BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran masalah gizi pada balita di
Indonesia yaitu 19,6% gizi kurang, diantaranya 5,7% gizi buruk; gizi lebih 11,9%, stunting (pendek)
37,2%. Proporsi gemuk menurut kelompok umur, terdapat angka tertinggi baik pada balita
perempuan dan laki-laki pada periode umur 0-5 bulan dan 6-11 bulan dibandingkan kelompok
umur lain. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak masyarakat khususnya ibu
balita yang mempunyai persepsi tidak benar terhadap balita gemuk. Data masalah Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) berdasarkan hasil survei nasional tahun 2003 sebesar 11,1%
dan menurut hasil Riskesdas 2013, anemia pada ibu hamil sebesar 37,1%.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan tujuan perbaikan
gizi adalah untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Mutu gizi akan tercapai
antara lain melalui penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan profesional di semua
institusi pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan kesehatan yang penting adalah pelayanan
gizi di Puskesmas, baik pada Puskesmas Rawat Inap maupun pada Puskesmas Non Rawat Inap.
Pendekatan pelayanan gizi dilakukan melalui kegiatan spesifik dan sensitif, sehingga peran
program dan sector terkait harus berjalan sinergis. Pembinaan tenaga kesehatan/tenaga gizi
puskesmas dalam pemberdayaan masyarakat menjadi hal sangat penting.
Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan tingkat
pertama. Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas diperkuat dengan Puskesmas
Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Upaya Kesehatanan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang
disebut sebagai Puskesmas dan jejaringnya. Sedangkan untuk daerah yang jauh dari sarana
pelayanan rujukan, didirikan Puskesmas Rawat Inap. Menurut data dari Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Kesehatan per Desember tahun 2011 jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia adalah
9.321 unit,diantaranya 3.025 unit Puskesmas Rawat Inap, dan selebihnya yaitu 6.296 unit
Puskesmas Non Rawat Inap. Puskesmas dan jejaringnya harus membina Upaya Kesehatan
Berbasis Masyarakat.
Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung dan di
luar gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umumnya bersifat individual, dapat berupa
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Kegiatan di dalam gedung juga meliputi
perencanaan program pelayanan gizi yang akan dilakukan di luar gedung. Sedangkan pelayanan
gizi di luar gedung umumnya pelayanan gizi pada kelompok dan masyarakat dalam bentuk
promotif dan preventif. Dalam pelaksanaan pelayanan gizi di Puskesmas, diperlukan pelayanan
yang bermutu, sehingga dapat menghasilkan status gizi yang optimal dan mempercepat proses
penyembuhan pasien. Pelayanan gizi yang bermutu dapat diwujudkan apabila tersedia acuan
untuk melaksanakan pelayanan gizi yang bermutu sesuai dengan 4 pilar dalam Pedoman Gizi
Seimbang (PGS).
B. Tujuan Pedoman
Tersedianya pedoman dalam melaksanakan pelayanan gizi di Puskesmas Manggar Baru dan
jejaringnya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang dibahas dalam buku pedoman ini adalah Penyelenggaraan Pelayanan gizi di
dalam maupun luar gedung di Puskesmas Manggar Baru
.
D. Batasan Operasional
Jenis konseling gizi yang dapat dilaksanakan di Puskesmas antara lain konseling gizi terkait
penyakit dan faktor risikonya, konseling ASI, konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA),
konseling faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) dan konseling bagi jemaah haji.
1. Asuhan Gizi adalah serangkaian kegiatan yang terorganisir/terstruktur untuk identifikasi
kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Dietetik adalah integrasi, aplikasi, dan komunikasi dari prinsip-prinsip keilmuan makanan,
gizi, sosial, bisnis, dan keilmuan dasar untuk mencapai dan mempertahankan status gizi
yang optimal secara individual melalui pengembangan, penyediaan dan pengelolaan
pelayanan gizi dan makanan di berbagai area/lingkungan/latar belakang praktek
pelayanan.
