Abad Baru Purbakala Memilih Arah Menentukan Peran PDF
Abad Baru Purbakala Memilih Arah Menentukan Peran PDF
Marlon NR Ririmasse
Balai Arkeologi Ambon-Indonesia
Jl. Namalatu-Latuhalat, Ambon 97118
ririmasse@yahoo.com
Abstract
A year has passed since the celebration of 100th years of Indonesian archaeology. On
June 14th 2013, this golden moment was commemorated by institutions and individuals.
The nostalgic euphoria has been transformed into the festive spirit of various
events. Ranging from seminars to exhibitions. From small gatherings to the colosal
stages. There is a pride that rised from the establishment of this 100th anniversary.
This article tries to discuss the current situation in the Indonesian archaeology by
dissect the anatomy of archaeological research in the Moluccas Archipleago. The
ideas disscussed will cover the review of archaeological research in the Moluccas
historically; followed by observing the recent activities to understand the impacts of
archaeological research for the region and its communities; and finally initiate the
discussion on choosing the direction and the role of archaeological research for the
academic and social purpose in the near future.
Abstrak
Tak terasa hampir setahun telah dilewati sejak perayaan satu abad purbakala Nusantara.
Tepat tanggal 14 Juni 2013 silam, momentum emas ini diperingati segenap insan
arkeologi Indonesia. Gempita nostalgia dikemas menjadi semangat perayaan dalam
berbagai kegiatan. Mulai dari seminar sampai pameran. Sekedar sukuran hingga
pentas kolosal. Ada kebanggaan yang membuncah dari angka mapan usia ke-100. Kini
pesta telah usai. Segalanya kembali senyap. Rasanya tepat untuk mulai merenung.
Tentang makna menjadi lembaga dengan umur yang bahkan lebih sepuh dari negara.
Memikirkan kembali kiprah pun capaian. Menemukenali kekurangan dan kendala.
Adakah arkeologi akan terus mengalir dengan wawasan klasik business as usual?
Ataukah memilih bercermin pada jernih kondisi kekinian dan bergegas membenahi
diri? Makalah ini mencoba mengamati kondisi terkini arkeologi nasional dengan
membedah anatomi penelitian arkeologi di Kepulauan Maluku dalam kerangka
kronologis. Alur gagasan yang dibahas mencakup tinjauan atas rekam historis
penelitian yang membentuk wajah arkeologi Maluku; dilanjutkan dengan mengamati
aktivitas masa kini guna melihat aktualisasi studi arkeologi bagi kemajuan wilayah
dan masyarakat; serta membuka ruang diskusi tentang memilih arah dan menentukan
peran penelitian arkeologi bagi tujuan akademis dan sosial di masa mendatang.
Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 75
(“Seorang arkeolog yang berkecimpung dalam Jawatan Purbakala, yang sempat
studi mengenai benda-benda dari masa lalu, nyaris mati suri selama masa pendudukan
apabila ia merenung lebih jauh dan lebih dalam, Jepang dihidupkan kembali. Ketika itu hanya
maka ia akan menyadari bahwa esensi tentang bagian bangunan di Yogyakarta yang masih
semua yang dipelajari adalah tentang manusia, berfungsi di bawah pimpinan Suhamir.
tentang spiritualitasnya, tentang daya-ciptanya,
dan tentang ketrampilannya.”) Unit-unit lain di Batavia tercerai berai dan
(Herstel in Eigen Waarde: Monumentenzorg in tidak berfungsi. Memegang mandat yang
Indonesie. Kempers, 1978: 9 ) diembannya, Kempers mempersatukan
kembali unit bangunan di Yogyakarta dengan
PENDAHULUAN Institusi Induknya di Jakarta pada tahun
Penggalan kalimat pengantar di atas 1951. Dalam keriuhan pemulihan Jawatan
dikutip dari buah pikir Bernet AJ Kempers. Purbakala, Kempers masih mencurahkan
Arkeolog senior asal Negeri Belanda, sekaligus waktu, tenaga dan pemikirannya di ranah
salah satu peletak dasar dunia akademis akademis. Mengajar arkeologi, membimbing
arkeologi Indonesia. Bagi para penggiat generasi pertama calon akademisi arkeologi
studi kepurbakalaan Asia Tenggara, Kempers nasional.
