Anda di halaman 1dari 134

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. UMUM: Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung


dengan pengguna jalan.
Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang
Jalandalam Pasal 22 menyebutkan:
(1) Jalan dilengkapi dengan perlengkapan jalan
(2) Perlengkapan jalan terdiri atas perlengkapan yang
berkaitan langsung dan berkaitan tidak langsung dengan
pengguna jalan.

Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna


jalanadalah bangunan atau alat yang dimaksudkan untuk
keselamatan keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas
serta kemudahan bagi pengguna jalan dalam berlalu lintas.
Perlengkapan jalan ini meliputi: rambu-rambu (termasuk nomor
ruas jalan), marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL),
lampu jalan, alat pengendali dan alat pengamanan pengguna
jalan, serta fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan
angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar jalan seperti
tempat parkir dan halte bus.
• Rambu: Jenis rambu; rambu larangan, rambu perintah, rambu
peringatan, rambu petunjuk.Warna rambu; larangan-merah,
peringatan-kuning, perintah-biru, petunjuk-hijau dll. Dimensi

1
rambu; besar untuk kecepatan tinggi, sedang untuk kecepatan
sedang, kecil untuk kecepatan rendah,
• Marka: bentuk: marka penuh, marka putus putus, marka
sejajar jalan, marka melintang jalan, marka chevron, zigzag dll.
Warna: putih, kuning, merah, Dimensi:
• APILL: phase, siklus, pelican, dll

1.2. UMUM: Perlengkapan jalan yang berkaitan tidak langsung


dengan pengguna jalan.

Yang dimaksud dengan “perlengkapan jalan yang berkaitan


tidak langsung dengan pengguna jalan” adalah bangunan yang
dimaksudkan untuk keselamatan penggunan jalan, dan
pengamanan aset jalan, dan informasi pengguna jalan.

Contoh perlengkapan jalan tersebut antara lain patok-patok


pengarah, pagar pengaman, patok kilometer, patok hektometer,
patok ruang milik jalan, batas seksi, pagar jalan, fasilitas yang
mempunyai fungsi sebagai sarana untuk keperluan
memberikan perlengkapan dan pengamanan jalan, dan tempat
istirahat, dll.

1.3. TUJUAN

Tujuan dari pemasangan fasilitas perlengkapan jalan adalah


untuk meningkatkan keselamatan jalan dan menyediakan
pergerakan yang teratur terhadap pengguna jalan. Fasilitas

2
perlengkapan jalan memberi informasi kepada pengguna jalan
tentang peraturan dan petunjuk yang diperlukan untuk
mencapai arus lalu lintas yang selamat, seragam dan
beroperasi dengan efisien.
Tujuan dari modul ini adalah dapat menilai perlengkapan jalan
yang meliputi standar dimensi, bentuk, warna,penempatan,
posisi, jarak dan pemasangan.

1.4. RUANG LINGKUP

Modul perlengkapan jalan merupakan petunjuk atau tata cara


untuk penempatan dan pemasangan perlengkapan jalan sesuai
dengan standar. Perlengkapan jalan yang diuraikan dalam
modul ini adalah:Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dengan pengguna jalan dan perlengkapan jalan yang berkaitan
tidak langsung dengan pengguna jalan. Standar yang dimaksud
meliputi dimensi, warna, posisi penempatan, jarak penempatan
dan struktur pemasangan.

3
BAB II
ISTILAH DAN DEFINISI

2.1 ISTILAH DAN DEFINISI

A. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

Adalah perangkat peralatan teknis yang menggunakan


isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau
kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan.

B. Bagian Jalan
 Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh
jalur lalu lintas, median, dan bahu jalan
 Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang
berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk
menampung kendaraan yang berhenti, keperluan
darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis
pondasi bawah, pondasi atas, dan permukaan
 Bundaran adalah persimpangan yang dilengkapi lajur
lingkar dan mempunyai desain spesifik, dilengkapi
perlengkapan lalu lintas
 Daun Rambu adalah pelat aluminium atau bahan logam
lainnya tempat ditempelkan/dilekatkannya rambu
 Jalur Jalan adalah bagian jalan yang dipergunakan
untuk lalu lintas kendaraan

4
 Lajur adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau
tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu
kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda
motor
 Lalu lintas adalah adalah gerak kendaraan, orang atau
hewan di jalan

C. Marka Jalan
Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan
jalan atau di atas permukaan jalan yangmeliputi peralatan
atau tanda yang membentuk garis membujur, garis
melintang, garis serong serta lambang lainnya yang
berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan
membatasi daerah kepentingan lalu lintas

 Marka melintang adalah tanda yang tegak lurus


terhadap sumbu jalan
 Marka lambang adalah tanda yang mengandung arti
tertentu untuk menyatakan peringatan, perintah dan
larangan untuk melengkapi atau menegaskan maksud
yang telah disampaikan oleh rambu atau tanda lalu
lintas lainnya
 Marka membujur adalah tanda yang sejajar dengan
sumbu jalan.
 Marka serong adalah tanda yang membentuk garis utuh
yang tidak termasuk dalam pengertian marka membujur

5
atau marka melintang, untuk menyatakan suatu daerah
permukaan suatu daerah permukaan jalan yang bukan
merupakan jaur lalu lintas kendaraan
 Papan tambahan adalah adalah papan yang dipasang di
bawah daun rambu yang memberikan penjelasan lebih
lanjut dari suatu rambu
 Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan
yang tidak bersifat sementara
 Pengguna jalan adalah adalah pengemudi kendaraan
dan/atau pejalan kaki
 Persimpangan adalah titik pertemuan atau percabangan
jalan, baik yang sebidang maupun yang tidak sebidang
 Pulau lalu lintas adalah bagian jalan yang tidak dapat
dilalui oleh kendaraan, dapat berupa marka jalan atau
bagian jalan yang ditinggikan

D. Rambu

Adalah salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang,


huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan diantaranya
sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi
pengguna jalan
 Rambu Larangan adalah rambu yang digunakan untuk
menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh
pengguna jalan

6
 Rambu peringatan adalah rambu yang digunakan untuk
memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau
tempat berbahaya di bagian jalan di depannya
 Rambu perintah adalah rambu yang digunakan untuk
menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh
pengguna jalan.
 Rambu Petunjuk dalah rambu yang digunakan untuk
meyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi,
kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi
pengguna jalan

E. Ruang Manfaat Jalan


Adalah ruang tertentu pada jalan yang meliputi badan jalan,
saluran tepi jalan dan ambang pengamannya
 Raung milik jalan adalah ruang tertentu pada jalan yang
meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu
di luar ruang manfaat jalan
 Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu di luar
ruang milik jalan yang ada di bawah mengawasan
penyelenggara jalan
 Trotoar adalah adalah bagian dari badan jalan yang
khusus disediakan untuk pejalan kaki.

7
BAB III
MARKA JALAN

3.1 UMUM

Pemasangan marka pada jalan mempunyai fungsi penting


dalam menyediakan petunjuk dan informasi terhadap pengguna jalan.
Pada beberapa kasus, marka digunakan sebagai tambahan alat
kontrol lalu lintas yang lain seperti rambu-rambu, alat pemberi sinyal
lalu lintas dan marka-marka yang lain. Marka pada jalan secara
tersendiri digunakan secara efektif dalam menyampaikan peraturan,
petunjuk, atau peringatan yang tidak dapat disampaikan oleh alat
kontrol lalu lintas yang lain

3.2 MARKA MEMBUJUR

3.2.1 Marka membujur Garis Penuh

1. Marka membujur berupa garis utuh berfungsi sebagai


larangan bagi kendaraan melintasi garis tersebut. Marka
membujur berupa satu garis utuh juga dipergunakan untuk
menandakan tepi jalur lalu lintas. (Gambar 1)

8
2. Marka membujur berupa garis utuh harus digunakan pada
lokasi
a. Menjelang persimpangan sebagai pengganti garis
putus-putus pemisah arah lajur. Garis utuh harus
didahului dengan garis putus-putus sebagai peringatan.
(Gambar 2)

9
b. Pada jalan yang jarak pandangnya terbatas seperti di
tikungan atau lereng bukit atau pada bagian jalan yang
sempit, marka garis utuh berfungsi untuk melarang
kendaraan yang akan melewati kendaraan lain pada
lokasi tersebut (Gambar 3).

3.2.2 Marka Membujur Garis Putus-Putus


Marka membujur berupa garis putus-putus berfungsi untuk
a. mengarahkan lalu lintas

10
b. memperingatkan akan ada marka membujur berupa garis
utuh di depan dan pembatas jalur pada jalan 2 ( dua) arah,

3.2.3 Marka Membujur Garis Ganda

Marka membujur berupa garis ganda yang terdiri dari garis utuh
dan garis putus-putus memiliki arti:
a. lalu lintas yang berada pada sisi garis putus-putus dapat
melintasi garis ganda tersebut;

11
b. lalu lintas yang berada pada sisi garis utuh dilarang
melintasi garis ganda tersebut
Gambar 6 menunjukkan ukuran marka membujur garis ganda
utuh dan putus-putus, dan Gambar 7 menunjukkan ukuran
marka membujur garis ganda utuh

3.3 MARKA MELINTANG


3.3.1 Marka Melintang Garis Utuh

a. Marka melintang berupa garis utuh menyatakan batas


berhenti kendaraan yang diwajibkan oleh alat pemberi

12
isyarat lalu lintas atau rambu larangan sebagaimana pada
Gambar 8 (Lampiran I Tabel 2 A Nomor 1a dan 1c sampai
dengan 1f Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61
Tahun 1993 tentang Rambu-rambu Lalu Lintas Jalan).
Gambar 9 menunjukkan ukuran marka melintang pada
persimpangan dengan APILL.

Gambar 9

c. Marka melintang ditempatkan bersama dengan rambu


larangan wajib berhenti sesaat, dan/atau alat pemberi
isyarat lalu lintas pada tempat yang memungkinkan
pengemudi dapat melihat dengan jelas lalu lintas yang
datang dari cabang persimpangan lain. Marka Melintang

13
berupa garis berhenti juga dapat dilengkapi dengan garis
membujur atau tulisan “STOP” pada permukaan jalan

3.3.2 Marka Melintang Garis Ganda Putus-Putus

a. Marka melintang berupa garis ganda putus-putus


menyatakan batas berhenti kendaraan sewaktu
mendahulukan kendaran lain, yang diwajibkan oleh rambu
larangan pada Gambar 11 (Lampiran I Tabel 2 A Nomor 1b
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan).
b. Gambar 11 juga menunjukkan ukuran marka melintang garis
ganda putus-utus pada persimpangan yang dilengkapi oleh
rambu larangan. Pada saat mendekati persimpangan

14
permukaan jalan dapat dilengkapi dengan garis putus-putus
dan tanda panah untuk menunjukan arah yang ditempuh

c. Marka melintang apabila tidak dilengkapi dengan rambu


larangan seperti pada Gambar 12, harus didahului dengan
marka lambang berupa segi tiga yang salah satu alasnya
sejajar dengan marka melintang tersebut.

15
3.4 MARKA SERONG
a. Marka serong berupa garis utuh dilarang dilintasi kendaraan.
Marka serong yang dibatasi dengan rangka garis utuh
digunakan untuk menyatakan:
- daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan
- pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas.
Pada saat mendekati pulau lalu lintas, permukaan jalan
harus dilengkapi marka lambang berupa chevron
sebagai tanda mendekati pulau lalu lintas (Gambar 13
dan Gambar 14).

16
b. Marka serong untuk menyatakan pemberitahuan awal atau
akhir pemisah jalan, pengarah lalu lintas dan pulau lalu lintas

17
Gambar 14

3.4 MARKA LAMBANG

a. Marka lambang berupa panah, segitiga, atau tulisan,


dipergunakan untuk mengulangi maksud rambu-rambu lalu
lintas atau untuk memberitahu pengguna jalan yang tidak
dinyatakan dengan rambu lalu lintas jalan.
b. Marka lambang untuk menyatakan tempat pemberitahuan
mobil bus, untuk menaikkan dan menurunkan penumpang;

18
c. Marka lambang untuk menyatakan pemisahan arus lalu
lintas sebelum mendekati persimpangan yang tanda
lambangnya berbentuk panah

19
d. Marka Peringatan Mendekati Perlintasan Sebidang
Dengan Kereta Api Apabila mendekati jalan kereta api
yang tidak menggunakan pintu perlintasan, harus diberi
marka melintang berupa garis dan marka lambang
berupa tanda di permukaan jalan.

e. Daerah tepi jalan dengan marka berupa garis berbiku-biku


berwarna kuning pada sisi jalur lalu lintas menyatakan
dilarang parkir pada jalan tersebut.

20
f. Marka berupa garis utuh berwarna kuning pada bingkai jalan
menyatakan dilarang berhenti pada daerah tersebut

g. Paku Jalan
Paku Jalan berfungsi sebagai reflektor marka jalan
khususnya pada cuaca gelap dan malam hari.
Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning
digunakan untuk pemisah jalur atau lajur lalu lintas.

21
Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna merah
ditempatkan pada garis batas di sisi jalan.
Paku jalan dengan pemantul berwarna putih ditempatkan
pada garis batas sisi kanan jalan.
Paku jalan dapat ditempatkan pada :
- Batas tepi jalur lalu lintas ;
- Marka membujur berupa garis putus-putus sebagai tanda
peringatan ;
- Sumbu jalan sebagai pemisah jalur;
- Marka membujur berupa garis utuh sebagai pemisah lajur
bus;
- Marka lambang berupa chevron;
- Pulau lalu lintas

22
BAB IV
RAMBU LALU LINTAS

4.1. UMUM
Rambu adalah alat yang utama dalam mengatur, memberi
peringatan dan mengarahkan lalu lintas.
Rambu yang efektif harus memenuhi hal-hal berikut:
1. memenuhi kebutuhan.
2. menarik perhatian dan mendapat respek pengguna jalan.
3. memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti.
4. menyediakan waktu cukup kepada pengguna jalan dalam
memberikan respon.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pertimbangan-


pertimbangan yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan
pemasangan rambu adalah:
1. Keseragaman bentuk dan ukuran rambu
Keseragaman dalam alat kontrol lalu lintas memudahkan
tugas pengemudi untuk mengenal, memahami dan
memberikan respon. Konsistensi dalam penerapan bentuk
dan ukuran rambu akan menghasilkan konsistensi persepsi
dan respon pengemudi.
2. Desain rambu
Warna, bentuk, ukuran, dan tingkat retrorefleksi yang
memenuhi standar akan menarik perhatian pengguna jalan,
mudah dipahami dan memberikan waktu yang cukup bagi
pengemudi dalam memberikan respon.

