Anda di halaman 1dari 12

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kesehatan mengenai
dampak membentak pada psikologis anak.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
mengenai Dampak Membentak pada Psikologis Anak.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada TIM Dosen pengajar Bahasa Indonesia
yang telah memberikan tugas kepada kami. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah mendukung penyusunan makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat dipahami dan berguna bagi kami
maupun orang lain serta dapat menambah pengetahuan kita mengenai dampak membentak pada
psikologis anak.

Semarang, 25 November 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. LATAR BELAKANG .......................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................... 4
C. TUJUAN PENULISAN ........................................................................................ 4
BAB II ISI ................................................................................................................................ 5
A. ANAK .................................................................................................................... 5
1. Definisi Anak .................................................................................................... 5
2. Undang-undang Tentang Kesejahteraan Anak ................................................ 5
B. KONDISI PSIKOLOGIS ANAK........................................................................... 7
C. DAMPAK MEMBENTAK PADA ANAK ........................................................... 8
D. KIAT-KIAT UNTUK MENGHINDARI MEMBENTAK PADA ANAK............ 10
BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 12
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 12
B. Saran ...................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa kanak-kanak adalah masa dimana semua potensi diri sedang berusaha untuk
berkembang. Dimasa inilah seorang anak berusaha untuk mengenal lingkungan sekitarnya,
mengidentifikasi dan menirukan hal-hal yang dialaminya. Pada usia emas atau seringkali disebut
“golden age” seorang anak cenderung bertindak sesuka hatinya. Mencoba banyak sekali hal-hal
baru yang kadang berada pada posisi yang tidak tepat. Sehingga anak tersebut mendapat teguran
dari orang tuanya atau dari orang lain yang merasa dirugikan akibat tindakannya.
Saat anak kecil mendapat teguran, ada dua hal yang akan terjadi pada si anak. Pertama,
anak tersebut akan kaget dan terdiam, yang kedua anak tersebut akan memberontak dan
melawan orang tuanya.
Melalui makalah ini, kami akan berusaha membahas dan memberikan sedikit pengetahuan
mengenai berbagai dampak yang ditimbulkan karena sering membentak anak-anak. Baik itu dari
sisi psikologis, biologis maupun spiritual dan sosialnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana dampak yang ditimbulkan karena sering membentak atau berlaku kasar pada anak-
anak?
2. Bagaiman cara mengatasi dampak yang timbul karena sering membentak anak?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk memberikan wawasan mengenai keadaan psikologis pada masa kanak-kanak


2. Mengurangi kegiatan membentak-bentak pada anak
3. Mendukung kreatifitas anak tanpa batas
4. Memberikan edukasi pada pembaca mengenai urgennya bersifat halus pada anak
BAB II
ISI

A. ANAK
a. Definisi Anak
Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian tentang
anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam Convention on The
Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres
Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah.
Sementara itu, UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai
dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah.
Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006: 19).
Maka, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0
sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan
pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan
mental seseorang yang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun.
Menurut Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, hak anak adalah
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua,
masyarakat, pemerintah dan negara.
b. Undang-undang Tentang Kesejahteraan Anak
Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak, disebutkan
bahwa :
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasihsa
yang, baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya,
sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik
dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa kandungan maupun
sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar (Huraerah, 2006: 21)
Sedangkan dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa anak yang tidak mempunyai orangtua
berhak memperoleh asuhan oleh Negara atau orang atau badan. Kemudian, pasal 5 ayat 1
menyebutkan bahwa anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam
lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.

