Anda di halaman 1dari 27

MANAJEMEN STRES

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah “Kepemimpinan” yang Dibina
oleh : Ibu Nova Erlyasari, SE, M.Si.

Disusun Oleh:

Belananda Dwi Arista


135030200111037
Nurricha Safitri Rozzy
135030200111038
Firdani Antika Sari 135030200111064
Nurmalia Ariarni 135030201111022
Lailiy Anisatul Maula 135030201111030
Linda Alfenti 135030201111034
Amellia Fatimatus Saputri 135030201111071
Radita Tri Cahyani 135030207111021

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai orang yang mengalami stres.
Stres tersebut tidak hanya dalam kehidupan sosial-ekonominya saja tetapi juga dalam
bekerja. Pekerjaan yang terlalu sulit serta keadaan sekitar yang penat juga akan dapat
menyebabkan sters dalam bekerja.

Banyak orang yang tidak menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam
kehidupannya padahal apabila kita mengetahui lebih awal mengenai gejala stres tersebut
kita dapat mencegahnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud agar
terjaminnya keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang yang
mengalami stres melakukan pekerjaan itu malah akan mengganggu kestabilan dalam
bekerja. Untuk menjaga kestabilan kerja tersebut psikologi seseorang juga harus stabil
agar terjadi singkronisasi yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang terjadi.
Jadi kita harus benar-benar memperhatikan secara lebih baik lingkungan yang dapat
mempengaruhi psikologi (kejiwaan) seseorang sehingga stres dapat dicegah.

Namun tidak dapt dipungkiri bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi pada setiap
karyawan/pekerja. Mereka mengalami stres karena pengaruh dari pekerjaan itu sendiri
maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang mengalami stres dalam bekerja tidak
akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.disinilah muncul peran dari
organisasi untuk memperhatikan setiap kondisi kejiwaan (stres) yang dialami oleh
pekerjanya. Dalam hal ini organisasi dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi
pekerja tersebut serta tidak mengurangi kinerja karyawan tersebut. Melihat kejadian stres
yang sering terjadi serta bagaimana penangannya yang baik kami akan membahasanya
dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui bagaimana stres dan penanggulangannya
serta pencegahan stres itu terutama dalam bekerja. Secara lebih jelas mengenai stres dan
stres kerja akan kami bahas pada Bab II. Yang akan memberikan gambaran mengenai
stres yang sering dialami.

B. Tujuan

Adapun beberapa tujuan yang ingin kami sampaikan dalam makalah ini adalah:

1. Untuk lebih mengerti mengenai stres dan stres kerja.

2. Untuk memehami mengenai jenis-jenis stres.

3. Untuk mengetahui model stres.

4. Untuk mengetahui moderator stres.

5. Agar kita menegtahui apa saja gejala stres dan dampak yang dapat
ditimbulkan oleh stres tersebut.

6. Agar kita tahu bagaimana cara mencegah stres.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam penulisan makalah ini antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan stres dan stres kerja?

2. Apa saja jenis-jenis stres?

3. Seperti apa model stres tersebut?

4. Apa saja moderator stres?

5. Apa saja gejala stres dan dampaknya?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Stres dan Stres Kerja

Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya
stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis,
peningkatan ketegangan pada emosi, proses beriikir dan kondisi fisik individu. Selain itu,
sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang
dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah
dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama,
perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.

Menurut Robbins, stress is a dynamic condition in which an individual is


confronted with an opportunity, deman, or resource related to what the individual desires
and for which the outcome is perceived to be both uncertain and important.[1]
Didefinisikan bahwa stres merupakan suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan
dengan kesempatan, tuntutan, atau sumber daya terkait dengan apa yang menjadi
keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan.

Selanjutnya, Gibson dan kawan-kawan juga mengemukakan bahwa stres adalah


suatu tanggapan penyesuaian, diperantai oleh perbedaan-perbedaan individu dan/atau
proses psikologis, yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar
(lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan/atau
fisik berlebihan kepada seseorang.

Dari kedua definisi di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa stres tidak dengan
sendirinya dianggap jelek, walaupun lazimnya dibahas dalam konteks negatif. Karena
stres juga memiliki nilai positif (peluang) jika stres itu menawarkan perolehan yang
potensial. Kadangkala orang membutuhkan stres untuk membuat dirinya berhasil
mengerjakan sesuatu.

Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan kesamaan
persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg (dalam Margiati), mendefinisikan stres
sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan
individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati)
memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan
konsekuensi dan tindakan ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik
maupun psikologis.

Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati),memahaminya sebagai


ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan
konsekuensi pcnting bagi dirinya.

Menurut Mangkunegara, stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan
dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini terlihat antara lain dari emosi yang tidak
stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa
rileks, lemas, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapakan pada tuntutan
pekerjaan melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu
telah mengalami stres kerja. Seorang karyawan dapat dikatakan telah mengalami stres
kerja bila urusan stres yang dialaminya melibatkan juga pihak organisasi di mana ia
bekerja dan dapat mengakibatkan dampak negatif bagi dirinya dan lembaga di mana ia
bekerja.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan
adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan
karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.

B. Jenis-Jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:

1) Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu
dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas,
kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.

2) Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif,
dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu
dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran
(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan,
dan kematian.

C. Model Stres

Pada gambar di bawah ini menampilkan sebuah model instruksi dari sebuah
stress yang berkaitan dengan pekerjaan.
1. Stresor
Stresor (Stressor) adalah faktor-faktor penyebab yang menimbulkan stress. Dengan
kata lain, stresor adalah suatu prasyarat untuk mengalami respon stres. Gambar di atas
menunjukkan empat jenis utama stresor yaitu individual, kelompok, organisasi dan diluar
organisasi.

a. Tingkat Individual

Stressor tingkat individual adalah stressor yang berkaitan secara langsung


dengan tugas-tugas kerja seseorang. Contoh stressor yang paling umum adalah tuntutan
pekerjaan, kelebihan beban kerja, konflik peran, ambiguitas peran, kerepotan sehari-hari,
pengendalian yang dirasakan atas peristiwa yang muncul dalam lingkungan kerja, dan
karakteristik pekerjaan.
Para manajer dapat membantu mengurangi stressor ini dengan memberikan
arahan dan dukungan dan secara adil mengalokasikan penugasan pekerjaan di dalam unit
kerja. Akhirnya, keamanan kerja adalah stressor tingkat individual yang penting untuk
dikelola karena berkaitan dengan meningkatnya kepuasan kerja, komitmen organisasi,
dan kinerja, dan hal ini sedang mengalami penurunan.

b. Tingkat Kelompok

Stressor tingkat kelompok disebabkan oleh dinamika kelompok dan perilaku


manajerial. Para manajer menciptakan stress pada karyawan dengan:

1) menunjukkan perilaku yang tidak konsisten

2) gagal memberikan dukungan

3) menunjukkan kekurangpedulian

4) memberikan arahan yang tidak memadai

5) menciptakan suatu lingkungan dengan produktivitas yang tinggi

c. Tingkat Organisasi

Stresor organisasi mempengaruhi sebagian besar karyawan. Sebagai


contoh, sebuah lingkungan dengan tekanan yang tinggi menempatkan permintaan kerja
yang terus-menerus pada karyawan akan menyalakan respon stres. Sebaliknya penelitian
menyediakan dukungan awal untuk gagasan bahwa manajemen partisipatif dapat
mengurangi stres organisasional. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi
merupakan suatu sumber lain dari stres organisasional.

Sebagai tambahan atas beberapa jenis stresor ini, sebagian orang juga fobia
terhadap teknologi. Akhirnya, desain kantor dan lingkungan umum kantor merupakan
stresor tingkat organisasional yang penting. Penelitian menunjukkan bahwa penerangan
yang buruk, suara yang bising, penempatan perabot yang tidak tepat, dan suatu
lingkungan kotor atau bau akan menciptakan stres.

d. Ekstraorganisasional

Stresor diluar organisasi (extra organizational stressors) adalah stressor yang


disebabkan oleh faktor di luar organisasi. Sebagai contoh, konflik yang berkaitan dengan
penyeimbangan kehidupan karier dan keluarga seseorang sangatlah membuat stress.
Status sosial ekonomi adalah stresor ekstra organisasional yang lain. Stres yang lebih
tinggi terjadi pada orang-orang dengan status sosial ekonomi lebih rendah, yang
menggambarkan suatu kombinasi dari:

1) Status ekonomi, sebagaimana diukur dengan pendapatan

2) Status sosial, yang dinilai dengan tingkat pendidikan

3) Status kerja, sebagaimana diindekskan oleh pekerjaan.

