ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui persentase karkas, tebal lemak punggung dan indeks
perdagingan sapi Bali, sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Australian Commercial Cross (ACC).
Penelitian dilakukan pada tanggal 1 sampai 30 Desember 2011 di Rumah Potong Hewan Kota
Tasikmalaya dengan menggunakan masing-masing 15 ekor sapi Bali, sapi PO dan sapi ACC dengan
kisaran umur 2,5-3,5 tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus melalui pengamatan
langsung di Rumah Potong Hewan.Peubah yang diukur adalah bobot potong, bobot karkas, persentase
karkas, tebal lemak punggung, panjang karkas dan indeks perdagingan. Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa persentase karkas sapi Bali sebesar 53,26 %, sapi PO 46,9 %dan sapi ACC 51,27%. Nilai tebal
lemak punggung sapi ACC sebesar 9,53 mm diikuti sapi Bali dan PO masing-masing 8,40 mm dan
6,03 mm.Sedangkan nilai indeks perdagingan sapi ACC bernilai 1,61, sapi Bali 1,47 dan sapi PO 1,31.
Kata kunci :persentase karkas, tebal lemak punggung, indeks perdagingan
PENDAHULUAN
Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan
penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat.Pemenuhan kebutuhan daging sapi di Indonesia
bersumber dari sapi lokal, sapi bakalan impor dan daging impor.Sapi lokal yang dijadikan sumber
daging diantaranya sapi Bali dan sapi Peranakan Ongole (PO).Sapi bakalan impor umumnya berasal
Performa seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Seekor sapi yang memiliki genetik tinggi tidak akan menunjukkan performa produksi yang baik
apabila tidak didukung oleh lingkungan yang baik, begitu juga sebaliknya. Secara genetik, sapi dari
Bos Taurus memiliki pertumbuhan bobot badan yang lebih cepat dari Bos Indicus.Begitu pula dengan
umur, Bos Taurus memerlukan waktu yang relatif lebih cepat untuk tumbuh dalam mencapai bobot
badan tertentu.Faktor lingkungan seperti sistem pemeliharaan juga sangat menentukan keberhasilan
produksi sapi potong. Di Indonesia, sapi ACC lebih banyak dipelihara dalam sistem intensif sedangkan
sapi lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan dengan sapi impor, namun apabila lingkungan
tidak mendukung kemampuan genetik seekor sapi, maka performa produksinya juga akan rendah.
Seekor sapi dianggap baik bila menghasilkan karkas dengan kuantitas dan kualitas yang
optimal.Parameter penilaian karkas yang umum adalah persentase karkas, tebal lemak punggung dan
indeks perdagingan.Sapi yang memiliki bobot hidup yang tinggi tidak selalu menunjukkan persentase
karkas yang tinggi.Persentase karkas ini dipengaruhi bobot potong sewaktu disembelih dengan bobot
karkas. Tebal Lemak punggung berfungsi melindungi karkas dari kerusakan dan perubahan warna
karkas selama proses pendinginan. Tebal lemak punggung yang tipis kurang baik, tetapi tebal lemak
punggung yang terlalu tebal juga dapat merugikan produsen daging sebagai perlemakan yang harus
dibuang.Indeks perdagingan menentukan seberapa banyak proporsi daging terhadap panjang karkas
sapi. Karkas yang memiliki panjang karkas sama dengan bobot karkas yang berbeda maka karkas yang
lebih berat akan mempunyai indeks perdagingan lebih tinggi begitu juga sebaliknya.
Efisiensi produksi usaha sapi potong tercermin dari produksi karkas yang memiliki bobot dan
persentase tinggi dan kualitas karkas yang baik.Informasi tersebut untuk melihat gambaran produksi
sapi potong pada sapi lokal maupun sapi impor.Hal inilah yang mendorong penulis melakukan
penelitian mengenai persentase karkas, tebal lemak punggung dan indeks perdagingan pada sapi Bali,
PO dan ACC.
Penelitian ini menggunakan masing-masing 15 ekor sapi Bali, Peranakan Ongole dan Australian
Commercial Cross yang berjenis kelamin jantan dengan kisaran umur antara 2,5 – 3,5 tahun. Sapi-sapi
dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Tasikmalaya dengan kisaran bobot potong 300-400 kg
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus melalui observasi (pengamatan
langsung).Sapi-sapi yang diteliti ditentukan dengan cara mengambilsampel secara acak sistematik
di RPH selama sebulan.Variabel yang diamati yaitu bobot potong, bobot karkas, persentase karkas,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bangsa sapi menghasilkan karakteristik karkas
yang berbeda.Hal tersebut sesuai dengan pendapat Phillips (2001) persentase karkas dipengaruhi oleh
bangsa, umur, jenis kelamin dan sistem pemeliharaan.Berdasarkan Tabel 1 nampak bahwa persentase
karkas sapi Balisebesar 53,26 %, sapi ACC sebesar 51,27 % dan sapi PO sebesar 46,96 %. Rataan
bobot potong tertinggi diperoleh dari sapi ACC sebesar 381,33kg diikuti sapi Bali dan PO masing-
masing sebesar 344,60 kg dan 343,40 kg. Sementara rataan bobot karkas tertinggi diperoleh dari sapi
ACC sebesar 193,67 kg diikuti sapi Bali sebesar 183,47 kg dan sapi PO sebesar 161,27 kg.
