Anda di halaman 1dari 11

PERISTIWA IMBIBISI PADA BIJI

LAPORAN PRAKTIKUM
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan
Dosen pengampu:
Dr. Hj. Sariwulan Diana, M.Si.
Dr. Hj. Sri Anggraeni, M.S.

oleh:
Kelas A 2015
Kelompok

Fadillah Utami (1505063)


Jembar Galih Ramiati (1500255)
Naufal Ahmad Muzakki (1505601)
Nia Yuniarti (1500525)
Rianeu Ramadhanti (1500897)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018
A. Judul Praktikum
Peristiwa Imbibisi Pada Biji
B. Waktu dan Tempat
Hari : Rabu, 19 September 2018
Waktu : 07.00 - 09.30 WIB
Tempat : Laboratorium Fisiologi FPMIPA UPI
C. Tujuan
Memahami pengaruh temperatur dan potensial osmosis larutan yang di
imbibisi terhadap peristiwa imbibisi yang terjadi pada biji tumbuhan.
D. Dasar Teori
Tumbuhan memperoleh sumber nutrisi dari ingkungan berupa O2, CO2,
air, dan unsur hara. Mekanisme proses penyerapan unsur-unsur tersebut
berlangsung dengan berbagai cara, diantaranya difusi, osmosis, transpor aktif,
dan Imbibisi. Imbibisi merupakan salah satu proses difusi yang berlangsung
pada tanaman, proses ini biasanya terjadi pada biji tumbuhan. Imbibisi adalah
masuknya air pada ruang intraseluler dari konsentrasi rendah ke konsentrasi
tinggi. Proses ini tidak melibatkan membran, karena proses ini terjadi saat
permukaan – permukaan struktur miskropkopis sel tumbuhan, seperti selulosa,
butir pati, protein, dan bahan lainnya yang dapat menarik dan memegang
molekul-molekul air dengan gaya tarik antarmolekul.
Peristiwa imbibisi juga bisa dikatakan sebagai suatu proses penyusupan
atau peresapan air ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding selnya
akan mengembang. Misalnya masuknya air pada biji saat berkecambah dan biji
kacang yang direndam dalam air beberapa jam. Perbedaan antara osmosis dan
imbibisi yaitu pada imbibisi terdapat adsorban. Ada dua kondisi yang
diperlukan untuk terjadinya imbibisi adalah adanya gradient potensial air
antara permukaan adsorban dengan senyawa yang diimbibisi dan adanya
afinitas antara komponen adsorban dengan senyawa yang diimbibisi. Dinding
sel hidup selalu rembes dan kadang-kadang dikelilingi oleh larutan cair yang
sinambung dari satu sel ke sel lainnya, sehingga membentuk suatu jalinan pada
seluruh tumbuhan. Dipandang dari sudut hubungannya dengan larutan ini,
sebuah sel tumbuhan biasanya dapat dibandingkan dengan sistem osmosis tipe
tertutup. Kedua selaput sitoplasma, yaitu plasmalema di sebelah luar dan
tonoplas di sebelah dalam, kedua-duanya sangat permeabel terhadap air, tetapi
relatif tak permeabel terhadap bahan terlarut, sehingga untuk mudahnya
seluruh lapisan sitoplasma itu dapat dianggap sebagai membran sinambung dan
semi-permeabel ( Lakitan, 2004).
Imbibisi dipengaruhi oleh dua factor, yaitu temperature dan potensial
osmosis senyawa yang diimbibisi. Temperatur tidak mempengaruhi kecapatan
imbibisi, sedangkan potensial osmosis dapat mempengaruhi kedua-duanya.
Saat biji kacang hijau yang kering direndam dalam air, air akan masuk ke
ruang antarsel penyusun endosperm secara osmosis. Peristiwa tersebut
termasuk peristiwa imbibisi. Kecepatan imbibisi berbanding lurus dengan
kenaikan suhu dan berbanding terbalik dengan kenaikan konsentrasi zat.
Banyak benda-benda kering atau benda setengah padat dapat menyerap air
(absorpsi) karena benda-benda tersebut mengandung materi koloid yang
hidrofil. Hidrofil artinya menarik air. Contoh pada tumbuhan misalnya biji
yang kering. Penyerapan air dipengaruhi oleh faktor dalam (disebut pula faktor
tumbuhan) dan faktor luar atau faktor lingkungan (Yusuf, 2009).