2. Stres yang Dirasakan

Stres yang dirasakan menggambarkan persepsi keseluruhan seseorang individu


mengenai bagaimana berbagai stresor mempengaruhi kehidupannya. Persepsi terhadap
stresor ini merupakan suatu komponen yang penting di dalam proses stres karena orang
menginterprestasikan stresor yang sama secara berlainan.

1. Hasil

Para ahli teori menyatakan bahwa stres memiliki konsekuensi atau hasil psikologis
yang berkaitan dengan sikap, keprilakuan, kognitif, dan kesehatan fisik. Sebuah badan
penelitian yang besar mendukung dampak negatif dari stres yang dirasakan pada banyak
aspek kehidupan kita. Stres berkaitan secara negatif dengan kepuasan kerja, komitmen
organisasional, emosi positif, dan kinerja yang berhubungan secara positif dengan tingkat
perputaran yang disebabkan oleh kepenatan.
2. Perbedaan Individual

Orang tidak mengalami tingkat stres yang sama atau menunjukkan hasil yang serupa
untuk suatu jenis stresor tertentu. Sebagai contoh, jenis stresor yang dialami di tempat
kerja bervariasi menurut pekerjaan dan jenis kelamin. Stresor untuk pengendalian yang
rendah adalah lebih tinggi pada pekerjaan klerikal tingkat rendah daripada pekerjaan
profesional, dan konflik antar pribadi merupakan suatu sumber stres yang lebih besar bagi
kaum wanita daripada kaum pria. Pengendalian yang dirasakan juga merupakan suatu
moderator yang signifikan dari proses stres. Orang merasakan tingkat stres yang lebih
rendah dan mengalami konsekuensi yang lebih mendukung pada saat mereka percaya
bahwa mereka dapat mengendalikan stresor yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Akhirnya, ciri kepribadian kekerasan atau sisinme yang kronis juga memoderatkan
stres. Penelitian menunjukan bahwa orang yang secara terus-menerus marah, ingin tahu,
tidak mudah percaya akan memiliki kemungkin dua kali lipat lebih besar untuk
mengalami penutupan ateri koroner. Walaupun para peneliti telah mampu
mengidentifikasi beberapa moderator yang penting, masih terdapat suatu jurang yang
lebar dalam mengidentifikasi perbedaan individual yang relevan.

D. Moderator Stres

Stressor membangkitkan berbagai respons yang berbeda dari orang yang berbeda.
Beberapa orang lebih mampu menghadapi suatu stressor daripada orang lain. Dilain
pihak, orang lain rentan terhadap stress, ini berarti mereka tidak mampu beradaptasi
dengan stressor. Suatu moderator adalah suatu kondisi, prilaku, atau karakteristik yang
mempengaruhi hubungan antara dua variabel. Efeknya mungkin akan memperkuat atau
memperlemah hubungan. Banyak kondisi, prilaku dan karekteristik mungkin bertindak
sebagai moderator stress, termasuk variable-variabel seperti usia, jenis kelamin dan
tingkat ketabahan. Tipe-tipe moderator antara lain (1) kepribadian, (2) prilaku tipe A (3)
dukungan sosial, (4) penanggulangan..

(1) Kepribadian
Istilah kepribadian merujuk pada serangkaian karekteristik, temperamen, dan
kecenderungan yang relativ stabil, yang membentuk kemiripan dan perbedaan dalam
prilaku orang. Kepribadian dibuat dari lima dimensi yaitu: exstroversion, emotional
stability, agreeableness, consientiousness, dan openness to experience. Emotional
stability merupakan hubungan yang paling jelas dalam stress, dan cenderung tidak
kewalahan dengan stress dan lebih cepat pulih. Exstroversion juga lebih cenderung
mengalami keadaan emosional positif karena mereka banyak mendapat dukungan saat
tertekan. Agreeableness lebih cenderung untuk bersifat antagonis, tidak simaptik dan
bahkan kasar terhadap orang lain dan kemungkinan stress berasala dariorang lain.
Consientiousness merupakan dimensi Big Fife yang secara konsisten berhubungan
dengan kinerja dan keberhasilan pekerjaan dan lebih cenderung tidak mengalami stress
berkenaan dengan aspek ini dalam pekerjaan mereka. Openness to experience akan lebih
siap untuk berhadapan dengan stressor yang dihubungkan dengan perubahan karena
mereka lebih mungkin untuk memndang perubahan sebagai suatu tantangan dan bukan
ancaman.