23
3. Lokasi rambu
Lokasi rambu berhubungan dengan pengemudi sehingga
pengemudi yang berjalan dengan kecepatan normal dapat
memiliki waktu yang cukup dalam memberikan respon.
4. Operasi rambu
Rambu yang benar pada lokasi yang tepat harus memenuhi
kebutuhan lalu lintas dan diperlukan pelayanan yang
konsisten dengan memasang rambu yang sesuai
kebutuhan.
5. Pemeliharaan rambu
Pemeliharaan rambu diperlukan agar rambu tetap berfungsi
baik.

4.1.1. Jarak Penempatan


4.1.1.1. Rambu di sebelah kiri (Gambar 21)
a. Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah
lalu lintas, di luar jarak tertentu dan tepi paling
luar bahu jalan atau jalur lalu lintas kendaraan
dan tidak merintangi lalu lintas kendaraan atau
pejalan kaki.
b. Jarak penempatan antara rambu yang terdekat
dengan bagian tepi paling luar bahu jalan atau
jalur lalu lintas kendaraan minimal 0,60 meter.
c. Penempatan rambu harus mudah dilihat dengan
jelas oleh pemakai jalan.

24
4.1.1.2. Rambu di sebelah kanan (Gambar 22)

a. Dalam keadaan tertentu dengan mempertimbangkan


lokasi dan kondisi lalu lintas rambu dapat ditempatkan
disebelah kanan atau di atas daerah manfaat jalan.
b. Penempatan rambu di sebelah kanan jalan atau daerah
manfaat jalan harus mempertimbangkan faktor-faktor
antara lain geografis, geometris jalan, kondisi lalu lintas,
jarak pandang dan kecepatan rencana.
c. Rambu yang dipasang pada pemisah jalan (median)
ditempatkan dengan jarak 0,30 meter dari bagian paling
luar dari pemisah jalan.

25
4.1.2. Tinggi rambu

a. Ketinggian penempatan rambu pada sisi jalan minimum 1,75


meter dan maksimum 2,65 meter diukur dari permukaan
jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah, atau
papan tambahan bagian bawah apabila rambu dilengkapi
dengan papan tambahan

26
b. Ketinggian penempatan rambu di lokasi fasilitas pejalan kaki
minimum 2,00 meter dan maksimum 2,65 meter diukur dari
permukaan fasilitas pejalan kaki sampai dengan sisi daun
rambu bagian bawah atau papan tambahan bagian bawah,
apabila rambu dilengkapi dengan papan tambahan

c. Khusus untuk rambu peringatan pada Gambar 25 (Lampiran


I Tabel 1 Nomor 1i dan Nomor 1j Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu
Lalu Lintas di Jalan) ditempatkan dengan ketinggian 1,20
meter diukur dari permukaan jalan sampai dengan sisi
rambu bagian bawah.

27
d. Ketinggian penempatan rambu di atas daerah manfaat jalan
adalah minimum 5,00 meter diukur dari permukaan jalan
sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah.

4.1.3. Posisi Rambu


a. Pada kondisi jalan yang lurus atau melengkung ke kiri,
rambu yang ditempatkan pada sisi jalan, pemasangan posisi
rambu digeser 3° (derajat) searah jarum jam dan posisi
tegak lurus sumbu jalan (Gambar 27).

28
b. Rambu petunjuk pada Gambar 28e (Lampiran I Tabel 3
Nomor 5, 6k, 6r, 8 dan rambu petunjuk fasilitas Tabel 3
Nomor 9 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun
1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan),
pemasangan posisi rambunya sejajar dengan sumbu jalan.

29
c. Pada kondisi jalan yang melengkung ke kanan, rambu
petunjuk yang ditempatkan pada sisi jalan, pemasangan
posisi rambu tegak lurus terhadap sumbu jalan.

d. Rambu jalan yang ditempatkan pada awal pemisah jalan dan


di atas daerah manfaat jalan pada jalan 1 arah,
pemasangan posisi rambu tegak lurus terhadap sumbu
jalan dan ditempatkan ditengah-tengah dari lebar median.

30
e. Posisi rambu tidak boleh terhalangi oleh bangunan,
pepohonan atau benda-benda lain yang dapat berakibat
mengurangi atau menghilangkan arti rambu tersebut.

f. Daun rambu harus dipasang pada tiang yang khusus


disediakan untuk pemasangan daun rambu

31
g. Pemasangan daun rambu pada satu tiang maksimum 2
(dua) buah daun rambu

4.2. RAMBU PERINGATAN

Rambu peringatan digunakan untuk memberi peringatan


kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya di depan
pengguna jalan.
Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan
lambang atau tulisan berwarna hitam (Gambar 33).

32
4.2.1. Penempatan Rambu Peringatan
a. Rambu peringatan ditempatkan pada sisi jalan sebelum
tempat atau bagian jalan yang berbahaya dengan jarak
sesuai dengan Tabel 1.

b. Rambu peringatan pada Gambar 35 (Tabel 1 Nomor 1i dan


1j Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) ditempatkan
pada sisi sebelah luar bahu jalan atau jalur lalu lintas

33
dimulai pada awal tikungan sampai dengan akhir tikungan,
jarak antara masing-masing rambu sesuai dengan
kebutuhan

c. Untuk rambu peringatan pada Gambar 36 (Lampiran I Tabel


1 Nomor 22a Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61
tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan),
jarak penempatannya diukur dari perlintasan kereta api
yang terdekat

34
d. Rambu peringatan Tabel 1 Nomor 22b jarak penempatannya
diukur dari rel kereta api yang terdekat serta dapat
dilengkapi dengan rambu peringatan seperti pada Gambar
37 (Tabel 1 Nomor 24a, 24b, dan 24c Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu
Lalu Lintas di Jalan)

4.2.2. Bentuk Rambu Peringatan

a. Bujur Sangkar b. Empat Persegi


Panjang

35
4.3. RAMBU LARANGAN

Warna dasar rambu larangan berwarna putih dan lambang atau


tulisan bewarna hitam atau merah

4.3.1. Penempatan Rambu Larangan


a. Rambu larangan ditempatkan sedekat mungkin pada awal
bagian jalan dimulainya rambu larangan

36
b. Rambu larangan pada Gambar 46b (Tabel 2A Nomor l e, 4a,
dan 4b Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun
1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan pada sisi jalan pada awal bagian jalan
dimulainya rambu larangan

c. Rambu larangan pada Gambar 47 (Tabel 2A Nomor 11a,


11b, dan 11c Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61
tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan pada bagian jalan berakhirnya rambu larangan.

37
d. Rambu larangan pada Gambar 48 (Tabel 2A Nomor 4a dan
4b Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) yang
ditempatkan secara berulang dengan jarak lebih dari 15
meter, dapat dilengkapi dengan papan tambahan yang
menyatakan jarak tertentu

4.3.2. Bentuk Rambu Larangan

a. Segi Delapan Sama Sisi

b. Segitiga Sama Sisi Dengan Titik-Titik Sudutnya Dibulatkan

c. Silang Dengan Ujung-Ujungnya Diruncingkan

38
d. Lingkaran

e. Persegi Panjang

4. 4. RAMBU PERINTAH

Warna dasar rambu perintah berwarna biru dan lambang atau


tulisan berwarna putih serta merah untuk garis serong sebagai
batas akhir perintah

39
4.4.1. Penempatan Rambu Perintah

a. Rambu perintah wajib ditempatkan sedekat mungkin dengan


titik kewajiban dimulai
b. Rambu perintah pada Gambar 59 (Tabel 2B Nomor 4a
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) ditempatkan
sedekat mungkin pada awal bagian jalan dimulainya
perintah.

Gambar 59

40
c. Rambu perintah pada gambar 60 (Tabel 2B Nomor la dan lb
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) ditempatkan
pada sisi seberang jalan dari arah lalu lintas datang.

d. Rambu perintah pada Gambar 61 (Tabel 2B Nomor lc, ld, le,


dan lf, 2a dan 2b Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan pada sisi jalan sesuai perintah yang diberikan
oleh rambu tersebut.

41
e. Rambu perintah pada Gambar 62 (Tabel 2B Nomor 3a, 3b
dan 3c Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun
1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan di sisi jalan pada bagian awal lajur atau bagian
jalan yang wajib dilewati

42
f. Rambu perintah sebagaimana dalam Tabel 2B Nomor 5b dan
6b ditempatkan di sisi jalan pada batas akhir berlakunya
rambu perintah Tabel 2B Nomor 5a dan 6a Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993 tentang
Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan.

43
4.5. RAMBU PETUNJUK

a. Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas umum,


batas wilayah suatu daerah, situasi jalan, dan rambu berupa
kata-kata serta tempat khusus dinyatakan dengan warna
dasar biru.

44
b. Rambu petunjuk pendahulu jurusan, rambu petunjuk jurusan
dan dan rambu penegas jurusan yang menyatakan petunjuk
arah untuk mencapai tujuan antara lain kota,
daerah/wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan
dinyatakan dengan warna dasar hijau dengan lambang
dan/atau tulisan warna putih.

c. Rambu petunjuk jurusan menggunakan huruf kapital pada


huruf pertama, dan selanjutnya menggunakan huruf kecil
dan/atau seluruhnya menggunakan huruf kapital dan/atau
huruf kecil

45
d. Khusus rambu petunjuk jurusan kawasan dan objek wisata
dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang
dan/atau tulisan warna putih

4.5.1. Penempatan Rambu Petunjuk

a. Rambu petunjuk ditempatkan pada sisi jalan, pemisah jalan


atau di atas daerah manfaat jalan sebelum tempat, daerah
atau lokasi yang ditunjuk

46
b. Rambu petunjuk pada Gambar 69a (Tabel 3 Nomor 1a
sampai dengan 1g Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan sedekat mungkin pada lokasi yang ditunjuk
dengan jarak maksimum 50 meter

c. Rambu petunjuk pada Gambar 70 (Tabel 3 Nomor Id


Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) apabila
diperlukan penempatannya dapat diulang dengan jarak
minimum 250 meter.

47
Gambar 70

d. Rambu petunjuk pada Gambar 71 (Tabel 3 Nomor 2a sampai


dengan Nomor 3 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan sebelum lokasi yang ditunjuk dan jarak menuju
lokasi dinyatakan dalam rambu tersebut.

48
e. Rambu petunjuk pada Gambar 72 (Tabel 3 Nomor 4a, 4c, 5,
6a, 6b 6c, 6g 6i dan 6k, 6r, 7 dan 8 Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu
Lalu Lintas di Jalan) ditempatkan pada awal petunjuk
tersebut dimulai

49
f. Rambu petunjuk pada Gambar 73 (Tabel 3 Nomor 4b. 4d, 6h,
6j, dan 6q Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61
tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan)
ditempatkan pada bagian jalan pada akhir berlakunya
rambu yang bersangkutan

50
g. Rambu petunjuk sebagaimana pada Gambar 74 (Tabel 3
Nomor 6c, 6k sampai dengan 6p, dan 6s, 9a sampai
dengan 9w Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61
tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan),
ditempatkan pada lokasi yang ditunjuk dan untuk petunjuk
awal sebelum lokasi yang ditunjuk tersebut dapat dipasang
rambu yang sama dilengkapi dengan papan tambahan yang
menyatakan jarak.

51
h. Rambu petunjuk pada Gambar 75 (Tabel 3 Nomor 6e dan 6f
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) ditempatkan
pada awal bagian jalan.

52
i. Rambu petunjuk pada gambar 76 (Tabel 3 Nomor 6k
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993
tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di Jalan) yang dilengkapi
dengan papan tambahan dengan tulisan 'Terminal', dapat
digunakan sebagai petunjuk awal lokasi terminal.

j. Khusus rambu petunjuk pada Gambar 77 (Tabel 3 Nomor 8


sampai dengan Nomor 9 Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor 61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas di
Jalan) dapat ditempatkan sebelum lokasi dalam 1 (satu)
rambu sesuai dengan fasilitas yang tersedia pada lokasi.

53
54
4.5.3. Rambu Pendahulu Petunjuk Jurusan

4.5.3.1. Umum

Rambu pendahulu petunjuk jurusan adalah bagian dari rambu


petunjuk yang menyediakan informasi kepada pengemudi
tentang tujuan dan fasilitas-fasilitas sepanjang jalan.
Rambu pendahulu petunjuk jurusan sangat penting dalam
keselamatan jalan. Pengemudi yang belum mengenal
tujuannya sangat bergantung kepada rambu pendahulu
petunjuk jurusan. Rambu pendahulu petunjuk jurusan yang baik
harus jelas dan mudah dipahami dan memberi informasi
kepada pengemudi dalam memilih jalan.
Pengemudi yang ragu-ragu dengan arah yang harus diikuti,
dapat menimbulkan bahaya pada saat menyadari
kesalahannya dalam memilih jalan, misalnya dengan
melakukan pengereman, pemberhentian, mundur, atau
memutar kendaraan.
Prinsip-prinsip yang diperlukan dalam memasang rambu
pendahulu petunjuk jurusan yang baik:
- Seluruh rambu petunjuk harus direncanakan dengan baik.
Rencana rute harus ditetapkan pada jalan-jalan primer dan
sekunder
- Harus terdapat kesinambungan pada pemilihan jurusan untuk
setiap rambu. Suatu tujuan, ketika sudah dinyatakan pada
satu rambu pendahulu petunjuk jurusan, harus muncul pada
rambu berikutnya sepanjang jalan menuju tujuan.