Faktor dalam terdiri dari:
a. Kecepatan transpirasi: semakin cepat transpirasi makin cepat penyerapan.
b.Sistem perakaran: tumbuhan yang mempunyai system perakaran berkembang
baik, akan mampu mengadakan penyerapan lebih kuat karena jumlah bulu
akar semakin banyak.
c. Kecepatan metabolisme: karena penyerapan memerlukan energi, maka
semakin cepat metabolismem (terutama respirasi) akan mempercepat
penyerapan. (Yusuf, 2009).
Faktor lingkungan terdiri dari:
a. Ketersediaan air tanah: tumbuhan dapat menyerap air bila air tersedia antara
kapasitas lapang dan konsentrasi layu tetap. Bila air melebihi kapasitas
lapang penyerapan terhambat karena akan berada dalam lingkungan anaerob.
b. Konsentrasi air tanah: air tanah bukan air murni, tetapi larutan yang berisi
berbagai ion dan molekul. Semakin pekat larutan tanah semakin sulit
penyerapan.
c. Temperatur tanah: temperatur mempengaruhi kecepatan metabolism. Ada
temperatur optimum untuk metabolisme dan tentu saja ada temperatur
optimum untuk penyerapan.
d. Aerasi tanah: yang dimaksud dengan aerasi adalah pertukaran udara, yaitu
maksudnya oksigen dan lepasnya CO2 dari lingkungan. Aerasi
mempengaruhi proses respirasi aerob, kalau tidak baik akan menyebabkan
terjadinya kenaikan kadar CO2 yang selanjutnya menurunkan pH. Penurunan
pH ini berakibat terhadap permeabilitas membran sel. (Yusuf, 2009).
Proses imbibisi terjadi melalui akar yang bekerja menyerap air tanah.
Namun, pada biji belum mempunyai akar sehingga biji perlu direndam agar
sel-sel yang ada dalam biji dapat aktif tumbuh.
Fungsi air pada perkecambahan benih:
1. Air yang diserap oleh benih berguna untuk melunakkan kulit benih dan
menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm, sehingga
menyebabkan kulit benih menjadi pecah.
2. Air memberi fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam benih . Dinding sel
yang berimbibisi bersifat permeabe1 sehingga gas dapat masuk ke dalam sel
secara difusi . Pasokan oksigen meningkat apabila kulit benihmenyerap air
sehingga mengaktifkan pernafasan.
3. Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan
fungsinya. Bila protoplasma mengandung air maka sel-sel hidup akan
melaksanakan proses-proses kehidupan termasuk pencernaan, asimilasi dan
tumbuh.
4. Air berguna sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau
koyilkedon ke titik tumbuh pada poros embrio untuk membentuk
protoplasma baru.
Akibat penyerapan air selama proses imbibisi terjadi pertambahan
volumedan bobot basah benih. Pertambahan volume benih tersebut sangat
cepat pada awal proses imbibisi dan semakin lama pertambahannya semakin
lambat. (Muatika, 2012).
Selain itu air yang diserap diperlukan untuk mengaktifkan hormon
giberelin yang merupakan hormon yang berpengaruh terhadap perkembangan
dan perkecambahan embrio. Giberelin akan merangsang pembentukan enzim
amylase. Enzim tersebut berperan memecah senyawa amilum yang terdapat
pada endosperm (cadangan makanan) menjadi senyawa glukosa. Glukosa ini
menjadi sumber energy untuk pertumbuhan.
Giberelin juga berfungsi dalam proses pembentukan biji, yaitu
merangsang pembentukan serbuk sari (polen), memperbesar ukuran buah,
merangsang pembentukan bunga dan mengakhiri masa dormansi pada biji.
E. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan
Tabel E.1. Alat pada Praktikum Imbibisi pada Biji
No. Nama Alat Jumlah
1 Rak tabung 1 buah
2 Tabung reaksi 9 buah
3 Penangas air 40oC 1 buah
4 Penangas air 60oC 1 buah
5 Timbangan 1 buah
6 Alumunium foil (2x2) cm 9 buah
7 Gelas beker 500 mL 1 buah

