Anda di halaman 1dari 12

ABAD BARU PURBAKALA: MEMILIH ARAH MENENTUKAN

PERAN PENELITIAN ARKEOLOGI DI MALUKU

New Century of Antiquity: The Direction and Role of Archaeological


Research in The Moluccas

Marlon NR Ririmasse
Balai Arkeologi Ambon-Indonesia
Jl. Namalatu-Latuhalat, Ambon 97118
ririmasse@yahoo.com

Naskah diterima: 02-03-2015, direvisi: 21-08-2015; disetujui: 28-09-2015

Abstract
A year has passed since the celebration of 100th years of Indonesian archaeology. On
June 14th 2013, this golden moment was commemorated by institutions and individuals.
The nostalgic euphoria has been transformed into the festive spirit of various
events. Ranging from seminars to exhibitions. From small gatherings to the colosal
stages. There is a pride that rised from the establishment of this 100th anniversary.
This article tries to discuss the current situation in the Indonesian archaeology by
dissect the anatomy of archaeological research in the Moluccas Archipleago. The
ideas disscussed will cover the review of archaeological research in the Moluccas
historically; followed by observing the recent activities to understand the impacts of
archaeological research for the region and its communities; and finally initiate the
discussion on choosing the direction and the role of archaeological research for the
academic and social purpose in the near future.

Kewords: Archaeology, The Direction and Role of Research, Moluccas

Abstrak
Tak terasa hampir setahun telah dilewati sejak perayaan satu abad purbakala Nusantara.
Tepat tanggal 14 Juni 2013 silam, momentum emas ini diperingati segenap insan
arkeologi Indonesia. Gempita nostalgia dikemas menjadi semangat perayaan dalam
berbagai kegiatan. Mulai dari seminar sampai pameran. Sekedar sukuran hingga
pentas kolosal. Ada kebanggaan yang membuncah dari angka mapan usia ke-100. Kini
pesta telah usai. Segalanya kembali senyap. Rasanya tepat untuk mulai merenung.
Tentang makna menjadi lembaga dengan umur yang bahkan lebih sepuh dari negara.
Memikirkan kembali kiprah pun capaian. Menemukenali kekurangan dan kendala.
Adakah arkeologi akan terus mengalir dengan wawasan klasik business as usual?
Ataukah memilih bercermin pada jernih kondisi kekinian dan bergegas membenahi
diri? Makalah ini mencoba mengamati kondisi terkini arkeologi nasional dengan
membedah anatomi penelitian arkeologi di Kepulauan Maluku dalam kerangka
kronologis. Alur gagasan yang dibahas mencakup tinjauan atas rekam historis
penelitian yang membentuk wajah arkeologi Maluku; dilanjutkan dengan mengamati
aktivitas masa kini guna melihat aktualisasi studi arkeologi bagi kemajuan wilayah
dan masyarakat; serta membuka ruang diskusi tentang memilih arah dan menentukan
peran penelitian arkeologi bagi tujuan akademis dan sosial di masa mendatang.

Kata Kunci: Arkeologi, Arah dan Peran Penelitian, Maluku

Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 75
(“Seorang arkeolog yang berkecimpung dalam Jawatan Purbakala, yang sempat
studi mengenai benda-benda dari masa lalu, nyaris mati suri selama masa pendudukan
apabila ia merenung lebih jauh dan lebih dalam, Jepang dihidupkan kembali. Ketika itu hanya
maka ia akan menyadari bahwa esensi tentang bagian bangunan di Yogyakarta yang masih
semua yang dipelajari adalah tentang manusia, berfungsi di bawah pimpinan Suhamir.
tentang spiritualitasnya, tentang daya-ciptanya,
dan tentang ketrampilannya.”) Unit-unit lain di Batavia tercerai berai dan
(Herstel in Eigen Waarde: Monumentenzorg in tidak berfungsi. Memegang mandat yang
Indonesie. Kempers, 1978: 9 ) diembannya, Kempers mempersatukan
kembali unit bangunan di Yogyakarta dengan
PENDAHULUAN Institusi Induknya di Jakarta pada tahun
Penggalan kalimat pengantar di atas 1951. Dalam keriuhan pemulihan Jawatan
dikutip dari buah pikir Bernet AJ Kempers. Purbakala, Kempers masih mencurahkan
Arkeolog senior asal Negeri Belanda, sekaligus waktu, tenaga dan pemikirannya di ranah
salah satu peletak dasar dunia akademis akademis. Mengajar arkeologi, membimbing
arkeologi Indonesia. Bagi para penggiat generasi pertama calon akademisi arkeologi
studi kepurbakalaan Asia Tenggara, Kempers nasional.
dikenal melalui karya-karya akademisnya Hasilnya, Kempers menutup masa
seperti The Ancient Indonesian Art (1959) baktinya di Indonesia dengan manis,
dan Ageless Borobudur (1976). Karya ketika muridnya Soekmono, lulus sebagai
klasik yang menjadi pustaka utama tentang doktorandus arkeologi pertama di Fakultas
kepurbakalaan Nusantara. Pesona gagasan Sastra Universitas Indonesia, yang dua bulan
Kempers ini kiranya tidak lepas dari latar pasca menerima gelar, diserahi tanggung
belakang hidupnya. Dimana berbeda dengan jawab meneruskan kepemimpinan di Jawatan
ilmuwan Eropa tentang Indonesia yang lain, Purbakala menggantikan sang guru. Soekmono
Kempers menghabiskan sekitar 50 tahun melanjutkan kepemimpinan Kempers pada
pertama usianya di Nusantara. Selama masa ini, tahun 1953 dan menakhodai lembaga ini
Kempers bekerja sebagai Pustakawan di Royal hingga tahun 1973. Di bawah komando
Batavian Society atau kini dikenal sebagai Soekmono, Dinas Purbakala bertumbuh
Museum Nasional. Sekaligus menjadi pengajar pesat. Lembaga yang pada awalnya menjadi
sejarah budaya dan arkeologi di Jakarta dan bagian dari Jawatan Kebudayaan, berkembang
Yogyakarta. menjadi Direktorat Purbakala dan Sejarah
Bernet Kempers juga pernah hingga akhirnya menjadi Lembaga Purbakala
memegang jabatan penting sebagai Kepala dan Peninggalan Nasional.
Jawatan Purbakala atau Oudheikundige Atas jasa ini, tak heran, wartawan
Dienst. Institusi yang bertanggung jawab senior P. Swantoro menyebutkan bahwa adalah
atas pengelolaan warisan budaya di Hindia berkat kepemimpinan Kempers, yang memang
Belanda. Peran ini menjadi sentral, karena mencintai dunia kepurbakalaan Indonesia,
pada masa itu, Kempers dihadapkan pada kehidupan kembali Jawatan Purbakala,
dua tantangan. Pertama, ia harus membangun bukanlah sekedar nama (Swantoro, 2002: 101).
kembali institusi yang sempat remuk pasca Pantas kiranya jika kemudian penghargaan
Perang Pasifik. Kedua, berada di masa dan rasa hormat, disampaikan dengan sangat
peralihan penyerahan kedaulatan dari Hindia mengesankan oleh mendiang Soekmono
Belanda menjadi Indonesia, Kempers harus dalam sebuah tulisan in memoriam di majalah
mengantar Jawatan Purbakala menemukan BKI 1994, untuk mengenang sang guru yang
tempatnya di negara baru ini. Di tengah masa berpulang pada 2 Mei 1992.
penuh ketidakpastian itu, Bernet Kempers Kempers, kiranya merupakan satu
melakukan tanggung jawab besarnya dengan di antara pribadi-pribadi hebat yang hadir
sempurna. dan jalin menjalin membentuk wajah studi

