Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENDEKATAN DALAM PENILAIAN

Oleh :

Glory V. Sahusilawane

2017-43-012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………


Daftar Isi ……………………………………………………………………………...
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………...
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………………………….
Bab II Pembahasan
2.1 Pendekatan Dalam Penilaian ………………………………………………………..
2.2 Pendekatan Acuan Patokan ………………………………………………………..
2.2.1 Konversi Hasil Skor Menjadi Nilai Akhir …...…………………....................
2.3 Pendekatan Acuan Norma …..………………………….…………………………
2.3.1 Pengolahan Tes Acuan Norma …………………….…………………………
2.4 Persamaan dan Perbedaan Pendekatan Acuan Patokan dan Pendekatan Acuan Norma
2.5 Pendekatan Acuan Konversi Nilai ………………………………………………...
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………….
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul “Pendekatan dalam
Penilaian”.
Makalah mengenai Pendekatan dalam Penilaian ini disusun sebagai pelengkap dalam
mata kuliah Evaluasi Input, Proses dan Hasil Belajar. Makalah ini berisi informasi tentang
pendekatan acuan norma dan acuan patokan, serta acuan konversi nilai.
Penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini, belum bisa dikatakan sempurna, Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan Makalah
ini kedepan.

Ambon, September 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada setiap akhir kegiatan belajar-mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil penilaian dapat
disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada lembaga pendidikan yang
menggunakan nilai angka dengan skala 0 sampai 100, dan ada pula yang menggunakan nilai
angka dengan skala 0 sampai. Pada Jenjang perguruan tinggi umumnya digunakan nilai huruf,
yaitu A, B, C, D, dan E atau TL. Jika nilai-nilai huruf itu akan digunakan untuk menentukan
indeks prestasi mahasiswa pada akhir semester atau pada akhir suatu program pendidikan, nilai-
nilai huruf itu ditransfer ke dalam nilai angka dengan bobot masing-masing sebagai berikut: A=4,
B=3, C=2, D=1, dan E (atau TL)=0.
Nilai angka ataupun nilai huruf itu umumnya merupakan hasil tes atau ujian yang diberikan
oleh guru kepada para siswa atau mahasiswanya setelah mereka mengikuti pelajaran selama
jangka waktu tertentu.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu sesuai dengan
perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pengajar harus mengetahui bagaimana cara atau
teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi siswanya, sejauhmana pencapaiannya dalam
menguasai materi yang disampaikan.
Suatu tes hasil belajar dapat dipakai untuk menyatakan salah satunya adalah memberikan
suatu gambaran tentang tugas-tugas yang dapat atau belum dapat dilakukan olehsiswa. Hasil tes
jenis ini dinyatakan dengan jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan yang dapat diperlihatkan
oleh setiap mahasiswa. Metode penafsiran seperti ini disebut mengacu kepada sebuah patokan.
Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhir seorang siswa dapat dilakukan dengan mengacu
kepada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal adanya dua patokan yang umum
dipakai dalam penilaian itu, yaitu “penilaian acuan patokan” (criterion-referenced evaluation)
dan “penilaian acuan norma” (norm-referenced evaluation). Untuk jelasnya, marilah kita ikuti
uraian berikut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Acuan Patokan ?
2. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan Acuan Norma ?
3. Apa Yang dimaksud dengan Konversi Nilai ??
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan ini adalah ;
1. Untuk Mengetahui apa itu Pendekatan Acuan Patokan
2. Untuk mengetahui apa itu pendekatan acuan Norma
3. Untuk mengetahui apa itu pendekatan konversi nilai
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Dalam Penilaian


Sebelum melakukan proses evaluasi terlebih dahulu kita harus melakukan pengukuran
dengan alat yang disebut tes. Hasil pengukuran dapat menggambarkan derajat kualitas, kuantitas
dan eksistensi keadaan yang diukur. Namun demikian hasil pengukuran ini belum memiliki
makna sama sekali apabila belum dibandingkan dengan suatu acuan atau bahan pembanding.
Proses membandingkan inilah yang disebut proses penilaian.
Pengolahan hasil tes merupakan kegiatan lanjutan pengadministrasian ujian, yaitu
memeriksa hasil ujian dan mencocokkan jawaban peserta dengan kunci jawaban untuk tes
kognitif dan tes keterampilan.
Terdapat dua pendekatan yang berlaku dalam penilaian hasil belajar, yaitu Penilaian Acuan
Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).