3. Edukasi Gizi/Pendidikan Gizi adalah serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan gizi
dan kesehatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien/klien dan lingkungannya
terhadap upaya perbaikan gizi dan kesehatan.Penyuluhan gizi ditujukan untuk kelompok
atau golongan masyarakat masal dan target yang diharapkan adalah pemahaman perilaku
aspek kesehatan dalam kehidupan sehari-hari
4. Food model adalah bahan makanan atau makanan contoh yang terbuat dari bahan sintetis
atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan tertentu sesuai dengan kebutuhan
yang digunakan untuk konseling gizi kepada pasien rawat inap maupun pengunjung rawat
jalan.
5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehata
6. Gizi Klinik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara makanan dan
kesehatan tubuh manusia termasuk mempelajari zat-zat gizi dan bagaimana dicerna,
diserap, digunakan, dimetabolisme, disimpan dan dikeluarkan dari tubuh
7. Kegiatan Spesifik adalah tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan
khusus untuk kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).Kegiatan ini pada umumnya
dilakukan oleh sektor kesehatan seperti imunisasi,PMT Ibu Hamil dan balita, monitoring
pertumbuhan balita di Posyandu, suplemen Tablet Tambah Darah (TTD), promosi ASI
Ekslusif, MP-ASI, dsb.Kegiatan spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat
dalam waktu relatif pendek (Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka 1000 HPK).
8. Kegiatan Sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan.
Sasarannya dalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun apabila
direncanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik dampaknya sensitif
terhadap proses keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan 1000 HPK
9. Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah yang
dilaksanakan oleh tenaga gizi puskesmas untuk menanamkan dan meningkatkan
pengertian, sikap, dan perilaku pasien dalam mengenali dan mengatasi masalah gizi
sehingga pasien dapat memutuskan apa yang akan dilakukannya.
10. Mutu Pelayanan Gizi adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan pelayanan
gizi sesuai dengan standar dan memuaskan, baik kualitas dari petugas maupun sarana
serta prasarana untuk kepentingan pasien/klien
11. Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara
penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang
pelayanan gizi, makanan dan dietetik, baik di masyarakat maupun Puskesmas dan unit
pelaksana kesehatan lainnya, berpendidikan dasar Akademi Gizi/Diploma III Gizi
12. Nutrisionist Registered (NR) adalah tenaga gizi Sarjana Terapan Gizi dan Sarjana Gizi
yang telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
13. Pasien/Klien, adalah pengunjung Puskesmas/tenaga kesehatan, baik rawat inap/rawat
jalan yang memerlukan pelayanan baik pelayanan kesehatan dan atau gizi.
14. Pasien Berisiko Malnutrisi adalah pasien dengan status gizi gizi buruk, gizi kurang, atau gizi
lebih, mengalami penurunan asupan makan, penurunan berat badan, dll.
15. Pasien Kondisi Khusus adalah pasien ibu hamil, ibu menyusui, lansia, pasien dengan
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti diabetes mellitus, hipertensi, hiperlipidemia, penyakit
ginjal, dll
16. Pelayanan Gizi adalah upaya memperbaiki gizi, makanan, dietetik pada masyarakat,
kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi,
makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi
sehat atau sakit diselenggarakan baik di dalam dan di luar gedung
17. Pelayanan Gizi Di Puskesmas adalah kegiatan pelayanan gizi mulai dari upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
BAB II
Untuk menunjang tercapainya tujuan kegiatan pelayanan gizi UPTD Puskesmas
Perawatan Manggar Baru memiliki penunjang yang harus dipenuhi
2 Peralatan kecil:
a. Pisau dapur j. Piring buah datar
b. Sendok sayur k. Piring kue
c. Parutan l. Cangkir bertutup
d. Sodet m. Tutup dan tatakan gelas
e. Pembuka botol / kaleng n. Dandang/alat kukus
f. Sendok dan garpu o. Panci
g. Piring makan p. Saringan kelapa
h. Gelas minum q. Penggorengan
i. Mangkuk sayur r. Wajan datar
A. Lingkup Kegiatan
1. Pelayanan Gizi di Dalam Gedung
Kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung terdiri dari upaya promotif, preventif, dan kuratif serta
rehabilitatif baik rawat jalan maupun rawat inap yang dilakukan di dalam puskesmas. Kegiatan
pelayanan gizi di dalam gedung terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu pelayanan gizi rawat jalan dan
pelayanan gizi rawat inap.
