HAK-HAK JAMINAN
KEBENDAAN
HUKUM JAMINAN,
HAK-HAK JAMINAN
KEBENDAAN
J. Satrio, S.H.
AnggotalKAPf
flufcuto/dltujukan kmpadm:
Martin, Raymon, Pmtmr, Austin, dan Jonmtan
K*fAPENGANTAR CETAKAN KESATU
Penulls
Tidak terasa tatah sekian tahun lewat aejak cetakan pertama buku ini.
Sementara itu talah banyak.tenadi parubahan dalam perundang-iindang-
anktta. Pada tahun 1996 teiah tahirUndang-Undang Nonwr4Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan ataB Tanah, baaertaetengan banoVbendayartg
berkaitan dengan tanah, dan pada tahun 1990 tatah diundangkan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Ftduala. Dengan ketuar-
nya kedua undarcg-undang tersebut, maka buku ini perlu ditinjau ulang.
Creditverband yang tidak berlaku lagi dikeluarkan dart rpembahasan.
aedang Hak Tanggungan dan FidusJa maauk. Tetapl perubahannya tfclak
itu saja, temyata setunJh buku nanjs ditinfcu kemball, sehingga revisi kali
ini twrsffat menyekinjh. Namun ctemikian, mengingU behwa mengenai
Hak Tanggungan oteh penults telah dituKs 2 (dua) buku teraendlri dan
untuk Fkkisla juga telah disueun 1 (satu) buku teraendiri, maka dalam
buku Initinjauanatas Hak Tanggungan dan FkJuaia tidak bersHat men-
dalam, tetapi hanya separiunya saja.
Kepada pihak PT. Citra Aditya Bakti penulis sampaikan terima kasih atas
kesediaarmya msnerbit buku Ini dengan revisinya.
Semoga buku ini bisa bermanfaat bagl para mahaaiswa dan masyarakat
hukum pada umumnya.
Purwokerto. 18 Mei 2002
Penulis,
J. SATRIO. S.H.
DAFTAR IS)
DAFTAR tSI ix
ix
b. Hak jaminan kebendaan di luar
K.U.H.Perdata 18
E. BEBERAPA LEMBAGA HUKUM YANG MEMPUNYAf
SIFAT J A M I N A N . , . . . . . . . . . . . . . 18
1. SewaBeti 19
2. Kompensasi 19
3. Hak Retehsi • >... . *-»••—-t • • -20
4. Kreditur Perseroan. v - ,., 21
5. Kraditur Warisan yang Menuntut Penyendirian
Boedel Warisan 22
6. Sandera ,23
F. PRIVELEGE 25
1. Privelege Hams DHuntut 29
2. Privelege Bukan Hak Kebendaan . , 29
3. Priveiege Dltentukan qteh Undang-undang 31
4. Selama Menjadi Milik Debitur,........... { 31
5. Privelege Berpindah Kepada Para Anti Waris
Kreditur 32
G. TINGKATAN-TINGKATAN HAK TAGtH YANG
DIDAHULUKAN ..' 32
1. Antara Sesama Kreditur Preferent 32
2. Antara Sesarna Kreditur Preferen yang Same
Tingkatnya /. 35
3. Tagihan Publtk 36
4. Privelege Khususdan Privelege Umum . , 37
5. Priveleg Khusus; .'. 39
a. Ongkos-ongkos Pehgaditari 39
b. Privelege Orang yang Menyewakan 40
1. Privelege dan itikad baik 42
2. Sitarevindkatoir i 48
3. Sewaulang......... 49
4. Resume 49
5. Pasal 1t41-KLUH.Perdala 50
6. Stfat haK kebendaan pada privelege
orang yang menyewakan 50
7. Pelaksanaan hak sita revindicatoir... 53
8. Pandbeslag 54
9. Hubungan antara sita revindicatoi
dan pandbesiag.;. 55
10. Pasal 1143K.U.H.Perdata 56
11. Beberapakesknpulan = • 56
c. Privelege Penjual 57
1. Pasai1139sub3jo Pasal 1144
. K.U.H.Perdata 57
2. Pembatasah pwetege penjual . . . . .>. 59
3. Hafcrekteme 62
4. Pelaksanaan hak raklarne.. 63
5. Keistimewaan hak reklame 64
6. Kedudukan hukum beberapa sesama
pemegang prlveiege 64
d. Biaya Menyelamatkan Barang.: 67
, e. BiayaPembuatan(UpahTukang)....... 69
f. Hak Istimewa Pemilik Penginapan 71
g. UpahAngkutan 72
h. Hak tstimewa para Tukaog Batu, Tukang
Kayu dan Tukang Bangunan 72
i. Hak Istimewa atas Penggantian Serta
Pembayaran yang Harus Diplkul oleh
Pegawai yang Memangku Jabatan Umum. 73
x)
6. Privelege Umum 74
a. Biaya Perkara untuk Petetangan dan
Penyelesaian Suatu Warisan 75
b. Biaya Penguburan 76
c Biaya Pengobatan yang Terakhir 76
d. Taglhan Buruh atas Upah 77
e. Penyetoran Banan Makanan 78
f. Taglhan Sekoiah Asrama 79
g. Phitang Anak Balum Oewasa dan Curandi
Terhadap Wali dan Curator 79
7. Contoh MasaJah 79
H. HAK JAMINAN DAN HUKUM ACARA PERDATA . . . . 83
BABU GADAI 87
A. TINJAUAN UMUM 87
B. PERUMUSAN GADAI 89
C. PARA PIHAK DALAM GADAI 89
D. HAK GADAI ATAS BARANG BERGERAK 91
E. BENDA GADAI DISERAHKAN 93
F. HAK GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN 99
G. GADAI DIPERJANJIKAN 100
H. PERJANJIAN GADAI SEBAGAI PERJANJIAN
ACCESSOtR 100
I. YANG BERHAK MENGGADAIKAN 101
J. GADAI ULANG 103
K. GADAI ATAS BENDA BERGERAK TIDAK
BERTUBUH 105
1. Pasal 1152 K.UiH.Perdata... 105
xil
2. PaMl1153K.U.H.P*rdatfl 107
3. Gadai Taglhan atas Nama dalam Praktek
Perbankan , 112
L GADAt ATAS BENDAGADAI YANG AKAN ADA 113
M. GADAI SURAT GAJI DAN SURAT PENSION 113
N. LARANGAN JANJI UNTUK MEMILIKI BENDA
JAMINAN SECARA OTOMATtS 114
O. CESStE SEBAGAI JAMINAN 116
P. . HAK-HAK PEMEGANG GADAI. 120
1. Parate Eksekusi 120
2. Pasal 1155 Ayat (2)K.U-H.Perdata 125
3. Pasal 1156 K.U.H.Perdata 126
Q. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PEMEGANG GADAI . . . . 128
R. HAK KREDITUR ATAS BUNGA BENDA GADAI.. . i . 128
S. HAK RETENTIE PEMEGANG GADAI 129
T. HAK GADAI TIDAK DAPAT DIBAGI-BAGI 130
U. H APUSNYA GADAI 132
V. CONTOHAKTA GADAI DAN ANALISANYA 133
xv
P. KUASA MEMASANG HIPOTIK 219
Q. JANJI UNTUK MENJUAL ATAS KEKUASAAN
SENDIRI (8EDING VAN EfGENMACHTIG VERKOOP) 223
1. Pelaksanaan Janji Menjual (Atas Kekuasaan)
Sendiri 225
2. Teori Mandaat 226
3. Teori Eksekusi yang Dlsederhanakan 230
4. Parate Eksekusi " 232
5. Hak dan Kewajiban dalam Suatu Pelelangan
Berdasarkan Janjl untuk Menjual atas
Kekuasaan Sendiri 236
6. Cara Penjualan 236
R. MASALAH GROSSE 237
1. Art Grosse 238
2. Luasnya Kewenangan Notaris Mengeluarkan
Akta-Grosse 240
a. Notaris Berhak Mengeluarkan Grosse
'Semua Akta yang Mengandung Kewajiban
ObligatoirTertentu 240
b. Grosse Akta Notariil yang Berisi kewajiban
Membayar Sejumlah Uang Mempunyai
Kekuatan Exebutorlaa) 242
c. Pendapat yang Sempit Grosse Akta
Pengakuan Hutang Mumi 245
3. Grosse Akta Hipotik , 248
S. UPAYA PERLINDUNGAN KREDITUR PEMEGANG-
HIPOTIK 249
1. Janji Untuk Tidak Menyewakan (Huurbeding)... 250
a. Pasal 1185 K.U-H.Perdata. 251
b. Pelaksanaan Janjj-Sewa 253
c. Permasalahan 254
xvi
2. Janji Asuransi 255
3. Janji Untuk Tidak Dibersihkan dan MasaJah
Pemberslhan 256
a. Tuntutan Pembersihan 256
b. Manfaat Pembersihan 258
c. Syarai untuk Tuntutan Pembersihan
dalam Penjualan Secara Sukarela 260
d. Janji untuk Tidak DibersHikan 261
e. Penjualan Sukarela dan Terpaksa (eksekusi) 262
T. AKIBAT HIPOTIK TERHADAPPfHAK-KETiQA . . . . . 264
1. Hipotik dan Pihak-ketiga Pemegang/Bezitter . .. 265
2. Perimbangan Besarnya Beban Hipotik 266
U. BERAKHIRNYA HIPOTIK 267
V. LIKU-LIKU ROYA 269
xvlil
N. SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN 305
O. KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN 307
P. HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN ; 310
BUKU-BUKU DAN TULISAN-TUUSAN YANG DI9INGGUNG
DALAM BUKU INI 315
xtx
Hukum Jaminan
BAB I
HUKUM JAMINAN
A. T1NJAUAN UMUM
1. Hukum Jaminan dan Buku II K.U.H.Perdata
Kalau kita perhatikan isi dari Buku II K,U.H.Perdata. temyata, bahwa
materi yang diatur di sana secara garis besamya dapat ktta kejompok-
keiompokkah menjadi tentang benda, hak kebendaan, warisan, taring
•piutang yang ditstimewakan, gadai dan hipotik.