2.2 Pendekatan Acuan Patokan


Penilaian Acuan Patokan pada dasarnya berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar
siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan
bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan
dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti
tertentu. Patokan yang telah ditetapkan terlebih dahulu itu biasanya disebut “batas lulus” atau
“tingkat penguasaan minimum”. Siswa yang dapat mencapai atau bahkan melampaui batas ini
dinilai “lulus” dan yang belum mencapainya dinilai “tidak lulus”. Mereka yang lulus ini
diperkenankan menempuh pelajaran yang lebih tinggi, sedangkan yang belum lulus diminta
memantapkan lagi kegiatan belajarnya sehingga mencapai “batas lulus” itu. Penggunaan tes
formatif dalam penilaian ini sangat mendukung untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa.
Pelaksanaan PAP tidak memerlukan perhitungan statistik melainkan hanya tingkat penguasaan
kompetensi minimal.
Sebagai contoh misalnya: untuk dapat diterima sebagai calon tenaga pengajar di perguruan
tinggi adalah IP minimal 3,00 dan setiap calon harus lulus tes potensi akademik yang diadakan
oleh lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan kriteria di atas siapapun calon yang tidak
memenuhi persyaratan di atas maka dinyatakan gagal dalam tes atau tidak diterima sebagai calon
tenaga pengajar.
Seperti uraian di atas tingkat kemampuan atau kelulusan seseorang ditentukan oleh tercapai
tidaknya kriteria. Misalnya seseorang dikatakan telah menguasai satu pokok bahasan/
kompetensi bilamana ia telah menjawab dengan benar 75% dari butir soal dalam pokok bahasan /
kompetensi tersebut. Jawaban yang benar 75% atau lebih dinyatakan lulus, sedang jawaban yang
kurang dari 75% dinyatakan belum berhasil dan harus mengulang kembali.
Muncul pertanyaan bahwa apakah siswa yang dapat menjawab benar 75% ke atas juga akan
memperoleh nilai yang sama? Hal ini tergantung pada sistem penilaian yang digunakan. Jika
hanya menggunakan kriteria lulus dan tidak lulus, berarti siswa yang menjawab benar 75% ke
atas adalah lulus, demikian juga sebaliknya siswa yang menjawab benar kurang dari 75% tidak
lulus. Apabila sistem penilaian yang digunakan menggunakan model A, B, C, D atau standar
yang lain, kriteria ditetapkan berdasarkan rentangan skor atau skala interval.
Perlu dijelaskan bahwa kriteria atau patokan yang digunakan dalam PAP bersifat mutlak.
Artinya kriteria itu bersifat tetap, setidaknya untuk jangka waktu tertentu dan berlaku bagi semua
siswa yang mengikuti tes di lembaga yang bersangkutan.Dapat dimengerti bahwa patokan yang
dipakai di dalam PAP bersifat tetap. Patokan ini dapat dipakai untuk kelompok siswa yang mana
saja yang memperoleh pengajaran yang sama. Dengan patokan yang sama ini pengertian yang
sama untuk hasil pengukuran yang diperoleh dari waktu ke waktu oleh kelompok yang sama
ataupun berbeda-beda dapat dipertahankan. Suatu hal yang biasa menjadi hambatan dalam
penggunaan PAP adalah sukarnya menetapkan patokan. Hampir tidak pernah dapat ditetapkan
patokan yang benar-benar tuntas.
Tujuan PAP adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau kompetensi yang ditetapkan
sebagai kriteria keberhasilannya. Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu
sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang
yang harus diterapkan. Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum
dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat
dikembangkan. Pengajar dan setiap peserta didik mendapat manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test
awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran.
PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya
kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan
tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip
belajar tuntas (mastery learning).
Menurut Payne (1974) dalam bukunya Asmawi Zainul, penerapan PAP dapat dimanfaatkan
antara lain;

