Oleh :
Glory V. Sahusilawane
2017-43-012
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul “Pendekatan dalam
Penilaian”.
Makalah mengenai Pendekatan dalam Penilaian ini disusun sebagai pelengkap dalam
mata kuliah Evaluasi Input, Proses dan Hasil Belajar. Makalah ini berisi informasi tentang
pendekatan acuan norma dan acuan patokan, serta acuan konversi nilai.
Penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini, belum bisa dikatakan sempurna, Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan Makalah
ini kedepan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada setiap akhir kegiatan belajar-mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil penilaian dapat
disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada lembaga pendidikan yang
menggunakan nilai angka dengan skala 0 sampai 100, dan ada pula yang menggunakan nilai
angka dengan skala 0 sampai. Pada Jenjang perguruan tinggi umumnya digunakan nilai huruf,
yaitu A, B, C, D, dan E atau TL. Jika nilai-nilai huruf itu akan digunakan untuk menentukan
indeks prestasi mahasiswa pada akhir semester atau pada akhir suatu program pendidikan, nilai-
nilai huruf itu ditransfer ke dalam nilai angka dengan bobot masing-masing sebagai berikut: A=4,
B=3, C=2, D=1, dan E (atau TL)=0.
Nilai angka ataupun nilai huruf itu umumnya merupakan hasil tes atau ujian yang diberikan
oleh guru kepada para siswa atau mahasiswanya setelah mereka mengikuti pelajaran selama
jangka waktu tertentu.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu sesuai dengan
perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pengajar harus mengetahui bagaimana cara atau
teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi siswanya, sejauhmana pencapaiannya dalam
menguasai materi yang disampaikan.
Suatu tes hasil belajar dapat dipakai untuk menyatakan salah satunya adalah memberikan
suatu gambaran tentang tugas-tugas yang dapat atau belum dapat dilakukan olehsiswa. Hasil tes
jenis ini dinyatakan dengan jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan yang dapat diperlihatkan
oleh setiap mahasiswa. Metode penafsiran seperti ini disebut mengacu kepada sebuah patokan.
Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhir seorang siswa dapat dilakukan dengan mengacu
kepada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal adanya dua patokan yang umum
dipakai dalam penilaian itu, yaitu “penilaian acuan patokan” (criterion-referenced evaluation)
dan “penilaian acuan norma” (norm-referenced evaluation). Untuk jelasnya, marilah kita ikuti
uraian berikut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Acuan Patokan ?
2. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan Acuan Norma ?
3. Apa Yang dimaksud dengan Konversi Nilai ??
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan ini adalah ;
1. Untuk Mengetahui apa itu Pendekatan Acuan Patokan
2. Untuk mengetahui apa itu pendekatan acuan Norma
3. Untuk mengetahui apa itu pendekatan konversi nilai
BAB II
PEMBAHASAN
Langkah kerja untuk mengubah skor menjadi nilai dengan menggunakan PAP sebagai
berikut;
1. Masukkan skor mentah pada tabel
2. Menghitung skor menjadi nilai menggunakan rumus PAP dgn mengalikan skor ideal
3. Membuat pedoman konversi hasil perhitungan
4. Mengubah skor menjadi nilai.
Misalkan seorang dosen memberikan tes dalam mata kuliah Strategi Belajar Mengajar,
soal yang dikeluarkan sebanyak 5 butir tes esei dengan total skor yang dituntut sebesar
85, tes diikuti 28 mahasiswa dan dalam tes tersebut berhasil diraih skor-skor sebagai
berikut; 72, 72, 70, 66, 74, 68, 63, 61, 57, 70, 53, 68, 45, 63, 44, 73, 59, 61, 55, 67, 80,
82, 56, 75, 77, 67, 81, 68
Langkah pengubahan skor menjadi nilai
1. Masukkan skor pada Tabel (lihat pada langkah 4)
2. Menghitung skor dengan rumus PAP
2.3 Pendekatan Acuan Norma
Norm referenced measurement pada umumnya disebut pula sebagai Penilaian Acuan
Normatif (PAN), adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-
nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk
dalam kelompok itu.
Yang dimaksud dengan “norma” dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok,
sedangkan yang dimaksud dengan “kelompok” di sini adalah semua siswa yang mengikuti tes
tersebut. Jadi, pengertian “kelompok” yang dimaksud dapat berarti sejumlah siswa dalam suatu
kelas, sekolah, rayon, dan propinsi atau wilayah.
