Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN KEJANG DEMAM

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4:

1. NIA USNIAH
2. SITI ASSUARO SOLIHA
3. NADIA NUR SETIAHATI
4. MELISA DWI UTAMI
5. NURWAHIDAH SARMA NINGSIH
6. TITIN FITRIANI
7. YUNI KARTINA
8. RIAN FIRDAYANTI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
MATARAM
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyusun makalah “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN KEJANG DEMAM” dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat
dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari teman-teman untuk membantu
menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Mataram, 16 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang .................................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
3. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................


1. Pengetian Kejang Demam ................................................................................. 3
2. Etiologi Kejang Demam .................................................................................... 4
3. Patofisiologi Kejang Demam ............................................................................ 4
4. Pathway Kejang Demam ................................................................................... 6
5. Manifestasi Klinis.............................................................................................. 6
6. Komplikasi Kejang Demam .............................................................................. 7
7. Pemeriksaan Diagnostic Kejang Demam .......................................................... 8
8. Manajemen Medis Kejang Demam ................................................................... 9
9. Konsep Asuhan Keperawatan Kejang Demam ............................................... 11

BAB III PENTUP .....................................................................................................


1. Kesimpulan ....................................................................................................... 18
2. Saran ................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kejang demam merupakan kejang yang sering terjadi pada saat seorang bayi atau
anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi
pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan
dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu,
dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal
kembali. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan.
Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada
tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan
angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan
tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan
insiden kejadian sebesar 37%.
Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi
selama lebih dari 15 menit. Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu kerusakan otak, dan
retardasi mental, penatalaksanaannya yaitu dengan segera diberikan diezepam intravena,
membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya, menurunkan panas bila demam atau
hipereaksi dengan kompres seluruh tubuh, memberikan cairan yang cukup bila kejang
berlangsung cukup lama (> 10 menit).
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang
demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya
kepada anak.

1
1.2 TUJUAN PENULISAN
A. Tujuan Umum :
Memberikan informasi tentang asuhan keperawatan dengan kejang demam.
B. Tujuan Khusus :
1. Diharapkan mahasiswa/i dapat mengerti dan menambah pengetahuan tentang
Kejang Demam dari pengertian, etiologi, patofisiologi, hingga dapat membuat
Asuhan Keperawatan yang sesuai.
2. Sebagai pemenuhan tugas KEPERAWATAN GERONTIK.

1.3 RUANG LINGKUP PENULISAN


Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada “Asuhan Keperawatan dengan
Kejang Demam”.

1.4 METODE PENULISAN


Metode ini menggunakan metode deskripsi dimana penulis mendapatkan data dan
informasi melalui studi kepustakaaan dan metode observasi melalui sumber internet.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KEJANG DEMAM


Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari
38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak
berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70%-90% dari seluruh kejang demam
merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks
(Karemzadeh, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami
demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu
diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak
(Tikoalu J.R, 2009).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi
antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000). Demam adalah
meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari 37,5oC, merupakan respon
tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab penyakit yang masuk ke dalam tubuh
(Suriadi, 2001).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz,
2002). Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi neurologis pada
jaringan serebral menghasilkan episode paraksosmal berulang (kejang) gangguan perilaku,
suasana hati, sensasi, persepsi, gerakan dan tonus otot (Carpenito, 2000). Kejang
(konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf
korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran
ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan fenomena sensori (Doengoes, 2000).

3
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah kejadian pada
bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal yaitu ≥
38,8°C dan disertai dengan kejang

2.2 ETIOLOGI
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian besar anak
dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu
demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah
terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
Menurut (Lumbantobing, 2001). Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang
demam:
A. Demam itu sendiri
B. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
C. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
D. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
E. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensekalopati toksik sepintas.
F. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan lain – lain.

2.3 PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan kenaikan
kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%.
Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran
tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas
ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan

4
terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada
tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya.
Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang
yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang
kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al., 2007).
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan
sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

5
2.4 PATHWAY

Suhu Tubuh Meningkat

Gangguan Keseimbangan Membran Sel

Pelepasan Ion Na dan K

Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat


Besar

Gangguan Muatan Listrik

KEJANG

(Sumber: Nugroho, 2011)

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal,
atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun
dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis
sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang
yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30
menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang
dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks,
frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30
menit.