Pertama ia bisa berarti hukum yaw), tetapi juga hak (right) atau keadilan
(just) . Pitlo memberikan perumusan tentang zekerheidsrechten sebagai:
1 2
1) Sir John Salmond, 'Jurisprudence', cetekan ke X. tahun 1947, hal. 8; Sir Pay!
VSnogradoff, 'common sentx'lfifew",ceia,kari ke^, •ftat AS. hanys mertu^uk 2 art
kata rsfiht, yaitu sebagai law danright;L.v.Apeldoorn, "Inlekling tot de Studla van
hat Nedariandsa ftacht, catakan ke-11, hal. 32. membedakan are rechtdatam:«.
ttubungan hukum. b, peraturan (norm).
2) A. Rtto, "Hat Zekenwcht naar het NadertandsBurgedjk Wetboek. tahun 1949, hal.
381.
hak (een reoht) yang memberikan kepada kredi&r kedudukan yang tebih
balk daripada kreditur-kredttur lain.
Dart apa yang dikemukakan oleh Pitlo tersebut di atas. kita bisa me-
nyimpulkan, bahwa kata "recht" dalam istitah "zekerheidsrechten" berarti
"hak*, sehlngga zekerheidsrechten adalah hak-hak jaminan, bukan
"hukum" jaminan. Kalau toh kita mau memberikan perumusan juga
tentang "Hukum Jaminan*, maka mungkin dapat kita artikari sebagai: per-
aturan hukum yang mengatur tentang janifrran-iamirian pfutahg seorand.
krediturterbadapseorangdebitur.
3) Dimuat dalam seminar Hukum Jaminan, B P.H.N. Dept Kehakiman; tanggst 9 s.d.
11 Oktober 1978 dl Yogyaharta, catakan t, tahun 1961.
Namun, hal itu tidak berarti, bahwa kreditur hafus menjual sekiruh ke-
kayaan debitur, lalu mengambit suatu bagian ssbanding tertentu dari haaU
penjualan dari tiap-tiap benda yang membentuk kekayaan tersebut.
Penjualan sekiruh harta kekayaan debitur hanya terjadi daiam hal ada
kepsilitan (Pasal 19K.) dan dalam oewrimean boedel (warisan) dengan
hak utama untuk mengadakan peneatatan (penerimaan warisan secara
beneficiain vide Pasal 10&3, Pasal 1024, dan Pasal 1934 KLU.H.Pardata),
Prinsipnya:
Kreditur dapat menyita dan melaksanakan penjualan benda mana
saja mifflt debitur. Debitur pada asasnya tidak bertiak untuk me-
nuntut agar yang disita dan dijual mefa kursinya saja. jangan temari
es-nya, karena tiasil penjualan keduanya sama besamya dan/atau
cukup menutup hutang-hutangnya.
2. Beberapa Perkecualian
Karena kajau prjnsip seperti itu dilaksanakan secara konsekuen akan me-
nimbulkan ketidakpatutan, maka undang-undang sendiri memberikan per-
kecuaBan-perkecuallan. yaitu adakalanya uridarig-undahg mehentukan
barang-barang tertentu milik debitur tidak boleh disita (Pasal 197 ayat (6)
H.I.R., Pasal 451 Rv.) atau agar kreditur muJai dengan menyita barang-
barang tertentu (Pasal 197 H.I.R.).
Demfkian pula Pasal 496 Rv. menetapkan, bahwa apabila debitur memillki
beberapa persit yang dapat diambil sebagai pelunasan dan salah satu
atau beberapa di arrtaranya dipakai sebagai jaminan hipotik bag! tagihan
kreditur, maka kreditur tidak boieh melaksanakan eksekusi pada benda
Hukum Jemlnant Hak-hak Jamirtan Kebendaan s
tstap yana; lain mflik debitur, sebekim ia meiaksariakari eksekusi pada
pisfsil yang dlbebani hipotik* dan temyata tidak oukup untuk menutup
tagihan kreditur.
Di samping itu, maslh ada ketentuan lain, yaitu Pasal 1200 K.U.HiPerdata,
yang menyatakan, bahwa apabila ada beberapa persil milik debitur yang
dibebant hipotik urrtuk keuntungan kreditur , yang di antaranya ada yang
6
dmuni oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga berhak untuk menuntut agar
persil yang dihuni oleh debitur, yang sama-sama dibebani hipotik untuk
menjamln hutang yang sama, lebih dahulu dieksekusi, asal pihak ketiga
membuktikan, bahwa has!I penjualan persil tersebut cuktip untuk rnenutup
hutang debitur.
Prinslp yang sama kita temul juga pada Pasal 1831 K.U.H.Perdata yang
terkenai dengan sebutah "hak utama untuk menuntut penjualan lebih
dahulu" (barang-barang debitur) atau "voorrecht van eerdere uitwinning".
Katanya:
"Kebendaan tersebut menjadi Jaminan bersama-sama bagf semua;
orang yang mengrtotangkan kepadariya; pendapaftm penjualan
benda-benda Itu dlbag}-*agi menurut ke.se imbangan, yattu menurut
besar kecllnya tagihan masing-mastng, kecuali apablta cfi aritara
para berplutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahuju-
kan",
Kata "kabendaan" di sini harus dihubungkan dengan pasal sebalumnya.
yang berbicara tentang semua milik debitur mellputl, balk benda bergerak
maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada.
Jadlaaaenya: ,
Semua kreditur ~ dalam pemenuhan tagihartnya - mempunyai ke-
dudukan yang sama. Umur atau lahirnya hak tagihan lebih dahulu,
pads asasnyatidakmemberikan suatu kedudukan yang lebih baik
kepada kreditur yang bersangkutan. ,
Selanjutnya, dltentukan:
"mereka berbagl pond's-pond's, menurut perimbangan besamya
tagihan mereka".
2. Perkecualian
KaBroatterakhlr Pasal 1132 K.U.H.Perdata menunjukkan:
- bahwa atas asas persamaan antarkreditur bisa terjadi penyimpang-
ajvpenyirnpangan atas dasar adanya hak-hak yattg dkfahulukan;
- ada kreditur yang kedudukannya sama dengan kreditur yang lain
dan ada yang lebih didahulukan.
Dengan demiktan, kita sekarang tahu, bahwa terhadap asas seperti ter-
sebut di atas ada perkecualiannya. Sebagairriaha nanti akan dibicarakan
Sekarang dapat kita simputkan lebih lanjut. yaitu bahwa Pasal 1132 ber-
sifat mengatur (merupakan ketentuan hukum yang bersifat menambah;
aanvullendrecht) dan karenanya para pihak mempunyai kesempatari
untuk mernbuatjanji-janji yang menyimpang,
Umpama saja:
Pars pihak dapat menentukan, bahwa setetan debitur membayar
sebagiart dari hutangnya, krediturtidak-akanmetetangkah barang-
barang tertentu . Ketentuan yang demikian itu tentu saja meng-
7
D. HAK-HAK JAMINAN
Sudah dikatakan; bahwa atas asas persamaan kedudukan kreditur (Pasal
1132)terdapatperkecualian-perkecualtannya, yaitu:
Dalam hal seorang kreditur mempunyai hak-hak jaminah khusus
(zekerheidsrechten) iaiah hak yang memberikan kepada kreditur
kedudukan yang lebih baik dibanding kreditur lain dalam pelunasan
tagihannya.
