Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI

ELIMINASI ALVI

Dosen Pengampu : Bagus Soleh A., S.Kep., Ns.

Disusun oleh :

10318011 Devi Fitriya Sari


10318014 Dwi Ani Afifah
10318017 Elsa Yosinda Widya K.P.
10318027 Letdhya Trisdiana Verawati
10318031 Magdalena
10318037 Mohammad Uwais Syauqi

PRODI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Anatomi Fisiologi dengan judul “Eliminasi Alvi”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kediri, 01 Januari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
A. Definisi Kebutuhan Eliminasi Alvi .............................................................. 2
B. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Alvi .................................... 2
1. Lambung ............................................................................................... 2
2. Usus Halus ............................................................................................ 3
3. Usus Besar ............................................................................................. 4
4. Rektum .................................................................................................. 6
5. Anus ...................................................................................................... 7
C. Proses Eliminasi Alvi (Defekasi) ................................................................. 8
1. Reflek Defekasi Instrinsik ..................................................................... 9
2. Reflek Defekasi Parasimpatis ............................................................. 10
D. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi ............................................... 11
1. Usia ..................................................................................................... 11
2. Diet ...................................................................................................... 11
3. Asupan cairan ...................................................................................... 11
4. Aktivitas .............................................................................................. 11
5. Pengobatan .......................................................................................... 11
6. Gaya Hidup ......................................................................................... 11
7. Penyakit ............................................................................................... 12
8. Nyeri .................................................................................................... 12
9. Kerusakan Sensoris dan Motoris......................................................... 12
10. Fisiologis ............................................................................................. 12
11. Prosedur diagnostic ............................................................................. 12

iii
12. Anestesi dan pembedahan ................................................................... 12
13. Posisi selama defekasi ......................................................................... 12
14. Kehamilan ........................................................................................... 13
E. Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Eliminasi Alvi .................................... 13
1. Konstipasi............................................................................................ 13
2. Diare .................................................................................................... 13
3. Inkontensia Usus ................................................................................. 14
4. Kembung ............................................................................................. 15
5. Hemorroid ........................................................................................... 15
6. Fecal Impaction ................................................................................... 15
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16
A. Kesimpulan ................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolism tubuh berupa


feses. Sedangkan penamaan bagi pengeluaran feses dari rectum kemudian
keluar melalui anus disebut dengan defekasi. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekuensi defekasi pada setiap individu sangat bervariasi begitu
pula dengan banyaknya feses yang dikeluarkan.

Eliminasi sisa-sisa produksi usus yang teratur sangat penting. Perubahan


pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian
tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa
factor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing individu berbeda. Dalam
keadaan sakit, klien biasanya meminta bantuan kepada tenaga medis
khususnya perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi fekal yang normal.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari eliminasi fekal ?


2. Apa saja bagian-bagian yang berperan dalam proses eliminasi fekal ?
3. Bagaimana proses terjadinya defekasi ?
4. Apa sajakah factor yang mempengaruhi eliminasi fekal ?
5. Apa sajakah masalah yang dapat terjadi akibat gangguan eliminasi fekal ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari eliminasi fekal


2. Untuk mengetahui bagian-bagian apa saja yang berperan dalam eliminasi
fekal
3. Untuk mengetahui proses terjadinya defekasi
4. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal
5. Untuk mengetahui masalah-masalah dalam eliminasi fekal.

Page | 1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kebutuhan Eliminasi Alvi

Eliminasi alvi atau yang lebih dikenal dengan sebutan buang air besar ini
merupakan proses terjadinya pengosongan usus sebagai akibat dari
pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari
saluran pencernaan, kemudian dikeluarkan melalui anus.

B. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Alvi

Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi adalah
sistem gastrointestinal bawah. Berikut organ-organ yang termasuk dalam
gastrointestinal bawah :

1. Lambung
Didalam lambung makanan dicerna secara mekanik dan secara
kimiawi. Lambung mensekresi HCl, mucus, enzym pepsin dan factor
intrinsic. Konsentrasi HCl mempengaruhi keasaman lambung dan
keseimbangan asam basa tubuh. HCl membantu mencampur dan
memecah makanan dilambung. Mucus membantu melindungi
mukosa lambung dari keasaman dan aktifitas enzym. Pepsin
mencerna protein walaupun tidak semua protein dicerna didalam
lambung. Faktor intrinsic adalah komponen penting yang dibutuhkan
dalam absorbsi vitamin B12 diusus dan untuk pembentukan formasi
sel darah merah. Kekurangan factor ini dapat menyebabkan anemia
pernicious. Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan
berubah menjadi semicair yang disebut Chyme sehingga lebih mudah
diabsorbsi.

