Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS MEDIKAL

ASUHAN KEPERAWATAN HIV DI RUANG SAKURA


RUMAH SAKIT DAERAH DR. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Rommiyatun Zainiyah, S.Kep
NIM 142311101126

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2018

i
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah penyakit yang mematikan
dan dapat menyebabkan kondisi kronik menjadi AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) (Urifah, 2017).
1.1.1 Daur hidup virus HIV
1. Masuk dan mengikat, virus masuk dan mengikat reseptor CD4
kemudian melebur pada selnya
2. Reverse transkriptase, RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim
reverse transcriptase
3. Replikasi,
4. Budding
5. maturasi
a. virus masuk
b. mengikat dan menembus, virus mengikat reseptor CD4 dan melebur pada
sel
c. penembusan, vitus mengosongkan isinya kedalam sel CD4
d. reverse transciption, RNA vitus dirubah menjadi DNA oleh enzim reverse
transcripte
e. Pemaduan, DNA virus disatukan dengan DNA sel oleh enzim integrase
f. Transcription, ketika sel yang terinfeksi menggandakan diri, DNA virus ‘dibaca’
dan rantai protein yang panjang dibuat
g. Perakitan: Rantai protein virus mengelompok
h. Tonjolan, Jutaan virus yang belum matang mendesak ke luar sel. Enzim
protease mulai mengelola protein dalam virus yang baru terbentuk\
i. Menjadi matang, Virus yang belummatang melepaskan diri dari sel yang
terinfeksi, Rantai protein pada bibit virus baru dipotong oleh enzim protease
menjadi protein tunggal. Protein ini menggabung untuk membentuk inti virus dan
membuat virus yang siap bekerja

2
1.2 Epidemiologi
Pada tahun 2013 secara global sebanyak 35 juta penduduk mengalami HIV
dengan jumlah kematian sekitar 1,5 juta penduduk sedangkan di asia sekitar 4,8
juta penduduk emngalami HIV dengan kematian 25.000 penduduk. Di Indonesia
sebanyak 610.000 penduduk mengalami HIV dan 27.000 meninggal dikarenakan
HIV (Urifah, 2017) sedangkan pada tahun 2014 diketahui bahwa sebanyak 1.182
ibu positif HIV dan 86 bayi dengan positif HIV (Kemenkes, 2015).

1.2 Etiologi
Cara Penularan HIV : (Kemenkes, 2017)
1. Melakukan hubungan seks yang beresiko tanpa menggunakan kondom
2. Menggunakan jarum suntik yang bergantian
3. Menerima tranfusi darah yang terkena HIV
4. Penularan dari Ibu ke bayinya

Faktor risiko yang menyebabkan penularan HIV seperti (Tasa dkk, 2016)
1. Heteroseksual
2. Homoseksual
3. Penggunaan narkoba suntik
4. Tranmisi perinatal, penularan dari ibu ke bayi sering terjadi pada masa ke
hamilan, saat persalinan dan selama menyusui.

HIV tidak akan menular dengan cara : (Tasa dkk, 2016)


1. Berjabat tangan
2. Berangkulan
3. Berpelukan
4. Digigit nyamuk atau Serangga
5. Bersentuhan
6. Berenang bersama
7. Tinggal serumah dengan ODHA

3
8. Menggunakan toilet yang sama
9. Memakai alat makan & minum yang sama

1.3 Klasifikasi
Klasifikasi HIV berdasarkan stadium klinis menurut WHO : (Arif dan Astuty,
2017)
I II III IV
Tidak ada Penurunan berat Penurunan berat Sindroma
penurunan berat badan <10% badana >10% wasting
badan ISPA berulang Diare, demam Pneumoni
Tanpa gejala atua seperti sinusitis, yang tidak pneumocystis
hanya otitis media, diketahui Pneumonia berat
limfadenopati tonsilitis dan penyebabnya berulang selama
generalisasata faringitis Kandidiasis oral, 6 bulan
persisten Herpes zooster TB paru dalam 1 Kandidiasis
dalam 5 tahun tahun terakhir, esofagus
terakhir limfadenitis TV, Herpes simpleks
Luka diskeitar infeksi bakterial ulseratif
bibir/kelitis berat Limfoma
angularis (pneumonia, Sarkoma kaposi,
Ulkus mulut piomiosis) kanker serviks,
berulang Anemia retinitis CMV,
Ruam kulit yang (<8gr/dl), TB ekstra paru,
gatal/prurigo trombositopeni toksoplasmosis,
Dermatitis kronik (<50109) ensefalopati
seboroik HIV, meningitis
Infeksi jamur kriptokokus,
pada kuku infeksi
mikobakteria
non TV meluas,

