Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menyusui bayi di Indonesia sudah menjadi budaya namun praktik

pemberian ASI masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi

Kesehatan Indonesia 2010 hanya 10% bayi yang memperoleh ASI pada hari

pertama, yang diberikan ASI kurang dari 2 bulan sebanyak 73%, yang diberikan

ASI 2 sampai 3 bulan sebanyak 53% yang diberikan ASI 4 sampai 5 bulan

sebanyak 20% dan menyusui ekslusif sampai usia 6 bulan sebanyak 49% (WHO,

2010).

WHO menjelaskan bahwa ASI adalah makanan ideal untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pemberian ASI

eksklusif selam 6 bulan merupakan cara yang paling optimal dalam pemberian

makanan kepada bayi. Selama 6 bulan bayi membutuhkan lebih banyak zat besi

dan seng. Ketika inilah, nutrisi tamabahan biasa di peroleh dari makanan padat

dengan porsi yang sedikit. Bayi-bayi tertentu dapat meminum ASI sehingga

berusia 12 bulan atau lebih. Jika bayi terus tumbuh dan berkembang secara

optimal, berarti ASI bias memenuhi kebutuhannya dengan baik (Prasetyono,

2012).

Faktor yang mempengaruhi frekuensi dan durasi pemberian ASI

diantranya kurangnya pelayanan konseling laktasi dari petugas kesehatan, masa

cuti yang terlalu singkat bagi ibu yang bekerja, persepsi sosial budaya dan

keagresifan produsen susu formula mempromosikan produknya kepada

1
2

masyarakat dan petugas kesehatan. Kesalahan dalam hal frekuensi dan

durasi pemberian ASI yaitu produksi ASI berkurang, ASI tersumbat, payudara

bengkak, bendungan ASI, mastitis, abses payudara. Beberapa karakteristik

penting yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah usia,

pendidikan, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat itu sendiri terhadap

kesehatan yang meliputi aspek sikap maupun tindakan sehari-hari (Depkes RI,

2010).

Upaya pemantauan dan meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang

memiliki bayi khususnya ASI eksklusif masih dirasa kurang. Permasalahan

yang utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI,

pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung

pemberian ASI eksklusif, gencarnya promosi susu formula, dan ibu bekerja

(Rencana Strategis Menkes RI,2010).

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membangun sumber daya

manusia yang berkualitas agar mereka dapat melanjutkan perjuangan

pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang berkualitas tentunya harus

dibentuk sejak awal. Pemberian ASI dan proses menyusui yang benar merupakan

sarana yang dapat diandalkan untuk membangun sumber daya manusia. Namun

saat ini masih banyak ibu yang mengalami kesulitan untuk menyusui bayinya,

disebabkan kemampuan bayi untuk menghisap ASI kurang sempurna sehingga

secara keseluruhan proses menyusu terganggu. Kemampuan bayi untuk

menghisap ASI kurang sempurna disebabkan terganggunya proses alami bayi

untuk menyusu sejak dilahirkan, biasanya penolong persalinan selalu memisahkan


3

bayi dari ibunya segera setelah lahir untuk dibersihkan, ditimbang dan diberi

pakaian sehingga menyebabkan produksi ASI akan berkurang (Shillatuddiniyah,

2013).

Dampak yang terjadi jika ibu tidak menyusui bayinya yaitu terputusnya

hubungan batin antara sang ibu dan sang anak, rasa sakit pada payudara yang

membengkak saat diperah atau saat digunakan pompa atau mesin pompa ASI, let

down milk reflex ASI tidak kunjung tiba, ketidak-seimbangan antara produksi

ASI/hari (Sitepoe, 2013).

