Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM BERBAGAI


BIDANG KEHIDUPAN”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Dr. Drs. Pranoto, M.Sc.

Oleh:
Dhiana Mintariasih (M0617013)
Isna Khoirum Muthiah (M0617034)
Sabella Sekar Betari (M0617037)
Zainab Herawati (M0617047)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Pertama-tama puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga diberi kemudahan dan
kelancaran dalam penulisan makalah ini. Terimakasih kepada dosen pengampu
yang telah membimbing sehingga dapat berhasil menyelesaikan dengan tepat
waktu kegiatan penulisan makalah dengan judul “PERSAMAAN KEDUDUKAN
WARGA NEGARA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN”. Laporan ini
berisikan sekilas tentang informasi mengenai persamaan kedudukan warga negara
dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat baik dan membangun
selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa senantiasa meridhai segala usaha yang dilakukan.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
D. Manfaat........................................................................................................2
E. Tinjauan Pustaka..........................................................................................2
F. Metodologi...................................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................7
A. Hakikat Warga Negara dan Pewarganegaraan di Indonesia.........................7
B. Persamaan Kedudukan Warga Negara.......................................................14
C. Persamaan Kedudukan Warga Negara dalam Kehidupan Nyata...............19
D. Persamaan Warga Negara dalam Hukum...................................................30
BAB III PENUTUP................................................................................................39
A. Kesimpulan dan Saran................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persamaan kedudukan warga negara merupakan terciptanya sebuah
kehidupan bermasayarakat yang saling menghargai dan menghormati antara
satu dengan yang lainnya. Kehidupan bermasyarakat tersebut harus berjalan
dengan damai tanpa membedakan antara suku, agama, ras dan golongan. Sebab
di negara Indonesia ini terdapat berbagai macam etnis, budaya, dan agama
yang mungkin saja memicu kesalahpahaman sehingga dapat menyebabkan
terjadinya pelanggaran HAM.
Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyatakan
persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara. Setiap warga negara
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mewujudkan kejayaan
bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, dengan adanya berbagai macam
perbedaan yang ada dalam masyarakat Indonesia, hal tersebut tidak boleh
menjadi sumber dari masalah perpecahan melainkan harus menjadi kekayaan
Indonesia yang patut untuk dibanggakan.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana hakikat warga negara dan pewarganegaraan di Indonesia?
2. Bagaimana persamaan kedudukan warga negara?
3. Bagaimana persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan nyata?
4. Bagaimana persamaan warga negara dalam hukum?

C. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui hakikat warga negara dan pewarganegaraan di Indonesia
2. Untuk mengetahui persamaan kedudukan warga negara
3. Untuk mengetahui persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan
nyata
4. Untuk mengetahui persamaan warga negara dalam hukum

D. MANFAAT
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui hakikat warga negara dan pewarganegaraan di Indonesia
2. Dapat mengetahui persamaan kedudukan warga negara

1
3. Dapat mengetahui persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan
nyata
4. Dapat mengetahui persamaan warga negara dalam hukum

E. TINJAUAN PUSTAKA
Persamaan kedudukan warga negara merupakan suatu keadaan di mana
setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan yang sama sebagaimana
yang lainnya, tanpa adanya diskriminasi. Menurut Harold J. Laski, terdapat dua
dimensi persamaan kedudukan warga negara, sebagai berikut.
1. Tidak ada keistimewaan khusus
2. Kesempatan yang sama diberikan pada setiap orang
Persamaan kedudukan warga negara di Indonesia memiliki landasan
hukum sebagai berikut.
1. Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemeritahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
2. Pasal 28I ayat 2 UUD 1945, yang berbunyi “Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.”
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga terdapat nilai-nilai
dasar dalam persamaan warga negara. Sebagai contoh pada alenia pertama
yang berbunyi sebagai berikut. "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
Dalam alenia tersebut mengandung makna bahwa semua bangsa di dunia
berhak mendapat jaminan kemerdekaan dan tidak boleh ada penjajahan.
Selain itu, nilai-nilai dasar persamaan warga negara juga dapat
ditemukan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat
yang berbunyi sebagai berikut. "Kemudian daripada itu untuk membentuk
suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada

2
:Ketuhanan Yang Maha Esa; kemanusiaan yang adil dan beradab; persatuan
Indonesia; dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan; serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia." Dalam alenia tersebut terdapat makna
keinginan kuat dari penyelenggara negara untuk memberikan jaminan
persamaan hidup yang berkeadilan sosial baik melalui intern maupun ekstern.

F. METODOLOGI
Metodologi dalam penulisan makalah ini digunakan metode kualitatif
deskriptif, yaitu dengan mengumpulkan data secara rinci dari berbagai sumber.

BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT WARGA NEGARA DAN PEWARGANEGARAAN DI


INDONESIA
1. Penduduk dan Warga Negara
Penduduk menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945 ialah warga negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Sedangkan
warga negara menurut pasal 26 ayat (1) ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga negara. Sedangkan menurut undang-undang No. 62
Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Indonesia menyatakan bahwa
Warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945
sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Warga negara dari suatu negara berarti anggota dari negara itu yang
merupakan pendukung dan penanggung jawab terhadap kemajuan dan

3
kemunduran suatu negara. Oleh sebab itu seseorang menjadi anggota atau
warga suatu negara haruslah ditentukan oleh undang-undang yang dibuat
oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa-siapa yang
menjadi warga negara terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap
orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali sebagaimana
dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini
mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah
negara dapat diklasifikasikan menjadi berikut:
a. Penduduk, ialah yang memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di
wilayah negara itu, yang dapat dibedakan warga negara dengan Warga
Negara Asing (WNA).
b. Bukan penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara
bersifat sementara sesuai dengan visa yang diberikan oleh negara
(Kantor Imigrasi) yang bersangkutan, seperti turis.

2. Asas Kewarganegaraan
Setiap negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk
menentukan asas kewarganegaraan. Dalam asas kewarganegaraan dikenal
dua pedoman yaitu:
a. Asas kelahiran (Ius soli)
Asas kelahiran (Ius soli) adalah penentuan status kewarganegaraan
berdasarkan tempat atau daerah kelahiran seseorang. Pada awalnya
asas kewarganegaraan hanyalah ius soli saja, sebagai suatu anggapan
bahwa seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka otomatis dan
logis ia menjadi warga negara tersebut, akan tetapi dengan tingginya
mobilitas manusia maka diperlukan asas lain yang tidak hanya
berpatokan pada kelahiran sebagai realitas bahwa orang tua yang
memiliki status kewarganegaraan yang berbeda akan menjadi
bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan di tempat
salah satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya). Jika asas ius
soli ini tetap dipertahankan maka si anak tidak berhak untuk