Di samping menguraikan hak-hak anak melalui Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 di atas,
pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensihak Anak PBB melalui Keppres Nomor 39
tahun 1990. Menurut KHA yang diadopsi dari Majelis Umum PBB tahun 1989, setiap anak tanpa
memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak
yang mencakup empat bidang :
1. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak dan pelayanan
kesehatan.
2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang, kegiatan
seni dan budaya, kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta hak anak cacat
(berkebutuhan khusus) atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan khusus.
3. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam
dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.
4. Hak partisipasi, meliputi kebebasan utnuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat,
serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya.
Selain haka nak yang harus dipenuhi oleh orang tua, keluarga dan Negara, anak juga
memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk di penuhi sehingga anak dapat
tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz, kebutuhan dasar yang penting
bagi anak adalah adanya hubungan orangtua dan anak yang sehat dimana kebutuhan anak, seperti
perhatian dan kasih sayang yang kontinue, perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan harus
dipenuhi oleh orang tua (Huraerah, 2006: 27)
Sedangkan, Huttman merinci kebutuhan anak adalah sebagai berikut.
1. Kasih-sayang orang tua
2. Stabilitas emosional
3. Pengertian dan perhatian
4. Pertumbuhan kepribadian
5. Dorongan kreatif
6. Pembinaan kemampuan intelektual dan keterampilan dasar
7. Pemeliharaan kesehatan
8. Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan memadai
9. Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif
10. Pemeliharaan, perawatan dan perlindungan (Huraerah, 2006: 28).
Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akanber dampak negatif pada
pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan social anak. Anak bukan saja akan
mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan pula
mengalami hambatan mental, lemah daya nalar dan bahkan perilaku-perilaku mal adaptif, seperti
autism, nakal, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia tidak normal dan
perilaku kriminal (Huraerah, 2006: 27)

B. KEADAAN PSIKOLOGIS PADA ANAK


Mereka menyebutkan bahwa perilaku anak dapat dibentuk melalui pengalaman maupun
pengamatan.Teori ini mengemukakan tiga proposisi tentang pembentukan perilaku yaitu
sebagai berikut.
(1) Perilaku diperkuat oleh reinforcement
(2) Perilaku yang mendapa treinforcement secara konsisten akan lebih kuat terbentuk,
(3) perilaku baru dapat dipelajari melalui modeling. Perilaku terjadi sebagai hasil dari saling
peranantara faktor kognitif dan lingkungan, suatu konsep yang dikenal sebagai mekanisme
timbal balik(reciprocal determinism).
Orang belajar dengan mengobservasi orang lain, baiksecaradisengajamaupuntidakdisengaja
yang dikenal sebagai modeling atau belajar melalui peniruan. Jika model yang dipilih
mencerminkan norma dan nilai-nilai yang sehat, seseorang mengembangkan kemanjuran diri
(selfefficacy).
Pada masa kanak-kanak (2-12 tahun), perkembangan pribadi dimulai dengan makin
berkembangnya fungsi-fungsi indra anak untuk mengadakan pengamatan.
Bahkan dapat dikatakan, bahwa perkembangan setiap aspek kejiwaan anak pada masa ini
sangat didominasi oleh pengamatannya.
Dengan demikian, ketika anak sudah melalukan pengamatan-pengamatan terhadap
fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, maka sejak itulah perkembangan intelektual anak
sudah mulai terbentuk.