(2) Perilaku tipe A

Definisi perilaku tipe A menurut Meyer Friedman dan Ray Rosenman adalah suatu
kompleks tindakan emosi yang dapat diamati dalam setiap orang yang terlibat secara
agresif dalam suatu perjuangan yang terus menerus dan tak henti-henti untuk mencapai
hal yang lebih lagi dalam waktu yang lebih singkat dan lebih singkat lagi dan jika perlu
melawan usaha yang berkebalikan dari orang atau hal lain.

Adapun karakteristik tipe A antara lain :

(a) Secara kronik berusaha untuk menyelesaikan sebanyak mungkin hal dalam priode
waktu yang sangat singkat

(b) Agresif, ambisius, kompetititf, dan penuh energi

(c) Berbicara dengan meledak-ledak, mendorong orang lain untuk menyelesaikan apa
yang mereka katakan.
(d) Tidak sabar, tidak suka menunggu dan menganggap menunggu sebagai membuang
waktu yang berharga.

(e) Sibuk dengan tenggat waktu dan berorientesi pada pekerjaan

(f) Selalu berjuang dengan orang, hal, dan peristiwa.

Penelitian tipe A dan impilkasi manajemen, para karyawan tipe A cenderung


lebih produktif daripada rekan kerja mereka yang bertipe B. Suatu analisis yang terdiri
dari 99 penelitian mengungkapkan bahwa individu tipe A memiliki detak jantung yang
lebih cepat, tekanan darah diastolik yang lebih tinggi dan tekanan darah sistolik yang
lebih tinggi daripada orang tipe B.

Orang tipe A juga menunjukkan aktivitas kardiovaskuler yang lebih besar


pada saat menghadapisituasi berikut ini.

1. Menerima umpan balik positif atau negative

2. Menerima pelecehan atau kritik verbal

3. Tugas yang memerlukan mental kebalikan dengan pekerjaan fisik.

(3) Dukungan sosial

Dukungan sosial dapat didefinisikan sebagai rasa nyaman, bantuan, atau


informasi yang diterima seseorang melalui kontak formal atau informal dengan individu
atau kelompok. Dukungan sosial bisa berbentuk dukungan emosi (mengekspresikan
kekhawatiran, mengindikasikan kepercayaan, meningkatkan harga diri, mendengarkan),
dukungan penilaian (menyediakan umpan balik dan afirmasi), atau dukungan informasi
(memberikan nasihat, memberikan saran, menyediakan pengarahan).

0rang yang dapat berperan sebagai sumber dari dukungan sosial di tempat
kerja dapat mencakup supervisor, rekan kerja, bawahan, dan konsumen atau orang-orang
di luar tempat kerja yang dikenal oleh karyawan. Sumber dukungan di luar ruang lingkup
pekerjaan dapat mencakup anggota keluarga, teman, dan lain-lain. Ada empat jenis
dukungan sosial :

1) Dukungan penghargaan, memberikan informasi bahwa seseorang di


terima dan di hargai terlepas dari berbagai persoalan atau ketidakcukupan
apapun.

2) Dukungan informasional, memberikan bantuan dalam mendefinisikan,


memahami, dan menanggulangi persoalan.

3) Persahabatan sosial, menghabiskan waktu dengan orang lain dalam


kesenangan dan aktivitas rekreasi.

4) Dukungan instrumental, memberikan bantuan keuangan, sumber daya


materiil, atau pelayanan yang di butuhkan.

(4) Penanggulangan

Penanggulangan adalah proses mengelola permintaan (eksternal atau internal) yang


di nilai sebagai beban atau melebihi sumber daya seseorang. Karena penanggulangan
yang efektif maka mampu membantu mengurangi pengaruh stressor dan stress. Proses
penanggulangan memiliki tiga komponen utama : 1) faktor situasional dan pribadi, 2)
penilaian kognitif atas stressor, dan 3) strategi penanggulangan.

