Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus

PNEUMONIA

Dilaporkan oleh:

dr. Nuraini Syahputri

Pembimbing:

dr. Nur Ikhwani

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RSUD KECAMATAN MANDAU DURI

2019
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia,
nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO
1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara
itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.

Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan


50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan
antibiotika secara empiris.

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan
11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus
infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik
Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti
dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat
keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.

1
II. TUJUAN LAPORAN

Sebagai sarana diskusi dan tinjauan ulang mengenai aplikasi definisi, tatacara
diagnosis, dan tatalaksana kasus Pneumonia pada praktik klinis dokter umum sehari-
hari.

III. MANFAAT

Laporan kasus ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca dalam
upaya pengembangan ilmu kedokteran berkelanjutan terutama mengenai manajemen
kasus klinis Pneumonia.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Masuk IGD : 03 Agustus 2019

II. DATA SUBJEKTIF


Anamnesis diperoleh secara autoanamnesis
A. Keluhan Utama
Sesak nafas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dialami nya sejak ± 1 minggu
ini. Sesak dirasakan memberat saat pasien batuk. Sesak nafas dirasakan terus menerus
dan berkurang jika tidak melakukan aktivitas. Sesak tidak dipengaruhi cuaca atau
makanan. Pasien tidak memiliki riwayat sesak sebelumnya.
Keluhan disertai batuk berdahak, dahak berwarna putih sejak 2 minggu
yang lalu, batuk darah tidak ada, nyeri dada tidak ada.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu lalu, demam naik turun.
Keringat malam tidak ada, menggigil tidak ada. Keluhan nyeri perut tidak ada,
mual tidak ada, muntah tidak ada.
BAB dan BAK normal.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat penyakit
Riwayat sesak berulang sebelumnya (-)
TB Paru: (-)
Hipertensi: (-)
DM: (-)

3
2. Riwayat pengobatan
Riwayat minum OAT (-)
3. Riwayat alergi
Disangkal

D. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit
serupa, TB Paru, darah tinggi ataupun kencing manis.

E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (+) sejak 15 tahun yang lalu, merokok 1 hari 1 bungkus.

III. DATA OBJEKTIF


1. Status Presens
a. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : komposmentis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 76 ˣ/i
RR : 30 ˣ/i
Suhu : 38,1°C
b. Pemeriksaan Fisik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP meningkat (-)
Thoraks :
Inspeksi : simetris kanan kiri
Palpasi : stem fremitus kanan-kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : bronkial, ronkhi (+/+), wheezing (+/+)
Jantung :
Inspeksi : dalam batas normal
Palpasi : iktus cordis teraba (+)
Perkusi : batas jantung kanan: linea sternalis dextra
batas jantung kiri: 1 jari lateral linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : perut tampak datar, scar (-)
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : pitting edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik

4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin, Kimia Darah, Skreening OK 03-08-
2019

Komponen Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 13,4 12-15 g/dl
Hematokrit 38,9 37-54%
Leukosit 10.690 4.000-11.000/ul
Trombosit 341.000 150.000-400.000/ul
Gula Darah Sewaktu 87 <200 mg/dl
Ureum 13 10-50 mg/dl
Creatinine 0.8 0.5-0.9 mg/dl
HbsAg Negative Negative
HIV Negative Negative
Syphilis Negative Negative

Pemeriksaan Rontgen tanggal 03-08-2019

Interpretasi:
Jantung bentuk dan ukuran biasa. Corakan bronkovaskuler pada kedua
lapangan paru meningkat. Sinus costoprenicus kanan dan kiri lancip. Tulang-
tulang dan jaringan lunak dinding dada baik.

Kesan: Pneumonia

5
V. DIAGNOSIS

Pneumonia

VI. TATALAKSANA

a. Nonmedikamentosa
 Tirah baring
b. Medikamentosa
- O2 nasal canul 3 Lpm
- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm makro
- Inf. PCT 1 fl
- Nebul combivent 2 kali
Wheezing (+) menurun

Konsul dr. Romaito Sp.P.


- Acc rawat inap
- IVFD Nacl 0,9% + 1 amp aminopilin 14 tpm makro
- Nebu combivent 3x1
- Inj. Methyl prednisolon 2x125 mg
- Inj. Ceftriaxone 1x2gr
- Inj. Ranitidine 2x50mg
- Inf. PCT 3x1

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

6
Tanggal 04/08/2019 Tanggal 05/08/2019 Tanggal 06/08/2019

S: sesak nafas berkurang, S: sesak nafas berkurang, S: sesak nafas (-),


batuk berdahak (+), demam batuk berdahak berkurang, batuk berdahak (-),
(+) demam (-) demam (-)