•Kedudukan yang lebih balk* dt antara para kreditur yang mempunyai hak
jaminan khusus, tidak sama, bergantung dari macam hak jaminan khusus
yang dipunyai olehnya.
Hak jaminan khusus -- atau kedudukan yang lebih baik - adanya dapat
karena:
diberikan oleh undang-undang (Pasal 1134 K.U.H.Perdata), atau
- diperjanjikan (Pasal 1l5ldan Pasal 1162 K.U.H.Pe*data,: Pasal t
sub 1 jo Pasal 20 sub 1 Undang-Undang Hak Tanggungan dan
Pasal 1 sub 2 jo Pasal 27 Undang-Undang Fidusia, dan Pasal 1820
K.U.H. Perdata). , 8
Kita tahu, bahwa hak-hak jaminan yang diatur dalam Buku li dan hak-hak
yang diatur dalam Buku III K.U.H.Perdata adalah hak-hak kekayaan, hak-
8) Jadi, "hak famlnan khusus" di sini bukan dalam arU tanggungan ajas perikatan
tertentu - urituk membedakan dari tanggungan urhUrn. yarig merupakan
tanggungan atas segala perikatan sessorang - karena borgtocht dapat diberikan
untuk semua hutang-hutang. debitur kepada kreditur - Jadi, tidak haras untuk
perikatan tertentu. DI samping itu, pada jaminan MuiSuS perlkatannya tertentu,
tetapi benda jaminannya ditunluk secara tertentu untuk krectftur tertentu, vide Oey
Hoey Tlong. Fidusia Sebagai Jaminan. Uneur-unsur Perikatan. hal. 14. Ada yang
membedakan antara jaminan yang bersifat material'dan yang immaterial, vide
Rasjfm Wiraatmaja. S.H.. Psngikatan Jaminan Kredit Perbankan, hal. t.
nilai affecsf - namun demBdan hams kita akui, bahwa kreditur yang me-
megang ijazah sebagai jaminan mempunyai kedudukan yang lebih baik
dari pada kreditur biasa - tanpa jaminan khusus seperti itu -- karena ia
mempunyai sarana penekan - secara psikologis -- yang memberikan
kepadanya kemungkinan yang iebih besar untuk mendapat pelunasan
dengan lebih mudah dan lebih dahulu daripada kreditur konkuren yang
lain (di tuar kepailitan), Kedvdukannya mirip dengan kredctuT dengan hak
retensi. Bedanya, kredftur dengan hak retensi haknya untuk menahan
benda debitur diberikan oteh undang-undang, sedang di sifrf dfperjanjikan.
Di samping itu, hak jaminan kebendaan, sesuai dengan sifat-sifat hak ke-
bendaan, ia memberikan wama tertentu yang khas, yaitu:
mempunyai hubungan iangsung dengan/atas benda tertentu milik
debitur,
- dapat dlpertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja (semua
orang),
- mempunyai sifat droit de suite, artinya hak tersebut mengikuti
bendanya d! tangan siapapun berada,
Tebih baik* baik di sini adalah lebih baik daripada kreditur yang tidak
mempunyai hak jaminan (khusus), atau lebih baik dari jaminan umum. 10
Adanya lebih dari seorang debitur, bisa karena ada debftur-serta tang*
gung-menanggung atau karena adanya orang pihak-ketiga yang meng-
ikatkan dirinya sebagai bprg,
Lagi pula masalah hak-hak jaminan baru muncul kalau ada lebih dari
seorang kreditur yang melaksanakan eksekusi. Kalau hartya ada seorang
kreditur saja, maka ia dapat dengan tenang muiaj dengan melaksanakan
eksekusi atas barang yang kesatu, kemudian barang yang kedua, ketiga,
dan selanjutnya sampai piutangnya terlunasi semua atau barang debitor
habis terjual. Lain halnya, kalau ada lebih dari 1 (satu) orang kreditur.
• 10) Dalamfcjll&anini selanjutnya yang dintaksud dengan Hak jaminan adalah hak
jaminan khusus.
14) P. Soholten dalam, Zakenrecnt, hal. 344, maiahan menganggap, bahwa pengatur-
an hak-hak yang didahulukan lebih tepat dalam hukum eksekusi.
15) Star Busman, "Hoofdstukken van net Burgetijke fSechtevorderirvg", hal. 587.
Lebih balk dan lebih didahulukan daripada kreditur yang tidak mempunyai
jaminan khusus, yaitu para kreditur konkuren.
Dalam skema yang pertama, kita telah membagi hak-hak jaminan menjadi
2 (dua) kelompok, yaitu yang diperjanjikan dan yang timbul karena dl-
tentukan oleh undang-undang. Yang timbul karena undang-undang di-
namakan Hak Istimewa (privelege), sedang yang diperjanjikan. kita bagj
lagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu yang mempunyai sifat hak kebendaan
dan yang tidak.
{
privelege
yang beratfat
r hak kebendaan
yang diperjanjikan J
1 yang bukan merupakan
hak kebendaan
Hak jaminan kebendaan, yang berupa hak gadai dan hak hipotik, seperti
yang disebutkan di atas, adalah hak-hak jaminan kebendaan yang dikenal
— dalam, arti diatur -- dalam K.U.H. Perdata. Di luar hak jaminan kebenda*
an yang disebutkan daiam B.W.,-masih terdapat hak jaminan kebendaan
yang lain, seperti Credietverband dan Oogstverband, Hak Tanggungan,
Fidusia dan Sewa Bell. Credietverband daiam Pasal 26 Undang-Undang
Hak Tanggungan dan Oogstverband - sekafipuntidakada pencabutan-
nya secara tegas - sudahtidakberlaku tagl.
1. SewaBeM
Sewa beti juga merupakan lembaga hukum yang fenbul sebagai akibat
kebutuhan praktek.
didahulukan.
3. Hak Retenai
Sebenamya hak tersebut tidak ada kaitannya dengan masalah "didahulu-
kan dalam pemenuhan suatu tagihan". Hak retensi adalah hak yang dl-
berikan kepada kreditur tertentu. urituk menahan benda debitur. sampai
tagihan yang berhubungan dengan benda tersebut dilunast; vide PasaJ
575 ayat (2), Pasal 1576, Pasal 1364 ayat (2). Pasal 1616, Pasal 1729,
dan Pasal 1812 rtUKPerdata.
4. Kreditur Perseroan
Berdasarkan Pasal 32 K.U.H.D. - dan sekarang berdasarkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas - para sarjana
berpendapat, bahwa.menurut undang-undang ada pemisahan antara ke-
kayaan Perseroan dengan kekayaan prive para peseronya . Dengan per-
17
17) TJ. Dorhout Mees. 'Kort Begrip van het Nederlands Handefsreehr. hal. 18S.
18) Kekayaan yang terpisah (berdirt sandtrl) dl Bkri adalah kekayaan atas mana para
Kreditur, berdasarkan kuailtasnya mempunyai hak untuk didahulukan. vide Pttto.
hal. 384.
pen dapat, bahwa daiam suatu CV para pesero komanditer tidak turut
dihKung.
Yang demikian itu berangkat dari pikinvk bahwa dalam. suatu: Perseroan
Komanditer yang diam-diam, yang tampak hanyalah para pesero peng-
urus sebagai para firmant
Seteiah apa yang dikemukakan di atas, masih ada lag] lembaga hukum
yang lain, yang walaupun bukan merupakan hak-hak jaminan, tetapi
mempunyai daya kerja sebagai lembaga jaminan juga, mtsalnya:
& Sandera
Lembaga tersebut diadakan urituk mencegah kemungkihan kecurarigari-
keeurangan dari debitur dalam upayanya untuk menghfndarkan eksekusi
Sfang akan diadakan oleh kreditur. Debitur bisa menyingkirkan habis dulu
t^rig-barangnya atau pura-pura menjualriya kepada orang telri --
umumnya saudars-saudaranya - sehingga pada waktu kreditur akan me-
laksanakan eksekusi, tidak ada lagl barang yang berharga yang tersisa.'
Untuk mengatasi hal tersebut, kreditur dengan syarat-syarat tertentu -
dapat memlnta agar debitur disandera (Pasal 209 H.I.R. dan seianjutnya).
Dengan dlmasukkannya debitur dalam kurungan diharapkan, bahwa ia
akan melunasi hutang-hutangnya dengan barang-barang yang semula di-
sfngkirkan.
22) E.M. Meijers dalam "Algemene leer van hat BurgeHjfcredit", ilHd I, i 948. hal. 39
menyebutken "sarana-sarana pemakaa yang berate!riyaia(vanfotelijkeaard)
seperti sandera dan hak retensi bereama-sam* dengan denda, yang sebagai
norma aecundair, setwHim peletangan, sudah bersifat mengancam kepada
debitur, merupakan sarana eksekusi tidak langsung" (tarjemahan pen.):'J.D.