Page | 2
2. Usus Halus
Selama proses pencernaan chime meninggalkan lambung dan
memasuki usus halus. Usus halus merupakan saluran yang memiliki
diameter 2,5 cm dan panjang 6 m. Terdiri dari :

a. Duodenum (usus dua belas jari)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan
organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
Panjang duodenum sekitar 25 cm dan melingkari kepala
pankreas. Sekresi dari kandung empedu dan pankreas dilepaskan

Page | 3
ke duodenum melalui struktur umum, ampula hepatopankreatik,
dan pintu menuju duodenum dijaga oleh sfingter
hepatopankreatik (Oddi).

b. Jejenum (usus kosong)


Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus,
terletak di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus anatara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium. Permukaan usus kosong berupa membrane
mucus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan usus.

c. Illeum (usus penyerapan)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang
sekitar 2-4 meter dan ujungnya berada di katup ileosekal yang
mengendalikan aliran materi dari ileum ke sekum, bagian
pertama usus besar dan mencegah regurgitasi, terletak setelah
duodenum dan jejunum serta dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam emperdu.

3. Usus Besar
Di dalam usus besar, sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna,
bersamaan dengan lender dan sisa-sisa sel mati dari dinding usus
dibusukkan menjadi feses. Perjalanan makanan dari mulut ke usus
halus berlangsung kira-kira 4,5 jam, kemudian disimpan dalam kolon
sampai kurang lebih 24 jam dan selama itu bakteri-bakteri pengurai
akan membusukkannya. Usus besar berfungsi untuk mengatur kadar
air dari sisa makanan. Bila kadar air berlebihan, maka usus besar
akan menyerap kelebihan air tersebut. Fungsi utama usus besar

Page | 4
adalah untuk menyerap air, menyimpan limbah, penyerapan
beberapa vitamin (seperti vitamin K), penebalan dan pengeluaran
dari tinja. Rumah usus yang besar sekitar 700 spesies bakteri, yang
membantu dalam fermentasi serat dalam bahan makanan. Bakteri ini
juga menghasilkan sejumlah besar vitamin, seperti vitamin K dan

biotin (vitamin B), yang diserap ke dalam darah. Usus besar

memiliki panjang 1,5 m – 1,8 m dan terbagi menjadi 3 kolon, yaitu :

a. Kolon Asceden
Usus Ascending muncul setelah sekum dan melintasi ke atas
sampai mencapai fleksura hepatik atau kanan kolik lentur, yang
merupakan pergantian usus dekat hati. Dengan kata lain, hati
fleksura adalah tikungan antara kolon asendens dan kolon
transversum. Tikungan kolon melintang untuk membentuk
fleksura hati, yang diikuti oleh usus besar melintang, yang
perjalanan melintasi rongga perut.
b. Kolon Transversal
Usus Yang melintang dimulai dari hepatik kanan dan fleksura
merupakan yang terpanjang dan bagian dapat bergerak dari usus
besar. Hal ini sedikit melengkung ke bawah dengan kenaikan
tajam ke atas mendekati akhir, di mana ia membungkuk ke
bawah untuk membentuk fleksura kolik kiri atau lentur lienalis,
yang terletak di dekat limpa. Ini adalah dari ini fleksura kolik
kiri, usus descending dimulai. usus Transversus terhubung ke
perut oleh sekelompok jaringan, yang dikenal sebagai omentum
yang lebih besar. sisi usus besar melintang Posterior melekat ke

Page | 5
dinding posterior abdomen oleh peritoneum (selaput yang
melapisi rongga perut) dan keterikatan ini disebut mesokolon
transverse.

c. Kolon Desenden
Usus desenden yang dimulai dari fleksura lienalis dan berakhir
pada awal kolon sigmoid. Hal ini ditempatkan lebih mendalam,
dibandingkan dengan usus ascending dan memiliki beberapa
bagian dari usus kecil di depannya. Hal ini berakhir dengan kolon
sigmoid, yang merupakan bagian terakhir dari usus besar, yang
berakhir pada titik, di mana rektum dimulai. Kolon sigmoid
adalah struktur berbentuk S, yang berisi otot, bahwa kontraksi
untuk membuat tekanan dalam usus besar, untuk mengeluarkan
kotoran dan memindahkan kotoran ke rektum.

d. Kolon Sigmoid
Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40
cm dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari
apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi
rektum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai
dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak + 15 cm di atas
anus.Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum
pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak
bebas (mobile).

4. Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di

Page | 6
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan
keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB.

5. Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan
tubuh (kulit) dan sebagianlannya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi
utama anus bagian bawah terdiri dari lambung (ventrikulus), usus
halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum), rektum,
dan anus.

Page | 7
C. Proses Eliminasi Alvi (Defekasi)

Frekuensi defekasi pada setiap individu sangat bervariasi dari beberapa


kali per hari sampai beberapa kali per minggu. Begitu juga dengan banyaknya
feses pada setiap individu juga berbeda tergantung pada pola makan dan pola
hidup masing-masing individu.

Gerakan peristaltis dari otot-otot dinding usus


besar menggerakkan tinja dari saluran pencernaan menuju ke rektum. Pada
rektum terdapat bagian yang membesar (disebut ampulla) yang menjadi
tempat penampungan tinja sementara. Otot-otot pada dinding rektum yang
dipengaruhi oleh sistem sarafsekitarnya dapat membuat suatu rangsangan
untuk mengeluarkan tinja keluar tubuh. Jika tindakan pembuangan terus
ditahan atau dihambat maka tinja dapat kembali ke usus besar yang
menyebabkan air pada tinja kembali diserap, dan tinja menjadi sangat padat.
Jika buang air besar tidak dapat dilakukan untuk masa yang agak lama dan
tinja terus mengeras, konstipasi dapat terjadi. Sementara, bila ada
infeksi bakteri atau virus di usus maka secara refleks usus akan mempercepat
laju tinja sehingga penyerapan air sedikit. Akibatnya, tinja menjadi lebih encer
sehingga perut terasa mulas dan dapat terjadi pembuangan secara tanpa
diduga. Keadaan demikian disebut dengan diare.

Page | 8
Ketika rektum telah penuh, tekanan di dalam rektum akan terus
meningkat dan menyebabkan rangsangan untuk buang air besar. Tinja akan
didorong menuju ke saluran anus. Otot sphinkter pada anus akan membuka
lubang anus untuk mengeluarkan tinja.

Selama buang air besar, otot dada, diafragma, otot dinding abdomen, dan
diafragma pelvis menekan saluran cerna. Pernapasan juga akan terhenti
sementara ketika paru-paru menekan diafragma dada ke bawah untuk memberi
tekanan. Tekanan darah meningkat dan darah yang dipompa
menuju jantung meninggi.

Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya
sfingter yang lemah ±20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid
dan rectum serta sudut tajam yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila
terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi rectum dan relaksasi sfingter
anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa yang terus menerus
akan dicegah oleh konstriksi tonik dari 1) sfingter ani interni; 2) sfingter ani
eksternus

Refleks Defekasi Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat


tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka
sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi feses terdorong
keluar. Defekasi memiliki dua reflek, yaitu :

1. Reflek Defekasi Instrinsik

Ketika feses masuk ke dalam rectum, pengembangan dinding rectum


member suatu sinyal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus
untuk memulai gelombang peristaltic pada kolon desenden, kolon
sigmoid dan di dalam rectum. Gelombang ini menekan feses ke arah
anus. Begitu gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani
interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus
dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara

Page | 9
volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu
rectum teregang.

Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai,


defekasi volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan
sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen
(mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex
spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar
sfingter eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan
megontraksikan otot abdomen.

2. Reflek Defekasi Parasimpatis

Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai


relfeks defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks
defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla spinalis).
Ketika serat syaraf dalam rectum diransang, signal diteruskan ke
spinal cord dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid
dan rectum. Sinyal-sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang
peristaltic, melemaskan spingter anal internal dan meningkatkan
reflek defekasi instrinsik.
Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain,
seperti mengambil napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot

Page | 10
dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan
saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar
cincin anus mengeluarkan feses.

D. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi

1. Usia

Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol


proses defekasi yang berbeda. Pada usia bayi kontrol defekasi belum
berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi menurun.

2. Diet
Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang berserat akan mempercepat produksi feses,
banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi
proses defekasi.

3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi
keras. Oleh karena itu, proses absorpsi air yang kurang menyebabkan
kesulitan proses defekasi. Intake cairan yang berkurang akan
menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorbsi cairan
yang meningkat.

4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas
tinus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran
proses defekasi.

5. Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan
laksantif, atau antasida yang terlalu sering.

6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini
dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa
melakukan buang air besar di tempat bersih atau toilet, jika seseorang

Page | 11
terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan mengalami
kesulitan dalam proses defekasi.

7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya
penyakit – penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem
pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.

8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk
defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomy.

9. Kerusakan Sensoris dan Motoris


Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses
defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris
dalam melakukan defekasi.

10. Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga
menyebabkan diare.

11. Prosedur diagnostic


Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuaskan atau
dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah
makan.

12. Anestesi dan pembedahan


Anestesi unium dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-
kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung 24-
48 jam.

13. Posisi selama defekasi


Posisi jongkok merupakan posisis yang normal saat melakukan defekasi.
Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga
memungkinkan individu untuk duduk tegak kearah depan, mengeluarkan
tekanan intra abdomen dan mengeluarkan kontraksi otot-otot pahanya.

Page | 12
14. Kehamilan
umum ditemui pada trimester akhir kehamilan, bertambahnya usia
kehamilan dapat menyebabkan obstruksi sehingga menghambat
pengeluaran feses, akibatnya bumil seringkali mengalami hemoroid
permanen karena seringnya mengedan saat defekasi.

E. Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Eliminasi Alvi

1. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko
tinggi mengalami statis usus
besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau
keluarnya tinja terlalu kering dan
keras.
Tanda Klinis:
a. Adanya feses yang keras.
b. Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
c. Menurunnya bising usus.
d. Adanya keluhan pada rektu.
e. Nyeri saat mengejan dan defekasi
f. Adanya perasaan masih ada sisa feses

Kemungkinan Penyebab:
a. Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera
serebospinalis, CVA (cerebrovaskular accident) dan lain-lain.
b. Pola defekasi yang tidak teratur.
c. Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
d. Menerunnya peristaltik karena stres psikologis.
e. Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi.
f. Proses menua (usia lanjut).

2. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering
mengalami pengeluaran fases

Page | 13
dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus , mungkin ada rasa
mual dan muntah.
Tanda Klinis :
a. Adanya pengeluaran fases cair.
b. Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
c. Nyeri / kram abdomen.
d. Bising usus meningkat.

KemungkinanPenyebab :
a. Malabsorpsi atau inflamasi , proses infeks.
b. Peningkatan peristaltic karena peningkatan metabolisme.
c. Efektindakanpembedahanusus.
d. Efekpenggunaanobatsepertiantasida ,laksansia , antibiotik , dan lain –
lain.
e. Strespsikologis

3. Inkontensia Usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan dari proses
defekasi normal mengalami proses pengeluaran fases tak disadari.
Tanda Klinis :
a. Pengeluaran fases yang tidak dikehendaki.

Kemungkinan Penyebab :
a. Gangguan sfingter rectal akibat cedera anus ,pembedahan, dan lain –
lain.
b. Distensirektum berlebih.
c. Kurangnya control sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA,
danlain – lain.
d. Kerusakan kognitif.

Page | 14
4. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena
pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung atau usus.

5. Hemorroid
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus
sebagai akibat peningkatan tekanan didaerah anus yang dapat disebabkan
karena konstipasi, peregangan saat defekasi ,dan lain-lain.

6. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakan masa fases keras dilipatan rektum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi fases yang berkepanjangan.
Penyebab konstipasi asupan kurang, aktivitas kurang , diet rendah serat,
dan kelemahan tonus otot.

Page | 15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Eliminasi fekal adalah proses pengosongan usus dari sisa-sisa metabolism


berupa feses melalui anus. Dimana proses keluarnya feses ini disebut defekasi.
Eliminasi dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu : usia, diet, asupan cairan,
aktivitas fisik, factor psikologis, gaya hidup, posisi selama defekasi, nyeri,
kehamilan, pembedahan dan anestesi serta obat-obatan. Dari beberapa factor
tersebut juga dapat menyebabkan masalah pada eliminasi fekal seperti
konstipasi, fecal impaction, diare, inkontinensia, flatulence dan hemoroid.

Page | 16
DAFTAR PUSTAKA

Annisanoviani, Nurul. 2007. “Anatomi Fisiologi Eliminasi Fekal” :


https://www.academia.edu/13807525/Anatomi_Fisiologi_Eliminasi_Fekal
(diakses tanggal 01 Januari 2019)

Cynthia, Dea Laras.2013.”Eliminasi Alvi” :


https://www.slideshare.net/dealarascynthia/eliminasi-alvi-bab (diakses
tanggal 01 Januari 2019)

DUNIA BENNI.2014. “PROSES DEFEKASI DAN PEWARNAAN PADA


FESES MANUSIA” :
https://duniabenni.wordpress.com/2014/05/28/proses-defekasi-dan-
pewarnaan-pada-fases-manusia/#respond (diakses tanggal 01 Januari
2019)

Perawat Indonesia 1945. 2014. “KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI” :


https://nursepreneursindonesia.wordpress.com/2014/08/28/kebutuhan-
eliminasi-alvi/ (diakses tanggal 01 Januari 2019)

Putri, Mardiyani R.2015.”Makalah Eliminasi Alvi” :


http://mriskiputri.blogspot.com/2015/11/makalah-eliminasi-
alvi_28.html?m=1 (diakses tanggal 01 Januari 2019)

Rahmah, Lestari. 2016. “ANATOMI FISIOLOGI USUS BESAR” :


http://analiskesehatand3.blogspot.com/2016/10/anatomi-fisiologi-usus-
besar.html (diakses tanggal 01 Januari 2019)

Ratna, Dian.2017.”Saluran Cerna Atas dan Saluran Cerna Bawah” :


http://dianratna1997.blogspot.com/2017/05/saluran-cerna-atas-dan-
saluran-cerna.html (diakses tanggal 01 Januari 2019)

Page | 17

Anda mungkin juga menyukai