Penilaian Acuan Normatif (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian
hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti
tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan
prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran normatif, tes baku pencapaian
diadministrasi dan penampilan baku normatif dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil
tes yang bervariasi.
Contoh, si A mendapat nilai 8 sementara si B mendapat nilai 9, maka dengan serta merta si
A dianggap tidak lebih pintar daripada si B. contoh lain, si C mendapat nilai 5 sementara teman-
temannya yang lain mendapatkan nilai di bawahnya. Biasanya si C dianggap yang paling pintar
dibandingkan dengan teman-temannya.
Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya”, dalam arti,
bahwa patokan pembanding semata-mata diambil dari kenyataan-kenyataan yang diperoleh pada
saat pengukuran/penilaian itu berlangsung, yaitu hasil belajar siswa yang diukur itu beserta
pengolahannya. Penilaian ini sama sekali tidak dikaitkan dengan ukuran-ukuran ataupun patokan
yang terletak luar hasil-hasil pengukuran sekelompok siswa.
PAN pada dasarnya mempergunakan kurve normal dan hasil-hasil penghitungannya sebagai
dasar penilaian. Kurve ini dibentuk dengan mengikutsertakan semua angka hasil pengukuran
yang diperoleh. Dua kenyataan yang ada di dalam “kurve normal” yang dipakai untuk
membandingkan atau menafsirkan angka yang diperoleh masing-masing siswa ialah angka rata-
rata (mean) dan angka simpangan baku (standard deviation). Dapat dimengerti bahwa patokan
ini bersifat relatif, bisa bergeser ke atas atau ke bawah, sesuai dengan besarnya dua kenyataan
yang diperoleh di dalam kurve itu. Dengan kata lain, patokan itu bisa berubah-ubah dari “kurve
normal” yang satu ke “kurve normal” yang lain. Ujian siswa dalam suatu kelompok pada
umumnya naik, yaitu sebagaimana terlihat dari angka-angka hasil pengukuran yang pada
umumnya lebih baik dan yang menghasilkan angka rata-rata yang lebih tinggi, maka patokan
menjadi bergeser ke atas (dinaikkan), sebaliknya, jika hasil ujian kelompok itu pada umumnya
merosot, patokannya bergeser ke bawah (diturunkan). Dengan demikian, angka yang sama pada
dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti yang berbeda. Demikian juga, nilai yang sama
yang dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti umum yang
berbeda pula.
1. Tes objektif bentuk benar – salah (B-S) atau true – false (T-F) dapat dilakukan
dengan dua cara: (1) tanpa koreksi, dan (2) koreksi. Penskoran benar-salah
dengan menerapkan tanpa koreksi dengan menggunakan formula : s = B
Contoh:
Dari 10 soal benar-salah yang dikerjakan peserta didik maka Ahmad
menjawab benar = 7 dan menjawab salah = 3. Dengan demikian skor Ahmad
adalah 7.
Keterangan: s = skor
Dari 10 soal benar-salah yang dikerjakan maka Ahmad menjawab benar = 7 dan
menjawab salah = 3. Dengan demikian skor Ahmad adalah s = 7 – 3 = 4.
2. Tes objektif pilihan ganda (multiple choice) dapat dilakukan penskoran dengan
dua cara yaitu: (1) tanpa koreksi, dan (2) koreksi. Penskoran pilihan ganda
dengan menerapkan tanpa koreksi dengan menggunakan formula:
𝐵
𝑆= 𝑥100
𝑁
Keterangan: s = skor
B = jumlah item yang dijawab benar
N = jumlah pilihan ganda
Contoh:
Dari 10 soal pilihan ganda yang dikerjakan peserta didik maka Ahmad
menjawab benar = 7 dan menjawab salah = 3. Dengan demikian skor Ahmad
adalah
7
S x10 70
10
𝑆
∑𝐵 − 𝑃 − 1
𝑆=[ ] 𝑥100
𝑁
10
20 − 4 − 1
𝑆=[ ] 𝑥100
30
= 55,56
= 56
∑𝑆
𝑠=𝐵−
(𝑛 − 1)(𝑛 − 1)
Keterangan:
s = skor
B = jumlah jawaban yan benar
S = jumlah jawaban yang salah
n1 = jumlah item pada lajur kiri (soal)
n2 = jumlah item pada lajur kanan (jawaban)
Contoh: Dari 10 soal menjodohkan dengan 12 alternatifp pilihan jawaban yang
diberikan kepada peserta didik, si Ahmad menjawab benar 8 soal dan menjawab
salah 2 soal. Tentukan skor yang diperoleh Ahmad.
