Anda di halaman 1dari 8

Diferensiasi jenis kelamin adalah suatu proses kompleks yang melibatkan banyak gen,

termasuk beberapa gen yang bersifat autosom. Kunci untuk dimorfisme seksual adalah
kromosom Y, yang mengandung gen penentu testis yang disebut gen SRY (sex-determining
region on Y) di lengan pendeknya (Yp11). Produk protein dari gen ini adalah faktor transkripsi
yang memulai kaskade gen-gen di hilir yang menentukan nasib organ seksual rudimenter.
Protein SRY adalah faktor penentu testis; di bawah pengaruhnya, terjadi perkembangan ke arah
pria; ketiadaannya, menyebabkan perkembangan wanita.[1]

Gambar 1 Genital ridge, Mesonefros, dan Potongan Transversalnya

A. Gonad[1]
Walaupun jenis kelamin mudigah ditentukan secara genetis saat fertilisasi, gonad
belum memperoleh karakteristik morfologis pria atau wanita hingga minggu ketujuh
perkembangan. Gonad muncul mula-mula sebagai sepasang bubungan longitudinal,
genital ridge atau gonadal ridge. Keduanya dibentuk oleh proliferasi epitel dan
pemadatan mesenkim di bawahnya. Sel-sel germinativum belum muncul di genital ridge
hingga minggu keenam perkembangan. Sel-sel germinativum primordial berasal dari
epiblas, bermigrasi melalui garis primitif, dan pada minggu ketiga, sel-sel ini terletak di
antara sel-sel endoderm di dinding yolk sac dekat dengan alantois. Selama minggu
keempat, sel-sel bermigrasi dengan gerakan seperti amoeba di sepanjang mesenterium
dorsal usus belakang, yang sampai di gonad primitif pada awal minggu kelima dan
menginvasi genital ridge pada minggu keenam. Jika sel-sel ini gagal untuk mencapai
genital ridge, gonad tidak akan berkembang.
Dengan demikian, sel-sel germinativum primordial mempunyai pengaruh induktif
terhadap perkembangan gonad menjadi ovarium atau testis. Sesaat sebelum dan selama
tibanya sel-sel germinativum primordial, epitel genital ridge berproliferasi, dan sel-sel
epitel menembus mesenkim di bawahnya. Di sini, sel-sel tersebut membentuk sejumlah
korda dengan bentuk tidak teratur, korda seks primitif. Pada mudigah pria dan wanita,
korda-korda ini terhubung dengan epitel permukaan, dan tidak mungkin untuk
membedakan antara gonad pria dan wanita. Oleh sebab itu, gonad ini dikenal sebagai
gonad indiferen.
Gambar 2 Jalur Migrasi Sel Germinativum

B. Testis[1]
Jika mudigah secara genetis adalah pria, sel germinativum primordial membawa
kompleks kromosom seks XY. Di bawah pengaruh gen SRY pada kromosom Y, yang
mengkode factor penentu testis, korda seks primitif terus berproliferasi dan menembus
dalam ke medula untuk membentuk testis atau korda medularis. Ke arah hilum kelenjar,
korda terurai menjadi jalinan untaian sel-sel kecil yang nantinya membentuk tubulus rete
testis.
Selama perkembangan selanjutnya, lapisan jaringan ikat fibrosa yang padat, tunika
albuginea, memisahkan korda testis dari epitel permukaan. Di bulan keempat, korda testis
menjadi berbentuk tapal kuda, dan ujung-ujungnya bersambungan dengan ujung-ujung
pada rete testis. Korda testis kini terdiri dari sel-sel germinativum primitif dan sel
sustentakular Sertoli yang berasal dari epitel permukaan kelenjar. Sel interstisial Leydig,
yang berasal dari mesenkim asli gonadal ridge, terletak di antara korda-korda testis. Sel-
sel ini mulai berkembang segera sesudah dimulainya diferensiasi korda-korda ini. Pada
minggu ke delapan kehamilan, sel-sel Leydig mulai menghasilkan testosteron dan testis
dapat memengaruhi diferensiasi seksual pada duktus genitalis dan genitalia eksterna.
Korda testis tetap padat hingga pubertas, saat korda ini memperoleh lumen sehingga
membentuk tubulus seminiferus. Sewaktu tubulus seminiferous mengalami kanalisasi,
tubulus ini menyatu dengan tubulus rete testis, yang kemudian masuk ke duktuli
eferentes. Duktuli eferentes ini adalah bagian tubulus ekskretorik yang tersisa dari sistem
mesonefros. Duktuli ini menghubungkan rete testis dan duktus mesonefrikus atau duktus
wolffii, yang menjadi duktus deferens.
Gambar 3 Pembentukan Testis