2. Bahan yang digunakan


Tabel E.2. Bahan pada Praktikum Imbibisi pada Biji
No. Nama Bahan Jumlah
1 Larutan sukrosa 0,25 M 30 mL
2 Larutan sukrosa 0,75 M 30 mL
3 Akuades 30 mL
4 Biji Jagung 90 buah
F. Langkah Kerja

Sembilan buah tabung Biji jagung yang telah


Satu tabung dari masing-
reaksi disiapkan dan dikeringkan dipilih,
masing kelompok dilabeli
dikelompokkan dan kemudian berat awal biji
suhunya menjadi 40oC,
dilabeli masing-masing tiga jagung ditimbang masing-
60oC, dan air dengan suhu
tabung untuk sukrosa 0,25 masing 10 buah pada
kamar
M, 0, 75 M, dan akuades sembilan tabung

Biji Jagung yang telah


ditimbang dimasukkan
Setiap kelompok biji Kecepatan imbibisi setiap
pada setiap tabung dan
jagung ditimbang kembali kelompok dihitung
tabung dimasukkan pada
penangas air selama 1 jam

Bagan F.1. Langkah kerja praktikum imbisisi pada sel tumbuhan


G. Hasil Pengamatan
Tabel G.1. Hasil Pengamatan Imbibisi Pada Sel Tumbuhan Kelas A 2015
Berat Berat
Selisih Kecepatan
Kelompok Biji Larutan Suhu Awal Akhir
(gram) Imbibisi
(gram) (gram)
Kamar 0,72 0,84 0,12 44,4 x 10-6
Akuades 40oC 0,74 0,90 0,16 59,3 x 10 -6
60 oC 0,74 1,01 0,27 1 x 10-5
Kamar 0,73 0,90 0,17 6 x 10-5
1 Kwaci Sukrosa 0,5 M 40 oC 0,73 0,86 0,13 4 x 10-5
60 oC 0,73 0,96 0,23 12 x 10-5
Kamar 0,73 0,88 0,15 5 x 10-5
Sukrosa 1 M 40 oC 0,73 0,85 0,12 4 x 10-5
60 oC 0,73 0,89 0,16 5 x 10-5
Kamar 1,78 1,81 0,03 1,1 x 10-5
Akuades 40o 1,64 1,67 0,03 1,1 x 10-5
60o 1,86 2,34 0,48 17,7 x 10-5
Kamar 1,68 1,73 0,05 1,8 x 10-5
2 Kangkung Sukrosa 0,5 M 40o 1,66 1,78 0,12 4,4 x 10-5
60o 1,62 1,95 0,33 12,2 x 10-5
Kamar 1,57 1,64 0,07 2,6 x 10-5
Sukrosa 1 M 40o 1,66 1,72 0,06 2,2 x 10-5
60o 1,61 1,82 0,21 7,7 x 10-5
Kamar 3,11 3,41 0,30 1,11 x 10-4
Akuades 40oC 3,09 3,35 0,26 0,96 x 10-4
60oC 3,00 4,50 1,50 5,56 x 10-4
Kamar 3,02 3,16 0,14 0,52 x 10-4
Biji komak
3 Sukrosa 0,5 M 40oC 3,08 3,30 0,22 0,81 x 10-4
hitam
60oC 3,04 4,33 1,29 4,78 x 10-4
Kamar 3,02 3,09 0,07 0,26 x 10-4
Sukrosa 1 M 40oC 3,11 3,39 0,28 1,04 x 10-4
60oC 3,10 3,71 0,61 2,26 x 10-4
Kamar 0,70 0,73 0,03 1,1 x 105
Akuades 40oC 0,72 0,75 0,03 1,1 x 105
60oC 0,69 0,73 0,04 1,48 x 105
Kamar 0,64 0,66 0,02 0,74 x 105
Kacang
4 Sukrosa 0,5 M 40oC 0,71 0,72 0,01 0,37 x 105
Hijau
60oC 0,73 0,75 0,02 0,74 x 105
Kamar 0,71 0,76 0,05 1,85 x 105
Sukrosa 1 M 40oC 0,70 0,70 0 0
60oC 0,66 0,70 0,04 1,48 x 105
Kamar 1,08 1,22 0,14 5,1 x 10-5
Akuades 40oC 1,05 1,20 0,15 5,5 x 10-5
60 oC 1,09 1,32 0,23 8,5 x 10-5
Kamar 0,91 1,71 0,8 2,9 x 10-4
