PENDAHULUAN
1
rambu; besar untuk kecepatan tinggi, sedang untuk kecepatan
sedang, kecil untuk kecepatan rendah,
• Marka: bentuk: marka penuh, marka putus putus, marka
sejajar jalan, marka melintang jalan, marka chevron, zigzag dll.
Warna: putih, kuning, merah, Dimensi:
• APILL: phase, siklus, pelican, dll
1.3. TUJUAN
2
perlengkapan jalan memberi informasi kepada pengguna jalan
tentang peraturan dan petunjuk yang diperlukan untuk
mencapai arus lalu lintas yang selamat, seragam dan
beroperasi dengan efisien.
Tujuan dari modul ini adalah dapat menilai perlengkapan jalan
yang meliputi standar dimensi, bentuk, warna,penempatan,
posisi, jarak dan pemasangan.
3
BAB II
ISTILAH DAN DEFINISI
B. Bagian Jalan
Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh
jalur lalu lintas, median, dan bahu jalan
Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang
berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk
menampung kendaraan yang berhenti, keperluan
darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis
pondasi bawah, pondasi atas, dan permukaan
Bundaran adalah persimpangan yang dilengkapi lajur
lingkar dan mempunyai desain spesifik, dilengkapi
perlengkapan lalu lintas
Daun Rambu adalah pelat aluminium atau bahan logam
lainnya tempat ditempelkan/dilekatkannya rambu
Jalur Jalan adalah bagian jalan yang dipergunakan
untuk lalu lintas kendaraan
4
Lajur adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau
tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu
kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda
motor
Lalu lintas adalah adalah gerak kendaraan, orang atau
hewan di jalan
C. Marka Jalan
Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan
jalan atau di atas permukaan jalan yangmeliputi peralatan
atau tanda yang membentuk garis membujur, garis
melintang, garis serong serta lambang lainnya yang
berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan
membatasi daerah kepentingan lalu lintas
5
atau marka melintang, untuk menyatakan suatu daerah
permukaan suatu daerah permukaan jalan yang bukan
merupakan jaur lalu lintas kendaraan
Papan tambahan adalah adalah papan yang dipasang di
bawah daun rambu yang memberikan penjelasan lebih
lanjut dari suatu rambu
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan
yang tidak bersifat sementara
Pengguna jalan adalah adalah pengemudi kendaraan
dan/atau pejalan kaki
Persimpangan adalah titik pertemuan atau percabangan
jalan, baik yang sebidang maupun yang tidak sebidang
Pulau lalu lintas adalah bagian jalan yang tidak dapat
dilalui oleh kendaraan, dapat berupa marka jalan atau
bagian jalan yang ditinggikan
D. Rambu
6
Rambu peringatan adalah rambu yang digunakan untuk
memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau
tempat berbahaya di bagian jalan di depannya
Rambu perintah adalah rambu yang digunakan untuk
menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh
pengguna jalan.
Rambu Petunjuk dalah rambu yang digunakan untuk
meyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi,
kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi
pengguna jalan
7
BAB III
MARKA JALAN
3.1 UMUM
8
2. Marka membujur berupa garis utuh harus digunakan pada
lokasi
a. Menjelang persimpangan sebagai pengganti garis
putus-putus pemisah arah lajur. Garis utuh harus
didahului dengan garis putus-putus sebagai peringatan.
(Gambar 2)
9
b. Pada jalan yang jarak pandangnya terbatas seperti di
tikungan atau lereng bukit atau pada bagian jalan yang
sempit, marka garis utuh berfungsi untuk melarang
kendaraan yang akan melewati kendaraan lain pada
lokasi tersebut (Gambar 3).
10
b. memperingatkan akan ada marka membujur berupa garis
utuh di depan dan pembatas jalur pada jalan 2 ( dua) arah,
Marka membujur berupa garis ganda yang terdiri dari garis utuh
dan garis putus-putus memiliki arti:
a. lalu lintas yang berada pada sisi garis putus-putus dapat
melintasi garis ganda tersebut;
11
b. lalu lintas yang berada pada sisi garis utuh dilarang
melintasi garis ganda tersebut
Gambar 6 menunjukkan ukuran marka membujur garis ganda
utuh dan putus-putus, dan Gambar 7 menunjukkan ukuran
marka membujur garis ganda utuh
12
isyarat lalu lintas atau rambu larangan sebagaimana pada
Gambar 8 (Lampiran I Tabel 2 A Nomor 1a dan 1c sampai
dengan 1f Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61
Tahun 1993 tentang Rambu-rambu Lalu Lintas Jalan).
Gambar 9 menunjukkan ukuran marka melintang pada
persimpangan dengan APILL.
Gambar 9
13
berupa garis berhenti juga dapat dilengkapi dengan garis
membujur atau tulisan “STOP” pada permukaan jalan
14
permukaan jalan dapat dilengkapi dengan garis putus-putus
dan tanda panah untuk menunjukan arah yang ditempuh
15
3.4 MARKA SERONG
a. Marka serong berupa garis utuh dilarang dilintasi kendaraan.
Marka serong yang dibatasi dengan rangka garis utuh
digunakan untuk menyatakan:
- daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan
- pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas.