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2009, mempublikasikan bahwa hampir seluruh bayi di Indonesia (96%)

pernah mendapatkan ASI tetapi tidak eksklusif (Nurmiati, 2008). Salah satu

sasaran Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015 tentang pemberian

ASI Eksklusif adalah sekurang-kurangnya 80% ibu menyusui

memberikan ASI eksklusif pada bayi. Menurut Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2013 menyebutkan, sebanyak 30,2% bayi umur kurang dari 6

bulan yang mendapat ASI eksklusif. Menurut Riskesdas tahun 2013 di

Provinsi Yogyakarta cakupan ASI eksklusif bayi 0-6 bulan di Yogyakarta

sebesar 39,9%. Kabupaten Bantul berdasarkan profil kesehatan kabupaten

kota tahun 2013, cakupan bayi yang diberi ASI eksklusif di Kabupaten

Bantul tahun 2013 sebesar 62,05% menurun bila dibandingkan tahun 2012

sebanyak 63,51%. Salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul,

Kecamatan Sewon pada tahun 2012 pencapaian pemberian ASI sebesar

35,5%. Hasil pencapaian dari seluruh Kabupaten di Bantul, Kecamatan


4

Sewon berada pada posisi keempat, dimana posisi teratas adalah Kecamatan

Srandakan sebesar 66,9% dan terendah Kecamatan Pajangan 16,6% (Dinkes

Kabupaten Bantul, 2013). Hasil yang ditunjukkan tersebut belum

mencapai target pemerintah Indonesia yaitu 80% (KeMenKes, 2012).

Pemberian ASI di Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan

riskesdas 2010, angka pemberian ASI eksklusif bagi bayi yang berusia dibawah 6

bulan adalah sebesar 15,3%. Bayi yang menggunakan susu formula mencapai

27,9%. Pemberian ASI eksklusif di 51 negara berdasarkan pengukuran indikator

yang telah ditetapkan, Indonesia rangking ke 37 dari 51 negara (AIMI, 2013).

Widaningsih (2007) penelitian di Dunia kurang dari 15% bayi di berikan

ASI eksklusif selama 4 bulan dan memberikan makanan pendamping ASI yang

tidak sesuai dan tidak aman bagi bayi. Di Asia, pada era sekarang ini 80% bayi

yang baru lahir tidak lagi manyusu pada 24 jam pertama mereka lahir, dimna

seharusnya ibu memberikan ASI yang merupakan makanan utama yang sangat di

perlukan bayi.

Saat menyusui, ibu sering kali menemui beragam masalah yang tejadi pada

saat menyusui. Bidan/perawat perlu mengetahui masalah-masalah yang sering

terjadi ini, agar dapat memberikan dukungan bagi ibu untuk menyusui secara

berhasil. Masalah-masalah menyusui pada ibu menyusui yang terjadi antara lain

stress, putting susu datar dan terbenam, putting sus lecet, payudara bengkak

saluran ASI tersumbat, mastitis/radang payudara, abses payudara, ASI kurang, ibu

sakit, ibu dengan penyakit Hepatitis dan HIV-AIDS, ibu bekerja (Maryunani,

2011).
5

Faktor yang mempengaruhi kelancaran ASI adalah frekuensi menyusui.

Semakin sering ibu menyusui, semakin lancar pengeluaran ASI. Kriteria

kelancaran ASI sendiri dilihat dari cirri-ciri bayi yang cukup ASI yaitu bayi akan

terlihat puas setelah menyusui, bayi akan tertidur pulas dan tidak menangis, bayi

tampak sehat dan terdapat kenaikan badan rata-rata 500 gram setiap bulannya.

Frekuensi menyusui juga tergantung pada jumlah ASI serta nafsu makan si bayi.

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara frekuensi

ibu menyusui dengan kelancaran ASI (Sulistiyah, 2009).

Masalah yang terjadi pada masa menyusui diantaranya adalah

tersumbatnya saluran ASI yang menyebabkan rasa sakit, demam, payudara

berwarna merah teraba ada benjolan yang terasa sakit atau bengkak dan

payudara mengeras, hal tersebut dapat mempengaruhi proses pemberian ASI

(Riksani, 2012).