dikenal melalui karya-karya akademisnya Hasilnya, Kempers menutup masa
seperti The Ancient Indonesian Art (1959) baktinya di Indonesia dengan manis,
dan Ageless Borobudur (1976). Karya ketika muridnya Soekmono, lulus sebagai
klasik yang menjadi pustaka utama tentang doktorandus arkeologi pertama di Fakultas
kepurbakalaan Nusantara. Pesona gagasan Sastra Universitas Indonesia, yang dua bulan
Kempers ini kiranya tidak lepas dari latar pasca menerima gelar, diserahi tanggung
belakang hidupnya. Dimana berbeda dengan jawab meneruskan kepemimpinan di Jawatan
ilmuwan Eropa tentang Indonesia yang lain, Purbakala menggantikan sang guru. Soekmono
Kempers menghabiskan sekitar 50 tahun melanjutkan kepemimpinan Kempers pada
pertama usianya di Nusantara. Selama masa ini, tahun 1953 dan menakhodai lembaga ini
Kempers bekerja sebagai Pustakawan di Royal hingga tahun 1973. Di bawah komando
Batavian Society atau kini dikenal sebagai Soekmono, Dinas Purbakala bertumbuh
Museum Nasional. Sekaligus menjadi pengajar pesat. Lembaga yang pada awalnya menjadi
sejarah budaya dan arkeologi di Jakarta dan bagian dari Jawatan Kebudayaan, berkembang
Yogyakarta. menjadi Direktorat Purbakala dan Sejarah
Bernet Kempers juga pernah hingga akhirnya menjadi Lembaga Purbakala
memegang jabatan penting sebagai Kepala dan Peninggalan Nasional.
Jawatan Purbakala atau Oudheikundige Atas jasa ini, tak heran, wartawan
Dienst. Institusi yang bertanggung jawab senior P. Swantoro menyebutkan bahwa adalah
atas pengelolaan warisan budaya di Hindia berkat kepemimpinan Kempers, yang memang
Belanda. Peran ini menjadi sentral, karena mencintai dunia kepurbakalaan Indonesia,
pada masa itu, Kempers dihadapkan pada kehidupan kembali Jawatan Purbakala,
dua tantangan. Pertama, ia harus membangun bukanlah sekedar nama (Swantoro, 2002: 101).
kembali institusi yang sempat remuk pasca Pantas kiranya jika kemudian penghargaan
Perang Pasifik. Kedua, berada di masa dan rasa hormat, disampaikan dengan sangat
peralihan penyerahan kedaulatan dari Hindia mengesankan oleh mendiang Soekmono
Belanda menjadi Indonesia, Kempers harus dalam sebuah tulisan in memoriam di majalah
mengantar Jawatan Purbakala menemukan BKI 1994, untuk mengenang sang guru yang
tempatnya di negara baru ini. Di tengah masa berpulang pada 2 Mei 1992.
penuh ketidakpastian itu, Bernet Kempers Kempers, kiranya merupakan satu
melakukan tanggung jawab besarnya dengan di antara pribadi-pribadi hebat yang hadir
sempurna. dan jalin menjalin membentuk wajah studi
Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 77
Buah karya Kempers ini memang Bescheribung (1730). Tahun 1881, seorang
secara khusus mengulas tentang nekara misionaris protestan N Rinooy, melaporkan
sebagai produk budaya perunggu di Asia keberadaan sebuah artefak perunggu, berupa
Tenggara. Bukan kebetulan, jika Maluku yang ‘lonceng’ yang mirip dengan apa yang
pernah menjadi rumah bagi setidaknya 12 ditemukan di Leti. Nekara ini sempat hancur
nekara perunggu tipe Heger I, cukup banyak dalam kebakaran tahun 1917 dan fragmennya
disinggung dalam buku ini. Termasuk, ihwal kemudian dibeli oleh Nieuwenkamp pada
peran Rumphius yang menjadi penanda cikal tahun 1918. Fragmen nekara ini kemudian
bakal studi kepurbakalaan di Nusantara. dikirimkan ke Museum Batavia pada tahun
Disebutkan bahwa sang ilmuwan mencatat 1937. Seorang petugas kolonial Rouffaer,
tentang keberadaan benda-benda perunggu juga sempat mencatat keberadaan nekara lain
yang memiliki nilai magi bagi penduduk di di Leti pada tahun 1918. Adalah Rouffaer
Maluku. Beberapa spesimen nekara sempat yang berdasar pada kunjungan ini kemudian
dikumpulkan Rumphius dan dikirimkan ke menulis surat kepada Museum Batavia
Eropa (Kempers, 1988) dengan menekankan pentingnya perlindungan
Aktivitas pengumpulan dan pencatatan atas nekara-nekara kuna di propinsi terluar.