Sukrosa 0,25
5 Jagung 40 oC 1,25 1,42 0,17 6,2 x 10-5
M
60 oC 1,44 1,66 0,22 8,1 x 10-5
Kamar 1,40 1,62 0,22 8,1 x 10-5
Sukrosa 0,75
40 oC 1,15 1,39 0,24 8,8 x 10-5
M
60 oC 1,11 1,54 0,43 1,5 x 10-4
Berat Berat
Selisih Kecepatan
Kelompok Biji Larutan Suhu Awal Akhir
(gram) Imbibisi
(gram) (gram)
Kamar 1,37 1,54 0,17 6,29 x 10-5
Akuades 40oC 1,57 1,78 0,21 7,78 x 10-5
60oC 1,66 1,90 0,24 8,89 x 10-5
Kamar 1,48 1,62 0,14 5,19 x 10-5
6 Jagung Sukrosa 0,5 M 40oC 1,60 1,79 0,19 7,04 x 10-5
60oC 1,64 1,84 0,20 7,41 x 10-5
Kamar 1,59 1,71 0,12 4,44 x 10-5
Sukrosa 1 M 40oC 1,57 1,72 0,15 5,56 x 10-5
60oC 1,55 1,73 0,18 6,67 x 10-5
Kamar 1,57 2,55 0,98 3,63 x 10-4
Aquades 40oC 1,43 2,7 1,27 4,70 x 10-4
60oC 1,79 3,16 1,37 5,07 x 10-4
Kamar 1,87 2,71 0,84 3,11 x 10-4
Sukrosa 0,25
7 Kedelai 40oC 1,66 2,75 1,09 4,04 x 10-4
M
60oC 1,72 2,96 1,24 4,59 x 10-4
Kamar 1,67 2,59 0,92 3,41 x 10-4
Sukrosa 0,75
40oC 1,57 2,57 1 3,70 x 10-4
M
60oC 1,61 3,19 1,58 5,85 x 10-4
Kamar 1,74 2,74 1 3,7 x 10-4
Aquades 40oC 1,68 2,94 1,75 6,4 x 10-4
60oC 1,58 2,97 1,39 5,1 x 10-4
Kamar 1,86 2,86 1 3,7 x 10-4
8 Kedelai Sukrosa 0,5 M 40oC 1,71 2,78 1,07 3,9 x 10-4
60oC 1,69 2,53 0,84 3,1 x 10-4
Kamar 1,81 2,69 0,88 3,2 x 10-4
Sukrosa 1 M 40oC 1,80 2,94 1,14 4,2 x 10-4
60oC 1,61 2,40 0,79 2,9 x 10-4
Kamar 0,75 0,76 0,01 37 x 10-6
Akuades 40oC 0,69 0,71 0,02 74 x 10 -6
60 oC 0,71 0,80 0,09 33 x 10-5
Kamar 0,70 0,74 0,04 14 x 10-5
Kacang Sukrosa 0,25
9 40 oC 0,65 0,68 0,03 11 x 10-5
Hijau M
60 oC 0,69 0,81 0,12 44 x 10-5
Kamar 0,69 0,72 0,03 11 x 10-5
Sukrosa 0,75
40 oC 0,72 0,73 0,01 37 x 10-6
M
60 oC 0,64 0,69 0,05 18 x 10-5
H. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, terlihat bahwa terdapat penambahan berat
dari biji setelah direndam pada senyawa dan suhu tertentu. Penambahan berat ini
diakibatkan oleh kadar air yang diserap oleh biji pada peristiwa imbibisi. Selisih
berat awal dan akhir dari biji yang diamati selanjutnya akan menentukan kecepatan
imbibisi dari suatu biji pada senyawa dan temperatur tertentu. Maka setelah
dilakukan praktikum ini dapat diketahui bahwa peristiwa imbibisi pada biji
dipengaruhi oleh temperatur serta potensial osmosis dari senyawa yang diimbibisi
karena terlihat bahwa dari setiap senyawa yang diimbibisi oleh berbagai macam biji
pada suhu yang berbeda-beda menunjukkan perbedaan pada masing-masing suhu dan
senyawanya. Kecepatan imbibisi juga dapat terlihat bahwa bergantung pada jenis biji
yang digunakan dalam percobaan karena pada senyawa yang sama dan suhu yang