1) Faktor situasional dan pribadi

Faktor situasional adalah ciri-ciri lingkungan yang mempengaruhi orang yang


menginterpretasikan stressor. Contohnya : ambiguitas dari suatu situasi seperti berjalan di
sebuah jalan yang gelap. Faktor pribadi adalah ciri kepribadian dan sumber daya pribadi
yang memengaruhi penilaian atas stressor. Contoh : karena lelah atau sakit dapat
mengganggu interpretasi atas stressor, seorang individu yang sangat lelah mungkin akan
menilai pertanyaan yang sangat polos sebagai suatu ancaman atau tantangan.
2) Penilaian kongnitif atas stressor

Penilaian kongnitif mencerminkan persepsi keseluruhan seorang


individu atau evaluasi atas sebuah situasi atau stressor. Penilaian kongnitif
mengakibatkan suatu penggolongan situasi atau stressor sebagai membahayakann
mengancam, atau menantang. Bahaya (termasuk kerugian) menggambarkan kerusakan
yang telah terjadi, ancaman melibatkan potensi untuk bahaya dan tantangan, berarti
potensi untuk keuntungan yang signifikan dibawah ketidakbiasaan yang sulit.
Penanggulangan dengan bahaya biasanya berlanjut dengan tidak melakukan atau
pengintrepretasian ulang sesuatu yang muncul dimasa lalu karena kerusakan telah terjadi.

3) Strategi penanggulangan

Strategi penanggulangan dicirikan dengan prilaku dan pengenalan khusus


yang digunakan untuk menanggulangi suatu situasi. Orang menggunakan suatu
kombinasi dari tiga pendekatan untuk menanggulangi steresor dan steres. Pertama,
disebut sebagai strategi pengendalian, terdiri atas penggunaan prilakudan pengenalan
untuk menghadapi atau memecahkan persoalan secara langsung. Suatu strategi
pengendalian cenderung bersifat mengambil yanggung jawab. Berlawanan dengan
menangani persoalan menagani persoalan secara langsung stategi melarikan diri berusaha
untuk menghindari persoalan. Stratesi manajemen gejala terdiri atas penggunaan metode-
metode seperti relaksasi, meditasi, pengobatan, atau latihan untuk mengatur gejala stres
yang berkaitan dengan pekerjaan.

E. Gejala-Gejala dan Dampak Stres

1. Gejala-Gejala Stres

Terry Beehr dan John Newman dalam Rice, mengkaji ulang beberapa kasus stres
pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:

a) Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada
hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :

1. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung

2. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)

3. Sensitif dan hyperreactivity

4. Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi

5. Komunikasi yang tidak efektif

b) Gejala fisiologis

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:

1. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan


mengalami penyakit kardiovaskular

2. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan


noradrenalin)

3. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)

4. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

5. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom


kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)

c) Gejala Perilaku

Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:

1. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan

2. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas


3. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan

4. Perilaku sabotase dalam pekerjaan

5. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai


pelampiasan, mengarah ke obesitas

Adapun gejala-gejala stres di tempat kerja yang sering terjadi, yaitu


meliputi:

1. Kepuasan kerja rendah

2. Kinerja yang menurun

3. Semangat dan energi menjadi hilang

4. Komunikasi tidak lancar

5. Pengambilan keputusan jelek

Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan


kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.

2. Dampak Stres

Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun organisasi.
Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja,
kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya. Konsekuensi pada karyawan ini tidak
hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di
luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang
mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.

Bagi organisasi, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah
meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis
dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover
(Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).

Dampak dari stres kerja menyangkut berbagai aspek antara lain sebagai berikut: 1)
dampak subjektif, berupa tindakan agresif, apatis, depresi, frustasi, cepat marah, rendah
diri, gagap, dan rasa kesendirian; 2) dampak perilaku, berupa penggunaan alkohol,
narkoba, makan dan merokok terlalu banyak, impulsif dan tertawa gagap; 3) dampak
kognitif, berupa tingkat konsentrasi yang rendah, rentang perhatian yang pendek, dan
hipersensitif pada kritik; 4) dampak fisiologis, berupa gula darah meningkat,
meningkatnya tekanan darah, lidah kering, berkeringat, dan panas dingin; 5) dampak
organisasi, misalnya tingkat absensi yang tinggi, kepindahan, produktivitas rendah,
keterasingan di tempat kerja, ketidakpuasan kerja, dan menurunnya komitmen organisasi.

