Atikah - Hubungan Emisi Karbon
Atikah - Hubungan Emisi Karbon
1. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
2. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
Abstrak
Penelitian ini menguji hubungan antara emisi karbon dioksida dari penggunaan energi (CO2), efisiensi energi,
dan konsumsi energi terbarukan di ASEAN periode 2000-2011. Dengan menggunakan model STIRPAT dan
estimasi data panel random-effects, efisiensi energi dan konsumsi energi terbarukan berhubungan negatif dan
signifikan dengan emisi CO2. Peningkatan efisiensi energi sebesar 1% akan menurunkan emisi karbon dioksida
sebesar 0,59% secara signifikan, sedangkan peningkatan 1 percentage point proporsi konsumsi energi terbarukan
akan menurunkan emisi CO2 sebesar 1,46% secara signifikan, ceteris paribus. Energi terbarukan memberikan
efek lebih besar kepada penurunan emisi CO2, sehingga pemerintah dapat lebih fokus kepada pengembangan
konsumsi energi terbarukan.
Kata Kunci: Efisiensi Energi; Emisi Karbon Dioksida; Konsumsi Energi Terbarukan
Abstract
This study examines the relationship between energy-related carbon (CO2) emission, energy efficiency, and
renewable-energy consumption in ASEAN during 2000-2011. By using STIRPAT model and panel data
estimation random-effects, energy efficiency and renewable-energy consumption have negative impact to CO2
emission significantly. The increase of 1% energy efficiency will reduce CO2 emission by 0,59%, whereas the
increase of 1 percentage point of proportion of renewable-energy consumption will reduce CO2 emission by
1,46%. Therefore, government should focus on renewable-energy, since it has greater impact to CO2 emission
reduction.
1. Pendahuluan
Karbon dioksida (CO2) merupakan penyusun utama gas rumah kaca di dunia dan
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Netherlands Environmental Assessment
Agency (NEAA, 2006) melaporkan bahwa proporsi karbon dioksida mencapai 75% dari total
emisi gas rumah kaca dunia pada tahun 2004. Selain itu, data World Development Indicator
(WDI, 2014) menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida di dunia mengalami peningkatan
sebesar 35,51% pada periode 2000-2010. Apabila dianalisis dari sumbernya, sebagian besar
emisi CO2 dunia dihasilkan oleh penggunaan energi. Grafik 1.1. menunjukkan bahwa pada
tahun 2000 emisi gas rumah kaca dunia dihasilkan terutama oleh penggunaan energi, yaitu
sebesar 65% dari total emisi. Kondisi tersebut berlanjut hingga satu dekade kemudian. Pada
tahun 2010, emisi karbon dioksida dunia masih didominasi oleh penggunaan energi, yaitu
sebesar 76% dari total emisi karbon dioksida (Organisation for Economic Co-operation and
Development atau OECD, 2012).
Daya Listrik
100%
Industri
50%
Transportasi
0% Bangunan
2000 2010
Grafik 1.1. Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2000 dan 2010
Sumber: Stern (2007) dalam Dawson (2009) dan IPCC–WGIII AR5 (2014), diolah
Emisi karbon dioksida dari penggunaan energi disebabkan oleh ketergantungan dunia
pada sumber energi fosil, yaitu sekitar dua-per-tiga dari total penggunaan energi (Luukkanen
dan Kaivo-oja, 2002). Energi fosil, seperti minyak bumi, batu bara, dan gas bumi,
mengandung hidrokarbon (senyawa kimia dengan kandungan unsur hidrogen dan karbon)
yang menghasilkan emisi karbon dioksida dalam proses pembakarannya. International
Energy Agency (IEA Statistics, 2012) melaporkan bahwa emisi CO2 dari bahan bakar fosil
didominasi oleh batu bara (43%), minyak bumi (36%) dan gas bumi (20%) pada tahun 2009.
Grafik 1.2. menunjukkan bahwa rata-rata proporsi minyak bumi pada bauran energi global
sekitar 34%, sedangkan rata-rata kontribusi batu bara adalah 28,43% dan gas bumi sebesar
23,57% pada periode 2000-2012.