C. Regulasi Molekuler Pembentuk Duktus Genitalis[1]


SRY adalah faktor transkripsi dan gen utama untuk pembentukan testis. SRY
tampaknya bekerja bersamaan dengan gen autosom SOX9, suatu regulator transkripsi,
yang juga dapat menginduksi diferensiasi testis. SOX9 diketahui berikatan dengan regio
promotor gen untuk hormon antimuller (AMH; juga disebut müllerian inhibiting
substance [MIS]) dan mungkin mengatur ekspresi gen ini.
Mula-mula, SRY dan/ atau SOX9 menginduksi testis untuk menyekresikan FGF9
yang bekerja sebagai faktor kemotaksis yang menyebabkan tubulus dari duktus
mesonefrikus menembus gonadal ridge. Tanpa penetrasi oleh tubulus-tubulus ini,
diferensiasi testis tidak berlanjut. Kemudian, SRY baik secara langsung maupun tidak
langsung (melalui SOX9) meningkatkan produksi steroidogenesis factor 1 (SF1) yang
merangsang diferensiasi sel-sel Sertoli dan Leydig. SF1 yang bekerja dengan SOX9
meningkatkan konsentrasi AMH sehingga menyebabkan regresi duktus paramesonefrikus
(müller). Pada sel-sel Leydig, SF1 meningkatkan ekpresi gen-gen untuk enzim yang
menyintesis testosteron. Testosteron masuk ke sel jaringan target tempat testosteron dapat
tetap utuh atau diubah menjadi dihidrotestosteron oleh enzim 5-α reduktase. Testosteron
dan dihidrotestosteron berikatan dengan reseptor intraselular berafinitas tinggi yang
spesifik dan kompleks reseptor hormon ini diangkut ke nukleus tempat kompleks ini
berikatan dengan DNA untuk mengatur transkripsi gen spesifik jaringan dan produk
proteinnya. Kompleks reseptor testosteron memerantarai virilisasi duktus mesonefrikus
untuk membentuk duktus deferens, vesikula seminalis, duktulus eferens, dan epididimis.
Kompleks reseptor dihidrotes-tosteron memodulasi diferensiasi genitalia eksterna pria.
Gambar 4 Duktus Genitalis

D. Duktus Genitalis pada Pria[1]


Seiring dengan regresi mesonefros, beberapa tubulus ekskretorik, tubulus epigenitalis,
membentuk kontak dengan korda rete testis dan pada akhirnya membentuk duktulus
eferens testis. Tubulus ekskretorik di sepanjang kutub kaudal testis, tubulus paragenitalis,
tidak menyatu dengan korda rete testis. Sisa saluran ini secara keseluruhan dikenal
sebagai paradidimis. Kecuali untuk bagian paling kranial, apendiks epididimidis, duktus
mesonefrikus menetap dan membentuk duktus genitalis utama. Tepat di bawah muara
duktulus eferens, duktus mesonefrikus memanjang dan menjadi sangat berkelok-kelok,
membentuk epididimis (duktus). Dari ekor epididimis ke tonjolan tunas vesikula
seminalis, duktus mesonefrikus memperoleh selubung otot tebal dan membentuk duktus
deferens. Regio duktus di atas vesikula seminalis adalah duktus ejakulatorius. Di bawah
pengaruh hormon antimüller (AMH) yang dihasilkan oleh sel-sel Sertoli, duktus
paramesonefrikus pada pria mengalami degenerasi kecuali sebagian kecil di ujung
kranialnya, apendiks testis.

Gambar 5 Duktus Genitalis pada Pria


E. Genitalia Eksterna pada Pria[1]
Perkembangan genitalia eksterna pada pria di bawah pengaruh androgen yang
disekresi oleh testis janin dan ditandai oleh pemanjangan cepat tuberkulum genitale, yang
kini disebut phallus. Selama pemanjangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke depan
sehingga membentuk dinding lateral alur uretra.
Alur ini membentang di sepanjang aspek kaudal phallus yang telah memanjang tapi
tidak mencapai bagian yang paling distal, glans. Lapisan epitel alur, yang berasal dari
endoderm, membentuk lempeng uretra. Di akhir bulan ketiga, kedua lipatan uretra
menutupi lempeng uretra, membentuk uretra penis. Saluran ini tidak membentang hingga
ujung phallus. Bagian paling distal dari uretra ini terbentuk selama bulan keempat,
sewaktu sel-sel ektoderm dari ujung glans menembus ke dalam dan membentuk korda
epitel pendek. Kemudian korda ini membentuk lumen sehingga terbentuk ostium uretrae
eksternum. Penebalan genital, yang dikenal pada pria sebagai penebalan skrotum, muncul
di regio inguinal.
Dengan perkembangan selanjutnya, penebalan ini bergerak ke kaudal, dan
masingmasing penebalan kemudian membentuk separuh skrotum. Keduanya dipisahkan
oleh septum skrotum.