2
𝑠 = 8−
(10 − 1)(12 − 1)
= 7,98
= 8.
2. Mencari nilai rata-rata (mean)
Terdapat berbagai cara untuk melakukan penghitungan nilai rata- rata sebagai berikut:
a. Penghitungan nilai rata-rata dengan jumlah peserta didik relatif kecil jumlahnya.
Formula yang digunakan untuk melakukan penghitungan nilai rata-rata dengan
jumlah peserta didik relatif kecil jumlahnya yaitu:
∑𝑋
𝑀=
𝑁
Keterangan:
Penghitungan nilai rata-rata dengan jumlah peserta didik relatf banyak jumlahnya
dapat dilakukan dengan cara menyusun distribusi frekuensi baik distribusi
frekuensi data tunggal maupun distribusi data kelompok. Formula yang digunakan
untuk melakukan penghitungan nilai rata-rata dengan jumlah peserta didik relatif
banyak jumlahnya yang disusun berdasarkan distribusi frekuensi tunggal yaitu:
∑𝑓𝑥
𝑀=
𝑁
Keterangan:
M = Mean atau nilai rata-rata
𝑓𝑥 = nilai x frekuensi
N = jumlah peserta didik peserta tes
c. Menentukan panjang kelas interval (p), rumus yang digunakan adalah:
𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒
𝑝=
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠
p ditentukan sesuai dengan ketelitian data. Jika data teliti sampai satuan maka p
diambil teliti sampai satuan p.
d. Memilih ujung bawah interval pertama. Untuk data ini dapat diambil sama
dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil
∑(𝑥)2
𝑆𝐷 = √
𝑁
4. Menentukan pedoman konversi
Langkah berikutnya setelah dilakukan penghitungan mean dan simpangan baku
adalah menentukan pedoman konversi. Untuk menentukanpedoman konversi harus
memperhatikan: (1) skala penilaian yan digunakan, dan (2) menghitung dan
menetapkan tabel konversi nilai untuk menentukan besar kecilnya nilai yang
diperoleh peserta didik. Skala penilaian yang dapat digunakan antara lain: (a) skala
lima, skala (b) skala sembilan, (c) skala sebelas..
a. Pedoman konversi dengan skala lima sebagai berikut:
2.4 Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Normatif dan Acuan Patokan
Pengukuran acuan normatif dan acuan patokan mempunyai beberapa persamaan sebagai
berikut:
1. Kedua pengukuran acuan normatif dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan
evaluasi spesifik sebagai menentukan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut
termasuk tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
2. Kedua pengukuran memerlukan sampel yang relavan, digunakan sebagai subjek yang
hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sampel yang diukur merepresentasikan populasi siswa
yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3. Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran sama-
sama memerlukan item-item yang disusun dalam suatu tes dengan menggunakan aturan
dasar penulisan instrumen.
4. Kedua pengukuran memerlukan persyaratan pokok, yaitu validitas dan reliabilitas.
Validitas yaitu apakah item yang disusun mengukur apa yang hendak dukur, sedangkan
reliabilitas yiatu apakah item tes memiliki hasil konsistensi. Suatu item tes dikatakan
memiliki reliabilitas, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsistensi dalam
mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi 2003).
5. Kedua pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat pengumpul data siswa yang
dievaluasi.
Di samping persamaan karakteristik antara pengukuran acuan normatif dan acuan
patokan tersebut, kedua pengukuran tersebut pun memiliki beberapa perbedaan seperti berikut.
a. Pengukuran acuan normatif di antaranya sebagai berikut.
1) Merupakan tes yang mencakup domain tugas pembelajaran dengan item
pengukuran yang spesifik.
2) Menekankan pembedaan antara individual siswa satu dengan siswa lain dalam
kelompok/kelas.
3) Item-item yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan cenderung menghilangkan
item yang memiliki tingkat kesulitan rendah.
4) Lebih banyak digunakan, khususnya pada kelas yang memiliki kelompok-
kelompok dengan pembedaan antara siswa pandai, di atas rerata, di bawah rerata,
dan bodoh.
5) Interpretasi evaluasi memerlukan adanya pengelompokan atas kelompok-
kelompok tertentu secara jelas.
b. Pengukuran dengan acuan patokan di antaranya sebagai berikut.
1) Merupakan tipe pengukuran yang berfokus pada penentuan domain tugas belajar
dengan tingkat kesulitan sejumlah item sesuai dengan tugas pembelajaran.
2) Menekankan penggambaran tugas apa yang telah dipelajari oleh para siswa.