Veegens dan A.S. Opperchefm dalam "Sonets v,h. Ned.Burg.Reehf. hal. 199, juga
rrtenyebutkan sandera sebagai sarana tidak langsung.
23) S. Gautama 'Periukah Dltildupkan KembaH Lembaga Sandera?" dalam Hukum
dan Keadilan, Nomor 2, Januari-Februari 197a Masalah sandera menjadi
pembicaraan yang hangat lagi sshubimgan dengan pemyataan WakH Ketua M A
yang menyetujui dlterapkannya lembaga sandera untuk pkitang-riutarig
negara, vide Korapas 12-5-1984; Lembaga Sandera Tidak Konsistan dengan
Semangat K.U.H.P., Kompas 25-5-1984.
Sehubungan dengan apa yang dikatakan di atas, kita pertu ingat akan
Pasai 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di mana drterrtukan, bahwa
sistem hukum di negeri kitatidakmangenai adanya "rnati perdata'',
Seperti telah disebutkan di depan, dalam ruang llngkup yang terbatas,
rrtelalui Keputusan Henteri KeUangan Republfk Indonesia Nomor 3367
KMK.01/2000, tertanggat 18 Agustus 2000 dihidupkan kemball.
F. PRIVELEGE
K.U.H.Pefdata menyebutkan ada 3 (tiga) macam hak untuk didahulukan,
yaitu privelege, gadai dan hipotik (Pasal 1333 K.U.H.Perdata; di luar
rtU.H.Perdata ada hak tanggungan dan Fidusia).
Hak untuk didahulukan dalam arti sempit adalah hak. tagihan yang oleh
undang-undang dtgolongkan daiam hak istimewa (privelege) *. 2
24) Veegens-OppenheJm. hal. 200; Vdlmar, hal. 298; v. Oven, hal. 10.
25) Vbllmar pada hat, 229 dengan tepat sekali mengatakan, bahwa lattahrjya lebih
oocok "bervoorrechte inschuktan". Demikian juga pendapatdariv. Oven, hal. 10.
semua hak jaminan yang Jain bersrfat accessplr. Hai itu berarti, bahwa
privelege tidak dapat berdiri sendiri. Akan tefapf, ingat, hak-hak jaminan
accessotr pada tagihan-tegihannya, bukan pada persoon krediturnya,
aekaftpun kadang-kadang jabatan/pekerjaan kreditur turut menentukan
adanya privelege (seperti pemilik rumah pengmapan, dofcter,. InduV
eemang asrama peiajar, vide PasaJ 1138 dan PasaJ 1149 KAJ.H.Perdata),
tetapi sekali perikatantersebutmempunyai sifat hak yang ditstimewakan
(geprivelieerd), maka untuk selanjutnya perikatan tersebut tetap mem-
punyai stfatfdritersebut,sekaflpun la berpiridan ke daiam tarigan orang
yangtidakmempunyai kualrfikasi seperti pemlfik-asal.
Contoh:
Kalau ada cessie tagihan atas name, yang dimfliki seorang pemitik
rumah penginapan (terhadap langganannya) kepada orang lain,
maka orang lain tersebut (kreditur baru) tetap mempunyai tagihan
yang diistimewakan, sekalipun ia (kreditur baru/cessjonaris) bukan
pemilik rumah penginapan: Jadi, sifat didahuiukannya tagihan me-
lekat pada perikatannya . 23
,
Mengapa tagihan-tagihan tertentu oleh undang-undang diberikan ke-
dudukan yang didahulukan? Atau mengapa dltentukan sebagai taglhan
yang mempunyai sifat diistimewakan? Melatui sebuah contoh mungkin
bisa dltemukan jawabannya.
26) Jadi, privelege tidak muncul dengan membuai perianjian tambahan, baca Oey
HoeyTtong, hal, 14.
27) Opicit.hal 198.
28) Pifio, hat. 390.
Rp50:09o.no0,rjt) * ^ - «W»0,uu
B
Tukang batu:
Rp90.000,00 x Rp20.0001000,00 BnW-Mnnr,
Rp 50.090.000,00 " RP^- '* 930 30
Contoh lain:
KetJka mobil A terbakar, B telah menolong memadamkannya
dengan beberapa tabung penyempiot apt miliknya, yang kesemua-
nya bemilai Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluhriburupiah).
Kemudian, tamyata Ajatuh pailit, sebelum mengganti harga tabung
penyemprot ap) miilk.B. Apabila harta benda A dileiang dan jatuh
pada giliran mobil yang dahulu diselamatkan dari kebakaran oleh
B, apakah B harus bersaing dalam mengambil pelunasan atas
tagihannya dengan para kreditur yang lain dap karenanya harus
berbagi pond's'pond's? Bukankah para kreditur tain justru diuntung*
kan oleh tjndakan penyelamatan yang dilakukan oleh B? Apakah
adil; kalau kedudukan B disamakan dengan kreditur lain? Kalau
demikian, ada kemungkinan-orang akan ragu-ragu untuk menye-
lamatkan barang milik orang lain.
30) P. Schoflen. hal. 345: RectHbank Rotterdam pemah menotak suatu tuntutan atas
dasar 'sac-rang kreditur pemegang hipofik pamah memperjanjikan. bahwa katau
debitur pann, maka piutangnya akan dttambah 10% (sepuluh person). tanggal
' 28-04-1316. dalam Veegens-Oppanheim, hal. 200.
31) DterUr oteh Veegens -Oppenheim. hal. 200. Kpts. H.n. 15-06.1917, w. 10139.
Terhadap asas ini memang ada sedikit perkecualian, yaitu seperti apa
yang ditentukan daiam Pasal 1142 K.U.RPerdata, di mana orang yang
menyewakan dapat tetap meiaksanakan hak istimewanya, sekaiipun
benda sudah terlepas dari tangan orang yang menyewa (berada di tangan
pihak ketiga).
32) Dtephuys dan Opzomer menganggap privelege sebagai hak kebendaan; vide P.
Schotten, hal. 531 dan v. Oven, hal. 10; Menurut v. Oven, kesatehan itu bisa
ditelusuri dari sejarahnya dan sampai sekarang masih ada hak istimewa yang
mempunyai ctri hak kebendaan, seperti hak istimewa taglhan sewa atas benda-
benda bergerak yang ada daiam rumah sewa (vide PasaJ 1142 tCUiiPenJata),
33) Veegens-Qppenrielm, hal. 201; P. Schotten, hal. 531; Pftto, hal. 388; VoHmar, hai.
300; v. Oven, hal, 10.
Contohnya:
Kalau' meja, atas mana kreditur mempunyai hak privelege, oleh
debitur ditukarkan dengan kursi, maka kreditur - tukang kayu yang
mempunyai tagihan yang di tstimewakan atas hasil penjualan ekse-
kusi meja yang digarap olehnya, tidak tagi dapat melaksanakan
hak istimewanya atas kursi tersebut.
Dari apa yang disebutkan di atas, bfsa kita sfmpuikan puia, bahwa hak
yang didahulukan (hak preferen), yang berasai dari perjanjian (rrtaksurj-.
nya yang adanya diperjanjikan), kedudukannya lebih unggul daripada
yang diberikan oleh undang-undang. Bukankah hak gadai, hak hipotik,
hak tanggungan dan Fidusia sebagai hak yang didahulukan, adanya di-
perjanjikan oleh para pihak, sedang hak istimewa dltentukan oleh undang-
undang.
Bagaimana kedudukan antara hak gadai dan hak hipotik, mana yang di-
dahulukan?
Untuk itu kita perlu meninjau dulu ketentuan Pasal 1152 ayat (4) K.U.H.
Perdata, yang mengatakan, bahwa hal tidak berkuasanya pemberi-gadai
tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada penerima-gadai, dengan tidak
mengurangi hak si kehilangan atau kecurian barang itu untuk menuntut-
nyakembali.
Dalam doktrin pasal itu ditafslrkan, bahwa kalau terjadi, bahwa yang
menggadalkan adalah bukan pemilik dari benda gadai, maka peristiwa itu
tidak bisa diperaaiahkan kepada penerima-gadai, dan hal itu diartjkan,
bahwa hak pemegang-gadai dilindungl, sekalipun undang-undang juga
mengakui hak revindikasi dari pemiliknya (yaitu orang yang kehilangan
atau kecurian). Bagaimana caranya?
Dengan mendasarkan kepada Pasal 1977 ayat (2) jo Pasal 582 K.U.H.