Rumphius ini, kemudian ditulis dan “Pusaka nasional ini seharusnya tetap dijaga
diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul in situ, atau dikirimkan ke Museum Batavia.
D’ Ambonische Rariteit Kaamer (1705) atau Tidak seorangpun seharusnya dijinkan
Kamar Benda-Benda Antik dari Ambon membawa pergi benda-benda ini!” demikian
(Ririmasse, 2005: 21). Karya akademis ini tulisnya (Kempers, 1988: 412-413).
kemudian disepakati sebagai pustaka paling Pada penghujung abad ke-19 dan awal
awal yang mengulas mengenai kepurbakalaan abad ke-20, ulasan tentang kepurbakalaan di
di Nusantara. Mendahului ulasan CA Lons Maluku masih datang dari catatan tentang
tentang Candi Prambanan. Kehadiran buku ini artefak-artefak lepas seperti nekara. Tahun
juga sekaligus menjadi penanda dimulainya 1890 dua buah nekara ditemukan di pesisir
studi kepurbakalaan di Indonesia. Dengan tenggara Pulau Kur, Kepulauan Kei dan
karya ini Rumphius, yang datang sebagai dilaporkan oleh G.W.W.C. Baron van Hoevell.
serdadu bayaran VOC, menjelma menjadi Namun baru pada tahun 1934 benda-benda ini
salah satu ilmuwan Eropa paling awal yang diambil oleh J. W. Admiraal dan diserahkan
beraktivitas di Nusantara. menjadi koleksi Museum Nasional. Di
Setelah Rumphius, ulasan tentang penghujung abad ke-19 muncul himpunan
kepurbakalaan di Maluku lebih banyak catatan mengenai keberadaan lukisan cadas
hadir dalam bentuk catatan-catatan pendek di Desa Dudumahan, Kei Kecil. Tercatat
dalam rekam perjalanan. Himpunan referensi nama-nama seperti Langen, van Hoevel dan
semacam ini disumbangkan oleh individu- Jacobsen mengulas mengenai situs ini. Pada
individu yang bertugas sebagai petugas awal abad ke-20 MacKellar dan Geurtjens
militer kolonial, aparatur pemerintah, hingga mempublikasikan naskah mengenai situs
misionaris. Hasil pengamatan yang ditulis lukisan cadas di Dudumahan. Umumnya
umumnya masih melekat pada karakteristik informasi yang disajikan lebih menekankan
yang serupa, berupa catatan tentang benda- pada jejak penguburan yang ditemukan di
benda unik-antik yang memiliki keterkaitan situs ini serta asal usul sesuai sejarah tutur
dengan mitologi dan kepercayaan masyarakat masyarakat setempat mengenai lukisan ini
setempat (Ririmasse, 2011: 37-51). (Ballard, 1988:139-161; Arifin dan Delanghe,
Beberapa nama yang dapat disebut 2004: 39).
antara lain adalah, E.Chr. Barchewitz yang Himpunan catatan awal tentang
merekam keberadaan nekara di Pulau Luang kepurbakalaan di Maluku dari abad ke -17
dalam bukunya Ost-Indiansiche Reise- hingga permulaan abad ke-20 kiranya lebih
Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 79
Catatan penelitian terpenting di Kondisi geografis Maluku sebagai
Maluku selama era 1990-an diwakili oleh wilayah kepulauan dengan luas perairan
studi tiga musim 1995-1997 di Kepulauan mencapai sembilan puluh persen dengan
Aru yang merupakan buah kerjasama Pusat jumlah pulau lebih dari seribu, merupakan
Arkeologi Nasional dan Universitas Nasional tantangan alami yang harus dihadapi dalam
Australia. Fokus penelitian ini diarahkan proses riset. Hal ini yang kemudian menjadi
pada beberapa isu sentral seperti jejak salah satu pertimbangan dibentuknya lembaga
kolonisasi maritim dan awal penghunian riset arkeologi yang secara khusus menangani
serta koneksitas antar pulau pada masa wilayah ini.