Pada saat mendekati pulau lalu lintas, permukaan jalan
harus dilengkapi marka lambang berupa chevron
sebagai tanda mendekati pulau lalu lintas (Gambar 13
dan Gambar 14).
16
b. Marka serong untuk menyatakan pemberitahuan awal atau
akhir pemisah jalan, pengarah lalu lintas dan pulau lalu lintas
17
Gambar 14
18
c. Marka lambang untuk menyatakan pemisahan arus lalu
lintas sebelum mendekati persimpangan yang tanda
lambangnya berbentuk panah
19
d. Marka Peringatan Mendekati Perlintasan Sebidang
Dengan Kereta Api Apabila mendekati jalan kereta api
yang tidak menggunakan pintu perlintasan, harus diberi
marka melintang berupa garis dan marka lambang
berupa tanda di permukaan jalan.
20
f. Marka berupa garis utuh berwarna kuning pada bingkai jalan
menyatakan dilarang berhenti pada daerah tersebut
g. Paku Jalan
Paku Jalan berfungsi sebagai reflektor marka jalan
khususnya pada cuaca gelap dan malam hari.
Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning
digunakan untuk pemisah jalur atau lajur lalu lintas.
21
Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna merah
ditempatkan pada garis batas di sisi jalan.
Paku jalan dengan pemantul berwarna putih ditempatkan
pada garis batas sisi kanan jalan.
Paku jalan dapat ditempatkan pada :
- Batas tepi jalur lalu lintas ;
- Marka membujur berupa garis putus-putus sebagai tanda
peringatan ;
- Sumbu jalan sebagai pemisah jalur;
- Marka membujur berupa garis utuh sebagai pemisah lajur
bus;
- Marka lambang berupa chevron;
- Pulau lalu lintas
22
BAB IV
RAMBU LALU LINTAS
4.1. UMUM
Rambu adalah alat yang utama dalam mengatur, memberi
peringatan dan mengarahkan lalu lintas.
Rambu yang efektif harus memenuhi hal-hal berikut:
1. memenuhi kebutuhan.
2. menarik perhatian dan mendapat respek pengguna jalan.
3. memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti.
4. menyediakan waktu cukup kepada pengguna jalan dalam
memberikan respon.
23
3. Lokasi rambu
Lokasi rambu berhubungan dengan pengemudi sehingga
pengemudi yang berjalan dengan kecepatan normal dapat
memiliki waktu yang cukup dalam memberikan respon.
4. Operasi rambu
Rambu yang benar pada lokasi yang tepat harus memenuhi
kebutuhan lalu lintas dan diperlukan pelayanan yang
konsisten dengan memasang rambu yang sesuai
kebutuhan.
5. Pemeliharaan rambu
Pemeliharaan rambu diperlukan agar rambu tetap berfungsi
baik.
24
4.1.1.2. Rambu di sebelah kanan (Gambar 22)
25
4.1.2. Tinggi rambu
26
b. Ketinggian penempatan rambu di lokasi fasilitas pejalan kaki
minimum 2,00 meter dan maksimum 2,65 meter diukur dari
permukaan fasilitas pejalan kaki sampai dengan sisi daun
rambu bagian bawah atau papan tambahan bagian bawah,
apabila rambu dilengkapi dengan papan tambahan
27
d. Ketinggian penempatan rambu di atas daerah manfaat jalan
adalah minimum 5,00 meter diukur dari permukaan jalan
sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah.
28
b. Rambu petunjuk pada Gambar 28e (Lampiran I Tabel 3
Nomor 5, 6k, 6r, 8 dan rambu petunjuk fasilitas Tabel 3
Nomor 9 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun
1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan),
pemasangan posisi rambunya sejajar dengan sumbu jalan.
29
c. Pada kondisi jalan yang melengkung ke kanan, rambu
petunjuk yang ditempatkan pada sisi jalan, pemasangan
posisi rambu tegak lurus terhadap sumbu jalan.
30
e. Posisi rambu tidak boleh terhalangi oleh bangunan,
pepohonan atau benda-benda lain yang dapat berakibat
mengurangi atau menghilangkan arti rambu tersebut.
31
g. Pemasangan daun rambu pada satu tiang maksimum 2
(dua) buah daun rambu
32
4.2.1. Penempatan Rambu Peringatan
a. Rambu peringatan ditempatkan pada sisi jalan sebelum
tempat atau bagian jalan yang berbahaya dengan jarak
sesuai dengan Tabel 1.
33
dimulai pada awal tikungan sampai dengan akhir tikungan,
jarak antara masing-masing rambu sesuai dengan
kebutuhan
34
d. Rambu peringatan Tabel 1 Nomor 22b jarak penempatannya
diukur dari rel kereta api yang terdekat serta dapat
dilengkapi dengan rambu peringatan seperti pada Gambar
37 (Tabel 1 Nomor 24a, 24b, dan 24c Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu
Lalu Lintas di Jalan)
35
4.3. RAMBU LARANGAN
36
b. Rambu larangan pada Gambar 46b (Tabel 2A Nomor l e, 4a,
dan 4b Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun
1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan pada sisi jalan pada awal bagian jalan
dimulainya rambu larangan
37
d. Rambu larangan pada Gambar 48 (Tabel 2A Nomor 4a dan
4b Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) yang
ditempatkan secara berulang dengan jarak lebih dari 15
meter, dapat dilengkapi dengan papan tambahan yang
menyatakan jarak tertentu
38
d. Lingkaran
e. Persegi Panjang
4. 4. RAMBU PERINTAH
39
4.4.1. Penempatan Rambu Perintah
Gambar 59
40
c. Rambu perintah pada gambar 60 (Tabel 2B Nomor la dan lb
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) ditempatkan
pada sisi seberang jalan dari arah lalu lintas datang.