55
- Jumlah tujuan dalam satu rambu harus dibatasi. Tidak lebih
dari 4 (empat) tujuan pada rambu yang sama atau pada
kombinasi rambu. Hal ini berarti seluruh perencanaan
rambu pendahulu petunjuk jurusan harus berdasarkan
asumsi bahwa pengemudi memiliki peta jalan dan
mengetahui pengetahuan secara umum dalam memilih rute.
- Rambu identifikasi lokasi harus selalu memastikan tujuan
yang diberikan pada rambu pendahulu petunjuk jurusan
kecuali lokasi tujuan tersebut sudah sangat jelas.
- Lokasi-lokasi atau situasi yang sama harus diberi rambu
secara konsisten. Desain rambu juga harus sama untuk
lokasi yang serupa.
Bentuk rambu pendahulu petunjuk jurusan pada umumnya
bujur sangkar atau persegi panjang, dengan tulisan dan simbol
putih pada latar belakang hijau.
Rambu pendahulu petunjuk jurusan, untuk selanjutnya disebut
RPPJ, harus ditempatkan pada jarak tertentu dari
persimpangan, sehingga efektif baik pada siang hari maupun
pada malam.

hari, mempertimbangkan kondisi jalan dan kondisi lalu lintas,


termasuk kecepatan normal dan jarak dimana rambu dapat
terlihat. RPPJ dapat diulang jika diperlukan.

56
4.5.3.2. Jenis Rambu Petunjuk Pendahulu Jurusan
a. Rambu Diagramatik

• Rambu diagramatik harus digunakan jika volume


kendaraan berbelok tinggi atau bila informasi awal
diperlukan untuk pertimbangan keselamatan lalu lintas.
• Rambu diagramatik harus menunjukkan arah lokasi secara
diagramatis dari persimpangan di depan. Diperlukan
papan tambahan yang menunjukkan jarak antara rambu
dengan persimpangan.
• Rambu diagramatik dipasang di sisi kiri jalan. Rambu
seharusnya tidak mengandung lebih dari tiga jurusan
pada tiap arah. Diperlukan simbol untuk mengatasi hal
tersebut.
Rambu diagramatik harus diikuti dengan rambu petunjuk
pada persimpangan atau simpang susun.

57
b. Rambu Bersusun
• Rambu bersusun dapat digunakan sebagai RPPJ pada
jalan dengan volume lalu lintas yang lebih rendah, namun
memerlukan informasi awal.

58
• Jika digunakan rambu bersusun sebagai RPPJ, harus
dilengkapi dengan papan tambahan yang menunjukkan
jarak rambu dengan persimpangan. Jarak antara rambu
dengan persimpangan adalah 200-400 m di luar kota dan
50-200 m di dalam kota.
• Anak panah yang menunjukkan arah kiri dan kanan harus
memiliki tangkai dan berbelok 45 derajat atau 90 derajat
mengikuti desain dari persimpangan.

Rambu harus menunjukkan arah dengan urutan sebagai


berikut:
- lurus
- kiri
- kanan

Contoh Tipikal Penggunaan Rambu Petunjuk Jurusan pada


persimpangan di dalam kota disajikan pada Gambar 84 dan Gambar

59
85 untuk persimpangan di luar kota.

60
c. Rambu Pendahulu Petunjuk Jurusan - Arah Lajur
- RPPJ arah lajur digunakan untuk memberi informasi tujuan
dari lajur yang berbeda pada persimpangan berlajur
banyak.
- RPPJ arah lajur harus dipasang di atas daerah manfaat
jalan. Jumlah anak panah pada rambu harus sama
dengan jumlah lajur.
- Apabila mungkin, anak panah pada rambu harus
ditempatkan di atas garis tengah lajur yang ditunjuk atau
paling tidak di dalam batas lajur yang ditandai dengan
marka jalan.

61
- Anak panah pada rambu harus menunjuk ke arah bawah.
- Keputusan penggunaan rambu di atas daerah manfaat
jalan didasarkan pada kriteria berikut:
1. terdapat lebih dari tiga lajur pendekat
2. volume lalu lintas tinggi
3. desain persimpangan cukup rumit
4. jarak pandang terbatas
5. kecepatan kendaraan tinggi
6. persentase kendaraan truk tinggi
7. tidak terdapat ruang untuk menempatkan rambu di bawah

62
d. Rambu Pendahulu Petunjuk Jurusan - Pilihan Lajur
RPPJ pilihan lajur digunakan untuk memberi informasi
pengaturan arah pergerakan pada lajur di depan. Rambu
petunjuk pemilihan lajur meliputi

Dua Lajur, ke arah lurus dan ke arah belok kiri

63
Dua Lajur , ke arah lurus dan ke arah lurus dan belok kiri.

Dua Lajur , ke arah hanya lurus dan ke arah lurus dan belok
kanan

Dua lajur , ke arah hanya lurus dan belok kiri serta ke arah
lurus dan belok kanan

d. Rambu Pendahulu Petunjuk Jurusan - Arah Keluar

64
- Rambu petunjuk ke luar harus digunakan pada titik ke luar
dari jalan dengan lajur perlambatan.
- Rambu petunjuk ke luar harus ditempatkan pada awal
taper. Rambu pada umumnya ditempatkan di sisi kiri
jalan, Anak panah pada rambu harus miring ke atas pada
sisi kiri dari rambu.

4.5.4. Rambu penegasan

65
- Rambu ini digunakan pada jalan untuk memastikan tujuan
yang sebelumnya telah disebutkan pada rambu petunjuk.
Pada daerah perkotaan rambu ini tidak digunakan, kecuali
pada jalan bebas hambatan.
- Rambu ini penting karena akan mengurangi keragu-raguan
pengemudi dalam memilih jalan.
- Rambu ditempatkan 200 meter dari persimpangan, atau jika
terdapat lajur percepatan, 200 meter dari berakhirnya lajur
percepatan. Rambu penegasan dapat diulangi sepanjang
jalan pada jarak setiap 10-20 km.
- Rambu harus mengandung tujuan utama dari jalan dan kota
terdekat serta jarak ke tujuan tersebut

4.6 PAPAN NAMA JALAN

a. Rambu petunjuk papan nama jalan digunakan untuk


memberitahukan nama-nama jalan.
b. Papan nama jalan ditempatkan pada awal sisi ruas jalan.

66
c. Untuk menyatakan nama jalan di persimpangan tiga tipe T,
papan nama jalan ditempatkan di seberang jalan
menghadap arus lalu lintas datang.

4.7. PAPAN TAMBAHAN


a. Papan tambahan digunakan untuk memuat keterangan yang
diperlukan untuk menyatakan hanya berlaku untuk waktu-
waktu tertentu, jarak-jarak dan jenis kendaraan tertentu

67
ataupun perihal lainnya sebagai hasil manajemen dan
rekayasa lalu lintas.
b. Papan tambahan ditempatkan dengan jarak 5 sentimeter
sampai dengan 10 sentimeter dari sisi terbawah daun
rambu dengan ketentuan lebar papan tambahan secara
vertikal tidak melebihi sisi daun rambu
c. Persyaratan papan tambahan

Papan tambahan menggunakan warna dasar putih dengan


tulisan dan bingkai berwarna hitam.
− Papan tambahan tidak boleh menyatakan suatu
keterangan yang tidak berkaitan dengan rambunya
sendiri.

− Pesan yang termuat dalam papan tambahan harus


bersifat khusus, singkat, jelas dan mudah serta cepat
dimengerti oleh pengguna jalan

 Ukuran perbandingan papan tambahan antara panjang


dan lebar adalah 1 (satu) berbanding 2 (dua).

68
− Ukuran perbandingan papan tambahan antara panjang
dan lebar adalah 1 (satu) berbanding 2 (dua).

69
BAB V
ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS

5.1. JENIS ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS

Alat pemberi isyarat lalu lintas terdiri dari:


a. Lampu 3 (tiga) warna, untuk mengatur kendaraan

 Lampu tiga warna terdiri dari warna merah, kuning dan


hijau.
• Lampu tiga warna dipasang dalam posisi vertikal atau
horizontal.
• Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari atas
ke bawah dengan urutan merah, kuning, hijau.
• Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri
ke kanan menurut arah datangnya lalu lintas dengan urutan
merah, kuning, hijau.
• Lampu tiga warna dapat dilengkapi dengan lampu warna
merah dan/atau hijau yang memancarkan cahaya berupa
tanda panah.

70
b. Lampu 2 (dua) warna, untuk mengatur kendaraan dan/atau
pejalan kaki;
• Lampu dua warna terdiri dari warna merah dan hijau.
• Lampu dua warna dipasang dalam posisi vertikal atau
horizontal.
• Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari
atas ke bawah dengan urutan merah, hijau.
• Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari
kiri ke kanan menurut arah datangnya lalu lintas dengan
urutan merah, hijau.

71
c. Lampu 1 (satu) warna, untuk memberikan peringatan
bahaya kepada pemakai jalan.

�Lampu satu warna, berwarna kuning atau


merah.
�Lampu satu warna dipasang dalam posisi
vertikal atau horizontal

5.2. PENEMPATAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU


LINTAS

a. Penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas


dilakukan sedemikian rupa, sehingga mudah
dilihat dengan jelas oleh pengemudi, pejalan
kaki dan tidak merintangi lalu lintas kendaraan.
b. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang
ditempatkan pada persimpangan di sisi jalur lalu
lintas, tinggi lampu bagian yang paling bawah
sekurang-kurangnya 3,00 meter dari permukaan
jalan.

72
c. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada
persimpangan, ditempatkan pada sisi kiri jalur
lalu lintas menghadap arah datangnya lalu lintas
dan dapat diulangi pada sisi kanan atau di atas
jalur lalu lintas

73
d. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persilangan
sebidang dengan jalan kereta api, ditempatkan
pada sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah
datangnya lalu lintas dan dapat diulangi pada sisi
kanan jalur lalu lintas.

e. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada tempat


penyeberangan pejalan kaki ditempatkan pada
sisi kiri dan/atau kanan jalur lalu lintas
menghadap ke arah pejalan kaki yang
dilengkapi dengan tombol permintaan untuk
menyeberang.

74
f. Apabila alat pemberi isyarat lalu lintas ditempatkan
di atas permukaan jalan tinggi lampu bagian
paling bawah sekurang-kurangnya 5,50 meter
dari permukaan jalan.

75
BAB VI
FASILITAS PENERANGAN JALAN

6.1 UMUM

Fasilitas penerangan jalan harus memenuhi persyaratan


perencanaan dan penempatan sebagai berikut :

76
6.2 PENEMPATAN LAMPU PENERANGAN JALAN PADA
JALAN DUA ARAH

77
BAB VII
PERLENGKAPAN JALAN YANG BERKAITAN TIDAK LANGSUNG
DENGAN PENGGUNA JALAN

Perlengkapan jalan yang berkaitan tidak langsung dengan pengguna


jalan adalah bangunan yang dimaksudkan untuk keselamatan
pengguna jalan, pengamanan aset jalan, informasi pengguna jalan dan
kenyamanan pengguna jalan. Untuk melindungi pengguna jalan, baik
yang berkendaraan maupun pejalan kaki. Perlengkapan jalan ini
meliputi:
• patok-patok pengarah
• pagar pengamanan
• patok kilometer
• patok hektometer
• patok ruang milik jalan
• batas seksi
• pagar jalan
• fasilitas yang mempunyai fungsi sebagai sarana untuk
keperluan memberikan perlengkapan dan pengamanan jalan,
• tempat istirahat.
• barrier, pagar keselamatan,
• Kerb dan trotoar,
• Delineator,
• Patok jalan,
• Perlengkapan Petunjuk, dll

78
79
Jenis - jenis Kereb

KEREB PENGHALANG SATUAN UKURAN DALAM mm KEREB PENGHALAM6 BERPARIT

17/01/2015 26

80
BAB VIII
MANAJEMEN LALULINTAS

8.1. UMUM

8.1.1 Pengertian Manajemen Lalulintas

a. Manajemen lalu lintas berdasarkan Undang-undang No.


22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
didefinisikan sebagai serangkaian usaha dan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan,
pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan
Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan
memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran Lalu Lintas.
b. Manajemen lalu lintas adalah upaya-upaya
pemanfaatan semaksimal mungkin sistem jaringan jalan
yang ada dan bisa menampung lalu lintas sebanyak
mungkin atau menampung pergerakan orang sebanyak
mungkin dan memperhatikan keterbatasan lingkungan
(Kapasitas Lingkungan), memberikan prioritas untuk
kelompok pengguna jalan tertentu dan penyesuaian
kebutuhan kelompok pemakai jalan lainnya serta
menjaga kecelakaan lalu lintas sekecil mungkin.
Melakukan pengendalian jangka pendek, gerakan
gerakan manusia dan barang secara selamat (safety)

81
dan efisien, serta selaras dengan lingkungan sosial
(kearifan lokal) melalui koordinasi di dalam perencanaan
implementasi berbagai elemen manejemen lalu lintas
sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan satu
dengan lainnya, bahkan apabila memungkinkan
elemen-elemen tersebut saling memperkuat.
c. Prinsip yang digunakan dalam mengendalikan lalu lintas
adalah mengambil langkah untuk secara terus menerus
mengendalikan lalu lintas serta upaya yang dilakukan
untuk memecahkan permasalahan lalu lintas yang
timbul serta memprediksi sebelum permasalahan
tersebut terjadi, untuk kemudian dipersiapkan solusi,
jangan sampai permasalahan membesar dan tidak
terkendali seperti yang sekarang bisa kita amati dari
pertumbuhan lalu lintas sepeda motor yang luar biasa
dan lalu lintasnya cenderung selalu melanggar aturan
lalu lintas tanpa ada langkah untuk melakukan
penindakan hukum yang nyata/significant terhadap
pelanggaran yang mereka buat.

