PENDAHULUAN
Cacing tanah sudah lama dikenal, walau untuk sebagian orang terkesan menjijikan
dan menggelikan namun cacing tanah memiliki banyak manfaat dan berpotensi
besar sebagai sumber protein hewani, penghancur limbah padat yang efisien dan
membuat struktur tanah menjadi lebih baik. Cacing tanah juga memiliki beberapa
kandungan asam amino dengan kadar yang juga tinggi. Salah satu jenis cacing
tanah yang memiliki kandungan protein serta asam amino yang tinggi tersebut
kandungan nutrisi mulai dari kandungan protein yang mencapai 76%, protein dari
asam amino yang tinggi, lemak 45 %, abu 1,5 % serta 17 % berupa karbohidrat
(Pandiangan, 2011).
cacing tanah dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti tepung ikan
sebagai sumber protein hewani. Sehingga produk asal cacing tanah dapat
dipertimbangkan sebagai alternatif bahan pakan ternak dan ikan, terutama pada
saat krisis pakan ternak dewasa ini yang menyebabkan tingginya harga tepung
ikan. Di samping itu telah pula dikembangkan penggunaan cacing tanah ini
yang dibutuhkan tidak terlalu besar, budidaya cacing tanah juga memberi
keuntungan yang besar. Untuk hidup dengan baik, cacing tanah harus hidup pada
media yang sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Aziz (2015) syarat hidup
ketersediaan zat organik, keasaman (pH). Kotoran ternak seperti sapi merupakan
media yang hampir keseluruhan cocok untuk media hidup cacing tanah. Selain
kotoran ternak, limbah industri dan pertanian seperti serbuk gergaji, serutan kayu,
kompos sampah, dedak, jerami, rumput dan daun-daunan juga dapat digunakan.
Seperti halnya pada hewan lain, cacing tanah juga memerlukan makanan
digunakan sebagai media hidup cacing tanah memang sudah memiliki zat organik
yang dapat diganakan sebagai pakan cacing, namun pakan tambahan juga
dibutuhkan agar cacing tanah dapat hidup, tumbuh, dan berkembangbiak dengan
baik. Bahan tambahan yang dapat digunakan antara lain rumput, jerami, serbuk
gergaji, daun-daun kering dan bahan organik lainnya. Penggunaan jenis pakan
yang berbeda yaitu gamal, lamtoro dan kalopo merupakan salah satu bahan
tambahan alternatif yang pemanfaatannya secara langsung sampai saat ini masih
belum maksimal padahal ketersediaan gamal, lamtoro dan kalopo melimpah dan
mengenai pertumbuhan cacing tanah Lumbricus rubellus dengan jenis pakan yang
berbeda.
1.2. Perumusan Masalah
protein sepererti tepung ikan sehingga diperlukan bahan pakan alternatif yang
dapat digunakan sebagai sumber protein. Kandungan protein yang cukup tinggi
pada cacing tanah menjadikan cacing tanah berpotensi untuk digunakan sebagai
pakan alternatif sumber protein. Selain dapat digunakan sebagai pakan sumber
protein, cacing tanah juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan dan
kosmetik. Cacing tanah cukup potensial untuk dibudidayakan selain karena modal
yang dibutuhkan tidak terlalu besar, budidaya cacing tanah juga memberi
pakan yang berbeda terhadap laju pertumbuhan cacing tanah Lumbricus rubellus.
dalam rangka pembangunan usaha ternak cacing dan menjadi sumber informasi
memiliki banyak kandungan nutrisi mulai dari kandungan protein yang mencapai
76%, protein dari asam amino yang tinggi, lemak 45 %, abu 1,5 % serta 17 %
berupa karbohidrat. Cacing tanah ini bermanfaat bagi kesehatan dan sebagai
pakan ternak. Dalam budidaya cacing tanah sangat ditentukan oleh media hidup
cacing tanah. Kotoran ternak merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan
cacing tanah karena mengandung bahan organik, namun selain kotoran ternak
cacing tanah juga membutuhkan pakan tambahan agar cacing tanah dapat
bertumbuh dan berkembang dengan baik. Pakan tambahan yang baik digunakan
yaitu seperti limbah sayuran maupun dedaunan seperti daun gamal, lamtoro dan
kalopo.