100%
7% 7.2% 7.4% 7.8% 8% 8.2% 8.6%
80% 24% 24% 24%
23% 23% 23% 24%
60%
25% 28% 28% 29% 29% 30% 30%
40%
20%
0%
2000 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pada level dunia, lima negara penghasil emisi CO2 dari konsumsi energi terbesar pada
tahun 2010 adalah Cina, Amerika Serikat, Rusia, India, dan Jepang. Cina memiliki tingkat
emisi yang cukup tinggi pada tahun 1980 dan meningkat pesat selama tiga dekade berikutnya.
Amerika Serikat merupakan negara dengan tingkat emisi karbon tertinggi pada tahun 1980.
Namun, pada satu dekade kemudian, Amerika Serikat menunjukkan penurunan emisi karbon.
Rusia, India, dan Jepang cenderung memiliki tren peningkatan emisi karbon selama tiga
dekade terakhir. Kawasan Eropa memiliki tingkat emisi cukup tinggi, namun mampu
menguranginya secara konsisten dalam tiga dekade terakhir.
Negara-negara pada kawasan Asia Tenggara, terutama negara yang tergabung dalam
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), memiliki tingkat emisi yang cukup rendah.
Apabila dibandingkan dengan negara lainnya, tingkat emisi di ASEAN berada di bawah
Afrika dan tidak jauh berbeda dengan India pada tahun 1980. Namun, pertumbuhan emisi
karbon dari penggunaan energi di ASEAN selalu lebih dari 50% pada setiap dekade. Grafik
1.3. menunjukkan total emisi karbon di ASEAN adalah sebesar 232,07 juta metrik ton pada
tahun 1980. Pada tahun 2011, total emisi karbon dioksida di ASEAN melebihi emisi di Afrika
dan Jepang. Asian Development Bank (ADB, 2009) melaporkan bahwa emisi gas rumah kaca
di kawasan ASEAN akan mengalami peningkatan sebanyak empat kali lipat selama periode
2000-2050 tanpa upaya mitigasi yang tepat. Selain itu, sektor energi merupakan sektor
terbesar kedua yang menghasilkan emisi karbon dioksida di kawasan tersebut, yaitu sebesar
15% dari total emisi (ADB, 2009).
10000
9000
8000
juta metrik ton
7000
6000
5000 1980
4000
3000 1990
2000
1000 2000
0 2011
Pada level dunia, OECD (2012) memproyeksikan bahwa tanpa penerapan inovasi
kebijakan energi yang tepat, emisi CO2 dari penggunaan energi di dunia akan meningkat
sebesar 70% pada tahun 2050, yang kemudian diikuti peningkatan gas rumah kaca sebesar
50%. IEA mengidentifikasi dua perkembangan teknologi di dunia saat ini sebagai upaya
mitigasi emisi CO2 dari penggunaan energi, yaitu efisiensi energi dan pergeseran struktur
energi kepada sumber energi terbarukan (PwC, 2013). PwC (2013) menyatakan bahwa
perubahan intensitas karbon di dunia disebabkan oleh perbaikan efisiensi energi (92%) dan
bauran energi yang lebih bersih (8%), seperti energi terbarukan. Berbagai negara di dunia
yang telah menerapkan pengembangan teknologi tersebut adalah Amerika Serikat, Jepang,
dan berbagai negara di Eropa dalam sektor industri, serta beberapa negara berkembang,
seperti Cina, Brazil, dan India (Lv, Ma, dan Li, 2010).
Beberapa negara dalam kelompok 20 ekonomi terbesar (G20), seperti Italia, Inggris
raya, dan Turki, merupakan negara dengan tingkat efisiensi energi paling baik (kurang dari 90
toe energy-use per juta dollar PDB secara rata-rata). Berbagai negara lainnya juga melakukan
perbaikan efisiensi energi, seperti Argentina (3,7% per tahun), Australia (2,5% per tahun), dan
Amerika Serikat (2,0% per tahun). Selain itu, beberapa negara berkembang lainnya juga
mampu meningkatkan efisiensi energi, seperti Indonesia (1,6% per tahun) dan Afrika Selatan
(1,9% per tahun).