1. Penempatan seseorang dalam rentetan kegiatan belajar,


2. Untuk mendiagnosis kemampuan seseorang dalam pembelajaran. Artinya informasi
yang diperoleh melalui diagnosis ini langsung dapat digunakan oleh anak didik untuk
mengatur langkah apa yang harus dilakukan, atau guru dapat langsung menentukan
keperluan anak didik agar proses pembelajaran membawa manfaat yang lebih
bermakna bagi anak didik tersebut.,
3. Jika dilakukan secara periodik dapat digunakan untuk memonitor kemajuan setiap
anak didik dalam proses pembelajaran. Secara berkelanjutan dapat diketahui status
seseorang dalam satu rentetan kegiatan belajar. Akhirnya dapat memacu atau
memotivasi semangat belajar siswa.
4. Kemampuan masing-masing anak didik untuk menyelesaikan kurikulum secara
kumulatif akan dapat menentukan keterlaksanaan kurikulum.
Penilaian acuan patokan bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar, sebab
peserta didik diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan dan hasil belajar peserta
didik dapat diketahui derajat pencapainya
1. Tepat. Tes PAP harus sesuai dengan tujuan-tujuannya, dengan bahan pelajaran,
dengan strategi pembelajaran yang digunakan serta dengan peserta didik yang akan
menjawabnya.
2. Efektif. Tes PAP harus dapat melakukan tugasnya dengan baik. Ini berarti bahwa hal
itu harus dapat diandalkan (reliabel) dan sahih.
3. Praktis. Dalam pengertian ini, tes PAP harus dapat diterima baik oleh guru maupun
peserta didik. Hal itu harus realistis dalam pembiayaan dan waktu yang digunakan
dalam pelaksanaan serta mudah digunakan dan digunakan kembali.
Tujuan penggunaan penilaian acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku
mahasiswa yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard
khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes
dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan performan
yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status
individual berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan
baik.
Pada penilaian acuan patokan, standar performan yang digunakan adalah standar absolut.
Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang mutlak (Criterion-referenced interpretation
is an absolut rather than relative interpetation, referenced to a defined body of learner
behaviors). Dalam standar ini penentuan tingkatan (grade) didasarkan pada skor-skor yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang
siswa harus mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa
terpengaruh oleh performan (skor) yang diperoleh mahasiswa lain dalam kelasnya. Salah satu
kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah sekor siswa bergantung pada tingkat
kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah akan sangat
mungkin para mahasiswa mendapatkan nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu
sulit untuk diselesaikan, maka kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil.
Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan diukur
tingkat pencapaiannya.
Beberapa yang harus dipahami ketika menerapkan PAP menurut Sudijono antara lain;
pertama hal-hal yang dipelajari siswa mempunyai struktur hierarkis artinya siswa mempelajari
taraf selanjutnya setelah menguasai secara baik tahap sebelumnya, kedua guru harus
mengidentifikasi masing- masing taraf kompetensi setidak-tidaknya mendekati ketuntasan
pencapaian tujuan, ketiga nilai yang diberikan dengan menggunakan PAP berarti menggunakan
standar mutlak.
2.2.1 Konversi Hasil Skor Menjadi Nilai Akhir
Dengan pendekatan PAP maka dosen dianjurkan untuk bijak dalam menentukan grade
hasil belajar.17 Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menentukan grade (standar
lulus ideal untuk masing-masing mata kuliah) diantaranya dosen mendiskusikan bersama
mahasiswa, makna grade dengan ruang lingkup materi perkuliahan, hal-hal apa saja yang perlu
dimasukkan dalam grade terkait misalnya dengan penampilan, kemampuan dan sebagainya.
Bahwa penilaian hasil belajar mahasiswa yang diberikan untuk merepresentasikan hasil belajar
secara individual bukan secara bersama. Artinya semua mahasiswa mendapatkan keputusan
tentang grade hasil belajar masing-masing.
PAP dilaksanakan dengan dasar kurva normal jenis persentil.18 Besar tuntutan nilai akhir
dalam persentil sangat ditentukan oleh pendapat semua dosen dan PT. Ditinjau dari tuntutan nilai
akhir dalam persentil bersifat gradatif, yang menyebabkan tuntutan dalam passing scorenya tidak
sama, maka Masidjo19 membedakan PAP dalam 2 tipe, yaitu; PAP tipe I menetapkan batas
penguasaan materi perkuliahan dengan kompetensi minimal yang dianggap lulus dari
keseluruhan penguasaan materi yakni 65% (diberi nilai cukup (6 atau C). Sedangkan PAP tipe II
penguasaan kompetensi minimal yangmerupakan passing score adalah 56% dari total skor yang
seharusnya dicapai diberi nilai cukup. secara visual konversi nilai dalam skala ( 0 – 4) atau huruf
(A, B, C, D atau E) kedua tipe PAP di beberapa PT dalam bentuk rentang sebagai berikut;