1.5. Hipotesis
Filum : Annelida
Kelas : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxida
Famili : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
rubellus ini bukan asli dari Indonesia melainkan dari Eropa, sehingga sering
disebut cacing Eropa atau cacing introduksi. Di Indonesia, cacing ini disebut juga
dengan nama cacing Jayagiri. Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon,
cacing muda (juvenil), cacing produktif dan cacing tua. Lama siklus hidup
cacing tanah. Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah
berumur 14-21 hari. Setelah menetas, cacing tanah muda ini akan hidup dan dapat
mencapai dewasa kelamin dalam waktu 2,5-3 bulan. Saat dewasa kelamin cacing
2017).
Cacing tanah merupakan binatang hermaprodit yang mempunyai kelamin
ganda. Tetapi di dalam kopulasi tidak dapat melakukan sendiri. Telur cacing tanah
dihasilkan dalam ovari dan lokasinya di segmen ke 30, dan testis yang
posisi saling berlawanan yang diperkuat oleh setae. Lendir akan keluar dari
masing-masing cacing untuk melindungi spermatozoa yang keluar dari lubang alat
beberapa jam dan tidak terganggu oleh gerakan apa pun. Setelah masing- masing
cairan klitellium akan menyelubungi kokon yang bergerak ke arah mulut dan
bertemu dengan lubang saluran telur. Telur-telur itu keluar dari 17 lubang tadi dan
masuk ke selubung kokon yang akan bergerak ke arah mulut. Pada waktu
Cacing jenis ini mempunyai peran yang penting bagi umat manusia. Selain
pakan ternak seperti ayam, kambing, sapi dan sebagainya. Pemanfaatan cacing
tanah untuk antipiretik lebih aman karena komponen kimia cacing tanah tidak
efek toksik cacing tanah adalah cacing tanah dapat mengakumulasi logam berat
yang ada pada tanah dalam tubuhnya. Cacing tanah dapat menoleransi logam
berat dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Dari hasil pengujian kimia diketahui
bahwa senyawa aktif sebagai antipiretik dari ekstrak cacing tanah adalah golongan
protein hewaniuntuk subtitusi tepung ikan dan tepung daging. Kandungan gizi
pada cacing tanah sangatlah tinggi dibandingkan dengan tepung ikan. Kadar
protein cacing tanah berkisar antara 64-76%, sedangkan tepung ikan hanya
memiliki kandungan protein sekitar 58%, selain itu memiliki kadar lemak yang
cukup rendah sekitar 7-10% serta kandungan lain yang terdapat pada cacing tanah
diantarnya 0,55% kalsium, 1% fosfor, dan 1,08% serat kasar (Azis, 2015). Selain
lingkungan, umpan ikan, kosmetik, bahan obat dan penghasil casting. Menurut
Montes (1981); Tapiador (1981) cacing tanah dapat digunakan sebagai obat
penurun demam (antipyretic), obat pereda sakit kepala (antipyrin), penawar racun
(antidote), blood vesel shrinker, penyubur rambut, pakan burung, umpan pancing
ikan, pakan ternak dan sebagai makanan manusia di Afrika, New Guine,
antara 95-100 segmen. Warna tubuh bagian dorsal cokelat cerah sampai ungu
kemerah-merahan, warna tubuh bagian ventral krem, dan bagian ekor kekuning-
kuningan. Bentuk tubuh dorsal membulat dan ventral memipih. Klitelium terletak
pada segmen ke-27-32. Jumlah segmen pada klitelium antara 6-7 segmen. Lubang
kelamin jantan terletak pada segmen ke-14dan lubang kelamin betina pada
segmen ke 13. Gerakannya lamban dan kadar air tubuh cacing tanah berkisar
atau pelekat kuat pada tempat cacing tanah itu berada. Setae digerakkan oleh dua
berkas otot yaitu muskulus protaktor yang berfungsi untuk mendorong setae
keluar dan muskulus retraktor yang berfungsi menarik kembali setae ke dalam
rongganya. Kedua berkas muskulus ini melekat pada ujurn setae. Sistem
Cacing tanah tidak mempunyai organ khusus pernafasan, oleh karena itu
akan mengakibatkan kematian. Jika oksigen berlebihan tidak akan berbahaya dan
cacing tanah akan membentuk asam asetat, namun bila kekurangan oksigen, maka
cacing tanah tidak aktif atau lemah dan kulitnya menjadi gelap (Sundriani, 2017).
