Anda di halaman 1dari 16

REFARAT Kamis, 30 Mei 2019

ILMU KEDOKTERAN JIWA


EPILEPSI DENGAN GANGGUAN PSIKOTIK

Pembimbing :
dr. Nauli Aulia Lubis, M.Ked (KJ) Sp.KJ

Disusun Oleh :

MUHAMMAD FIKRI (1808320073)

ELVIZA LISMI ADYANI (1808320053)

FITRI DYANA SIAGIAN (1808320054)

ZAKIYAH DARAJAT MUNTHE (1808320064)

UTARI SEPTIA DHARMA (1808320066)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

RSUD DELI SERDANG

LUBUK PAKAM

2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat yang
telah dilimpahkan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan refarat dengan judul
“ Epilepsi dengan Gangguan Psikosis”.

Penulis menyadari bahwa refarat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan dari semua pihak.

Selesainya refarat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini kami dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut
memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan refarat ini, terutama kepada yang saya hormati:

1. dr. Nauli Aulia Lubis, M.Ked (KJ), Sp.KJ


2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan refarat ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Kami berharap Allah SWT membalas semua kebaikan dari semua pihak.
Semoga refarat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan memberikan informasi
bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Lubuk Pakam, 30 Mei 2019

(Penulis)

2
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 Latar belakang.................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 6


2.1 Definisi epilepsi.................................................................................. 6
2.2 Etiologi epilepsi.................................................................................. 7
2.3 Definisi Gangguan Psikotik................................................................ 7
2.4 Etiologi Gangguan Psikotik................................................................ 7
2.5 Definisi Epilepsi dengan Gangguan Psikotik..................................... 8
2.6 Epidemiologi Epilepsi dengan Psikotik.............................................. 8
2.7 Klasifikasi Epilepso dengan Gangguan Psikotik................................ 9
2.8 Patofisiologi Epilepsi dengan Psikotik............................................... 10
2.9 Gambaran Klinis Epilepsi dengan Psikotik........................................ 10
2.10 Penatalaksanaan Epilepsi dengan Psikotik......................................... 12
2.11 Prognosis Epilepsi dengan Psikotik.................................................... 13

BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 14


3.1. Kesimpulan.......................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 15

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan


untuk menimbulkan bangkitan epilepsi yang terus menerus, yang berdampak pada
neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Syarat terjadinya minimal 1 kali
bangkitan epilepsy. Bangkitan epilepsi adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat
sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.

Menurut WHO tahun 2012 diduga terdapat sekitar 50 juta orang


terkena epilepsi. Populasi epilepsi aktif (penderita dengan bangkitan tidak
terkontrol atau yang memerlukan pengobatan) diperkirakan antara 4-10/.1000
penduduk per tahun, dan di negara berkembang diperkirakan 6-10/. 1000
penduduk.1

Psikosis epilepsi dapat dikategorikan berdasarkan hubungan antara


otak bagian temporal dengan kejangnya, yang disebut juga dengan psikosis iktal,
postiktal dan interiktal. Subjek epilepsi psikosis (EPS) menunjukkan gejala delusi
yang mirip dengan gejala pasien skizofrenia, namun gangguan pikiran jarang
terjadi pada EPS. Pasien EPS telah dilaporkan menunjukkan lebih sedikit gejala
negatif dibandingkan dengan pasien skizofrenia.2

Epilepsi telah lama dianggap sebagai faktor risiko psikosis. Sifat


hubungan antar epilepsi dan psikosis telah menjadi minat besar bagi psikiater
selama lebih dari satu abad. Dalam sebuah studi secara epidemiologis telah
melakukan wawancara pada pasien dengan epilepsi secara langsung di Islandia,
dan melaporkan bahwa tingkat epilepsi dengan psikosis sebanyak 7,2%. Sesuai
dengan ini diketahui bahwa prevalensi psikosis yang lebih tertinggi adalah pada
pasien epilepsi dibandingkan dengan pasien normal.namun penemuan ini tidak
konsisten dan jumlah yang dilaporkan bervariasi dari 0,48% hingga 35,7%.
Perbedaan metodologi seperti perubahan klasifikasi diagnostic heterogenitas
klinis, metode penilaian berbeda, dan kurangnya kekuatan kemungkinan
menyebabkan banyak inkonsistensi.