Gambar 6 Perkembangan Genitalia Eksterna pada Pria


F. Penurunan Testis[1]

Gambar 7 Penurunan Testis

Menjelang akhir bulan kedua, mesenterium urogenital melekatkan testis dan


mesonefros ke dinding posterior abdomen. Dengan degenerasi mesonefros, perlekatan ini
berperan sebagai mesenterium bagi gonad. Di kaudal, perlekatan ini menjadi ligamentum
dan dikenal sebagai ligamentum genitale kaudal. Juga terdapat pemadatan mesenkim
yang kaya matriks ekstraselular, gubernakulum yang membentang dari kutub kaudal
testis. Sebelum turunnya testis, pita mesenkim ini berakhir di regio inguinal di antara
muskulus oblikuus internus abdominis dan muskulus oblikuus eksternus abdominis yang
sedang berdiferensiasi. Kemudian, seiring dengan testis mulai turun ke arah cincin
inguinal internal, terbentuk suatu bagian ekstra abdomen dari gubernakulum yang
tumbuh dari regio inguinal ke arah penebalan skrotum. Sewaktu testis melewati kanalis
inguinalis, bagian ekstra abdomen ini berkontak dengan dasar skrotum (gubernakulum
juga terbentuk pada wanita tapi pada kondisi normal, struktur ini tetap bersifat
rudimenter).
Faktor-faktor yang mengatur penurunan testis belum sepenuhnya diketahui. Namun,
tampaknya pertumbuhan bagian ekstra abdomen dari gubernakulum menimbulkan
migrasi intra abdomen, peningkatan tekanan intra abdomen akibat pertumbuhan organ
menyebabkan testis bergerak melalui kanalis inguinalis dan regresi bagian ekstra
abdomen dari gubernakulum menyempurnakan gerakan testis masuk ke dalam skrotum.
Normalnya, testis mencapai regio inguinal pada usia kehamilan sekitar 12 minggu,
bermigrasi melalui kanalis inguinalis pada usia 28 minggu, dan sampai di skrotum pada
usia 33 minggu. Proses ini dipengaruhi oleh hormon-hormon, mencakup androgen dan
MIS. Selama penurunan, suplai darah ke testis dari aorta dipertahankan, dan pembuluh
darah testis membentang dari posisi awalnya di lumbal ke testis di dalam skrotum.
Peritoneum rongga abdomen, tanpa dipengaruhi oleh penurunan testis, membentuk
evaginasi di kedua sisi garis tengah ke dalam dinding ventral abdomen. Evaginasi ini,
prosesus vaginalis, mengikuti perjalanan gubernakulum testis ke dalam penebalan
skrotum. Oleh sebab itu, prosesus vaginalis, bersamaan dengan lapisan otot dan fasia
dinding tubuh, melakukan evaginasi ke dalam penebalan skrotum, yang membentuk
kanalis inguinalis. Testis turun melalui cincin inguinal dan melalui pinggir os pubis dan
berada di dalam skrotum saat lahir. Kemudian testis diselubungi oleh lipatan refleksi
prosesus vaginalis. Lapisan peritoneum yang melapisi testis adalah lapisan viseral tunika
vaginalis; sisa kantong peritoneum membentuk lapisan parietal tunika vaginalis. Saluran
sempit yang menghubungkan lumen prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum
mengalami obliterasi saat lahir atau tidak lama sesudah lahir.
Selain diselubungi oleh lapisan peritoneum yang berasal dari prosesus vaginalis, testis
juga diselubungi oleh lapisan-lapisan yang berasal dari dinding anterior abdomen yang
dilewatinya. Oleh sebab itu, fasia transversalis membentuk fasia spermatika interna,
muskulus oblikuus internus abdominis membentuk muskulus kremaster dan dan fasia
kremasterika, dan muskulus oblikuus eksternus abdominis membentuk fasia spermatika
eksterna. Muskulus transversus abdominis tidak ikut membentuk suatu lapisan, karena
otot ini melengkung di regio tersebut dan tidak menyelubungi jalur migrasi.

Gambar 8 Selubung Testis dari Dinding Abdomen

G. Kelainan pada Penurunan Testis[2]


Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan
Orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah undescended testis,
tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud kriptorkismus murni, testis ektopik,
atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni adalah suatu keadaan dimana setelah
usia satu tahun, satu atau dua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada
di salah satu tempat sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar
jalur normal disebut testis ektopik, dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak di dalam
skrotum dan dapat didorong masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut
pseudokriptorkismus atau testis retraktil. Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster
yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan aktifitas fisik.
Gambar 9 Maldesensus Testis

Daftar Pustaka:
[1]
Sadler TW. 2012. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: EGC.
[2]
Soraya, Firyal. 2013. Testis Retraktil. Diakses pada tanggal 1 Mei 2019 dari
https://www.scribd.com/document/172998687/Testis-Retraktil

Anda mungkin juga menyukai