Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak
normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan terbagi
dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan
terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,
cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan.
aKeperawatan jiwa adalah suatu proses interpersonal dengan tujuan untuk meningkatkan dan
memelihara perilaku-perilaku yang mendukung terwujudnya suatu kesatuan yang harmonis
(integrated). Klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau masyarakat. Tiga
wilayah praktik keperawatan jiwa meliputi perawatan langsung, komunikasi, dan manajemen.
Menurut Stuart , stress adaptasi memberikan asumsi bahwa lingkungan secara alami memberikan
berbagai strata social, dimana perawat psikiatri disediakan melalui proses keperawatan dalam
biologis, psikologis, sosiokultural, dan konteks legal etis, bahwa sehat/sakit, adaptif/maladaptive
sebagai konsep yang jelas, tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier termasuk
didalamnya empat tingkatan dalam penatalaksanaan psikiatrik meliputi : Peningkatan kesehatan,
Pemeliharan kesehatan, Kondisi akut, Kondisi kritis.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan tentang model adaptasi – stress (Stuart Sundeen).
b. Mampu menilai respon pasien .
c. Mampu membuat psikodinamika terjadi gangguan jiwa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Sehat sakit dan adaptasi maladapatasi merupakan konsep yang berbeda. Tiap konsep
berada pada rentang yang terpisah. Jadi seseorang yang mengalami sakit baik fisik
maupun psikiatri dapat beradaptasi terhadap keadaan sakitnya. Sebaliknya seseorang
yang tidak didiagnosa sakit mungkin saja mempunyai respon koping yang maladaptif.
Kedua rentang ini mencerminkan model praktik keperawatan dan medik yang saling
melengkapi.Model praktik keperawatan merupakan kerangka bagi perawat dalam
melakukan asuhannya. Model adalah suatu cara untuk mengorganisasi kumpulan
pengetahuan yang kompleks. Model memiliki banyak tujuan. Model dapat membantu
menjelaskan hubungan, memunculkan hipotesis, dan memberikan perspektif akan adanya
ide yang abstrak. Selain itu, juga dapat menyediakan struktur untuk berpikir,
mengobservasi dan menginterpretasi sesuatu yang dilihat. Model praktik keperawatan
juga diartikan sebagai kerangka acuan di mana klien, lingkungan dan status
kesehatannya, dan aktivitas perawat digambarkan. Model tersebut menjelaskan kenapa
individu berespon terhadap stres dan membantu menyediakan pemahaman tentang proses
dan tujuan yang diinginkan dari intervensi keperawatan.
Perawat jiwa dapat meningkatkan kualitas asuhan mereka jika tindakan mereka
didasarkan pada model praktik keperawatan yang inklusif, holistik, dan relevan dengan
kebutuhan klien, keluarga, kelompok dan komunitas. Model praktik keperawatan jiwa
yang dipakai saat ini secara luas di dunia adalah Model Stuart Stres Adaptasi
(dikembangkan oleh Gail Stuart pada tahun 1980an), yang mengintegrasikan aspek
biologi, psikologi, sosial kultural, lingkungan dan legal etik dari perawatan klien dalam
suatukesatuankerangka praktik.
B. Model Stres Adaptasi Stuart
1. Faktor Predisposisi : semua kejadian, hal, atau peristiwa (baik biologis, psikologis
dan atau sosial budaya) yang terjadi di sepanjang hidup manusia yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa pada manusia tersebut.
a) Faktor Biologis; contoh : riwayat lahir kembar monozygot, memiliki garis
keturunan penderita gangguan jiwa, cacat badan, status nutrisi, paparan
racun dll.
b) Faktor Psikologis; contoh : tingkat intelegensia, tingkat moral, tipe
kepribadian, pengalaman yang tidak menyenangkan, konsep diri dll.
c) Faktor Sosial Budaya; contoh : usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, agama dan keyakinan, dukungan sosial dll.
2. Stresor Presipitasi : merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan dan membutuhkan energi ekstra/sangat besar
untuk mengatasinya. Karakteristik stresor presipitasi adalah sifat, asal, waktu dan
jumlah.
a) Sifat; sifat stresor presipitasi di sini menunjukkan jenisnya (biologis,
psikologis dan atau sosial budaya). Contoh dari masing
b) Asal; asal stresor presipitasi bisa berasal dari dalam individu (contoh :
persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya sendiri, orang lain dan
lingkungannya; sakit fisik dll) dan atau dari luar individu (contoh :
kurangnya dukungan sosial, pengalaman sosial yang tidak menyenangkan,
dll).
c) Waktu; waktu terjadinya stresor bisa terjadi dalam waktu dekat, waktu
yang cukup lama, dan atau terjadi secara berulang.
d) Jumlah; jumlah stresor bisa satu atau lebih dari satu.