Perdata, pemilik bisa menuntut penyerahan kembali benda gadai, tetapi
uang yang telah diserahkan kepada pemberi-gadai harus diganti. Kalau
pemilik benda gadai saja ~ yang adalah pemilik yang sebenarnya - harus
menghormati hak pemegang-gadai, apatagi penerima Fidusia, yang
hanya menjadi pemilik secara kepercayaan saja.
Akan tetapi, dalam doktrin pelaksanaan Pasal 1152 ayat (4) K.U.H.
Perdata dlkaitkan dengan syarat rtikad baik dari penerima-gadai. Pada
Fidusia yang sudah didaftarkan, penerima-gadai tidak bisa lagi mendasar-
kan pada itikad baik . Kalau demikian, mestinya hak penerima-Fidusia
38
3 Tagihan Publlk
Pasal 1137 K.U.H.Perdata
Hak tagih negara dan badan-badan hukum pubiik/umurn mempunyai
kedudukan yang didahulukan.
Sekadar contoh, di dalam Pasal 19 ayat (2) Ordonansi Pajak Peralihan
1944 dikatakan, bahwa Kas Negara atas piutang pajak mempunyai hak
untuk didahulukan atas barang-barang bergerak maupun barang-barang
tidak bergerak si wajfb pajak. Pasal 19 ayat (3) mengatakan, bahwa hak
untuk didahulukan, yang diberikan dalam ayat di atas, beriaku terhadap
semua tagihan yang lain, kecuali atas tagihan-tagihan yang didahulukan
dalam Pasal 1139 Nomor 1, Nomor 4 dan Pasal 1149 K.U.H.Perdata,
Pasal 80 dan Pasal 81 K.U.H.D., gadai, oogstverband dan hipotik yang di-
letakkan aebelum permulaan tahun atas mana pajak terhutang. Ketentuan
tersebut tidak beriaku lagi sehubungan dengan perubanan perundang-
40) Keputusan Hgh tartggai 09-07-1925 dalam T.126:27; demikian puia Hgh tanggal
30-05-1929 daiam T.131:363, dalam mana dipertimbangkan.- an appellant aan
zijnrachtvan hypotheek noolt meer heeft kunnen ontlenen dan sen recht van
verhaal op wat overbleeft na aftrek der hoger gerangsohlH© vordartngen,
waarender, nu het vervallen van den voorrang der belasfingschuld door het Ujdtg
gekffg makan van het voorrecht Is voorkomen, de onderwerpelijke oorlogwinst-
belastjngvordertngen behooren*.
Contoh:
A jatuh pailit dan barangnya setetah disita, dijual di depan umum.
Barang yang dilelang terdlri dari T.V. dan tape recorder, yang
masing-masing di dalam penjualan laku Rp 200.000.00 {dua ratus
ribu rupiah) dan Rp 300.000,00 (tjga ratus ribu rupiah).
Kreditur dari A terdirl dari B, yang menghutangkan uang kepada A
selama 3 (tiga) bulan, jumlah taglhan terinaiUk bunganya adalah
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
C, reparatur yang telah memperbaiki T.V. mempunyai tagihan
reparasi Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah).
D, pemilik kendaraan yang mengangkut TV. dari tempat reparasi ke
rumah A, mempunyai tagihan ongkos angkut sebesar Rp 2.000,00
(duariburupiah).
E, dokter yang merawat A selama sakit yang terakhir mempunyai
tagihan rekening sebesar Rp 10.000,00 (sepuluhriburupiah).
Daiam kasus ini, C, D, dan E adalah pemegang piutang yang di-
dahulukan .41
5. Priveiege .Khusus
Pemegang privelege khusus - dan karenanya la adalah kreditur preferen
-- mempunyai hak tagihan yang didahulukan -- taglhan yang preferen --
atas hasil eksekusi benda tertentu milik debitur.
Menurut R. Subekti biaya itu meliputJ semua biaya yang telah df-
43
44) Uhat PasaJ 1140 dalam terjemahan K.UJH.Pardata oleh Mr. R. Subekti - R.
TJitrosudibio.
45) Pitta. Zakenrecht. rial. 404. Hak Sita seperti itu ~ pandbeslag - diaturdaiam Pasal
751 Rv dan setanjutnya. Star Busman pada halaman 526 mengatakan mengenai
pandbeslag sebagai'.... yang dapat dilaksanakan segera dengan Idn Ketua, atau
tanpa Idnnya. kalau telah lewat 1 (satu) hari, setelah kreditur menyerahkan
perintah pembayaran kepada debitur; terjemahan pen. ( met verlof van de
president dadeHjk, of daarzonder wanneer ean dag Is vertopen nadat de
schuldelser een batalinsbevet aan de schutdanaar heeft doen betekenen).
46) Steln,tial.101.
47) v. Oven, pada hal. 22, mengatakan, bahwa" periindungan kepada orang yang
menyewakan didasarkan atas asas yang sama dengan yang diberikan kepada
mereka yang menerima benda bergerak ke dalam pemlHkannya atau dalam gadai
dari orang yang bukan pemilik. Juga, dalam perlstiwa-peristiwa yang disebutkan
terlahir periindungan bergantung dari Itikad balk' (terjemahan pen;).
50) P. Schotten, menganggap cfri tersebut menunjukkan dri hak kebendaan. Katanya:
bagalmana orang bisa mempunyai hak yang didahulukan terhadap kredttur-
Jvedttur lain dalam boedel yang insolvent atas barang-barang, yang tidak
termasuk boedel tersebut kalau haknya bukan hak kebendaan; vide rial. 360-361.
Star Busman pada hai. 526 mengatakan tentang "De artt. 1185 sub 2 dan Pasal
1186 - Pasal 1189 S.W. (Pasal 1139 sub 2 dan Pasal 1140 - Pasal 1143 B.W.
' Indonesia) geven de verhuurdar of pachter van onroerend goed op dein art 1186
(Pasal 1140 B.W. Indonesia) genoemde vorderlnoen tegen de huurder of pachter
sen zakelljk door voorrang versterkt verhaalsrecht, (Pasal 1139 sub (2) dan
Pasal 1140 - Pasal 1143 B.W. memberikan kepada orang yang menyewakan dan
varpachter benda tetap, hak tagih yang bersiiat kebendaan yang dJperkuat, atas
benda-benda yang disebutkan dalam PasaJ 1140, dalam pelaksanaan haknya
berdasarkan Pasal 1T39 sub 2, terhadap penyewa atau pachtsr; terjemahan pan ).
51) H.R. tanggal 7 April 1938, N.J. 193B: 503, sebagai dlsitlr oleh Pftlo. hal. 399.
Menurut v. Oven, pada umumnya dlterima, bahwa Pasal 1140 dibatasi dengan
syarat Itikad balk; vide hal. 22.
52) P.Scholten menganggap bahwa asas Itikad balk yang melandasl Pasal 1977 dan
peraturan pelaksanaannya, betlaku atas Pasai 1140; vide Pasal 361. Demikian
juga Stain, hal: 101. Berfainan adalah pendapat Meijers, yang dengan men-
dasarkan kepada ssjarah mengatakan, bahwa memang pernbuat uhdang-undang
tidak bermaksud untuk mernbatasl hanya untuk orang yang menyewakan yang
IHkadnya balk saja; vide Het voorrecht van de verfiuurder ten sanzien van zaken,
die niet aan de huurder toebehoren. dimuat dalam veaametde Prtvaatreehtelijka
OpsteDen, hal. 52.
53) Pltlo, haUoo; demikian puta vcflmar; Di Negeri Belanda dl betakang PasaJ 1140
ayat (1) K.U.H.Perdata (Pasal 1186 ayat ft) 8.W. Belanda) ditambahkan ayat (2)
yangberbunyl:
Kalau penyewa atau pachter menguasai benda-benda atas dasar sewa-beli,
orang yang mepenyewakan dan verpachter tidak bisa melaksanakan hak
istimewanya atas benda-benda Itu, atau sewa-beli Itu mengenai porkakaa, atau
kalau dibuktikan. bahwa orang yang menyewakan alau verpachter mengetahui
mengenai sewa beli itu.
54) Rechtbank Amsterdam. 11 Mel 1943, sebagai dlsitfr oleh PiBo. hal. 400.
2. Sita Revindicatoir
Maksud periindungan tersebut dl atas adalah untuk mencegah
kecurangan dan persekongkolan antara penyewa dan pihak-
ketiga.