Plestosen dan awal Holosen; Jejak pertanian Demikian halnya dengan keletakan
dan domestikasi hewan serta interaksi antara Maluku secara biogeografi yang berada di
pemukim awal dan pemukim Austronesian, Zona Wallacea, merupakan pertimbangan
peran Kepulauan Aru sebagai pemasok bulu kunci lainnya yang membuat wilayah ini
burung cendrawasih dan ragam produk hutan perlu untuk dikaji secara mandiri dalam
dan laut dalam kurun 2000 tahun. Hasil satu kerangka ruang. Profil ekologi yang
penelitian tiga musim ini telah diterbitkan kompleks merupakan determinan dalam
dalam The Archaeology of Aru Islands, menciptakan proses budaya yang raya.
Eastern Indonesia (O’Connor et.al, 2005: Dengan karakteristik sejarah budaya yang
19; Flanery dan White, 1991:96-113; Gelpke, khas ini, membuat Maluku menjadi wilayah
1994:123-145; Heinsohn, 2010: 38-91; yang perlu dikelola secara khusus dalam
Jelsma,1999:41-45; Liley, 1992:150-171; kerangka studi arkeologi.
Mahmud, 2009:34; Miedema ,1997:18; Semenjak didirikan hampir dua dekade
Pasveer, 1998:67-89; Prasetyo, 2009:34-48). silam, tema penelitian utama atau highlight di
Tahun 1999-2002 Maluku dilanda Balai Arkeologi Ambon memang dilekatkan
konflik sosial. Ekses atas kejadian ini juga pada arkeologi kolonial. Pertimbangan
menyentuh ranah penelitian arkeologi. Ketika pemilihan tema ini agaknya melekat dengan
hampir satu dekade, Maluku tertutup untuk kenyataan bahwa Kepulauan Maluku secara
peneliti nasional dan asing. Aktivitas studi historis menyatu dengan sejarah rempah dan
arkeologis selama masa tanpa kepastian awal kolonialisme. Hal mana dapat diamati
ini dilakukan oleh Balai Arkeologi Ambon dari produk-produk budaya era kolonial
yang ketika itu belum lama dibentuk dan yang bertebaran secara luas di kepulauan
langsung harus menghadapi aktivitas riset ini. Maluku merupakan salah satu wilayah
dalam kondisi wilayah yang belum stabil. di Indonesia dengan sebaran benteng Eropa
terbanyak. Disayangkan, bahwa meski telah
Lembaga Penelitian untuk Kepulauan ditetapkan sebagai tema besar penelitian
Maluku: Balai Arkeologi Ambon kawasan, saat itu tidak dijabarkan secara
Balai Arkeologi Ambon didirikan rinci aspek-aspek yang menjadi tujuan
pada tahun 1995. Lembaga ini merupakan dan sasaran riset dalam kurun waktu yang
Unit Pelaksana Teknis dari Kementerian terukur. Hasilnya, arkeologi kolonial di
Pendidikan dan Kebudayaan. Pendirian Maluku hingga saat ini belum memberikan
lembaga ini ditujukan untuk melaksanakan temuan dan konsep yang mencerminkan nilai
penelitian arkeologi di wilayah Maluku pentingnya sebagai tema unggulan.
dan Maluku Utara. Balai Arkeologi Ambon Sejatinya selain tema kolonial,
merupakan satu dari sepuluh lembaga serupa Maluku juga memiliki potensi yang jauh
yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan lebih kompleks pada tema-tema lain seperti
pembagian ini diharapkan, aktivitas studi arkeologi Islam dan Prasejarah. Kepulauan
arkeologi di Indonesia dapat lebih efektif dan ini merupakan rumah bagi beberapa kerajaan
memberikan hasil yang komprehensif. Islam awal di Nusantara seperti Ternate
Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 81
Diamati secara kronologis maka dapat dengan perhatian pada kontribusi arkeologi
dilihat bahwa aktivitas studi yang berkiblat untuk pendidikan lokal. Meski himpunan tema
pada upaya menemukan jejak-jejak budaya spesifik ini masih dalam tahap inisiasi; namun
tertua yang diwakili oleh teknologi Paleolitik orisinilitas gagasan yang selaras dengan
hingga saat ini belum dilakukan oleh Balai karakteristik dan potensi kawasan yang berciri
Arkeologi secara mandiri. Pengamatan pada arsipelago, kiranya memberi kondisi yang
jejak Paleolitik dalam konteks Maluku secara cukup menjanjikan untuk pengembangan ke
kawasan diwakili oleh hasil penelitian asing depan.