sama pun bisa berbeda bila jenis biji nya berbeda pula hal ini mungkin disebabkan
oleh struktur dari biji tersebut serta kondisi awal dari biji (bijinya termasuk biji
kering atau tidak).
Kecepatan imbibisi tertinggi dari setiap jenis biji tidak semuanya sama pada satu
jenis senyawa dan temperatur tertentu. Biji kwaci memiliki kecepatan imbibisi paling
tinggi pada larutan sukrosa 0,5M dengan temperatur 60°C. Kecepatan imbibisi paling
tinggi pada biji kangkung adalah pada larutan akuades dengan temperatur 60°C. Biji
komak hitam memiliki kecepatan imbibisi paling tinggi pada larutan akuades 60°C.
Biji kacang hijau memiliki kecepatan imbibisi paling tinggi pada larutan Sukrosa 1
M pada suhu kamar. Biji jagung kering memiliki kecepatan imbibisi paling tinggi
pada larutan sukrosa 0,75 M dengan temperatur 40°C. Sedangkan pada biji jagung
kering yang lain kecepatan imbibisi yang paling tinggi adalah pada larutan akuades
60°C, hal ini bisa jadi disebabkan oleh kondisi dari biji jagungnya yang berbeda serta
bisa jadi disebabkan oleh kondisi teknis ketika memberikan perlakuan seperti ketika
mengambil biji dari tabung reaksi lalu diletakkan pada tissue, bisa jadi salah satu
sampel terlalu lama atau terlalu cepat ketika diletakkan di atas tissue sehingga
mempengaruhi berat akhir dari biji. Pada 2 kelompok selanjutnya menggunakan biji
kedelai namun memiliki perbedaan yaitu pada biji kedelai kelompok 7 kecepatan
imbibisi tertinggi adalah pada sukrosa 0,75M pada suhu 60°C. Sedangkan biji
kedelai kelompok 8 kecepatan imbibisi tertinggi adalah pada akuades 40°C.
Kelompok terakhir pun menggunakan kacang hijau juga namun berbeda dengan
kelompok sebelumnya yang menggunakan kacang hijau, pada kelompok ini
kecepatan imbibisi tertinggi adalah pada larutan akuades 40°C. Perbedaan-perbedaan
ini juga bisa jadi disebabkan oleh perbedaan kondisi dari biji-biji yang digunakan
serta perbedaan pada teknis yang dilakukan pada saat memberi perlakuan pada
sampel.
I. Pertanyaan
1. Berapakah potensial osmosis dari masing-masing larutan yang digunakan?
Jawab:
a. Larutan Aquades
ᴪ=MiRT
= 0 x 1 x 0.0831 (27+273) = 0 (potensial osmosis tertinggi)
= 0 x 1 x 0.0831 (40+273) = 0 (potensial osmosis tertinggi)
= 0 x 1 x 0.0831 (60+273) = 0 (potensial osmosis tertinggi)
b. Larutan Sukrosa 0.25 M
ᴪ=MiRT
= 0.25 x 1 x 0.0831 (27+273) = 6,2325 (potensial osmosis -6,2325)
= 0.25 x 1 x 0.0831 (40+273) = 6,573 (potensial osmosis -6,573)
= 0.25 x 1 x 0.0831 (60+273) = 6,993 (potensial osmosis -6,993)