O: KU: tampak sakit O: KU: tampak sakit O: KU: tampak sakit


sedang, Kes: CM sedang, Kes: CM ringan, Kes: CM
TD: 100/70 mmHg, N: 98 TD: 130/80 mmHg, N: 84 TD: 120/80 mmHg,
x/mnt, RR: 23 x/mnt, T: x/mnt, RR: 22 x/mnt, T: N: 80 x/mnt, RR: 20
37,7 36,7 x/mnt, T: 36
BTA: negative
A: Pneumonia A: Pneumonia TCM: negative
Dd/ TB Paru Dd/ TB Paru
A: Pneumonia
P: - IVFD Nacl 0,9% + P: - IVFD Nacl 0,9% +
P: BLPL
1amp aminopilin 14 tpm 1amp aminopilin 14 tpm
makro makro Obat pulang:
-
PCT 3x500mg
- O2 3 lpm via nasal kanul - O2 3 lpm via nasal kanul
-
Cefixime 2x200mg
- Nebu combivent 3x1 - Nebu combivent 3x1 -
Ranitidin 2x150mg
- Inj. Methyl prednisolon -
Metil prednisolon
- Inj. Methyl prednisolon
2x4mg
2x125mg 2x62,5mg - N. Asetil sistein 3x1
- Inj. Ceftriaxone 1x2gr - Inj. Ceftriaxone 1x2gr - Racik 3x1 (salbutamol
1mg, aminopilin
- Inj. Ranitidine 2x50mg - Inj. Ranitidine 2x50mg 100mg, codein 10mg,
- Inf. PCT 3x1 - Inf. PCT (k/p) cetirizine 10mg)
- Inj. Flumocyl 2x1 - Inj. Flumocyl 2x1
- N. Asetil sistein 3x1 - N. Asetil sistein 3x1
- Cek BTA dan TCM - Menunggu hasil BTA dan
TCM

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
Pneumonia adalah infeksi pada parenkima paru akut yang ditandai dengan
adanya infiltrat pada pemeriksaan radiografik paru. Gejala dan tanda yang dapat

ditemui pada pneumonia yaitu gejala mayor yang berupa demam >37.8oC,

hipotermia <36oC, batuk, produksi sputum; dan gejala minor yang berupa
dispnea, nyeri pleuritik, konsolidasi paru, serta jumlah leukosit >12x10/L
atau <4,5x10/L.
Pneumonia dibedakan menjadi community-acquired pneumonia (CAP) dan
health care-associated pneumonia (HCAP), di mana HCAP memiliki dua
subkategori lagi yaitu hospital-acquired pneumonia (HAP) dan ventilator-
associated pneumonia (VAP). Pembagian ini menggambarkan pola penyebaran
kuman penyebab pneumonia yang terjadi di masyarakat, di tempat pelayanan
kesehatan, dan secara khusus pada pasien-pasien dengan ventilator.

3.2. ETIOLOGI

Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan Streptococus pneumoniae, melalui slang infus
oleh Staphylococus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
Pseudomonas aeruginosa.
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri gram positif,
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.

8
Pada rawat jalan jenis patogen tidak diketahui pada 40% kasus. Dilaporkan
adanya Streptococus Pneumonia pada (9-20%), Micobacterium pneumonia (13-
37%), Chlamydia pneumonia (17%). Patogen pada PK rawat inap diluar ICU. Pada
20-70% tidak diketahui penyebabnya Streptococus Pneumonia, Haemophilus
influenza, Micobacterium pneumonia, Chlamydia pneumonia, Legionella, dan virus
sebesar 10 %. Sedangkan pada PK rawat inap di ICU yang menjadi etiologinya
adalah Streptococus pneumonia, Enterobacteriacae, Pseudomonas Aeuroginosa.

3.3. PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.


Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

9
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan
di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan
jenis mikroorganisme yang sama.

3.4. KLASIFIKASI

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:


a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised

2. Berdasarkan bakteri penyebab


a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi


a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial

10
3.5. MANIFESTASI KLINIS

Tabel 3. Tanda dan gejala yang biasa ditemukan pada CAP

CAP dapat bervariasi dari indolen hingga fulminan dalam penampakannya


dan dari ringan hingga fatal dalam keparahannya. Onset gejala yang tiba-tiba dan
progresi penyakit yang cepat biasanya menandakan pneumonia adalah pneumonia
bakterialis.
Pada umumnya pasien febril dengan respon takikardi, di mana suhu tubuh

dapat meningkat hingga >40o C. Pasien mungkin menggigil dan/atau berkeringat,


di mana gejala mengigil sering dijumpai pada pneumonia pneumokokal jika
dibandingkan dengan pneumonia bakterial lain.
Pasien juga memiliki gejala batuk yang bisa tidak produktif sputum atau
produktif sputum, di mana sputum ini dapat mukoid, purulen, atau
mengandung darah. Gejala batuk, terutama batuk produktif sputum adalah gejala
yang paling konsisten.
Jika pleura ikut terlibat, pasien dapat memiliki gejala nyeri dada pleuritik.
Hingga 20% pasien dapat memiliki gejala gastrointestinal seperti rasa mual, muntah,
dan/atau diare serta anorexia dan perubahan status mental, di mana gejala-gejala
ini dapat ditemukan pada 50% pasien pneumonia Legionella, bersama dengan
tanda berupa hiponatremia. Pertusis sering ditandai dengan batuk yang panjang pada
dewasa dan adanya whooping sound atau muntah setelah batuk (posttussive
vomiting) pada anak-anak.