41
e. Rambu perintah pada Gambar 62 (Tabel 2B Nomor 3a, 3b
dan 3c Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun
1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan di sisi jalan pada bagian awal lajur atau bagian
jalan yang wajib dilewati
42
f. Rambu perintah sebagaimana dalam Tabel 2B Nomor 5b dan
6b ditempatkan di sisi jalan pada batas akhir berlakunya
rambu perintah Tabel 2B Nomor 5a dan 6a Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993 tentang
Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan.
43
4.5. RAMBU PETUNJUK
44
b. Rambu petunjuk pendahulu jurusan, rambu petunjuk jurusan
dan dan rambu penegas jurusan yang menyatakan petunjuk
arah untuk mencapai tujuan antara lain kota,
daerah/wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan
dinyatakan dengan warna dasar hijau dengan lambang
dan/atau tulisan warna putih.
45
d. Khusus rambu petunjuk jurusan kawasan dan objek wisata
dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang
dan/atau tulisan warna putih
46
b. Rambu petunjuk pada Gambar 69a (Tabel 3 Nomor 1a
sampai dengan 1g Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan sedekat mungkin pada lokasi yang ditunjuk
dengan jarak maksimum 50 meter
47
Gambar 70
48
e. Rambu petunjuk pada Gambar 72 (Tabel 3 Nomor 4a, 4c, 5,
6a, 6b 6c, 6g 6i dan 6k, 6r, 7 dan 8 Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu
Lalu Lintas di Jalan) ditempatkan pada awal petunjuk
tersebut dimulai
49
f. Rambu petunjuk pada Gambar 73 (Tabel 3 Nomor 4b. 4d, 6h,
6j, dan 6q Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61
tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan pada bagian jalan pada akhir berlakunya
rambu yang bersangkutan
50
g. Rambu petunjuk sebagaimana pada Gambar 74 (Tabel 3
Nomor 6c, 6k sampai dengan 6p, dan 6s, 9a sampai
dengan 9w Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61
tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan),
ditempatkan pada lokasi yang ditunjuk dan untuk petunjuk
awal sebelum lokasi yang ditunjuk tersebut dapat dipasang
rambu yang sama dilengkapi dengan papan tambahan yang
menyatakan jarak.
51
h. Rambu petunjuk pada Gambar 75 (Tabel 3 Nomor 6e dan 6f
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) ditempatkan
pada awal bagian jalan.
52
i. Rambu petunjuk pada gambar 76 (Tabel 3 Nomor 6k
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) yang dilengkapi
dengan papan tambahan dengan tulisan 'Terminal', dapat
digunakan sebagai petunjuk awal lokasi terminal.
53
54
4.5.3. Rambu Pendahulu Petunjuk Jurusan
4.5.3.1. Umum
55
- Jumlah tujuan dalam satu rambu harus dibatasi. Tidak lebih
dari 4 (empat) tujuan pada rambu yang sama atau pada
kombinasi rambu. Hal ini berarti seluruh perencanaan
rambu pendahulu petunjuk jurusan harus berdasarkan
asumsi bahwa pengemudi memiliki peta jalan dan
mengetahui pengetahuan secara umum dalam memilih rute.
- Rambu identifikasi lokasi harus selalu memastikan tujuan
yang diberikan pada rambu pendahulu petunjuk jurusan
kecuali lokasi tujuan tersebut sudah sangat jelas.
- Lokasi-lokasi atau situasi yang sama harus diberi rambu
secara konsisten. Desain rambu juga harus sama untuk
lokasi yang serupa.
Bentuk rambu pendahulu petunjuk jurusan pada umumnya
bujur sangkar atau persegi panjang, dengan tulisan dan simbol
putih pada latar belakang hijau.
Rambu pendahulu petunjuk jurusan, untuk selanjutnya disebut
RPPJ, harus ditempatkan pada jarak tertentu dari
persimpangan, sehingga efektif baik pada siang hari maupun
pada malam.
56
4.5.3.2. Jenis Rambu Petunjuk Pendahulu Jurusan
a. Rambu Diagramatik
57
b. Rambu Bersusun
• Rambu bersusun dapat digunakan sebagai RPPJ pada
jalan dengan volume lalu lintas yang lebih rendah, namun
memerlukan informasi awal.
58
• Jika digunakan rambu bersusun sebagai RPPJ, harus
dilengkapi dengan papan tambahan yang menunjukkan
jarak rambu dengan persimpangan. Jarak antara rambu
dengan persimpangan adalah 200-400 m di luar kota dan
50-200 m di dalam kota.