2. Kegiatan Pelayanan Gizi di Luar Gedung
Secara utuh kegiatan pelayanan gizi di luar gedung tidak sepenuhnya dilakukan hanya di luar
gedung, melainkan tahap perencanaan dilakukan di dalam gedung. Kegiatan pelayanan gizi di
luar gedung ditekankan ke arah promotif dan preventif serta sasarannya adalah masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas. Beberapa kegiatan pelayanan gizi di luar gedung dalam rangka upaya
perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh Puskesmas antara lain:
1) Bayi 6-11 bulan diberikan vitamin A 100.000 SI warna biru, diberikan dua kali setahun yaitu
pada bulan Februari dan Agustus
2) Balita 12-59bulan diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah, diberikan dua kali
setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus
3) Bayi dan Balita Sakit
Bayi usia 6-11 bulan dan balita usia 12-59 bulan yang sedang menderita campak, diare, gizi buruk,
xeroftalmia, diberikan vitamin A dengan dosis sesuai umur
4) Ibu nifas (0-42 hari)
Pada ibu nifas diberikan 2 kapsul merah dosis 200.000 SI, 1 kapsul segera setelah melahirkan dan
1 kapsul lagi 24 jam berikutnya.
5. Edukasi Dalam Rangka Pencegahan Anemia pada Remaja Putri dan WUS
MP-ASI Lokal adalah MP-ASI yang dibuat dari makanan lokal setempat dalam rangka untuk
meningkatkan pemahaman dan keterampilan tenaga kesehatan. MP- ASI lokal dapat dialokasikan
dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) atau dana lain sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sasaran MP-ASI lokal: balita gizi
kurang 6-24 bulan. Tugas tenaga gizi puskesmas dalam hal ini adalah:
1. Merencanakan menu MP-ASI lokal
2. Mengadakan bahan MP-ASI lokal
3. Mengolah MP-ASI lokal dibantu oleh kader
4. Mendistribusikan kepada sasaran dibantu oleh kader
b. PMT Pemulihan
1. Sasaran: balita gizi kurang, balita pasca perawatan gizi buruk, ibu hamil KEK (Kurang Energi
Kronik).
2. PMT Pemulihan untuk balita gizi kurang adalah makanan ringan padat gizi dengan
kandungan 350--400 kalori energi dan 10--15 gram protein.
3. PMT bumil KEK Bufferstock diberikan dalam bentuk makanan padat gizi dengan kandungan
500 kalori energi dan 15 gram protein.
. Lama pemberian PMT Pemulihan untuk balita dan Ibu Hamil KEK adalah 90 hari makan
anak (HMA) dan 90 hari makan bumil (HMB).
5. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam manajemen pemberian MP-ASI dan PMT-Bumil KEK
antara lain:
1) Merencanakan kebutuhan MP-ASI dan PMT Bumil KEK untuk sasaran selama satu tahun.
2) Memantau kegiatan pemberian MP-ASI dan PMT Bumil KEK, di wilayah kerja Puskesmas.
3) Menyusun laporan pelaksanaan distribusi MP-ASI dan PMT Bumil KEK wilayah kerja
Puskesmas Perawatan Manggar Baru
7. Surveilence Gizi
Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data yang
dilakukan secara terus menenus, penyajian serta diseminasi informasi bagi Kepala Puskesmas
serta Lintas Program dan Lintas Sektor terkait di tingkat kecamatan. Informasi dari kegiatan
surveilans gizi dimanfaatkan untuk melakukan tindakan segera maupun untuk perencanaan
program jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Sebagai acuan bagi petugas gizi
puskesmas dalam melakukan surveilans gizi bisa menggunakan buku Surveilans Gizi, Kementerian
Kesehatan RI, 2014.
