Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TITIK TEMU AGAMA DAN PANCASILA

DOSEN PEMBIMBING

FISMAN BEDI,S.Kom.,MM.,M.Si

Disusun oleh

Ahmad Nurul Huda

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUSANTARA LAMPUNG

FAKULTAS TEKNIK

TEKIK INDUSTRI

2018/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga
penyusunan makalah yang berjudul “Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Beragama dan
Berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa” ini dapat terselesaikan.

Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari
berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi
yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di
luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yaitu bapak
Mohammad Hasib,MH yang telah memberikan pengarahan dalam pembuatang makalah ini. Tak lupa
penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, yang telah memberikan
dukungannya sehingga makalah ini terselesaikan.

Manusia tidak ada yang sempurna, sehingga penyusun menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangatlah diharapkan
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Bandar lampung, September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3. Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II. PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Pengertian Pancasila dan Agama .......................................................... 3

B. Hubungan Pancasila dan Agama .................................................... 7

C. Makna Ketuhanan Yang Maha Esa................................................... 10

D. Kontrovensi Pancasila dan Agama.....................................................

E . Makna Sila Pancasila dalam Agama..........................................................

F .Implikasi Agama dalam Kehidupan Berdasarkan Pancasila..........................................................

BAB III. PENUTUP ............................................................................................. 12

A. KESIMPULAN ....................................................................................... 12

B. SARAN ............................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila merupakan dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk.Pancasila juga
jati diri bangsa Indonesia, sebagai falsafah, ideologi, dan alat pemersatu bangsa Indonesia
Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Hal ini dikarena
bangsa Indonesia memilki keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan
budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi hal -hal atau perbedaan di atas harus
dipersatukan.

Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah inti negara Indonesia. Sehingga tidak heran bagi
sebagian rakyat Indonesia, Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang harus kita
hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Ada pula sebagian pihak yang sudah
hampir tidak mempedulikan lagi semua aturan-aturan yang dimiliki oleh Pancasila. Namun, di
lain pihak muncul orang-orang yang tidak sepihak atau menolak akan adanya Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia. Mungkin kita masih ingat dengan kasus kudeta Partai Komunis
Indonesia yang menginginkan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Juga
kasus kudeta DI/TII yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan sebuah negara
Islam. Atau kasus yang masih hangat di telinga kita masalah pemberontakan tentara GAM.

Mengapa banyak orang yang menetang pancasila dengan alasan agama. Masalah pokoknya adalah
kurangnya pemahaman mereka tentang ideologi pancasila dan juga kesalahan merekadalam
menafsirkan pelajaran pelajaran atau ilmu agama yang mereka dapatkan. atau mungkin juga
mereka mudah di pengaruhi dan di hasut dengan alasan agama atau kebebasan.dengandemikian sangat
mudah bagi orang orang yang ingin menghancurkan negri ini memanfaatkan mereka.
B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan pancasila dan agama?

2. Apa hubungan pancasila dan agama?

3. Apakah Pancasila masih bisa menjadi ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia yang
terdapat beragam kepercayaan (agama).?

4. Apakah dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar ideologi negara Indonesia, dapat menuju
negara yang aman dan stabil.

C. Tujuan makalah
BAB 11

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila dan Agama

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta:
pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.Pancasila adalah pedoman luhur
yang wajib di ta’ati dan dijalankan oleh setiap warga negara Indonesia untuk menuju kehidupan yang
sejahtera tentram,adil,aman,sentosa.

Agama adalah ajaran sistem yang mengatur tata keimanan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia an manusia serta lingkungan. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia)

B. Hubungan Pancasila dan Agama

Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan negara dan agama merupakan
karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding Fathers Negara Republik Indonesia. Konsep
pemikiran para pendiri negara yang tertuang dalam Pancasila merupakan karya khas yang secara
antropologis merupakan local geniusbangsa Indonesia (Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012).
Begitu pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila, maka Pancasila pun mengisyaratkan
bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut
terminologi Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya sejalan
dengan agama Islam, Kristen, Budha, Hindu dan bahkan juga Animisme (Chaidar, 1998: 36).

Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, 2012: 47), asal mula Pancasila secara langsung salah
satunya asal mula bahan (Kausa Materialis) yang menyatakan bahwa “bangsa Indonesia adalah
sebagai asal dari nilai-nilai Pacasila, yang digali dari bangsa Indonesia yang berupa nilai-nilai adat-
istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia”.Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang (kemerdekaan) negara Indonesia,
masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, (sekitar) 14 abad
pengaruh Hinduisme dan Budhisme, (sekitar) 7 abad pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abad
pengaruh Kristen (Latif, 2011: 57). Dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular dijumpai
kalimat yang kemudian dikenal Bhinneka Tunggal Ika. Sebenarnya kalimat tersebut secara lengkap
berbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda, satu jua
adanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan yang berbeda (Hartono, 1992: 5).
Kuatnya faham keagamaan dalam formasi kebangsaan Indonesia membuat arus besar pendiri bangsa
tidak dapat membayangkan ruang publik hampa Tuhan. Sejak dekade 1920-an, ketika Indonesia
mulai dibayangkan sebagai komunitas politik bersama, mengatasi komunitas kultural dari ragam
etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepas dari Ketuhanan (Latif, 2011: 67). Secara lengkap
pentingnya dasar Ketuhanan ketika dirumuskan oleh founding fathers negara kita dapat dibaca
pada pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945, ketika berbicara mengenai dasar negara
(philosophische grondslag) yang menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-
Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang
Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi
Muhammad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitabkitab yang ada padanya.
Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-
tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-
Tuhan.

Secara kebudayaan yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu
negara yang ber-Tuhan” (Zoelva, 2012).Pernyataan ini mengandung dua arti pokok. Pertama
pengakuan akan eksistensi agama-agama di Indonesia yang, menurut Ir. Soekarno, “mendapat
tempat yang sebaik-baiknya”. Kedua, posisi negara terhadap agama, Ir. Soekarno menegaskan
bahwa “negara kita akan berTuhan”. Bahkan dalam bagian akhir pidatonya, Ir. Soekarno
mengatakan, “Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudarasaudara menyetujui bahwa Indonesia
berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Hal ini relevan dengan ayat (1) dan (2) Pasal 29 UUD 1945 (Ali, 2009: 118).Jelaslah bahwa ada
hubungan antara sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dengan ajaran tauhid dalam
teologi Islam. Jelaslah pula bahwa sila pertama Pancasila yang merupakan prima causa atau sebab
pertama itu (meskipun istilah prima causa tidak selalu tepat, sebab Tuhan terus-menerus mengurus
makhluknya), sejalan dengan beberapa ajaran tauhid Islam, dalam hal ini ajaran tentang tauhidus-
shifat dan tauhidul-af’al, dalam pengertian bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-
Nya. Ajaran ini juga diterima oleh agama-agama lain di Indonesia (Thalib dan Awwas, 1999: 63).
Prinsip ke-Tuhanan Ir. Soekarno itu didapat dari -atau sekurang-kurangnya diilhami oleh
uraian-uraian dari para pemimpin Islam yang berbicara mendahului Ir. Soekarno dalam Badan
Penyelidik itu, dikuatkan dengan keterangan Mohamad Roem. Pemimpin Masyumi yang
terkenal ini menerangkan bahwa dalam Badan Penyelidik itu Ir. Soekarno merupakan
pembicara terakhir; dan membaca pidatonya orang mendapat kesan bahwa pikiranpikiran para
anggota yang berbicara sebelumnya telah tercakup di dalam pidatonya itu, dan dengan
sendirinya perhatian tertuju kepada (pidato) yang terpenting. Komentar Roem, “Pidato penutup
yang bersifat menghimpun pidato-pidato yang telah diucapkansebelumnya” (Thalib dan Awwas,
1999: 63).Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna bahwa manusia Indonesia
harus mengabdi kepada satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan mengalahkan ilah-ilah atau
Tuhan-Tuhan lain yang bisa mempersekutukannya. Dalam bahasa formal yang telah disepakati
bersama sebagai perjanjian bangsa sama maknanya dengan kalimat “Tiada Tuhan selain Tuhan
Yang Maha Esa”. Di mana pengertian arti kata Tuhan adalah sesuatu yang kita taati
perintahnya dan kehendaknya.Prinsip dasar pengabdian adalah tidak boleh punya dua tuan,
hanya satu tuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi itulah yang menjadi misi utama tugas para
pengemban risalah untuk mengajak manusia mengabdi kepada satu Tuan, yaitu Tuhan Yang
Maha Esa .