• Anak panah yang menunjukkan arah kiri dan kanan harus
memiliki tangkai dan berbelok 45 derajat atau 90 derajat
mengikuti desain dari persimpangan.
59
85 untuk persimpangan di luar kota.
60
c. Rambu Pendahulu Petunjuk Jurusan - Arah Lajur
- RPPJ arah lajur digunakan untuk memberi informasi tujuan
dari lajur yang berbeda pada persimpangan berlajur
banyak.
- RPPJ arah lajur harus dipasang di atas daerah manfaat
jalan. Jumlah anak panah pada rambu harus sama
dengan jumlah lajur.
- Apabila mungkin, anak panah pada rambu harus
ditempatkan di atas garis tengah lajur yang ditunjuk atau
paling tidak di dalam batas lajur yang ditandai dengan
marka jalan.
61
- Anak panah pada rambu harus menunjuk ke arah bawah.
- Keputusan penggunaan rambu di atas daerah manfaat
jalan didasarkan pada kriteria berikut:
1. terdapat lebih dari tiga lajur pendekat
2. volume lalu lintas tinggi
3. desain persimpangan cukup rumit
4. jarak pandang terbatas
5. kecepatan kendaraan tinggi
6. persentase kendaraan truk tinggi
7. tidak terdapat ruang untuk menempatkan rambu di bawah
62
d. Rambu Pendahulu Petunjuk Jurusan - Pilihan Lajur
RPPJ pilihan lajur digunakan untuk memberi informasi
pengaturan arah pergerakan pada lajur di depan. Rambu
petunjuk pemilihan lajur meliputi
63
Dua Lajur , ke arah lurus dan ke arah lurus dan belok kiri.
Dua Lajur , ke arah hanya lurus dan ke arah lurus dan belok
kanan
Dua lajur , ke arah hanya lurus dan belok kiri serta ke arah
lurus dan belok kanan
64
- Rambu petunjuk ke luar harus digunakan pada titik ke luar
dari jalan dengan lajur perlambatan.
- Rambu petunjuk ke luar harus ditempatkan pada awal
taper. Rambu pada umumnya ditempatkan di sisi kiri
jalan, Anak panah pada rambu harus miring ke atas pada
sisi kiri dari rambu.
65
- Rambu ini digunakan pada jalan untuk memastikan tujuan
yang sebelumnya telah disebutkan pada rambu petunjuk.
Pada daerah perkotaan rambu ini tidak digunakan, kecuali
pada jalan bebas hambatan.
- Rambu ini penting karena akan mengurangi keragu-raguan
pengemudi dalam memilih jalan.
- Rambu ditempatkan 200 meter dari persimpangan, atau jika
terdapat lajur percepatan, 200 meter dari berakhirnya lajur
percepatan. Rambu penegasan dapat diulangi sepanjang
jalan pada jarak setiap 10-20 km.
- Rambu harus mengandung tujuan utama dari jalan dan kota
terdekat serta jarak ke tujuan tersebut
66
c. Untuk menyatakan nama jalan di persimpangan tiga tipe T,
papan nama jalan ditempatkan di seberang jalan
menghadap arus lalu lintas datang.
67
ataupun perihal lainnya sebagai hasil manajemen dan
rekayasa lalu lintas.
b. Papan tambahan ditempatkan dengan jarak 5 sentimeter
sampai dengan 10 sentimeter dari sisi terbawah daun
rambu dengan ketentuan lebar papan tambahan secara
vertikal tidak melebihi sisi daun rambu
c. Persyaratan papan tambahan
68
− Ukuran perbandingan papan tambahan antara panjang
dan lebar adalah 1 (satu) berbanding 2 (dua).
69
BAB V
ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS
70
b. Lampu 2 (dua) warna, untuk mengatur kendaraan dan/atau
pejalan kaki;
• Lampu dua warna terdiri dari warna merah dan hijau.
• Lampu dua warna dipasang dalam posisi vertikal atau
horizontal.
• Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari
atas ke bawah dengan urutan merah, hijau.
• Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari
kiri ke kanan menurut arah datangnya lalu lintas dengan
urutan merah, hijau.
71
c. Lampu 1 (satu) warna, untuk memberikan peringatan
bahaya kepada pemakai jalan.
72
c. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada
persimpangan, ditempatkan pada sisi kiri jalur
lalu lintas menghadap arah datangnya lalu lintas
dan dapat diulangi pada sisi kanan atau di atas
jalur lalu lintas
73
d. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persilangan
sebidang dengan jalan kereta api, ditempatkan
pada sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah
datangnya lalu lintas dan dapat diulangi pada sisi
kanan jalur lalu lintas.
74
f. Apabila alat pemberi isyarat lalu lintas ditempatkan
di atas permukaan jalan tinggi lampu bagian
paling bawah sekurang-kurangnya 5,50 meter
dari permukaan jalan.