Gaitatziz dkk menilai morbiditas psikiatri secara keseluruhan dan


memperkirakan bahwa prevalensi psikosis dalam studi berbasis populasi antara 2-
7% dan memperkirakan prevalensi psikosis pada 10-19% pada pasien dengan
TLE atau epilepsi refraktori.3

4
1.2 Tujuan

Mengetahui dan menambah wawasan tentang “Epilepsi dengan gangguan


psikosis” dan dapat menegakkan diagnosa serta penatalaksanaannya.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Epilepsi

Epilepsi adalah istilah untuk cetusan listrik lokal pada substansia


grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat.
Epilepsi merupakan sebuah gangguan paroksimal dimana cetusan pada
neuron korteks serebri yang mengakibatkan perubahan fungsi motoric atau
sensorik, penurunan kesadaran, perilaku atau emosional yang intermiten
dan stereotipik.4

Epilepsi merupakan kelainan pada otak yang ditandai dengan


kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus
menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
sosial.5

Epilepsi adalah suatu penyakit pada otak yang ditandai dengan


gejala berikut:

1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks


dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24
jam.
2. Suatu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan
sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa
provokasi/bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang terjadi
1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama yang disertai lesi
structural dan epileptiform dischargers).
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.

Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi


oleh faktor pencetus spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik,
somatosensitif, dan somatomotor.5

2.2 Etiologi Epilepsi

6
Etiologi epilepsi dibagi dalam 3 kategori:5

1. Idiopatik
Tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis.
Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya
berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik
Dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk
disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi
mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simptomatis
Bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak,
misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak
ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat),
metabolik, kelainan neurodegeneratif.5

2.3 Definisi Gangguan Psikosis

Gangguan psikosis adalah ketidakmampuan untuk membedakan


kenyataan dari khayalan; uji realitas terganggu, disertai pembentukan
realitas baru (berlawanan dengan neurosis: gangguan mental dengan uji
realitas yang tetap baik, perilaku dapat tidak bertentangan dengan norma
sosial umum, tapi berlangsung lama atau berulang tanpa terapi).6

Gangguan psikosis adalah suatu kelainan mental yang berat yang


mengakibatkan ketidakmampuan seseorang dalam proses berpikir dan
persepsinya. Seseorang dengan psikosis cenderung mengalami gangguan
pada uji realitas. Ada 2 gejala utama pada psikosis yaitu waham/delusi dan
halusinasi.7

2.4 Etiologi Gangguan Psikosis

Ada beberapa penyebab psikosis diantaranya karena


penyalahgunaan atau penarikan zat, paparan stress yang berat, kondisi atau
penyakit bawaan/didapat dan gangguan suasana hati. Selain itu, psikosis
dapat disebabkan oleh penyebab organik, keracunan dan gangguan

7
“fungsional” seperti skizofrenia, gangguan bipolar, psikosis skizofreniform
dan gangguan skizoafektif.8

2.5 Definisi Epilepsi dengan Gangguan Psikotik

Hubungan antara epilepsi dan psikosis masih kontroversi.


Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan positif antara psikosis dan
epilepsi, terutama pasien dengan TLE (Temporal Lobe Epilepsy).6 Faktor
resiko utama terjadinya PIP pada pasien epilepsi antara lain lamanya
epilepsi, kejang lobus temporal, epilepsi berulang, tipe kejang multiple,
politerapi, dan tingkat kepatuhan yang rendah.6 Diagnosa postictal
psikosis ditegakkan berdasarkan evaluasi gejala klinis (terutama jumlah
kejang), kadar plasma obat antiepilepsi (OAE) dan electroencephalogram
(EEG).6
Psikosis merupakan komplikasi berat dari epilepsy meskipun
jarang ditemukan. Keadaan ini disebut dengan psychoses of epilepsy
(POE). Gambaran psikosis yang sering ditemukan pada pasien epilepsi
adalah gambaran paranoid dan seperti schizophrenia. Pada forced
normalization yaitu penderita mengalami gejala psikotik pada saat kejang
terkontrol dan justru gejala psikotik menghilang bila terjadi kejang.5