6
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan
sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi:
A. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-
tiba)
B. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-
anak yang mengalami kejang demam)
C. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik)
D. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
E. Lidah atau pipinya tergigit
F. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
G. Inkontinensia (mengompol)
H. Gangguan pernafasan
I. Apneu (henti nafas)
J. Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
1. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih
2. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
3. Mengantuk
4. Linglung (sementara dan sifatnya ringan

2.6 KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985:
849-850).Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
A. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang

7
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.
B. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam,
diantaranya sebagai berikut :
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso
et al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15
menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai (Farrell dan
Goldman, 2011).
B. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang demam
pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara
12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan
pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil
(Pusponegoro dkk, 2006).
C. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam sederhana namun
mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang kompleks atau dengan
faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan
gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-
kadang unilateral (Jonston, 2007).

8
D. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika
ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB
membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).

2.8 MANAJEMEN MEDIS


A. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena
adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal.
Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg.
Selain itu, diazepam rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila
kejangnya
belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan cara dan
dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya dibawa ke rumah
sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK
Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau kurang dari 50
mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian
fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang telah berhenti,

9
pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan. Kedua
parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk mengurangi kejadian
kejang demam. Meskipun mereka tidak mengurangi risiko kejang demam, antipiretik
sering digunakan untuk mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien.
Dalam prakteknya, kita menggunakan metamizole (dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/
dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/ hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/
dosis, juga sampai empat dosis harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak- anak di atas
usia enam bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga
atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak dengan berat kurang
dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010).
Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang demam
menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari 15 menit, kelainan
neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya hemiparesis,
paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan kejadian kejang
fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan kejang
demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun.Obat untuk pengobatan jangka panjang
adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat
(dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis).Dengan pemberian obat ini, risiko
berulangnya kejang dapat diturunkan dan pengobatan ini diberikan selama 1 tahun
bebas kejang, kemudian secara bertahap selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).
B. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et al., 2011 dan
Capovilla et al., 2009):
1. Baringkan pasein di tempat yang rata.
2. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
3. Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka misalnya ikat
pinggang.
4. Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.

10
5. Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
6. Jangan memaksa pembukaan mulut anak.
7. Monitor suhu tubuh.
8. Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh yang
tinggi.
9. Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
10. Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
11. Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat antikonvulsan
yaitu diazepam secara rektal.
Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al., 2009):
1. Hilangkan obstruksi jalan napas.
2. Siapkan akses vena.
3. Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan darah, SaO2).
4. Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)
5. Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg pada
kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan menangguhkan ketika kejang berhenti.
Dosis ini dapat diulang jika perlu, setelah 10 menit.
6. Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
7. Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli anestesi, ahli
saraf) untuk pengobatan.

2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam Sederhana

A. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan keperawatan yang
prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, perencanaan pemulang yaitu :
1. Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari,
terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, diagnose
medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.

11
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
5. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
a. Pola Fungsi kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya gangguan nutrisi
atau tidak pada klien
c. Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan
demam terutama pada malam hari
6. Pemeriksaan Fisik
A. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-coma)
untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
B. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai
kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi, palpasi,
perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya
penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga
dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan (Wijaya,2013).
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual atau

12
potensial. Diagnose memberikan dasar untuk pemiliha intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat menurut North American
Nursing Diagnosis Association. Diagnosa keperawatan pada kasus kejang demam
(Nanda NIC-NOC Tahun 2015-2017).
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan
metabolism tubuh
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penyakit
3. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permaebilitas
dinding plasma
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake tidak adekuat

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Masalah Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kolaborasi
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
 penyakit/ mungkin
Setelah dilakukan tindakan
trauma  Monitor warna dan suhu kulit
keperawatan
 peningkatan  Monitor tekanan darah, nadi
selama………..pasien
metabolisme dan RR
menunjukkan :
 aktivitas yang  Monitor penurunan tingkat
Suhu tubuh dalam batas
berlebih kesadaran
normal dengan kreiteria
 dehidrasi  Monitor WBC, Hb, dan Hct
hasil:
 Monitor intake dan output
DO/DS:  Suhu 36 – 37C
 Berikan anti piretik:
 kenaikan suhu  Nadi dan RR dalam
 Kelola Antibiotik
tubuh diatas rentang normal
 Selimuti pasien
rentang normal  Tidak ada perubahan
 Berikan cairan intravena
 serangan atau warna

13
konvulsi (kejang) Kulit dan tida ada  Kompres pasien pada lipat
 kulit kemerahan pusing, merasa paha dan aksila
 pertambahan RR nyaman  Tingkatkan sirkulasi udara
 takikardi  Tingkatkan intake cairan dan
 Kulit teraba panas/ nutrisi
hangat  Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catatat adanya fluktuas
tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti turgor
kulit, kelembaban membrane
mukosa)
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :

Berhubungan dengan:  Fluid balance  Pertahan kancatatan intake dan


 Kehilangan volume  Hydration output yang akurat
cairan secara aktif  Nutritional Status :  Monitor status hidrasi (
 Kegagala mekanisme Food and kelembaban membrane
pengaturan Fluid Intake mukosa, nadi adekuat, tekanan
Setelah dilakukan tindakan darah ortostatik ), jika
DS :
keperawatan diperlukan
 Haus DO:
selama…..defisit volume
 Penurunan turgor  Monitor hasil lab yang sesuai
cairan teratasi dengan
kulit/lidah dengan retensi cairan
criteria hasil:
 Membran (BUN ,Hmt , osmolalitasurin,
 Mempertahankan urine
mukosa/kulit kering albumin, total protein )
output sesuai dengan
 Peningkatan denyu  Monitor vital sign setiap
usia dan BB, BJ urine
nadi, penurunan 15menit – 1 jam
normal,
tekanan darah,  Kolaborasi pemberian cairan
 Tekanan darah, nadi,
penurunan IV
suhu tubuh dalam batas
volume/tekanan nadi  Monitor status nutrisi
normal
 Pengisian vena  Berikan cairan oral
 Tidak ada tanda tanda

14
menurun dehidrasi, Elastisitas  Berikan pengganti
 Perubahan status turgor kulit baik, annasogatrik sesuai output (50
mental membrane mukosa – 100cc/jam)
 Konsentrasi urine lembab, tidak ada rasa  Dorong keluarga untuk
meningkat haus yang berlebihan membantu pasien makan
 Temperatur tubuh  Orientasi terhadap
 Kolaborasi dokter jika tanda
meningkat waktu dan
cairan berlebih muncul
 Kehilangan bera Tempat baik
meburuk
bada secara tiba tiba  Jumlah dan irama
 Atur kemungkinan tranfusi
 Penurunan urine pernapasan
 Persiapan untuk tranfusi
output Dalam batas normal
 Pasang kateter jika perlu
 HMT meningkat  Elektrolit, Hb, Hmt
 Monitor intake dan urin output
 Kelemahan dalam batas normal
setiap 8 jam
 pH urin dalam batas
normal
 Intake oral
danintravenaadekuat
Resiko Ketidak NOC:  Kaji adany alergi makanan
seimbangan nutrisi  Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kurang dari kebutuhan Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan
tubuh Berhubungan  Nutritional Status : food nutrisi yang dibutuhkan pasien
dengan : and Fluid  Yakinkan diet yang dimakan
Ketidakmampuan untuk Intake mengandung tinggi serat untuk
memasukkan atau  Weight Control mencegah konstipasi
mencerna nutrisi oleh Setelah dilakuka tindakan  Ajarkan pasien bagaimana
Karena factor biologis, keperawatan membuat catatan makanan harian.
psikologis atau selama….nutrisi kurang  Monitor adanya penurunan BB
ekonomi. teratasi dengan indikator: dan gula darah
DS:  Albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
 Nyeri abdomen  Pre albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan
 Muntah  Hematokrit tindakan tidak selama jam makan

15
 Kejang perut  Hemoglobin  Monitor turgor kulit
 Rasa penuh tiba-  Total iron binding  Monitor kekeringan, rambut
tiba setelah makan capacity kusam, total protein, Hb dan kadar
DO:  Jumlah limfosit Ht
 Diare  Monitor mual dan muntah
 Rontok rambut  Monitor pucat, kemerahan, dan
yang berlebih kekeringan jaringan konjungtiva
 Kurang nafsu  Monitor intake nuntrisi
makan  Informasikan pada klien dan
 Bising usus keluarga tentang manfaat nutrisi
berlebih  Kolaborasi dengan dokter tentang
 Konjungtiva kebutuhan suplemen makanan
pucat seperti NGT/ TPN sehingga intake
Denyut nadi lemah cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
 kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catatat danya edema, hiperemik

16
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawata adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencan
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. (Setiadi 2012).
Implementasi keperawatan adalah pelaksaan rencana keperawatan oleh perawa dan
pasien (Riyadi, 2010)

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan.
(Deswani, 2009)
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apaka rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung,
2011)

17
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Rusepno.2007.Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Info Medika.

Kliegman, Robert M.2007.Nelson textbook of Pediatrics. Ed 18. Philadelphia: Saunders


Esevier.
Kozier, Barbara.2011.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik, ed
7.alih bahasa, Pamilih Eko Karyuni.Jakarta: EGC.
Markam, Sumarmo.2009.Penuntun Neurologi.Tangerang:Binarupa Aksara. Marmi & Kukuh
Raharjo.2012.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Meadow, Sir. R & Simon J. Newell.2006.Lectur Notes on Pediatrics.ed. 7.alih bahasa, dr.
Kripti Hartini & dr. Asri Dwi Rahmawati.Jakarta:Penerbit Erlangga.

18

Anda mungkin juga menyukai