dan nasional. Kondisi serupa kiranya juga
ditemukan dalam konteks kajian-kajian yang Kepulauan Maluku: Hasil Penelitian
melekat pada budaya Neolitik. Identifikasi Penting dan Situs Unggulan
situs-situs yang ditautkan dengan proses Sebagai disiplin yang berupaya
migrasi penutur bahasa Austronesia ini juga menjelaskan proses sejarah budaya dalam
merupakan sumbangsih para peneliti asing kerangka waktu; aspek pertanggalan atau
yang aktif di Maluku. Adalah dalam konteks kronologi kiranya menjadi elemen kunci
masa prasejarah akhir Balai Arkeologi Ambon yang memberi bobot bagi hasil penelitian.
memiliki kontribusi riil bagi pengetahuan Adalah pertanggalan dalam kaidah ilmiah
kawasan. Sebagaimana dengan terwakili yang kemudian menjadi rujukan bagi arkeologi
dalam identifikasi ragam temuan-temuan baru untuk menjelaskan kompleksitas dinamika
berciri budaya perunggu-besi yang tersebar di peradaban manusia dalam bentang masa yang
wilayah ini. terukur. Tak heran bila berbicara mengenai hasil
Tema yang bertautan dengan jejak penelitian penting yang mencerminkan capaian
budaya prasejarah dimana Balai Arkeologi suatu proses studi arkeologis, maka aspek
memiliki rekam jejak penelitian mandiri pertanggalan senantiasa harus dikedepankan.
kiranya lebih diwakili oleh aspek yang Meski rekam aktivitas penelitian di
menautkan budaya prasejarah dalam bentuk Maluku telah berbilang lebih dari setengah
tradisi berlanjut. Dalam konteks ini, kondisi abad, dengan intensitas yang bisa dikatakan
dimaksud diwakili oleh jejak budaya megalitik meningkat dalam kurun dua dekade terakhir,
yang masih luas ditemukan dalam keseharian rekam pertanggalan pada situs-situs arkeologi
masyarakat di wilayah Kepulauan ini. Praktek- di Kepulauan Maluku bisa dibilang sangat
praktek budaya lokal yang mencerminkan cara minim. Penelusuran yang dilakukan pada
hidup lampau juga menjadi aspek yang dikaji segenap rekam penelitian yang telah
dalam kerangka etnoarkeologi. Pada ranah ini, dilaksanakan di wilayah ini menunjukan
hasil studi mandiri di Balai Arkeologi Ambon bahwa seluruh rekam pertanggalan yang ada
cukup luas. Kekayaan potensi etnogafi di merupakan kontribusi dari para peneliti asing
Maluku menjadi aspek kunci yang memberi yang pernah aktif di wilayah ini. Para peneliti
impak positif bagi etnoarkeologi. nasional dan lokal yang melakukan studi
Disamping rangkaian isu yang melekat arkeologi di Maluku, belum memiliki rekam
pada kerangka kronologi di atas, terdapat aktivitas pertanggalan kronologi mandiri.
himpunan tema lain yang dikembangkan Rekam kronologi tertua di Kepulauan
secara mandiri dalam konteks penelitian di Maluku sejauh ini ditemukan di Kepulauan
Balai Arkeologi Ambon. Beberapa isu yang Aru dengan penanggalan pada angka 43000
mengemuka dan terus dikembangkan selama TYL (tahun yang lalu). Angka ini merupakan
empat tahun terakhir ini antara lain diwakili hasil penelitian kolaborasi antara para peneliti
oleh studi arkeologi di kawasan tapal batas Indonesia dan Australia dalam proyek berjudul
dan pulau-pulau terdepan; arkeologi maritim; Arkeologi Kepulauan Aru pada tahun 1995-
arkeologi kepulauan dan kawasan pesisir; serta 1997 dan telah diterbitkan dalam sebuah
Cultural Resources Management atau CRM monografi. Rekam penanggalan tertua lain juga
Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 83
memiliki monumen dengan spesifikasi khas ini Hadir sebagai satu-satunya lembaga berbasis
di Tanimbar. Hasil studi selama empat musim riset untuk arkeologi, pada Balar juga melekat
kini telah memberikan gambaran baru tentang tanggung jawab untuk mendayagunakan
setidaknya lima titik baru situs serupa dalam segenap hasil penelitian untuk kemajuan
kawasan. Kondisi ini kiranya dapat menjadi wilayah kerja. Sejauh ini dalam konteks Balai
gerbang untuk mendapatkan penjelasan ilmiah Arkeologi Ambon daya guna himpunan hasil
yang lebih mendalam tentang peran elemen studi arkeologi yang telah dilaksanakan kiranya
sentral ini dalam rekayasa ruang tradisional dapat diamati dari beberapa aspek: pertama,
di Kepulauan Tanimbar yang diperkirakan penguatan pengetahuan sejarah lokal untuk
berkembang di era protosejarah. pengembangan muatan lokal untuk pendidikan.
Hasil studi lain yang layak untuk Kedua, penguatan identitas dalam konteks
dikedepankan adalah terkait diaspora nekara keberagaman; ketiga, pengayaan potensi
perunggu dan produk budaya Dong Son di budaya daerah dan pengembangan sistem
Kepulauan Maluku. Meski berada dalam tata-kelola pusaka; keempat, pengembangan
cakupan geografis yang bisa dikatakan zona untuk tujuan pariwisata; kelima terbentuknya
terluar Kepulauan Asia Tenggara, Kepulauan basis data pengetahuan arkeologi dan sejarah
Maluku ternyata merupakan rumah bagi budaya yang menjadi rujukan pengembangan
setidaknya lebih dari selusin nekara Dong wilayah dalam arti seluas-luasnya termasuk
Son tipe Heger I. Termasuk salah satu temuan skema rencana tata-ruang; kebijakan tata-
terbaru yang diidentifikasi pada awal tahun kelola pemerintahan dan masyarakat lokal;
2014 di Kepulauan Tanimbar. Dengan jumlah pelestarian lingkungan dan tata kelola bencana.
mencapai 13 spesimen, Maluku adalah wilayah
dengan populasi temuan nekara Dong Son KESIMPULAN
Tipe Heger I terpadat di Nusantara setelah Lebih dari seabad arkeologi telah
Jawa. Menarik bahwa dari jumlah tersebut 12 menjadi bagian utuh dari tata-kelola negara.
spesimen ditemukan di wilayah Kepulauan Lahir dan bertunas di era kolonial, arkeologi
Maluku Tenggara. Hal mana yang meletakkan nasional tumbuh dan mendewasa dengan segala
dasar akademis bagi keharusan pengembangan dinamika. Dari lembaga kecil dengan cakupan
aktivitas studi terkait tema khas ini di wilayah kerja terbatas, berkembang menjangkau
yang paling minim disentuh studi arkeologis hampir seluruh pelosok Nusantara. Dalam laju
selama ini. kemajuan tersebut, peran dan manfaat segenap
Segenap hasil penelitian dengan aktivitas studi dan hasilnya masih terus
aspek dan situs-situs unggulan di atas kiranya menjadi pertanyaan. Adakah arkeologi telah
adalah catatan kinerja arkeologi di wilayah mampu memberi kontribusi sesuai potensi dan
Kepulauan Maluku selama kurun waktu lebih kapasitasnya bagi bangsa dalam arti seluasya?
dari dua dekade terakhir. Hal yang kemudian Sebagai bagian arkeologi nasional,
menjadi cermin bahwa gambaran atas wajah Balai Arkeologi juga dihadapkan pada
arkeologi di Maluku agaknya masih jauh tantangan serupa. Hadir sebagai garda depan
dari yang diharapkan. Kenyataan bahwa studi kepurbakalaan di wilayah kerja, Balai
Maluku merupakan wilayah dengan potensi Arkeologi dituntut untuk mampu memberi
raya, belum berbanding lurus dengan hasil kontribusi riil bagi pengembangan dan
penelitian. Kondisi yang kemudian sewajarnya kemajuan daerah. Baik dalam ranah akademis,
menjadi pendorong bagi arkeologi untuk namun diharapkan meluas hingga menyentuh
meningkatkan rekam kinerja di wilayah ini. aspek sosial dan kemasyarakatan. Dalam
Hal yang juga perlu menjadi perhatian konteks Balai Arkeologi Ambon, rekam studi
bersama adalah implikasi rekam aktivitas yang dilakukan selama lebih dari dua dekade
penelitian yang telah dilakukan beserta telah memberikan suatu kerangka pengetahuan
segenap hasilnya bagi pengembangan daerah. terkait kepurbakalaan dan sejarah budaya di
Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 85
Mahmud, I. (2009). Pernak-pernik Spriggs, M. & D. Miller. (1988). A previously
penelitian arkeologi di Papua. Papua, 1(2). unreported bronze kettledrum from the Kai
Miedema, J et al. (1997). Perspectives on Islands, eastern Indonesia. Indo-Pacific
The Bird’s Head of Irian Jaya, Indonesia. Prehistory Association Bulletin, 8, 79-88.