75
BAB VI
FASILITAS PENERANGAN JALAN
6.1 UMUM
76
6.2 PENEMPATAN LAMPU PENERANGAN JALAN PADA
JALAN DUA ARAH
77
BAB VII
PERLENGKAPAN JALAN YANG BERKAITAN TIDAK LANGSUNG
DENGAN PENGGUNA JALAN
78
79
Jenis - jenis Kereb
17/01/2015 26
80
BAB VIII
MANAJEMEN LALULINTAS
8.1. UMUM
81
dan efisien, serta selaras dengan lingkungan sosial
(kearifan lokal) melalui koordinasi di dalam perencanaan
implementasi berbagai elemen manejemen lalu lintas
sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan satu
dengan lainnya, bahkan apabila memungkinkan
elemen-elemen tersebut saling memperkuat.
c. Prinsip yang digunakan dalam mengendalikan lalu lintas
adalah mengambil langkah untuk secara terus menerus
mengendalikan lalu lintas serta upaya yang dilakukan
untuk memecahkan permasalahan lalu lintas yang
timbul serta memprediksi sebelum permasalahan
tersebut terjadi, untuk kemudian dipersiapkan solusi,
jangan sampai permasalahan membesar dan tidak
terkendali seperti yang sekarang bisa kita amati dari
pertumbuhan lalu lintas sepeda motor yang luar biasa
dan lalu lintasnya cenderung selalu melanggar aturan
lalu lintas tanpa ada langkah untuk melakukan
penindakan hukum yang nyata/significant terhadap
pelanggaran yang mereka buat.
a. Arus lalu-lintas
82
dengan memahami karakteristik arus lalu-lintas.Dengan
memahami prinsip-prinsip dasar teori arus lalu-lintas
merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan
tersebut. Dewasa ini tidak ada teori pemersatu tentang
arus lalu-lintas, kebanyakan pengetahuan yang terdapat
pada bidang ini lebih bersifat empiris.
83
probabilitas dari hasil-hasilyang ada. Metode
pembuatan model stokastik ini memperhitungkan
berbagai variasi diantara hasil-hasil yang mungkin,
bukan hanya hasil rata-rata (Lay, dalam C.Jatin Khisty,
B.Kent Lall,2005)
84
pengemudi (dan kendaraannya) menempatkan dirinya
terhadap kendaraan lainnya dan terhadap jalan raya
atau sistem pengarah lainnya. Perhatikanlah bahwa
pendekatan mikroskopis berhubungan sangat erat
dengan pendekatan faktor-manusia (Drew, 1968 dalam
Dasar-dasar Rekayasa Transportasi C.Jatin Khisty,
B.Kent Lall)
85
BAB IX
9.1 Pendahuluan
86
pula prosedur untuk menentukan kapasitas dan tingkat pelayanan dari
fasilitas-fasilitas transportasi arus terhenti/terganggu; jalan tol, jalan
raya multi lajur, dan jalan raya dua lajur. Fasilitas arus lalu-lintas yang
tidak bebas hambatan, seperti persimpangan dan jalan arteri yang
diberi rambu.
87
b. Persimpangan tanpa lampu lalu-lintas
c. Jalan perkotaan
b. Pejalan kaki
c. Sepeda
88
(TRB,2000 dalam Dasar-dasar Rekayasa Transportasi C.Jatin Khisty,
B.Kent Lall).
89
operasional. Meskipun konsep LOS berupaya untuk mencakup banyak
kondisi operasi, keterbatasan dalam hal pengumpulan data dan
ketersediaannya membuat upaya untuk meninjau semua parameter
operasional untuk setiap jenis fasilitas transportasi menjadi tidak
praktis. Parameter-parameter yang dipilih untuk menentukan LOS
untuk setiap jenis fasilitas disebut ukuran keefektifan (measures of
effectiveness, MOE). Pada gilirannya MOE merepresentasikan ukuran-
ukuran yang dapat memberi penjelasan terbaik mengenai kualitas
operasi pada fasilitas tersebut. Sebagai contoh, kepadatan (banyaknya
kendaraan penumpang per mil per lajur (pc/mi/ln), kecepatan
(kecepatan kendaraan-penumpang rata-rata), dan rasio volume-
kapasitas (v/c) adalah MOE untuk ruas jalan tol dasar. Dilain pihak,
persentase waktu tempuh dan rata-rata kecepatan tempuh adalah
MOE yang digunakan untuk jalan raya dua-lajur (TRB, dalam C.Jatin
Khisty, B.Kent Lall,2005).
90
Tabel: 1 Tingkat pelayanan
Tingkat Pelayanan Rentang Kepadatan
(kendaraan penumpang/mil/lajur)
A 0-11
B 12-18
C 19-26
D 27-35
E 36-45
F > 45
Kriteria-kriteria tingkat pelayanan ruas jalan tol dasar diperlihakan pada
Tabel .1
91
LOS C: Memungkinkan aliran arus dengan kecepatan yang masih
pada atau mendekati kecepatan arus-bebas;kebebasan bermanuver
di dalam aliran lalu-lintas semakin terbatas dan perpindahan lajur
membutuhkan kewaspadaan pengemudi spacing rata-rata 22O feet'
Bahaya lokal akibat kecelakaan cukup besar dan biasanya akan terjadi
antrian di belakang Suatu penghalang yang signifikan.Kecelakaan kecil
masih dapat dikendalikan.