C. DAMPAK MEMBENTAK PADA ANAK


Anak pada usia dini akan melakukan hal-hal yang mereka senangi. Mereka tidak mengerti
apa itu larangan atau suatu aturan. Hal inilah yang sering membuat orang tua mereka jengkel dan
kesal karena perbuatan mereka yang sulit dikendalikan. Ada dua tipe orang tua yang timbul saat
menghadapi tingkah anak mereka yang menjengkelkan. Pertama adalah orang tua yang sabar
melihat kekacauan yang ditimbulkan anaknya, yang kedua adalah orang tua yang tidak sabar,
alhasil, suara keras atau membentak menjadi alternative untuk mengendalikan anak. Sayangnya,
saat orang tua membentak anaknya ada banyak sekali efek negative yang timbul pada si anak.
Salah satunya akibat suara keras yang didengar oleh anak adalah dapat membunuh sel-sel otak
yang sedang berkembang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lise Eliot PhD, seorang Neuroscientist di
Chicago Medical School dalam bukunya What’s Going On in There? How the Brain and Mind
Develop in The First Five Years of Life, ia menyimpulkan bahwa satu bentakan pada anak akan
merusak jutaan sel-sel otak. Sedangkan jika orangtua memberikan belaian lembut justru akan
membuat otak membentuk suatu rangkaian yang indah. Penelitian ini dilakukan sendiri kepada
bayinya yang baru berusia 9 minggu dengan memasang kabel perekam otak yang dihubungkan
dengan sebuah monitor computer sehingga bisa dilihat setiap perubahan yang terjadi dalam
perkembangan otak anaknya. Hasilnya sangat luar biasa, dimana saat Lise tengah menyusui
bayinya, di layar monitor muncul sebuah rangkaian yang indah. Namun saat tengah asik
menyusui,bayi Lise menendang kabel computer. Sontak si ibu kaget dan berteriak “ No”.
Ternyata teriakan tersebut membuat bayinya kaget sehingga saat itu juga Lise melihat kearah
layar monitor dan heran melihat rangkaian indah yang tadi terbentuk kini terus menggelembung
seperti balon, semakin membesar dan akhirnya pecah. Selanjutnya terjadi juga perubahan warna
yang menandakan adanya kerusakan sel.
Setiap orang tua pasti ingin melihat anaknya tumbuh dengan otak yang cerdas. Sementara
faktanya, anak yang cerdas adalah yang memiliki banyak sambungan antara sel otak yang satu
dengan sel otak lainnya, bukan dengan sel otak yang terputus-putus akibat sering kena bentak
orang tuanya. Meskipun setiap manusia lahir dengan bermilyar-milyar sel otak,jika setiap detik,
menit dan jam yang dilalui oleh sang anak selalu dipenuhi dengan teriakan dan amarah maka
sudah dapat dipastikan bahwa sel otak yang mati juga banyak jumlahnya. Kedekatan yang
terjalin antara anak dan orangtua sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak anak serta
keadaan psikologisnya, tidak perlu khawatir anak menjadi cengeng dan manja. Mari berusaha
mendidik anak untuk tidak membentak dan tidak melakukan teriakan khususnya pada usia
golden age (1-6 tahun) agar kita tidak merusak kecerdasan emosionalnya dengan cara mendidik
anak menurut islam.
Selain merusak sel-sel otak, ternyata membentak anak-anak yang masih dalam masa
pertumbuhan juga akan menimbulkan dampak negative yang lain. Salah satunya dampak yang
timbul secara psikologis. Seperti penurunan percaya diri, depresi ataupun trauma
berkepanjangan.
Perlu diketahui jika anak yang dibentak akan merasa bahwa dia telah melakukan hal yang
salah. Maka, semakin sering anak dimarahi, semakin kuat pula opini mereka jika mereka
dimarahi karena tindakannya yang salah. Akhirnya bukan tidak mungkin si anak akan kehilangan
kepercayaan dirinya dan berujung pada sikap pasif serta takut dalam melakukan hal-hal baru.
Selain itu, tekanan mental atau depresi, bisa saja terjadi pada anak yang sering sekali
dimarahi. Anak akan menjadi pemurung, jarang tertawa dan kurang bahagia. Malah, pada
beberapa kasus, anak akan cenderung pemarah dan gemar melakukan tindakan kekerasan, baik
secara fisik ataupun verbal. Hal ini akan terjadi hingga masa dewasanya kelak.
Anak juga bisa mengalami trauma jika keseringan kena marah, apalagi jika kekerasan
verbal yang terjadi disertai dengan pemberian julukan (labelling) yang kasar atau tidak pantas
seperti “anak nakal”, “anak bodoh”, “anak tidak berguna”, “anak kurang ajar” dan julukan-
julukan negatif sebagainya. Trauma menyebabkan anak akan kehilangan inisiatif untuk
mengatasi setiap permasalahan yang dihadapinya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr Ming-Te Wang dari University of Pittsburgh,
diterbitkan dalam jurnal Child Development, mendapatkan kesimpulan bahwa mendisiplinkan
anak melalui kata-kata juga bisa memengaruhi pertumbuhan mereka. Meskipun orang tua dekat
dengan anak, ucapan yang kasar dan teriakan yang dilontarkan bisa meningkatkan risiko depresi
dan perilaku buruk pada anak.
Akibat sering mendapat perlakuan yang kasar dari orangtuanya, maka perlahan akan
terbentuk kepribadian anak yang tidak jauh berbeda dengan kepribadian orang tuanya, bahkan
bisa lebih parah. Anak akan tumbuh dewasa dengan sifat yang pemarah, egois, judes karena
mereka dibentuk dengan kemarahan orang tuanya. Jika suatu saat ada yang tidak berkenan
dihatinya maka mereka akan cenderung agresif dan memarahi siapaun yang membuat dirinya
marah meskipun hanya karena masalah sepele.
Selain memiliki sifat egois, si anak juga akan memiliki sikap menantang, keras kepala
dan suka membantah nasihat atau perintah orang tuanya. Yang lebih parahnya lagi,si anak akan
mempunyai sikap tertutupterhadap dunia luar dan suka menyimpan unek-uneknya sendiri, takut
mengutarakan sesuatu dan takut dipersalahkan. Akhirnya anak akan berakhir menjadi apatis dan
sering kali tidak peduli terhadap lingkungan sekitar.

