Anda di halaman 1dari 3

PENYEBAB HIPERTONISITAS (DEHIDRASI) Dehidrasi dan hipertonisitas yang menyertainya dapat

ditimbulkan melalui tiga cara utama:


1. Insufisiensi pemasukan H2O, seperti yang terjadi pada perjalanan di gurun pasir atau kesulitan menelan
2. Pengeluaran H2O yang berlebihan, seperti yang dapat terjadi pada berkeringat, muntah, atau diare
berlebihan (meskipun baik H2O maupun zat terlarut keluar selama keadaan-keadaan ini, H2O relatif lebih
banyak hilang sehingga zat terlarut yang tertinggal menjadi lebih pekat)
3. Diabetes inspidus, penyakit yang ditandai oleh defisiensi vasopresin

Vasopresin meningkatkan permebilitas tubulus dista dan koligentes thd H20 dan dengan demikian
meningkatkan konservasi air dengan mengurangi pengeluaran air melalui urin. Tanpa
vasopresin yang adekuat pada diabetes insipidus, ginjal tidak dapat menahan H2O karena organ ini
tidak dapat mereabsorpsi H2O dari bagian distal nefron.

Jika kompartemen CES menjadi hipertonik, H2O berpindah keluar sel melalui osmosis ke dalam CES yang
lebih pekat hingga osmolaritas CIS sama dengan CES. Karena H2O keluar, sel menciut.
KONTROL PENGELUARAN AIR DI URINE OLEH VASOPRESIN
Vasopresin meningkatkan permeabilitas bagian akhir tubulus ini terhadap H2O. Jumlah H2O yang
direabsorpsi dapat disesuaikan untuk memulihkan osmolaritas CES ke normal, bergantung pada jumlah
vasopresin yang ada. Vasopresin diproduksi oleh hipotalamus, disimpan di kelenjar hipofisis posterior,
dan dibebaskan dari hipofisis posterior berdasarkan perintah dari hipotalamus.

KONTROL PEMASUKAN AIR OLEH RASA HAUS Rasa haus


adalah sensasi subjektif yang mendorong Anda menelan Pusat haus terletak di hipotalamus dekat
dengan sel penghasil vasopresin. Sekresi vasopresin dan rasa haus dirangsang oleh defisit H2O bebas dan
ditekan oleh kelebihan H2O bebas. Karena itu, keadaan yang mendorong terjadinya penurunan
pengeluaran urine untuk menghemat H2O tubuh juga menimbulkan rasa haus untuk mengganti H2O
tubuh dan dipicu secara besamaan. Sinyal eksitatorik utama untuk sekresi vasopresin dan rasa haus
berasal dari osmoreseptor hipotalamus. Osmoreseptor-osmoreseptor ini memantau osmolaritas cairan
di sekeliling mereka. Seiring dengan peningkatan osmolaritas (H2O terlalu sedikit) dan kebutuhan
terhadap konservasi H2O bertambah, sekresi vasopresin dan rasa haus diaktifkan. Akibatnya, reabsorpsi
H2O di tubulus distal dan koligentes meningkat sehingga pengeluaran urine berkurang dan H2O dihemat,
sementara asupan H2O secara bersamaan dirangsang. Efek-efek ini memulihkan simpanan H2O yang
berkurang sehingga kondisi hipertonik mereda dengan pulihnya konsentrasi zat-zat terlarut ke normal.
ASIDOSIS DAN ALKALOSIS DALAM TUBUH

pH darah arteri normalnya adalah 7,45, dan pH darah vena 7,35, untuk pH darah rerata 7,4. pH darah
vena sedikit lebih rendah (lebih asam) daripada darah arteri karena dihasilkan H+ dari pembentukan
H2CO3 dari CO2 yang diserap di kapiler jaringan. Terjadi asidosis jika pH darah turun di bawah 7,35, dan
alkalosis jika pH di atas 7,45 (lihat Gambar 15-6b). Perhatikan bahwa titik referensi untuk menentukan
status asam-basa tubuh bukan pH yang secara kimiawi netral, yaitu 7,0 tetapi pH normal darah yaitu 7,4.
Karena itu, pH darah 7,2 dianggap asidotik meskipun dalam ilmu kimia pH 7,2 dianggap basa.