92
kapasitas aktual telah melebihi 1,0. Operasi LOS F didalam suatu
antrian adalah akibat dari suatu kemacetan atau penyempitan pada
arah arus tersebut. LOS F juga menggambarkan kondisi-kondisi di titik
penyempitan dan arus pelepasan antrian yang terjadi pada kecepatan
di bawah 50 mil/jam. Kapanpun kondisi ini terjadi, terdapat
kemungkinan peningkatan panjang antrian yang cukup besar.
Vp =
93
fenomena ini' Dijalan tol, faktor jam-puncak biasanya berkisar dari 0,8
sampai 0,95. Faktor jam-puncak rendah biasanya terdapat pada jalan
tol di luar kota atau pada kondisi di luar jam-puncak' Faktor yang lebih
tinggi biasanya terjadi pada kondisi jam puncak di perkotaan atau di
pinggiran kota' Jika data setunpat tidak tersedia, nilai 0,88 dan 0,92
dapat digunakan masing-masing untuk kondisi jam-puncak di
perkotaan/pinggiran kota.
94
secara utuh diterapkan di Indonesia karena karakteristik lalu lintas
yang berbeda akibat dari komposisi arus lalu lintas campuran yang
sangat bervariasi seperti sepeda motor yang dominan, dan perilaku
pengemudi yang spesifik dan cenderung tidak mengikuti kaidah arus
lalu lintas yang benar atau peraturan perundangundangan yang
berlaku.
KAPASITAS DASAR
4/2 D
CO = 1900 SMP/J/L FLAT
CO = 1850 SMP/J/L ROLLING
CO = 1800 SMP/J/L HILLY
4/2 UD
CO = 1700 SMP/J/L FLAT
CO = 1650 SMP/J/L ROLLING
95
CO = 1600 SMP/J/L HILLY
2/2 UD
CO = 3100 SMP/J FLAT
CO = 3000 SMP/J ROLLING
CO = 2900 SMP/J HILLY
KAPASITAS DASAR
2/2 UD
CO = 3000 SMP/J < 0,5 KM; ALL
CO = 2900 SMP/J < 0,8 KM; < 4,5%
CO = 2800 SMP/J LAINNYA
FC
SP
70 0,78
65 0,83
60 0,88
55 0,94
96
50 1,00
45 1,03
DEGREE OF SATURATION
DS = Q/C
DEGREE OF BUNCHING
DB = (JUMLAH KEND. HEADWAY < 5 DT)/Q
2. RUAS JALAN PERKOTAAN
C = CO X FCW X FCSP X FCSF X FCCS (SMP/J)
C = Kapasitas (SMP/JAM)
CO = Kapasitas Dasar (SMP/JAM)
FCW = Faktor Koreksi Lebar Jalur
FCSP = Faktor Koreksi Arah
FCSF = Faktor Koreksi Gangguan Samping
FCCS= Faktor Koreksi Besaran Kota
97
CO = KAPASITAS DASAR (SMP/JAM)
FW = FAKTOR KOREKSI LEBAR PENDEKAT
FM = FAKTOR KOREKSI MEDIAN MAYOR
FCS = FAKTOR KOREKSI BESARAN KOTA
FRSU = FAKTOR KOREKSI LINGK., GG.SAMPING, KTB
FLT = FAKTOR KOREKSI ARUS BELOK KIRI
FRT = FAKTOR KOREKSI ARUS BELOK KANAN
FMI = FAKTOR KOREKSI ARUS MINOR
4. SIMPANG BERSINYAL
C = S X g/c (SMP/J)
S = SO X FCS X FSF X FG X FP X FRT X FLT (SMP/J.HIJAU)
SO = ARUS JENUH DASAR (SMP/JAM.HIJAU)
FCS = FAKTOR KOREKSI BESARAN KOTA
FSF = FAKTOR KOREKSI GG.SAMPING
FG = FAKTOR KOREKSI GRADIEN
FP = FAKTOR KOREKSI PARKIR
FLT = FAKTOR KOREKSI ARUS BELOK KIRI
FRT = FAKTOR KOREKSI ARUS BELOK KANAN
gi = (c – LTI) X PRi
98
gi = waktu hijau phase I (dt)
PRi = phase rasio = FRcrt/T.FRcrt
c = T.g + LTI
5. J A L I N A N
99
BAB X
10.1. Pendahuluan
100
Karena persimpangan harus dimanfaatkan bersama-sama oleh
setiap orang yang ingin menggunakannya, maka persimpangan
tersebut harus dirancang dengan hati-hati, dengan
mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, kecepatan, biaya
operasi, dan kapasitas. Pergerakan lalu-lintas yang terjadi dan
urutan-urutannya dapat ditangani dengan berbagai cara,
tergantung pada jenis persimpangan yang dibutuhkan
(AASHTO, 2001).
101
Penjelasan rinci tentang desain geometris dari persimpangan
sebidang dan interchange diuraikan dalam A policy oi
Geometric Design of Highways and streets yang diterbitkan
oleh American Association of State Highway and Transportation
officials (2001), dan buku ini seharusnya menjadi referensi
untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang desain yang
penting tersebut
102
lintas, kecepatan desain dan.tingkat pengendalian akses. Interchange
merupakan fasilitas yang mahal, dan karena begitu bervariasinya
kondisi lokasi, volume lalu-lintas, dan tata letak interchange, hal-hal
yang menentukan dibuatnya interchange bisa berbeda-beda di tiap
lokasi. AASHTO (2001) menyediakan rincian tentang pemisahan
bidang dan interchange. Hall terpenting dalam mempertimbangkan
suatu interchange jelas: Layakkah biaya untuk suatu interchange
dikeluarkan?