Di dalam Pasal 1142 kepada orang yang menyewakan diberi-
kan hak untuk melakukan sita revindicatoir, kalau. penyewa
menyingkirkan benda-benda atas mana ia mempunyai prive-
lege . Hak yang diberikan kepada orang yang menyewakan
57
3, Sewa Ulang
Pasal 1140 ayat (2) K.U.H.Perdata
Di sini diatur masalah, kalau penyewa menyewakan kembali
sebagian dari rumah yang disewanya kepada pihak-ketiga
yang biasa disebut penyewa kedua. Bagaimana privelege
orang yang menyewakan terhadap barang-barang penyewa
kedua yang berada di dalam rumah yang disewa?.
Priveiege orang yang menyewakan dibatasl, yaitu hanya
sampai sejumlah, yang oleh penyewa kedua terhutang ke-
pada penyewa pertama, tetapi priveiege tetap beriaku ter-
hadap barang-barang penyewa kedua, walaupun orang yang
menyewakan (pemilik) tahu, bahwa barang-barang yang oleh
penyewa kedua ditaruh di rumahnya bukan milik penyewa
pertama.
4. Resume
- Hak privelege orang yang menyewakan mellputi barang-
barang pihak-ketiga yang ada di dalam rumen yang di-
sewakan oiehnya.
Menurut H.R. daiam Pasal 1140 tidak disyaratkan itikad
baik, sehingga hak privelege orang yang menyewakan
beriaku terhadap barang-barang yang ada di dalam rumah
yang disewakannya, tidak perduO apakah orang yang me-
nyewakan tahu atau tidak, bahwa barang-barang lersebul
bukan milik si penyewa.
- Menurut para sarjana, seharusnya dianut asas yang sama
seperti yang ada Pasal 1977 ayat (1) dan Pasal 1152 ayat
(4), yaitu orang yang menyewakan baru bisa melaksanakan
58) Hot 's hertoganbosch. 9 November 1916, W.10103 sebagai disiGr olah
Vaagens-Oppanheim, 207.
67) Pitlo. hal. 405, Menurut v.Oven, pandbeslag berasal dari hukum Germaan, yang
memberikan kepada kreditur kewenangan untuk mengambil harta tertentu milik
debitur dan dengan cara demikian memberikan kepada cHrtnya suatu jaminan
gadai: vide hal. 30.
c. Privelege Penjual
/. Pasal 1139 sub 3 Jo Pasal 1144 K.U.H.Perdata
Penjual barang-barang bergerak yang belum dilunasi, mem-
punyai hak preferent atas hasil penjualan (dalam eksekusi)
barang yang berasal dari padanya (penjual) - selama barang
tersebut masih menjadi milik si pembeli - untuk sejumlah
hang's pembelian (ditinjau dari penjual* harga penjualan)
barang tersebut.
Apa dasamya sehingga seorang penjual diberikan hak
istimewa?
Jual-beli merupakan perjanjian timbal-balik, di mana kedua
prestasi berkaitan erat sekali yang satu terhadap sama lain,
sehingga pembuat undang-undang merasa periu untuk mem-
bantu pihak yang 1 (satu), kalau pihak yang lain wanprestasi.
Penjual menyerahkan barangnya, karena ia msngharapkan
uang dari pembeli dan sebaliknya . 68
66) P. Schotten, hal. 367; Pitta, hal. 406; Asser-Mijnssen-veJten. hal 35.
69) Bahkan terbatas hanya sampai "harga yang belum dibayar saja", sehingga tidak
beriaku bagi taglhan lain dari penjual terhadap pembeli, aekaiipun berkaitan erat
dengan jual-bell itu, seperti hak untuk menuntut penggantian kerugian. bunga dan
ongkos; baca Asser-MljnssBn-VeltBn. hal. 35.
75) Locdt.
76) P. Scholten. hal. 373.
pendapat sebaliknya
86) P. SchoKan, hal. 375; Vdfmar, hal. 326;. PWa, hal.414. Juga v.Oven berperKiapat
seperti itu, dengan dasar pemlklran, bahwa yang demikian itu adalah sesuai
dengan maksud pembuat undang-undang berdasarkan memori' pehjetasein, yang
hendak menghubungkan dengan hak retensi dari buruh (Pasal 1652 atau Pasai
1616 B.W. Indonesia), yang hanya tertuju kepada benda bergerak saja.
87) Rsehtbank Amsterdam, 0 November 1915 sebagai disitir oleh Veegens-
Oppenheim, hal. 215.
88) H.R. 3 April 1925, sebagai disitir oleh P. Schotten. hal. 376.
g. Upah Angkutan
Pasal 1139 sub 7 K.U.H.Perdata
Ongkos pengangkutan dan tambahan ongkos, diistimewakan dan
didahulukan alas hasil penjualan barang-barang yang dufu pemah
diangkut dan belum ditunasi ongkosnya (Pasal 1139 sub 7 jo Pasal
1147 ayat (7) KUHvPerdata).
Ketentuan in) tidak beriaku bagi pengangkutan laut, karena sudah
ada pengaturannya sendiri (Pasal 317, Pasal 493, dan selanjutnya
K.U.H.D), tetapi beriaku bagi pengangkutan perairan daiam negeri
dan pengangkutan jalan raya.
Untuk pengangkutan kereta api beriaku ketentuan khusus . juga
93
92) Pltlo.hal.417.
93) H.R. 12-12-1908. W.878S, sebagai disitir oleh Pltio. hal. 418 dan v. Oven, hal. 51.
94) Veegens-Oppenheim, hal. 217.
6. Privelege Umum
Yang dlmaksud dengan privelege umum adalah hak taglhan yang di-
istimewakan dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan dalam
suatu eksekusi atas seluruh benda-benda debitur.
Hak privelege khusus mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari hak
privelege umum (Pasai 1138 K.U.H.Perdata), sedang gadai, hipotik, hak
tanggungan dan Fidusia pada asasnya ada dtatas priveiege, balk umum
maupun khusus (Pasal 1134 ayat (2) K.U.H.Perdata)<
95) Pitto.hal.41B.
96) Op.dt,hal.419.
Sama seperti pada privelege khusus, biaya di sini dikeluarkan demi ke-
untungan semua kreditur, karenanya layak kalau dlpikul oleh semuanya.
Perwujudan dari "dipikul para kreditur bersama-sama' adalah dibayar
lebih dahulu dari para kreditur yang lain. Tetapi biaya tersebut tidak me-
iiputj persiapan-persiapan penyelesaian suatu warisan, karena biaya ter-
sebut tidak dikeluarkan demi kepentingan seluruh kreditur.
Mlsalnya:
Ongkos-ongkos untuk penerimaan suatu warisan secara beheficiair-
tldak bisa dikenakan kepada seluruh kreditur. Ongkos-ongkos ter-
sebut dikeluarkan: untuk ahli waris atau para ahli wari tertentu.
Biaya sita/bestag eksekutorial dan biaya permohonan kepailitan
menurut PWo masuk dalam biaya yang diistimewakan ex PasaJ
97
97) Lo&cft.
98) HaJaman220.
99) v. Oven, hal. 54.
b. Biaya Penguburan
Pasal 1149 Sub 2 K.U.H.Perdata
Maksud peraturan ini adalah agar orang yang mati dengan menlnggalkan
warisan yang penuh dengan hutang-hutangpun dlharapkan masih bisa
mendapatkan penguburan yang layak. Kreditur taglhan biaya penguburan
tidak usah khawatfr. kalau ia melihat keadaan warisan pewaris, karena
piutangnya diberikan kedudukan yang didahulukan. Periu dikigat, bahwa
tidak setiap orang kreditur menuntut jaminan gadai, hipotik, hak tanggung-
an atau Fidusia untuk piutangnya, bahkan kebanyakan hutang-hutang
perdagangan tidak mengandung jaminan khusus. Dalam hai para kreditur
yang lain adalah kreditur konkuren, maka pemegang privelege umum
mempunyai kedudukan yang cukup baik.
Mateudnya adalah agar orang yang akan merawatnya tidak ragu-ragu ter-
hadap kemungkinan dilunasinya tagihan pengobatannya dan dengan itu
diharapkan agar si sakit bisa mendapat perawatan yang aebaik-baiknya.
Akibatnya adalah muncul suatu kejanggalan, yaitu perawatan yang tidak
berhasil menyembuhkan si sakit manghasifkan tagihan yang diistjmewa*
kan, sedangkan biaya perawatan yang berhasii membawa kesembuhan si
pasien maJah hanya menimbulkan tagihan konkuren. Bukankah Vang di-
namakan pengobatan yang terakhir adalah pengobatan terhadap penyakit
yang mengakibatkan meninggalnya orang yang bersangkutan. Untuk
biaya pengobatan sebelum itu, beriaku ketentuan yang biasa, artinya,
tagihan-tagihan untuk itu merupakan tagihan konkuren.