Langkah kerja untuk mengubah skor menjadi nilai dengan menggunakan PAP sebagai
berikut;
1. Masukkan skor mentah pada tabel
2. Menghitung skor menjadi nilai menggunakan rumus PAP dgn mengalikan skor ideal
3. Membuat pedoman konversi hasil perhitungan
4. Mengubah skor menjadi nilai.
Misalkan seorang dosen memberikan tes dalam mata kuliah Strategi Belajar Mengajar,
soal yang dikeluarkan sebanyak 5 butir tes esei dengan total skor yang dituntut sebesar
85, tes diikuti 28 mahasiswa dan dalam tes tersebut berhasil diraih skor-skor sebagai
berikut; 72, 72, 70, 66, 74, 68, 63, 61, 57, 70, 53, 68, 45, 63, 44, 73, 59, 61, 55, 67, 80,
82, 56, 75, 77, 67, 81, 68
Langkah pengubahan skor menjadi nilai
1. Masukkan skor pada Tabel (lihat pada langkah 4)
2. Menghitung skor dengan rumus PAP
2.3 Pendekatan Acuan Norma
Norm referenced measurement pada umumnya disebut pula sebagai Penilaian Acuan
Normatif (PAN), adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-
nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk
dalam kelompok itu.
Yang dimaksud dengan “norma” dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok,
sedangkan yang dimaksud dengan “kelompok” di sini adalah semua siswa yang mengikuti tes
tersebut. Jadi, pengertian “kelompok” yang dimaksud dapat berarti sejumlah siswa dalam suatu
kelas, sekolah, rayon, dan propinsi atau wilayah.
Penilaian Acuan Normatif (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian
hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti
tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan
prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran normatif, tes baku pencapaian
diadministrasi dan penampilan baku normatif dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil
tes yang bervariasi.
Contoh, si A mendapat nilai 8 sementara si B mendapat nilai 9, maka dengan serta merta si
A dianggap tidak lebih pintar daripada si B. contoh lain, si C mendapat nilai 5 sementara teman-
temannya yang lain mendapatkan nilai di bawahnya. Biasanya si C dianggap yang paling pintar
dibandingkan dengan teman-temannya.
Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya”, dalam arti,
bahwa patokan pembanding semata-mata diambil dari kenyataan-kenyataan yang diperoleh pada
saat pengukuran/penilaian itu berlangsung, yaitu hasil belajar siswa yang diukur itu beserta
pengolahannya. Penilaian ini sama sekali tidak dikaitkan dengan ukuran-ukuran ataupun patokan
yang terletak luar hasil-hasil pengukuran sekelompok siswa.
PAN pada dasarnya mempergunakan kurve normal dan hasil-hasil penghitungannya sebagai
dasar penilaian. Kurve ini dibentuk dengan mengikutsertakan semua angka hasil pengukuran
yang diperoleh. Dua kenyataan yang ada di dalam “kurve normal” yang dipakai untuk
membandingkan atau menafsirkan angka yang diperoleh masing-masing siswa ialah angka rata-
rata (mean) dan angka simpangan baku (standard deviation). Dapat dimengerti bahwa patokan
ini bersifat relatif, bisa bergeser ke atas atau ke bawah, sesuai dengan besarnya dua kenyataan
yang diperoleh di dalam kurve itu. Dengan kata lain, patokan itu bisa berubah-ubah dari “kurve
normal” yang satu ke “kurve normal” yang lain. Ujian siswa dalam suatu kelompok pada
umumnya naik, yaitu sebagaimana terlihat dari angka-angka hasil pengukuran yang pada
umumnya lebih baik dan yang menghasilkan angka rata-rata yang lebih tinggi, maka patokan
menjadi bergeser ke atas (dinaikkan), sebaliknya, jika hasil ujian kelompok itu pada umumnya
merosot, patokannya bergeser ke bawah (diturunkan). Dengan demikian, angka yang sama pada
dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti yang berbeda. Demikian juga, nilai yang sama
yang dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti umum yang
berbeda pula.