103
Manual on Uniform Traffic Control Devices (MUTCD) (FHWA, 2000)
menetapkan Prinsip-prinsip yang mengatur desain dan penggunaan
alat pengendali lalu-lintas untuk seluruh dan jalan raya yang terbuka
untuk umum, terlepas dari jenis kelas atau instansi pemerintah yang
memiliki kewenangan.
104
peringatan kepada pengemudi, pejalan kaki mengenai kondisi jalan,
dan memandu lalu-lintas agal tetap pada rute yang benar.
untuk mencapai tujuan melalui rambu dan marka jalan. Tujuan ini
berlaku untuk semua alat pengendali, mencakup lampu lalu-lintas,
marka jalan dan kanalisasi. Biasanya, supaya efektif' alat pengendali
harus memenuhi persyaratan dasar berikut:
105
3. Memberikan pesan yang jelas dan sederhana
4. Menghormati pengguna jalan
5. Memberikan waktu yang memadai untuk memberikan respon
yang sesuai
106
Rambu semacam ini memerlukan perhatian pengemudi dan mungkin
menuntut pengurangan kecepatan atau manuver lainnya. Kondisi
khusus dimana rambu peringatan biasa digunakan antara lain pada
zona konstruksi jalan raya dan zona jalan menuju persimpangan,
daerah penggabungan jalur, penyeberangan jalan, dan zona sekolah.
Diagram seperti ini sangat berguna karena jumlah dan jenis konflik
dapat menunjukkan potensi kecelakaan di sebuah persimpangan.
Pada persimpangan yang memiliki dua-lajur, dua arah, dan empat kaki,
terdapat 16 titik potensi konflik perpotongan, delapan konflik
penggabungan dan delapan konflik penyebaran. Persimpangan-T yang
diperlihatkan pada gambar di atas menjalankan fungsi yang hampir
sama dengan persimpangan empat-kaki" dan hanya terdiri dari enam
titik potensi konflik perpotongan, tiga titik konflik penyebaran dan tiga
107
titik konflik penggabungan. Dengan demikian, apakah persimpangan T
lebih superior dibandingkan persimpangan empat-kaki? Belum tentu.
Terdapat beberapa faktor lain yang memainkan peranan penting dalam
memutuskan untuk memilih tipe atau desain persimpangan tertentu
untuk suatu lokasi yang spesifik.
108
10.5.1 Rambu Berhenti
2.
109
(a) Total volume kendaraan yang memasuki persimpangan dari
segala penjuru memililiki tata-rata setidaknya 500 kendaraan
per-jam untuk setiap 8 jam dari hari biasa, dan
(c) ketika kecepatan datang persentil ke-85 dari aliran di jalan utama
melampaui 40 mil per-jam, maka jaminan volume kendaraan
minimumnya adalah 70% dari kebutuhan.
110
3.Dimana terdapat suatu lajur belok-kanan yang terpisah atau
dikanalisasi, namun tanpa adanya lajur percepatan yang memadai.
111
1. Pengemudi harus dibantu dengan garis-garis kanal yang mudah
diikuti.
112
Perputaran umumnya mempunyai tingkat keselamatan yang baik dan
kendaraan tidak harus berhenti saat volume lalu-lintas rendah.
Perputaran yang didesain dengan baik seharusnya dapat
membelokkan kendaraan yang melalui suatu persimpangan dengan
menggunakan pulau pusat (central island) yang cukup besar, pulau di-
dekat-persimpangan yang desainnya layak, dan meliukkan alinyemen
keluar dan alinyemen masuknya (lihat kembali Gambar 8-1).
113
220 feet dan 130 feet dari persimpangan, cukup berdasarkan jarukrata-
rata yang dilalui selama 3 detik. Jarak minimum ini dapat memberi
kesempatan kendaraan di kedua jalan tersebut untuk mengubah
kecepatan sebelum mencapai persimpangan, tetapi fakta ini belum
dapat memastikan kalau persimpangan itu aman.
114
115
10.5.5 Peralatan Lampu Lalu-lintas
Satu metode yang paling penting dan efektif untuk mengatur lalu-lintas
di persimpangan adalah dengan menggunakan lampu lalu-lintas.
Lampu lalu-lintas adalah sebuah alat elektrik (dengan sistem pengatur
waktu) yang memberikan hak jalan pada satu arus lalu-lintas atau lebih
sehingga aliran lalu-lintas ini bisa melewati persimpangan dengan
aman dan efisien. Lampu lalu-lintas sesuai untuk mengurangi:
116
2. Masalah yang timbul akibat tikungan jalan
117
Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan di seluruh aliran
lalulintas.