76 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 75-86


kepurbakalaan di Nusantara. Kehadiran figur- arkeologis kontemporer untuk mengamati
figur pembelajar ini telah meletakkan dasar dan kontribusi arkeologi bagi kemajuan wilayah
kerangka akademis bagi arkeologi Indonesia. dan pengembangan masyarakat. Diskusi akan
Berada dalam kondisi politik yang relatif diakhiri dengan berupaya meninjau gagasan yang
kusut di sebuah negara baru, dengan tekanan menjadi kemungkinan arah dan peran arkeologi
anti-kolonial yang semestinya mengemuka di Maluku bagi tujuan akademis dan sosial di
pada masanya, Kempers memilih tinggal masa mendatang. Bercermin pada paparan di
dan memberikan kontribusi sentral yang atas, maka permasalahan yang diajukan dalam
menentukan arah dan peran arkeologi Indonesia makalah ini adalah, bagaimanakah profil historis
di masa depan. penelitian arkeologi di Kepulauan Maluku dan
Kini tak terasa, usia tata-kelola seperti apa arah dan peran aktivitas ilmiah ini
kepurbakalaan Nusantara, telah mencapai ke depan di wilayah ini?
lebih dari satu abad. Banyak hal yang telah METODE
dilewati selama bilangan seratus tahun tersebut.
Keputusan-keputusan telah diambil oleh Dengan kerangka telaah historis atas
mereka yang mendapat mandat pada masanya. rekam penelitian serta diskusi tentang arah dan
Membentuk wajah arkeologi Indonesia dan peran penelitian arkeologi, maka pendekatan
segenap pencapaiannya dimana sekalian kita yang digunakan dalam kajian ini adalah studi
saat ini menjadi bagian di dalamnya. Tak pustaka. Perhatian akan diberikan bagi referensi
berlebihan rasanya jika kemudian ada yang terkait rekam penelitian arkeologi yang telah
bertanya, lantas akan dibawa kemana arkeologi dilakukan di Maluku serta kumpulan pustaka
Indonesia setelah usia seabad ini? Dimana terkait studi sejarah budaya Maluku yang
arkeologi akan menempatkan diri memberi dipandang relevan dengan refleksi satu abad
kontribusi bagi kehidupan berbangsa? studi purbakala di Nusantara.
Sebagai penggiat pemula dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
studi arkeologi disadari bahwa kapasitas
penulis jauh dari memadai untuk menjawab Cikal Bakal Studi Kepurbakalaan di Maluku:
pertanyaan-pertanyaan di atas. Pun cakupan Era Kolonial
Kepurbakalaan Nusantara terlalu luas untuk Meski dengan cukup panjang tulisan
dipahami. Hal yang paling mungkin untuk ini dibuka dengan ulasan tentang mendiang
dilakukan adalah membuka ruang diskusi Kempers, penulis belum pernah bertatap muka
untuk bersama memadukan gagasan tentang dengan sang tokoh arkeologi nasional. Pertautan
arah dan peran studi arkeologi di Indonesia. dengan Kempers memang sudah dimulai
Sebagai ajang tukar pendapat, tentu tidak semua di awal-awal masa kuliah arkeologi. Nama
pandangan akan selaras. Namun semangat Kempers, menjadi bagian dari pengetahuan
untuk memajukan kepurbakalaan nasional historis tentang perkembangan studi arkeologi
kiranya mampu menjadi pengikat. Makalah di Indonesia. Pengenalan akan figur Kempers,
sederhana ini merupakan upaya menciptakan baru menjadi lebih mendalam ketika penulis
ruang dimaksud. mulai bergabung dengan Balai Arkeologi
Dengan ruang aktivitas yang selama Ambon. Ketika itu dalam salah satu penelitian
ini juga terbatas di Kepulauan Maluku, akan di Kepulauan Tanimbar, tim menemukan
lebih tepat kiranya jika kontribusi pemikiran fragmen nekara pejeng. Kajian atas temuan
penulis dalam diskusi, juga diletakkan pada ini kemudian melekatkan pada salah satu
kerangka geografis wilayah ini. Perhatian sumbangan akademis terbaik Kempers bagi
akan diberikan pada rekam historis studi arkeologi Indonesia dan Asia Tenggara lewat
arkeologis di Maluku yang menjadi landasan bukunya The Kettledrums of Southeast Asia: A
bagi karakter kepurbakalaan di Kepulauan Bronze Age world and its aftermath (Kempers,
ini. Selanjutnya akan ditinjau aktivitas studi 1988).

Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 77
Buah karya Kempers ini memang Bescheribung (1730). Tahun 1881, seorang
secara khusus mengulas tentang nekara misionaris protestan N Rinooy, melaporkan
sebagai produk budaya perunggu di Asia keberadaan sebuah artefak perunggu, berupa
Tenggara. Bukan kebetulan, jika Maluku yang ‘lonceng’ yang mirip dengan apa yang
pernah menjadi rumah bagi setidaknya 12 ditemukan di Leti. Nekara ini sempat hancur
nekara perunggu tipe Heger I, cukup banyak dalam kebakaran tahun 1917 dan fragmennya
disinggung dalam buku ini. Termasuk, ihwal kemudian dibeli oleh Nieuwenkamp pada
peran Rumphius yang menjadi penanda cikal tahun 1918. Fragmen nekara ini kemudian
bakal studi kepurbakalaan di Nusantara. dikirimkan ke Museum Batavia pada tahun
Disebutkan bahwa sang ilmuwan mencatat 1937. Seorang petugas kolonial Rouffaer,
tentang keberadaan benda-benda perunggu juga sempat mencatat keberadaan nekara lain
yang memiliki nilai magi bagi penduduk di di Leti pada tahun 1918. Adalah Rouffaer
Maluku. Beberapa spesimen nekara sempat yang berdasar pada kunjungan ini kemudian
dikumpulkan Rumphius dan dikirimkan ke menulis surat kepada Museum Batavia
Eropa (Kempers, 1988) dengan menekankan pentingnya perlindungan
Aktivitas pengumpulan dan pencatatan atas nekara-nekara kuna di propinsi terluar.
Rumphius ini, kemudian ditulis dan “Pusaka nasional ini seharusnya tetap dijaga
diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul in situ, atau dikirimkan ke Museum Batavia.
D’ Ambonische Rariteit Kaamer (1705) atau Tidak seorangpun seharusnya dijinkan
Kamar Benda-Benda Antik dari Ambon membawa pergi benda-benda ini!” demikian
(Ririmasse, 2005: 21). Karya akademis ini tulisnya (Kempers, 1988: 412-413).
kemudian disepakati sebagai pustaka paling Pada penghujung abad ke-19 dan awal
awal yang mengulas mengenai kepurbakalaan abad ke-20, ulasan tentang kepurbakalaan di
di Nusantara. Mendahului ulasan CA Lons Maluku masih datang dari catatan tentang
tentang Candi Prambanan. Kehadiran buku ini artefak-artefak lepas seperti nekara. Tahun
juga sekaligus menjadi penanda dimulainya 1890 dua buah nekara ditemukan di pesisir
studi kepurbakalaan di Indonesia. Dengan tenggara Pulau Kur, Kepulauan Kei dan
karya ini Rumphius, yang datang sebagai dilaporkan oleh G.W.W.C. Baron van Hoevell.
serdadu bayaran VOC, menjelma menjadi Namun baru pada tahun 1934 benda-benda ini
salah satu ilmuwan Eropa paling awal yang diambil oleh J. W. Admiraal dan diserahkan
beraktivitas di Nusantara. menjadi koleksi Museum Nasional. Di
Setelah Rumphius, ulasan tentang penghujung abad ke-19 muncul himpunan
kepurbakalaan di Maluku lebih banyak catatan mengenai keberadaan lukisan cadas
hadir dalam bentuk catatan-catatan pendek di Desa Dudumahan, Kei Kecil. Tercatat
dalam rekam perjalanan. Himpunan referensi nama-nama seperti Langen, van Hoevel dan
semacam ini disumbangkan oleh individu- Jacobsen mengulas mengenai situs ini. Pada
individu yang bertugas sebagai petugas awal abad ke-20 MacKellar dan Geurtjens
militer kolonial, aparatur pemerintah, hingga mempublikasikan naskah mengenai situs
misionaris. Hasil pengamatan yang ditulis lukisan cadas di Dudumahan. Umumnya
umumnya masih melekat pada karakteristik informasi yang disajikan lebih menekankan
yang serupa, berupa catatan tentang benda- pada jejak penguburan yang ditemukan di
benda unik-antik yang memiliki keterkaitan situs ini serta asal usul sesuai sejarah tutur
dengan mitologi dan kepercayaan masyarakat masyarakat setempat mengenai lukisan ini
setempat (Ririmasse, 2011: 37-51). (Ballard, 1988:139-161; Arifin dan Delanghe,
Beberapa nama yang dapat disebut 2004: 39).
antara lain adalah, E.Chr. Barchewitz yang Himpunan catatan awal tentang
merekam keberadaan nekara di Pulau Luang kepurbakalaan di Maluku dari abad ke -17
dalam bukunya Ost-Indiansiche Reise- hingga permulaan abad ke-20 kiranya lebih

78 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 75-86


mencerminkan minat individu-individu Tahun 1970-an juga menandai
atas benda unik-antik yang memiliki nilai kembalinya kelompok peneliti asing yang
mitologi bagi masyarakat setempat. Belum melakukan penelitian di wilayah Maluku.
ditemukan adanya ulasan yang mendalam Tercatat nama-nama seperti Spriggs dan Miller
yang dapat mencerminkan suatu pendekatan (1988) yang melakukan survei penjajakan
sistematis untuk mengkaji ragam artefak atas potensi arkeologis yang ada di wilayah
yang disebutkan. Tumbuh pada era kolonial, Seram dan Kepulauan Kei. Dalam penelitian
semua rekam awal kepurbakalaan di Maluku, ini terekam situs-situs seperti Hatusua di
disumbangkan oleh orang-orang Eropa yang Seram Barat; Nekara Heger di Vaan untuk
bergiat di wilayah ini. pertama kali. Figur-figur seperti Ellen dan
Glover (1979:353, 379) juga melakukan studi
Dekade Awal Penelitian Arkeologi penjajakan di Pulau Seram dengan perhatian
Rekam kepurbakalaan di Maluku pada jejak alat litik di wilayah ini.
dalam kerangka akademis baru muncul pada Geliat yang sempat muncul sepanjang
tahun 1930-an melalui studi yang dilakukan tahun 1970-an ternyata belum berbanding
oleh J. Roder. Ketika itu Roder menjadi bagian lurus dengan perkembangan frekuensi studi
Ekspedisi Leo Frobenius ke Pulau Seram arkeologis di wilayah ini. Maluku tetap
yang dipimpin oleh Doktor A. E. Jensen. menjadi salah satu wilayah yang paling minim
Ekspedisi ini bertujuan melakukan penelitian mendapat perhatian hingga masa itu. Sepanjang
etnologi dan prasejarah yang diprakarsai oleh tahun 1980-an aktivitas penelitian yang tercatat
Institut Penelitian Morfologi Kebudayaan dari di wilayah ini hanya muncul dari studi yang
Universitas Frankfurt am Main di Jerman. dilakukan Ballard atas situs lukisan cadas di
Dalam misi ini Roder merekam keberadaan Dudumahan, Kepulauan Kei. Dalam penelitian
situs-situs seni cadas di sepanjang aliran ini Balard mengidentifikasi lebih dari 400
Sungai Tala. Lukisan cadas juga teridentifikasi motif lukisan cadas dan berupaya menemukan
di wilayah Teluk Saleman, di Pesisir Utara penjelasan terkait asal muasal lukisan ini dalam
Pulau Seram. Roder mendeskripsikan pahatan konteks situs serupa di zona Laut Banda.
dan lukisan yang ditemukan secara rinci. Baru pada tahun 1990-an studi
Termasuk teknik pembuatan, kondisi pahatan arkeologis menemukan momentum
dan lukisan serta penafsiran atas makna figur kebangkitannya di Maluku menyusul rekam
yang ditampilkan. Temuan Roder ini kemudian panjang studi arkeologis yang dilakukan
dipublikasian di majalah Paideuma nomor satu selama dekade ini. Tercatat studi yang
dengan judul Felsbider Auf Ceram (Arifin dan dilakukan oleh tim Universitas Hawaii dan
Delanghe, 2004). Buah karya akademis Roder Universitas Pattimura yang berupaya meninjau
ini merupakan penanda dimulainya studi pemanfaatan gua; keragaman subsistensi
kepurbakalaan modern di Maluku. serta kajian etnoarkeologi pada komunitas
Lepas penelitian Roder, studi arkeologis tradisional di Pulau Seram (Starks dan Latinis,
di Maluku vakum selama beberapa dekade. 1992; Latinis dan Starks, 1998).
Baru pada tahun 1976 tim penelitian yang Pada era ini juga Pusat Arkeologi
dipimpin Soegondho dan Bintarti melakukan Nasional melakukan studi arkeologis di
survei arkeologis di pesisir selatan Pulau wilayah Tehoru, di Pesisir Selatan Pulau Seram
Seram. Dalam studi ini diidentifikasi situs– yang dipimpin oleh Soegondho dan Bintarti.
situs gua di wilayah Amahai. Indikasi potensi Studi juga dilakukan oleh Intan dan Istari
prasejarah juga muncul dengan ditemukannya (1995) dalam mengamati situs lukisan cadas
alat serpih bilah di situs Rohowa. Studi di Dudumahan, Kepulauan Kei. Intan juga
yang dilakukan Soegondho dan Bintarti ini mengidentifikasi dan merekam keberadaan
merupakan studi perdana arkeolog nasional monumen perahu batu di Situs Sangliat Dol
di Maluku. (1994)

Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 79
Catatan penelitian terpenting di Kondisi geografis Maluku sebagai
Maluku selama era 1990-an diwakili oleh wilayah kepulauan dengan luas perairan
studi tiga musim 1995-1997 di Kepulauan mencapai sembilan puluh persen dengan
Aru yang merupakan buah kerjasama Pusat jumlah pulau lebih dari seribu, merupakan
Arkeologi Nasional dan Universitas Nasional tantangan alami yang harus dihadapi dalam
Australia. Fokus penelitian ini diarahkan proses riset. Hal ini yang kemudian menjadi
pada beberapa isu sentral seperti jejak salah satu pertimbangan dibentuknya lembaga
kolonisasi maritim dan awal penghunian riset arkeologi yang secara khusus menangani
serta koneksitas antar pulau pada masa wilayah ini.
Plestosen dan awal Holosen; Jejak pertanian Demikian halnya dengan keletakan
dan domestikasi hewan serta interaksi antara Maluku secara biogeografi yang berada di
pemukim awal dan pemukim Austronesian, Zona Wallacea, merupakan pertimbangan
peran Kepulauan Aru sebagai pemasok bulu kunci lainnya yang membuat wilayah ini
burung cendrawasih dan ragam produk hutan perlu untuk dikaji secara mandiri dalam
dan laut dalam kurun 2000 tahun. Hasil satu kerangka ruang. Profil ekologi yang
penelitian tiga musim ini telah diterbitkan kompleks merupakan determinan dalam
dalam The Archaeology of Aru Islands, menciptakan proses budaya yang raya.
Eastern Indonesia (O’Connor et.al, 2005: Dengan karakteristik sejarah budaya yang
19; Flanery dan White, 1991:96-113; Gelpke, khas ini, membuat Maluku menjadi wilayah
1994:123-145; Heinsohn, 2010: 38-91; yang perlu dikelola secara khusus dalam
Jelsma,1999:41-45; Liley, 1992:150-171; kerangka studi arkeologi.
Mahmud, 2009:34; Miedema ,1997:18; Semenjak didirikan hampir dua dekade
Pasveer, 1998:67-89; Prasetyo, 2009:34-48). silam, tema penelitian utama atau highlight di
Tahun 1999-2002 Maluku dilanda Balai Arkeologi Ambon memang dilekatkan
konflik sosial. Ekses atas kejadian ini juga pada arkeologi kolonial. Pertimbangan
menyentuh ranah penelitian arkeologi. Ketika pemilihan tema ini agaknya melekat dengan
hampir satu dekade, Maluku tertutup untuk kenyataan bahwa Kepulauan Maluku secara
peneliti nasional dan asing. Aktivitas studi historis menyatu dengan sejarah rempah dan
arkeologis selama masa tanpa kepastian awal kolonialisme. Hal mana dapat diamati
ini dilakukan oleh Balai Arkeologi Ambon dari produk-produk budaya era kolonial
yang ketika itu belum lama dibentuk dan yang bertebaran secara luas di kepulauan
langsung harus menghadapi aktivitas riset ini. Maluku merupakan salah satu wilayah
dalam kondisi wilayah yang belum stabil. di Indonesia dengan sebaran benteng Eropa
terbanyak. Disayangkan, bahwa meski telah
Lembaga Penelitian untuk Kepulauan ditetapkan sebagai tema besar penelitian
Maluku: Balai Arkeologi Ambon kawasan, saat itu tidak dijabarkan secara
Balai Arkeologi Ambon didirikan rinci aspek-aspek yang menjadi tujuan
pada tahun 1995. Lembaga ini merupakan dan sasaran riset dalam kurun waktu yang
Unit Pelaksana Teknis dari Kementerian terukur. Hasilnya, arkeologi kolonial di
Pendidikan dan Kebudayaan. Pendirian Maluku hingga saat ini belum memberikan
lembaga ini ditujukan untuk melaksanakan temuan dan konsep yang mencerminkan nilai
penelitian arkeologi di wilayah Maluku pentingnya sebagai tema unggulan.
dan Maluku Utara. Balai Arkeologi Ambon Sejatinya selain tema kolonial,
merupakan satu dari sepuluh lembaga serupa Maluku juga memiliki potensi yang jauh
yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan lebih kompleks pada tema-tema lain seperti
pembagian ini diharapkan, aktivitas studi arkeologi Islam dan Prasejarah. Kepulauan
arkeologi di Indonesia dapat lebih efektif dan ini merupakan rumah bagi beberapa kerajaan
memberikan hasil yang komprehensif. Islam awal di Nusantara seperti Ternate