4
lekoensefalopati
multifokal
progresif,
kriptosporidiosis
kronis dan
mikosis yang
meluas

1.4 Patofisiologi
HIV yang masuk ke tubuh seseorang melalui mukosa dand arah
selanjutnya akan menginfeksi sel T, sel dendritit dan makrofag. Terjadinya
infeksi pada sel T menyebabkan jumlah CD4 menurun secara drastis (n=600-
1200 mm3). Penurunan CD4 dikarenakan terjadinya aktivasi kronik dari sel
yang tidak terinfeksi dan abortif infeksi HIV yanh mampu mrnhyifkan
inflammmase pathways dan memicu bentuk kematian sel, HIV sendiri juga
dapat mengindasi sel organ limfosid yang menyebabkan terjadinya destruksi
progresif di jaringan limfoid sehingga terjadi immatur precusor sel T cD4
dikarenakan infeksi sel asesori yang mensekresikan sitokin yang penting
untuk maturasi sel T. Fusi antara sel HIV dan sel yang tidak terinfeksi akan
membentuk fiants cells yang menyebabkan sel ini akan mati dalam beberapa
jam. Pada periode ini seseorang yang terinfeksi HIV akan asimptomatik tetapi
jika jumlah CD4 dapat berjumlah 200/mm3 yang memungkinkan
menyebabkan terjadinaya resiko infeksi sekunder atua infeksi oportunistik
dikarenakan pertahanans eseorang terhadap mikrooganisme patogen menjadi
lemah, gejala kliinis yang dapat terjaid sesuai dengan penyakit yang
menginfeksinya (Yuliyanasari, 2016).

1.5 Manifestasi Klinis


Antibodi terhadap HIV biasnaya muncul dalam 3-6 minggu bahkan sampai 12
minggu setelah terinfeksi. (Arif dan Astuty, 2017)

5
Fase akut/1-4 minggu >6minggu Simtomatik
Malaise Demam Peningkatan virion
Demam Banyak keringat pada secara berlebihan,
Diare malam hari sehingga imun tidak
Limafadenopati Kehilangan BB <10% mampu meredamnya
Ruam makulopapular Diare dan llimfosit semakin
Meningitis Lesi pada mukosa tertekan yang
Pneumonitis Infeksi penyakit menyebabkan virus HIV
berulang semakin banyak.
Timbul gejala
immunosupresi yang
memungkinkan terjadi
infeksi sekunder

Gejala minor dan mayor HIV (Arif dan Astuty, 2017)


Gejala Minor Gejala Mayor
Batuk >1bulan Berat badan menurun >10% dalam 1
Dermatitis generalisata bulan
Herpes zoster multi sefmental Diare kronik >1 bulan
berulang Demam >1bulan
Kandidiasis orofaringeal Penurunan kesadaran
Herpes simpleks kronik progresif demensia
Limfa denopati genetalia
Infeksi jamur berulang pada alat
kelamin wanita
Retinitis cytomegalovirus

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang untuk memeriksa HIV : (Indrati, 2015)

6
1. Rapid test, hasil pemeriksaan membutuhkan 20 menit untuk memperoleh
hasilnya bahan yang digunakan seperti sampel darah, plasma dan cairan
oral
2. ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent assay), membutuhkan waktu
beberapa jam sampai beberapa hari untuk mendapatkan hasil.
3. Western blot, membutuhkan waktu beberapa jam sampai beberapa hari
untuk mendapatkan hasil.
4. Point of Care Testing (POCT), alat yang mudah dibawa dan dioperasikan
untuk mendiagnosa HIV. Alat ini digunakan untuk menskrining pasien
dengan resiko tinggi.