4
mendapatkan status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah
maka muncul asas ius sanguinis.
b. Asas keturunan (Ius sanguinis)
Asas keturunan (Ius sanguinis) adalah pedoman kewarganegaraan
berdasarkan pertalian darah atau keturunan. Jika suatu negara
menganut asas ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua
yang memiliki kewarganegaraan suatu negara seperti Indonesia maka
anak tersebut berhak mendapat status kewarganegaraan orang tuanya,
yaitu warga negara Indonesia.
c. Asas perkawinan
Status kewarganegaraan dapat dilihat dari sisi perkawinan yang
memiliki asas kesatuan hukum, yaitu paradigma suami isteri atau
ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang mendambakan
suasana sejahtera, sehat dan bersatu. Di samping itu asas perkawinan
mengandung asas persamaan derajat, karena suatu perkawinan tidak
menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing
pihak. Asas ini menghindari penyelundupan hukum, misalnya seorang
yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status
kewarganegaraan suatu negara dengan cara berpura-pura melakukan
pernikahan denga perempuan di negara tersebut, setelah mendapat
kewarganegaraan itu ia menceraikan isterinya.
3. Pewarganegaraan (Naturalisasi)
Dalam naturalisasi ada yang bersifat aktif, yaitu seseorang yang
dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak
untuk menjadi warga negara dari suatu negara. Sedangkan naturalisasi
pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu negara atau
tidak mau diberi status warga negara suatu negara, maka yang
bersangkutan menggunakan hak repudiasi yaitu hak untuk menolak
pemberian kewarganegaraan tersebut.
Problem status kewarganegaraan seseorang apabila asas
kewarganegaraan di atas diterapkan secara tegas dalam sebuah negara
akan mengakibatkan status kewarganegaraan seseorang sebagai berikut:
a. apatride, yaitu seseorang tidak mendapat kewarganegaraan
disebabkan oleh orang tersebut lahir di sebuah negara yang menganut
asas ius sanguinis.

5
b. bipatride, yaitu seseorang akan mendapatkan dua kewarganegaraan
apabila orang tersebut berasal dari orang tua yang mana negaranya
menganut sanguinis sedangkan dia lahir di suatu negara yang
menganut asa ius soli.
c. multipatride, yaitu seseorang (penduduk) yang tinggal di perbatasan
antara dua negara
Dalam rangka memecahkan problem kewarganegaraan di atas setiap
negara memiliki peraturan sendiri-sendiri yang prinsip-prinsipnya bersifat
universal sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 28D ayat (4)
bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Oleh sebab itu
negara Indonesia melalui UU No.62 Tahun 1958 tentang
kewarganegaraan Indonesia dinyatakan bahwa cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia adalah sebagai berikut:
a. karena kelahiran
b. karena pengangkatan
c. karena dikabulkan permohonan
d. karena pewarganegaraan
e. karena perkawinan
f. karena turut ayah dan ibu
g. karena pernyataan
4. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pemahaman tentang hak dan kewajiban terlebih dahulu harus
dipahami tentang pengertian hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah
sesuatu yang melekat pada diri seseorang sebagai ciptaan Tuhan agar
mampu menjaga harkat, martabatnya dan keharmonisan lingkungan. Hak
asasi merupakan hak dasar yang melekat secara kodrati pada diri manusia
dengan sifatnya yang universal dan abadi.
Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, tidak
boleh diabaikan, tidak boleh dikurangi dan dirampas oleh siapapun. Hak
asasi manusia perlu mendapat jaminan atas perlindungannya oleh negara
melalui pernyataan tertulis yang harus dimuat dalam UUD negara. Peranan
negara sesuai dengan pasal 1 ayat (1) UU No. 39/1999 tentang HAM
menyatakan bahwa negara, hukum dan pemerintah serta setiap orang wajib
menghormati, menjunjung tinggi dan melindungi hak asasi manusia.
a. Hak Warga Negara Menurut UUD 1945

6
Dalam UUD 1945 telah dinyatakan hak warga negara yang
meliputi lebih kurang 25 hak, sebagai berikut:
1) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
2) Berhak berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran
3) Berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan.
4) Berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan.
5) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta perlindungan kekerasan dan diskriminasi.
6) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya.
7) Berhak mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahteraan hidup manusia.
8) Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.
9) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan
hukum.
10) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
11) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.
12) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
13) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
14) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
15) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
16) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

7
17) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.
18) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlaskuan
yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak
memperoleh suaka politik negara lain.
19) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
20) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai guna mencapai persamaan dan keadilan.
21) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
22) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun.
23) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
24) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
25) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
b. Kewajiban Warga Negara Menurut UUD 1945
1) Wajib menjunjung hukum dan pemerintah;
2) Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara;
3) Wajib ikut serta dalam pembelaan negara;
4) Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain;

8
5) Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain;
6) Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara;
7) Wajib mengikuti pendidikan dasar.
5. Tugas dan Tanggung Jawab Negara
Dalam rangka terpeliharanya hak dan kewajiban warga negara,
negara memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
1) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk
agamanya;
2) Negara atau pemerintah wajib membiayai pendidikan khususnya
pendidikan dasar;
3) Pemerintah berkewajiban mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional;
4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20 % dari anggaran belanja negara dan belanja daerah;
5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia;
6) Negara memajukan kebudayaan manusia ditengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dengan memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya;
7) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan kebudayaan nasional;
8) Negara menguasai cabang-cabang produksi terpenting bagi negara
dan menguasai hidup orang banyak:
9) Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam demi kemakmuran
rakyat;
10) Negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak-anak
terlantar;
11) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan;
12) Negara bertanggung jawab atas persediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak

B. PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA


1. UUD 1945

9
Menurut pasal 26 UUD 1945 warga negara adalah bangsa
Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai
warga negara. Pasal 26 UUD 1945 menyatakan bahwa yang menjadi
warga negara adalah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang menjadi warga negara. Orang-
orang bansa lain tersebut misalanya, keturunan Belanda, Tionghoa, Arab
yang bertempat tinggal di wilayah RI dan mengakui sebagai tanah airnya,
serta setia terhadap NKRI. Kedudukan warga negara dalam UUD 1945
adalah sama tidak ada perkecualiaan, persamaan hak meliputi, hak politik,
ekonomi, sosial,budaya, pendidikan dan hukum.
2. Jaminan Kebebasan Mengeluarkan Pendapat
Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga
negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya
secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang yang mengatur
kemerdekaan mengemukakan pendapat antara lain diatur dengan Undang-
Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
di Muka Umum.
Kebebasan berpendapat di muka umum baik lisan dan tulisan serta
kebebasan untuk berorganisasi merupakan hak setiap warga negara yang
harus diakui, dijamin dan dipenuhi oleh negara. Indonesia sebagai sebuah
negara hukum telah mengatur adanya jaminan terhadap kebebasan untuk
berserikat dan berkumpul serta kebebasan untuk menyampaikan pendapat
baik lisan maupun tulisan dalam UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Pasal 28
UUD 1945 menyebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang. Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 9 Tahun 1998
menyebutkan kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap
warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan
sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10
3. Jaminan Kedudukan yang sama dalam Hukum
Jaminan persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam
bidang hukum telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (1). Pasal
tersebut memberikan makna bahwa setiap warga negara tanpa harus
melihat penduduk asli atau bukan, berasal dari golongan terdidik atau
rakyat jelata yang buta huruf, golongan menengah ke atas atau kaum papa
yang bergumul dengan kemiskinan, harus dilayani secara sama di depan
atau dalam hukum. Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang
sama untuk mendapatkan perlindungan hukum baik hukum privat maupun
publik. Kedua kelompok hukum tersebut dalam pengertian sebagai alat
hukum, sudah mencakup segi-segi keperdataan dan kepidanaan. Selain itu
juga mencakup cabang-cabang hukum publik lainnya, seperti hukum tata
negara, hukum tata pemerintahan, dan hukum acara pidana atau perdata.
4. Jamiann Kebebasan Berserikat
Kebebasan berserikat adalah perubahan yang paling signifikan
dalam tonggak sejarah pergerakkan serikat pekerja di Indonesia
melalui ratifikasi Konvensi ILO No. 87/1948 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, konvensi
tersebut diratifikasi pada tanggal 9 Juni 1998. Yang sebelumnya terjadi
“monopoli” serikat pekerja dan “larangan” berserikat untuk pegawai
BUMN dan Pegawai Negeri Sipil. Tujuan dari Konvensi ini adalah
untuk memberikan jaminan kepada pekerja/buruh dan pengusaha
akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota organisasinya,
demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan-kepentingan
pekerjaan mereka, tanpa sedikitpun ada keterlibatan negara, pasal 2
“Para pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan apapun,
berhak untuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi
masing-masing, bergabung dengan organisasi-organisasi lain
atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain.
a. Bebas mendirikan organisasi tanpa harus meminta
persetujuan dari institusi publik yang ada; tidak adanya
larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di
satu perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan
pekerjaan, atau cabang-cabang dan kegiatan tertentu