80 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 75-86


dan Tidore yang menjadi mercusuar bagi progres positif tersebut, skema besar yang
penyebaran Islam di kawasan timur Nusantara. terwakili dalam RIPAN agaknya tidak pernah
Arkeologi Prasejarah juga merupakan benar-benar ditinjau proses dan capaiannya
prospek. Menimbang peran Maluku sebagai secara komprehensif. Termasuk dalam lingkup
bagian dari Wallacea, kawasan dengan Balai Arkeologi Ambon. Aktivitas penelitian
karakteristik ekologi yang khas. Demikian terus berjalan. Setia dalam koridor rutinitas.
pula keletakan kepulauan ini yang berada Karenanya meski selintas, hal dimaksud akan
antara Asia dan Australia memiliki peran coba diamati.
kunci dalam upaya menjelaskan proses Sejauh ini bercermin pada rekam
kompleks migrasi manusia masa lalu. penelitian yang telah dilaksanakan, isu-isu
Berpijak pada kondisi di atas, dimana yang dicakup selama hampir dua dekade
profil sejarah budaya yang kompleks jalin pada setiap periodisasi di Balai Arkeologi
menjalin dengan bentang luas geografi Ambon dapat dibagi menurut beberapa
kawasan, membuat upaya untuk mengelola kelompok. Isu kolonial sebagai highlight
studi arkeologi di Maluku menjadi suatu tentu mendominasi dengan aspek-aspek yang
tantangan. Penentuan prioritas tema penelitian ditinjau antara lain: kontak dan interaksi
dan aspek-aspek kunci yang dikaji menjadi awal dengan para pendatang Eropa; proses
penentu dalam upaya menciptakan strategi awal kolonisasi dan dampak sosialnya;
riset efektif dengan hasil maksimal. ekonomi kolonial: perdagangan dan monopoli
Tak lama setelah Balai Arkeologi rempah; materialisasi proses kolonisasi: jejak
Ambon didirikan, Pusat Penelitian dan monumental kolonial; arkeologi kota kolonial.
Pengembangan Arkeologi Nasional (kini Arkeologi Islam sebagai periodisasi yang juga
Pusat Arkeologi Nasional) sebagai instansi bertautan dengan struktur sosial yang relatif
induk sebenarnya telah menciptakan panduan kompleks memiliki keragaman yang kurang
tematis terkait aspek-aspek yang menjadi lebih serupa dengan masa kolonial. Dimana
rujukan bersama penelitian arkeologi aspek-aspek yang ditinjau dalam rekam studi
nasional. Dikenal sebagai Rencana Induk arkeologi di Maluku mencakup setidaknya isu
Penelitian dan Pengembangan Arkeologi seperti: masuk dan berkembangnya Islam di
Nasional (RIPAN), konsep ini memuat Maluku; proses pelembagaan institusi Islam;
tujuh tema kunci yang memberi arah bagi materialisasi budaya Islam; Islam dalam jejak
penelitian arkeologi di Indonesia untuk tradisi.
mencapai sasaran komprehensif yang berskala Prasejarah sebagai ranah studi yang
nasional. Pemilihan tema dan aspek yang paling luas bentang waktu dan potensinya,
dikaji, menyesuaikan dengan kondisi potensi ternyata bisa dikatakan justru belum
dan karakteristik wilayah kerja pada setiap memberikan kontribusi maksimal dalam wajah
lembaga. arkeologi Maluku. Hal mana tergambar lewat
Dalam perjalanannya, terbukti RIPAN cakupan kajian yang umumnya melekat pada
mampu menjadi template kolektif yang pendekatan eksploratif dengan aspek-aspek
memandu arah penelitian arkeologi nasional yang belum berbanding lurus dengan potensi
dimana aktivitas studi arkeologis yang prasejarah Maluku secara kawasan. Skala
dilakukan Pusat Arkeologi Nasional dan studi yang didominasi situs mikro; kaburnya
Balar-Balar kini memiliki benang merah yang landasan konseptual yang mendasari setiap
jalin menjalin secara konseptual. Hasil pada kajian; minimnya pertautan dengan isu-isu
setiap wilayah kerja tentu berbeda, dalam hal berskala kawasan dan regional; kaburnya arah
luasan aspek yang ditinjau dan kedalaman penelitian yang bersifat strategis dalam jangka
serta bobot pastilah bervariasi antara satu panjang; serta bobot penelitian yang masih
unit kerja dengan unit kerja lainnya. Hal yang jauh dari ideal merupakan parameter yang
kemudian disayangkan adalah bahwa dengan menjadi tolak ukur akan kondisi dimaksud.

Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 81
Diamati secara kronologis maka dapat dengan perhatian pada kontribusi arkeologi
dilihat bahwa aktivitas studi yang berkiblat untuk pendidikan lokal. Meski himpunan tema
pada upaya menemukan jejak-jejak budaya spesifik ini masih dalam tahap inisiasi; namun
tertua yang diwakili oleh teknologi Paleolitik orisinilitas gagasan yang selaras dengan
hingga saat ini belum dilakukan oleh Balai karakteristik dan potensi kawasan yang berciri
Arkeologi secara mandiri. Pengamatan pada arsipelago, kiranya memberi kondisi yang
jejak Paleolitik dalam konteks Maluku secara cukup menjanjikan untuk pengembangan ke
kawasan diwakili oleh hasil penelitian asing depan.
dan nasional. Kondisi serupa kiranya juga
ditemukan dalam konteks kajian-kajian yang Kepulauan Maluku: Hasil Penelitian
melekat pada budaya Neolitik. Identifikasi Penting dan Situs Unggulan
situs-situs yang ditautkan dengan proses Sebagai disiplin yang berupaya
migrasi penutur bahasa Austronesia ini juga menjelaskan proses sejarah budaya dalam
merupakan sumbangsih para peneliti asing kerangka waktu; aspek pertanggalan atau
yang aktif di Maluku. Adalah dalam konteks kronologi kiranya menjadi elemen kunci
masa prasejarah akhir Balai Arkeologi Ambon yang memberi bobot bagi hasil penelitian.
memiliki kontribusi riil bagi pengetahuan Adalah pertanggalan dalam kaidah ilmiah
kawasan. Sebagaimana dengan terwakili yang kemudian menjadi rujukan bagi arkeologi
dalam identifikasi ragam temuan-temuan baru untuk menjelaskan kompleksitas dinamika
berciri budaya perunggu-besi yang tersebar di peradaban manusia dalam bentang masa yang
wilayah ini. terukur. Tak heran bila berbicara mengenai hasil
Tema yang bertautan dengan jejak penelitian penting yang mencerminkan capaian
budaya prasejarah dimana Balai Arkeologi suatu proses studi arkeologis, maka aspek
memiliki rekam jejak penelitian mandiri pertanggalan senantiasa harus dikedepankan.
kiranya lebih diwakili oleh aspek yang Meski rekam aktivitas penelitian di
menautkan budaya prasejarah dalam bentuk Maluku telah berbilang lebih dari setengah
tradisi berlanjut. Dalam konteks ini, kondisi abad, dengan intensitas yang bisa dikatakan
dimaksud diwakili oleh jejak budaya megalitik meningkat dalam kurun dua dekade terakhir,
yang masih luas ditemukan dalam keseharian rekam pertanggalan pada situs-situs arkeologi
masyarakat di wilayah Kepulauan ini. Praktek- di Kepulauan Maluku bisa dibilang sangat
praktek budaya lokal yang mencerminkan cara minim. Penelusuran yang dilakukan pada
hidup lampau juga menjadi aspek yang dikaji segenap rekam penelitian yang telah
dalam kerangka etnoarkeologi. Pada ranah ini, dilaksanakan di wilayah ini menunjukan
hasil studi mandiri di Balai Arkeologi Ambon bahwa seluruh rekam pertanggalan yang ada
cukup luas. Kekayaan potensi etnogafi di merupakan kontribusi dari para peneliti asing
Maluku menjadi aspek kunci yang memberi yang pernah aktif di wilayah ini. Para peneliti
impak positif bagi etnoarkeologi. nasional dan lokal yang melakukan studi
Disamping rangkaian isu yang melekat arkeologi di Maluku, belum memiliki rekam
pada kerangka kronologi di atas, terdapat aktivitas pertanggalan kronologi mandiri.
himpunan tema lain yang dikembangkan Rekam kronologi tertua di Kepulauan
secara mandiri dalam konteks penelitian di Maluku sejauh ini ditemukan di Kepulauan
Balai Arkeologi Ambon. Beberapa isu yang Aru dengan penanggalan pada angka 43000
mengemuka dan terus dikembangkan selama TYL (tahun yang lalu). Angka ini merupakan
empat tahun terakhir ini antara lain diwakili hasil penelitian kolaborasi antara para peneliti
oleh studi arkeologi di kawasan tapal batas Indonesia dan Australia dalam proyek berjudul
dan pulau-pulau terdepan; arkeologi maritim; Arkeologi Kepulauan Aru pada tahun 1995-
arkeologi kepulauan dan kawasan pesisir; serta 1997 dan telah diterbitkan dalam sebuah
Cultural Resources Management atau CRM monografi. Rekam penanggalan tertua lain juga