8.1.2 Karakteristik Arus Lalu-lintas

a. Arus lalu-lintas

Hal yang sangat penting untuk dapat merancang


dan mengoperasikan sistem-sistem transportasi dengan
tingkat efisiensi dan keselamatan yang baik adalah

82
dengan memahami karakteristik arus lalu-lintas.Dengan
memahami prinsip-prinsip dasar teori arus lalu-lintas
merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan
tersebut. Dewasa ini tidak ada teori pemersatu tentang
arus lalu-lintas, kebanyakan pengetahuan yang terdapat
pada bidang ini lebih bersifat empiris.

b. Sifat-sifat Arus Lalu-lintas

Arus lalu-lintas adalah suatu fenomena yang


kompleks. Cukup dengan pengamatan sepintas saja
ketika kita berkendaraan di sebuah jalan tol, kita dapat
mengetahui bahwa pada saat arus lalulintas meningkat,
umumnya kecepatan akan menurun. Kecepatan juga
akan menurun ketika kendaraan-kendaraan cenderung
berkumpul menjadi satu entah dengan alasan
apapun.Arus lalu-lintas adalah sebuah proses stokastik,
dengan variasi-variasi acak dalam hal karakteristik
kendaraan dan karakteristik pengemudi serta interaksi
di antara keduanya. Pernyataan ini membutuhkan
penjelasan lebih lanjut.

Adalah suatu hal umum untuk membuat model-


model dari kenyataan dimana akibat dari variasi peluang
diabaikan atau dirata-ratakan, dimana sebarang input
yang diketahui akan memberikan output yang dapat
diduga secara tepat. Model-model ini adalah model
deterministik. Situasi lainnya adalah memperhitungkan
variasi acak dalam model dan kemudian melihat

83
probabilitas dari hasil-hasilyang ada. Metode
pembuatan model stokastik ini memperhitungkan
berbagai variasi diantara hasil-hasil yang mungkin,
bukan hanya hasil rata-rata (Lay, dalam C.Jatin Khisty,
B.Kent Lall,2005)

c Pendekatan Untuk Memahami Arus Lalu-lintas

Interaksi antara kendaraan dan pengemudinya,


dan juga dengan kendaraan-kendaraan lainya, adalah
suatu proses yang sangat kompleks. Terdapat tiga
pendekatan utama untuk memahami dan menghitung
arus lalu-lintas. Pendekatan partama adalah pendekatan
makroskopis yang melihat arus lalu-lintas secara
keseluruhan. Didasarkan pada analogi fisik seperti arus
panas dan arus fluida, pendekatan makroskopis adalah
pendekatan yang paling tepat untuk mempelajari
fenomena arus dalam keadaan stabil dan dengan
demikian paling baik menjelaskan efisiensi operasional
kendaraan dari sistem. Pendekatan kedua adalah
pendekatan mikroskopis yang melihat respon dari setiap
kendaraan secara terpisah-pisah. Disini kombinasi
pengemudi kendaraan individu akan dikaji, seperti
dalam pergerakan kendaraan. Pendekatan ini digunakan
secara luas didalam upaya pengamanan jalan raya.
Pendekatan ketiga adalah pendekatan faktor-manusia.
Pada dasarnya, pendekatan ini berusaha
mendefinisikan mekanisme bagaimana seorang

84
pengemudi (dan kendaraannya) menempatkan dirinya
terhadap kendaraan lainnya dan terhadap jalan raya
atau sistem pengarah lainnya. Perhatikanlah bahwa
pendekatan mikroskopis berhubungan sangat erat
dengan pendekatan faktor-manusia (Drew, 1968 dalam
Dasar-dasar Rekayasa Transportasi C.Jatin Khisty,
B.Kent Lall)

Salah satu cara untuk menggabungkan ketiga


pendekatan ini adalah dengan mengambil asumsi awal
bahwa aliran arus lalu-lintas tersusun atas kendaraan-
kendaraan dan pemgemudi-pengemudi yang identik,
sehingga akan mempermudah pengintegrasian berbagai
pendekatan tersebut. Kombinasi yang paling sederhana
juga mengasumsikan bahwa kendaraan bergerak pada
kecepatan yang sama dan bahwa jarak antar kendaraan
bergantung pada kecepatan. Dengan kata lain, perilaku
kendaraan dipengaruhi oleh kendaraan lainnya didalam
suatu aliran lalu-lintas. Memang kecepatan diasumsikan
sebagai satu-satunya variabel yang mempengaruhi arus
lalu-lintas. Biasanya, terdapat satu arus kendaraan
tertentu untuk suatu kecepatan yang diperoleh dari
aliran lalu-lintas (Lay, dalam C.Jatin Khisty, B.Kent
Lal,2005l).

85
BAB IX

KAPASITAS JALAN RAYA

9.1 Pendahuluan

Bab ini akan membahas hubungan antara kecepatan,


kepadatan dan tingkat arus untuk kendaraan-kendaraan yang
dikendalikan baik secara terpusatmaupun secara individual. Disamping
itu dibahas pula dua kategori arus lalu-lintas, yaitu arus
terhenti/terganggu (interupted flow) dan arus tak terhenti/terganggu
(uninterupted flow). Salah satu kesimpulan yang diperoleh dari
pengamatan karakteristik lalu-lintas adalah ketika tingkat arus
mendekati optimum (mendekati kapasitas), kepadatan akan cenderung
terjadi, mengakibatkan kemacetan. Dalam bab ini kita
akanmenggunakan konsep-konsep ini dalam keadaan yang
sebenarnya.

Konsep-konsep kapasitas dan “kualita” atau tingkat pelayanan


sangatlah penting bagi seorang engineer transportasi. Konsep-konsep
ini telah memperluas penggunaan prosedur-prosedur analisis
operasional, dan menciptakan suatu skala kualitas yang telah menjadi
bagian integral dari profesi teknik jalan raya. Bahkan para penentu
kebijakan dan kelompok masyarakat menggunakan konsep ini sebagai
kata kunci ketika mereka berkomunikasi dengan engineer jalan raya,
demikian juga sebaliknya.

Bab ini menguraikan definisi-definisi dan konsep-konsep dasar


yang berhubungan dengan kapasitasdan tingkat pelayanan. Dibahas

86
pula prosedur untuk menentukan kapasitas dan tingkat pelayanan dari
fasilitas-fasilitas transportasi arus terhenti/terganggu; jalan tol, jalan
raya multi lajur, dan jalan raya dua lajur. Fasilitas arus lalu-lintas yang
tidak bebas hambatan, seperti persimpangan dan jalan arteri yang
diberi rambu.

9.2 Kapasitas Jalan Raya dan Tingkat Pelayanan

Moda-moda transportasi yang menggunakan jalan raya dan


dikendalikan oleh pengemudi perorangan dikategorikan sebagai moda
transportasi yang dikontrol secara individu. Highway Capacity Manual
(HCM- yang dikeluarkan Transport Research Board (TRB) Amerika
Serikat) adalah referensi standar yang digunakan dalam permasalahan
ini. Selama bertahun-tahun, HCM berhasil mengumpulkan teknik-teknik
mutakhir yang telah terbukti kemampuanya dalam memperkirakan
kapasitas jalan raya.

Beberapa tipe utama fasilitas transportasi dan kategori


pengguna jalan dijelaskan didalam HCM.

1. Fasilitas arus tak terhenti/terganggu

a. Jalan tol (freeway)

b. Jalan raya multi-lajur (multilane highway)

c. Jalan raya dua-jalur

2. Fasilitas arus terhenti/terganggu :

a. Persimpangan dengan lampu lalu-lintas

87
b. Persimpangan tanpa lampu lalu-lintas

c. Jalan perkotaan

3. Pengguna Jalan lainya :

a. Angkutan umum (transit)

b. Pejalan kaki

c. Sepeda

Analisis terhadap fasilitas-fasilitas ini berbeda-beda.


Bagaimanapun juga perlu diperhatikan bahwa rincian yang diuraikan
oleh HCM tentang angkutan umum, sepeda dan pejalan kaki lebih
berfokus pada aspek-aspeknya yang berhubungan dengan pergerakan
yang menggunakan jalan/jalan raya. Secara umum “ kapasitas dari
suatu fasilitas adalah jumlah per-jam maksimum dimana orang atau
kendaraan diperkirakan akan dapat melintasi sebuah titik atau suatu
ruas jalan selama periode waktu tertentu pada kondisi jalan, lalu-lintas,
dan pengendalian biasa” (TRB, dalam C.Jatin Khisty, B.Kent
Lall,2005). Yang dimaksud dengan kondisi-kondisi jalan adalah jenis
fasilitas, karakteristik geometrisnya, jumlah lajur (berdasarkan arah),
lebar lajur dan lebar bahu jalan, clearance lateral, kecepatan desain,
algnemen horizontal dan vertikal, dan ketersediaan jarak antrian di
persimpangan. Kondisi-kondisi lalu-lintas disini adalah distribusi
jeniskendaraan yang menggunakan fasilitas, jumlah dan distribusi
kendaraan pada lajur suatu jalan, dan distribusi arahnya. Jenis dan
desain dari perangkat-perangkat pengendali (seperti lampu lalu-lintas
dan waktu-waktu berikutnya) dan peraturan lalu-lintas pada fasilitas
tersebut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi pengendalian

88
(TRB,2000 dalam Dasar-dasar Rekayasa Transportasi C.Jatin Khisty,
B.Kent Lall).

Tingkat pelayanan (level of service,LOS) adalah suatu ukuran


kualitatif yang menjelaskan kondisi-kondisi operasional didalam suatu
aliran lalu-lintas dan persepsi dari pengemudi dan /penumpang
terhadap kondisi-kondisi tersebut. Faktor-faktor seperti kecepatan dan
waktu tempuh, kebebasan bermanuver, perhentian lalu-lintas, dan
kemudahan serta kenyamanan adalah kondisi-kondisi yang
mempengaruhi LOS. Setiap fasilitas dapat dievaluasi berdasarkan
enam tingkat pelayanan, A sampai F, dimana A merepresentasikan
kondisi operasional terbaik dan F untuk kondisi terburuk (TRB, dalam
C.Jatin Khisty, B.Kent Lall,2005).

Tingkat maksimum arus yang dapat diakomodasi oleh suatu


fasilitas pada setiap LOS (kecuali LOS F) disebut sebagai tingkat arus
pelayanan dari fasilitas tersebut. Dengan demikian setiap fasilitas
mempunyai lima tingkat arus pelayanan, sesuai dengan masing-
masing LOS (A sampai E). Tingkat arus pelayanan untuk suatu LOS
tertentu adalah tingkat per-jam maksimum dimana orang atau
kendaraan biasanya diperkirakan akan dapat melalui sebuah titik atau
ruas yang seragam pada suatu lajur atau jalan selama periode waktu
tertentu pada kondisi jalan, lalu-lintas dan kondisi kontrol biasa.
Periode waktu yang digunakan biasanya adalah 15 menit. Biasanya
tingkat arus pelayanan per-jam didefinisikan sebagai empat kali
volume 15-menit yang tertinggi.

Perlu dicatat bahwa setiap LOS merepresentasikan


sekumpulan kondisi yang didefinisikan oleh satu atau lebih parameter

89
operasional. Meskipun konsep LOS berupaya untuk mencakup banyak
kondisi operasi, keterbatasan dalam hal pengumpulan data dan
ketersediaannya membuat upaya untuk meninjau semua parameter
operasional untuk setiap jenis fasilitas transportasi menjadi tidak
praktis. Parameter-parameter yang dipilih untuk menentukan LOS
untuk setiap jenis fasilitas disebut ukuran keefektifan (measures of
effectiveness, MOE). Pada gilirannya MOE merepresentasikan ukuran-
ukuran yang dapat memberi penjelasan terbaik mengenai kualitas
operasi pada fasilitas tersebut. Sebagai contoh, kepadatan (banyaknya
kendaraan penumpang per mil per lajur (pc/mi/ln), kecepatan
(kecepatan kendaraan-penumpang rata-rata), dan rasio volume-
kapasitas (v/c) adalah MOE untuk ruas jalan tol dasar. Dilain pihak,
persentase waktu tempuh dan rata-rata kecepatan tempuh adalah
MOE yang digunakan untuk jalan raya dua-lajur (TRB, dalam C.Jatin
Khisty, B.Kent Lall,2005).

9.3 Tingkat Pelayanan

Meskipun kecepatan adalah perhatian utama dari para pengemudi


yang menggunakan jalan tol' namun kecepatan ini hampir konstan
untuk suatu rentang arus yang luas' Kebebasan untuk bermanuver di
dalam aliran, lalu-lintas dan jarak dengan kendaraan lain sama
pentingnya dan lebih sering digunakan daripada kecepatan dalam
menjelaskan tingkat pelayanan. Di samping itu, kepadatan meningkat
pada seluruh rentang, sehingga tercapainya kapasitas, sehingga
menyediakan ukuran keefektifan yang lebih baik. Kepadatan yang
digunakan untuk menentukan tingkat pelayanan pada ruas-ruas jalan
tol dasar adalah sebagai berikut:

90
Tabel: 1 Tingkat pelayanan
Tingkat Pelayanan Rentang Kepadatan
(kendaraan penumpang/mil/lajur)
A 0-11
B 12-18
C 19-26
D 27-35
E 36-45
F > 45
Kriteria-kriteria tingkat pelayanan ruas jalan tol dasar diperlihakan pada
Tabel .1

Di dalam tingkat pelayanan kriteria kepadatan harus sesuai. Gambar 7-


3 mengilustrasikan hubungan antara keceptan, arus, dan kepadatan
untuk ruas jalan tol dasar yang beroperasi pada kondisi dasar.
Berbagai tingkat pelayanan diperlihatkan dengan menggunakan nilai-
nilai batas kepadatan. Tabel.7-1. atau Gambar l-3 dapat digunakan
digunakan untuk menentukan tingkat pelayanan.

