Sejumlah perusahaan kelapa sawit dan bubur kertas yang terlibat kebakaran hutan dan lahan
(karhutla) dalam periode 2015-2018 lolos dari sanksi serius pemerintah, kendati telah terjadi
kebakaran berulang di area lahan yang sama. Analisis pemetaan terbaru lembaga Greenpeace
menemukan 10 perusahaan kelapa sawit yang memiliki area lahan terbakar terbesar pada
karhutla 2015-2018, hingga kini belum mendapat sanksi yang serius. Bahkan, pemerintah
Indonesia juga belum mencabut satu pun izin konsensi lahan tersebut. Demikian halnya
sejumlah perusahaan bubur kertas yang terlibat karhutla dalam periode yang sama. Padahal,
dalam karhutla tahun ini, titik api tercatat di area konsesi yang sama, yakni kelapa sawit dan
bubur kertas.
Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik, menyebut, hal ini
mengindikasikan ‘pemerintah tidak serius dalam hal penegakan hukum’ dan menjadi alasan
utama ‘mengapa karhutla kembali terjadi setiap tahun’. "Kita bisa lihat ternyata perusahaan-
perusahaan yang dari 2015 sampai 2018 lokasinya terbakar, tapi tidak ada satupun yang
mendapat sanksi, baik sanksi administratif atau sanksi perdata," ujar Kiki kepada BBC
Indonesia, Selasa (24/09). "Tahun ini, setelah kita monitor dari sisi fire hot spot ternyata kita
masih menemukan banyak sekali titik-titik api di wilayah konsensi-konsensi tersebut, yang
ternyata berulang," lanjutnya.
Dari hasil analisis terbaru Greenpeace, lahan seluas 3,4 juta hektare terbakar antara 2015
sampai 2018 di Indonesia. Pada 2015 saja, lebih dari 2,6 juta hektare lahan terbakar. Atasan
alasan itu Greenpeace menyebutnya sebagai salah satu bencana lingkungan hidup berbesar
pada abad ke-21, hingga kini. Data ini kemudian dibandingkan dengan data konsesi terbaik
yang tersedia pada perusahaan kelapa sawit dan bubur kertas serta sanksi administratif dan
perdata terhadap perusahaan, yang disusun melalui permintaan sesuai hak atas keterbukaan
informasi dan laporan resmi pemerintah. Merujuk analisis Greenpeace Indonesia, tidak ada
satu pun dari 10 konsesi kelapa sawit di Indonesia dengan total area terbakar terbesar diberikan
01 – TPS (Penalaran Umum)
sanksi yang serius, baik sanksi perdata maupun sanksi administratif. Justru, sejumlah
perusahaan tersebut memiliki jumlah titik api yang tinggi di konsesi mereka pada tahun ini.
Salah satunya adalah PT Deny Marker Indah Lestari di Sumatra Selatan, dengan total hotspot
sebanyak 182 titik pada karhutla tahun ini. Pada periode 2015-2018, lahan yang terbakar dalam
konsensi itu seluas 5.400 ha.
Sander Van Den Ende, Direktur Lingkungan dan Konservasi SIPEF - perusahaan yang
mengakuisisi Deny Marker Indah Lestari pada 2017, menjelaskan bahwa pada karhutla 2015,
cakupan lahan yang terbakar mencapai 4.817 hektare. "Ini menjadi subjek dari sanksi yang
diberikan polisi, dan diselesaikan oleh pemilik sebelumnya dengan Kementerian Lingkungan
Hidup," tulis Sander Van Ende dalam responsnya. Menanggapi tingginya titik api yang terjadi
di lahannya pada karhutla tahun ini, dia menegaskan bahwa perusahaannya tidak pernah
membakar hutan untuk pembukaan lahan. Sementara, menurut laporan Greenpeace Indonesia,
lahan seluas 5.000 ha di Kalimantan Tengah yang konsesinya dimiliki oleh PT Globalindo
Agung Lestari yang tergabung dalam Grup Genting terbakar dalam karhutla 2015-2018.
Namun kini, ada sejumlah 297 titik api di lahan itu.
Demikian halnya, PT Monrad Intan Barakat di Kalimantan Selatan yang areanya seluas 8.100
ha terbakar selama kurun waktu 2015-2018, kini ditemukan 103 titik api di lahan itu.Laporan
Greenpeace pula mencatat, lima grup perusahaan kelapa sawit yang memiliki area kebakaran
terbesar dalam konsesi mereka, pada periode 2015-2018, antara lain Sungai Budi/Tunas Baru
Lampung dengan area kebakaran 16.500 hektar, Bakrie (16.500 ha), Best Agro Plantation
(13.700 ha) LIPPO (13.000 ha) dan Korindo (11.500 ha). "Berdasarkan grup perusahaan
perkebunan kelapa sawit, ada 12 grup yang terlibat dalam karhutla pada periode 2015-2018,
hanya dua grup yang mendapat sanksi," ujar Kiki Taufik dari Greenpeace Indonesia.
(Sumber : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49806272)
01 – TPS (Penalaran Umum)
6. Berdasarkan grafik teks, manakah grup perusahaan yang bukan merupakan perusahaan
sawit dengan lahan kebakaran terluas tahun 2015 – 2018?
A. Wilmar
B. Best Agro Plantation
C. Genting
01 – TPS (Penalaran Umum)
D. Citra Borneo Indah
E. SIPEF
7. Berdasarkan grafik pada teks, manakah yang memiliki luas lahan terbakar paling luas?
A. Genting
B. Salim
C. Amara
D. Citra Borneo Indah
E. Gama
8. Berdasarkan grafik pada teks, dua perusahaan mana yang jumlah lahan terbakarnya lebih
besar dari perushaan Bakrie?
A. Genting dan Amara
B. Genting dan Citra Borneo Indah
C. Korindo dan Citra Borneo Indah
D. Amara dan Citra Borneo Indah
E. Fangiono Family dan Citra Borneo Indah
10. Berapa rata-rata lahan yang terbakar dari grup-grup perusahaan dengan lahan terluas pada
tahun 2015 – 2018?
A. 10.475 ha
B. 125.700 ha
C. 10.400 ha
D. 16.500 ha
E. 13.700 ha