Nokturnal artinya aktivitas hidupnya lebih banyak pada malam hari sedangkan
pada siang harinya istirahat. Fototaksis negatif artinya cacing tanah selalu
tanah tidak mempunyai organ khusus pernafasan, oleh karena itu cacing tanah
bernafas dengan pembuluh kapiler di seluruh jaringan kutikula dengan menghisap
kematian. Jika oksigen berlebihan tidak akan berbahaya dan cacing tanah akan
membentuk asam asetat, namun bila kekurangan oksigen, maka cacing tanah tidak
organik. Lumbricus rubellus membutuhkan media yang lembap dan cukup untuk
pertukaran gas. Menurut Aziz, (2015) syarat hidup cacing tanah dipengaruhi oleh
tanah berkisar antara 6,8-7,2 sedangkan suhu optimum pemeliharaan yaitu 23-
terhambat dan bahkan menyebabkan kematian. Pada umumnya cacing tanah hidup
pada jenis bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa
tumbuhan.
Feses Sapi
banyak faktor yang perlu diperhatikan salah satunya adalah media pemeliharaan.
Media yang cocok untuk budidaya cacing tanah haruslah media yang mirip
dengan media aslinya. Kotoran hewan merupakan habitat utama cacing tanah dan
hampir secara keseluruhan sesuai (cocok), baik sebagai bahan pakan maupun
sebagai media, seperti feses sapi. Aziz (2015) mengemukakan bahwa feses sapi
memiliki banyak zat organik sehingga bagus untuk pertumbuhan cacing. Terdapat
kendala apabila feses sapi langsung dipakai tanpa melewati proses pengeringan.
Selain kotoran hewan, limbah industri dan pertanian seperti serbuk gergaji,
Menurut Azis (2015), kotoran sapi memiliki banyak zat organik sehingga
bagus untuk pertumbuhan cacing tanah. Media kotoran sapi lebih disukai cacing
tanah dibandingkan kotoran hewan ternak yang lain karena mengandung unsur
nitrogen yang tinggi, tetapi ada kendala apabila langsung digunakan tanpa
Penggunaan kotoran sapi sebagai media perlu dicampur bahan lain seperti
cara penanaman yang mudah, kandungan protein yang tinggi, masih tetap
dari guguran daun maupun pengakarannya, dan banyak lagi manfaat dari
penanaman pohon gamal ini. Gamal merupakan pakan ternak sumber protein yang
baik mudah dicernakan sehingga cocok untuk pakan ternak. Hijauan gamal
mengandung protein kasar 20-30 % BK, serat kasar 15%, dan kecernaan in vitro
diberikan ke ternak, sebaiknya daun gamal dilayukan terlebih dahulu kira-kira 12-
menganggu serta menggumpalkan darah. Senyawa racun yang kedua adalah HCN
(Hydro Cyanic Acid) sering disebut juga Prusic Acid atau Asam Sianida. Dalam
gamal juga terdapat zat anti nutrisi, tanin walaupun dalam konsentrasi yang cukup
diwaspadai adalah nitrat (NO3). Sebenarnya nitrat tidak beracun terhadap ternak,
namun jika dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit yang disebut
keracunan nitrat (nitrate poisoning). Nitrat yang secara alamiah terdapat pada
tanaman di ubah menjadi nitrit oleh proses pencernaan lalu nitrit dikonversi
menjadi amonia. Cara mengatasi zat antinutrisi dalam gamal yaitu dengan
banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Hasil analisis kimia
daun lamtoro mengandung protein kasar 24,2%, abu 7,5%, energi metabolisme
2450 kkal/kg, serat kasar 21,5%, kalsium 1,68%, dan posfor 0,21%. Daun
lamtoro memiliki nilai gizi yang tinggi, dengan asam amino yang terdapat dalam
proporsi yang seimbang dan dapat menjadi sumber vitamin yang melimpah.
Lamtoro dapat digunakan untuk makanan ternak dan mempunyai potensi besar
untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena lamtoro mudah ditanam, cepat
tumbuh, produksi tinggi dan komposisi asam amino yang seimbang (Kiay, 2014).
menyebabkan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Berbagai usaha yang
dilakukan untuk menurunkan daya racun mimosin dalam daun lamtoro adalah
mimosin, pencucian, dan mendapatkan varietas baru yang rendah (Kiay, 2014).
di atas tanah dapat membentuk hamparan setebal kurang lebih 50 cm. Batang
seolah olah terbagi kedalam dua bagian, bagian bawah menjalar sedangkan bagian
atas memanjang. Berdaun tiga pada suatu tangkai, helai daun berbentuk oval
calsium. Kandungan protein ini relatif tinggi dan dapat dijadikan sebagai tanaman
tidak memiliki zat yang bersifat racun pada tanamannya sehingga dapa
ternak terutama ketika musim kemarau. Tanaman ini juga merupakan tanaman
Sapi Yang Mengandung Tepung Daun Murbei (Morus multicaulis). Dari hasil
sebanyak 10% dan 20% pada media memberikan efek pertumbuhan cacing
Perlakuan terdiri dari pakan eceng gondok sebesar 5g, 10g, 20g dan 30g.