PwC (2013) melaporkan bahwa proporsi konsumsi sumber energi terbarukan dalam
bauran energi dunia cenderung mengalami peningkatan dari 7% hingga 8,6% pada periode
2000-2012, seperti yang ditunjukkan sebelumnya pada Grafik 1.2. Amerika Serikat mampu
menurunkan tingkat emisi karbon sebesar 5,9% pada tahun 2013 dengan penggunaan shale
gas pada bauran energi nasionalnya. Penggunaan biofuel juga diterapkan oleh Amerika
Serikat dan Brasil untuk memitigasi emisi karbon, dengan proporsi sebesar 1,2% (Amerika
Serikat) dan 4,2% (Brasil) dari total permintaan energi. Selain itu, Cina mampu menurunkan
intensitas karbon dioksida rata-rata sebesar 1,9% per tahun, dengan penggunaan sumber
energi terbarukan secara masif sejak tahun 2007, khususnya tenaga surya (solar).
Pertumbuhan konsumsi energi terbarukan (tidak termasuk sumber energi air) di berbagai
negara cukup besar, seperti di Cina (25%), Italia (30%), Inggris raya (29%), Brasil (25%),
Australia (24%), dan Perancis (23%).
hingga saat ini. Grafik 1.4. menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan total
emisi CO2 dari penggunaan energi terbesar di ASEAN, yang kemudian disusul oleh Thailand,
Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Pada periode 2000-2011, Indonesia mengalami
peningkatan emisi CO2 dari penggunaan energi, rata-rata sebesar 4,53% per tahun, yang
kemudian diikuti oleh Thailand (4,67%), Malaysia (4,39%), Singapura (6,96%), Filipina
(1,35%), dan Vietnam (8,89%).
Dengan demikian, hubungan antara efisiensi energi, konsumsi energi terbarukan, dan
emisi karbon dioksida dari penggunaan energi di ASEAN penting untuk dianalisis. Hal
tersebut disebabkan oleh pengembangan efisiensi energi dan konsumsi energi terbarukan di
ASEAN sebagai upaya mitigasi emisi karbon belum diikuti oleh penurunan emisi karbon
dioksida saat ini. Hasil dari analisis hubungan tersebut diharapkan dapat dijadikan referensi
pembuat kebijakan dalam upaya mitigasi emisi karbon dioksida dari penggunaan energi di
negara-negara ASEAN.
500
400 Filipina
juta metrik ton
Indonesia
300
Malaysia
200
Singapura
100
Thailand
0 Vietnam
1980
1983
1986
1989
1992
1995
1998
2001
2004
2007
2010
2. Tinjauan Teoretis
akan diikuti oleh pengembangan teknologi sebagai upaya untuk mengurangi dampak
lingkungan yang dihasilkan. Teori tersebut diformulasikan dalam persamaan berikut.
! = !. !. ! (2.1.)
!"# !
! = !. . (2.2.)
! !"#
Studi Dietz dan Rossa (1997) dan York, Dietz, dan Rossa (2003) menilai bahwa pada
persamaan 2.1. dan 2.2., masing-masing faktor pendorong tidak secara independen
mempengaruhi dampak lingkungan. Hal ini dikarenakan setiap faktor dikalikan dengan faktor
lainnya dan memiliki pengganda secara proporsional bernilai satu. Dengan demikian, faktor
populasi dan teknologi yang bersifat konstan dapat mempengaruhi perubahan dari pendapatan
per kapita.
di mana subscript ! menjelaskan bahwa nilai setiap variabel tersebut beragam di antara tiap
unit yang diobservasi. Koefisien !, !, dan ! masing-masing menentukan efek populasi,
pendapatan per kapita, dan teknologi terhadap dampak lingkungan. Koefisien ! adalah
konstanta dan ! adalah residual term. Dietz dan Rossa (1997) memperkirakan bahwa efek
dari masing-masing variabel independen adalah tidak secara proporsional bernilai satu.
Kemudian, York, Dietz, dan Rossa (2003) mereformulasi persamaan 2.3. menjadi
bentuk logaritma agar dapat dilakukan analisis regresi dalam menginvestigasi efek dari
masing-masing variabel independen. Teori tersebut dinamakan Stochastic Impacts by
Regression on Population, Affluence, and Technology (STIRPAT). Persamaan 2.4.
merupakan bentuk logaritma dari persamaan 2.3. agar dapat melakukan analisis pengujian
hipotesis secara empiris.