LOS A: Sepenuhnya arus-bebas; yang ada adalah kecepatan arus-


bebas, kendaraan dapat bermanuver dengan mudah di dalam aliran
lalu-lintas; spacing tata-tata 528 feet' Pengaruh kecelakaan hanya
bersifat lokal dan jarang terjadi'

LOS B: Mendekati arus-bebas; umumnya kecepatan arus-bebas;


kemampuan untuk bermanuver di dalam aliran lalu-linta, sedikit
terbatas; spacing rata-rata 330 feet' Dampak dari kecelakaan, kecil dan
masih dapat ditanggulangi dengan mudah'

91
LOS C: Memungkinkan aliran arus dengan kecepatan yang masih
pada atau mendekati kecepatan arus-bebas;kebebasan bermanuver
di dalam aliran lalu-lintas semakin terbatas dan perpindahan lajur
membutuhkan kewaspadaan pengemudi spacing rata-rata 22O feet'
Bahaya lokal akibat kecelakaan cukup besar dan biasanya akan terjadi
antrian di belakang Suatu penghalang yang signifikan.Kecelakaan kecil
masih dapat dikendalikan.

LOS D: Kecepatan mulai sedikit menurun dengan peningkatan arus;


kepadatan mulai meningkat agak cepat; kebebasan manuver semakin
terbatas;spacing rata-rata 165 feet. Kecelakaan kecil saja dapat
mengakibatkan antrian'

LOS E : Menggambarkan operasi pada kapasitas kepadatan tertinggi;


operasi mengkhawatirkan dan hampir ridak terdapat jeda (Gap) yang
dapat dimanfaatkan pada aliran lalu-lintas; kemampuan manuver
dalam aliran lalu-lintas sangat rendah; spacing rata-rata 110 kaki pada
kecepat yang masih diatas 49 mil/jam. Kecelakaan dapat
mengakibatkan kemacetan serius dengan antrian yang panjang.
Tingkat kenyamanan fisik dan psikologis pengemudi menjadi relatif
buruk. Gangguan tertentu pada aliran lalu-lintas seperti kendaraan
yang .masuk dari pintu tol dan kendaraan yurg berpindah ke lajur dapat
mengakibatkan kemacetan yang sangat Panjang.

LOS F: Menggambarkan terhentiya arus kendaraan pada titik


kemacetan seperti diper- temuan jalur, kondisi penyalipan atau
perbaikan lajur. Kemacetan ini dapat pula disebabkan oleh
kecelakaan lalu-lintas. Dalam banyak kasus, terhenti/terganggunya
arus terjadi ketika perbandingan antara tingkat arus datang dengan

92
kapasitas aktual telah melebihi 1,0. Operasi LOS F didalam suatu
antrian adalah akibat dari suatu kemacetan atau penyempitan pada
arah arus tersebut. LOS F juga menggambarkan kondisi-kondisi di titik
penyempitan dan arus pelepasan antrian yang terjadi pada kecepatan
di bawah 50 mil/jam. Kapanpun kondisi ini terjadi, terdapat
kemungkinan peningkatan panjang antrian yang cukup besar.

9.4 Penggunaan Highway capacity manual

Penentuan tingkat pelayanan untuk ruas dasar jalan tol


umumnya melibatkan tiga kompr yaitu (1) tingkat arus, (2) kecepatan
arus-bebas, dan (3) tingkat pelayanan. Satu perhitungan tingkat arus
kendaraan yang sepadan dilakukan dengan menggunakan persamaan
(l) untuk memasukkan pula efek kendaraan berat dan berbagai variasi
arus lulu-lirtus selama jam tertentu dalam aliran lalu-lintas.

Vp =

Dimana : Vp = tingkat arus kendaraan penumpang 15 menit


(pc/h/ln)

PHF = Peak hour faktor ( faktor jam puncak)

N = Jumlah lajur; FHV = faktor penyesuaian


kendaraan berat

FP = faktor populasi pengemudi

Pengamatan arus lalu-lintas secara konsisten menunjukkan


bahwa tingkat-tingkat arus yang dijumpai dalam periode 15-menit
puncak di dalam 1 jam tidak bertahan lama sepanjang 1 jam tersebut.
Faktor jam-puncak dalam Persamaan (1) adalah faktor penyebab

93
fenomena ini' Dijalan tol, faktor jam-puncak biasanya berkisar dari 0,8
sampai 0,95. Faktor jam-puncak rendah biasanya terdapat pada jalan
tol di luar kota atau pada kondisi di luar jam-puncak' Faktor yang lebih
tinggi biasanya terjadi pada kondisi jam puncak di perkotaan atau di
pinggiran kota' Jika data setunpat tidak tersedia, nilai 0,88 dan 0,92
dapat digunakan masing-masing untuk kondisi jam-puncak di
perkotaan/pinggiran kota.

Volume lalu-lintas jalan tol yang melibatkan berbagai tipe


kendaraan harus disesuaikan kesuatu tingkat arus sepadan yang
dinyatakan dalam kendaraan penumpang/jam/lajur' Penyesuaian untuk
kehadiran kendaraan berat pada aliran lalu-lintas diberlakukan untuk
truk, bis, dan kendaraan rekreasi (recreational vehiclisl/RV). Truk dan
bis diperlakukan sama' Kita menggunakan proses dua-tahap untuk
menentukan fHV, . Ekuivalen kendaraan penumpang yang sepadan
dengan truk/bis (Et) dan kendaraan rekreasi (ER) dihitung juga untuk
kondisi lalu-lintas dan jalan yang sedang dipelajari. Dengan
menggunakan nilai ET. dan ER beserta proporsi dari tiap jenis
kendaraan pada atiran lalu-lintas (PT dan PR), maka faktor penyesuaian
fHV dapat dihitung. Dampak kendaraan berat pada arus lalu-lintas
bergantung pada kondisi kelandaian dan komposisi lalu-lintas.

9.5. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

Indonesia pada tahun1997 mengeluarkan manual kapasitas


jalan yang sesuai dengan karakteristik arus lalu lintas di Indonesia
(MKJI 1997). Konsep analisisnya mirip dengan HCM, perbedaannya
terjadi pada pengelompokan fasilitas, parameter, koefisien yang
digunakan dalam perhitungan. Konsep tengkat pelayanan tidak dapat

94
secara utuh diterapkan di Indonesia karena karakteristik lalu lintas
yang berbeda akibat dari komposisi arus lalu lintas campuran yang
sangat bervariasi seperti sepeda motor yang dominan, dan perilaku
pengemudi yang spesifik dan cenderung tidak mengikuti kaidah arus
lalu lintas yang benar atau peraturan perundangundangan yang
berlaku.

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA


Ruas Jalan Kota,
Simpang Bersinyal,
Simpang Tidak Bersinyal,
Daerah Jalinan,
Ruas Jalan Antar Kota,
Jalan Bebas Hambatan,

1. RUAS JALAN ANTAR KOTA,

C = CO X FCW X FCSP X FCSF (SMP/J)

KAPASITAS DASAR
4/2 D
CO = 1900 SMP/J/L FLAT
CO = 1850 SMP/J/L ROLLING
CO = 1800 SMP/J/L HILLY
4/2 UD
CO = 1700 SMP/J/L FLAT
CO = 1650 SMP/J/L ROLLING

95
CO = 1600 SMP/J/L HILLY
2/2 UD
CO = 3100 SMP/J FLAT
CO = 3000 SMP/J ROLLING
CO = 2900 SMP/J HILLY

FCW : FAKTOR KOREKSI LEBAR JALUR


FCSP : FAKTOR KOREKSI ARAH
FCSF : FAKTOR KOREKSI GANGGUAN SAMPING

KAPASITAS GRADE KHUSUS

C = CO X FCW X FCSP X FCSF (SMP/J)

KAPASITAS DASAR
2/2 UD
CO = 3000 SMP/J < 0,5 KM; ALL
CO = 2900 SMP/J < 0,8 KM; < 4,5%
CO = 2800 SMP/J LAINNYA
FC
SP

FAKTOR KOREKSI ARAH


% LL NAIK FC
SP

70 0,78
65 0,83
60 0,88
55 0,94

96
50 1,00
45 1,03

DEGREE OF SATURATION
DS = Q/C
DEGREE OF BUNCHING
DB = (JUMLAH KEND. HEADWAY < 5 DT)/Q
2. RUAS JALAN PERKOTAAN
C = CO X FCW X FCSP X FCSF X FCCS (SMP/J)
C = Kapasitas (SMP/JAM)
CO = Kapasitas Dasar (SMP/JAM)
FCW = Faktor Koreksi Lebar Jalur
FCSP = Faktor Koreksi Arah
FCSF = Faktor Koreksi Gangguan Samping
FCCS= Faktor Koreksi Besaran Kota

Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan

3. SIMPANG TAK BERSINYAL

C = CO X FW X FM X FCS X FRSU X FLT X FRT X FMI (SMP/J)

97
CO = KAPASITAS DASAR (SMP/JAM)
FW = FAKTOR KOREKSI LEBAR PENDEKAT
FM = FAKTOR KOREKSI MEDIAN MAYOR
FCS = FAKTOR KOREKSI BESARAN KOTA
FRSU = FAKTOR KOREKSI LINGK., GG.SAMPING, KTB
FLT = FAKTOR KOREKSI ARUS BELOK KIRI
FRT = FAKTOR KOREKSI ARUS BELOK KANAN
FMI = FAKTOR KOREKSI ARUS MINOR

4. SIMPANG BERSINYAL
C = S X g/c (SMP/J)
S = SO X FCS X FSF X FG X FP X FRT X FLT (SMP/J.HIJAU)
SO = ARUS JENUH DASAR (SMP/JAM.HIJAU)
FCS = FAKTOR KOREKSI BESARAN KOTA
FSF = FAKTOR KOREKSI GG.SAMPING
FG = FAKTOR KOREKSI GRADIEN
FP = FAKTOR KOREKSI PARKIR
FLT = FAKTOR KOREKSI ARUS BELOK KIRI
FRT = FAKTOR KOREKSI ARUS BELOK KANAN

c = (1,5 X LTI + 5)/(1 – IFR)


c = WAKTU SIKLUS (DETIK)
LTI = WAKTU HILANG SIMPANG (DT)
IFR = RASIO ARUS SIMPANG

gi = (c – LTI) X PRi

98
gi = waktu hijau phase I (dt)
PRi = phase rasio = FRcrt/T.FRcrt
c = T.g + LTI

FAKTOR KOREKSI BESARAN KOTA


> 3 JUTA : 1,05
1 -3 JUTA : 1,0
0,5 – 1 JUTA: 0,94
0,1 – 0,5 JUTA: 0,88
< 0,1 JUTA : 0,82

5. J A L I N A N

C = 135 X WW1.3X(1+W E/WW)1.5X

(1-pW/3)0,5x(1+WW/LW) -1,5 XFCSXFRSU (SMP/JAM)

WE= LEBAR MASUK (M)


pW= RASIO JALINAN = QW/QTOT
WW= LEBAR JALINAN (M)
LW= PANJANG JALINAN (M)
FCS= FAKTOR KOREKSI BESARAN KOTA
FRSU= FAKTOR KOREKSI LING., GG.SAMPING, KTB

99
BAB X

DESAIN DAN PENGENDALIAN PERSIMPANGAN

10.1. Pendahuluan

Bab ini mendiskusikan konsep-konsep dasar yang berkaitan


dengan kapasitas dan pelayanan fasilitas transportasi di mana
terdapat arus lalu-lintas tak terhenti/terganggu (misalnya jalan
dan jalan raya dua-lajur di daerah luar kota). Salah satu cara
yang paling logis untuk kesinambungan pembahasan bab ini
adalah dengan membahas kapasitas simpangan. Meskipun
demikian, sebelum upaya ini dilakukan, akan lebih baik apabila
dipahami dulu konsep dasar mengenai bagaimana
persimpangan dirancang dan dikendalikan.

10.2. JENIS-JENIS PERSIMPANGAN

Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari


semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang
dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah umum
dimana biasanya memiliki persimpangan, di mana pengemudi
dapat memutuskan untuk jalan terus atau berbelok dan pindah
jalan. Persimpangan jalan dapat didefinisikan sebagai daerah
umum dimana dua jalan atau lebih bergabung atau
bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk
pergerakan lalu-lintas di dalamnya (AASHTO, 2001).

100
Karena persimpangan harus dimanfaatkan bersama-sama oleh
setiap orang yang ingin menggunakannya, maka persimpangan
tersebut harus dirancang dengan hati-hati, dengan
mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, kecepatan, biaya
operasi, dan kapasitas. Pergerakan lalu-lintas yang terjadi dan
urutan-urutannya dapat ditangani dengan berbagai cara,
tergantung pada jenis persimpangan yang dibutuhkan
(AASHTO, 2001).

Secara umum terdapat tiga jenis persimpangal, yaitu: (1)


persimpangan sebidang,(2) pembagian jalur jalan tanpa ramp
dan (3) interchange (simpang-susun).Persimpangan sebidang
(intersection at grade) adalah dimana dua jalan raya atau lebih
bergabung dengan tiap jalan raya mengarah keluar dari sebuah
persimpangan dan membentuk bagian darinya. Jalan-jalan ini
disebut kaki persimpangan. Persimpangan seperti ini
mempunyai keterbatasan dan kegunaan sendiri. Contoh
persimpangan sebidang diperlihatkan pada Gambar 8-1. Ketika
dirasa perlu untuk mengakomodasi volume yang tinggi dari
arus lalu-lintas dengan aman dan efisien melalui persimpangan,
kita menggunakan lajur lalu-lintas yang dipisahkan dalam
tingkatan, dan ini umumnya disebut rnterchiige. Jenis dasar
interchange (simpang siur) ditunjukkan pada Gambar 8-2.
Ketika dua jalan atau jalan raya bersimpangan satu sama lain
pada bidang yang berbeda,tanpa hubungan,pengaturannya
disebut pemisahan bidang.