Pada saat kemerdekaan, sekularisme dan pemisahan agama dari negara didefinisikan melalui
Pancasila. Ini penting untuk dicatat karena Pancasila tidak memasukkan kata sekularisme yang
secara jelas menyerukan untuk memisahkan agama dan politik atau menegaskan bahwa negara
harus tidak memiliki agama. Akan tetapi, hal-hal tersebut terlihat dari fakta bahwa Pancasila tidak
mengakui satu agama pun sebagai agama yang diistimewakan kedudukannya oleh negara dan
dari komitmennya terhadap masyarakat yang plural dan egaliter. Namun, dengan hanya
mengakui lima agama (sekarang menjadi 6 agama: Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan,
Hindu, Budha dan Konghucu) secara resmi, negara Indonesia membatasi pilihan identitas
keagamaan yang bisa dimiliki oleh warga negara. Pandangan yang dominan terhadap Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia secara jelas menyebutkan tempat bagi orang yang menganut
agama tersebut, tetapi tidak bagi mereka yang tidak menganutnya. Pemahaman ini juga
memasukkan kalangan sekuler yang menganut agama tersebut, tapi tidak memasukkan kalangan
sekuler yang tidak menganutnya. Seperti yang telah ditelaah Madjid, meskipun Pancasila
berfungsi sebagai kerangka yang mengatur masyarakat di tingkat nasional maupun lokal,
sebagai individu orang Indonesia bisa dan bahkan didorong untuk memiliki pandangan hidup
personal yang berdasarkan agama (An-Na’im, 2007: 439).

Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila, keduanya dapat berjalan saling menunjang
dan saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan. Juga
tidak harus dipilih salah satu dengan sekaligus membuang dan menanggalkan yang lain.
Selanjutnya Kiai Achamd Siddiq menyatakan bahwa salah satu hambatan utama bagi
proporsionalisasi ini berwujud hambatan psikologis, yaitu kecurigaan dan kekhawatiran yang
datang dari dua arah (Zada dan Sjadzili (ed), 2010: 79). hubungan negara dengan agama
menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):

a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.


b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang berKetuhanan yang Maha Esa.
Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama masingmasing.
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya manusia berkedudukan
kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk
agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil peksaan bagi
siapapun juga.
f. Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara.
g. Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggatakan negara harus sesuai dengan
nilainilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma moral baik
moral agama maupun moral para penyelenggara negara.
h. Negara pda hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Allah yang Maha Esa”.
Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini, secara filosofis
merupakan nilai fundamental yang meneguhkan eksistensi negara Indonesia sebagai negara yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar kerohanian bangsa
dan menjadi penopang utama bagi persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka menjamin
keutuhan NKRI. Karena itu, agar terjalin hubungan selaras dan harmonis antara agama dan negara,
maka negara sesuai dengan Dasar Negara Pancasila wajib memberikan perlindungan kepada agama-
agama di Indonesia.
C. Makna Ketuhanan Yang Maha Esa

“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” [Pasal 29 ayat (1) UUD 1945] serta penempatan
“Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama dalam Pancasila mempunyai beberapa makna,
yaitu:

Pertama, Pancasila lahir dalam suasana kebatinan untuk melawan kolonialisme dan imperialisme,
sehingga diperlukan persatuan dan persaudaraan di antara komponen bangsa. Sila pertama dalam
Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi faktor penting untuk mempererat persatuan dan
persaudaraan, karena sejarah bangsa Indonesia penuh dengan penghormatan terhadap nilai-nilai
”Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Kerelaan tokoh-tokoh Islam untuk menghapus kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” setelah “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada saat pengesahan UUD, 18
Agustus 1945, tidak lepas dari cita-cita bahwa Pancasila harus mampu menjaga dan memelihara
persatuan dan persaudaraan antarsemua komponen bangsa. Ini berarti, tokoh-tokoh Islam yang
menjadi founding fathers bangsa Indonesia telah menjadikan persatuan dan persaudaraan di antara
komponen bangsa sebagai tujuan utama yang harus berada di atas kepentingan primordial lainnya.