Shi (2001) memaparkan bahwa dalam diskusi determinan emisi CO2 di dunia,
pandangan konvensional menganggap bahwa pertumbuhan total emisi CO2 yang pesat
disebabkan oleh peningkatan konsumsi energi seiring dengan peningkatan affluence
(pendapatan per kapita) masyarakat di dunia. Selain itu, Shi (2001) juga menyatakan bahwa
pertumbuhan populasi dapat mendorong peningkatan total emisi karbon dioksida, baik di
negara maju maupun di negara berkembang. Dengan demikian, efisiensi energi dari proses
produksi (Shi, 2001) dan penggunaan energi terbarukan (Shafiei dan Salim, 2014) sebagai
bentuk teknologi diharapkan mampu mengurangi total emisi karbon dioksida dari penggunaan
energi yang dihasilkan negara tersebut.
Populasi menggambarkan size atau ukuran dari sebuah negara. Shi (2001) menyatakan
bahwa semakin besar jumlah populasi maka semakin besar size dari aktivitas manusia.
Peningkatan aktivitas manusia menyebabkan kebutuhan akan energi turut mengalami
peningkatan, dengan asumsi faktor lain adalah konstan atau ceteris paribus. Selain itu,
pendapatan menggambarkan kemampuan untuk mengonsumsi (ability to consume) barang
dan jasa. Peningkatan pendapatan akan menyebabkan peningkatan permintaan barang dan
jasa. Untuk memenuhi permintaan tersebut, proses produksi membutuhkan lebih banyak
energi. Namun, umumnya manusia masih bergantung pada sumber energi fosil yang
menghasilkan emisi karbon dioksida. Dengan demikian, peningkatan populasi dan pendapatan
dapat meningkatkan emisi CO2 dari penggunaan energi.
Di lain sisi, Simon (Simon, 1981 dalam Shi, 2001) mengungkapkan bahwa tingginya
aktivitas manusia dan perekonomian merupakan faktor pendorong terjadinya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memenuhi kebutuhan manusia, inovasi teknologi
diperlukan untuk menghasilkan lebih banyak output tanpa menyebabkan kerusakan
lingkungan. Studi terdahulu umumnya memasukkan faktor teknologi berupa efisiensi energi.
Dengan menerapkan efisiensi energi, sebuah proses produksi dapat menghasilkan output lebih
banyak dengan tingkat energi tertentu. Selain itu, Shafiei dan Salim (2014) mengungkapkan
bahwa faktor teknologi dapat digambarkan oleh disagregasi struktur sumber energi yang
digunakan pada aktivitas manusia dan ekonomi. Penerapan efisiensi energi dan disagregasi
struktur sumber energi menjadi energi yang lebih ramah lingkungan, seperti energi
terbarukan, dapat mengurangi ketergantungan perekonomian pada energi fosil. Dengan
demikian, emisi karbon dioksida dari penggunaan energi dapat dimitigasi dengan penerapan
teknologi tersebut.
Berbagai studi empiris telah dilakukan untuk menjelaskan hubungan efisiensi energi
dan konsumsi energi terbarukan terhadap emisi karbon, di mana mayoritas objek penelitian
adalah kawasan Amerika, Eropa, Afrika, dan beberapa negara Asia, serta kelompok negara
OECD dan G20. Shi (2001), Li, et al. (2012), dan Rahmansyah (2012) mengungkapkan
bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara efisiensi energi dan emisi CO2.
Zaekhan (2012) dan Shafiei dan Salim (2014) mengemukakan bahwa terdapat hubungan
negatif dan signifikan antara konsumsi energi terbarukan dan emisi CO2.
3. Metode Penelitian
Model pada penelitian ini mengacu kepada model yang digunakan oleh Shi (2001) dan
Shafiei dan Salim (2014). Studi tersebut menggunakan model STIRPAT dalam bentuk
logaritma natural. Total emisi karbon dioksida dari penggunaan energi (CO2) sebagai proxy
dari dampak lingkungan (I), merupakan fungsi dari total populasi (P), pendapatan per kapita
(A), dan teknologi (T).