Contoh:
Seorang dokter menagih ongkos perawatan selama 6 (enam)
tahun, untuk pasienhya yang meninggal karena sakit kencirig
manis- Curator kepailitan warisan menolak memberikan preferensi
atas tagihan tersebut H.R. membenarkan taglhan dokter itu . 100
100) H.R 21 Fabfuari 1941, sebagai disitir oleh Pitta, hal. 420 dan v. Oven. hal. 55.
e. Penyerahan BabanMakanan
Hal ini mempunyai kaltan dengan Pasai 335, Pasal 409, dan Pasal 414
K.U.H.Perdata, tentang perwalian dan Pasal 452 ayat (3) K.U.H. Perdata
tentang pengampuan, di mana ditetapkan, bahwa para wali atau peng-
ampu mungkin diwajibkan untuk memberikan jaminan hipotik, gadai atau
jaminan lain atas kepengurusan mereka. Tagihan-tagihan anak atau si
terampu tersebut dj atas terhadap wali/curatornya - sepanjang tagihan
tersebut tidak cukup diambil dari jaminan-jaminan khusus yang telah di-
berikan - diistimewakan;maksudnya tagihan terhadap wall dan curator di
luar yang dijamin dengan jaminan-jaminan khusus.
7. Contoh Masalah
Untuk memberikan gambaran mengenai pelaksanaan hak-hak istimewa di
dalam suatu eksekusi atas keseluruhan harta debitur, dapat diberikan
contoh sebagai berikut:
A, seorang pengusaha, jatuh pailit dengan meninggalkah hutang-
hutang sebagai berikut
B, mempunyai tagihan atas dasar pengambiian
barang-barang dagangan (secara kredit)
sebesar , Rp 12.000.000,00
- C, mempunyai tagihan arisan terhadap A
sebesar Rp 4.000.000,00
101) Vokjans ant 52 F wordenzlj (de Kopsn van gerechttelijke uHwrimtng) afgaroomd
v.d. opbrengst van Ilk goed en gaan ook fij derhalve bbven pantf en hypotheek,
PMo, hal. 419.
Pasal 197 ayat (1) H.I.R. mengharaskan penyitaan mulai dengan barang-
barang bergerak dulu.
Pasal 197 ayat {8) H.I.R. menentukan, penyitaan tidak boleh meliputi
hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh berguna bagi yang disita
untuk menjalankan mata pencahariannya.
Pasal 200 ayat (7) H.I.R. menetapkan, eksekusi harus ditakukan menurut
urut-urutan yang dltentukan.
Pasal 451, Pasal 452, Pasal 749 Rv. menetapkan dengan terpertnci apa
saja yangtidakboieh disita.
Pasal 496 Rv. menetapkan, bahwa kreditur tidak boleh mulai melaksana-
kan eksekusi dengan barang-barang tetap yang tidak dihipoflkkan ke-
padanya lebih dulu. Sehubungan dengan telah diundangkannya Undang-
Undang Hak Tanggungan dan hak tanggungan merupakan penggantj
lembaga jaminan hipotik untuk persil (tanah dan segala sesuatu yang ber-
Hukum Jwnlnan, Hak-hak Jaminan ICsbtnckum
Hukum Jaminan
Kreditur harus mulai dengan eksekusi persil yang memjkul beban hipotik/
haktanggugan let* oahuai, Isaru kalau tidak mencukupi untuk melunasi
taghannya,ia boteh menjual barang tetap yang lain.
Canton:
Debitur punya 2 (dua) persil. yaitu X dan Y. Persil X dijaminkan
dengan hak tanggungan pada B. Seorang tukang A, mempunyai
tagihan atas garapan yang telah dtkerjakan pada bangunan di atas
persa X tersebut.
Seandainya 8 mulai dengan eksekusinya pada Y, maka kemung-
kinan bagi A untuk mendapatkan pelunasan atas piutangnya ber-
dasarkan hak Istimewa atas persil X lebih besar daripada kalau B
mulai dengan eksekusi pada persil X, sebab atas hasil penjual-
an persa Y, si A hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren.
Iftasalahnya:
Kafau pemegang hipotik menjual persil tanggungannya atas dasar
Pasal 1178 ayat (2) K.U.H.Perdata, apakah di sini ada penjualan
sukarela atau terpaksa? Kepastian ini penting berhubung dengan
adanya Pasal 1210 ayat (1) K.U.H.Perdata.
Kalau kita ikuti pendapat Teori Mandaat, maka pemegang hipotik menjual
berdasarkan kuasa dari pemsik/pemberi hipotik. 01 sini pemegang-hipotik
hanya merupakan lasthebber (penerima perintah) dari pemtHk/pemberl-
A, TINJAUAN UMUM
Ketentuan-ketentuan tentang gadai di dalam K.U.H.Perdata, dengan
sedikit perubanan antara lain melaiui S.1875 - 258.S.1917-497, S.1938-
276, merupakan ketentuan yang sudah berumur lebih dari 100 (seratus)
tahun. Kemajuan-kemajuen dalam masyarakat telah menimbulkan ke-
butuhan-kebutuhan baru, yang semuta belumterpikirkanoleh pembentuk
undang-undang. Maiahan, ada "ketentuan-ketentuan umum yang semula
memang dlmaksudkan untuk beriaku terhadap semua macam penjamlnan
gadai, tetapi dalam pelaksanaannya menghadapi kesulrtan, karena pada
waktu pembuat undang-undang menGiptakan ketentuan tentang gadai
ada kalanyaia hanya teringat kepada gadai benda berwujud saja . Dan
103
sebagai upaya agar ketentuan yang ada biaa dilaksanakan eeeuaJ dengan
keadaan nyata yang ada dan untuk memenuhi tumutan .l<eMituhan yang
baru tersebut, kita sering kali harus memberikan penatsiran baru kepada
ketentuan yang ada.
Apalagt sutH bagi kita untuk menllai keadaan kekayaan seseorang dan
karenanya sullt untuk menllai berapa besar kemungkinan akan kembali-
nya piutang seseorang. Kalaupun suatu ketika tampaknya keadaan ke-
uangan seseorang balk, belum menjadi jaminan, bahwananti, pada saat
jatuh tempo untuk mengembalikan pinjaman, keadaan keuangannya
masih tetap sebaik seperti perkiraan kita semula. Dengan perkataan lain,
sullt bagi kita untuk mengukur kelayakan kredit seseorang (crediet-
waardlgheid).
B. PERUMUSAN GADAI
IJndartg-undang dalam Pasal 1150 memberikan perumusan Gadai
sebagai berikut;
Gadai adalah suatu hak yang diperoieh seorang berpiutang atas
suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang
berhutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan
kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil peiunasan dari
barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang
lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut
dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, se-
tetah barang itu digadatkan, biaya-biaya mana harus didahulu-
kan .
104
104) Perumusan gadai yang diberikan oleh para sarjana pada umumnya kumng lebih
sama; vide PWo, hal. 423. Veegens-Oppanheim, ha). 222; Vollmar, hal. 335.
Periu dibedakan antara pihak ketiga yang memberikan gadai atas nama
debitur (Pasal 1150) - daiam hal demikian pemberi-gadaihya tetap debitur
sendiri -- dan dalam hal pihak-ketiga memberikan Jaminan gadai atas
namanya sendiri, dalam hai mana ada pihak-ketiga pemberi-gadai (Pasai
1154, Pasal 1156 KU.H.Perdata).
105) Hal Itu berarti. bahwa pemberifladal tktak kehRangari kewenarigattfiya untuk
menjual benda gadai dan maiahan adanya benda gadai dl tangan kreditur edak
menjadi halangan untuk penyerahannya (levering) agar benda gadai berpindah
pemilik, vide pertfmbangan Kpts, H.R. 1 Novernber 1929. NJ. 1929, 1745
sebagaimaradimuat dalam Hoetink, hal. 95, di mana dikatakan, bah wait'
sita 1 ami nan (consarvatoir beslag) yang diletakkan terhadap barang yang ada
pada pemegang-gadai atas kerugian van Schock tidak mengurangi pengalihan
(dtoperkannya) saham-safiam, aekalipun pengaShan itu - seperti yang juga
dlperbatikan oleh Hof - tidak mengurangi hak-hak penylta' (tefjemahan pen:).
106) P. Schotten, hal. 393; v.Oven. hal. 65: Peraturan Rumah Gadai ada dalam S. 1903
- 402 jb S. 1928 - 64 jo S. 1928 - 28; juga v.d.Poll dalam 'Hak-fiak Jaininan,
-
dalam Compendium Hukum Belanda. hai. 86; menurut Moor Azfe Said dalam
•Qadai di kotamadya Surabaya*' hal. 10, anggaran dasar Pegadaian <#ator>dalara
S. 1928-B1.
Pasal 1168, Pasal 1152 bis, dan Pasal 1153 K.U.H.Perdata dibicarakan
tentang menggadaJkan suatu tagihan.