Kedua, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogyakarta berkesimpulan bahwa sila ”Ketuhanan
Yang Maha Esa” adalah sebab yang pertama atau causa prima dan sila ”Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” adalah kekuasaan rakyat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara untuk melaksanakan amanat negara dari rakyat, negara bagi
rakyat, dan negara oleh rakyat. Ini berarti, ”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus menjadi landasan
dalam melaksanakan pengelolaan negara dari rakyat, negara bagi rakyat, dan negara oleh rakyat.

Ketiga, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogyakarta juga berkesimpulan bahwa sila
”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus dibaca sebagai satu kesatuan dengan sila-sila lain dalam Pancasila
secara utuh. Hal ini dipertegas dalam kesimpulan nomor 8 dari seminar tadi bahwa: Pancasila adalah
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia (berkebangsaan) yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial; (2) Kemanusiaan yang
adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan),
yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial; (3) Persatuan Indonesia (kebangsaan) yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan dan
berkeadilan sosial; (4) Kerakyatan, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan) dan berkeadilan sosial; (5) Keadilan
sosial, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
bepersatuan Indonesia (berkebangsaan) dan berkerakyatan. Ini berarti bahwa sila-sila lain dalam
Pancasila harus bermuatan Ketuhanan Yang Maha Esa dan sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa
harus mampu mengejewantah dalam soal kebangsaan (persatuan), keadilan, kemanusiaan, dan
kerakyatan.
Keempat, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” juga harus dimaknai bahwa negara
melarang ajaran atau paham yang secara terang-terangan menolak Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti
komunisme dan atheisme. Karena itu, Ketetapan MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Larangan
Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme
Leninisme masih tetap relevan dan kontekstual. Pasal 29 ayat 2 UUD bahwa “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing …” bermakna bahwa
negara hanya menjamin kemerdekaan untuk beragama. Sebaliknya, negara tidak menjamin kebebasan
untuk tidak beragama (atheis). Kata “tidak menjamin” ini sudah sangat dekat dengan pengertian
“tidak membolehkan”, terutama jika atheisme itu hanya tidak dianut secara personal, melainkan juga
didakwahkan kepada orang lain

D. Kontrovensi Pancasila dan Agama

Sebagai sebuah negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama islam, maka Pancasila sendiri
sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertuang dalam sila
pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada awalnya berbunyi “… dengan
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal sebagai Piagam
Jakarta. Namun ada dua ormas Islam terbesar saat itu yang menentang bunyi sila pertama
tersebut, karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika syariat Islam diterapkan maka
secara tidak langsung akan menjadikan.

Indonesia sebagai negara Islam yang utuh maka hal tersebut dapat memojokkan umat beragama
lainnya. Yang lebih buruk lagi adalah akan memecah belah bangsa ini khususnya bagi provingsi-
provingsi yang sebagian besar penduduknya nonmuslim. Karena itulah sampai detik ini bunyi sila
pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakui dan
menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk juga Kristen, Katolik,
Budha, khonhucu dan Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.

E. Makna Sila Pancasila dalam Agama

keterkaitan hubungan antara rukun Islam sebagai landasan agama Isalam dan Pancasila sebagai
landasan negara Indonesia. Adapun hubungan itu yaitu pertama dari segi jumlah, rukun Islam
berjumlah lima begitupun pancasila. Kedua, dari segi makna yaitu:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa, sila ini kerat aitannya denagn rukun Islam yang pertama yaitu
syahadat. Secara umum, sila ini menerangkan tentang ketuhanan begitu pun syahadat yang
mempunyai makna pengakuan terhadap tuhan yaitu Allah SWT. Selain itu, kata Esa sendiri berarti
tunggal, yang sebagaimana yang kita ketahui bahwa Isalm sebagai agama mayoritas penduduk negeri
ini mempunyai tuhan tunggal Allah SWT.
Kemanusiaan yang adil dan beradab sila kedua pancasila, berkaitan dengan rukun Islam kedua yaitu
Shalat. Shalat dalam Islam selain sebagai ibadah wajib juga dilakukan untuk mendidik manusia
menjadi manusia yang beradab. Sholat adalah sebuah media untuk mencegah perbuatan yang tidak
terpuji, sebagai mana yang di firmankan oleh Allah bahwa Shalat itu mencegah perbuatan keji dan
mungkar.