3. Penilaian terhadap stresor : merupakan reaksi individu terhadap stresor presipitasi
yang dihadapinya. Reaksi ini bisa berupa reaksi kognitif (contoh : berpikir ingin
bunuh diri, berkurangnya motivasi, konsentrasi atau tingat kesadaran dll), afektif
(contoh : merasa sedih, merasa marah, tidak berdaya dll), fisiologis (contoh :
perubahan pada tanda-tanda vital dan status fisiologis lainnya), perilaku (contoh :
menolak untuk melakukan aktivitas sehari-hari, berbicara sendiri, sering komat-
kamit dll), dan sosial (contoh : mengamuk, memukul orang lain, menarik diri dari
pergaulan dll).
Penilaian terhadap stresor ini merupakan data fokus yang bisa digunakan oleh
perawat untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
4. Sumber Koping : semua hal yang bisa dijadikan alat untuk membantu individu
mengatasi stresornya secara konstruktif atau sebaliknya dapat menjadikan
individu menggunakan mekanisme pemecahan masalah yang salah. Terdiri dari :
kemampuan personal (bakat, kepandaian dll), dukungan sosial (punya sahabat
sedikit atau banyak dll), aset materi (kekayaan, punya asuransi atau tidak dll), dan
keyakinan positif (kepercayaan terhadap diri sendiri dan Tuhan, lebih berfokus
kepada pengobatan daripada pencegahan dll).
5. Mekanisme koping : tiap upaya yang dilakukan untuk penatalaksanaan stres
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung (task oriented) dan mekanisme
pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri (ego oriented).
a) Contoh Task Oriented :
Berikut ini adalah beberapa pengobatan gangguan jiwa yang bisa dilakukan, di antaranya:
1. Psikofarmakologi
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan memberikan
terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga
gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi penyembuhan sakit jiwa ini diberikan
dalam jangka waktu relatif lama, bisa berbulan-bulan hingga memakan waktu bertahun-
tahun.
2. Psikoterapi
Terapi gangguan jiwa yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.
3. Terapi psikososial
Terapi penyembuhan sakit jiwa ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri
tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita
selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengonsumsi obat
psikofarmaka (Hawari, 2007).
4. Terapi psikoreligius
Terapi gangguan jiwa lainnya adalah terapi keagamaan. Terapi ini berupa kegiatan
ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada
Tuhan, mendengar ceramah keagamaan, atau kajian kitab suci. Serangkaian penelitian
terhadap pasien pasca epilepsi menemukan bahwa, sebagian besar mengungkapkan
pengalaman spiritualnya dengan menemukan kebenaran tertinggi karena merasa
berdekatan dengan cahaya Ilahi.
5. Rehabilitasi
Penyembuhan sakit jiwa yang paling banyak dilakukan adalah program rehabilitasi.
Hal ini penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali ke keluarga dan
masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi.Dalam
program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; dengan terapi kelompok
yang bertujuan membebaskan penderita dari stres dan dapat membantu agar dapat
mengerti sebab dari kesukaran serta membantu terbentuknya mekanisme pembelaan
yang lebih baik dan dapat diterima oleh keluarga/masyarakat.Selain itu, menjalankan
ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olahraga,
keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, dan rekreasi (Maramis, 1990).
Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala
dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti
program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke
keluarga dan ke masyarakat (Hawari, 2007).Selain itu, peran keluarga adalah sesuatu
yang penting dalam penyembuhan sakit jiwa ini. Keluarga adalah orang-orang yang
sangat dekat dengan pasien dan dianggap paling banyak tahu kondisi pasien serta
dianggap paling banyak memberi pengaruh pada pasien.
2. Struktur kepribadian
Struktur kepribadian bersifat : sebagai sifat umum seseorang, sifat pembeda dengan
oranglain, bersifat awet atau menetap, sifat kesatuan dan konsisten.
2. Ego
Ego bekerja berdasarkan prinsip realita (reality principle), dan berada pada daerah
conscious, preconscious dan unconcious. Ego adalah eksekutif (pelaksana) kepribadian,
dengan dua tugas utama yaitu memilih stimuli mana yang akan di respon atau insting
mana yang akan dipuaskan sesuai prioritas kebutuhan dan tugas kedua menentukan kapan
dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang
resikonya minimal. Ego berusaha memenuhi id sekaligus juga memenuhi kebutuhan
moral, untuk itu dibutuhkan juga superego.
3. Super ego
Super ego merupakan kekuatan moral dan etik kepribadian, yang memakai prinsip
idealistik (idealistic princple). Super ego dapat berbentuk nilai-nilai yang ditanamkan
orangtua seperti hal-hal yg dilarang, dianggap salah, dan akan dihukum, hal tersebut akan
diterima sebagai suara hati (conscience). Sedangkan apapun yang disetujui akan
diberikan pujian, hadiah diterima sebagai standar kesempurnaan/ego ideal. Super ego
bekerja pada daerah conscious, preconscious dan unconcious. Fungsi superego (3) adalah
1). mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik menjadi tujuan-tujuan
moralistik, 2). merintangi impuls id, terutama impuls seksual dan agresif yg bertentangan
dengan norma, 3). mengejar kesempurnaan.