Tujuan:
1) Tersedianya informasi berkala dan terus menerus tentang besaran masalah gizi dan
perkembangan di masyarakat.
2) Tersedianya informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab masalah gizi
dan faktor-faktor terkait
3) Tersedianya informasi kecenderungan masalah gizi di suatu daerah
4) Menyediakan informasi intervensi yang paling tepat untuk dilakukan (bentuk, sasaran, dan
tempat)
b. Lingkup data surveilans gizi antara lain:
1) Data status gizi
2) Data konsumsi makanan
3) Data cakupan program gizi
c. Sasaran: bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, WUS, ibu hamil, ibu menyusui,
pekerja serta lansia.
d. Dalam pelaksanaan surveilans gizi, tenaga gizi puskesmas berkoordinasi dengan
tenaga surveilans di Puskesmas dengan fungsi antara lain:
1) Merencanakan surveilans mulai dari lokasi, metode/cara melakukan, dan penggunanaan
data
2) Melakukan surveilans gizi meliputi mengumpulkan data, mengolah data, menganalisa
data, melaksanakan diseminasi informasi
3) Membina kader posyandu dalam pencatatan dan pelaporan kegiatan gizi di posyandu
4) Melaksanakan intervensi gizi yang tepat
5) Membuat laporan surveilans gizi
b) Sasaran: Lintas program dan lintas sektor di tingkat kecamatan di wilayah kerja
Puskesmas.
a) Tujuan: mengantisipasi kejadian luar biasa gizi buruk di suatu wilayah pada kurun
waktu tertentu
b) Sasaran: balita dan keluarganya, posyandu
a) Tujuan :
memperoleh gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam beriodium yang memenuhi
syarat di masyarakat. Dilaksananakan setiap satu tahun sekali.
b) Sasaran : rumah tangga
b. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam kerjasama lintas sektor dan lintas program adalah:
Merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan Pelayanan Gizi. Ada tiga
strategi yaitu :
1. Strategi advokasi .
Merupakan kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar membantu atau mendukung
pelaksanaan program. Advokasi adalah pendekatan kepada pengambil keputusan dari berbagai
tingkat dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meyakinan para
pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan bahwa program kesehatan yang akan
dilaksanakan tersebut sangat penting oleh sebab itu perlu dukungan kebijakan atau keputusan dari
pejabat tersebut. Dukungan dari pejabat pembuat keputusan dapat berupa kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat
instruksi, dana atau fasilitas lain..
2. Strategi kemitraan.
Tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dapat tercapai apabila ada dukungan dari
berbagai elemen yang ada di masyarakat. Dukungan dari masyarakat dapat berasal dari unsur
informal (tokoh agama dan tokoh adat) yang mempunyai pengaruh dimasyarakat. Tujuannnya
adalah agar para tokoh masyarakat menjadi jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana
program dengan masyarakat sebagai penerima program kesehatan. Strategi ini dapat dikatanan
sebagai upaya membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dapat
berupa pelatihan tokoh masyarakat, seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat dan
sebagainya.
3. Strategi pemberdayaan masyarakat.
Adalah strategi yang ditujukan kepada masyarakat secara langsung. Tujuan utama
pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan
dengan berbagai kegiatan antara lain penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat dalam bentuk usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Dengan meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak terhadap kemampuan
dalam pemeliharaan kesehatan. Misalnya terbentuk dana sehat, terbentuk pos obat desa, dan
sebagainya.
C. Langkah Kegiatan
Tahapan pelayanan gizi rawat jalan diawali dengan skrining/penapisan gizi oleh tenaga
kesehatan di Puskesmas untuk menetapkan pasien berisiko masalah gizi. Apabila tenaga
kesehatan menemukan pasien berisiko masalah gizi maka pasien akan dirujuk untuk memperoleh
asuhan gizi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pengkajian Gizi
Tujuan: mengidentifikasi masalah gizi dan faktor penyebab melalui pengumpulan,
verifikasi dan interpretasi data secara sistematis. Kategori data pengkajian gizi meliputi:
(a) Data Antropometri
Pengukuran Antropometri dapat dilakukan dengan berbagai cara meliputi pengukuran
Tinggi Badan (TB)/Panjang Badan (PB) dan Berat Badan (BB), Lingkar Lengan Atas (LiLA),
Lingkar Kepala, Lingkar Perut, Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP), dll
Ada dua macam pengkajian data riwayat gizi pasien yang umum digunakan yaitu secara
pengkajian riwayat gizi kualitatif dan kuantitatif:
i. Pengkajian riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran
kebiasaan makan/pola makan sehari berdasarkan frekuensi konsumsi makanan.