Persatuan Indonesia yang artinya seluruh elemen rakyat yang ada di Indonesia yang terdiri dari
berbagai macam suku dan adat bersatu dan membentuk kesatuan dalam wadah bangsa Indonesia.
Kaitannya dengan itu, persatuan terbentuk ketika jurang pemisah sudah tidak ada lagi di masyarakat.
salah satu jurang pemisah yang paling nyata yaitu jurang antara yang miskin dan yang kaya. Untuk
menyatukan jurang pemisah tersebut maka di agama Islam diwajibkan membayar zakat bagi orang-
orang kaya yang akan disalurkan untuk kepentingan kaum miskin dan duafa. Zakat yang notabennya
adalah rukun Islam ketiga sangat erat kaitannya dengan poin pancasila ketiga tersebut. Dengan zakat
akan terbentuk rasa kasih sayang pada umat yang akan menghasilkan persatuan yang di cita-citakan.

Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sangat
erat kaitannya dengan rukun islam keempat yaitu puasa. Dengan pusas akan terbentuk sifat bijaksana
dan kepemimpinan. Ciri orang bijaksana, yaitu ia mampu merasakan dan mempumnyuai rasa kasih
sayang sesame, semua itu adalah hikmah dari puasa. Selain itu, dalam menentukan waktu puasa, perlu
dilakukan suatu musyawarah yang dikenal dengan siding istbat.

Keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indionesia. Pada rukun Islam, terdapat yang namanya haji.
Haji adalah proses sosial yang terbesar di dunia ini, dimana setiap orang datang dari berbagai
negara dengan berbagai bahasa dan kebiasaan bergabung menjadi satu dalam satu tempat dan
waktu dalam kedudukan yang sama. Di dalalam haji, tidak memandang itu siapa dan siapa,
semuanya sama, pakaiannya sama dan peraturan dan hukumnya sama. Semua itu adalah
cerminan dari keadilan tuhan.

F. Implikasi Agama dalam Kehidupan Berdasarkan Pancasila

Pancasila dan agama dapat diaplikasikan seiring sejalan dan saling mendukung. Agama dapat
mendorong aplikasi nilai-nilai Pancasila, begitu pula Pancasila memberikan ruang gerak yang
seluas-luasnya terhadap usaha-usaha peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengamalan
agama (Eksan, 2000). Abdurrahman Wahid (Gusdur) pun menjelaskan bahwa sudah tidak relevan
lagi untuk melihat apakah nilai-nilai dasar itu ditarik oleh Pancasila dari agama-agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena ajaran agama-agama juga tetap menjadi
referensi umum bagi Pancasila, dan agamaagama harus memperhitungkan eksistensi Pancasila
sebagai “polisi lalu lintas” yang akan menjamin semua pihak dapat menggunakan jalan raya
kehidupan bangsa tanpa terkecuali (Oesman dan Alfian, 1990: 167-168).

Moral Pancasila bersifat rasional, objektif dan universal dalam arti berlaku bagi seluruh
bangsa Indonesia. Moral Pancasila juga dapat disebut otonom karena nilainilainya tidak
mendapat pengaruh dari luar hakikat manusia Indonesia, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara filosofis. Tidak dapat pula diletakkan adanya bantuan dari
nilai-nilai agama, adat, dan budaya, karena secara de facto nilai-nilai Pancasila berasal
dari agama agama serta budaya manusia Indonesia. Hanya saja nilainilai yang hidup
tersebut tidak menentukan dasar-dasar Pancasila, tetapi memberikan bantuan dan
memperkuat (Anshoriy, 2008: 177).Sejalan dengan pendapat tersebut, Pancasila sebagai
falsalah yang terpatri sejak bahkan sejak sebelum bangsa ini berdaulat ternyata tidak membuatnya
bebas dari rongrongan, pengkhianatan dan pengingkaran. Ideologi-ideologi impor yang jelas-jelas
bertabrakan dengan pancasila mulai merangsek ingin menggeser Pancasila.

Ancaman besar terhadap eksistensi Pancasila kini lewat merebaknya sikap intoleransi serta
radikalisme yang melahirkan aksi-aksi terorisme. Bahkan sempat juga datang dari sebagian kecil
anak bangsanya sendiri yang tergabung dalam organisasi Hizbut Tahrir Indonesia yang ingin
mengganti Pancasila dengan paham khilafah.