Berdasarkan data yang di peroleh dari Wilayah kerja Puskesmas Bandar

Baru bahwa jumlah ibu menyusui Tahun 2015 sebanyak 529 orang, dan jumlah

ibu menyusui Tahun 2016 Januari-September sebanyak 685 orang, dan yang

mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 73 orang, dan yang mengalami masalah

dalam proses laktasinya antara lain puting lecet, puting datar, ASI tidak keluar,

bayi tidak menyusui, payudara bengkak dan lain-lain, hal ini menunjukkan bahwa

masih ada ibu-ibu yang mengalami masalah dalam proses menyusui (Puskesmas

Bandar Baru, 2016).


6

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk

mengambil penelitian mengenai “Hubungan Frekuensi Menyusui dan Status Gizi

dengan Kelancaran ASI Pada Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar

Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2016”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan

permasalahan penelitian adalah “untuk mengetahui hubungan frekuensi menyusui

dan status gizi dengan kelancaran ASI pada Ibu menyusui di Wilayah Kerja

Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2016”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan frekuensi menyusui dan status gizi ibu dengan

kelancaran ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2016”.

2. Tujuan Khusus

a. Adanya hubungan frekuensi menyusui terhadap kelancaran ASI pada ibu

menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2016.

b. Adanya hubungan status gizi ibu terhadap kelancaran ASI pada ibu

menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2016.
7

D. Keaslian Penelitian

1. Penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh Michram (2012) yang berjudul

Hubungan Emosi dan Frekuensi Menyusui dengan Kelancaran ASI padaIbu

Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Aceh Besar terhadap

61   responden  dengan   menggunakan   teknik   purposive   samplingcara

Pengumpulan data dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada hubungan yang bermakna antara

emosi dengan kelancaran ASI (p < 0,05), (2) Ada hubunganyang bermakna

antara frekuensi menyusui dengan kelancaran ASI (p< 0,05).

2. Selanjutnya penelitian sejenis ini juga pernah dilakukan oleh Lysmaisarah

(2013) tentang Hubungan Tehnik Menyusui Dengan Kelancaran ASI

PadaIbu Menyusui Di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Aceh Besar

terhadap 45 responden dengan mengguanakan teknik purposive sampling di

peroleh bahwa: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara

teknik menyusui dengan kelancaranASI di Wilayah Kerja Puskesmas Blang

Bintang Aceh Besar.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyah (2013), tentangan hubungan antara

frekuensi ibu menyusui pada bayi usia 0-6 bulan dengan kelancaran ASI

pada 50 responden dengan menggunakan teknik consecutive sampling hasil

uji korelasi spearman rank diperoleh rho hitung = 0,623 (p-value=0,000)

dimana p-value lebih kecil dari =0,01, sehingga terdapat korelasi antara

frekuensi ibu menyusui pada bayi usia 0-6 bulan dengan kelancaran asi.
8

E. Manfaat Penelitian

1. Untuk Peneliti

Untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan memberikan pengalaman

melaksanakan penelitian mandiri tentang tentang hubungan frekuensi menyusui

dan status gizi dengan kelancaran ASI. dan dapat mengaplikasikan materi yang

di dapat di bangku perkuliahan dengan praktik dilapangan.

2. Untuk Instansi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi intervensi program untuk

menangani masalah tentang frekuensi menyusui dan status gizi . selain itu

dapat dijadikan referensi dalam memberikan penyuluhan ibu-ibu menyusui.

3. Untuk Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan masukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan

dan pengetahuan mahasiswa tentang hubungan frekuensi menyusui dan status

gizi dengan kelancaran ASI dan dapat dijadikan bahan referensi untuk peneliti

selanjutnya dengan variabel yang berbeda.

4. Untuk Masyarakat

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang kelancaran ASI pada

ibu menyusui.

Anda mungkin juga menyukai