101
Penjelasan rinci tentang desain geometris dari persimpangan
sebidang dan interchange diuraikan dalam A policy oi
Geometric Design of Highways and streets yang diterbitkan
oleh American Association of State Highway and Transportation
officials (2001), dan buku ini seharusnya menjadi referensi
untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang desain yang
penting tersebut

10.3 PERTIMBANGAN DAN TUJUAN DESAIN

Tujuan dari pembuatan persimpangan adalah mengurangi


potensi konflik di antara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan
sekaligus menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan
pergerakan bagi kendaraan. Berikut ini ada empat elemen dasar yang
umurmya dipertimbangkan dalam merancang persimpangan sebidang:

1. Faktor manusia, seperti kebiasaan mengemudi, dan waktu


pengambilan keputusan dan waktu reaksi

2. Pertimbangan lalu-lintas, seperti kapasitas dan pergerakan


membelok' kecepatan kendaraan dan ukuran serta penyebaran
kendaraan

3. Elemen-elemen fisik, seperti karakteristik dan penggunaan dua


fasilitas yang saling ber-dampingan jarak pandang dan fitur-fitur
geometris

4. Faktor ekonomi, seperti biaya dan manfaat' dan konsumsi energi

Khusus untuk interchange, jenis dan desainnya dipengaruhi oleh


banyak faktor seperti klasifikasi jalan raya, karakter dan komposisi lalu-

102
lintas, kecepatan desain dan.tingkat pengendalian akses. Interchange
merupakan fasilitas yang mahal, dan karena begitu bervariasinya
kondisi lokasi, volume lalu-lintas, dan tata letak interchange, hal-hal
yang menentukan dibuatnya interchange bisa berbeda-beda di tiap
lokasi. AASHTO (2001) menyediakan rincian tentang pemisahan
bidang dan interchange. Hall terpenting dalam mempertimbangkan
suatu interchange jelas: Layakkah biaya untuk suatu interchange
dikeluarkan?

10.4 PERALATAN PENGENDALI LALU.LINTAS

Peralatan pengendali lalu-lintas meliputi rambu,penghalang yang dapat


dipindahkan, dan lampu lalu-lintas. Seluruh alat tersebut dapat
digunakan secara terpisah atau digabungkan bila perlu.

Kesemuanya adalah sarana utama pengaturan, peringatan, atau


pemanduan lalu-lintas' di seluruh jalan dan jalan raya. Alat
pengendalian lalu-lintas berfungsi menjamin keamanan dan
keefisienan persimpangan dengan cara memisahkan aliran kendaraan
yang saling bersinggungan pada waktu yang tepat. Dengan kata lain,
hak prioritas untuk melalui suatu persimpangan' selama periode waktu
tertentu, diberikan hanya kepada satu atau beberapa aliran lalu-lintas
saja' Sebagai contoh, rambu peringatan atau berhenti memberikan
prioritas jalan kepada aliran lalu-lintas tertentu relatif terhadap aliran
lainnya pada persimpangan yang sama' Rambu berhenti empat arah
secara kasar memberikan prioritas jalan pada aliran yang tiba lebih
dulu di persimpangan dengan menggunakan lampu lalu-lintas.

103
Manual on Uniform Traffic Control Devices (MUTCD) (FHWA, 2000)
menetapkan Prinsip-prinsip yang mengatur desain dan penggunaan
alat pengendali lalu-lintas untuk seluruh dan jalan raya yang terbuka
untuk umum, terlepas dari jenis kelas atau instansi pemerintah yang
memiliki kewenangan.

Rambu lalu-lintas dan marka jalan digunakan untuk membangun


sistem jalan atau raya yang dipahami sepenuhnya oleh pengguna
jalan, yaitu pengemudi dan pejalan kaki. Secara khusus, rambu lalu-
lintas dan marka jalan memenuhi tujuan berikut ini: peraturan lalu-
lulintas (misalnya batas kecepatan), larangan memutar, memberi

104
peringatan kepada pengemudi, pejalan kaki mengenai kondisi jalan,
dan memandu lalu-lintas agal tetap pada rute yang benar.

untuk mencapai tujuan melalui rambu dan marka jalan. Tujuan ini
berlaku untuk semua alat pengendali, mencakup lampu lalu-lintas,
marka jalan dan kanalisasi. Biasanya, supaya efektif' alat pengendali
harus memenuhi persyaratan dasar berikut:

1. Memenuhi suatu kebutuhan


2. Menarik perhatian

105
3. Memberikan pesan yang jelas dan sederhana
4. Menghormati pengguna jalan
5. Memberikan waktu yang memadai untuk memberikan respon
yang sesuai

Kriteria berikut harus diterapkan untuk menjamin bahwa kelima


persyaratan diatas terpenuhi. Rambu-rambu harus mempunyai desain
yang sesuai dan ditempatkan dengan benar dan layak. Rambu-rambu
tersebut harus dioperasikan secara konsisten dan dipelihara secara
rutin. Yang terakhir, harus terdapat keseragaman dalam
penerapannya, sehingga pengenalan dan pemahaman terhadap alat-
alat tersebut menjadi mudah dan tidak ada salah tafsir.

Rambu lalu-lintas memiliki empat klasifikasi fungsional berdasarkan


penggunaannya, yaitu

1. Rambu pengaturan (regulatory sign) digunakan untuk menerapkan


aturan hukum yang berlaku untuk lokasi tertentu. Rambu jenis ini
memberikan informasi kepada pengemudi tentang hukum dan
peraturan tertentu, yang apabila dilanggar terkena sanksi. Terdapat
empat kelompok umum dari rambu pengaturan, tidak termasuk yang
untuk pejalan kaki: (1) rambu hak-prioritas-jalan, yang paling umum
adalah rambu berhenti dan rambu prioritas: (2) rambu kecepatan; (3)
rambu pergerakan, seperti rambu membelok atau rambu satu arah;
dan (4) rambu parkir.

2. Rambu peingatan (warning sign) digunakan untuk meningkatkan


kewaspadaan tentang kondisi bahaya, baik potensial maupun kondisi
nyata, yang tidak akan terlihat jika tidak diperingatkan terlebih dahulu.

106
Rambu semacam ini memerlukan perhatian pengemudi dan mungkin
menuntut pengurangan kecepatan atau manuver lainnya. Kondisi
khusus dimana rambu peringatan biasa digunakan antara lain pada
zona konstruksi jalan raya dan zona jalan menuju persimpangan,
daerah penggabungan jalur, penyeberangan jalan, dan zona sekolah.

3. Rambu petunjuk atau rambu informasi menyediakan arah bagi


pengemudi dan ke berbagai tujuan. Rambu ini diletakkan relatif jauh di
depan persimpangan atau interchange untuk memberikan waktu yang
memadai bagi pengemudi untuk memutuskan rute yang akan dipilih.

4. Rambu pengarahan (directional sign) pada jalan raya dengan


kecepatan tinggi digunakan pada interchange yang berhubungan
dengan jalan tol.

10.5 DAERAH KONFLIK DI PERSIMPANGAN JALAN

Gambar 8-3 memperlihatkan aliran kendaraan dan manuver


bergabung, menyebar, dan per-silangan untuk persimpangan empat-
kaki sederhana, dan untuk persimpangan yang lebih rumit

Diagram seperti ini sangat berguna karena jumlah dan jenis konflik
dapat menunjukkan potensi kecelakaan di sebuah persimpangan.
Pada persimpangan yang memiliki dua-lajur, dua arah, dan empat kaki,
terdapat 16 titik potensi konflik perpotongan, delapan konflik
penggabungan dan delapan konflik penyebaran. Persimpangan-T yang
diperlihatkan pada gambar di atas menjalankan fungsi yang hampir
sama dengan persimpangan empat-kaki" dan hanya terdiri dari enam
titik potensi konflik perpotongan, tiga titik konflik penyebaran dan tiga

107
titik konflik penggabungan. Dengan demikian, apakah persimpangan T
lebih superior dibandingkan persimpangan empat-kaki? Belum tentu.
Terdapat beberapa faktor lain yang memainkan peranan penting dalam
memutuskan untuk memilih tipe atau desain persimpangan tertentu
untuk suatu lokasi yang spesifik.

Berdasarkan urutan tingkat pengendalian, dari kecil ke tinggi, di


persimpangan, keenamnya adalah: tanpa kendali, kanalisasi, rambu
pengendali kecepatan atau rambu berhenti, bundaran, dan lampu lalu-
lintas. MUTCD (FHWA, 2000) memberikan petunjuk mengenai
penggunaan jenis pengendali persimpangan, dalam bentuk ketentuan.

108
10.5.1 Rambu Berhenti

Rambu berhenti harus ditempatkan pada suatu persimpangan pada


kondisi-kondisi berikut:

1. Persimpangan antara suatu jalan yang relatif kurang penting dengan


jalan utama, di mana penerapan aturan daerah-milik-jalan yang
normal bisa berbahaya

2. Persimpangan antara jalan-jalan luar kota dan perkotaan dengan


jalan raya

3. Jalan yang memasuki suatu jalan atau jalan raya tembus

4. Persimpangan tanpa lampu lalu-lintas di suatu daerah yang


menggunakan lampu lalu-Lintas

11 Persimpangan tanpa lampu lalu-lintas di mana kombinasi antara


kecepatan tinggi, pandangan terbatas, dan banyaknya kecelakaan
serius mengindikasikan adanya kebutuhan akan pengendalian oleh
rambu berhenti.

Rambu berhenti multi-arah (simpang empat atau lebih) bisa digunakan


sebagai ukuran keselamatan di beberapa lokasi di mana volume di
persimpangan jalan mendekati sama dan pada beberapa kondisi
berikut:

1. Masalah kecelakaan, diindikasikan oleh lima laporan kecelakaan


atau lebih dalam periode 12 bulan, yang bisa diperbaiki dengan
adanya pemasangan rambu berhenti multi-arah

2.

109
(a) Total volume kendaraan yang memasuki persimpangan dari
segala penjuru memililiki tata-rata setidaknya 500 kendaraan
per-jam untuk setiap 8 jam dari hari biasa, dan

(b) kombinasi antara volume kendaraan dan pejalan kaki yang


datang dari jalan-jalan minor memiliki rata-rata setidaknya 200
unit per-jam untuk 8 jam yang sama itu, dengan rata-rata
penundaan untuk lalu-lintas kendaraan jalan minor setidaknya
30 detik per kendaraan selama jam sibuk, tetapi

(c) ketika kecepatan datang persentil ke-85 dari aliran di jalan utama
melampaui 40 mil per-jam, maka jaminan volume kendaraan
minimumnya adalah 70% dari kebutuhan.

3. Di lokasi di mana lampu lalu-lintas ditempatkan, rambu berhenti


multi-arah dapat digunakan sebagai ukuran sementara pemasangan
lampu sedang dilakukan.

10.5.2. Rambu Pengendalian Kecepatan

Rambu ini umumnya ditempatkan:

1. Pada suatu jalan minor di titik masuk menuju suatu persimpangan


ketika perlu memberikan hak jalan ke jalan utama, namun di mana
kondisi berhenti tidak diperlukan setiap saat dan dimana kecepatan
datang yang aman di jalan minor melebihi l0 mil per-jam.

2.Pada pintu masuk ke jalan ekspres (expressway), di mana lajur


khusus untuk percepatan tidak ada.

110
3.Dimana terdapat suatu lajur belok-kanan yang terpisah atau
dikanalisasi, namun tanpa adanya lajur percepatan yang memadai.

4.Di semua persimpangan, di mana masalah lalu-lintas dapat


ditanggulangi dengan mudah dengan pemasangan rambu pengatur
kecepatan.

5. Di suatu persimpangan dengan jalan raya yang terbagi, di mana


rambu berhenti terletak di pintu masuk menuju jalan yang pertama,
dan pengendalian selanjutnya diperlukan pada pintu masuk menuju
jalan yang kedua. Lebar median antara masing-masing jalan harus
melebihi 30 feet.

10.5.3 Kanalisasi di Persimpangan (Channelization)

Kanalisasi adalah proses pemisahan atau pengaturan terhadap aliran


kendaraan yang saling konflik ke dalam rute-rute jalan yang jelas
dengan menempatkan beton pemisah atau rambu perkerasan untuk
menciptakan pergerakan yang aman dan teratur bagi kendaraan dan
pejalan kaki. Kanalisasi yang benar dapat meningkatkan kapasitas,
menyempurnakan keamana, memberikan kenyamanan penuh, dan
juga menaikkan kepercayaan diri pengemudi. Kanalisasi sering kali
digunakan bersama dengan rambu berhenti atau rambu pengatur
kecepatan atau pada persimpangan dengan lampu lalu-lintas.

Beberapa prinsip dasar untuk membantu perancangan persimpangan


yang dikanalisasi adalah sebagai berikut:

111
1. Pengemudi harus dibantu dengan garis-garis kanal yang mudah
diikuti.

2. Tikungan tajam dan tiba-tiba harus dihindarkan.

3. Area persinggungan kendaraan harus dikurangi sebanyak mungkin.

4. Arus lalu-lintas yang bersimpangan tanpa penggabungan dan


penjalinan harus berpotongan tepat atau hampir membentuk sudut
tegak lurus.

5. Penempatan beton pemisah harus dipilih secara hati-hati dan


sesedikit mungkin.

6. Kanalisasi yang berlebihan harus dihindari, karena terbukti


kontraproduktif.

Gambar 8-4 memberikan contoh spesifik mengenai persimpangan


yang dikanalisasi. The Intersection Channelization Design Guide (TRB,
1985) dan AASHTO (2001) menyediakan rincian yang jelas tentang
kanalisasi.

6.4 Bundaran (Rotary) dan Perputaran (Roundabout)

Bundaran dan perputaran adalah persimpangan kanalisasi yang terdiri


dari sebuah lingkaran pusat yang dikelilingi oleh jalan satu-arah.
Perbedaan mendasar antara bundaran dan perputaran adalah bahwa
bundaran umumnya menggunakan lampu lalu-lintas (seperti di
Washington,D.C.), sedangkan perputaran tidak. Umumnya, dalam
kasus perputaran, lalu-lintas yang masuk mengikuti arah lalu-lintas
yang ada di situ.