Proceedings of The Conference, Leiden 13- Starks, Ken, and D. Kyle Latinis. (1992). The
17 Oktober 1997. Amsterdam: Rodopi B.V. Archaeology of Sago Economies in Central
Pasveer, J.M. (1998). Kria cave: an 8000- Maluku: An initial sketch. Cakalele, 3,
year occupation sequence from Bird’s 69–86.
Head of Irian Jaya. Modern Quaternary Suroto, H. (2010). Prasejarah Papua.
Research in Southeast Asia, 15, 67-89. Denpasar: Udayana University Press.
Prasetyo, Bagyo. (2009). Perkembangan S w a n t o r o , P. ( 2 0 0 2 ) . D a r i B u k u
hasil penelitian arkeologi di Tanah Papua. ke Buku: Sambung Menyambung Menjadi
Seminar Perspektif Budaya Melanesia dan Satu. Jakarta: KPG Gramedia.
Austronesia dalam Dinamika Kebangsaan Ta n u d i r d j o , D . ( 2 0 0 5 ) . T h e D i s p e r s a l
dan Pembangunan, dalam rangka Semarak of Austronesian-speaking People
Arkeologi 2009, di Jayapura Papua, 3–4 and the Ethnogenesis of Indonesian
Juni 2009. People. Austronesian Diaspora and the
Ririmasse, M. (2005). Jejak dan Ethnogeneses of People in Indonesian
Prospek Penelitian Arkeologi di Maluku. Achipelago. Jakarta: LIPI Press.
Kapata Arkeologi, 1(1). Tanudirdjo, D. (2009). Interaksi Austronesia
Ririmasse, M. (2007). Fragmen Moko dari Melanesia: Kajian Interpretasi Teoritis.
Selaru: Temuan Baru Artefak Logam di Seminar Perspektif Budaya Melanesia dan
Maluku. Berita Penelitian Arkeologi, 3(5). Austronesia dalam Dinamika Kebangsaan
Ririmasse, M. (2008). Visualisasi Tema dan Pembangunan. Semarak Arkeologi
Perahu dalam Rekayasa Situs Arkeologi di 2009, di Jayapura Papua, 3–4 Juni 2009.
Maluku. Naditira Widya, 2(1). O’Connor, S., Spriggs, M. Veth, P. (2005).
Ririmasse, M. (2010). Boat Symbolism The Aru Island in Perspective dalam
and Identity in the Insular Southeast Asia: O’Connor, Sue et.al. The Archaeology of
A Case Study from the Southeast Moluccas. the Aru Island. Canberra: Pandanus Books.
Tesis Pascasarjana. Tidak diterbitkan.
Leiden: Rijkuniversiteit Leiden.
Ririmasse, M. (2010). Arkeologi Pulau-
Pulau Terdepan di Maluku: Sebuah
Tinjauan Awal. Kapata Arkeologi, 6(10).
Ririmasse, M. (2011). Koleksi Budaya
Bendawi Maluku Tenggara di Museum
Etnologi Nasional Leiden. Kalpataru,
20(1).
Sollewijn, Gelpke. (1994). The Report of
Miguel Roxo de Brito of his Voyage in
1581-2 to the Raja Ampat, the MacCluer
Gulf and Seram. BIjdragen tot de Taal Land
en Volkenkunde, 150, 123-145.
Spriggs, M. (1998). Research questions in
Maluku archaeology. Cakalele, 9, 49-62.
S p r i g g s , M . ( 1 9 9 7 ) . T h e A rc h a e o l o g y
of the Bird’s Head in it’s Pacific and
and Southease Asian Context i n .