Persamaan 3.1. merupakan model yang digunakan oleh Shi (2001). Variabel teknologi
adalah efisiensi energi pada aktivitas ekonomi yang digambarkan oleh rasio PDB terhadap
penggunaan energi. Persamaan 3.2. merupakan model yang digunakan pada studi Shafiei dan
Salim (2014). Variabel teknologi pada studi tersebut adalah disagregasi konsumsi energi
berdasarkan jenis sumbernya, yaitu sumber energi fosil atau non-renewable energy (N) dan
energi terbarukan atau renewable energy (R).
ln !!" = ln !! + !! (ln !!" ) + !! (ln !!" ) + !! (ln !!" ) + !! (ln !!" ) + !!" (3.2.)
di mana semua variabel dalam bentuk logaritma natural, ! adalah negara (individu), ! adalah
tahun, !! adalah unobserved heterogeneity, !! adalah time specific effect, dan ! adalah error
term.
ln !"2!" = !! + !! (ln !"!!" ) + !! (ln !"#!"# !" ) + !! (ln !"#!" ) + !! (!"#!" ) + !! + !!"
(3.3.)
di mana:
ln !"2!" = Emisi karbon dioksida dari penggunaan energi negara ! pada tahun ! dalam
bentuk logaritma natural
ln !"!!" = Total populasi negara ! pada tahun ! dalam bentuk logaritma natural
ln !"#!"# !" = Pendapatan per kapita, PPP, konstan 2011 US$, negara ! pada tahun ! dalam
bentuk logaritma natural
ln !"#!" = Efisiensi energi pada aktivitas ekonomi negara ! pada tahun ! dalam bentuk
logaritma natural
!"#!" = Proporsi konsumsi energi terbarukan dari total konsumsi energi negara ! pada
tahun !
! = individu (negara)
! = time (tahun)
Penelitian ini menggunakan metode estimasi data panel dengan pendekatan random-
effects model (REM). Estimasi dengan random-effects model telah menggunakan GLS,
sehingga tidak dilakukan identifikasi autokorelasi dan heteroskedastisitas pada estimasi
random-effects (Wooldridge, 2009). Identifikasi multikolinieritas dilakukan dengan uji
variance inflation factor (VIF).
4. Hasil Penelitian
Populasi dan pendapatan per kapita memiliki hubungan positif dengan emisi karbon
dioksida dari penggunaan energi, secara signifikan dalam tingkat kepercayaan 99%.
Peningkatan total populasi sebanyak 1% akan meningkatkan emisi karbon dioksida sebesar
0,92% secara rata-rata, ceteris paribus. Peningkatan pendapatan per kapita sebesar 1% akan
meningkatkan emisi karbon dioksida sebesar 1,21% secara rata-rata, ceteris paribus.
Pendapatan per kapita memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap emisi karbon
dioksida, apabila dibandingkan dengan pengaruh yang diberikan oleh total populasi (Tabel
4.1.).
Di sisi teknologi, hasil estimasi menunjukkan bahwa efisiensi energi dan konsumsi
energi terbarukan berhubungan negatif dengan emisi karbon dioksida secara signifikan dalam
tingkat kepercayaan masing-masing 99% dan 95%. Pengaruh yang diberikan oleh
peningkatan 1 percentage point proporsi konsumsi energi terbarukan lebih besar (yaitu
sebesar 1,46% penurunan emisi karbon secara rata-rata), apabila dibandingkan dengan
peningkatan 1% efisiensi energi (yaitu sebesar 0,59% penurunan emisi karbon secara rata-
rata), ceteris paribus.
5. Pembahasan
Grafik 5.1. menunjukkan bahwa efisiensi energi pada kawasan ASEAN mengalami
peningkatan pada periode 2000-2011. Hal tersebut digambarkan oleh peningkatan rasio PDB
per unit penggunaan energi. Peningkatan rasio tersebut mengindikasikan sebuah proses
produksi dapat menghasilkan output lebih banyak dengan penggunaan energi tertentu. Tingkat
output tertentu dengan penggunaan energi yang lebih sedikit juga dapat menyebabkan rasio
tersebut meningkat. Penggunaan energi yang lebih efisien pada proses produksi akan
menyebabkan penurunan emisi karbon dioksida yang dihasilkan.