Parameter yang diukur adalah pertambahan berat cacing. Data hasil peneitian
ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan cacing tanah pada tiga jenis
pakan yaitu kotoran sapi, limbah sayur kubis, dan limbah buah papaya.
Limbah sayur kubis dan limbah buah papaya difermentasikan selama tujuh
perlakuan dari limbah buah papaya mempunyai nilai pertumbuhan berat 0.16
– 0.20 g, limbah sayur kubis dengan berat 0.12-0.14 g, dan kotoran sapi
dengan berat 0.10 – 0.12 g. Pertumbuhan panjang dari limbah buah papaya
yaitu 0.9 -1.2 cm, limbah sayur kubis dengan panjang 0.89 – 0.99 cm, dan
kotoran sapi 0.63 – 0.90 cm. Penggunaan limbah buah pepaya memberikan
hasil terbaik dengan pertumbuhan berat 0.16 – 0.20 g dan panjang 0.9 -1.2
cm.
III. METODE PENELITIAN
Cacing tanah
Cacing tanah digunakan dalam penelitian ini adalah cacing tanah jenis
Media tumbuh cacing tanah yaitu kotoran sapi. Kotoran sapi yang
Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah box plastik sebagai
alat pelindung tangan saat melakukan kerja, sekop kecil untuk mengaduk tanah,
menimbang bobot cacing, ayakan tanah untuk mengayak tanah dan alat tulis untuk
Media tumbuh cacing tanah yaitu kotoran sapi. Kotoran sapi yang
digunakan yaitu kotoran sapi yang telah kering. Ketebalan media dalam setisp
wadah yaitu 5-10 cm dan dibiarkan selama 2 jam untuk proses penyesuaian
(Badruzzaman, 2016).
Persiapan Pakan
Pakan yang digunakan yaitu daun gamal, lamtoro dan kalopo. Untuk
mengurangi kandungan air dan menghilangkan zat anti nutrisi daun dicacah
kemudian dilayukan.
Cacing tanah digunakan dalam penelitian ini adalah cacing tanah jenis
tanah ditimbang sebanyak 300 gram dan diteletakan pada masing-masing media
tumbuh.
menjaga kegemburan media. Pakan diberikan sesuai dengan berat cacing tanah
sendok yang khusus. Pengadukan ini bertujuan untuk menjaga pasokan oksigen
dan sirkulasi udara dalam media.. Selain pengadukan dilakukan pula
(Rusad, 2016).
Parameter yang diukur yaitu jumlah dan berat indukan cacing, jumlah dan
serta jumlah. Pengukuran parameter dilakukan dalam satu kali siklus bertelur
Analisis data yang digunakan adalah analisis sidik ragam (Anova) dan
apabila terdapat pengaruh parlakuan akan diuji lebih lanjut dengan Duncan Mean
Aziz, A. A, Maulida. 2015. Budidaya Cacing Tanah Unggul Ala Adam Cacing.
Penerbit PT Agro Media. Jakarta Selatan.
Dani, I. R., Jarmuji, J., Pratama, A. W. N., & Nugraha, D. A. 2017. Kolaborasi
Messessaba (Media Feses Sapi dan Feses Domba) terhadap Respon Cacing
Tanah (Pheretima Sp). Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 12(3), 308-316.
Natalia, H., Delly, N., dan Sri, H. 2009. Keunggulan Gamal Sebagai Pakan
Ternak. Sembawa: BPTU Sembawa.
Rosad, R. E., Santosa, S., & Hasyim, Z. 2016. Pemanfaatan Limbah Sayur Kubis
Brassica Oleracea dan Buah Pepaya Carica Papaya sebagai Pakan Cacing
Tanah Lumbricus Rubellus. BIOMA: JURNAL BIOLOGI MAKASSAR,
1(1).
Sundariani, N. (2017). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eicchornia Crassipes)
Sebagai Pakan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Skripsi. FKIP Unpas.