2.6 Epidemiologi Epilepsi dengan Psikotik

Dalam suatu penelitian yang dilakukan pada pasien epilepsi di


Islandia, melaporkan terjadinya epilepsi yang diikuti dengan psikosis
sebanyak 7,2%. Beberapa penelitian lain juga menemukan prevalensi
psikosis lebih tinggi terjadi pada pasien epilepsi jika dibandingkan dengan
populasi umum. Melihat morbiditas psikiatris secara keseluruhan dalam
kasus epilepsi, diperkirakan bahwa prevalensi psikosis dalam studi
berbasis populasi antara 2-7% dan diperkirakan prevalensi psikosis pada
10-19% pada pasien dengan TLE atau epilepsi refraktori.10

Ganguan psikotik terjadi 6-12 kali lebih besar pada penderita


epilepsi dibandingkan populasi umum. Insiden gangguan psikotik pada
epilepsi sebesar 5-10%. Lebih sering terjadi pada wanita (57,1%), rerata

8
usia 39,1 tahun, dan periode waktu antara onset menderita epilepsi hingga
terjadi gang-guan psikotik rerata 14,3 tahun.10

2.7 Klasifikasi Epilepsi dengan Gangguan Psikiatri


Pembagian psikosis epilepsi terbagi berdasarkan ada tidaknya bangkitan
sebagai berikut.11
1. Psikosis Iktal
Timbul pada status epileptikus nonkonvulsif, termasuk status
parsial sederhana, status parsial kompleks, dan status absans. Perubahan
perilaku pada psikotik iktal hampir selalu paroksismal dan menjadi gejala
puncak kejang. Psikotik iktal terjadi selama status epileptikus non
konvulsif merupakan suatu kondisi di mana aktivitas epileptik memanjang,
tanpa kejang.
2. Psikosis Post-Iktal
Psikotik postiktal berupa gejala terisolasi atau sebagai sekelompok
gejala yang menyerupai gangguan psikotik. Gejala psikotik yang menonjol
bersifat pleomorfik (persecutory, waham kebesaran, referential, somatik,
waham keagamaan, katatonik, halusinasi), disertai dengan gejala afektif
(manik atau depresi).

3. Psikosis inter-iktal
Pada fenomena psikotik interiktal, pada pasien epilepsi sering
terjadi halusinasi dan delusi. Psikotik pada epilepsi interiktal telah
diidentifikasi khas terjadi pada pasien dengan epilepsi parsial. Telah terjadi
perdebatan yang luas mengenai kemungkinan bahwa psikotik pada
epilepsi adalah indikasi TLE (temporal lobe epilepsy). Sementara
penelitian lainnya menunjukkan bahwa proporsi terjadinya TLE antara
pasien psikotik pada epilepsi tidak lebih tinggi dibandingkan pada
populasi umum.

2.8 Patofisiologi Epilepsi dengan Psikotik9

9
Sachdev P. Special Article : Schizophrenia-like psychosis and epilepsy : the
status of the association. Am J Psychiatry 1998; 155:333

2.9 Gambaran Klinis Epilepsi dengan Psikosis iktal

Berdasarkan ada atau tidaknya bangkitan, psikosis epilepsi terbagi


sebagai berikut.11

1. Psikosis iktal
Perubahan perilaku pada psikotik iktal hampir selalu paroksismal
dan menjadi gejala puncak kejang. Psikotik iktal terjadi selama status
epileptikus non konvulsif, yaitu suatu kondisi di mana aktivitas epileptik
memanjang, tanpa kejang, dan dapat menyebabkan perubahan status
mental menjadi tahap psikotik dengan adanya halusinasi dan delusi,
gangguan kognitif seperti adanya gangguan perhatian, kesulitan dalam
melakukan perintah motorik kompleks, gangguan berbicara, dan perilaku
bizarre.
2. Psikosis post-iktal
Gejala terisolasi atau sebagai sekelompok gejala yang menyerupai
gangguan psikotik. Gejala psikotik yang menonjol bersifat pleomorfik
(persecutory, waham kebesaran, referential, somatik, waham keagamaan,
katatonik, halusinasi), dengan gejala afektif berupa manik atau depresi.