ii. Pengkajian gizi secara kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran asupan zat
gizi sehari, dengan cara recall 24 jam, yang dapat diukur dengan menggunakan
bantuan food model.
Data hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia
darah terkait gizi dalam rangka mendukung diagnosis penyakit serta menegakkan diagnosis gizi
pasien/klien. Hasil pemeriksaan laboratorium ini dilakukan juga untuk menentukan intervensi gizi
dan memonitor/mengevaluasi terapi gizi. Contoh data hasil pemeriksaan laboratorium terkait gizi
yang dapat digunakan misalnya kadar gula darah, kolesterol, LDL, HDL, trigliserida, ureum,
kreatinin, dll.
Diagnosis gizi spesifik untuk masalah gizi yang bersifat sementara sesuai dengan respon
pasien. Dalam melaksanakan asuhan gizi, tenaga gizi puskesmas seharusnya bisa menegakkan
diagnosis gizi secara mandiri tanpa meninggalkan komunikasi dengan profesi lain di puskesmas
dalam memberikan layanan.
Tujuan diagnosis gizi adalah mengidentifikasi adanya masalah gizi, factor penyebab, serta
tanda dan gejala yang ditimbulkan. Untuk mengetahui ruang lingkup diagnosis gizi dapat merujuk
pada Buku Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar, Kementerian Kesehatan RI, 2014 atau di
Buku Pedoman Asuhan Gizi di Puskesmas, WHO dan Kementerian Kesehatan RI, 2011.
Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yang ditujukan untuk mengubah
perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status kesehatan individu.
Intervensi gizi dalam rangka pelayanan gizi rawat jalan meliputi:
(a) Penentuan jenis diet sesuai dengan kebutuhan gizi individual.
Jenis diet disesuaikan dengan keadaan/penyakit serta kemampuan pasien/ klien untuk
menerima makanan dengan memperhatikan pedoman gizi seimbang (energi, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral, air, dan serat), faktor aktifitas, faktor stres serta kebiasaan
makan/pola makan. Kebutuhan gizi pasien ditentukan berdasarkan status gizi, pemeriksaan klinis,
dan data laboratorium.
(b) Edukasi Gizi
Edukasi gizi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terkait
perbaikan gizi dan kesehatan
(c) Konseling Gizi
Konseling yang diberikan sesuai kondisi pasien/klien meliputi konseling gizi terkait
penyakit, konseling ASI, konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), konseling aktivitas
fisik, dan konseling faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Tujuan konseling adalah untuk
mengubah perilaku dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai masalah
gizi yang dihadapi.
4) Monitoring dan Evaluasi Asuhan Gizi Rawat Jalan
Hal-hal yang dimonitor dan dievaluasi dalam pelaksanaan asuhan gizi antara lain:
1. Perkembangan data antropometri
2. Perkembangan data hasil pemeriksaan laboratorium terkait gizi
3. Perkembangan data fisik/klinis
4. Perkembangan data asupan makan
5. Perkembangan diagnosis gizi
6. Perubahan perilaku dan sikap
Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan skrining/penapisan gizi oleh tenaga
kesehatan Puskesmas untuk menetapkan pasien berisiko masalah gizi atau tidak. Skrining gizi
setidaknya dilakukan pada pasien baru 1x24 jam setelah pasien masuk rawat inap medis,
. Pasien yang berisiko masalah gizi antara lain adalah pasien gizi kurang/buruk dengan
komplikasi pasien dengan kondisi khusus seperti Diabetes Melitus, hipertensi, dll.