F. Manajemen Stres dan Teknik Pengurangan Stres

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh
dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni
betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk
mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para
pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara
bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak
menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah
masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi
stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu
perubahan dan penaggulangan.

Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang
solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam
hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat
timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam
peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab
tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak
menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat.
Suprihanto dan kawan-kawan mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi,
manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stress yang ringan.
Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal
ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres
yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja
karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi
dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan.

Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan
stress ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun
sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan
pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan
individu dan pendekatan organisasi.

1) Pendekatan Individual

Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi
yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan
relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang
karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang
tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima
sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi
stres yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi
terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga
yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

2) Pendekatan Organisasional

Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur
organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat
diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk
mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan,
redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan
program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan
memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk
tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta
perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.

Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk
pengurangan stres yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering digunakan adalah
relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya
membantu para karyawan mengatasi stres yang berkaitan dengan pekerjaan.

a. Relaksasi Otot

Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah pernafasan
yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot.
Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif kontinjensi adalah yang paling
sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas menenangkan dan mengendurkan otot secara
berulang-ulang yang diawali dari kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai
dengan berkonsentrasi pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang
dirileksasikan.

b. Biofeedback

Dalam biofeedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak di deteksi,
di perkuat dan di tunjukkan kepada orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback
sebagai teknik manajemen stress individu dapat di lihat dari fungsi tubuh hingga tekanan
tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau sadar. Potensi biofeedback adalah
kemampuannya untuk membantu relaksasi dan mempertahankan fungsi tubuh pada
keadaan nonstres. Salah satu keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik
nonbiofeedback adalah bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai fungsi
tubuh. Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi kegelisahan,
menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan migren, dan secara umum
mengurangi manifestasi fisiologis negative dari stress.

c. Meditasi

Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran


seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah kebalikan fisiologis dan
psikologis dari respons stres berperang atau lari. Herbert benson menganalisis banyak
program meditasi dan mendapatkan suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat
langkah tersebut adalah :

1) Menemukan suatu lingkungan yang tenang.

2) Menggunakan suatu perangkat mental seperti suatu kata tang penuh


dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah fikiran dari
pikiran yang berorientasi secara eksternal.

3) Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada


suatu sikap yang pasif.

d. Restrukturisasi kognitif

Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual dalam manajemen stres di


kenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang terhadap stressor
menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah
bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi, keyakinan dan asumsi merupakan label
yang mereka terapkan pada situasi, dan label ini menimbulkan respons emosional
terhadap situasi. Teknik kognitif dari manajemen stress berfokus pada mengubah label
atau kognisi sehingga orang tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik
kognitif memiliki tujuan yang serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebih
banyak kendali atas reaksi mereka terhadap stressor dengan memodifikasi rasionalisasi
mereka.

Selain teknik pengurangan stres di atas ada beberapa kiat lagi yang dapat digunakan.
Agar stres tidak berkelanjutan, adapun beberapa kiat tersebut adalah:
1) Sediakan waktu rileks

Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerjaan dimulai


sejak pagi, sebelum berangkat kerja. Daripada memikirkan beban pekerjaan (tapi
tidak ada solusinya), lebih baik waktu yang terbatas tersebut digunakan untuk
melakukan relaksasi seperti meditasi dan yoga. Teknik pernapasan adalah teknik
relaksasi yang paling mudah untuk dilakukan. Caranya dengan menarik nafas
dalam-dalam, lalu hembuskan sampai tak ada lagi udara yang tersisa di paru-
paru. Lakukan minimal 3x sampai membayangkan beban telah berkurang.

2) Bersikap lebih asertif

Kebanyakan masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya kesempatan


untuk membuat perubahan atau keputusan. Karenanya, bicarakan dengan atasan
tentang tugas Anda dan tanggungjawab tambahan yang ingin Anda pegang.
Dengan demikian, Anda bisa menentukan pekerjaan yang bisa Anda lakukan
dengan cara kerja seperti yang diinginkan perusahaan.