Fluktuasi [H+]mengganggu aktivitas saraf,


enzim, dan K+.
Hanya kisaran pH yang sempit yang memungkinkankehidupan karena bahkan perubahan kecil pada [H +]
menimbulkan efek dramatik pada fungsi sel normal, seperti yang ditunjukkan oleh konsekuensi-
konsekuensi berikut ini:
1. Perubahan eksitabilitas sel saraf dan otot adalah salah satu manifestasi klinis utama kelainan pH.
■ Efek klinis utama peningkatan [H +] (asidosis) adalah depresi susunan saraf pusat (SSP). Pasien asidosis

mengalami disorientasi dan, pada kasus yang parah, akhirnya meninggal dalam keadaan koma.
■ Sebaliknya, efek klinis utama penurunan [H +] (alkalosis) adalah eksitabilitas berlebihan sistem saraf,

pertama susunan saraf tepi dan kemudian SSP. Saraf perifer menjadi sangat peka sehingga melepaskan
sinyal meskipun tidak ada rangsangan normal. Eksitabilitas berlebihan saranaeren (sensorik) tersebut
menimbulkan rasa kesemutan seperti ditusuk jarum. Eksitabilitas berlebihan sara eeren (motorik)
menimbulkan kedutan otot dan, pada kasus yang lebih parah, spasme otot hebat. Alkalosis berat dapat
menyebabkan kematian karena spasme otot pernapasan menghambat bernapas. Pasien
alkalosis berat juga dapat meninggal akibat kejang karena eksitabilitas berlebihan SSP. Pada keadaan
yang lebih ringan, eksitabilitas berlebihan SSP bermanifestasi sebagai kecemasan yang
berlebihan.
2. Konsentrasi ion hidrogen menimbulkan pengaruh nyata pada aktivitas enzim.

Bahkan penyimpangan ringan [H+] mengubah bentuk dan aktivitas molekul protein. Karena enzim
adalah protein, pergeseran keseimbangan asam-basa tubuh mengganggu pola normal
aktivitas metabolik yang dikatalisis oleh enzim-enzim ini. Perubahan (H 3. +)memengaruhi kadar K+ tubuh.
Saat mereabsorpsi Na+ dari filtrat, sel-sel tubulus ginjal menyekresikan. H+ atau H+ sebagai penukarnya.
Dalam keadaan normal, sel-sel tersebut lebih cenderung menyekresikan K+ daripada H+. Karena terdapat
hubungan erat antara sekresi H+ dan K+ oleh ginjal, Ketika sekresi H+meningkat untuk mengompensasi
asidosis, K+ yang dapat disekresikan lebih sedikit daripada biasanya; sebaliknya, ketika sekresi
H+ menurun selama alkalosis,

Ginjal menyesuaikan laju ekskresi H+ dengan


mengubah tingkat sekresi H+.
Ginjal mengontrol cairan tubuh dengan menyesuaikan tiga faktor yang saling berkaitan (1) ekskresi H +,
(2) ekskresi HCO3-, dan (3) sekresi amonia (NH3). Kita akan meneliti masing-masing mekanisme ini
dengan lebih terperinci. Asam secara terus menerus ditambahkan ke dalam cairan tubuh akibat aktivitas
metabolik, tetapi H+ yang dibentuk ini tidak boleh dibiarkan menumpuk. Meskipun sistem dapar tubuh
dapat menahan perubahan pH dengan mengeluarkan H + dari larutan, produksi menetap produk-produk
metabolik yang bersifat asam akhirnya akan melampaui kemampuan sistem dapar. Karena itu, H+ yang
terus-menerus dibentuk akhirnya harus dikeluarkan dari tubuh. Paru hanya dapat mengeluarkan
H+ yang dihasilkan oleh CO2 dengan mengeliminasi CO2. Tugas mengeliminasi H+ yang berasal dari asam
sulfur, fosfat, laktat, dan yang lain berada di ginjal. Selain itu, ginjal juga dapat membuang H+ tambahan
yang berasal dari CO2. Semua H+ yang difiltrasi diekskresikan, tetapi sebagian besar H+ yang
diekskresikan memasuki urine melalui sekresi. Ingat kembali bahwa laju filtrasi H+ sama dengan [H+]
dikalikan dengan LFG. Karena [H+] plasma sangat rendah (lebih kecil daripada H2O murni kecuali selama
asidosis berat, saat pH turun di bawah 7,0), laju filtrasinya juga sangat rendah. Jumlah H+ terfiltrasi yang
sangat kecil ini diekskresikan di urine.Namun, sebagian besar H + yang diekskresikan masuk ke cairan
tubulus melalui sekresi aktif oleh sel tubulus dari plasma kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus.
Tubulus proksimal, distal, dan koligentes menyekresikan H+. Karena ginjal normalnya
mengekskresikan H+, urine biasanya asam, dengan pH rerata6,0.
Proses sekresi H+ dimulai di sel tubulus dengan CO2 dari tiga sumber: CO2 berdifusi ke dalam sel tubulus
dari (1) plasma atau (2) cairan tubulus atau (3) CO2 yang diproduksi secara metabolik di dalam sel
tubulus. CO2 dan H2O, dikatalisis oleh karbonat anhidrase di dalam sel tubulus, membentuk H + dan
HCO3-. Untuk menyekresikan H+, suatu pengangkut dependen energi di membran luminal kemudian
membawa H+ keluar sel menuju lumen tubulus. Pengangkut membran luminal berbeda
di berbagai bagian nefron
MEKANISME SEKRESI H+ GINJAL Di TUBULUS PROKSIMAL