112
Perputaran umumnya mempunyai tingkat keselamatan yang baik dan
kendaraan tidak harus berhenti saat volume lalu-lintas rendah.
Perputaran yang didesain dengan baik seharusnya dapat
membelokkan kendaraan yang melalui suatu persimpangan dengan
menggunakan pulau pusat (central island) yang cukup besar, pulau di-
dekat-persimpangan yang desainnya layak, dan meliukkan alinyemen
keluar dan alinyemen masuknya (lihat kembali Gambar 8-1).

10.5.4 Persimpangan Tanpa Rambu

Apabila sebuah persimpangan tidak memiliki peranti pengatur lalu-


lintas, pengemudi kendaraan yang menuju persimpangan tersebut
harus dapat mengamati keadaan agar dapat mengatur kecepatan yang
diperlukan sebelum mencapai persimpangan. Waktu yang diperlukan
untuk memperlambat kendaraan adalah waktu persepsi-reaksi
pengemudi dan dapat diasumsikan sebesar 2,0 detik. Selain itu,
pengemudi harus memulai menginjak rem pada jarak tertentu dari
persimpangan. Jarak yang dimaksudkan, di mana pengemudi dapat
melihat kendaraan lain datang mendekat di jalur persimpangan, adalah
jarak yang ditempuh selama 2,0 detik untuk persepsi dan reaksi,
ditambah 1,0 detik lagi untuk mulai menginjak rem atau untuk
mempercepat laju hingga mencapai kecepatan yang dibenarkan.
Dengan mengacu pada Gambar 8-5, segitiga pandangan ditentukan
oleh jarak minimum sepanjang jalan tersebut. Sebagai contoh, apabila
jalan raya A mempunyai batas kecepatan 50 mil per-jam dan jalan raya
B 30 mil per-jam, akan dibutuhkan segitiga pandangan tanpa
halangan, dengan kaki yang panjangnya setidaknya masing-masing

113
220 feet dan 130 feet dari persimpangan, cukup berdasarkan jarukrata-
rata yang dilalui selama 3 detik. Jarak minimum ini dapat memberi
kesempatan kendaraan di kedua jalan tersebut untuk mengubah
kecepatan sebelum mencapai persimpangan, tetapi fakta ini belum
dapat memastikan kalau persimpangan itu aman.

Ada bahaya yang dapat mengancam jiwa pengemudi di persimpangan


seperti di atas, terutama apabila terdapat iring-iringan kendaraan yang
mendekati persimpangan, sementara waktu yang tersedia hanya
cukup untuk menghindari satu mobil saja. Karena jarak yang ditempuh
dalam waktu 3 detik terentang mulai dari 70% jarak berhenti yang
aman pada kecepatan 20 mil per-jam hingga hanya 36% pada
kecepatan 70 mil per-jam, maka penggunaan segitiga pandangan
untuk tujuan desain harus dilakukan dengan hati-hati.

Desain yang aman untuk persimpangan semacam itu harus


memungkinkan pengemudi pada kedua jalan raya tersebut untuk
melihat persimpangan dan lalu-lintas dalam waktu yang cukup untuk
menghentikan kendaraan sebelum mencapai persimpangan. Jarak
yang aman untuk berhenti dalam kasus ini adalah sama dengan jarak
yang digunakan untuk mendesain bagian jalan raya lainnya.

114
115
10.5.5 Peralatan Lampu Lalu-lintas

Satu metode yang paling penting dan efektif untuk mengatur lalu-lintas
di persimpangan adalah dengan menggunakan lampu lalu-lintas.
Lampu lalu-lintas adalah sebuah alat elektrik (dengan sistem pengatur
waktu) yang memberikan hak jalan pada satu arus lalu-lintas atau lebih
sehingga aliran lalu-lintas ini bisa melewati persimpangan dengan
aman dan efisien. Lampu lalu-lintas sesuai untuk mengurangi:

1. Penundaan berlebihan pada rambu berhenti dan rambu pengendali


kecepatan

116
2. Masalah yang timbul akibat tikungan jalan

3. Tabrakan sudut dan sisi

4. Kecelakaan pejalan kaki

Karena peralatan lampu laluJintas sangatlah penting, bagian


selanjutnya pada bab ini akan menjelaskan lebih rinci mengenai desain
dan penerapan lampu lalu-lintas.

10.6 LAMPU LALU-LINTAS

Semua peralatan yang menggunakan listrik (kecuali rambu) untuk


pengaturan, atau peringatan bagi pengemudi atau juga pejalan kaki
diklasifikasikan sebagai lampu lintas. Bagian ini dimulai dengan
sejumlah definisi dasar yang berhubungan dengan lampu lalu-lintas
dan persimpangan dan dilanjutkan dengan beberapa metode rinci
untuk merancang pengaturan-waktu untuk lampu lalu-lintas. Subbab-
subbab yang membahas topik ini hanya akan mengemukakan dasar-
dasarnya yang penting saja

10.6.1 Tujuan Lampu Lalu-lintas

Secara umum, lampu lalu-lintas dipasang pada suatu persimpangan


berdasarkan alasan spesifik berikut ini:

 Untuk meningkatkan keamanan sistem secara keseluruhan.

 Untuk mengurangi waktu tempuh rata-rata di sebuah


persimpangan, sehingga meningkatkan kapasitas

117
 Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan di seluruh aliran
lalulintas.

walaupun lampu lalu-lintas dipasang atas dasar jaminan hukum,


pemasangannya tetap harus memenuhi persyaratan keselamatan,
waktu tempuh, kelayakan, polusi, dan sebagainya. Penjelasan yang
lebih dalam tentang jaminan hukum akan dibahas pada bagian
berikutnya.

Beberapa kelebihan utama lampu lalulintas daripada rambu adalah


petunjuk/pengarahan yang positif bagi pengemudi kendaraan dan
pejalan kaki, sehingga mengurangi kemungkinan pengambilan
keputusan yang keliru oleh pengemudi; fleksibilitas, dalam artian
bahwa pengalokasian hak-prioritas jalan dapat disesuaikan dengan
kondisi arus lalu-lintas; kemampuan untuk mengatur prioritas
perlakuan terhadap pergerakan kendaraan; pengendalian yang
terkendali dapat meningkatkan kendali di sepanjang jalan atau di
jaringan-jaringan daerah; dan penyediaan arus kelompok lalu-lintas
yang kontinu melalui koordinasi yang tepat pada kecepatan tertentu
dan sepanjang rute tertentu. Di lain pihak, telah diamati bahwa desain
lampu lalu-lintas yang buruk dapat meningkatkan frekuensi
kecelakaan, penundaan yang lama bagi kendaraan saat merndekati
persimpangan, memaksa kendaraan untuk mengambil rute memutar,
dan membuat pengemudi marah.

118
10.6.2. Definisi-definisi yang Berkenaan dengan persimpangan
dan lampu Lalu-lintas

Ada sejumlah istilah yang digunakan dalam bab ini dan beberapa bab
lainnya yang perlu didefinisikan. Definisi-definisi tersebut telah
disarikan dari Traffic Engineering Handbook (plirc-1992) dan Highway
Capacity Manual (TRB, 2000).

 siklus (panjang siklus atau waktu siklus): urutan lengkap suatu


lampu lalu-lintas.

 Fase (fase lampu lalu-linlas): bagian dari suatu siklus yang


dialokasikan untuk kombinasi pergerakan-pergerakan lalu-lintas
yang menerima hak-prioritas-jalan secara simultan selama satu
interval waktu atau lebih.

 Interval: bagian dari siklus lampu lalu-lintas di mana tidak terjadi


perubahan warna lampu

 Keseimbangan (offiet): waktu (dalam detik) antara permulaan fase


lampu hijau di satu persimpangan dengan permulaan lampu hijau
di persimpangan berikutnya.

 Antar-hijau (interval perpindahan): waktu antara akhir lampu hijau


untuk satu fase dengan awal lampu hijau untuk fase lainnya
(Gambar 8-6).

 Interval merah-seluruhnya: lama waktu menyalanya lampu merah


untuk seluruh kaki persimpangan. Dalam beberapa kasus, interval
semua-merah digunakan khusus agar para pejalan kaki dapat
menyeberangi persimpangan yang relatif lebar.

119
 Faktor jam sibul</puncak (peak-hour factor/PHF): dalam kasus
persimpangan jalan, per-bandingan antara jumlah kendaraan yang
memasuki persimpangan selama jam puncak dengan empat kali
jumlah kendaraan yang masuk selama periode 15-menit puncak'
Jika data lapangan PHF tidak tersedia, maka nilai 0,85 dapat
digunakan, di mana arus lalu-lintas selama periode l5-menit = V/(4
x 0'85) = 0'294V' atau sekitar 0,3V di mana V adalah arus jam-
puncak.

 Headway keberangkatan rata-ratai Hasil-hasil pengamatan yang


dilakukan oleh Greenshield et al (1947) menunjukkan bahwa
untuk interval lampu hijau 20 sampai 30 detik, headway rata+lata
per kendaraan sekitar 2,5 detik.

 Padanan kendaraan penumpang (passenger-car


equivalent/PCE"): untuk menghitung efek merugikan yang
ditimbulkan oleh kendaraan komersial dan pergerakan menikung
ketika mulai bergerak (atau headway rata-rata), maka biasanya
arus aktual (dinyatakan dengan kombinasi kendaraan per-jam)
dikonversikan ke suatu volume ekuivalen dalam kendaraan
penumpang yang berjalan lurus melintasi persimpangan. Bis dan
truk diasumsikan sebesar 1,5 PCE, dan kendaraan yang menikung
ke kiri sekitar 1,6 PCE.

Sebagai tambahan, istilah-istilah berikut ini akan banyak digunakan


dalam bab ini dan bab-bab berikutnya (TRB, 1994):

 Cabang/kaki (approach): bagian dari suatu kaki persimpangan yang


digunakan oleh kendaraan yang bergerak mendekati persimpangan.

120
 Kapasitas; jumlah maksimum kendaraan yang diperkirakan akan
melintasi suatu jalan tertentu atau bagian jalan tertentu dalam satu
arah selama periode waktu tertentu pada kondisi lalu-lintas dan
kondisi jalan yang umum.

 volume kritis: statu volume (atau kombinasi volume) untuk suatu


jalan tertentu yang menghasilkan penggunaan kapasitas terbesar
(misalnya, membutuhkan waktu hijau untuk jalan tersebut,
dinyatakan dalam kendaraan penumpang atau kombinasi per-jam
per lajur (pc/h/lrt).

 Penundaan (delay): penambahan waktu berhenti untuk setiap


untuk setiap kendaraan yang mendekati persimpangan (dalam
detik per kendaraan).

 Waktu hijau (green time): panjang fase lampu hijau ditambah


interval perubahannya dalam detik.

 Perbandingan lampu hijau (green ratio): perbandingan antara


lamanya lampu hijau efektif terhadap panjang siklusnya.

121
 Volume per-jam: jumlah kombinasi kendaraan yang melintasi
bagian tertentu dari suatu lajur atau jalan selama periode waktu
satu jam.

 Tingkat pelayanan (level of service): ukuran yang menunjukkan


karakteristik mobilitas dari suatu persimpangan, sebagaimana
yang ditentukan oleh penundaan kendaran, dan faktor sekunder,
yaitu perbandingan volume/kapasitas.

 Bis lokal: sebuah bis yang memiliki jadwal berhenti tertentu di


suatu persimpangan Volume kendaraan-penumpang: volume yang
dinyatakan dengan kendaraan penumpang mengikuti penerapan
faktor padanan kendaraan penumpang menjadi volume
kendaraan.

 Volume periode.' volume desain, berdasarkan tingkat arus di


dalam 15 menit puncak dalam satu jam, dan dikonversikan ke
suatu volume per-jam yang berpadanan.

 Bis lintas (through bus): bis yang tidak memiliki jadwal berhenti di
persimpangan yang sedang dianalisis.

 Truk: kendaraan yang memiliki enam roda (ban) atau lebih untuk
berjalan.

10.6..3 Komponen-komponen Sistem Lampu Lalu-lintas

Instalasi lampu lalu-lintas terdiri dari tampilan-tampilan warna lampu


berikut mekanisme pengendaliannya. Instalasi ini juga dapat meliputi
berbagai peralatan pendeteksi kendaraan atau beberapa bentuk

122
peralatan lainnya yang dapat diaktifkan sesuai kebutuhan (seperti
tombol tekan untuk pejalan kaki yang hendak menyeberang jalan).

Warna yang ditampilkan lampu lalu-lintas ketika menyala ada


beberapa, di mana masing-masing mengendalikan satu aliran lalu-
lintas atau lebih yang tiba dari arah yang sama. Kepala lampu lalu-
lintas terdiri dari satu muka lampu lalu-lintas atau lebih, yang dapat
ditempatkan di sebuah tiang atau digantung pada kabel.

Warna yang menyala pada lampu lalu-lintas dibedakan dengan warna,


bentut, dan kontinuitasnya. Ada tiga warna yang digunakan: (1) hijau,
untuk memberikan hak jalan kepada satu atau kombinasi aliran
lalulintas; (2) merah, untuk melarang pergerakan ataumengharuskan
untuk berhenti; (3) kuning, untuk mengatur pemindahan hak jalan dari
sekelompok aliran lalu-lintas kepada kelompok lainnya atau untuk
memberikan peringatan. Apabila terdapat lampu lalu-lintas khusus bagi
pejalan kaki, biasanya berbentuk pesan tulisan atau logo yang
berpendar

Nyala lampu lalu-lintas bisa konstan atau berkelap-kelip. Seperti telah


diungkapkan sebelumnya, nyala lampu merah mempunyai pengertian
yang sama dengan rambu berhenti, sedangkan nyala lampu kuning
memperbolehkan kendaraan untuk maju dengan berhati-hati. Nyala
lampu "dilarang berjalan" mengisyaratkan kepada pejalan kaki bahwa
kondisi aliran kendaraan pada saat yang sama memungkinkan bagi
pejalan kaki untuk menyeberang. Nyala lampu "dilarang berjalan
ekuivalen dengan nyala lampu kuning.