3) Bekerja lebih efisien

Selalu kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas bisa jadi bukan


disebabkan tugas yang berlebihan, melainkan menyangkut waktu dan cara
mengerjakannya. Alex memberikan contoh seorang wartawan yang produktif di
waktu malam akan merasa tertekan jika memaksakan diri menulis di waktu siang
hari. Untuk mengatasinya, sebaiknya pekerjaan dibagi. Siang hari membuat
outline dan mencari bahan, malam hari menyelesaikan tulisan. Untuk bekerja
secara lebih efisien, dituntut juga harus trampil menentukan prioritas. Adanya
urutan prioritas dapat membantu Anda mengatur strategi.

4) Tingkatkan energi dengan tidur

“Ketika lelah, lebih mudah merasa stres karena hal-hal yang sepele,”
demikian tulis Camile Anthony dalam “The Art of Napping at Work” (1999).
Kesalahan juga akan membuat perhatian Anda menurun sehingga mudah
melakukan kesalahan. Dalam keadaan demikian, Alex menganjurkan agar tidur.
Tidur 15 menit di tengah waktu kerja akan sama manfaatnya dengan tidur malam
3 jam. Anda bisa memanfaatkan mushola kantor (tentu saja di luar waktu shalat)
atau mobil Anda untuk tidur.

Jangan lupa pasang alarm agar tidak tidur terlalu lama. Jika keduanya
tidak tersedia, meja kerja bisa jadi pilihan terakhir. Yang penting, tingkatkan
energi segera jika sudah merasa terlalu lelah. Tidur selama 30 menit atau kurang,
dapat meningkatkan mood dan rasa humor sehingga memperbaiki hubungan
dengan rekan kerja. Dianjurkan agar membatasi tidur selama 30 menit saja agar
tidak sampai tertidur nyenyak, yang akan membuat lebih lelah ketika bangun.

5) Atur lingkungan kerja

Perhatikan kondisi tempat kerja, karena hal-hal yang tampaknya sepele


dapat mempengaruhi performa kerja sekaligus kesehatan. Jika tidak
memungkinkan mengubah lingkungan kerja secara besar-besaran, ada baiknya
memulainya dari meja kerja, karena tempat kerja yang teratur menunjukkan
pikiran yang teratur. Jaga lingkungan kerja, terutama meja, dari tumpukan kertas
atau file. Simpan kertas-kertas dalam map dan dalam kotak file atau laci file.
Juga bisa mencegah stres dengan mengubah posisi kursi dan meja. Kembangkan
pola hidup sehat

Pola hidup sehat merupakan kunci untuk bebas stres. Dengan pilihan
makanan dan minuman yang bisa menurunkan stres yaitu makanan yang banyak
mengandung vitamin B kompleks seperti kacang-kacangan dan padi-padian.
Mengurangi makanan berlemak dan perbanyak makan buah dan sayur.

Berolah raga secara teratur. Olah raga yang cukup tidak saja
menyehatkan badan tapi juga memperbesar kapasitas badan tapi juga
memperbesar kapasitas paru-paru sehingga mampu menampung oksigen yang
lebih besar. Dengan kadar oksigen tinggal di dalam darah yang kemudian akan
diedarkan ke seluruh tubuh sehingga akan berpikir lebih jernih.

6) Tingkatkan ketrampilan

Tidak ada kata terlambat untuk mempelajari ketrampilan baru, misal jika
merasa kurang mampu berkomunikasi, bisa mempelajarinya melalui buku-buku
atau latihan kepemimpinan yang sering diadakan atau jika mempunyai minat
terhadap tersebut, kembangkan minat Anda. Peningkatan ketrampilan akan
membuat karyawan menjadi yang lebih berharga.

7) Lupakan pekerjaan saat libur

Liburan sebaiknya benar-benar digunakan untuk istirahat. Berlibur atau


santai bukan berarti membuang waktu. Selain memberikan energi tambahan yang
akan membuat Anda lebih kreatif, berlibur bersama akan mempererat hubungan
Anda dengan keluarga.

8) Pekerjaan bukan segalanya

Bekerja merupakan lahan untuk aktualisasi diri. Tapi di luar pekerjaan,


masih banyak kegiatan lain yang dapat menimbulkan perasaan berguna bagi
pekerja. Dengan mengikuti kegiatan di luar pekerjaan, stres di tempat pekerjaan
akan berkurang, dengan menyakinkan diri bahwa walaupun keadaan di tempat
kerja tidak dapat diperbaiki, tetapi bisa mengendalikan hal-hal penting lainnya
dalam kehidupan pekerja, karena perasaan mampu mengendalikan kehidupan
adalah harta tak ternilai.