Padahal, nilai-nilai Pancasila tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga di belahan dunia lain,
Bahkan bisa dikatakan dunia internasional sangat iri dengan Indonesia dan Pancasilanya. Seperti
Perdana Menteri India Narendra Modi saat diterima Presiden Jokowi di Istana Merdeka dua hari
lalu, yang mengapresiasi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.Menurutnya, Pancasila
menjadi dasar hidup yang menyatukan seluruh rakyat Indonesia meski berbeda latar belakang,
adat istiadat, agama, budaya, serta suku.

"Di bawah filosofi Pancasila, antaragama, kepercayaan, adat serta tradisi terintegrasi satu dengan
yang lain," ujar Modi.Jika negara lain saja punya penghormatan besar terhadap pancasila,
mestinya setiap anak bangsa ini sadar bahwa Pancasila merupakan komitmen kebangsaan dan
konsensus bersama yang harus mengisi relung-relung kehidupan bangsa ini. Pendiri Republik ini
menyepakati Pancasila sebagai falsafah bangsa.Itulah sebabnya menjadi berarti segala upaya
untuk terus mengingat falsalah hidup bangsa ini pada setiap kelahirannya 1 Juni. Bukan untuk
sekadar meryakn pertambahan umur, melainkan agar kita mengetahui esensi kelahiran dan
penciptaannya untuk mengukuhkan lagi semangat Pancasila dalam jati diri bangsa.Peringatan
Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum demi memperkuat komitmen bangsa Indonesia
untuk sungguh-sungguh mengimplementasikan Pancasila sebagai falsafah dan pendirian hidup
bangsa.m, bukan sekadar ornamen teks kosong tanpa guna dan makna.Agar Pancasila itu benar-
benar hidup di masyarakat, nilai-nilainya diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Itu supaya spirit kejujuran dan keadilan yang menjadi bagian penting falsafah
Pancasila tidak tergantikan oleh keserakahan yang berpadu dengan oportunisme akut.Namun
tentunya masyarakat butuh panutan atau teladan. Tidak mengherankan tuntutan penghayataan
terhadap Pancasila lebih besar kepada para elit bangsa ini agar mereka mampu menjadi teladan
dalam berucap, bersikap, bertindak.Dengan menginternalisasikan Pancasila, para pejabat negara
tidak korupsi, para tokoh agama tidak menebarkan kebencian dan intoleransi, serta dalam urusan
politik para politisi tidak memainkan politik dagang sapi. Pancasila ke depan juga harus menjadi
penawar terhadap polariasi dan segregasi sosial akibat merebaknya politik identitas.

Di masa mendatang upaya membumikan Pancasila jelas akan lebih berat karena generasi muda
yang akan menopang bangsa ini minim memiliki memori tentang pancasila. Itu ajtara lain karena
sejak 1998 mereka tidak lagi mendapat pelajaran formal di bangku-bangku sekolah tentang
Pancasila. Itulah sebabnya, menurut sejumlah penelitian, di sekolah-sekolah justru berkembang
paham radikal.

Karena itu, penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila melalui keputusan Presiden Joko
Widodo sejatinya merupakan tonggak untuk mengembalikan ideologi negara tersebut kepada
nilai penting saat dilahirkan. Nilai penting itu Ialah menarik seluruh elemen bangsa ini untuk
menekuni kembali Pancasila sebagai ideologi bersama. Itu artinya Pancasila harus kita jadikan
ideologi untuk mempertemukan berbagai perbedaan.
BAB III

PENUTUP

A Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Sebagai
negara yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa Pancasila adalah
ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia. Sehingga jika ideologi
Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi
rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut.Dengan tetap
menjunjung tinggi ideologi Pancasila sebagai dasar negara, maka perwujudan untuk menuju
negara yang aman dan sejahtera pasti akan tercapai.

B. Saran

Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama, harus memiliki
rasa nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna
mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di
dalamnya serta selalu rukun antar umat beragam dengan cara saling menghormati dan menghargai.
DAFTAR PUSTAKA

Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh.

Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila dengan Kelangsungan Agama,
Cet. 8. Jakarta: Pantjoran Tujuh.

Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta Koentjaraningrat.


1980. Manusia dan Agama. Jakarta: PT. Gramedia.

https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1387-pancasila-titik-temu-perbedaan

Anda mungkin juga menyukai