1.7 Kemungkinan Komplikasi


Infeksi opportunistik yang sering terjadi pada pasien HIV yaitu (Arif dan
Astuty, 2017)
1. Pneumonia, penyakit yang disebabkan fungi pneumocytis jirovecii
2. Tuberkulosis, infeksi yang ditulakan melalui respirasi disebabkan oleh
3. Esofagitis, peradangan pada esofagus yang disebabkan karena infeksi
jamur (kandidiasis) atau dikarenakan virus seperti herpes simpleks-1 atau
sitomegalovirus
4. Diare kronik, disebabkan akrena infeksi bakteri seperti salmonella,
shigella, listeria, kampilobakter atau escherichia coli
5. Toksoplasmosis, disebabkan tocoplasma gondii yang menyerang otak dan
menyebabkan toksoplasma ensefalitis
6. Leukoensefalopati multifokal progresif, terjaid penghancuran selubung
mielen yang menutupi akson pada sel saraf sehingga terjadi kerusakan
pada penghantar impuls saraf

1.8 Penatalaksanaan
1.8.1 Farmakologi
Pengobatan yang dapat digunakan untuk pasien yang mengalami HIV
yaitu : (Kemenkes, 2016)

7
1. Terapi ARV, adalah terapi yang bertujuan untuk memulihkan
kekebalan tubuh dan mencegah penularannya.
Indikasi : semua pasien dengan stadium 3 dan 4, pasien dengan CD4
<350 sel.ml, pasien dengan infeksi TB, HBV, ibu hamil, Pasien
dengan pasangan HIV negatif, populasi kuncu, HIV positif di epidemi
meluas seperti papua
Paduan obat ARV untuk progilaksis pasca pajanan (PPP) (Kemenkes,
2016)
Orang yang terpajan Paduan ARV
Remaja dan dewasa Pilihan TDF + 3TC (FTC) + LPV/r
Alternatif TDF + 3TC (FTC) + EFV ATAU
AZT + 3TC + LPV/r
Anak (< 10 tahun) Pilihan AZT + 3TC + LPV/r
Alternatif TDF + 3TC (FTC) + LPV/r
Dapat menggunakan EFV/NVP
untuk NNRTI
Dosis obat ARV bagi orang dewasa dan Remaja (Kemenkes, 2016)

Nama obat ARV Dosis


Tenofovir (TDF) 300mg sekali sehari
150 dua kali sehari atau 300mg sekali
Lamivudin (3TC)
sehari
Emtricitabin (FTC) 200mg sekali sehari
Zidovudin (AZT) 300mg dua kali sehari
1.8.2 NLopinavir/ritonavir (LPV/r) 200mg/50mg dua kali sehari
on-farmakologi
Pencegahan yang dilakukan untuk mencegah penularan HIV yaitu
(Kemenkes, 2017)
1. Abstinence, tidak melakukan hubungan seks sampai siap menikah/mental,
fisik, dan sosial
2. Be faithfull, saling setia hanya pada satu pasangan
3. Condom use, pada pasangan seksual aktif, gunakan kondom
4. Dont share needle and drugs, tidak menggunakan jarum suntik secara
bergantian dan tidak menggunakan NARKOBA
5. Education, mencari dan memperoleh informasi mengenai HIV

8
1.9 Clinical Pathways

HIV masuk ke dalam tubuh

Menginfeksi limfosit T4, monosit, sel dendrit dan sel langershans

Memproduksi virus

Sel limfosit T4 rusak

Imun menurun

Terjadi infeksi opportunistik

pernafasan pencernaan intergumen


9

Radang Infeksi jamur peradangan


pada paru peristaltik
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

I. Identitas Pasien, perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis


kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
II. Riwayat Kesehatan, perlu pengkajian mengenai keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, terdahulu, kluarga
III. Pengkajian keperawatan, perlu dilakukan anamnese mengenai pola
persepsi, nutrisi, eleminiasi, kepercayaan, koping stres, istirahat tidur,
aktivitas
IV. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan menganai keadaan umum, ttv, dan head to
toe

10
V. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas
2. Gangguan menelan
3. Kekurangan volume cairan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Gangguan rasa nyaman
6. Resiko kerusakan integritas kulit