Di tubulus proksimal, H+ disekresi oleh transpor aktif primer melalui pompa H+ ATPase (h. 78) dan juga
melalui transpor aktif sekunder melalui antiporter Na+-H+ (lihat h. 80). Antiporter memindahkan Na+
yang berasal dari filtratglomerolus dalam arah yang berlawanan dengan sekresi H+, jadi
sekresi H+ dan reabsorpsi Na+ terkait secara parsial di tubulus proksimal.
MEKANISME SEKRESI H+ GINJAL PADA TUBULUS DISTAL DAN KOLIGENTES

Ingat kembali bahwa dua sel berlokasi di tubulus distal dan koligentes, yaitu sel prinsipal dan sel
interkalasi (lihat h. 554). Sel prinsipal adalah salah satu yang sudah Anda kenal. Sel-sel ini berperan
penting dalam keseimbangan Na+ (dan karenanya Cl-, yaitu garam) dan K+ di bawah pengaruh aldosteron.
Mereka juga merupakan sel yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan H2O di bawah
pengaruh vasopresin. Sel interkalasi, yang tersebar di antara sel prinsipal, berperan dalam pengaturan
halus keseimbangan asam basa. Terdapat dua jenis sel interkalasi, Tipe A (yang lebih banyak) dan Tipe B
■ Sel interkalasi tipe A merupakan sel penyekresi H +, pereabsorpsi HCO3-, dan pereabsorpsi K+. Mereka

menyekresi H+ secara aktif ke dalam lumen tubulus melalui dua jenis mekanisme transpor aktif primer:
Pompa H+ ATPase dan pompa K+-H+ ATPase. Pompa K+-H+ ATPase menyekresi H+ sebagai pertukaran
terhadap penyerapan K+. Kedua jenis pengangkut ini berlokasi di membran luminal sel tipe A (Gambar
15-9). HCO3- dihasilkan dalam proses pembentukan H+ dari CO2 di bawah pengaruh karbonat anhidrase
yang memasuki darah (direabsorpsi) sebagai pertukaran terhadap Cl- pada membran basolateral melalui
antiporter CI--HCO3-.
■ Sel interkalasi tipe B merupakan sel penyekresi K+, penyekresi HCO3-, dan pereabsorpsi H+, aksinya

berlawanan dengan sel Tipe A. Berkebalikan dengan sel A, pompa H+ ATPase dan pompa K+-H+ ATPase
aktif berlokasi di membran basolateral dan antiporter CI--HCO3- terletak pada membran luminal. Dalam
hal ini, ketika H+ dan HCO3- dihasilkan dari hidrasi CO2 di bawah pengaruh karbonat anhidrase, HCO3-
bergerak ke dalam lumen tubulus (disekresi) sebagai pertukaran terhadap Cl-, dan H+ direabsorpsi
menuju plasma sebagai pertukaran terhadap menembus membran basolateral (Gambar 15-10).
Walaupun K+ secara aktif disekresi oleh sel interkalasi Tipe B, secara kuantitatif lebih banyak K + yang
disekresi secara aktf oleh sel prinsipal di bawah pengaturan aldosteron. Sel interkalasi Tipe A lebih aktif
dibandingkan sel inter-kalasi Tipe B dalam situasi normal, dan aktivitasnya bahkan meningkat selama
asidosis. Sel interkalasi Tipe B menjadi lebih aktif selama alkalosis.

Anda mungkin juga menyukai