11
3.6. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan dari manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis telah diuraikan di atas. Pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang akan diuraikan di bawah.
Penemuan pemeriksaan fisik tergantung dari luas lesi di paru. Hasil yang
dapat ditemukan adalah sebagai berikut.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai antara lain adalah pemeriksaan


radiologis dan laboratorium. Foto toraks (PA/lateral) adalah pemeriksaan penunjang
standar untuk menegakkan gambaran. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebab bronkogenik dan
interstisial, serta gambaran kavitas. Foto toraks saja tidak dapat menunjukkan
organisme penyebab secara pasti, tetapi hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi. Misalnya, gambaran pneumonia lobaris sering terjadi oleh
karena Streptococcus pneumoniae. Infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sering disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan sering disebabkan oleh Klebsiella pneumonia.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/µl kadang-kadang mencapai 30.000/µl, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur

12
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20 – 25% penderita yang tidak
diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Pemeriksaan pengecatan Gram dan kultur pada sputum pasien dapat
dilakukan sebelum terapi diberikan. Kriteria agar sputum dapat diperiksa adalah
adanya >25 neutrofil dan <10 sel epitel squamous per lapangan pandang kecil.
Biasanya satu mikroorganisme yang predominan dapat ditemui, walaupun bisa juga
terdapat beberapa mikroorganisme pada infeksi bakteri anaerob.
Jika tidak didapatkan sputum dari pasien, seperti yang sering terjadi pada
pasien yang berusia tua, dapat dilakukan bronchoalveolar lavage (BAL) untuk
mendapatkan spesimennya, atau cairan pleura yang didapatkan dari efusi yang
tingginya >1cm pada radiografi dada posisi lateral dekubitus, jika ada.

3.7. PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian


antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu:
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Terapi
first-line untuk S. pneumoniae, kausa bakteria yang paling sering, adalah penicillin
G, amoxicillin, TMP-SMZ, dan makrolida untuk penicillin- susceptible S.
pneumoniae (PSSP). Sedangkan untuk penicillin-resistent S. pneumoniae (PRSP),
terapi empiris diberikan berdasarkan pola sensitivitas.

Di Indonesia, diberikan antibiotik betalaktam oral dosis tinggi (untuk


rawat jalan), sefotaksim, seftriakson dosis tinggi, makrolid baru dosis tinggi,
atau fluorokuinolon respirasi.

13
3.8. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi:


• Efusi pleura
• Empiema
• Abses Paru
• Pneumotoraks
• Gagal napas
• Sepsis

14
DAFTAR PUSTAKA

American thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults. Diagnosis,


assessment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategis. Am
J Respir Crit Care Med 1995; 153: 1711-25
Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin
infect Dis 2000; 31: 347-82
Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108:1
S-16S
Departemen Kesihatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Dinas Kesehatan Klaten. 2015. Profil Dinas Kesehatan Klaten Tahun 2014. Klaten:
Dinkes Klaten.
Hadiarto M, Anwar Y, Priyanti ZS, Zubedah T. Protekt study an International
antimikrobial survailance study in community acquired respiratory tract (Carti)
pathogens.2000-2001
Hadiarto M, Wibowo S, Sardikin G, Sianturi. Peran sparfloksasin pada pengobatan
infeksi saluran napas bawah di komuniti. Journal Respirologi Indonesia 2000: 20;
156-60
Hadiarto M. A multinational, multicentre, prospective, randomized, double blind,
study to compare the efficacy and safety of two dosis of bay 12-8039 oral tablets
to klaritromisin oral tablets in the treatment of patients with community acquired
pneumonia. Jakarta Region, 1997
Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium
konsep baru. dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran
berkelanjutan FKUI, Jakarta 1995
Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan, Jakarta tahun
2000
Pennington J. Respiratory Infection: Diagnosis and Management, 2nd edition, New
York: Raven Press, 1989: 1-49
Rasmin M. Spectrum bakteri pada infeksi saluran napas bawah. Tesis Bagian
Pulmonologi FKUI Jakarta 1990

15

Anda mungkin juga menyukai