bisa kami makan. Masyarakat mulai menggila dan membuang rasa
kemanusiaanya. Mereka bahkan saling membunuh anggota keluarganya untuk menghemat oksigen
dan makanan yang tersisa. Secara brutal menyerang dan membunuh tanpa kenal rasa kasihan bahkan
saling memakan untuk bertahan hidup.

Lambat laun, entah sudah berapa lama aku dan keluargaku berada di dalam ruangan ini, yang
tepatnya adalah bunker bawah tanah peninggalan kakek buyutku. Kami adalah keluarga yang
berisikan aku sang ayah, dan istriku dengan kedua anak kami, serta kedua orang tuaku. Kami yang
memilih bersembunyi di bunker dibawah tanah, lama kelamaan tidak mendengar adanya suara
kekacauan yang disebabkan oleh teriakan saling menyerang, merampok bahkan membunuh.

Keluargaku mulai kehabisan bahan makanan dan oksigen yang menipis. Suatu malam aku
terbangun dan memikirkan masa depan kami. Aku melihat kedua orang tuaku yang sangat tua, kurus
dan mulai sulit bernafas karena menipisnya oksigen. Aku juga melihat bahan makanan kami yang
mungkin hanya bisa bertahan untuk 2 hari kedepan. Secara bergantian aku melihat bahan makanan
dan kedua orang tuaku. Niat gilaku tanpa sadar muncul. Haruskah kubunuh kedua orang tua yang
mungkin tidak akan mampu bertahan hidup hingga besok ini untuk kujadikan bahan makananku dan
kedua anak ku ini.

Tak beberapa lama, aku membangunkan istriku dan berbicara tentang rencanaku. Istriku
hanya pasrah dan menyetujui rencana gilaku. Akhirnya, waktu dinihari aku mengajak kedua orang
tuaku ke luar bunker, mereka yang sudah sangat lemah itu langsung tak berdaya begitu kutebas
dengan parang dan organ tubuhnya kupotong-potong kecil untuk kujadikan bahan makanan untuk
istri dan anak-anak ku. Ketika kedua anakku bertanya dimana kakek dan neneknya, aku hanya bisa
menjawab jika mereka tadi malam telah meninggal dan kukubur diatas sana.

Sekarang kami masih disini, seminggu sudah sejak kumakan daging ayah dan ibuku. Kulihat
kami sudah kehabisan makanan, anak-anakku mulai sakit sakitan. Entah karena sedikit kabut asap ini
telah masuk ke bunker atau karena efek memakan daging orang tuaku yang mungkin saja sudah
tercemar oleh kabut asap ketika kami berada diluar bunker.

Mulailah timbulan benjolan di sekujur tubuhku dan istriku. Aku hanya bisa menangis ketika
melihat kedua anak kami meninggal sesaat kemudian. Aku hanya tersenyum memegang erat mayat
kedua anakku dan istri tercintaku ketika darah terus mengalir dari lukaku yang menganga lebar.
Setidaknya aku masih berusaha bertahan hingga sejauh ini, jika seseorang menemukan surat
ini berarti aku sudah musnah beserta seluruh manusia di negara ini. di detik- detik akhir hidupku aku
sadar, mungkin Tuhan murka dan sengaja menurunkan kabut asap itu untuk membinasakan kami
dengan cara yang mengerikan guna mengurangi populasi manusia-manusia biadab yang hidupnya
hanya merusak alam ini.

Anda mungkin juga menyukai