2.3.1 Pengolahan Tes Acuan Norma


Berbeda halnya dengan PAP yang dikaji adalah masalah sampling materi tes, dan
penetapan tinggi rendahnya patokan yang ditetapkan sebagai kriteria keberhasilan, maka
dalam PAN adalah pengolahan data statistiknya. Standar yang digunakan dalam PAN
adlah skor ratarata kelompok yang mengikuti tes, sehingga penentuannya dilakukan
dengan mengolah data secara empirik. Pendidik tidak dapat menetapkan patokan terlebih
dahulu seperti pada PAP. Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengolah nilai dengan
menggunakan PAN sebagai berikut: (1) memberi skor mentah, (2) mencari nilai rata-rata
kelompok, (3) mencari nilai simpangan baku, (4) menentukan pedoman konversi, dan (5)
menentukan nilai peserta didik.
1. Memberi skor mentah
Untuk memberi skor mentah pada sebuah tes harus diperhatikan: (1) bentuk-
bentuk masing bagian tes, dan (2) bobot masing-masing bagian tes. Apabila tes
terdiri dari beberapa bagian tes, misalnya dua bentuk yaitu pilihan ganda dan essay,
maka tentunya dalam memberi skor tidaklah sama, tidak dapat hanya menjumlah
jawaban salah saja kemudian baru ditentukan nilainya. Sebab pada dasarnya bobot
kesukaran butir tes (item) yang disajikan dalam bentuk yang bervariasi itu berbeda
sehingga memberi skor juga memperhatikan variasi butir tes yang ada. Oleh karena
itu memberi skor dengan memperhatikan variasi bentuk soal bertujuan untuk
meningkatkan kewaspadaan untuk mengurangi kelemahan yang melekat pada
bentuk tes.
Cara memberikan skor masing-masing bentuk adalah:

1. Tes objektif bentuk benar – salah (B-S) atau true – false (T-F) dapat dilakukan
dengan dua cara: (1) tanpa koreksi, dan (2) koreksi. Penskoran benar-salah
dengan menerapkan tanpa koreksi dengan menggunakan formula : s = B
Contoh:
Dari 10 soal benar-salah yang dikerjakan peserta didik maka Ahmad
menjawab benar = 7 dan menjawab salah = 3. Dengan demikian skor Ahmad
adalah 7.

Formula penskoran benar-salah dengan menerapkan koreksi adalah:


s=B–S

Keterangan: s = skor

B = jumah item yang benar

S = jumlah item yang salah

Dari 10 soal benar-salah yang dikerjakan maka Ahmad menjawab benar = 7 dan
menjawab salah = 3. Dengan demikian skor Ahmad adalah s = 7 – 3 = 4.

2. Tes objektif pilihan ganda (multiple choice) dapat dilakukan penskoran dengan
dua cara yaitu: (1) tanpa koreksi, dan (2) koreksi. Penskoran pilihan ganda
dengan menerapkan tanpa koreksi dengan menggunakan formula:
𝐵
𝑆= 𝑥100
𝑁
Keterangan: s = skor
B = jumlah item yang dijawab benar
N = jumlah pilihan ganda
Contoh:

Dari 10 soal pilihan ganda yang dikerjakan peserta didik maka Ahmad
menjawab benar = 7 dan menjawab salah = 3. Dengan demikian skor Ahmad
adalah

7
S x10  70
10

Formula penskoran pilihan ganda dengan menerapkan koreksi adalah

𝑆
∑𝐵 − 𝑃 − 1
𝑆=[ ] 𝑥100
𝑁

Keterangan: B = banyaknya item soal yang dijawab benar


S = banyak soal yang dijawab salah
P = banyaknya alternatif jawaban
N = jumlah soal
Contoh: Dari 30 soal pilihan ganda dengan 4 alternatifp pilihan jawaban yang
diberikan kepada peserta didik, si Ahmad menjawab benar 20 soal dan
menjawab salah 10 soal. Tentukan skor yang diperoleh Ahmad.