3) Item kesulitan sesuai dengan tugas pembelajaran, tanpa menghilangkan item atau
soal yang memiliki tingkat kesulitan rendah.
4) Lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan tugas pembelajaran
dengan konsep atau penguasaan materi belajar (mastery learning).
5) Interpretasi memerlukan grup tertentu dengan memenuhi kriteria tertentu atau
domain pencapaian belajar.
2.5 Pendekatan Konversi Nilai
Konversi adalah adalah kegiatan mengubah atau mengolah skor mentah menjadi huruf. Jika
tidak ada kegiatan konversi ini, maka nilai tidak bisa dinterpretasikan. Konversi nilai dapat
dilakukan dengan menggunakan Mean dan SD atau dikenal juga dengan batas lulus Mean (Mean
= SD). Cara yang kedua adalah dengan Mean Ideal dan SD Ideal atau Remmers.Untuk cara
pertama, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari nilai Mean dan SD, kemudian
menentukan besarnya SUD (Skala Unit Deviasi), dan langkah terakhir adalah menentukan batas
atas dan batas bawah
1. Konversi Nilai dalam Bentuk Norma Relatif
Konversi nilai dalam bentuk norma relatif merupakan bagian dari Penilaian
Acuan Norma (PAN). Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan
dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa
diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu
(Ngalim Purwanto: 2010).Norma dalam hal ini mengacu pada kapasitas atau prestasi
kelompok, dan kelompok disini adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut
2. Konversi Nilai dalam Bentuk Absolut
Penentuan nilai hasil tes belajar dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan
(PAP), mengandung arti bahwa nilai yang akan diberikan kepada testee itu harus
didasarkan pada standar mutlak (standard absolut) artinya, pemberian nilai kepada testee
itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki
oleh masing-masing individu testee, dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin
dapat dicapai oleh testee, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau
patokan ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada masing-
masing individu testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi rendahnya skor
yang dapat capai oleh masing-masing testee yang bersangkutan. Itulah sebabnya
mengapa penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium sering disebut sebagai:
penentuan nilai secara mutlak (absolute), atau penentuan nilai secara individual.
3. Konversi Nilai dalam Bentuk Kombinasi
Dalam menentukan nilai dengan menggunakan konversi nilai kombinasi berarti
kita menggabungkan antara PAP (penilaian acuan patokan) dan PAN (penilaian acuan
norma).
Dalam mengkonversi nilai dengan menggunakan metode kombinasi antara PAP
dan PAN, hal pertama yang kita lakukan adalah membandingkan terlebih dahuluantara
jumlah siswa yang mencapai nilai A, B, C, D, dan E pada penentuan nilai yang
menggunakan standar mutlak(PAP : Penilaian Acuan Patokan) dengan penentuan nilai
yang menggunakan standar relatif (PAN : Penilaian Acuan Norma). Dengan
mengkombinasikan PAP dan PAN, maka kita akan bisa melihat lebih jelas kelemahan
dan kelebihan dari dua pendekatan tersebut. Sehingga, hasil penilaian akan lebih
sempurna.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengolahan hasil tes merupakan kegiatan lanjutan , yaitu memeriksa hasil ujian dan
mencocokkan jawaban mahasiswa dengan kunci. Terdapat 2 cara dalam mengolah hasil tes, yaitu
skala dan acuan. Salah satu acuan yang dikembangkan di PT adalah Penilaian Acuan Patokan
(PAP). Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah suatu cara menentukan kelulusan seseorang
dengan menggunakan sejumlah patokan yang telah disepakati sebelumnya. Bilamana seseorang
telah memenuhi patokan tersebut ia dinyatakan berhasil (lulus). Tetapi sebaliknya bila seseorang
belum memenuhi patokan ia dikatakan gagal atu belum menguasai bahan tersebut. Dengan PAP
dapat dikdetahui hasil belajar yang sebenarnya oleh karena normanya adalah norma ideal,
dengan PAP tidak diperlukan perhitungan statistik, sehingga memudahkan guru yang tidak
menguasai metode-metode statistic serta dengan PAP hanya ada satu makna bagi satu nilai yang
sama oleh karena normanya tidak bersifat nisbi.
Daftar Pustaka
Handoyo, Drs. Cipto Budy. "Meminimalkan Penilain seni secara subjektif dengan Konversi." 2015.
Afandi, Muhammad. Evaluasi Pembelajaran Sekolah Dasar . Semarang: Unisulla Press, 2013.
Sukardi. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.