10
Kriteria psikotik postiktal menurut Stagno (1997), adalah sebagai
berikut.

✓ Gejala psikotik atau psikiatrik lainnya terjadi setelah bangkitan,


atau yang sering terjadi pada serial kejang, setelah lucid interval, atau
dalam waktu 7 hari setelah kejang.

✓ Adanya psikotik, depresi atau elasi, atau gejala yang berhubungan


dengan anxietas.

✓ Adanya pembatasan waktu, dalam beberapa hari atau minggu, tidak


signifikan jika terdapat kesadaran berkabut (bukan karena toksikasi obat,
status epileptikus parsial kompleks, atau gangguan metabolik).

Temuan serupa dari beberapa penelitian serial kasus psikotik epilepsi


adalah :

1) keterlambatan antara onset gejala psikiatrik dan waktu kejang


terakhir;

2) waktu durasi relatif pendek;

3) affect-laden symptomatology;

4) sekelompok gejala delusi dan psikotik seperti gangguan afektif;

5) meningkatnya frekuensi bangkitan tonik klonik umum sekunder


pada onset psikotik epilepsi;

6) onset psikotik epilepsi timbul setelah kejang yang lebih dari 10


tahun;

7) respon cepat dengan terapi neuroleptik atau benzodiazepin dosis


rendah.

3. Psikosis inter-iktal

11
Fenomena psikotik interiktal dengan gejala halusinasi dan delusi,
sering terjadi pada pasien yang mengidap epilepsi. Beberapa kasus pada
pasien melewati episode multipel psikotik postiktal sebelum berkembang
menjadi psikotik interiktal. Sehingga penatalaksanaan yang tepat untuk
psikotik postiktal dapat mencegah dan menghambat perkembangannya
menjadi psikotik interiktal. Psikotik pada epilepsi interiktal khas terjadi
pada pasien dengan epilepsi parsial. Telah terjadi perdebatan yang luas
mengenai kemungkinan bahwa psikotik pada epilepsi adalah indikasi TLE
(temporal lobe epilepsy). Sementara penelitian lainnya menunjukkan
bahwa proporsi TLE antara pasien psikotik pada epilepsi tidak lebih tinggi
dibandingkan pada populasi umum.

2.10 Penatalaksanaan Epilepsi dengan Psikotik

Terapi untuk mengatasi epilepsi (kejang) dapat diberikan yaitu


phenitoin intra oral, phenobarbital intra oral dan asam intra oral. Kadar
obat anti epilepsi yang tinggi atau kombinasi obat tertentu dapat
mencetuskan gejala psikotik, beberapa jenis obat tersebut yaitu etho-
suximide, phenitoin, zonisamide, topiramate, dan vigabatrin.10

Terapi untuk psikiatri dapat berikut risperidon 2 × 1 mg intra oral


dan haloperidol 2,5 mg intra muskular bila pasien gelisah. Terapi saat
perawatan dirumah dapat dilanjutkan dengan risperidon 2 × 1 mg intra
oral. Penanganan gangguan psikotik pada epilepsi yaitu penanganan untuk
masalah psikiatri, optimalisasi obat anti epilepsi untuk mencegah kejang
berulang dan memulai terapi farmakologis anti psikotik berdasarkan
beratnya gejala, perilaku dan fungsi sehari-hari. Kondisi psikotik yang
muncul akan lebih baik bila ditangani dengan obat anti psikotik sedini
mungkin tanpa menunggu muncul-nya gejala yang lebih berat.10

Penanganan pada kondisi akut dapat diberikan dopamine-blocker


intra muskular seperti halo-peridol dan promethazine. Pada kondisi
epilepsi dengan psikotik dapat diberikan obat anti psikotik generasi
pertama yaitu phenothiazines, butyrophenones (seperti haloperidol),

12
benzamides, thipins, dan obat anti psikotik generasi kedua yaitu serotonin-
dopamine antagonis (seperti risperidon), dibenzodiazepines, dan dopamine
system stabilizer. Obat anti psikotik pilihan yang dapat diberikan yaitu
risperidon, olan-zapine, dan quetiapine, sedangkan haloperidol dan
pimozide merupakan anti psikotik tipikal dengan tingkat risiko yang
rendah untuk mencetuskan bangkitan. Clozapine, loxapine, dan
chlorprom-azine adalah jenis obat anti psikotik yang dihindari karena
dapat mencetuskan bangkitan.10

2.11 Prognosis Epilepsi dengan Psikotik

Tujuan utama penanganan pada kasus ini adalah mencegah kejang


berulang dengan mengoptimalkan dosis obat anti kejang sehingga
mencegah gangguan psikotik muncul kembali.10 Diharapkan dengan
pengobatan yang tepat dapat mencegah kejang terjadi secara berulang.

13
BAB 3

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Epilepsi merupakan kelainan pada otak yang ditandai dengan
kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus
menerus, dengan berdampak pada neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
sosial. Epilepsi terjadi karena gangguan susunan saraf pusat yang terjadi
akibat pelepasan neuron pada korteks serebri. Pada epilepsi dapat timbul
perubahan perilaku yang terjadi selama dan sesudah kejang.
Psikosis pada epilepsi dapat dikategorikan berdasarkan hubungan
antara otak bagian temporal dengan kejangnya, yang disebut juga dengan
psikosis iktal, postiktal dan interiktal. Subjek epilepsi psikosis (EPS)
menunjukkan gejala delusi yang mirip dengan gejala pasien skizofrenia,
namun gangguan pikiran jarang terjadi pada EPS.
Biasanya pada epilepsi dengan perubahan prilaku terjadi pada
episode postiktal dan interiktal. Epilepsi juga dapat terjadi kerusakan
fungsi kognitif secara umum mempengaruhi perhatian, memori, kecepatan
berpikir dan bahasa sama seperti pada fungsi sosial dan perilaku.
Perubahan perilaku meliputi gangguan mood, depresi, ansietas dan
psikosis. Epilepsi terjadi karena terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal
ion-ion tersebut maka bangkitan listrik. Timbulnya serangan kejang adalah
kemugkinan adanya ketidakseimbangan antara asetilkolin yanng
merupakan neurotransmitter sel-sel otak. Asetilkolin menyebabkan
depolarisasi, yang dalam jumlah berlebihan menimbulkan kejang.
Pengobatan pada gangguan psikosis dengan epilepsi adalah dengan
memberikan antikonvulsan kemudian di imbangi dengan pemberian
antipsikotik.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) 2014.


Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Surabaya. Airlangga University Press.
Hal:10
2. Hirakawa N, Kuga H, Hirano Y, et al. 2019. Neuroanatomical Substrate of
Chronic Psychosis in epilepsy: an MRI study.
nd
https://doi.org/10.1007/s11682-019-00044-4. Spring US. Page: 2 .
3. Maurice J Clany, Mary C Clarke,Dearbhla J Connor, et al. 2014. The
prevalence of psychosis in epilepsy: a systemic review and meta-analysis.
http://www.biomedcentral.com/1471-244x/14/75. Page:1-2. BMC
Psychiatry.
4. Lionel Ginsberg. 2007. Lecture Notes : Neurologi. Penerbit: Erlangga.
Edisi 8. Hal: 79
5. Kusumastuti K, Basuki M. 2014. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Jakarta:
PERDOSSI. Hal: 14-17
6. Kaplan & Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC. Edisi
2. Hal 32
7. Scitechnol. Academic journals on psychotic disorders 2018. page : 1
8. Mental Health Evaluation & Community Consultation Unit. Early
Identification of Psychosis page: 4
(https://www.health.gov.bc.ca/Psychosis_identification)
9. Sachdev P. Special Article : Schizophrenia-like psychosis and epilepsy :
the status of the association. Am J Psychiatry 1998; 155:333
10. Mahadewi, P., Marita, A. 2018. Gangguan Mental Organik pada Epilepsi.
MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 217-221

11. Irfana, Laily. 2018. Epilepsi Post Trauma dengan Gajala Psikotik. Medical
and Helath Science Journal, Vol.2, No.2.

15
16

Anda mungkin juga menyukai