118
10.6.2. Definisi-definisi yang Berkenaan dengan persimpangan
dan lampu Lalu-lintas
Ada sejumlah istilah yang digunakan dalam bab ini dan beberapa bab
lainnya yang perlu didefinisikan. Definisi-definisi tersebut telah
disarikan dari Traffic Engineering Handbook (plirc-1992) dan Highway
Capacity Manual (TRB, 2000).
119
Faktor jam sibul</puncak (peak-hour factor/PHF): dalam kasus
persimpangan jalan, per-bandingan antara jumlah kendaraan yang
memasuki persimpangan selama jam puncak dengan empat kali
jumlah kendaraan yang masuk selama periode 15-menit puncak'
Jika data lapangan PHF tidak tersedia, maka nilai 0,85 dapat
digunakan, di mana arus lalu-lintas selama periode l5-menit = V/(4
x 0'85) = 0'294V' atau sekitar 0,3V di mana V adalah arus jam-
puncak.
120
Kapasitas; jumlah maksimum kendaraan yang diperkirakan akan
melintasi suatu jalan tertentu atau bagian jalan tertentu dalam satu
arah selama periode waktu tertentu pada kondisi lalu-lintas dan
kondisi jalan yang umum.
121
Volume per-jam: jumlah kombinasi kendaraan yang melintasi
bagian tertentu dari suatu lajur atau jalan selama periode waktu
satu jam.
Bis lintas (through bus): bis yang tidak memiliki jadwal berhenti di
persimpangan yang sedang dianalisis.
Truk: kendaraan yang memiliki enam roda (ban) atau lebih untuk
berjalan.
122
peralatan lainnya yang dapat diaktifkan sesuai kebutuhan (seperti
tombol tekan untuk pejalan kaki yang hendak menyeberang jalan).
123
Pengendali lampu lalu-lintas adalah peranti elektromekanis atau
elektronis yang mengatur panjang dan urutan nyala lampu di
persimpangan. Pengendali yang waktunya sudah diset terlebih dahulu
beroperasi dengan lama waktu yang tetap dialokasikan untuk
pergerakan lalu-lintas tertentu dalam urutan yang tepat; penetapan
waktu dilakukan berdasarkan pengamatan pola arus di persimpangan
tersebut. Pengendali sesuai-lalu-lintas dibuat untuk menerima
informasi mengenai pola arus lalu-lintas dari berbagai alat pengukur
dalam interval waktu yang telah diatur sebelumnya. Informasi ini
digunakan untuk memilih satu dari beberapa skema waktu yang
disimpan di dalam memory alat pengendali.
124
perubahan frekuensi gelombang radar, perubahan induktansi pada
salah satu loop konduksi, deteksi video menggunakan teknik
pemrosesan gambar, dan sebagainya. Alat pendeteksi ini dapat
diletakkan di atas jalan, atau pada permukaa\ atalu di bawah
permukaan jalan, atau cukup pada layar video untuk pemrosesan
gambar. Pendeteksi tersebut berbeda dalam biaya investasi daa
pemeliharaannya, demikian pula tingkat akurasi yang dihasilkan.
125
Dalam Gambar 8-7, pejalan kaki dan kendaraan yang belok ke kiri dan
ke kanan mendapat lampu hijau dalam waktu yang bersamaan. Di A.S.
kendaraan yang menikung ke kiri sering kali diatur agar memungkinkan
untuk melewati persimpangan melalui jeda-jeda (gap) dalam aliran
lalu-lintas yang bergerak padajalan yang sama tetapi dari arah yang
berlawanan.
Waktu antara akhir dari menyalanya lampu hijau untuk satu fase
dengan awal dari menyalanya lampu hijau untuk fase berikutnya
disebut antar hijau (intergreen), atau interval perpindahan. Lampu
kuning diperlihatkan selama periode antar-hijau yang kemudian diikuti
126
dengan lampu merah. Ini diperlihatkan pada Gambar 8-6. Ketika
interval perpindahannya (clearance interval) panjang, maka digunakan
kombinasi antara lampu kuning dan interval semua-merah. Ini juga
diperlihatkan pada Gambar 8-6.
127
atau apakah kita ingin menyeimbangkan permintaan dan kapasitas
pada suatu periode waktu tertentu,atau apakah kita ingin
meminimalkan waktu tempuh individual maksimum di persimpangan,
dan sebagainya. Tiap tujuan akan menghasilkan waktu siklus dan
lampu hijau yang berbeda-beda.
128
BAB XI
129
dinamakan garis stop, sedangkan marka melintang
garis putus putus merupakan marga prioritas (give way).
Marka juga digunakan untuk menunjukkan lokasi parker
maupun lokasi dilarang parker. Mrka yang berada di
persimpangan disebut box junction.
130
c. Separator; merupakan batas fisik arus lalu lintas satu
arah. Biasanya digunakan sebagai pembatas arus lalu
lintas yang berbeda kecepatan, jenis kendaraan, atau
punya fungsi khusus.
131
pejalan kaki. Trotoar yang baik harus memperhatikan
para penyandang cacat dan gender.
132
e. Terowongan/underpass; sebagai alternative dari kembatan
penyeberangan jalan yang didasarkan pada pertimbangan
teknis dan ekonomis lebih menguntungkan.
133
BAB XII
PENUTUP
134