Tabel 1.Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas, Panjang Karkas, Persentase Karkas, Tebal Lemak
Punggung dan Indeks Perdagingan Sapi Bali, PO dan ACC
Bangsa Sapi
Variabel Respon
Bali PO ACC
Bobot Potong (kg) 344,60 343,40 381,33
Bobot Karkas (kg) 183,47 161,27 193,67
Panjang karkas (cm) 125,00 123,53 120,07
Persentase Karkas (%) 53,26 46,96 51,27
T Tebal Lemak punggung (mm) 8,40 6,03 9,53
Indeks Perdagingan 1,47 1,31 1,61
Secara genetik, sapi dari Bos Taurusmemiliki pertambuahan bobot badan harian yang tinggi dari
Bos Indicus.Sapi ACC merupakan keturunan bangsa sapi Bos Taurus yang dikenal memiliki badan
yang lebih besar dari sapi Bali dan PO.Sedangkan sapi Bali memiliki kaki yang lebih pendek dengan
tulang yang lebih kecil, kepala kecil sehingga perbandingan antara tulang dengan daging adalah
besar.Menurut Williamson dan Payne (1993) sapi Bali juga mempunyai konformasi tubuh yang lebih
kompak dan padat serta bobot pencernaan yang lebih ringan sehingga persentase karkasnya dapat
lebih rendah dibandingkan dengan sapi Bali dan sapi ACC. Dalam pemeliharaan yang sama dengan
sapi ACC, sapi PO menghasilkan bobot potong yang lebih rendah dibandingkan sapi ACC. Hal ini
terjadi karena kemampuan genetik sapi PO yang rendah dari sapi ACC. Umur berpengaruh terhadap
produksi sapi PO sebab dalam umur yang sama kemampuan pertumbuhan sapi PO dan ACC berbeda.
Bos Taurusmemerlukan waktu yang relatif lebih cepat untuk tumbuh dalam mencapai bobot badan
tertentu dibandingkan Bos Indicus.Kastrasi juga berpengaruh terhadap persentase karkas.Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Neumann dan Lusby (1986) bahwa sapi jantan memiliki persentase karkas
yang lebih rendah dibandingkan sapi jantan yang dikastrasi.Sapi yang dikastrasi cenderung sedikit
Berdasarkan tabel 1, tebal lemak punggung sapi ACC sebesar 9,53mm, sapi Bali sebesar 8,40
mm dan sapi PO sebesar 6,03 mm.Sesuai dengan pernyataan Soeparno (2005)bahwa perbedaan breed
sapi mempunyai dampak pada besarnya proporsi lemak dibandingkan proporsi daging dan tulang. Bila
proporsi salah satu komponen karkas tinggi maka proporsi komponen lainnya akan lebih rendah.
Secara genetik, Bos Taurus menghasilkan proporsi lemak yang lebih banyak pada daerah subkutan,
sedikit lemak intermuskuler dan lemak internal dibandingkan Bos Indicus.Selain itu, sapi ACC berbeda
dengan sapi Bali dan PO karena sapi ACC mengalami pengebirian (kastrasi) sehingga berpengaruh
terhadap karakteristik karkasnya termasuk tebal lemak punggung. Hal ini sesuai dengan pendapat
Neumann dan Lusby (1986) bahwa steer memiliki ketebalan lemak punggung yang lebih tinggi
Tabel 1 memperlihatkan bahwa indeks perdagingan sapi ACC sebesar 1,61, sapi Bali sebesar
1,47 dan sapi PO sebesar 1,31.Indeks perdagingan merupakan perbandingan antara besarnya bobot
karkas dibagi dengan panjang karkas.Nilai indeks perdagingan memberi gambaran tentang jumlah
menghasilkan panjang karkas yang lebih pendek daripada sapi Bali dan sapi ACC sehingga indeks
perdagingan sapi ACC lebih tinggi.Panjang karkas Bos Taurus lebih panjang dari sapi-sapi dari Bos
Indicus.Selain itu, kastrasi juga bepengaruh terhadap panjang karkas.Hal ini sesuai dengan pernyataan
Soeparno (2005)bahwa pada sapi jantan yang tidak dikastrasi, karkasnya lebih panjang dibandingkan
sapi yang tidak dikastrasi.Berdasarkan pengukuran indeks perdagingan dapat diketahui bahwa panjang
karkas yang lebih pendek dengan bobot karkas yang tinggi maka akan mempunyai indeks perdagingan
lebih tinggi. Sebaliknya, pada bobot karkas yang rendah sedangkan karkasnya lebih panjang, maka
KESIMPULAN
Persentase karkas sapi Bali sebesar 53,26 %, sapi ACC 51,27 % dan sapi PO 46,96 %. Tebal
lemak punggung sapi ACC sebesar 9,53 mm, sapi Bali 8,40 mm dan sapi PO 6,03 mm serta indeks
perdagingan sapi ACC sebesar 1,61, sapi Bali 1,47 dan sapi PO 1,31.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada UPTD RPH Kota Tasikmalaya, Jawa Barat
DAFTAR PUSTAKA
Neumann, A. L. and K.S. Lusby. 1986. Beef Cattle. 8th Revised Edition.Malloy Lithographing, Inc.,
Canada.
Philips, C. J. C. 2001. Principles of Cattle Production.Biddles Ltd, Guildford and King’s Lynn.
England.
Santosa, U. 2009. Mengelola Peternakan Sapi Secara Professional. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.