82 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 75-86


disumbangkan oleh peneliti asal Australia, di budaya dan kronologi yang meyakinkan sejauh
wilayah Maluku Utara; sebagaimana dicuplik ini baru ditemukan di setidaknya dua titik di
pada situs Goa Golo di Pulau Gebe Maluku Maluku. Pertama, adalah situs Uattamdi di
Utara yang memiliki angka penanggalan Kayoa Maluku Utara dan kedua, situs Pulau
hingga 31000 TYL. Kedua situs ini adalah Ay 1 di Kepulauan Banda. Di Kayoa rekam
lokus dengan rekam penanggalan paling awal kronologi menunjukkan angka hingga 3200
yang ditemukan di Maluku. Hal mana yang TYL sementara di Pulau Ay, penarikhan
kemudian memberi nilai penting bagi peran sejauh ini telah mencapai angka 3200 TYL
kedua situs ini sebagai mercusuar kronologi (Lape,2010: 62-7).
di Kepulauan Maluku. Adalah situs-situs dengan karakteristik
Dalam konteks produk budaya budaya masa logam awal dari era prasejarah
menurut tinjauan bentang waktu maka jejak- akhir yang kiranya memiliki sebaran cukup
jejak budaya spesifik yang ditemukan di luas di wilayah Maluku. Tercatat setidaknya
wilayah Maluku juga memiliki keragaman lebih dari selusin situs yang memiliki rekam
raya. Dimulai dari budaya Paleolitik hingga penanggalan dan jejak budaya pada masa
kini baru teridentifikasi di beberapa titik di peralihan ke sejarah ini. Di wilayah Maluku
Kepulauan Maluku. Jejak Paleolitik dengan Utara terdapat himpunan situs dengan indikasi
penanggalan tertua terekam di Kepulauan Aru temuan berciri Masa Logam Awal dengan
dan Gua Golo di Gebe (Belwood, 2000:228- kisaran waktu sekitar 2000 TYL. Wilayah
259), Maluku Utara. Pada kedua titik ini, Maluku Tengah sebagai kawasan dengan
aktivitas pada jaman batu tua teridentifikasi di penanggalan arkeologis yang sangat minimal,
situs dengan ciri hunian gua. Hal yang layak memiliki catatan kronologi atas situs masa
menjadi perhatian adalah kenyataan bahwa prasejarah akhir sebagaimana diwakili oleh
hingga saat ini, rekam kronologi dengan jejak budaya hingga 1000 tahun silam di
setting budaya paleolitik belum ditemukan situs Hatusua di pesisir barat Pulau Seram. Di
di pulau-pulau di wilayah Maluku Bagian wilayah pulau-pulau terselatan, meski belum
Tengah. Nihil pada pulau seperti Seram yang memiliki rekam pertanggalan yang sahih,
memiliki profil geologi tertua dibanding pulau- namun kawasan ini merupakan wilayah dengan
pulau lain yang ada di Maluku. Indikasi jejak sebaran nekara perunggu terbanyak di Maluku.
budaya Paleolitik di Seram, sejauh ini baru Setidaknya dari 13 nekara perunggu tipe Heger
diwakili oleh temuan permukaan himpunan 1 yang lekat dengan budaya Dong Son, 12
alat batu dari masa dimaksud di beberapa spesimen di antaranya ditemukan di wilayah
titik daerah aliran sungai di sepanjang Pesisir pulau-pulau di selatan Maluku. Kondisi
Utara Pulau Seram. Kondisi yang masih yang kiranya dapat menjadi cermin akan
harus ditindaklanjuti dengan upaya untuk potensi wilayah ini dalam upaya menjelaskan
menemukan bukti-bukti budaya tertua tersebut dinamika kawasan di masa peralihan menuju
dalam konteks arkeologis. era sejarah.
Bergerak ke masa yang lebih muda, Masih dalam lingkup geografis
Maluku juga terbilang sebagai wilayah sebagai pulau-pulau di belahan selatan Kepulauan
sebaran situs berkarakter neolitik yang mininal. Maluku, hasil penelitian berciri prasejarah
Kondisi ini tentu menjadi catatan tersendiri yang dipandang memiliki nilai penting secara
menimbang wilayah lain dalam konteks kawasan ditemukan di Kepulauan Tanimbar. Di
kawasan seperti Oseania di timur dan Sulawesi sini, dalam studi yang dilakukan selama empat
di sebelah barat memiliki rekam situs-situs tahun terakhir, telah mengidentifikasi sejumlah
neolitik yang cukup kompleks. Kondisi ini titik baru dari situs dengan temuan unggulan
kiranya terkait dengan minimnya aktivitas berupa pemukiman kuna dengan elemen kunci
penelitian dengan basis budaya neolitik di monumen perahu batu. Sebelumnya hanya
wilayah ini. Situs neolitik dengan produk teridentifikasi dua titik pemukiman yang

Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 83
memiliki monumen dengan spesifikasi khas ini Hadir sebagai satu-satunya lembaga berbasis
di Tanimbar. Hasil studi selama empat musim riset untuk arkeologi, pada Balar juga melekat
kini telah memberikan gambaran baru tentang tanggung jawab untuk mendayagunakan
setidaknya lima titik baru situs serupa dalam segenap hasil penelitian untuk kemajuan
kawasan. Kondisi ini kiranya dapat menjadi wilayah kerja. Sejauh ini dalam konteks Balai
gerbang untuk mendapatkan penjelasan ilmiah Arkeologi Ambon daya guna himpunan hasil
yang lebih mendalam tentang peran elemen studi arkeologi yang telah dilaksanakan kiranya
sentral ini dalam rekayasa ruang tradisional dapat diamati dari beberapa aspek: pertama,
di Kepulauan Tanimbar yang diperkirakan penguatan pengetahuan sejarah lokal untuk
berkembang di era protosejarah. pengembangan muatan lokal untuk pendidikan.
Hasil studi lain yang layak untuk Kedua, penguatan identitas dalam konteks
dikedepankan adalah terkait diaspora nekara keberagaman; ketiga, pengayaan potensi
perunggu dan produk budaya Dong Son di budaya daerah dan pengembangan sistem
Kepulauan Maluku. Meski berada dalam tata-kelola pusaka; keempat, pengembangan
cakupan geografis yang bisa dikatakan zona untuk tujuan pariwisata; kelima terbentuknya
terluar Kepulauan Asia Tenggara, Kepulauan basis data pengetahuan arkeologi dan sejarah
Maluku ternyata merupakan rumah bagi budaya yang menjadi rujukan pengembangan
setidaknya lebih dari selusin nekara Dong wilayah dalam arti seluas-luasnya termasuk
Son tipe Heger I. Termasuk salah satu temuan skema rencana tata-ruang; kebijakan tata-
terbaru yang diidentifikasi pada awal tahun kelola pemerintahan dan masyarakat lokal;
2014 di Kepulauan Tanimbar. Dengan jumlah pelestarian lingkungan dan tata kelola bencana.
mencapai 13 spesimen, Maluku adalah wilayah
dengan populasi temuan nekara Dong Son KESIMPULAN
Tipe Heger I terpadat di Nusantara setelah Lebih dari seabad arkeologi telah
Jawa. Menarik bahwa dari jumlah tersebut 12 menjadi bagian utuh dari tata-kelola negara.
spesimen ditemukan di wilayah Kepulauan Lahir dan bertunas di era kolonial, arkeologi
Maluku Tenggara. Hal mana yang meletakkan nasional tumbuh dan mendewasa dengan segala
dasar akademis bagi keharusan pengembangan dinamika. Dari lembaga kecil dengan cakupan
aktivitas studi terkait tema khas ini di wilayah kerja terbatas, berkembang menjangkau
yang paling minim disentuh studi arkeologis hampir seluruh pelosok Nusantara. Dalam laju
selama ini. kemajuan tersebut, peran dan manfaat segenap
Segenap hasil penelitian dengan aktivitas studi dan hasilnya masih terus
aspek dan situs-situs unggulan di atas kiranya menjadi pertanyaan. Adakah arkeologi telah
adalah catatan kinerja arkeologi di wilayah mampu memberi kontribusi sesuai potensi dan
Kepulauan Maluku selama kurun waktu lebih kapasitasnya bagi bangsa dalam arti seluasya?
dari dua dekade terakhir. Hal yang kemudian Sebagai bagian arkeologi nasional,
menjadi cermin bahwa gambaran atas wajah Balai Arkeologi juga dihadapkan pada
arkeologi di Maluku agaknya masih jauh tantangan serupa. Hadir sebagai garda depan
dari yang diharapkan. Kenyataan bahwa studi kepurbakalaan di wilayah kerja, Balai
Maluku merupakan wilayah dengan potensi Arkeologi dituntut untuk mampu memberi
raya, belum berbanding lurus dengan hasil kontribusi riil bagi pengembangan dan
penelitian. Kondisi yang kemudian sewajarnya kemajuan daerah. Baik dalam ranah akademis,
menjadi pendorong bagi arkeologi untuk namun diharapkan meluas hingga menyentuh
meningkatkan rekam kinerja di wilayah ini. aspek sosial dan kemasyarakatan. Dalam
Hal yang juga perlu menjadi perhatian konteks Balai Arkeologi Ambon, rekam studi
bersama adalah implikasi rekam aktivitas yang dilakukan selama lebih dari dua dekade
penelitian yang telah dilakukan beserta telah memberikan suatu kerangka pengetahuan
segenap hasilnya bagi pengembangan daerah. terkait kepurbakalaan dan sejarah budaya di

84 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 75-86


Kepulauan Maluku. Membentang dari masa Seram. Bijdragen tot de Taal-, Land- en
prasejarah hingga dinamika di era kolonial. Volkenkunde, 150, 123-145
Catatan tentang keterbatasan dan kendala tentu Heinsohn, T.E. (2010). Marsupial as
ada. Hal mana semestinya menjadi panduan introduced species: Long–term
untuk segenap rencana pengembangan studi anthropogenic expansion of the
arkeologi ke depan. marsupial frontier and its implications
Menjadi pekerjaan rumah bersama for zoogeographic interpretation. Terra
adalah, segenap pengetahuan dimaksud Austrialis 32: Altered Ecologies: Fire,
climate and human influence on terrestrial
sejatinya akan lebih memiliki makna jika
landscapes. Canberra: ANU Press.
mampu dikelola sedemikan rupa untuk
memberi dampak bagi pengembangan daerah Jelsma, J. (1999). Room with a view: An
excavation in Toe Cave, Ayamaru District,
dan manfaat sosial bagi masyarakat. Upaya
Bird’s Head, Irian Jaya Indonesia. Modern
awal sudah mulai dilaksanakan sebagai telah
Quaternary Research in Southeast Asia,
disampaikan dalam paparan pendek di atas. 15, 41-45.
Harapannya tentu saja agar itu semua dapat
Kempers, Bernet AJ. (1988). The Kettledrums
terus dikembangkan, sehingga arkeologi of Southeast Asia. Rotterdam: A.A Balkema.
mampu menjadi disiplin yang secara aktif Kempers, A.J. Bernet. (1978). Herstel
berperan mendorong Kepulauan Maluku ke in Eigen Waarde; Monumentenzorg in
arah yang lebih baik Indonesie. Amsterdam: De Walburg Pers
Zutphen.
***** Lape, P.V. (2000)a. Contact and Conflict in the
DAFTAR PUSTAKA Banda Islands, Eastern Indonesia,
Arifin, Karina dan Philippe Delanghe. (2004). 11 t h t o 1 7 t h C e n t u r i e s . R h o d e
Rock art in West Papua, Italia: UNESCO. I s l a n d : B r o w n U n i v e r s i t y.
Lape, P.V. (2000)b. Political dynamics
Ballard, C. (1988). Dudumahan: A rock
and religious change in the late pre-
art site on Kai Kecil, Southeast Mollucas.
colonial Banda Islands, Eastern Indonesia.
Bulletin of the Indo-Pacific Prehistory
World Archaeology, 32(1), 138–55.
Association, 8, 139-161.
Lape, P.V. (2000)b. Political dynamics and religious
Bellwood, Peter. (2000). Prasejarah kepulauan
change in the late pre-colonial Banda
Indo-Malaysia. Jakarta: PT. Gramedia
Islands, Eastern Indonesia. World
Pustaka Utama.
Archaeology, 32(1), 138–55.
Bulmer, S dan Bulmer, R. (1964). The
Lape, P. (2006). Chronology of fortified
prehistory of the Australian New Guinea
sites in East Timor. Journal of Island and
Highlands. J. B. Watson (Ed.) New Guinea:
Coastal Archaeology, 1, 285-297.
the Central Highlands, 39-76. American
Anthropologist 66.4, Part 2 Special Lape, P. (2010). Paleoclimates and emergence
Publication. of fortification in the tropical Pacific
islands. Journal of Anthropological
Ellen, R. F dan Glover, I. C. Pottery
Arcaheology, 29(1).
Manufacture and Trade in the Central
Moluccas, Indonesia: the Modern Situation Latinis, D.Kyle and Ken Stark. (1998).
and the Historical Implications. Man n.s, Subsistence, Arboriculture and Prehistory
9, 353-379. in Maluku. Old World Places, New World
Problems, 34-65. Canberra: Center for
Flannery, T. and White, P. (1991). Animal
Resources and Enviromental Studies.
Translocations. National Geographic
Research and Exploration 7, 96-113. Lilley, I. (1992). Papua New Guinea’s Human
Past: the Evidence in Archaeology dalam
Gelpke, S. (1994). The report of Miguel Roxo
R.D Attenborough dan M.P Alpers (eds.)
de Brito of his voyage in 1581-2 to
Human Biology in New Guinea: the Small
Raja Ampat, the MacCluer Gulf and
Cosmos, 150-171. Oxford: Clarendon Press.

Abad Baru Purbakala : Memilih Arah Menentukan Peran Penelitian....., Marlon NR Ririmasse 85
Mahmud, I. (2009). Pernak-pernik Spriggs, M. & D. Miller. (1988). A previously
penelitian arkeologi di Papua. Papua, 1(2). unreported bronze kettledrum from the Kai
Miedema, J et al. (1997). Perspectives on Islands, eastern Indonesia. Indo-Pacific
The Bird’s Head of Irian Jaya, Indonesia. Prehistory Association Bulletin, 8, 79-88.
Proceedings of The Conference, Leiden 13- Starks, Ken, and D. Kyle Latinis. (1992). The
17 Oktober 1997. Amsterdam: Rodopi B.V. Archaeology of Sago Economies in Central
Pasveer, J.M. (1998). Kria cave: an 8000- Maluku: An initial sketch. Cakalele, 3,
year occupation sequence from Bird’s 69–86.
Head of Irian Jaya. Modern Quaternary Suroto, H. (2010). Prasejarah Papua.
Research in Southeast Asia, 15, 67-89. Denpasar: Udayana University Press.
Prasetyo, Bagyo. (2009). Perkembangan S w a n t o r o , P. ( 2 0 0 2 ) . D a r i B u k u
hasil penelitian arkeologi di Tanah Papua. ke Buku: Sambung Menyambung Menjadi
Seminar Perspektif Budaya Melanesia dan Satu. Jakarta: KPG Gramedia.
Austronesia dalam Dinamika Kebangsaan Ta n u d i r d j o , D . ( 2 0 0 5 ) . T h e D i s p e r s a l
dan Pembangunan, dalam rangka Semarak of Austronesian-speaking People
Arkeologi 2009, di Jayapura Papua, 3–4 and the Ethnogenesis of Indonesian
Juni 2009. People. Austronesian Diaspora and the
Ririmasse, M. (2005). Jejak dan Ethnogeneses of People in Indonesian
Prospek Penelitian Arkeologi di Maluku. Achipelago. Jakarta: LIPI Press.
Kapata Arkeologi, 1(1). Tanudirdjo, D. (2009). Interaksi Austronesia
Ririmasse, M. (2007). Fragmen Moko dari Melanesia: Kajian Interpretasi Teoritis.
Selaru: Temuan Baru Artefak Logam di Seminar Perspektif Budaya Melanesia dan
Maluku. Berita Penelitian Arkeologi, 3(5). Austronesia dalam Dinamika Kebangsaan
Ririmasse, M. (2008). Visualisasi Tema dan Pembangunan. Semarak Arkeologi
Perahu dalam Rekayasa Situs Arkeologi di 2009, di Jayapura Papua, 3–4 Juni 2009.
Maluku. Naditira Widya, 2(1). O’Connor, S., Spriggs, M. Veth, P. (2005).
Ririmasse, M. (2010). Boat Symbolism The Aru Island in Perspective dalam
and Identity in the Insular Southeast Asia: O’Connor, Sue et.al. The Archaeology of
A Case Study from the Southeast Moluccas. the Aru Island. Canberra: Pandanus Books.
Tesis Pascasarjana. Tidak diterbitkan.
Leiden: Rijkuniversiteit Leiden.
Ririmasse, M. (2010). Arkeologi Pulau-
Pulau Terdepan di Maluku: Sebuah
Tinjauan Awal. Kapata Arkeologi, 6(10).
Ririmasse, M. (2011). Koleksi Budaya
Bendawi Maluku Tenggara di Museum
Etnologi Nasional Leiden. Kalpataru,
20(1).
Sollewijn, Gelpke. (1994). The Report of
Miguel Roxo de Brito of his Voyage in
1581-2 to the Raja Ampat, the MacCluer
Gulf and Seram. BIjdragen tot de Taal Land
en Volkenkunde, 150, 123-145.
Spriggs, M. (1998). Research questions in
Maluku archaeology. Cakalele, 9, 49-62.
S p r i g g s , M . ( 1 9 9 7 ) . T h e A rc h a e o l o g y
of the Bird’s Head in it’s Pacific and
and Southease Asian Context i n .

86 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 75-86

Anda mungkin juga menyukai