11
ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang
ada;
b. Bebas bergabung dengan organisasi yang diinginkan
tanpa mengajukan permohonan terlebih dahulu;
c. Bebas mengembangkan hak-hak tersebut diatas tanpa
pengecualian apapun, dikarenakan pekerjaan, jenis
kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan
politik.
Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi
organisasi yang dibentuk oleh pekerja ataupun pengusaha, sehingga
tanpa adanya campur tangan dari institusi publik, mereka dapat, pasal
3 (1) Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk membuat
anggaran dasar dan peraturan-peraturan, secara bebas memilih wakil-
wakilnya, mengelola administrasi dan aktifitas, dan merumuskan
program. (2) Penguasa yang berwenang harus mencegah adanya
campur tangan yang dapat membatasi hak-hak ini atau menghambat
praktek-praktek hukum yang berlaku.
a. bebas menjalankan fungsi mereka, termasuk untuk
melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan-
kepentingan pekerja;
b. menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih
perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan
berbagai program aktifitasnya;
c. mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas
aset-aset dan kepemilikan mereka;
d. bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa
proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan
untuk mengadukan ke badan hukum yang independen
dan tidak berpihak;
e. bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi
ataupun konfederasi sesuai dengan pilihan mereka, bebas
pula untuk berafiliasi dengan organisasi
pekerja/pengusaha internasional. Bersamaan itu,
kebebasan yang dimiliki federasi dan konfederasi ini juga
dilindungi, sama halnya dengan jaminan yang diberikan
kepada organisasi pekerja dan pengusaha. Pasal 5

12
“Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk
mendirikan dan bergabung dengan federasi-federasi dan
konfederasi-konfederasi dan organisasi sejenis, dan setiap
federasi atau konfederasi tersebut berhak untuk
berafiliasi dengan organisasi-organisasi pekerja dan
pengusaha internasional”.
Konvensi ILO 87 juga menyebutkan mengenai hak
mogok,dalam pasal 3 ayat 1: organisasi pekerja dan organisasi
pengusaha berhak menyusun AD/ART mereka, memilih wakil-wakil
mereka dengan kebebasan penuh, menyelenggarkan administrasi dan
kegiatan mereka serta menyusun program mereka” dan ditegaskan lagi
pada pasal 10: mendorong dan membela kepentingan pekerja”. Hak
mogok adalah hak fundamental bagi pekerja dan organisasi-organisasi
mereka sebagai maksud untuk mempromosikan dan membela
kepentingan ekonomi dan sosial mereka secara syah. Tetapi mogok
adalah usaha akhir dari serikat pekerja setelah usaha-usaha yang
bersifat kooperatif atau melalui meja perundingan tidak dapat dicapai
kesepakatan.
Implementasi dari konvensi itu juga memastikan bahwa
pegawai negeri dan pegawai BUMN/BUMD memiliki hak untuk
kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi. Sejalan
dengan ratifikasi Konvensi ILO tersebut pemerintah Indonesia
mengesahkan UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Undang-undang ini menjamin:
a. hak pekerja untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat
pekerja (Pasal 5 ayat 1: setiap pekerja/buruh berhak
membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh)
b. hak serikat pekerja untuk melindungi, membela dan
meningkatkan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya;
dan
c. perlindungan terhadap pekerja dari tindakkan diskriminatif
dan intervensi serikat pekerja (pasal 28 ” siapapun
dilarang menghalang-halangi atau memaksa

13
pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak
membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi
pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi
anggota dan/atau menjalankan atau tidak
menjalankan kegiatan serikat pekerj/serikat buruh
dengan cara: (a) melakukan PHK, memberhentikan
sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan
mutasi; (b) tidak dibayar atau mengurangi upah
pekerja/buruh; (c) melakukan intimidasi dalam
bentuk apapun; (d) melakukan kampanye anti
pembentukan serikat pekerja/serikat buruh. Pasal ini
dikuatkan melalui pasal 43 bilamana melanggar pasal 28
“….dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp. 100.000.000,0 (seratus juta) dan paling
banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta)
5. Jaminan Kebebasan Beragama
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada
pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun
1945 (“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap
orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal
28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan
hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga
menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya
untuk memeluk agama.
Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan.
Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib
menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD

14
1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk
pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi
manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-
pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

6. Jaminan Penghidupan yang Layak


Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945, menyebutkan bahwa “Tiap-tiap
warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Ayat ini memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang
untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
7. Jaminan Memperoleh Pendidikan
Dalam Pembukaan UUD 1945, jelas tujuan nasional antara lain
dirumuskan: “…mencerdaskan kehidupan bangsa.” Walaupun pendidikan
formal hanyamerupakan salah satu usaha mencerdaskan bangsa, namun
tidak dapat diingkari bahwa itulah usaha yang paling utama dalam
mewujudkan tujuan nasional tersebut. Pasal 31 UUD 1945 menegaskan
bahwa pengajaran merupakan hak setiap warga negar, sehingga
pemerintah mengusahakan supaya setiap warga Negara mendapat
kesempatan untuk memperolehnya.
Pasal 26 Deklarasi universal Ham menyebutkan juga bahwa setiap
warga Negara berhak atas pengajaran. Didalam GBHN disebutkan bahwa
“Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manuisa. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan
didalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat, dan pemerintah.
Hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia di
Indonesia tidak sekadar hak moral melainkan juga hak konstitusional. Ini
sesuai dengan ketentuan UUD 1945 (pascaperubahan), khususnya Pasal 28
C Ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan

15
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.”Dalam pernyataan pasal tersebut menegaskan bahwa setiap
warga Negara Indonesia diberi hak untuk mengembangkan dirinya dengan
memperoleh pendidikan dan merasakan manfaat dari adanya teknologi.
Di dalam TAP MPR No. XVII/MPR/1998 juga dijelaskan tentang
Hak Asasi Manusia bahwa Negara memberikan jaminan hak atas
pendidikan. Hal tersebut juga ditegaskan lagi dengan Pasal 60 UU no.39
thun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memperkuat dan memberikan
perhatian khusus pada hak anak untuk memperoleh pendidikan sesuai
minat, bakat dan tingkat kecerdasannya. Hal ini memberikan gambaran
kepada kita bagaimana Pemerintah dan Negara memberikan hak kepada
setiap warganya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, namun jika
dilihat dari segi fakta yang ada bahwa masih banyak anak-anak yang
belum bias merasakan bagaimana duduk dibangku sekolah untuk belajar
karena ketidakmampuan dalam hal biaya.
Di tingkat Internasional, Kovenan Internasional Hak ECOSOB
yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005, tentang
hak atas pendidikan Negara memiliki kewajiban untuk :
a. Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-cuma
bagi semua orang;
b. Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan
teknik dan kejuruan tingkat menengah, harus tersedia secara umum
dan terbuka bagi semua orang dengan segala cara yang layak dan
khususnya dengan menerapkan pendidikan cuma-cuma secara
bertahap.
c. Pendidikan tingkat tinggi harus dapat dicapai oleh siapa pun juga,
berdasarkan kapasitas, dengan cara-cara yang layak, dan khususnya
dengan menerapkan pendidikan cuma-cuma secara bertahap.
d. Pendidikan dasar harus sedapat mungkin didorong atau diintensifkan
bagi orang-orang yang belum pernah menerima atau menyelesaikan
keseluruhan periode pendidikan dasar mereka.
e. Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkat harus
diupayakan secara aktif, suatu sistem beasiswa yang memadai harus

16
dibentuk, dan kondisi-kondisi material staf pengajar harus
ditingkatkan secara berkelanjutan.

8. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


Indonesia adalah Negara hukum, yang mana Negara menjamin
akan hak-hak atas rakyatnya. Oleh karena itu, Negara Indonesia
mempunyai undang-undang yang khusus mengatur mengenai hak-hak
rakyat. Diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-undang Hak Asasi Manusia terdiri dari 106 pasal dan
memuat 11 bab, yaitu: ketentuan umum, asas-asas dasar, hak asasi manusia
dan kebebasan dasar manusia, kewajiban dasar manusia, kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah, pembatasan dan larangan, komisi nasional
hak asasi manusia (komnas ham), partisipasi masyarakat, pengadilan hak
asasi manusia, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Pada bab I (ketentuan umum), berisi definisi dari Hak Asasi
Manusia, kewajiban dasar manusia, diskriminasi, penyiksaan, anak,
pelanggaran hak asasi manusia, dan komisi nasional hak asasi manusia
atau komnas ham.
Kemudian pada bab II (asas-asas dasar), memuat mengenai asas-
asas dasar manusia, seperti hak atas kebebasan, hak atas hidup, hak
memperoleh keadilan, termasuk mengenai adat-istiadat. Namun itu masih
berupa asas-asasnya saja.
Selanjutnya pada bab III (hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia) baru termuat penjelasan dari bab II. Pada bab ini, termuat 10
bagian. Yaitu hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan
keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas
kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut
serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan yang terakhir adalah hak anak.
Pada bab IV (kewajiban dasar manusia), berisi mengenai
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan warga Negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, seperti mematuhi undang-undang , wajib
bela Negara, menghormati hak-hak orang lain, dan sebagainya.

17
Pada bab V (kewajiban dan tanggung jawab pemerintah), memuat
tentang kewajiban-kewajiban pemerintah dalam menjamin hak-hak warga
Negara, misalnya melindungi, menghormati, menegakkan, dan memajukan
hak-hak asasi manusia.
Selanjutnya pada bab VI (pembatasan dan larangan), mengenai
batasan-batasan dari hak-hak dan kebebasan individu agar terjamin
pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan
kebebasan dasar orang lain , kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan
bangsa. Juga mengenai aturan bahwa partai, golongan, pemerintah, atau
pihak tidak dapat mengurangi, menghapuskan, merusak hak asasi
seseorang.
Kemudian pada bab VII ( komisi nasional hak asasi manusia),
berisi mengenai tujuan dari komnas ham, kelengkapan dari komnas ham,
anggota komnas ham, tugas dan wewenang komnas ham dalam
menjalankan fungsinya, dan sebaginya.
Bab VIII (partisipasi masyarakat), membahas mengenai kebebasan
individu, sekelompok orang, organisasi-organisasi, LSM untuk
berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi
manusia. Juga untuk manyampaikan laporan pelanggaran ham,
mengajukan usaha perumusan ham, dan melakukan penelitian,
penyebaran, dan pendidikan mengenai hak asasi manusia.
Selanjutnya pada bab IX (pengadilan hak asasi manusia), mengenai
rencana pembuatan undang-undang pengadilan hak asasi manusia.
Sebelum itu terbentuk, kasus-kasus pelanggaran ham akan diadili oleh
pengadilan yang berwenang.
Pada bab X (ketentuan peralihan).
Yang terakhir, bab XI (ketentuan penutup), berisi mulai berlakunya
undang-undang ham ini.

C. PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM


KEHIDUPAN NYATA
1. Persamaan Hak untuk Mengemukakan Pendapat

18
Pengertian kemerdekaan mengemukakan pendapat dinyatakan
dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, bahwa
kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara
untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara
bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang yang mengatur
kemerdekaan mengemukakan pendapat antara lain diatur dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.
Indonesia saat ini belum mencapai pada pelaksanaan demokrasi
yang subtansial yaitu sikap-sikap dan prilaku demokratis, sebagai contoh
kasus Prita yang baru-baru ini meramaikan stasiun Televisi yang
menggugah hati nurani hampir seluruh masyarakat Indonesia.
Permasalahan tersebut terjadi karena hal yang sifatnya sepele, yaitu
pengalaman tidak menyenangkan Prita sebagai seorang pasien dari sebuah
rumah sakit, berkirim email pada temannya, namun tanpa diduga
berdampak hukum dengan dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sehingga harus mendekam di
penjara. Benarkah hanya karena memberi kritik seseorang bisa ditahan.
Bila ditilik secara cermat, pengalaman seperti ini banyak sekali
dialami baik oleh pasien dan pihak rumah sakit. Cukup sering dijumpai
seorang pasien mengadukan ketidak puasan layanan seorang dokter dan
rumah sakit baik di media cetak, elektronik dan internet. Fenomena yang
biasa terjadi ini menjadi sesuatu yang sangat besar karena baru pertama
kali sebuah rumah sakit berani menuntut dengan dugaan pencemaran nama
baik yang dilakukan pasien.
Bagi sebagian masyarakat hal itu merupakan sekedar sebuah
kritikan untuk pelayanan rumah sakit. Seorang ibu rumah tangga harus
dipisahkan dari ke dua anak kecilnya di rumah. Lantas dimana letak
keadilan di negeri ini bila hak asasi manusia dalam kebebasan
mengemukakan pendapat dibatasi, dipasung, bahkan terancam pidana.

19
Pihak rumah sakit yang berseteru dengan Prita tetap bersikeras bahwa
tulisan sang ibu jelas-jelas sebuah pencemaran nama baik.
Kasus Prita tersebut ternyata berdampak besar dan menjadi sesuatu
kontroversi yang tiada berhenti ujungnya. Berdasar pengalaman yang
seringkali terjadi tersebut menjadi melebar tak tentu arah, sebab pelaku
dugaan pencemaran nama baik adalah seorang ibu dengan dua orang anak,
dukungan mengalir secara deras tak terbendung tanpa melihat fokus
masalah dan demi kebebasan berpendapat.
Kasus Prita merupakan salah satu contoh kecil bahwa hukum di
Indonesia masih sangat lemah dalam memenuhi hak asasi manusia,
khususnya mengenai kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum.
2. Persamaan Hak untuk Berunjuk Rasa
Demonstrasi secara konstitusional merupakan hak yang harus
dilindungi oleh pemerintah. Di sisi lain, orang yang melakukan
demonstrasi juga harus mentaati peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, dasar hukum
demonstrasi adalah pasal 28 UUD 1945 dan UU No.9 Tahun 1998.
Sehingga para peserta demonstransi memiliki legalitas dalam aksinya.
Aksi massa atau demonstrasi merupakan salah satu hak rakyat yang
dilindungi oleh negara dalam konstitusi dasar dan undang-undang.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat ini merupakan sarana bagi rakyat
untuk menggapai tujuannya. Sebagian rakyat mengakui bahwa
demonstrasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencapai
kepentingannya. Perubahan yang ingin dicapai oleh sebagian masyarakat
masih meyakini bahwa kekuatan massa yang tidak bersenjata mampu
untuk mempengaruhi kebijakan. Sejarah memcatat kejatuhan rezim
otoritarian Soeharto yang telah berkuasa dan tidak terusik selama 32 tahun,
mampu dijatuhkan oleh kekuatan demonstrasi massa. Ada banyak kejadian
lainnya yang juga tercapai karena demonstrasi. Dengan demikian dalam
hal ini demonstrasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
mencapai tujuan. Hanya saja yang membedakan adalah pada dataran
demonstrasi demi tujuan politik praktis atau jangka panjang. Untuk

20
kepentingan masing-masing kelompok atau demi kemaslahatan orang
banyak.
Namun di sisi yang lain, hak menyampaikan pendapat di muka
umum menjadi terkendala ketika pelaksananya dapat dijerat pidana pasal
160-161 KUHP tentang penghasutan, pasal 310 ayat 1 – 311 ayat 2 KUHP
tentang pencemaran nama baik dan atau pasal 27 UU ITE tentang
pencemaran nama baik pada internet. Pasal-pasal inilah yang banyak
menjerat para aktivis ketika melakukan demonstrasi. Sebenarnya pasal ini
bisa dijalankan ketika hasutan itu dilakukan terhadap khalayak ramai
untuk melakukan perbuatan pidana. Namun dalam prakteknya, banyak
para aktivis yang harus tersandung dengan pasal ini. Meskipun yang
dilakukan oleh aktivis dalam rangka bagian dari partisipasi publik dan
advokasi terhadap masyarakat, namun tetap saja dapat dijerat dengan pasal
penghasutan tersebut.
Dalam demonstrasi menggunakan alat peraga berupa poster atau
selebaran sambil berorasi, sebab pada intinya tujuan demonstrasi adalah
mengabarkan kepada publik (masyarakat luas) tentang hal apa yang terjadi
dan hal apa yang diinginkan. Dalam demonstrasi terdapat penanggung
jawab dan komando massa atau sering di sebut koordinator lapangan
(korlap). Secara sederhana, ketika mempunyai masalah seseorang akan
menyampaikan kepada orang lain agar bisa membantu dan memberikan
solidaritas kepadanya. Dengan demikian domonstrasi sudah tentu ada
penggeraknya.
Namun permasalahannya apakah hal itu merupakan tindak pidana
penghasutan? Fakta-fakta yang dituangkan dalam selebaran dan dapat
dipertanggung jawabkan apakah suatu tindak pidana penghasutan? Tulisan
akademik dalam bentuk kritikan terhadap penguasa apakah juga dapat
dikategorikan ke dalam tindak pidana penghasutan? Jika benar itu semua
penghasutan, maka perlu dipertegas dalam konstitusi dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku tentang mekanisme demonstrasi secara
detail, sebab sangat jarang di temukan dalam demonstrasi hanya memuji

21
pemerintah atau dalam demonstrasi para demonstran hanya diam saja
tanpa membawa dan memakai alat peraga.
Mencermati problem di atas, pada dasarnya akan terjawab ketika
aparatur negara benar-benar menjalankan prinsip negara hukum dan
demokrasi, serta mentaati hak sipil dan politik. Tidak selamanya hak
berpendapat sebagai hak fundamental dan konstitusional ini tercipta sesuai
kondisi dan prasyarat kekuasaan negara tidak terkecuali kasus Upi
Asamaradana yang tergabung dalam KJTKPM. Beberapa warga negara
yang mencoba mengekpresikan hak berpendapat tetapi kemudian
dikriminalisasi dengan menggunakan delik-delik pencemaran nama baik
atau defamasi (defamation).
Defamasi adalah pelanggaran pidana pencemaran nama
(defamation), yang dilakukan secara lisan maupun tulisan. Dalam dunia
pers, defamasi umumnya terkait tulisan atau berita pers yang terpublikasi
oleh organisasi perusahaan media. Beberapa tahun terakhir, komunitas pers
khususnya kaum pencari berita dan masyarakat kerap menghadapi
ancaman gugatan hukum secara pidana maupun perdata denagn
menggunakan defamasi. Ancaman pemidanaan ini makin marak sejak
jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada Mei 1998.
Sejarah delik defamasi dalam pasal-pasal Wetboek van Strafrecht
(WvS) Belanda pada awalnya digunakan sebagai instrument untuk
mengukuhkan kekuasaan otoritarian dengan hukuman yang sangat kejam
saat itu. Demikian juga halnya di Indonesia yang nota bene bekas jajahan
Belanda yang serta merta mengadopsi WvS ke dalam KUHP oleh rezim
orde lama dan orde baru dijadikan media yang ampuh untuk melakukan
pembungkaman terhadap warga yang melakukan kritik dan protes. Delik
defamasi oleh aparat penguasa dan pihak-pihak tertentu masih dijadikan
senjata ampuh untuk mereduksi kebebasan berpendapat. Sebuah gambaran
dari jenis hukum yang oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick disebut
sebagai hukum represif.
Gugatan pencemaran nama (defamasi) mengandung pidana penjara
atau denda secara perdata. Gugatan diajukan oleh mereka (individu

22
maupun badan publik) yang merasa dirugikan pemberitaan pers. Istilah
pencemaran nama (defamation) sebenarnya tidak tertulis dalam Kitab
Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun KUH Perdata. Yang ada, 12
pasal penghinaan yang termuat dalam Bab XVI KUHP mulai pasal 310
sampai 321. Delik “pencemaran nama” ini meliputi kejahatan merusak
kehormatan dan nama baik seseorang, menista, menghina, memfitnah,
secara lisan maupun tulisan dengan ancaman penjara 4 bulan sampai 4
tahun. Adapun secara perdata, jumlah denda yang diajukan tidak diatur
secara rinci. Ini menyebabkan nilai gugatan perdata bisa diajukan
seenaknya tergantung selera penggugat.
Aliansi Jurnalis Indonesia AJI mencatat beberapa upaya
kriminalisasi terhadap Pers. Pada periode1999 sampai 2005 AJI mencatat
31 kasus gugatan hukum, pidana maupun perdata, Beberapa diantaranya,
gugatan pidana maupun perdata Akbar Tanjung, Rini Soewandi,
Hendropriyono terhadap Harian Rakyat Merdeka. Atau gugatan
Laksamana Sukardi terhadap sejumlah penerbitan pers terkait pemberitaan
kinerjanya sebagai Menteri Negara BUMN pada era Megawati Soekarno
Putri.
Tahun 2006, kasus gugatan hukum terhadap pers umumnya
merupakan lanjutan perkara tahun–tahun sebelumnya. Pada tahun 2006
AJI mencatat 53 kasus kekerasan terhadap pers. Setahun kemudian, 2007,
tercatat 75 kasus kekerasan terhadap wartawan, 4 diantaranya berupa
gugatan hukum. Dua kasus yang menonjol antara lain: vonis hukuman
penjara oleh Mahkamah Agung terhadap wartawan Radar Yogya, Risang
Bima Wijaya dan wartawan Tabloid Oposisi di Medan, Dahri Uhum.
Keduanya dianggap terbukti mencemarkan nama baik sejumlah pihak
melalui pemberitaan pers, dan dipaksa menjalani hukuman penjara 6 bulan
di LP Sleman Yogyakarta dan LP Tanjung Gusta Medan.
Pada 2008, tercatat 59 kasus kekerasan, 5 diantaranya kasus
gugatan hukum. Misalnya, kasus Asian Agri VS Majalah Tempo, Riau
Andalan Pulp and Paper VS Koran Tempo, Munarman melawan Koran
Tempo, Gubernur Ismeth Abdullah VS Tabloid Investigasi, gugatan pidana

23
dan perdata Kapolda Sulselbar Irjenpol Sisno Adiwinoto terhadap mantan
kontributor Metro TV, Upi Asmaradhana di Makassar. Pada 2009 tercatat 7
kasus gugatan hukum dari 37 kasus kekerasan terhadap wartawan. Kasus–
kasus itu diantaranya, gugatan pengusaha Aburizal Bakrie terhadap kaver
majalah Tempo, gugatan Raymond Teddy (pengusaha judi) terhadap tujuh
media (RCTI, KCM, Kompas, Warta Kota, Detikcom, Sindo dan Suara
Pembaruan), kasus pelaporan anggota DPR Partai Demokrat Eddy
Baskoro terhadap Jakarta Globe, Harian Bangsa, dan Seputar Indonesia
(Sindo), serta gugatan pihak Polri terhadap Harian Kompas dan Sindo
terkait pemberitaan Cicak versus Buaya.
3. Persamaan Hak Bela Negara
a. Sebelum UUD 1945 Diamandemen
Persamaan hak bela negara dalam UUD 1945 sebelum amandemen
diatur dalam pasal 30 ayat 1 yang berbunyi tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
b. Setelah UUD 1945 Diamandemen
Sehubungan dengan hak bela negara, sesuai dengan UUD
1945 setelahAmandemen, perlu diperhatikan ketentuan yang tercan
tum di dalam beberapapasal berikut ini.
1) Pasal 27 Ayat 3 : Setiap warga negara berhak dan wajib ikut s
erta dalamupaya pembelaan negara.
2) Pasal 30 Ayat 1: Tiap-
tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pe
rtahanan dan keamanan negara.
3) Pasal 30 Ayat 2: Usaha pertahanan dan keamanan dilaksanakan m
elalui SistemPertahanan
Keamanan Rakyat Semesta oleh TNI (Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara), dan Polri sebagai
kekuatan utama serta rakyat sebagai kekuatan pendukung.
4) Pasal 30 Ayat 3 : TNI terdiri atas Angkatan Darat, Ang
katan Laut, danAngkatan Udara sebagai alat negara bertugas
mempertahankan dan
memelihara keutuhan dan kedaulatannegara.

24
5) Pasal 30 Ayat 4 : Polri sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat dan bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
6) Pasal 30 Ayat 5 : Susunan dan kedudukan TNI, Kepolisian
NKRI,hubungan kewenangan TNI dan Kepolisian negara
Republik Indonesia didalam menjalankan tugas, syarat-syarat
keikut sertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan, serta hal-hal yangterkait dengan pertahanan dan
keamanan negaradiatur dengan undang-undang.
c. Bela Negara Menurut UU Nomor 3 Tahun2002 tentang Pertahanan
Negara
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun
2002 pasal 9 ayat 1 tentang Pertahanan Negara Upaya Bela Negara
merupakan sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa
dan negara.
Hal ini bukan merupakan hanya kewajiban dari dasar manusia,
melainkan juga untuk kehormatan warga negara sebagai salah satu
wujud pengabdian dan sikap rela berkorban terhadap bangsa dan
negara.
Bela Negara yang dilakukan oleh Warga Negara merupakan
salah satu bentuk hak dan kewajiban untuk membela serta
mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari berbagai macam
ancaman yang datang darimana saja.
Pembelaan negara ini yang diwujudkan dengan ikut serta di
dalam upaya pertahanan negara yang merupakan salah satu bentuk
tanggung jawab dan kehormatan tiap warga negara. Maka dari itu,
warga negara memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam upaya bela
negara, terkecuali ditentukan lain dengan undang-undang.

D. PERSAMAAN WARGA NEGARA DALAM HUKUM

25
Jaminan persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang
hukum telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (1). Pasal tersebut
memberikan makna bahwa setiap warga negara tanpa harus melihat penduduk
asli atau bukan, berasal dari golongan terdidik atau rakyat jelata yang buta
huruf, golongan menengah ke atas atau kaum papa yang bergumul dengan
kemiskinan, harus dilayani secara sama di depan atau dalam hukum. Setiap
warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan
perlindungan hukum baik hukum privat maupun publik. Kedua kelompok
hukum tersebut dalam pengertian sebagai alat hukum, sudah mencakup segi-
segi keperdataan dan kepidanaan. Selain itu juga mencakup cabang-cabang
hukum publik lainnya, seperti hukum tata negara, hukum tata pemerintahan,
dan hukum acara pidana atau perdata.
1. Hak-Hak Tersangka, Terdakwa, dan Saksi
b. Hak–hak Tersangka
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku
tindak pidana (Pasal 1 butir 14 KUHAP). Sementara, Terdakwa adalah
seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang
pengadilan (Pasal 1 butir 15 KUHAP).
Tersangka dan terdakwa merupakan pihak yang diduga telah
melakukan tindak pidana. Tersangka atau terdakwa belum tentu
bersalah sehingga masih harus dibuktikan dulu kesalahannya di depan
pengadilan.
Hak-Hak tersebut adalah sebagai berikut:
1) Berhak meminta untuk diperlihatkan surat Tugas ketika tersangka
ditangkap dan ditahan (Pasal 18 ayat 1 KUHAP)
Tersangka mempunyai hak untuk meminta kepada Polisi
surat tugasnya ketika hendak menangkap dan menahan si
tersangka. Apabila Polisi atau aparat penegak hukum yang
bersangkutan tidak memperlihatkan surat tugasnya atau tidak
memiliki surat tugas maka penagkapan itu tidak sah, dan bisa
dimohonkan praperadilan, dan oleh karenanya tersangka akan
dibebaskan disertai dengan pemberian ganti rugi (Pasal 77
KUHAP).

26
2) Berhak mendapatkan Surat Perintah Penangkapan dan Surat
Perintah Penahanan (Pasal 18 ayat 1 dan 3 KUHAP).
Apabila tersangka tidak diberikan Surat Perintah dan Surat
Perintah Penahanan ini, maka penangkapan itu dapat dikategorikan
tidak sah, dan dapat dimohonkan praperadilan.
3) BerhakMemohon Pengalihan Jenis Penahanan (Pasal 23 KUHAP)
Tersangka atau terdakwa dapat memohonkan pengalihan
jenis penahanan, baik pengalihan menjadi penahanan rumah
tahanan negara, penahanan rumah, atau penahanan kota. Akan
tetapi hal ini tergantung pada penilaian aparat penegak hukum
apakah akan mengabulkan permohonan tersebut atau tidak.
4) Berhak untuk segera perkaranya diadili di Pengadilan (Pasal 50
KUHAP)
Ketentuan ini dimaksudkan agar tersangka dan/atau
terdakawa segera mendapatkan kepastian hukum terkait dengan
kasus yang tengah dihadapinya dan agar nasibnya tidak terus
digantung oleh aparat penegak hukum. selain itu ketentuan ini juga
sejalan dengan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya
ringan.
c. Hak-hak Terdakwa
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan
diadili di sidang pengadilan. (Pasal 1 butir 15).Hak – hak
terdakwa sebagai mana dalam KUHAP adalah sebagai berikut:
1) Hak segera diadili oleh pengadilan (Pasal 50 ayat (3)).
2) Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya (Pasal 51 butir
b.).
3) Hak memberikan keterangan secara bebas kepada hakim (Pasal
52).
4) Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam pemeriksaan di
pengadilan (Pasal 53).
5) Hak mendapatkan bantuan hukum dan memilih sendiri Penasehat
Hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 dan Pasal 55).
6) Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang
ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat

27
pemeriksaan bagi terdakwa yang ancam pidana mati atau ancaman
pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih dengan
biaya cuma-cuma (Pasal 56 ayat (1) dan (2)).
7) Hak menghubungi penasihat hukumnya
8) Hak terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan
penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan
(Pasal 57 ayat (2)).
9) Hak untuk menghubungi dokter bagi terdakwa yang ditahan (Pasal
58)
10) Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang
serumah dengan terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya
dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi
penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga
dengan maksut yang sama diatas. (Pasal 59 dan Pasal 60)
11) Hak untuk di kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak
ada hubungannya dengan perkara terdakwa untuk kepentingan
pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61)
12) Hak terdakwa untuk berhubungan surat-meyurat kepada penasihat
hukumnya (Pasal 62).
13) Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan
(Pasal 63)
14) hak terdakwa untuk diadi!i di sidang pengadilan yang terbuka
untuk umum (Pasal 64).
15) Hak untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65)
16) Hak agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66).
17) Hak untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan Peninjauan
kembali (Pasal 67, Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1) ).
18) Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68, Pasal 95
ayat (1), dan Pasal 97 ayat (1) ).

28
19) Hak mengajukan keberataan tantang tidak berwenang mengadili
perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan
harus dibatalkan (Pasal 156 ayat (1)
d. Hak-Hak Saksi
Yang dimaksud dengan saksi, menurut Pasal 1 angka 26 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), adalah orang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Pengertian tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 65/PUU-VIII/2010 Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 Tentang Hukum Acara Pidana diperluas menjadi termasuk
pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka
penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak
selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”. Hak dari
saksi antara lain:
1) Dipanggil sebagai saksi oleh penyidik dengan surat panggilan yang
sah serta berhak diberitahukan alasan pemanggilan tersebut (Pasal
112 ayat (1) KUHAP);
2) Berhak untuk dilakukan pemeriksaan di tempat kediamannya jika
memang saksi dapat memberikan alasan yang patut dan wajar
bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik (Pasal 113 KUHAP);
3) Berhak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan dari siapapun
atau dalam bentuk apapun (Pasal 117 ayat (1) KUHAP);
4) Saksi berhak menolak menandatangani berita acara yang memuat
keterangannya dengan memberikan alasan yang kuat (Pasal 118
KUHAP);
5) Berhak untuk tidak diajukan pertanyaan yang menjerat kepada
saksi (Pasal 166 KUHAP);
6) Berhak atas juru bahasa jika saksi tidak paham bahasa Indonesia
(Pasal 177 ayat (1) KUHAP);
7) Berhak atas seorang penerjemah jika saksi tersebut bisu dan/atau
tuli serta tidak dapat menulis (Pasal 178 ayat (1) KUHAP).
2. Azas Praduga Tak Bersalah
Asas praduga tidak bersalah adalah pengarahan bagi para aparat
penegak hukum tentang bagaimana mereka harus bertindak lebih lanjut dan

29
mengesampingkan asas praduga bersalah dalam tingkah laku mereka
terhadap tersangka. Intinya, praduga tidak bersalah bersifat legal normative
dan tidak berorientasi pada hasil akhir. Asas praduga bersalah bersifat
deskriptif faktual. Artinya, berdasar fakta-fakta yang ada si tersangka
akhirnya akan dinyatakan bersalah. Karena itu, terhadapnya harus dilakukan
proses hukum mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
sampai tahap peradilan. Tidak boleh berhenti di tengah jalan.
Asas praduga tidak bersalah ialah asas yang menyatakan bahwa
seseorang tersangka tidak boleh dinyatakan bersalah sampai ada keputusan
pengadilan yang bersifat hukum tetap. Asas praduga tidak bersalah ini
merupakan syarat utama di negara yang menganut due process of law seperti
Indonesia, demi menghasilkan peradilan yang baik, jujur, adil dan tidak
memihak. Namun pada kenyataannya asas ini bukannya dilaksanakan
dengan baik namun malah dilanggar dan disalahgunakan. Banyak aparat
penegak hukum kita yang bahkan orang itu belum mendapat status baik
sebagai tersangka dan belum punya bukti yang cukup, sudah dipukuli dan
disakiti tanpa alasan. Ini jelas melanggar asas tersebut dan HAM. Ini salah
ini menimbulkan suatu kesan yang buruk terhadap kinerja aparatur penegak
hukum kita.
3. Proses Penyidikan dan Pemeriksaan
Dalam Pasal 1 butir (2) Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan
bahwa:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Dengan demikian penyidikan baru dapat dilaksanakan oleh
penyidik apabila telah terjadi suatu tindak pidana dan terhadap tindak
pidana tersebut dapat dilakukan penyidikan menurut yang diatur dalam
KUHAP. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
Undng-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 109 butir (1)
KUHAP). Untuk dapat menentukan suatu peristiwa yang terjadi adalah

30
termasuk suatu tindak pidana, menurut kemampuan penyidik untuk
mengidentifikasi suatu peristiwa sebagai tindak pidana dengan
berdasarkan pada pengetahuan hukum pidana.
Penyidikan in concreto dimulai sesudah terjadinya suatu tindak
pidana, sehingga tindakan tersebut merupakan penyelenggaraan hukum
(pidana) yang bersifat represif . Tindakan tersebut dilakukan adalah
untuk mencari keterangan dari siapa saja yang diharapkan dapat
memberi tahu tentang apa yang telah terjadi dan dapat mengungkapkan
siapa yang meakukan atau yang disangka melakukan tindak pidana
tersebut. Tindakan-tindakan pertama tersebut diikuti oleh tindakan-
tindakan lain yang dianggap perlu, yang pada pokoknya untuk menjamin
agar orang yang benar-benar terbukti telah melakukan suatu tindak
pidana bisa diajukan ke pengadilan untuk dijatuhi pidana dan
selanjutnya benar-benar menjalani pidana yang dijatuhkan itu.
Apabila terhadap suatu perkara pidana telah dilakukan penuntutan,
maka perkara tersebut diajukan kepengadilan. Tindak Pidana tersebut untuk
selanjutnya diperiksa, diadili dan diputus oleh majelis hakim dan Pengadilan
Negeri yang berjumlah 3 (Tiga) Orang.
Pada saat majelis hakim telah ditetapkan, selanjutnya ditetapkan hari
sidang. Pemberitahuan hari sidang disampaikan oleh penuntut umum kepada
terdakwa di alat tempat tinggalnya atau disampaikan di tempat kediaman
terakhir apabila tempat tinggalnya diketahui. Dalam hal ini surat panggilan
memuat tanggal, hari serta jam dan untuk perkara apa ia dipanggil. Surat
panggilan termaksud disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum
sidang dimulai.
Sistem pembuktian yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana adalah sistem pembuktian berdasarkan undang-undang yang
negatif (Negatif wettelijk). Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 183 Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana. Pasal 183 KUHAP menyatakan:
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadinya dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.

31
Berdasarkan pernyataan tersebut, nyatalah bahwa pembuktian harus
didasarkan apad alat bukti yang disebutkan dalam undang-undang disertai
keyakinan hakim atas alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan, yang
terdiri dari:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan Ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk; dan
e. Keterangan terdakwa.

Disamping itu kitab Undang-undang hukum Acara Pidana juga


menganut minimun pembuktian (minimum bewijs), sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 183 tersebut. Minimun pembuktian berarti dalam memutuskan
suatu perkara pidana hakim harus memutuskan berdasarkan sejumlah alat
bukti. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memberikan batasan
minimal penggunaan alat bukti, yaitu minimal dua alat bukti, yaitu minimal
dua alat bukti disertai oleh keyakinan hakim.
Tahap memeriksaan perkara pidana dipengadilan ini dilakukan setelah
tahap pemeriksaan pendahuluan selesai. Pemeriksaan ini dilandaskan pada
sistem atau model Accusatoir, dan dimulai dengan menyampaikan berkas
perkara kepada Public prosecutor.
Pemeriksaan dimuka sidang pengadilan diawali dengan
pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan ynag dilakukan secara
sah menurut undang-undang. Dalam hal ini KUHAP pasal 154 telah
memberikan batasan syarat undang undang dalam hali KUHAP pasal 154
telah memberikan batasan syarat syahnya tentang pemanggilan kepada
terdakwa, dengan ketentuan;
Surat panggilan kepada terdakwa disampaikan di alat tempat
tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di
tempat kediaman terakhir.
Apabila terdakwa tidak ada ditempat kediaman terakhir, surat
panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum tempat
tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhirdalam hal terdakwa ada

32
dalam tahanan surat panggilan disampaikan kepadanya melalui pejabat
rumah tahanan negara.
Penerimaan surat panggilan terdakwa sendiri ataupun orang lain atau
melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaanapabila tempat
tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat panggilan
ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang
berwenang mengadili perkaranya.
4. HakMendapatkan Bantuan Hukum
Berdasarkan Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum, Pasal 1 (1) dinyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum
yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma kepada
Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau
kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak
dan mandiri yang menghadapi masalah hukum. Sedangkan dalam SEMA
No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum dinyatakan
bahwa yang berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah
orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan
anak-anak serta penyandang disabilitas, sesuai pertauran perundang-
undangan yang berlaku. (Pasal 27).
Bantuan hukum tersebut meliputi menjalankan kuasa, mendampingi,
mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum, yang bertujuan untuk:
a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk
mendapatkan akses keadilan.
b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga Negara sesuai dengan
prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum.
c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan
secara merata di seluruh wilayah Negara Indonesia.
d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisisen, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Pasal 25 SEMA No 10 Tahun 2010, bahwa jasa bantuan hukum yang
dapat diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi,
konsultasi, dan advis serta penyediaan Advokat pendamping secara Cuma-

33
Cuma untuk membela kepentingan Tersangka/Terdakwa dalam hal
Terdakwa tidak mampu membiayai sendiri penasihat hukumnya.

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN DAN SARAN


Persamaan kedudukan warga negara dalam berbagai bidang kehidupan
harus dirasakan semua warga negara tanpa memandang perbedaan. Semua
warga negara harus mendapat jaminan yang sama dalam berbagai bidang
kehidupan seperti bidang politik, sosial budaya, ekonomi, hukum, pertahanan,
dan keamanan. Segala bentuk diskriminasi tidak dibenarkan dalam konstitusi
Indonesia. Oleh karena itu, apabila terdapat diskriminasi, maka hal tersebut
sudah merupakan pelanggaran terhadap peraturan negara, baik itu Undang-
Undang Dasar 1945 ataupun peraturan negara yang lain sehingga perlu upaya
untuk menindaklanjuti hal tersebut.
Persamaan kedudukan warga negara tidak bisa dilaksanakan secara
mutlak karena hal ini saling berikatan dengan hak dan kewajiban satu sama
lain. Oleh karena itu, sangat perlu ditanamkan sejak dini sikap saling toleransi
antar sesama.

34
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Sekretariat


Negara.
Anonim. 2015. Edukasi PPKN “Persamaan Kedudukan Warga Negara Indonesia
Dalam Bidang Politik, Hukum, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan
Keamanan”. Diakses 25 Maret 2018, dari
http://www.edukasippkn.com/2015/09/persamaan-kedudukan-warga-
negara.html
Setiyo, Joko. 2014. Bab 2 Persamaan Warga Negara. Diakses 25 Maret 2018, dari
http://legokunited.blogspot.co.id/2014/03/bab-2-persamaan-kedudukan-
warga-negara.html

35

Anda mungkin juga menyukai