Bagaimanapun, tren pergerakan emisi karbon dioksida pada kawasan tersebut masih
cenderung meningkat. Grafik 5.1. menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida dari
penggunaan energi di ASEAN mengalami peningkatan pada periode 2000-2011. Namun,
apabila melihat pertumbuhan emisi CO2 selama tiga dekade terakhir, peningkatan emisi CO2
pada periode 2000-2011 lebih rendah daripada dua dekade sebelumnya. Tabel 5.1.
menunjukkan bahwa pertumbuhan emisi karbon di kawasan ASEAN pada periode 2000-2011
adalah lebih rendah 14,7% daripada periode 1990-2000. Dengan mengacu pada hasil estimasi
hubungan di antara keduanya, dapat dikatakan bahwa penurunan pertumbuhan emisi karbon
dioksida dari penggunaan energi di ASEAN pada periode 2000-2011 salah satunya
merupakan kontribusi dari penerapan efisiensi energi pada periode tersebut.
Selain itu, ADB (2009) melaporkan bahwa tanpa upaya mitigasi yang tepat, emisi gas
rumah kaca, terutama gas karbon dioksida, di kawasan ASEAN akan mengalami peningkatan
sebanyak empat kali lipat selama periode 2000-2050. Total emisi karbon dioksida di ASEAN
pada tahun 2000 adalah sebesar 787,02 juta metrik ton. Tanpa upaya mitigasi, emisi karbon
dioksida di kawasan tersebut akan mencapai 3.148,09 juta metrik ton pada tahun 2050.
Dengan kata lain, diperkirakan akan terjadi peningkatan emisi karbon dioksida sebesar 300%
pada periode 2000-2050.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa secara rata-rata setiap negara anggota ASEAN
dapat mengurangi 0,59% emisi karbon dioksida dengan meningkatkan efisiensi energi sebesar
1% setiap tahunnya, ceteris paribus. Dengan mengacu kepada hasil estimasi tersebut, ASEAN
dapat mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida seperti kondisi pada tahun 2000 dengan
meningkatkan efisiensi energi hingga 502,09%, atau sebesar 10,04% setiap tahunnya, selama
periode 2000-2050.
Indonesia merupakan negara penghasil emisi karbon dioksida dari penggunaan energi
terbesar di kawasan ASEAN. Pada tahun 2000, Indonesia menghasilkan emisi karbon
dioksida sebesar 266,21 juta metrik ton. Dengan mengacu kepada prediksi ADB (2009),
Indonesia akan menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar 1.064,82 juta metrik ton pada
tahun 2050. Terjadi peningkatan emisi karbon dioksida sebesar 300% di Indonesia pada
periode 2000-2050. Untuk mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida seperti kondisi
pada tahun 2000, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan efisiensi energi hingga 502,09%
pada periode tersebut, atau sebesar 10,04% setiap tahunnya. Hal tersebut juga berlaku bagi
negara-negara anggota ASEAN lainnya.
5.2. Hubungan antara Emisi Karbon Dioksida dan Konsumsi Energi Terbarukan
Grafik 5.2. menunjukkan bahwa proporsi konsumsi energi terbarukan pada kawasan
ASEAN relatif mengalami fluktuasi. Meskipun secara rata-rata dapat dipertahankan pada
tingkat 6,88%, proporsi konsumsi energi terbarukan cenderung mengalami penurunan pada
periode 2000-2011. Hal tersebut disebabkan oleh ketergantungan ASEAN terhadap sumber
energi fosil masih tinggi. Grafik 5.3. menunjukkan bahwa konsumsi energi fosil di ASEAN
masih mengalami pertumbuhan yang cukup pesat pada periode 2000-2011, yaitu batu bara
(211, 92%), gas bumi (76,48%), dan minyak bumi (41,19%).
Dalam studinya, Aspergis, et al. (2010) mengemukakan bahwa energi terbarukan tidak
memberikan dampak yang signifikan terhadap mitigasi emisi karbon dioksida pada beberapa
negara maju dan negara berkembang. Hal tersebut disebabkan oleh konsumsi energi
terbarukan belum dikembangkan dengan baik, terutama di negara berkembang. Di lain sisi,
konsumsi energi terbarukan di ASEAN terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
Grafik 5.2. Emisi Karbon Dioksida dan Proporsi Konsumsi Energi Terbarukan di ASEAN
50
juta ton ekuivalen
40
Batu Bara
minyak
30
20 Gas Bumi
10 Minyak Bumi
0
1970 1980 1990 2000 2011
Selain itu, dengan mengacu kepada prediksi ADB (2009) dan hasil estimasi pada
penelitian ini, ASEAN secara rata-rata dapat mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida
seperti kondisi pada tahun 2000 dengan meningkatkan proporsi penggunaan energi terbarukan
hingga 205,85% selama periode 2000-2050, atau sebesar 4,12% setiap tahunnya. Indonesia
merupakan negara penghasil terbesar emisi karbon dioksida dari penggunaan energi di
kawasan ASEAN. Pada tahun 2000, Indonesia menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar
266,21 juta metrik ton. Dengan mengacu kepada prediksi ADB (2009), Indonesia akan
menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar 1.064,82 juta metrik ton pada tahun 2050.
Terjadi peningkatan emisi karbon dioksida sebesar 300% di Indonesia pada periode 2000-
2050. Untuk mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida seperti kondisi pada tahun 2000,
Indonesia diharapkan dapat meningkatkan proporsi konsumsi energi terbarukan hingga
205,85% pada periode tersebut, atau sebesar 4,12% setiap tahunnya. Hal tersebut juga berlaku
bagi negara-negara anggota ASEAN lainnya.
6. Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Efisiensi energi dan
konsumsi energi terbarukan berhubungan negatif dan signifikan secara statistik dengan emisi
karbon dioksida. Peningkatan efisiensi energi sebesar 1% akan menyebabkan penurunan emisi
karbon dioksida sebesar 0,59% secara signifikan. Selain itu, peningkatan proporsi konsumsi
energi terbarukan sebesar 1 percentage point akan menyebabkan penurunan emisi karbon
dioksida sebesar 1,46% secara signifikan. Upaya mitigasi tersebut merupakan upaya yang
tepat dilakukan ASEAN pada saat ini. Hal ini dikarenakan kedua fokus tersebut secara
statistik mampu mengurangi emisi karbon dioksida dari penggunaan energi.
Selain itu, dengan mengacu kepada prediksi ADB (2009) dan hasil estimasi pada
penelitian ini, negara-negara di ASEAN terutama Indonesia diharapkan meningkatkan
efisiensi energi sebesar 10,04% per tahun atau meningkatkan proporsi konsumsi energi
terbarukan sebesar 4,12% per tahun. Hal ini dapat dilakukan selama periode 2000-2050 untuk
mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida di ASEAN seperti kondisi pada tahun 2000.
7. Saran
Dari hasil penelitian ini, diajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut. Pemerintah,
baik pada level nasional negara anggota maupun pada level regional ASEAN, dapat
meningkatkan efisiensi energi dan konsumsi energi terbarukan sebagai upaya mitigasi emisi
karbon dari penggunaan energi pada masa berikutnya. Selain itu, pemerintah dapat lebih
fokus pada pengembangan konsumsi energi terbarukan sebagai upaya mitigasi emisi karbon.
Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan periode penelitian lebih panjang untuk
dapat melakukan analisis yang lebih komprehensif. Penggunaan proxy lain dari variabel
teknologi juga dapat dilakukan untuk memperkaya analisis dari hasil estimasi.
8. Daftar Referensi
Asian Development Bank (ADB). (2009). The Economics of Climate Change in Southeast
Asia: A Regional Review. http://www.adb.org/sites/default/files/economics-climate-
change-se-asia.pdf
Aspergis, N., et al. (2010). On the Causal Dynamics between Emissions, Nuclear Energy,
Renewable Energy, and Economic Growth. Ecological Economics, 69, 2255-2260.
British Petroleum (BP). (2013). BP Statistical Review of World Energy, June 2013.
http://www.bp.com/en/global/corporate/about-bp/energy-economics/statistical-review-
of-world-energy/statistical-review-downloads.html
Dawson, R.J., et al. (2009). A blueprint for the integrated assessment of climate change in
cities. Tyndall Working Paper 129, November 2009.
Dietz, T. & Rosa, E.A. (1997). Effects of Population and Affluence on CO2 Emissions.
National Academy of Sciences of the United States of America, Vol. 94, No.1, 175-
179.
Ehrlich. P.R. & Holdren. J.P. (1972). One-Dimensional Ecology, The Closing Circle by Barry
Commoner: Critique. A Bulletin Dialogue of the Atomic Scientists, May 1972.
