Pembimbing :
dr. Nauli Aulia Lubis, M.Ked (KJ) Sp.KJ
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
LUBUK PAKAM
2019
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat yang
telah dilimpahkan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan refarat dengan judul
“ Epilepsi dengan Gangguan Psikosis”.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan dari semua pihak.
Selesainya refarat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini kami dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut
memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan refarat ini, terutama kepada yang saya hormati:
(Penulis)
2
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
1.2 Tujuan
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
Etiologi epilepsi dibagi dalam 3 kategori:5
1. Idiopatik
Tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis.
Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya
berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik
Dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk
disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi
mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simptomatis
Bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak,
misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak
ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat),
metabolik, kelainan neurodegeneratif.5
7
“fungsional” seperti skizofrenia, gangguan bipolar, psikosis skizofreniform
dan gangguan skizoafektif.8
8
usia 39,1 tahun, dan periode waktu antara onset menderita epilepsi hingga
terjadi gang-guan psikotik rerata 14,3 tahun.10
3. Psikosis inter-iktal
Pada fenomena psikotik interiktal, pada pasien epilepsi sering
terjadi halusinasi dan delusi. Psikotik pada epilepsi interiktal telah
diidentifikasi khas terjadi pada pasien dengan epilepsi parsial. Telah terjadi
perdebatan yang luas mengenai kemungkinan bahwa psikotik pada
epilepsi adalah indikasi TLE (temporal lobe epilepsy). Sementara
penelitian lainnya menunjukkan bahwa proporsi terjadinya TLE antara
pasien psikotik pada epilepsi tidak lebih tinggi dibandingkan pada
populasi umum.
9
Sachdev P. Special Article : Schizophrenia-like psychosis and epilepsy : the
status of the association. Am J Psychiatry 1998; 155:333
1. Psikosis iktal
Perubahan perilaku pada psikotik iktal hampir selalu paroksismal
dan menjadi gejala puncak kejang. Psikotik iktal terjadi selama status
epileptikus non konvulsif, yaitu suatu kondisi di mana aktivitas epileptik
memanjang, tanpa kejang, dan dapat menyebabkan perubahan status
mental menjadi tahap psikotik dengan adanya halusinasi dan delusi,
gangguan kognitif seperti adanya gangguan perhatian, kesulitan dalam
melakukan perintah motorik kompleks, gangguan berbicara, dan perilaku
bizarre.
2. Psikosis post-iktal
Gejala terisolasi atau sebagai sekelompok gejala yang menyerupai
gangguan psikotik. Gejala psikotik yang menonjol bersifat pleomorfik
(persecutory, waham kebesaran, referential, somatik, waham keagamaan,
katatonik, halusinasi), dengan gejala afektif berupa manik atau depresi.
10
Kriteria psikotik postiktal menurut Stagno (1997), adalah sebagai
berikut.
3) affect-laden symptomatology;
3. Psikosis inter-iktal
11
Fenomena psikotik interiktal dengan gejala halusinasi dan delusi,
sering terjadi pada pasien yang mengidap epilepsi. Beberapa kasus pada
pasien melewati episode multipel psikotik postiktal sebelum berkembang
menjadi psikotik interiktal. Sehingga penatalaksanaan yang tepat untuk
psikotik postiktal dapat mencegah dan menghambat perkembangannya
menjadi psikotik interiktal. Psikotik pada epilepsi interiktal khas terjadi
pada pasien dengan epilepsi parsial. Telah terjadi perdebatan yang luas
mengenai kemungkinan bahwa psikotik pada epilepsi adalah indikasi TLE
(temporal lobe epilepsy). Sementara penelitian lainnya menunjukkan
bahwa proporsi TLE antara pasien psikotik pada epilepsi tidak lebih tinggi
dibandingkan pada populasi umum.
12
benzamides, thipins, dan obat anti psikotik generasi kedua yaitu serotonin-
dopamine antagonis (seperti risperidon), dibenzodiazepines, dan dopamine
system stabilizer. Obat anti psikotik pilihan yang dapat diberikan yaitu
risperidon, olan-zapine, dan quetiapine, sedangkan haloperidol dan
pimozide merupakan anti psikotik tipikal dengan tingkat risiko yang
rendah untuk mencetuskan bangkitan. Clozapine, loxapine, dan
chlorprom-azine adalah jenis obat anti psikotik yang dihindari karena
dapat mencetuskan bangkitan.10
13
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Epilepsi merupakan kelainan pada otak yang ditandai dengan
kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus
menerus, dengan berdampak pada neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
sosial. Epilepsi terjadi karena gangguan susunan saraf pusat yang terjadi
akibat pelepasan neuron pada korteks serebri. Pada epilepsi dapat timbul
perubahan perilaku yang terjadi selama dan sesudah kejang.
Psikosis pada epilepsi dapat dikategorikan berdasarkan hubungan
antara otak bagian temporal dengan kejangnya, yang disebut juga dengan
psikosis iktal, postiktal dan interiktal. Subjek epilepsi psikosis (EPS)
menunjukkan gejala delusi yang mirip dengan gejala pasien skizofrenia,
namun gangguan pikiran jarang terjadi pada EPS.
Biasanya pada epilepsi dengan perubahan prilaku terjadi pada
episode postiktal dan interiktal. Epilepsi juga dapat terjadi kerusakan
fungsi kognitif secara umum mempengaruhi perhatian, memori, kecepatan
berpikir dan bahasa sama seperti pada fungsi sosial dan perilaku.
Perubahan perilaku meliputi gangguan mood, depresi, ansietas dan
psikosis. Epilepsi terjadi karena terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal
ion-ion tersebut maka bangkitan listrik. Timbulnya serangan kejang adalah
kemugkinan adanya ketidakseimbangan antara asetilkolin yanng
merupakan neurotransmitter sel-sel otak. Asetilkolin menyebabkan
depolarisasi, yang dalam jumlah berlebihan menimbulkan kejang.
Pengobatan pada gangguan psikosis dengan epilepsi adalah dengan
memberikan antikonvulsan kemudian di imbangi dengan pemberian
antipsikotik.
14
DAFTAR PUSTAKA
11. Irfana, Laily. 2018. Epilepsi Post Trauma dengan Gajala Psikotik. Medical
and Helath Science Journal, Vol.2, No.2.
15
16