Stress kerja sekecil apapun juga harus ditangani dengan segera. Seorang
ahli terkenal di bidang kesehatan jiwa, Jere Yates (1979) mengemukakan ada
delapan (8) aturan main yang harus diikuti dalam mengatasi stres yaitu:

a. Pertahankan kesehatan tubuh sebaik mungkin, usahakan berbagai cara


agar tidak jatuh sakit.
b. Terimalah diri apa adanya, segala kekurangan dan kelebihan, kegagalan
maupun keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan.

c. Tetaplah memelihara hubungan persahabatan yang indah dengan


seseorang yang anggap paling bisa diajak curhat.

d. Lakukan tindakan positif dan konstruktif dalam mengatasi sumber stress


di dalam pekerjaan, misalnya segera mencari solusi atas permasalahan
yang dihadapi dalam pekerjaan.

e. Tetaplah memelihara hubungan sosial dengan orang-orang di luar


lingkungan pekerjaan, misalnya dengan tetangga atau kerabat dekat.

f. Berusahalah mempertahankan aktivitas yang kreatif di luar pekerjaan,


misalnya berolahraga atau berekreasi.

g. Melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang berguna, misalnya


kegiatan sosial dan keagamaan.

h. Menggunakan metode analisa yang cukup ilmiah dan rasional dalam


melihat atau menganalisa masalah stres kerja.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stres merupakan suatu gejala yang dimiliki oleh setiap orang dimana hal tersebut
dipengaruhi diri sendiri maupun lingkungan sekitar mereka. Stres juga terjadi dalam kerja
dimana stres tersebut dapat bersumber dari empat hal yaitu tingkat individu, tingkat
kelompok, tingkat organisasi dan ekstraorganisasional. Keempat hal tersebut dapat
menghasilkan stres yang berbeda pada setiap individu tergantung bagaimana individu itu
merespon stressor tersebut. Setelah adanya respon barulah dapat ditentukan bagaimana
stres yang dialami seseorang tersebut.

Stres yang terjadi dapat berupa stres positif maupun negatif dimana stres itu akan
memberikan dampak tersendiri bagi orang yang mengalami stres. Stres-stres yang dialami
pekerja tersebut masih dapat diatasi atau dikurangi dengan banyak metode sehingga
diperlukannya suatu manajemen stres dalam pekerjaan suatu organisasi. Serta adanya
usaha dari pekerja tersebut untuk dapat mengurangi stres yang mereka alami.

Pada dasarnya stres terjadi karena terlalu beratnya beban pikiran seseorang serta
adanya tekanan yang membuat kurangnya konsentrasi. Namun semua itu masih dapat
dicegah bahkan dimanajemen untuk dapat mengurangi pengaruhnya dalam bekerja.

B. Saran

Stres dalam bekerja sebaiknya dikurangi dengan berbagi teknik pengurangan stres
yang dapat digunakan serta menajemen stres tersebut dengan baik. Karena hal tersebut
mampu mencegah stres dalam bekerja serta meningkatkan efektifitas dalam bekerja.
Selain baik bagi karyawan/pekerja juga baik bagi organisasi.
Daftar Pustaka

Gibson, James L. John M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr., Organisasi, Perilaku,
Struktur, proses. Jakarta: Binarupa Aksara, 1996

Gibson, James L. John M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr., Organization


Behavior, Structure, Processes. USA: Richard D. Irwin, 1994.

Lulus Margiati, Stress Kerja: Latar Belakang Dan Alternatif Pemecahannya,Jurnal


Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga, 1999

Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Perusahaan, Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2004

Phillip L. Rice, Stress and Health, California: Brooks/ Cole Publishing Company, 1999

Quick. J.C., Quick, J.D., Organizational Stress and Preventive


Management,USA:McGraw-Hill.Inc, 1984

Robbins, Stephen P., and Timothy A., Judge, Organizational Behaviour-Fourteenth


Edition New Jersey: Pearson Education, 2011
Suprihanto Jhon, Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
YKPN, 2003

Anda mungkin juga menyukai