11
VI. Intervensi

No Diagnosa NIC NOC


1 Ketidakefektifan pola kepatenan jalan nafas Manajemen Jalan nafas
1. Frekuensi pernafasan dalam 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
nafas
batas normal 2. Buang secret dan memotifasi pasien untuk batuk efektif
2. Klien mampu melakukan nafas 3. Ajarkan latihan nafas dalam kepada pasien
dalam 4. Kolaborasi pemberian nebulaizer
3. Klien mampu mengeluarkan 5. Monitor status pernafasan dan oksigenasi pasien.
sekret

2 Gangguan menelan Status Menelan (1010) Pencegahan aspirasi (3200)


1. Produksi ludah 1. Monitor kesadaran, reflek batuk
2. Menangani sekret 2. Skring adanya disfagia
3. Reflek menelan 3. Pertahankan jalan nafas
4. Refluks lambung 4. Monitor status pernapasan
5. Pemasangan NGT
3 Kekurangan volume Keseimbangan cairan (0601) Manajemen cairan (4120)
1. Tekanan darah 4. Pasang kateter urine
cairan
2. Turgor kulit 5. Monitor status hidrasi
3. Denyut nadi 6. Monitor TTV

2
7. Berikan cairan
8. Berikan IV
4 Ketidakseimbangan Status Nutrisi (1004) Manajemen gangguan makan (1030)
nutrisi kurang dari 1. Asupan gizi normal 1. Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai
kebutuhan tubuh 2. Asupan makanan normal 2. Kembangkan hubungan yan gmendukung dengan klien
3. Asupan cairan normal 3. Monitor tanda-tanda vital
4. Bantu klien untuk mengembangkan harga diri sesuai
dengan berat badan yang sehat
5. Berikan dukungan dan arahan jika diperlukan
5 Gangguan rasa nyaman Status Kenyamanan(2008) Pengurangan kecemasan (5820)
1. Menjelaskan semua prosedur yang akan dialami pasien
1. Suhu ruangan tidak
2. Memberikan informasi faktual terkait diagnosa, perawatan
menganggu dan prognosis
3. Mendorong verbalisasi perasaan dan persepsi serta
2. Kesejahteraan fisik tidak
ketakutan
terganggu 4. Mendukung mekansime koping yang sesuai
3. Kehidupan spiritual tidak
Terapi Relaksasi (5360)
terganggu 2. Memberikan deskripsi mengenai tindakan
3. Mendorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman
4. Menunjukkan teknik relaksasi kepada klien
5. Mendorong pasien untuk mengulangi teknik relaksasi

6 Resiko kerusakan Integritas jaringan : kulit dan Pengecekan kulit (3590)

3
integritas kulit membran mukosa (1101) 1. Periksa kulit terkait adanya kemerahan, edema
1. Suhu kulit 2. Amati warna, kehangatan, bengkak, tekstur
2. Hidrasi 3. Periksa kondisi luka
3. Keringat 4. Monitor kulit adanya ruam dan lecet,
4. Perfusi jaringan 5. Monitor infeksi
6. Lakukan langkah mencegah kerusakan lebih lanjut

4
DAFTAR PUSTAKA

Arif, S. K., dan I. Astuty. 2017. Anestesi pada Pasien HIV. Makassar :
Unviersitas Hasanuddin.
Indrati, A. R. 2015. Point of Care Testing pada Penatalaksanaan HIV. Bandung :
Universitas Padjajaran.
Kemenkes RI. 2015. Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV
dan Sifilis dari Ibu ke Anak. Jakarta : Kemenkes RI
Kemenkes RI. 2016. Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta : Kemenkes RI
Tasa, Y., I. D. E. Ludji., dan R. Paun. 2016. Pemanfaatan Voluntary Counseling
and Testing oleh Ibu Rumah Tangga Terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus. Kemas : Jurnal Kesehatan Masyarakat
Urifah, S. 2017. Pengetahuan dan Stigma terhadap Pasien HIV/AIDS di
Lingkungan Kesehatan. Indonesia : The Indonesian Journal of Health
Science
Yuliyanasari, N. 2016. Global Burden Desease – Human Immunodeficiency
Virus– Acquired Immune Deficiency Syndrome (Hiv-Aids). Surabaya :
Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai