Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

STANDART PENAMPILAN PROFESIONAL PERAWAT JIWA

Disusun Oleh :

Eka Agus Setyawan (17010

Sandra Risa Paramita (1701040)

Surya Alam (17010

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ( STIKES) Muhammadiyah


Klaten
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak
normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan terbagi
dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan
terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,
cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan.
aKeperawatan jiwa adalah suatu proses interpersonal dengan tujuan untuk meningkatkan dan
memelihara perilaku-perilaku yang mendukung terwujudnya suatu kesatuan yang harmonis
(integrated). Klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau masyarakat. Tiga
wilayah praktik keperawatan jiwa meliputi perawatan langsung, komunikasi, dan manajemen.

Menurut Stuart , stress adaptasi memberikan asumsi bahwa lingkungan secara alami memberikan
berbagai strata social, dimana perawat psikiatri disediakan melalui proses keperawatan dalam
biologis, psikologis, sosiokultural, dan konteks legal etis, bahwa sehat/sakit, adaptif/maladaptive
sebagai konsep yang jelas, tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier termasuk
didalamnya empat tingkatan dalam penatalaksanaan psikiatrik meliputi : Peningkatan kesehatan,
Pemeliharan kesehatan, Kondisi akut, Kondisi kritis.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu menjelaskan tentang standart penampilan professional perawat jiwa

2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan tentang model adaptasi – stress (Stuart Sundeen).
b. Mampu menilai respon pasien .
c. Mampu membuat psikodinamika terjadi gangguan jiwa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendahuluan
Sehat sakit dan adaptasi maladapatasi merupakan konsep yang berbeda. Tiap konsep
berada pada rentang yang terpisah. Jadi seseorang yang mengalami sakit baik fisik
maupun psikiatri dapat beradaptasi terhadap keadaan sakitnya. Sebaliknya seseorang
yang tidak didiagnosa sakit mungkin saja mempunyai respon koping yang maladaptif.
Kedua rentang ini mencerminkan model praktik keperawatan dan medik yang saling
melengkapi.Model praktik keperawatan merupakan kerangka bagi perawat dalam
melakukan asuhannya. Model adalah suatu cara untuk mengorganisasi kumpulan
pengetahuan yang kompleks. Model memiliki banyak tujuan. Model dapat membantu
menjelaskan hubungan, memunculkan hipotesis, dan memberikan perspektif akan adanya
ide yang abstrak. Selain itu, juga dapat menyediakan struktur untuk berpikir,
mengobservasi dan menginterpretasi sesuatu yang dilihat. Model praktik keperawatan
juga diartikan sebagai kerangka acuan di mana klien, lingkungan dan status
kesehatannya, dan aktivitas perawat digambarkan. Model tersebut menjelaskan kenapa
individu berespon terhadap stres dan membantu menyediakan pemahaman tentang proses
dan tujuan yang diinginkan dari intervensi keperawatan.
Perawat jiwa dapat meningkatkan kualitas asuhan mereka jika tindakan mereka
didasarkan pada model praktik keperawatan yang inklusif, holistik, dan relevan dengan
kebutuhan klien, keluarga, kelompok dan komunitas. Model praktik keperawatan jiwa
yang dipakai saat ini secara luas di dunia adalah Model Stuart Stres Adaptasi
(dikembangkan oleh Gail Stuart pada tahun 1980an), yang mengintegrasikan aspek
biologi, psikologi, sosial kultural, lingkungan dan legal etik dari perawatan klien dalam
suatukesatuankerangka praktik.
B. Model Stres Adaptasi Stuart
1. Faktor Predisposisi : semua kejadian, hal, atau peristiwa (baik biologis, psikologis
dan atau sosial budaya) yang terjadi di sepanjang hidup manusia yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa pada manusia tersebut.
a) Faktor Biologis; contoh : riwayat lahir kembar monozygot, memiliki garis
keturunan penderita gangguan jiwa, cacat badan, status nutrisi, paparan
racun dll.
b) Faktor Psikologis; contoh : tingkat intelegensia, tingkat moral, tipe
kepribadian, pengalaman yang tidak menyenangkan, konsep diri dll.
c) Faktor Sosial Budaya; contoh : usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, agama dan keyakinan, dukungan sosial dll.
2. Stresor Presipitasi : merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan dan membutuhkan energi ekstra/sangat besar
untuk mengatasinya. Karakteristik stresor presipitasi adalah sifat, asal, waktu dan
jumlah.
a) Sifat; sifat stresor presipitasi di sini menunjukkan jenisnya (biologis,
psikologis dan atau sosial budaya). Contoh dari masing
b) Asal; asal stresor presipitasi bisa berasal dari dalam individu (contoh :
persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya sendiri, orang lain dan
lingkungannya; sakit fisik dll) dan atau dari luar individu (contoh :
kurangnya dukungan sosial, pengalaman sosial yang tidak menyenangkan,
dll).
c) Waktu; waktu terjadinya stresor bisa terjadi dalam waktu dekat, waktu
yang cukup lama, dan atau terjadi secara berulang.
d) Jumlah; jumlah stresor bisa satu atau lebih dari satu.
3. Penilaian terhadap stresor : merupakan reaksi individu terhadap stresor presipitasi
yang dihadapinya. Reaksi ini bisa berupa reaksi kognitif (contoh : berpikir ingin
bunuh diri, berkurangnya motivasi, konsentrasi atau tingat kesadaran dll), afektif
(contoh : merasa sedih, merasa marah, tidak berdaya dll), fisiologis (contoh :
perubahan pada tanda-tanda vital dan status fisiologis lainnya), perilaku (contoh :
menolak untuk melakukan aktivitas sehari-hari, berbicara sendiri, sering komat-
kamit dll), dan sosial (contoh : mengamuk, memukul orang lain, menarik diri dari
pergaulan dll).
Penilaian terhadap stresor ini merupakan data fokus yang bisa digunakan oleh
perawat untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
4. Sumber Koping : semua hal yang bisa dijadikan alat untuk membantu individu
mengatasi stresornya secara konstruktif atau sebaliknya dapat menjadikan
individu menggunakan mekanisme pemecahan masalah yang salah. Terdiri dari :
kemampuan personal (bakat, kepandaian dll), dukungan sosial (punya sahabat
sedikit atau banyak dll), aset materi (kekayaan, punya asuransi atau tidak dll), dan
keyakinan positif (kepercayaan terhadap diri sendiri dan Tuhan, lebih berfokus
kepada pengobatan daripada pencegahan dll).
5. Mekanisme koping : tiap upaya yang dilakukan untuk penatalaksanaan stres
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung (task oriented) dan mekanisme
pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri (ego oriented).
a) Contoh Task Oriented :

1) Meminta bantuan kepada orang lain


2) Mengungkapkan perasaan sesuai yang dirasakan saat ini
3) Mencari lebih banyak informasi yang berhubungan dengan
masalah yang dihadapi
4) Menyusun rencana untuk memecahkan masalah
5) Meluruskan persepsi terhadap masalah
b) Contoh Ego Oriented :
1) Denial; menyangkal untuk melihat kenyataan yang tidak
diinginkan dengan cara mengabaikan atau menolak kenyataan
tersebut.
2) Proyeksi; menyalahkan orang lain atas ketidakmampuan dirinya
atau atas kesalahan yang dia perbuat.
3) Represi; menekan ke alam bawah sadar dan sengaj melupakan
pikiran, perasaan, dan pengalaman yang menyakitkan.
4) Regresi; kemunduran dalam hal tingkah laku yang dilakukan
seseorang dalam menghadapi stres.
5) Rasionalisasi; berusaha memberi alasan yang masuk akal terhadap
perbuatan yang dilakukannya.
6) Pengalihan; memindahkan perasaan yang tidak menyenangkan dari
seseorang atau obyek ke orang atau obyek lain yang biasanya lebih
kurang berbahaya daripada obyek semula.
7) Reaction Formation; mengembangkan pola sikap atau perilaku
tertentu yang disadari tetapi berlawanan dengan perasaan dan
keinginannya.
8) Sublimasi; penyaluran rangsangan atau nafsu yang tidak
tersalurkan ke dalam kegiatan lain.
9) Rentang respon koping : rentang respon manusia yang adaptif
sampai maladaptif.

TABEL Mekanisme Pertahanan


6. Cara Penanganan

Berikut ini adalah beberapa pengobatan gangguan jiwa yang bisa dilakukan, di antaranya:

1. Psikofarmakologi

Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan memberikan
terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga
gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi penyembuhan sakit jiwa ini diberikan
dalam jangka waktu relatif lama, bisa berbulan-bulan hingga memakan waktu bertahun-
tahun.

2. Psikoterapi

Terapi gangguan jiwa yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.

Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif


dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita
tidak merasa putus asa.

Psikoterapi re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang


maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu. Sedangkan psikoterapi
rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum
sakit.Sementara psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi
kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan
nilai- nilai moral etika.Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan
gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri,
psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya
(Maramis, 1990)

3. Terapi psikososial

Terapi penyembuhan sakit jiwa ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri
tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita
selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengonsumsi obat
psikofarmaka (Hawari, 2007).

4. Terapi psikoreligius

Terapi gangguan jiwa lainnya adalah terapi keagamaan. Terapi ini berupa kegiatan
ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada
Tuhan, mendengar ceramah keagamaan, atau kajian kitab suci. Serangkaian penelitian
terhadap pasien pasca epilepsi menemukan bahwa, sebagian besar mengungkapkan
pengalaman spiritualnya dengan menemukan kebenaran tertinggi karena merasa
berdekatan dengan cahaya Ilahi.

5. Rehabilitasi

Penyembuhan sakit jiwa yang paling banyak dilakukan adalah program rehabilitasi.
Hal ini penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali ke keluarga dan
masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi.Dalam
program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; dengan terapi kelompok
yang bertujuan membebaskan penderita dari stres dan dapat membantu agar dapat
mengerti sebab dari kesukaran serta membantu terbentuknya mekanisme pembelaan
yang lebih baik dan dapat diterima oleh keluarga/masyarakat.Selain itu, menjalankan
ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olahraga,
keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, dan rekreasi (Maramis, 1990).
Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala
dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti
program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke
keluarga dan ke masyarakat (Hawari, 2007).Selain itu, peran keluarga adalah sesuatu
yang penting dalam penyembuhan sakit jiwa ini. Keluarga adalah orang-orang yang
sangat dekat dengan pasien dan dianggap paling banyak tahu kondisi pasien serta
dianggap paling banyak memberi pengaruh pada pasien.

C. Psikodinamika kesehatan jiwa

Psikodinamika kesehatan jiwa merupakan pendekatan konseptual yang memandang


proses-proses mental sebagai gerakan dan interaksi kuantitas2 energi psikis yang
berlangsung intra-individu & inter-individu, dimana terdiri dari komponen-komponen
struktur kepribadian, kekuatan (insting), gerakan dan tuhbuh kembang atau tugas
perkembangan. Psikodinamika dapat dijelaskan dalam bentuk skema 1.1 :
A. Struktur Kepribadian
1. Pengertian dan komponen kepribadian
Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara
mengesankan (Hilgard & Marquis, dalam Alwisol 2009). Kepribadian adalah seluruh
karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang yang membentuk pola yang
menetap dalam merespon suatu situasi (Pervin, dalam Alwisol 2009)
Kepribadian adalah pola khas dari pikiran, perasaan, dan tingkahlaku yang membedakan
orangsatu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi (Phares, dalam
alwisol 2009)

2. Struktur kepribadian
Struktur kepribadian bersifat : sebagai sifat umum seseorang, sifat pembeda dengan
oranglain, bersifat awet atau menetap, sifat kesatuan dan konsisten.

Struktur kepribadian terdiri dari Id, Ego, dan Super Ego.


1. Id
Id merupakan sistem kepribadian asli, dan dibawa sejak lahir. Aspek psikologik yang
terdapat dalam ego : insting, impuls dan drive. Id berada dalam daerah unconscious atau
tidak sadar. Id bekerja berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle) dan
menghindari rasa sakit. Id tidak dapat membedakan khayalan dengan kenyataan, benar-
salah, tidak tahu moral. Untuk memperoleh khayalan menjadi nyata yang memberi
kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan maka munculah ego. Contoh gambar dibawah
ini :

2. Ego
Ego bekerja berdasarkan prinsip realita (reality principle), dan berada pada daerah
conscious, preconscious dan unconcious. Ego adalah eksekutif (pelaksana) kepribadian,
dengan dua tugas utama yaitu memilih stimuli mana yang akan di respon atau insting
mana yang akan dipuaskan sesuai prioritas kebutuhan dan tugas kedua menentukan kapan
dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang
resikonya minimal. Ego berusaha memenuhi id sekaligus juga memenuhi kebutuhan
moral, untuk itu dibutuhkan juga superego.

3. Super ego
Super ego merupakan kekuatan moral dan etik kepribadian, yang memakai prinsip
idealistik (idealistic princple). Super ego dapat berbentuk nilai-nilai yang ditanamkan
orangtua seperti hal-hal yg dilarang, dianggap salah, dan akan dihukum, hal tersebut akan
diterima sebagai suara hati (conscience). Sedangkan apapun yang disetujui akan
diberikan pujian, hadiah diterima sebagai standar kesempurnaan/ego ideal. Super ego
bekerja pada daerah conscious, preconscious dan unconcious. Fungsi superego (3) adalah
1). mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik menjadi tujuan-tujuan
moralistik, 2). merintangi impuls id, terutama impuls seksual dan agresif yg bertentangan
dengan norma, 3). mengejar kesempurnaan.

B. Tugas Perkembangan kepribadian


1. Teori Psikoseksual menurut Sigmund Freud
Menurut Freud pentingnya peran masa bayi dan awal anak dalam membentuk karakter
individu pada saat dewasa. Struktur kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun, dan
perkembangan sesudah 5 tahun hanya merupakan elaborasi dari sturktur dasar. Teori
sigmund freud dikenal dengan nama teori Psikoseksual, yang membagi tahap
perkembangan menjadi 5(lima) tahap yaitu : oral, anal, phalic, laten, genital.
a. Oral : usia 0-1 tahun
Tahap ini ditandai dengan mulut merupakan daerah pokok aktifitas dinamik atau daerah
kepuasan seksual bagi bayi. Kepuasan yg berlebihan pd fase ini akan membentuk oral
incorporation personality pada masa dewasa, yakni orang yg senang/fiksasi
mengumpulkan pengetahuan atau harta benda, gampang ditipu (mudah menelan
perkataan oranglain).
Sebaliknya ketidakpuasan fase oral menyebabkan sesudah dewasa menjadi orang yang
tidak pernah puas, tamak, mengumpulkan harta, oral agression personality (senang
berdebat, sikap sarkastik).
Mulut sebagai daerah erogen terbawa sampai dewasa dalam bentuk yang bervariasi
seperti perilaku mengunyah permen karet, merokok, menggigit pensil, senang makan,
menggunjing oranglain, berkata2 kotor/sarkastik.

b. Anal : usia 1-2/3 tahun


Pada tahap ini dubur merupakan daerah pokok aktifitas dinamik anak, dan kegiatan
penting dalam tahap ini adalah toilet training, dimana anak belajar menunda kepuasan.
Dampak toilet training terhadap kepribadian di masa depan tergantung dari sikap dan
metode orangtua dalam melatih toilet training. Contoh implikasi dalampola asuh adalah
apabila ibu terlalu keras melatih toilet training maka anak akan menahan fecesnya dan
mengalami sembelit, dan kelak akan membentuk pribadi yang kikir dan keras kepala
(anal retentiveness personality). Namun sebaliknya apabila ibu bebas tidak membimbing
toilet training baik maka anak akan bebas mengeluarkan tegangan di tempat dan waktu
yang tidak tepat, dan kelak akan membentuk pribadi dengan sifat ketidakteraturan/jorok,
destruktif, semaunya sendiri, atau kekerasan/kekejaman (anal expulsiveness personality).
Bila ibu membimbing dengan penuh kasih sayang maka anak mendapat pengertian
bahwa mengeluarkan feces adalah aktifitas yang penting, akan membentuk individu yg
kreatif dan produktif.
c. Phalic : usia 3-5/6 tahun
Pada tahap ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting dimana terjadi
peningkatan gairah seksual anak kepada orangtuanya. Perkembangan terpenting adalah
oedipus complex, dimana anak laki-laki lebih mencintai ibunya dan menganggap ayah
adalah pesaingnya, sebaliknya anak perempuan lebih mencintai ayahnya dan
menganggap ibu sebagai pesaingnya. Tahap ini penting untuk anak dalam
mengidentifikasi diri sesuai sex atau jenis kelaminnya, laki-laki adalah maskulin dan
wanita adalah feminin.
d. Laten : usia 5/6-12/13 tahun
Pada usia ini anak mengalami periode peredaan impuls seksual, dan anak-remaja
mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan
kepuasan non seksual yakni bidang intelektual, atletik, ketrampilan dan berinteraksi
dengan teman sebaya. Tahap ini juga ditandai percepatan pembentukan superego.
e. Genital : usia 6 – 12/13 tahun
Tahap ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja.
Impuls seks mulai disalurkan ke obyek luar seperti : berpartisipasi dalam kelompok,
menyiapkan karir, cinta lawan jenis, perkawinan dan keluarga. Tahap ini juga terjadi
perubahan dari anak yang narkistik menjadi dewasa yang berorientasi sosial, realistik dan
altruistik. Ciri – ciri orang dewasa adalah mampu menunda kepuasan, bertanggung
jawab, pemindahan sublimasi menjadi identifikasi.

2. Menurut Erick Erickson


Teori perkembangan kepribadian menurut Ericson mengkaitykan hubungantahap
perkembangan dan peran sosial. Teorinya disebut teori Psikososial. Perhatianteori ini
berfokus pada ego individu. Erickson mengembangkan teori perkembangan Freud dengan
membagi 8 tahapan perkembangan: bayi (infant), anak (toddler), pra sekolah (pre school),
sekolah (school), remaja (adolesence), dewasa muda (young adulthood), dewasa
(adulthood), tua (aging).
a. Bayi (infant), usia 0-1 tahun : Trust vs mistrust
Kebutuhan dasar terletak pada pemenuhan kebutuhan oral, dimana keberhasilan
pencapaian tugas pada perkembangan ini akan mengembangkan rasa percaya pada anak
dan sebaliknya kegagalan akan menyebabkan anak tidak mudah percaya atau kehilangan
kepercayaan pada dirinya maupun pada oranglain.
b. Anak (toddler), usia 1-3 tahun : Autonomy vs shame
Anak belajar mengenal hak dan kewajiban serta pembatasan-pembatasan tingkah laku,
belajar mengontrol diri sendiri dan menerima kontrol dari oranglain. Keberhasilan
pencapaian tugas pada perkembangan ini akan mengembangkan kemandirian anak dan
sebaliknya kegagalan akan menyebabkan anak menjadi pemalu.

c. Pra sekolah (pre school), usia 3-5 tahun : Inisiatif vs guilty


Pada tahap ini anak mengidentifikasi dengan orangtua, mengembangkan gerakan tubuh,
ketrampilan bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan menentukan tujuan.
Keberhasilan pencapaian tugas pada perkembangan ini akan mengembangkan inisiatif
anak dan sebaliknya kegagalan akan menyebabkan anak menjadi merasa bersalah,
akibatnya anak takut mencoba lagi.

d. Sekolah (school), usia 6-12 tahun : Industry vs inferiority


Pada tahap ini dunia anak meluas keluar dari keluarga, anak mulai bergaul dengan teman
sebaya, guru dan orang dewasa. Kompetensi anak berkembang dan perlu didorong untuk
belajar secara formal, mengenal kompetisi. Keberhasilan pencapaian tugas pada
perkembangan ini akan mengembangkan sikap membangun (industry) dan sebaliknya
kegagalan akan menyebabkan anak menjadi merasa tidak berhasil dan menjadi rendah
diri.

e. Remaja (adolesence), usia 13-18 tahun : Identity vs crisis indentity


Pada tahap ini remaja mengalami kematangan seksual, mencari jati diri, fase mencoba-
coba, mencari idola. Keberhasilan pencapaian tugas pada perkembangan ini akan
mengembangkan sikap identifikasi diri dan sebaliknya kegagalan akan menyebabkan
remaja mengalami krisis identitas atau kekacauan identitas.

f. Dewasa muda (young adulthood), usia 18-25 tahun: Intimacy vs isolation


Pada tahap ini individu membangun keintiman dan berketurunan. Keberhasilan pada
tahap ini ditandai dengan individu siap membina hubungan dengan lawan jenis secara
resmi dan memiliki keturunan, sebaliknya kegagalan pada tahap ini membuat individu
menarik diri.

g. Dewasa (adulthood), usia 25-60 tahun : Generativity vs stagnation


Pada tahap ini individu membina dan membimbing generasi penerus (anak-anak),
produktif dan kreatif dalam menciptakan benda dan ide-ide baru, stabil dalam
kehidupannya baik secara ekonomi maupun sosial. Keberhasilan pada tahap ini ditandai
dengan individu siap membina generasi berikutnya dan produktif, sebaliknya kegagalan
pada tahap ini membuat individu stagnan atau tidak berkembang.

h. Tua (aging), usia lebih dari 60 tahun : integrity vs despair


Pada tahap ini individu atau lansia melakukan banyak penyesuaian terhadap berbagai
perubahan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Individu menjadi lebih bijaksana dalam
mempertahankan integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya menurun.
Keberhasilan pada tahap ini ditandai dengan individu memiliki integritas diri yang baik,
sebaliknya kegagalan pada tahap ini membuat individu putus asa.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Salemba Medika, 2015.

Anda mungkin juga menyukai