123
Pengendali lampu lalu-lintas adalah peranti elektromekanis atau
elektronis yang mengatur panjang dan urutan nyala lampu di
persimpangan. Pengendali yang waktunya sudah diset terlebih dahulu
beroperasi dengan lama waktu yang tetap dialokasikan untuk
pergerakan lalu-lintas tertentu dalam urutan yang tepat; penetapan
waktu dilakukan berdasarkan pengamatan pola arus di persimpangan
tersebut. Pengendali sesuai-lalu-lintas dibuat untuk menerima
informasi mengenai pola arus lalu-lintas dari berbagai alat pengukur
dalam interval waktu yang telah diatur sebelumnya. Informasi ini
digunakan untuk memilih satu dari beberapa skema waktu yang
disimpan di dalam memory alat pengendali.

Pengendali yang diaktuasi-lalu-lintas juga menggunakan beberapa alat


penginderaan untuk mengubah panjang dar/atau urutan nyala lampu
laluJintas. Tidak seperti pengendali sesuai lalu-lintas, pengendali yang
diaktuasi-lalu lintas bereaksi terhadap kendaraan individu yang tiba di
persimpangan dan bukan terhadap perubahan dalam pola agregat lalu-
lintas di persimpangan. Skema pengaturan waktu aktuasi-lalu-lintas
biasanya dibatasi oleh panjang-panjang minimum dari menyalanya
lampu hijau yang dapat diperpanjang sedikit dengan kedatangan
kendaraan hingga mencapai jurnlah kendaraan maksimum tertentu.
Persimpangan dapat dikendalikan secara individual; atau alternatif
lainnya, sederetan persimpangan di sepanjang suatu jalan dapat
dihubungkan dan kemudian dikendalikan sebagai satu kelompok.

Pendeteksi dapat diaktifkan oleh datangnya suatu kendaraan. Ada


sejumlah prinsip fisika yang digunakan untuk melakukan deteksi:
tekanan, distorsi medan magnetik, gangguan pada sinar lampu,

124
perubahan frekuensi gelombang radar, perubahan induktansi pada
salah satu loop konduksi, deteksi video menggunakan teknik
pemrosesan gambar, dan sebagainya. Alat pendeteksi ini dapat
diletakkan di atas jalan, atau pada permukaa\ atalu di bawah
permukaan jalan, atau cukup pada layar video untuk pemrosesan
gambar. Pendeteksi tersebut berbeda dalam biaya investasi daa
pemeliharaannya, demikian pula tingkat akurasi yang dihasilkan.

10.6.4 Elemen-elemen Sistem Pengaturan-Waktu Lampu


LaluJintas

Pada persimpangan yang menggunakan lampu lalu-lintas, beberapa


aliran lalu-lintas dimungkinkan untuk mendapat hak-jalan secara
bersama-sama, sementara aliran lainnya dihentikan. Fase lampu lalu-
lintas adalah periode di mana pada periode tersebut satu pergerakan
atau lebih diberi lampu hijau secara bersamaan. Gambar 8-7
memperlihatkan diagram fase untuk persimpangan antara dua jalan.

Pertimbangan keselamatan menentukan bahwa suatu fase hanya


dapat digunakan bersama oleh aliran-aliran lalu-lintas yang jalur-
jalumya tidak bersimpangan. Namun dalam penerapannya, beberapa
persinggungan masih dapat ditolerir.

125
Dalam Gambar 8-7, pejalan kaki dan kendaraan yang belok ke kiri dan
ke kanan mendapat lampu hijau dalam waktu yang bersamaan. Di A.S.
kendaraan yang menikung ke kiri sering kali diatur agar memungkinkan
untuk melewati persimpangan melalui jeda-jeda (gap) dalam aliran
lalu-lintas yang bergerak padajalan yang sama tetapi dari arah yang
berlawanan.

Pada beberapa persimpangan, di mana pejalan kaki dan kendaraan


yang menikung sangat banyak, akan lebih menguntungkan bila
disediakan satu fase khusus di mana seluruh pergerakan pejalan kaki
diperbolehkan sementara seluruh kendaraan berhenti. Fase-fase
berikutnya hanya berlaku untuk kendaraan.

Waktu antara akhir dari menyalanya lampu hijau untuk satu fase
dengan awal dari menyalanya lampu hijau untuk fase berikutnya
disebut antar hijau (intergreen), atau interval perpindahan. Lampu
kuning diperlihatkan selama periode antar-hijau yang kemudian diikuti

126
dengan lampu merah. Ini diperlihatkan pada Gambar 8-6. Ketika
interval perpindahannya (clearance interval) panjang, maka digunakan
kombinasi antara lampu kuning dan interval semua-merah. Ini juga
diperlihatkan pada Gambar 8-6.

Desain fase lampu lalu-lintas menentukan urutan berbagai fase yang


saling mengikuti satu sama lain. Siklus lampu lalu-lintas adalah bagian
dari urutan tersebut. Perlu dicatat bahwa keselamatan (upaya
menghindar dari persinggungan) dan kualitas pelayanan merupakan
faktor terpenting dalam desain lampu lalu-lintas.

Diagram fase dikembangkan dengan cara meninjau sekaligus geometri


persimpangan (terutama jumlah lajur di setiap cabang persimpangan)
dan jalur-jalur pergerakan di keseluruhan persimpangan. Keselamatan
adalah kriteria tunggal untuk menghitung waktu antar-hijau.

Beberapa faktor yang mempengaruhi panjangnya antar-hijau meliputi


jarak berhenti yang aman, kecepatan mendekati persimpangan,
kecepatan berjalan para pejalan kaki, dan lebar perkerasan.

Apabila waktu siklus dikurang dengan jumlah antarhijau-antarhijau dari


seluruh fase, maka hasilnya adalah waktu hijau total per siklus.
Pemilihan waktu hijau bergantung pada apakah kita akan
meminimalkan waktu tempuh ratq-rata total di suatu persimpangan,

127
atau apakah kita ingin menyeimbangkan permintaan dan kapasitas
pada suatu periode waktu tertentu,atau apakah kita ingin
meminimalkan waktu tempuh individual maksimum di persimpangan,
dan sebagainya. Tiap tujuan akan menghasilkan waktu siklus dan
lampu hijau yang berbeda-beda.

128
BAB XI

PRASARANA MANAJEMEN LALU LINTAS

11.1 Perlengkapan jalan

a. Rambu; terdiri dari rambu peringatan, larangan, dan


petunjuk yang digunakan untuk mengatur kecepatan,
arah arus lalu lintas, larangan arah arus lalu lintas,
peringatan untuk memperlambat kecepatan atau hati
hati kemungkinan terjadi gangguan atau halangan pada
ruas jalan tersebut. Lokasi dan posisi rambu harus
dipasang sedemikian rupa agar mudah dilihat, mudah
diketahui, mudah dimengerti maksud rambu atau hal
yang dihadapi pengemudi/pengguna jalan akan
keadaan jalan didepannya. Jarak rambu teradap
keadaan jalan harus cukup dan disesuaikan dengan
kecepatan izin diruas jalan tersebut.

b. Marka; terdiri dari marka sejajar jalan dan marka


melintang jalan. Marka sejajar jalan berfungsi
mengarahkan arus lalu lintas. Marka garis penuh
merupakan batas lajur yang pada umumnya tidak boleh
dipotong arus lalu lintas, sedangkan marka putus putus
sebagai pembatas lajur yang dapat dipotong arus lalu
lintas bila memungkinkan. Marka melintang jalan juga
ada yang garis penuh maupun putus putus. Marka
melintang garis penuh yang berada di persimpangan

129
dinamakan garis stop, sedangkan marka melintang
garis putus putus merupakan marga prioritas (give way).
Marka juga digunakan untuk menunjukkan lokasi parker
maupun lokasi dilarang parker. Mrka yang berada di
persimpangan disebut box junction.

c. Apill; Apill merupakan alat pengatur isyarat lalu lintas


yang lazimnya dipasang dipersimpangan untuk
mengatur waktu gerak arus lalulintas dimasing masing
arah dan kaki simpang. Waktu hijau untuk masing
masing arah arus harus sebanding dengan besarnya
volume dibagi arus jenuh untuk masing masing arah
tersebut, agar terjadi efisiensiyang tinggi dalam
penggunaan ruang persimpangan tersebut.

11.2. Median dan barrier

a. Median; merupakan pembatas fisik arus lalu lintas yang


berlawanan arah, yang berguna untuk meningkatkan
kelancaran dan keselamatan arus lalu lintas tersebut.
Median ditempatkan pada ruas jalan yang sekurang
kurangnya memiliki empat lajur dua arah, atau dua lajur
masing masing arah. Lebar dan ketinggian median
harus memenuhi syarat.

b. Barrier; merupakan pembatas arus lalu lintas baik satu


arah maupun dua arah, yang berfungsi untuk pengarah
dan menjamin keselamatan lalu lintas.

130
c. Separator; merupakan batas fisik arus lalu lintas satu
arah. Biasanya digunakan sebagai pembatas arus lalu
lintas yang berbeda kecepatan, jenis kendaraan, atau
punya fungsi khusus.

d. Bukaan; Median dan separator dalam keadaan tertentu


disediakan bukaan. Bukaan putaran balik atau U turn
untuk median, bukaan sejenis off ramp atau on ramp
untuk separator. Bukaan yang baik dilengkapi dengan
lajur tunggu (storage lane) dan taper. Jarak antar
bukaan juga harus memenuhi syarat agar tidak
mengganggu arus lalu lintas menerus.

11.3. Kerb dan trotoar

a. Kerb; merupakan struktur beton peninggi untuk trotoar,


median, separator, pulau jalan, dan prasarana lainnya.
Jenis kerb ada beberapa seperti kerb penghalang, kerb
peninggi, dan kerb berparit. Pada jarak tertentu diperlukan
kerb yang berlubang untuk mengalirkan air hujan dari
permukaan jalan kedalam saluran tepi dibawah trotoar.

b. Trotoar; merupakan prasarana pejalan kaki yang


biasanya berada diluar jalur lalu lintas dan sejajar dengan
jalan. Ruang antara trotoar dan jalan sebaiknya
digunakan untuk jalur tanaman dan perlengkapan jalan.
lebar trotoar disesuaikan dengan kebutuhan volume

131
pejalan kaki. Trotoar yang baik harus memperhatikan
para penyandang cacat dan gender.

c. Ramp; kelandaian trotoar disesuaikan dengan kebutuhan.


Ramp untuk akses tertentu perlu disiapkan apabila
memang diperlukan seperti para penyandang cacat dan
lanjut usia.

d. Bukaan; akses tertentu yang memotong trotoar harus


disiapkan dan didesain dengan baik agar fungsi pejalan
kaki masih tidak terganggu dan tingkat keselamatan
masih dijaga.

11.4. Penyeberangan pejalan kaki

a. Zebra cross; merupakan tempat penyebrangan pejalan kaki


yang diberi marka khusus. Zebra cross harus dipasang pada
lokasi dimana banyak penyeberang jalan dengan jarak
pandang yang cukup. Rambu penyeberang jalan harus
dipasang pada lokasi ini.

b. Apill; penyeberang jalan dengan apill dapat disediakan pada


persimpangan atau ruas jalan dengan jarak pandang yang
cukup.

c. Pelican; Penyeberangan jalan jenis ini biasanya


disediakanpada ruasjalan denganjarakpandang yang cukup.

d. Jembatan; dipasang pada ruas jalan dengan voume lalu lintas


yang tinggi, pada jalan dengan jumlah lajur dua atau lebih.

132
e. Terowongan/underpass; sebagai alternative dari kembatan
penyeberangan jalan yang didasarkan pada pertimbangan
teknis dan ekonomis lebih menguntungkan.

11.5. Akses, ramp, dan kanalisasi

a. Akses masuk dan keluar; disediakan dengan jarak antar akses


yang cukup pada lokasi dengan jarak pandang yang memadai
dan dilengkapi dengan ramp.

b. On ramp dan off ramp; diperlukan untuk melengkapi akses dan


bukaan separator pada jalan berlajur banyak dengan volume
dan kecepatan lalu lintas yang tinggi.

c. Kanalisasi dan pulau jalan; diperlukan pada daerah konflik yang


kompleks seperti persimpangan. Bentuk plau dan arah arus lalu
lintas harus jelas. Diberi marka dan rampuyang memadai.

11.6. Prasarana lain yang diperlukan; apabila dipandang perlu ada


prasarana lain yang berguna untuk manajemen lalu lintas dapat
diterapkan dengan rencana yang baik dan teliti.

Prasarana manjemen lalu-lintas merupakan bagian yang penting dari


perangkat yang digunakan untuk mengupayakan pergerakan
kendaraan dan pejalan kaki yang efisien di sepanjang jalan dan
persimpangan.

133
BAB XII

PENUTUP

Untuk mendapatkan jalan yang mempunyai nilai keselamatan


pengguna jalan yang baik maka diperlukan beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi, diantaranya adalah alat perlengkapan jalan.Alat
perlengkapan jalan ini mempunyai ukuran yang tertentu agar
memenuhi rasa kenyamanan bagi pengguna jalan untuk dipatuhi
selama pengguna memakai jalan tersebut.Selain mempunyai ukuran
sesuai ketentuan harus diperhatikan juga cara
penempatannya.Penempatan ini sangat mempengaruhi terhadap jarak
pandang dan daerah bebas samping, oleh karena itu penempatannya
harus benar-benar memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan dalam petunjuk teknis penempatan perlengkapan jalan dan
Peraturan Menteri Perhubungan No.2 Tahun 2013 Tentang Petunjuk
Teknis Penerapan Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal
Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten / Kota.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalampemeriksaan dan


penilaian adalah:

a. Standar perlengkapan jalan

b. Fungsi perlengkapan jalan

c. Manfaat perlengkapan jalan

d. Kualitas perlengkapan jalan

134

Anda mungkin juga menyukai