D. KIAT-KIAT UNTUK MENGHINDARI MEMBENTAK ANAK


Membentak-bentak anak karena suatu hal yang dia lakukan memang suatu hal yang
wajar,namun alangkah lebih baiknya jika tindakan tersebut dihindari oleh orang tua mengingat
dampak yang ditimbulkan akibat membentak anak bukanlah dampak yang ringan, melainkan
dapat mempengaruhi sisi psikologis anak saat dia dewasa nanti. Selain sisi psikologis, juga ada
sisi-sisi yang lain yang ikut terkena dampaknya. Oleh karena itu, berikut akan kami jelaskan
beberapa hal yang perlu diterapkan oleh orang tua agar terhindar dari perbuatan membentak
anak.
1. Faktor komunikasi dua arah.
Pastikan bahwa saat Anda berbicara dengan sang anak, Anda benar-benar menatap matanya,
begitupula dengan mereka. Hindari berbicara saat salah satu dari Anda atau keduanya saling
melakukan aktivitas lain seperti, mengajak bicara anak tetapi Anda malah sambil bermain
gadget, atau sebaliknya. Hentikan semua aktivitas apapun saat Anda berusaha untuk berbicara
dengan mereka. Pegang kedua tangannya lalu minta mereka untuk berdiri menghadap Anda atau
duduk di hadapan Anda saat ingin berbicara dengan mereka, pastikan mereka terpusat
perhatiannya pada Anda yang hendak berbicara. Setelah mereka terpusat perhatiannya, mulai
ajak bicara dengan lembut. Contoh: “sayang, ibu mau berbicara sebentar. Dengarkan baik-baik
ya…” (sambil tetap memegang tangannya).
2. Faktor kesepakatan bersama.
Buat aturan main yang jelas serta konsekuensinya saat anak sudah tepat untuk dikenalkan dengan
sebab dan akibat. Anak di atas 5 tahun harus sudah dikenalkan dengan konsekuensi, mulailah
dengan hal-hal yang sepele dan ringan agar mereka merasa tidak berat dalam menjalaninya.
Misalnya, saat mereka bermain berikan aturan yang jelas untuk membereskan mainannya jika
mereka telah selesai menggunakannya. Jika mereka tidak melakukannya, berikan konsekuensi
untuk dikurangi jatah jam menonton TV dan lain sebagainya. Pastikan ada tekanan konsistensi
waktu dimulai dan sampai kapan konsekuensi tersebut akan dihentikan. Misal, “Jika kamu tetap
tidak membereskan mainannya sendiri, mulai hari ini dan seterusnya kamu hanya boleh
menonton TV selama 2 jam dalam sehari.” Dan beritahu sanksi yang akan mereka jalani jika
melanggar kesapakatan tersebut.Gunakan suara datar dan bahasa yang mudah dimengerti. Sebisa
mungkin, berkomunikasilah dengan suara yang lemah lembut tanpa berteriak dan disertai
bentakan seperti cara mendidik anak secara islami meskipun Anda dalam kondisi kesal dan
marah karena keteledoran sang anak. Ingatlah bahwa mereka masih belum mengetahui apapun di
dunia ini, mereka adalah makhluk baru yang serba ingin tahu, cobalah untuk mengarahkannya
dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tenangkan diri jika Anda merasa kesal dan marah