Anak gizi buruk dengan komplikasi medis dapat dirawat inap di Puskesmas Rawat Inap apabila di
Puskesmas sudah ada tenaga atau tim asuhan gizi yang dilatih Tatalaksana Anak Gizi Buruk
(TAGB) serta mempunyai sarana dan prasarana perawatan yang memadai untuk anak gizi buruk.
Apabila tenaga kesehatan menemukan pasien berisiko masalah gizi maka pasien akan
memperoleh asuhan gizi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pengkajian Gizi
Pengkajian gizi bertujuan untuk mengidentifikasi masalah gizi dan faktor penyebab melalui
pengumpulan, verifikasi, dan interpretasi data secara sistematis. Kategori data pengkajian gizi
meliputi:
Data Antropometri
Data Pemeriksaan Fisik/Klinis
Data Riwaya Gizi
Data Laboratorium
2) Konseling Gizi
Konseling yang diberikan sesuai kondisi pasien/klien. Materi konseling gizi meliputi hubungan gizi
terkait penyakit, prinsip gizi seimbang, pemilihan bahan makanan, keamanan pangan, interaksi obat
dan makanan, bentuk dan cara pemberian makanan sesuai keluhan dan kondisi klinis pasien,
kebutuhan gizi pasien, dan sebagainya. Tujuan konseling adalah untuk mengubah perilaku dengan
cara meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai masalah gizi yang dihadapi.
3) Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan Puskesmas Rawat Inap merupakan rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran
belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan
makanan, distribusi dan pencatatan pelaporan serta evaluasi. Penyelenggaraan makanan di
Puskesmas Rawat Inap dilaksanakan dengan tujuan menyediakan makanan yang berkualitas
sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh pasien guna mencapai status gizi
yang optimal.
o Alat penyaji makanan harus sesuai dengan macam masakan yang dihidangkan.
o Sebaiknya digunakan alat yang baik, kuat dan menarik
o Ketepatan waktu penyajian makanan pasien
o Kerapian dan kebersihan makanan yang sampai pada pasien.
Pemantauan tersebut mencakup antara lain respon pasien terhadap diet yang diberikan,
bentuk makanan, toleransi terhadap makanan yang diberikan, adanya mual, mutah, keadaan klinis,
defekasi, perubahan data laboratorium, dll. Tindak lanjut yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan
sesuai dengan hasil evaluasi asuhan gizi antara lain perubahan diet, yang dilakukan dengan
mengubah preskripsi diet sesuai perkembangan kondisi pasien.
.
3 BAB V
LOGISTIK
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan program gizi direncanakan
dalam pertemuan lokakarya mini lintas program dan lintas sektor sesuai dengan tahapan kegiatan
dan metoda pelayanan gizi yang akan dilaksanakan.
Prosedur pengadaan barang dilakukan oleh koordinator program gizi berkoordinasi
dengan petugas pengelola barang dan dibahas dalam pertemuan mini lokakarya Puskesmas untuk
mendapatkan persetujuan Kepala Puskesmas. Sedangkan dana yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan kegiatan direncanakan oleh koordinator program gizi berkoordinasi dengan
bendahara puskesmas dan dibahas dalam kegiatan mini lokakarya puskesmas untuk selanjutnya
dibuat perencanaan kegiatan ( POA – Plan Of Action ).
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN/ SASARAN
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Kinerja pelaksanaan Pelayanan gizi dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator
sebagai berikut :
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metoda yang digunakan
4. Tercapainya indikator Pelayanan Gizi
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lintas program setiap bulan sekali dan lintas
sector 4 bulan sekali.
BAB IX
PENUTUP
Pedoman ini sebagai acuan bagi petugas kesehatan terait pelayanan gizi dengan tetap
memperhatikan prinsip proses pembelajaran dan manfaat. Keberhasilan pelayanan gizi tergantung
pada komitmen yang kuat dari semua pihak terkait dalam upaya peningkatan pelayanan gizi di
UPTD Puskesmas Perawatan Manggar Baru