Gan, P.Y. & Li, Z.D. (2008). An econometric study on long-term energy outlook and the
implications of renewable energy utilization in Malaysia. Energy Policy, 36, 890–899.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2014). Summary for Policymakers.
http://report.mitigation2014.org/spm/ipcc_wg3_ar5_summary-for-
policymakers_approved.pdf
International Energy Agency (IEA). (2012). IEA Statistics: CO2 Emissions from Fuel
Combustion Highlights. http://www.iea.org/co2highlights/co2highlights.pdf
Karki, S.K., Mann, M.D., & Salehfar, H. (2005). Energy and Environment in the ASEAN:
challenges and opportunities. Energy Policy, 33, 499-509.
Kumar, S., Shrestha, P., & Salam, P.A. (2013). A review of biofuel policies in the major
biofuel producing countries of ASEAN: Production, targets, policy drivers, and
impacts. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 26, 822-836.
Letchumanan, R. (2010). Climate change: is Southeast Asia up to the challenge?: is there an
ASEAN policy on climate change? LSE IDEAS, London School of Economics and
Political Science, London, UK.
Li, H., et al. (2012). Analysis of Regional Difference on Impact Factors of China’s Energy-
Related CO2 Emissions. Energy, 39, 319-326.
Luukkanen, J. & Kaivo-oja, J. (2002). ASEAN Tigers and Sustainability of Energy Use –
Decomposition Analysis of Energy and CO2 Efficiency Dynamics. Energy Policy, 30,
281-292.
Lv, J., Ma, J., & Li, J. (2010). The Influence of Low Carbon Economy on Corporate Social
Responsibility. Asian Social Science, Vol. 6, No. 11, 233-238.
Mohamed, A.R. & Lee, K.T. (2006). Energy for Sustainable Development in Malaysia:
Energy Policy and Alternative Energy. Energy Policy, 34, 2388-2397.
Nurdianto, D.A. & Resosudarmo, B.P. (2011). Prospects and challenges for an ASEAN
energy integration policy. Environment Economics Policy Studies, 13, 103-127.
Netherlands Environmental Assessment Agency (NEAA). (2006). Global Greenhouse Gas
Emissions Increased 75% since 1970.
www.pbl.nl/en/dossiers/Climatechange/TrendGHGemissions1990-2004
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2012). OECD
Environmental Outlook to 2050: The Consequences of Inactions.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264122246-en
Pricewaterhouse Coopers (PwC). (2013). Busting the carbon budget: Low carbon economy
index 2013. http://www.pwc.co.uk/en_UK/uk/assets/pdf/low-carbon-economy-index-
2013.pdf
Rahmansyah, T.A. (2012). The impact of human activities on carbon dioxide emission in the
Asian Countries from a spatial econometric perspective. Depok: Graduate Program in
Economics, Fakultas Ekonomi UI, 2012.
Shafiei, S. & Salim, R.A. (2014). Non-Renewable and Renewable Energy Consumption and
CO2 Emissions in OECD Countries: A Comparative Analysis. Energy Policy, 66,
547-556.
Shi, A. (2001). Population Growth and Global Carbon Dioxide Emissions. Development
Research Group, The World Bank, 2001.
Siddiqi, T.A. (1996). Carbon Dioxide Emissions from the Use of Fossil Fuels in Asia:
Overview. Royal Swedish Academy of Science, Ambio, Vol. 25, No. 4, 229-232.
Thavasi, V. & Ramakrishna, S. (2009). Asia energy mixes from socio-economic and
enivronmental perspectives. Energy Policy, 37, 4240-4250.
U.S. Energy Information Administration (EIA). International Energy Statistics.
http://www.eia.gov/cfapps/ipdbproject/IEDIndex3.cfm?tid=93&pid=44&aid=33#
Wooldridge, J.M. (2009). Introductory Econometrics: A Modern Approach. South-Western,
CENGAGE Learning.
The World Bank. (2014). World Development Indicator (WDI).
http://data.worldbank.org/indicator
York, R.., Dietz, T., & Rossa, E.A. (2003). STIRPAT, IPAT and ImPACT: Analytic Tools for
Unpacking the Driving Forces of Environental Impacts. Ecological Economics, 46,
351-365.
Zaekhan. (2012). Dampak GDP per kapita dan energi terbarukan pada emisi karbon dioksida
negara G-20. Depok: Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi UI,
2012.