c. Larutan Sukrosa 0,75 M
ᴪ=MiRT
= 0,75 x 1 x 0.0831 (27+273) = 18,6 (potensial osmosis -18,6)
= 0,75 x 1 x 0.0831 (40+273) = 19,406 (potensial osmosis -19,406)
= 0,75 x 1 x 0.0831 (60+273) = 20,646 (potensial osmosis -20,646)
2. Pada larutan mana dan suhu berapa kecepatan imbibisi tertinggi dan terendah?
Jelaskan mengapa demikian!
Jawab:
Jika berdasarkan hasil pengamatan, kecepatan imbibisi tertinggi terjadi pada
biji jagung dalam sukrosa 0,25M dengan suhu kamar sedangkan kecepatan
imbibisi terendah terjadi pada biji jagung dalam akuades dengan suhu kamar.
Seharusnya menurut teori bahwa kecepatan imbibisi terendah yakni pada biji yang
direndam dalam larutan yang potensial osmosisnya rendah, yaitu pada larutan
sukrosa 0,75M. hal tersebut terjadi karena akuades memiliki potensial osmosis
yang tinggi, sehingga kecenderungan akuades untuk masuk ke dalam sel juga
semakin besar dan laju imbibisi menjadi tinggi. Sedangkan pada sukrosa 0,75M
potensial osmosisnya rendah, maka kecenderungan untuk masuk ke dalam sel pun
rendah.
3. Bisakah anda mengaplikasikan percobaan di atas pada kehidupan sehari-hari?
Kira-kira kegiatan apa yang memerlukan pengetahuan ini!
Jawab:
Dalam kehidupan sehari-hari, peristiwa imbibisi ini dapat diterapkan ketika
memasak beras menjadi nasi. Selain itu juga ketika akan membuat ketan ataupun
lontong, dimana beras harus direndam atau dibasahi terlebih dahulu.
J. Simpulan
Peristiwa imbibisi pada biji dipengaruhi oleh temperatur serta potensial
osmosis dari senyawa yang diimbibisi karena terlihat bahwa dari setiap senyawa
yang diimbibisi oleh berbagai macam biji (jenis biji dan kondisi awal biji) pada suhu
yang berbeda-beda menunjukkan perbedaan pada masing-masing suhu dan
senyawanya. Tidak semua jenis biji mengalami imbibisi.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1991. Pengantar fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta. Heddy,
Suwasono. 1990.
Lakitan,B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Tim Dosen Fisiologi Tumbuhan. (2018). Penuntun Praktikum Fisiologi
Tumbuhan. FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia.
Yusuf, Andi Rezki Ferawati. 2009. Laporan Praktikum Imbibisi. [Online].
Tersedia: http://fheeyraredzqiiy.wordpress.com/category/fisiologi-
tumbuhan/ (1 Oktober 2018).
Muatika, Asdani. 2012. Imbibisi. [Online].
Tersedia:http://asdanimuatika.wordpress.com/2012/12/15/kenapa-biji-
harus-direndam-dahulu-saat-akan-ditanam/ (8 Oktober 2013).

Anda mungkin juga menyukai