10
20 − 4 − 1
𝑆=[ ] 𝑥100
30

= 55,56
= 56

3. Tes objektif bentuk menjodohkan (matching) dapat dilakukan penskoran


dengan formula:

∑𝑆
𝑠=𝐵−
(𝑛 − 1)(𝑛 − 1)

Keterangan:
s = skor
B = jumlah jawaban yan benar
S = jumlah jawaban yang salah
n1 = jumlah item pada lajur kiri (soal)
n2 = jumlah item pada lajur kanan (jawaban)
Contoh: Dari 10 soal menjodohkan dengan 12 alternatifp pilihan jawaban yang
diberikan kepada peserta didik, si Ahmad menjawab benar 8 soal dan menjawab
salah 2 soal. Tentukan skor yang diperoleh Ahmad.

2
𝑠 = 8−
(10 − 1)(12 − 1)
= 7,98
= 8.
2. Mencari nilai rata-rata (mean)

Terdapat berbagai cara untuk melakukan penghitungan nilai rata- rata sebagai berikut:

a. Penghitungan nilai rata-rata dengan jumlah peserta didik relatif kecil jumlahnya.
Formula yang digunakan untuk melakukan penghitungan nilai rata-rata dengan
jumlah peserta didik relatif kecil jumlahnya yaitu:

∑𝑋
𝑀=
𝑁
Keterangan:

M = Mean atau nilai rata-rata


X = jumlah nilai
N = jumlah peserta didik peserta tes
b. Penghitungan nilai rata-rata dengan jumlah peserta didik relatif banyak jumlahnya.

Penghitungan nilai rata-rata dengan jumlah peserta didik relatf banyak jumlahnya
dapat dilakukan dengan cara menyusun distribusi frekuensi baik distribusi
frekuensi data tunggal maupun distribusi data kelompok. Formula yang digunakan
untuk melakukan penghitungan nilai rata-rata dengan jumlah peserta didik relatif
banyak jumlahnya yang disusun berdasarkan distribusi frekuensi tunggal yaitu:

∑𝑓𝑥
𝑀=
𝑁
Keterangan:
M = Mean atau nilai rata-rata
𝑓𝑥 = nilai x frekuensi
N = jumlah peserta didik peserta tes
c. Menentukan panjang kelas interval (p), rumus yang digunakan adalah:
𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒
𝑝=
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠

p ditentukan sesuai dengan ketelitian data. Jika data teliti sampai satuan maka p
diambil teliti sampai satuan p.
d. Memilih ujung bawah interval pertama. Untuk data ini dapat diambil sama
dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil

3. Mencari Nilai Simpangan Baku


Setelah dilakukan penghitungan mean atau nilai rata-rata dari tes yang dikerjakan
peserta didik, maka langkah selanjutnya dilakukan penghitungan simpangan baku
atau standar deviasi. Untuk melakukan penghitungan simpanan baku dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Penghitungan simpangan baku untuk data tunggal Penghitungan simpangan
baku atau standar deviasi (SD) data tunggal yang memiliki frekuensi tunggal
dapat digunakan formula sebagai berikut:

∑(𝑥)2
𝑆𝐷 = √
𝑁
4. Menentukan pedoman konversi
Langkah berikutnya setelah dilakukan penghitungan mean dan simpangan baku
adalah menentukan pedoman konversi. Untuk menentukanpedoman konversi harus
memperhatikan: (1) skala penilaian yan digunakan, dan (2) menghitung dan
menetapkan tabel konversi nilai untuk menentukan besar kecilnya nilai yang
diperoleh peserta didik. Skala penilaian yang dapat digunakan antara lain: (a) skala
lima, skala (b) skala sembilan, (c) skala sebelas..
a. Pedoman konversi dengan skala lima sebagai berikut:

X + (1,5 SD) ke atas = A


X + (0,5 SD) ke atas = B
X - (0,5 SD) ke atas = C
X - (1,5 SD) ke atas = D
X - (1,5 SD) ke bawah = E
b. Pedoman konversi dengan skala sepuluh sebagai berikut:

X + (2,25 SD) ke atas = 10


X + (1,75 SD) ke atas = 9
X + (1,25 SD) ke atas = 8
X + (0,75 SD) ke atas = 7
X + (0,25 SD) ke atas = 6
X - (0,25 SD) ke atas = 5
X - (0,75 SD) ke atas = 4
X - (1,25 SD) ke atas = 3
X - (1,75 SD) ke atas = 2
X - (2,25 SD) ke atas = 1

c. Pedoman konversi skala seratus:


𝑥 − 𝑥′
𝑇 𝑠𝑘𝑜𝑟 = 50 + ( ) 𝑥10
𝑠

Keterangan: X = skor mentah yang diperoleh peserta didik


X’ = rata-rata
s = simpangan baku

d. Pedoman konversi Z score


𝑋 − 𝑋′
𝑍=
𝑆
Keterangan:
X = skor mentah yang diperoleh peserta didik
X’ = rata-rata
s = simpangan baku

2.4 Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Normatif dan Acuan Patokan

Pengukuran acuan normatif dan acuan patokan mempunyai beberapa persamaan sebagai
berikut:
1. Kedua pengukuran acuan normatif dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan
evaluasi spesifik sebagai menentukan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut
termasuk tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
2. Kedua pengukuran memerlukan sampel yang relavan, digunakan sebagai subjek yang
hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sampel yang diukur merepresentasikan populasi siswa
yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3. Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran sama-
sama memerlukan item-item yang disusun dalam suatu tes dengan menggunakan aturan
dasar penulisan instrumen.
4. Kedua pengukuran memerlukan persyaratan pokok, yaitu validitas dan reliabilitas.
Validitas yaitu apakah item yang disusun mengukur apa yang hendak dukur, sedangkan
reliabilitas yiatu apakah item tes memiliki hasil konsistensi. Suatu item tes dikatakan
memiliki reliabilitas, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsistensi dalam
mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi 2003).
5. Kedua pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat pengumpul data siswa yang
dievaluasi.
Di samping persamaan karakteristik antara pengukuran acuan normatif dan acuan
patokan tersebut, kedua pengukuran tersebut pun memiliki beberapa perbedaan seperti berikut.
a. Pengukuran acuan normatif di antaranya sebagai berikut.
1) Merupakan tes yang mencakup domain tugas pembelajaran dengan item
pengukuran yang spesifik.
2) Menekankan pembedaan antara individual siswa satu dengan siswa lain dalam
kelompok/kelas.
3) Item-item yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan cenderung menghilangkan
item yang memiliki tingkat kesulitan rendah.
4) Lebih banyak digunakan, khususnya pada kelas yang memiliki kelompok-
kelompok dengan pembedaan antara siswa pandai, di atas rerata, di bawah rerata,
dan bodoh.
5) Interpretasi evaluasi memerlukan adanya pengelompokan atas kelompok-
kelompok tertentu secara jelas.
b. Pengukuran dengan acuan patokan di antaranya sebagai berikut.
1) Merupakan tipe pengukuran yang berfokus pada penentuan domain tugas belajar
dengan tingkat kesulitan sejumlah item sesuai dengan tugas pembelajaran.
2) Menekankan penggambaran tugas apa yang telah dipelajari oleh para siswa.
3) Item kesulitan sesuai dengan tugas pembelajaran, tanpa menghilangkan item atau
soal yang memiliki tingkat kesulitan rendah.
4) Lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan tugas pembelajaran
dengan konsep atau penguasaan materi belajar (mastery learning).
5) Interpretasi memerlukan grup tertentu dengan memenuhi kriteria tertentu atau
domain pencapaian belajar.
2.5 Pendekatan Konversi Nilai

