demokrasi, UUD NKRI 1945 telah mengatur bahwa kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menuru UUD NKRI 1945. Pasal 1 ayat (2) UUD NKRI
kehidupan negara yang demokrasi adalah dengan diberikannya hak untuk setiap
warga negara untuk aktif di dalam proses politik. Untuk bisa merealisasikan
umum secara regular dengan prinsip yang langsung, umum, bebas, jujur, rahasia,
dan adil. Pemilu merupakan mandat dari konstitusi yang wajib dilaksanakan oleh
rakyat dalam menyalurkan hak-hak poltiiknya. Salah satu prinsip dasar dari
suatu negara hukum yang demokratis adalah adanya jaminan yang berkeadilan
bagi rakyat dalam menentukan pilihan terhadap pemimpin negara dan wakil
Di dalam UUD NKRI 1945 tidak diatur secara jelas mengenai aturan tentang
pelaksanaan pemilu. Pasal 1 ayat (2) UUD NKRI 1945 memuat aturan abstrak
73
Fadjulrahman Jurdi, Op.Cit., hal, 42.
65
tentang memberikan kekuasaan tertinggi kepada rakyat. Amanat Pasal 1 ayat (2)
Indonesia telah dilaksanakan 11 kali, yang dimulai sejak 1955, 1971, 1977,
1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014.74 Setiap pelaksanaan
pemilihan umum yang telah dilaksanakan memiliki dasar hukum yang berbeda.
demokrasi, di setiap pemilihan selalu dimenangi oleh partai yang sama dan
perolehan suara yang diraih para peserta pemilu selalu memberikan jarak yang
signifikan.75
mengikuti kondisi sosial dan politik yang dinamis. Pemilu yang diselenggarakan
pada tahun 1999, 2004, 2009, 2014 memiliki dasar hukum yang berbeda-beda.
74
Ibid, hal. 153.
75
Ibid
66
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentan Pemilu anggota DPR, DPD, dan
DPRD.
waktu yang bersamaan dalam Pemilu 2019. DPR bersama dengan Presiden RI
tersebut merubah dan mengatur beberapa aturan baru yang tidak pernah diatur
atas hasil pemilu. Sengketa-sengketa yang terjadi di setiap Pemilu tidak dapat
dihindarkan, maka untuk menjamin suatu pemilu yang berjalan dengan prinsip-
prinsipnya maka dirasa perlu untuk adanya pengaturan tentang lembaga yang
67
dengan sengketa administrasi dan proses pemilu sedangkan Mahkamah
hasill Pemilu. Dalam Pemilu 2019 dan berdasarkan Pasal 95 huruf d UU Pemilu,
pemilu yang bertugas untuk mengawasi jalannya Pemilu juga menjadi salah satu
Laura Nadder dan Harry F. Todd Jr yang juga sebagai ahli antropologi
(ajudikasi). Pasal 468 ayat (3) dan (4) UU Pemilu, mengatur bahwa Bawaslu
administratif pemilu adalah sengketa pemilu yang berkaitan dengan tata cara,
pemilu (yang tidak berkaitan dengan tindak pidana). Sedangkan sengketa proses
68
pemilu adalah sengketa yang terjadi antara para peserta pemilu dan sengketa
pemilu dapat terjadi akibat dikeluarkannya keputusan KPU yang diarasa tidak
sesuai dengan peraturan yang ada dan merugikan salah satu pihak. Dalam
pemilu, dan
penylesaian sengketa proses pemilu merupakan putusan yang bersifat final dan
dengan:
69
b. Penetapan daftar calon tetap anggota, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
para pihak maka para pihak dapat mengajukan upaya hukum ke PTUN.
paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal putusan dibacakan. KPU wajib
isinya menerima atau menolak dan melakukan upaya hukum ke PTUN. apabila
KPU atau peserta pemilu tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu, maka Bawaslu
Pemilu (DKPP).
dalam penyelesaian sengketa proses pemilu menjadi sebuah tanda tanya besar.
Seperti yang terjadi pada kasus yang penulis angkat di dalam penelitian ini.
tahun 2018 yang memuat larangan bagi mantan tepidana koruptor untuk
dari diberlakukan PKPU oleh KPU membuat 38 bakal calon anggota legislatif
(bacaleg) yang sebelumnya telah dinyatakan memenuhi syarat (MS) dan berhak
mengikuti serta menjadi calon anggota legislatif yang akan dipilih di dalam
pemilu 2019 menjadi tidak memenuhi syarat (TMS) dan tercoret dari daftar
70
nama calon sementara (DCS) dan mengakibatkan yang bersangkutan tidak bisa
Salah satu dari 38 nama yang dinyatakan TMS dan gagal menjadi caleg
pada pemilu 2019 adalah Mohammad Taufik, yang juga mencalonkan diri
sebagai caleg DPRD Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 2004, M. Taufik pernah
dihukum pidana penjara selama 18 bulan akibat dari tindak pidana Korupsi yang
dilakukannya saat menjabat sebagai ketua KPUD DKI Jakarta periode 2003-
2008. Akibat dari kasus yang pernah dialami M. Taufik tersebut menyebabkan
dirinya dinyatakan TMS dan tercoret dari DCS caleg DPRD Provinsi DKI
Jakarta. Sebelum PKPU No.20 tahun 2018 diberlakukan, larangan bagi mantan
caleg pada pemilu 2019. Akibat diberlakukannya PKPU No.20 tahun 2018
merasa dirugikan akibat adanya PKPU No.20 tahun 2018 tersebut, sehingga M.