agar anak-anak tak menjadi sasaran kemarahan.
3. Gunakan kekuatan bisikan
Saat semua yang telah dilakukan terasa tidak mempan untuk memberitahu anak mengenai apa
yang telah dilakukannya, jurus terakhir adalah dengan menggunakan jurus “bisikan”. Misalnya
dengan membisikkan perihal kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, “Kakak sayang, masih
mau nonton TV kan? Mama ingatkan Kakak ya, kalau besok Kakak masih mau nonton TV
mainannya segera dibereskan jika sudah selesai.” Jika sang anak tetap tidak mengindahkan usaha
Anda dan melakukan pelanggaran secara kontinyu maka sudah tidak perlu banyak bicara lagi,
lakukan tindakan yang riil. Contohnya dengan mengamankan TV agar mereka tidak bisa lagi
menonton TV saat itu, hal ini perlu dilakukan untuk menunjukkan sikap tegas dan konsisten
Anda sebagai orangtua dalam mendidiknya.
BAB III
SARAN DAN KESIMPULAN
A. SARAN
Setelah membaca uraian diatas mengenai dampak negative yang ditimbulkan karena
sering membentak anak, maka alangkah lebih baiknya kita berbijaksana untuk tidak berlaku
kasar kepada mereka. Memang itu bukanlah suatu hal yang mudah, namun akan menyelamatkan
anak- anak yang kita sayangi dari berbagai dampak negative yang akan menghantui mereka jika
sering mendapat teriakan keras dan terlebih lagi perlakuan fisik yang kasar.
Jika anak melakukan suatu hal yang menyimpang, maka sebaiknya kita arahkan dengan
halus kepada hal yang benar, bukan dengan meneriakinya, atau tindakan kasar yang lain. Dengan
begitu, si anak akan merasakan kedamaian dan dapat tumbuh dengan baik tanpa mengalami
berbagai perasaan tertekan, depresi dan merasa bersalah.

B. KESIMPULAN
Masa pertumbuhan memang masa dimana anak-anak bebas melakukan hal apapun yang
disenanginya. Jika dalam proses belajar tersebut anak melakukan tindakan yang tidak
menyenangkan, maka sikap kita sebagai orang yang lebih dewasa harus menuntunnya kea rah
yang benar. Cara menuntunnya bukan dengan berteriak, namun dengan cara yang halus dan
mendidik.
Begitu seriusnya dampak yang ditimbulkan karena bentakan yang diterima anak, maka
untuk menghindari anak memiliki masa depan yang tidak bahagia, tindakan bentak-membentak
harus kita hentikan mulai dari sekarang. Biarkanlah anak mengeksplor kehidupan mereka dan
belajar menemukan hal-hal baru.
Huraerah, Abu, M. Si., 2006. KekerasanterhadapAnak. Bandung: PenerbitNuansa.
http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-anak-menurut-definisi-ahli.html
diaksespdatagl 26 nov 2015

http://www.academia.edu/10198469/PSIKOLOGI_ANAK

AgusBejoTahun 2012Diaksespada 26 Nov 2015

Kalau yang pdfhttp://library.walisongo.ac.id/digilib/download.php?id=2988 , ArisRiyant, tahun 2005

Anda mungkin juga menyukai