Konversi adalah adalah kegiatan mengubah atau mengolah skor mentah menjadi huruf. Jika
tidak ada kegiatan konversi ini, maka nilai tidak bisa dinterpretasikan. Konversi nilai dapat
dilakukan dengan menggunakan Mean dan SD atau dikenal juga dengan batas lulus Mean (Mean
= SD). Cara yang kedua adalah dengan Mean Ideal dan SD Ideal atau Remmers.Untuk cara
pertama, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari nilai Mean dan SD, kemudian
menentukan besarnya SUD (Skala Unit Deviasi), dan langkah terakhir adalah menentukan batas
atas dan batas bawah
1. Konversi Nilai dalam Bentuk Norma Relatif
Konversi nilai dalam bentuk norma relatif merupakan bagian dari Penilaian
Acuan Norma (PAN). Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan
dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa
diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu
(Ngalim Purwanto: 2010).Norma dalam hal ini mengacu pada kapasitas atau prestasi
kelompok, dan kelompok disini adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut
2. Konversi Nilai dalam Bentuk Absolut
Penentuan nilai hasil tes belajar dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan
(PAP), mengandung arti bahwa nilai yang akan diberikan kepada testee itu harus
didasarkan pada standar mutlak (standard absolut) artinya, pemberian nilai kepada testee
itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki
oleh masing-masing individu testee, dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin
dapat dicapai oleh testee, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau
patokan ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada masing-
masing individu testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi rendahnya skor
yang dapat capai oleh masing-masing testee yang bersangkutan. Itulah sebabnya
mengapa penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium sering disebut sebagai:
penentuan nilai secara mutlak (absolute), atau penentuan nilai secara individual.
3. Konversi Nilai dalam Bentuk Kombinasi
Dalam menentukan nilai dengan menggunakan konversi nilai kombinasi berarti
kita menggabungkan antara PAP (penilaian acuan patokan) dan PAN (penilaian acuan
norma).
Dalam mengkonversi nilai dengan menggunakan metode kombinasi antara PAP
dan PAN, hal pertama yang kita lakukan adalah membandingkan terlebih dahuluantara
jumlah siswa yang mencapai nilai A, B, C, D, dan E pada penentuan nilai yang
menggunakan standar mutlak(PAP : Penilaian Acuan Patokan) dengan penentuan nilai
yang menggunakan standar relatif (PAN : Penilaian Acuan Norma). Dengan
mengkombinasikan PAP dan PAN, maka kita akan bisa melihat lebih jelas kelemahan
dan kelebihan dari dua pendekatan tersebut. Sehingga, hasil penilaian akan lebih
sempurna.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengolahan hasil tes merupakan kegiatan lanjutan , yaitu memeriksa hasil ujian dan
mencocokkan jawaban mahasiswa dengan kunci. Terdapat 2 cara dalam mengolah hasil tes, yaitu
skala dan acuan. Salah satu acuan yang dikembangkan di PT adalah Penilaian Acuan Patokan
(PAP). Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah suatu cara menentukan kelulusan seseorang
dengan menggunakan sejumlah patokan yang telah disepakati sebelumnya. Bilamana seseorang
telah memenuhi patokan tersebut ia dinyatakan berhasil (lulus). Tetapi sebaliknya bila seseorang
belum memenuhi patokan ia dikatakan gagal atu belum menguasai bahan tersebut. Dengan PAP
dapat dikdetahui hasil belajar yang sebenarnya oleh karena normanya adalah norma ideal,
dengan PAP tidak diperlukan perhitungan statistik, sehingga memudahkan guru yang tidak
menguasai metode-metode statistic serta dengan PAP hanya ada satu makna bagi satu nilai yang
sama oleh karena normanya tidak bersifat nisbi.
Daftar Pustaka

Handoyo, Drs. Cipto Budy. "Meminimalkan Penilain seni secara subjektif dengan Konversi." 2015.

Afandi, Muhammad. Evaluasi Pembelajaran Sekolah Dasar . Semarang: Unisulla Press, 2013.

Nurbayani, Etty. "Penilaian Acuan Patokan di Perguruan Tinggi." 2017.

Sukardi. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Anda mungkin juga menyukai