menyatakan dirinya TMS dan tidak bisa menjadi caleg DPRD Provinsi DKI
ke Bawaslu DKI Jakarta dengan objek permohonan surat keputusan KPU yang
menyatakan dirinya TMS dan tercoret dari DCS. Sesuai dengan Pasal 468 ayat
kesepakatan dalam tahap mediasi. Dalam tahap mediasi yang dilakukan Bawaslu
71
dengan mempertemukan M. Taufik dan KPUD DKI Jakarta tidak menemukan
titik temu hingga tidak ada kesepakatan yang dapat diputus Bawaslu. Sesuai
dengan Pasal 468 ayat (4) maka penyelesaian sengketa tersebut harus diputus
memenuhi syarat sehingga dapat dimasukan ke dalam DCT dan berhak untuk
menjadi Caleg DPRD Provinsi DKI Jakarta dalam pemilu 2019. Bawaslu
dalam PKPU tersebut bukan wewenang KPU, maka apabila dikaitkan dengan
keputusan yang batal demi hukum. Dalam amar putusan nya, Bawaslu
berkaitan dengan penetapan DCT anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota apabila putusan Bawaslu tidak diterima para pihak, para
putusan Bawaslu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal putusan dibacakan.
dapat dilakukan KPUD DKI Jakarta hanya menerima putusan Bawaslu dengan
72
Bawaslu melalui surat edaran KPU RI Nomor 991 tahun 2018, sampai ada
putusan Mahkamah Agung terkait uji materi tentang PKPU Nomor 20 tahun
2018.
mengeluarkan keputusan KPU baru, yang isinya menerima atau menolak dan
apabila menolak maka harus melaukan upaya hukum ke PTUN. Tindakan KPU
untuk melakukan penundaan. Tindakan yang bisa dilakukan oleh KPU dalam
KPU juga telah melanggar ketentuan pada Pasal 518 UU Pemilu yang dengan
tegas mengatur bahwa setiap anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan
administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
73
Melalui surat edaran KPU RI nomor 991 tahun 2018 KPU RI
kekuatan hukum putusan Bawaslu sejatinya belum dapat mengikat para pihak
Pada Pasal 464 UU Pemilu menjelaskan bahwa KPU dapat dilaporkan oleh
tidak ditindaklanjuti padahal dalam praktiknya yang akan dirugikan atas tidak
Bawaslu, maka wewenang untuk melaporkan lebih tepat kepada para pihak yang
dengan kode etik. DKPP tidak bisa memerintahkan KPU untuk menindaklanjuti
penyelenggara pemilu. Sanksi yang dapat di berikan DKPP pun masih terlihat
kurang tegas, di dalam Peraturan DKPP RI Nomor 2 tahun 2017 tentang kode
yang dijatuhkan DKPP harus melalui tahapan yang berbelit belit. Pemberian
sanksi harus melalui rapat pleno dengan para anggota DKPP secara
74
musyawarah. Apabila dalam musyawarah tidak dapat tidik temu maka sanski
Selanjutnya, dalam Pasal 518 UU Pemilu telah diatur tentang sanksi pidana
kepada anggota KPU yang tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu. Namun pada
untuk bisa memeriksa anggota KPU yang melanggar ketentuan Pasal 518 UU
Pemilu, pihak kepolisian tidak bisa melakukan tindakan tanpa adanya pelaporan.
namun tidak ada pihak yang melaporkan anggota KPU tersebut karena tidak
tersebut tidak dapat di proses dan di hukum dengan ketentuan yang tercantum di
Dari 2 (dua) Pasal yang telah dibahas di atas terlihat jelas bahwa tindakan
akibat dari ketidak tegasan aturan yang mengatur tentang kekuatan mengikat
mengikat dan tidak tegasnya aturan tentang kekuatan putusan Bawaslu tersebut,
berkitan dengan uji materil PKPU No.20 tahun 2018 mencapai 21 hari. Dalam
75
kurun waktu 21 hari tersebut tidak ada tindakan dari pihak manapun untuk
memberikan sanksi kepada KPU, padahal sangat jelas bahwa KPU telah
Selain aturan yang tidak tegas mengatur tentang sanksi dari tidak
ditindaklanjuti nya putusan Bawaslu, terdapat juga Pasal dalam UU Pemilu yang
tidak memberikan kekuatan yang jelas kepada putusan Bawaslu. Pada ayat (1)
Pasal 469 UU Pemilu terdapat frase yang menjelaskan bahwa putusan Bawaslu
dan mengikat. Namun, pada frase berikutnya kekuatan final dan mengikat itu
b. Penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
Pada frase awal telah jelas memberikan kekuatan putusan Bawaslu adalah
final dan mengikat namun difrase selanjutnya kekuatan itu seakan dihapuskan.
76
Dalam penyelesaian sengketa pemilu yang diatur di dalam UU Pemilu,
diberikan jangka waktu 14 hari lalu untuk memutuskan, dan memutus suatu
b. Teguran tertulis
Pemilu; dan,
2. Sengketa Proses Pemilu, sengketa ini terjadi antara Peserta pemilu dengan
peserta pemilu lainnya atau sengketa yang terjadi antara peserta Pemilu
77
dari dikeluarkannya keputusan KPU yang dirasa merugikan pihak tertentu
dalam mediasi.
atas, dapat dilihat bahwa hanya sengketa proses pemilu sajalah yang
proses pemilu, maka kalimat pada Pasal 469 yang menyatakan bahwa Putusan
politik peserta pemilu, penetapan DCT anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
Bawaslu tidak akan pernah final dan mengikat karena putusan ajudikasi yang
UU Pemilu.
78