107) Dari perumusan Pasal 499 K.U.H.Perdata orang menyimpulkan, bahwa K.U.H.
Perdatei membedakan "benda" dari "barang", dan 'barang* adalah sebagian dari
•benda", yaitu yang berwujud saia.
Akan tetapi, pembuat undang-undang sendiri rupenya tidak bermaksud demikian
dan karenanya pada pasal-pasat berikutnya ia tidak konsekuen,
108) Veegena-Oppenheim. hal. 222, menganjurkan agar diadakan peraturan terpisah
mengenai gadai atas hak-hak tagihan; Pltk). hal. 42S.
Contoh:
- seorang debitur rnenggadaikan barang dengan menarurinya di
dalam sebuah gudang, yahg kuncinya dipegang oteh kreditur. Akan
tetapi, ternyata di samping kreditur, debitur pemberi-gadai pun
111) Hot Amsterdam 3 Fabruari 1926, W,11487, sebagalmana cflsfUr oleh Vollmar, hal.
3411 dart smi Kita bisa slmpulkan, bahwa gadai dengan penyerahan secara
constitutum posseesorium tidak mungkin.
112) HgH.1SJulM929.dalamT.132:161.
Sari kedua contoh di atas kita juga dapat menyimpulkan, bahwa yang
disebut penyerahan nyata tidak periu harus merupakan penyerahan dari
tangan ketangan; yang penttng benda jaminan ke luar dari kekuasaan
pemberi jaminan. Traditip brevi manu tidak menjadi halangan, asal barang
gadai sebalumnya sudah ada dalam tangan pemegang gadai atas dasar
hubungan hukum yang lain.
gadai sebagai hak kebendaan, sehingga adanya gadai yang kedua pada
asasnya tidak mslemahkan kedudukan pemegang-gadai yang pertama.
117] Kleyn, "iktisar Hukum Belanda" dalam Compendium Hukum Belanda, hal. 45.
118) Vollmar, hal. 343.
Namun, kita periu waspada, bahwa pada prinsipnya kita tidak mengenal
gadai atas benda penggantian, seperti kalau misalnya benda-gadai hilang
atau dicuri dan pemberi-gadai mendapat ganti rugi dari perusahaan asu-
ransi atau pihak-ketiga yang lain (misalnya atas dasar tuntutan bnrecht-
matige daad). Dalam gadai surat-surat berharga ada perkecualian, di
mana pada umumnya kreditur memperjanjtkan untuk dapat mengembali-
kan benda gadai yang sejenis dengan nomor seri yang lain. Masalah ini
akan dibicarakan lebih lanjut di belakang" . •
9
119) v.d. Poll, "Hak-hak Jaminan' dalam Compendium Hukum Belanda. hal. 80.
G. GADAI DIPERJANJIKAN
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, gadai terjadi dengan memper-
janjikannya. Lain halnya dengan hak istimewa (privelege) yang adanya
otomatis, dltentukan oieh undang-undang. Hal itu berarti, bahwa perse-
tujuan pemberian gadai ~ agar sah - harus memenuhi syarat-syarat sah-
nye suatu perjanjian (Pasal t320 K.U.H.Perdata).
120) MA. 26-11-1975 No. 883 K/Sip/1974, dtrfiuat dalam R.Y.M.A.RJ. II Hukum Perdata
dan Acara Perdata. hal. 48.
Sekallpun dalam Pasal 1152 ayat (4) tidak ada syarat, bahwa penerima-
gadai harus beritikad baik - artinya tidak tahu, bahwa pemberi-gadai
adaiah orang yang tidak wenang atas benda tersebut, -- tetapi pada
umumnya diterima adanya syarat yang demikian itu . 122
Pasal 1152 ayat (4) memang melindungi juga pemilik yang kecurian atau'
kehilangan. Kepadanya diberikan hak untuk meminta kembali barang ter-
sebut dart pemegang gadai (revindikasi). Ini sesuai dengan asas' Pasal
1977 ayat (2). Apakah pemegang gadai boleh menuntut pengembalian --
iebih tepat penggantian ~ uang yang la telah pinjamkan kepada debitur-
nya kepada pemilik yang menuntut revindikasi? Kalau pemegang-gadai
tidak beritikad baik (te kwader trouw) sudah 'tentu tidak; tetapi kalau ia te
goeder trouw? '
J. GADAI ULANG
Telah dikatakan di depan, bahwa masalah, apakah kreditur pemegang-
gadai diperkenankan untuk menggadaikan lagi benda jaminan yang di-
an dan endorsement.
Kalau kita terima yang kedua. berarti ada hak gadai atas hak (tagih).
Schotten berpendapat, bahwa di sini ada gadai atas surat tagihan, jadi
gadai atas barang berwujud. Hak tagih yang dlmaterialisir dalam surat
taglhan tersebut juga dlperoleh si pemegang-gadai, namun tidak karena
ia digadaikan ~ yang digadaikan suratnya - tetapi karena terhadap pihak-
ketiga, perhegang gadai -• yang tampak sebagai bezitter - melegitimir
dirinya sebagai yang berhak . 126
dengan dibuatnya akta cessie saja sudah seiesal, maka dalam hal gadai,
gadai itu baru teriaksana sesudah diberitahukan kepada debitur, tetapi
tanpa diharuskan adanya cessie. Dalam Pasal 1153 K.U.H.Perdata tidak
disyaratkan — seperti pada cessie - adanya pemberitahuan melaiui
eksploit juru sita, maiahan tidak disyaratkan suatu bentuk tertentu. Pem-
beritahuan oleh kreditur-pemberi-gadai, kepada debitumya, bahwa tagih-
annya terhadap dia digadaikan kepada pihak-ketiga, oleh H.R. diartggap
sama dengan "melepaskan benda jaminan dari kekuasaan debitur".
Dalam pertimbangannya oleh H.R. 'dikatakan:
130
bahwa menurut Pasal 1150 B.W. adalah suatu syarat bagi setiap
pemberian gadai, bahwa benda yang digadaikan harus dikeluarkan
dari kekuasaan pemberi-gadai dan diserahkan kepada pemegang-
gadai;
bahwa seperti pada barang-barang bergerak bertubuh hak gadai
diletakkan dengan jalan melepaskan kekuasaan pemberi gadai
atas barang gadai dan menyerahkannya kepada pemegang-gadai
129) Di dalam praktek perbankan, pihak Bank selalu memperjanjikan cessie surat
tagihan atas nama. Vide Pasal IX sub 1 Perjanjian Membuka Kredit B.N.I. 46.
130) H.R. 27-02-1914 dimuat daiam Hoetink. hal. 149.
Qadai
secara pribadi atau kepada seorang pihak-ketiga, yang dlsepakati
para pihak, demikian puia meletakkan gadai atas tagihan-tagihan
dilakukan dengan pemberrtahuan kepada debitur
- bahwa dengan pemberitahuan tersebut hubungan antara debitur
dengan kreditur-pemberi-gadai untuk sementara merijadf terputus,
dengan akibat, bahwa yang disebut terakhir, sekalipun tetap mem-
pertahankan hak miliknya atas tagihan yeng dibebani gadai dan
tetap wenang mengambil tindakan-tindakan pemilikan atas tagihan
yang dibebani, telah melepaskan hak-haknya yang muncul dari
tagihan tersebut terhadap debitur (terjemahan oleh pen.).
133) Wirjono Prajodlkoro. Huhum Perdata tentang Hak-hak atas Benda, hal. 188.
134) wt PoU. ha). 82.
135) WJrkxio Projodlkoro, hal. 188.
138) Rtto, hal. 437.
Kaiau perjanjian gadai surat berharga ditutup hanya untuk 1 (satu) bulan
saja, maka disebut prolongasi; jaminan paling sedikit harus mempunyai
kelebihan nitai 10% (sepuluh persen).
Yang demikian itu otomatjs membawa kita kepada problem (tec-retis) yang
menuntut suatu jawaban, yaitu apakah kreditur menjadi pemilik dari surat
berharga yang dijaminkan oleh debitur-pemberi-gadai kepadanya? Bukan-
kah surat berharga merupakan "benda tertentu" dan karenanya yang di-
jaminkan juga surat berharga "tertentu" (dengan ciri-ciri, termasuk antara
lain nomor sen tertentu)? Kalau ia boleh menjaminkan ulang dan nantinya
Yang lebih sering lagi terjadi adaiah, bahwa Bank selaku kreditur mem-
perjanjikan sekaligus cessie hak tagihan dan kuasa untuk memberitahu-
kan kepada debitur yang tagihannya dijaminkan. Mengenai hak ini akan
dibiearakan lebih lanjutpada bagian Cessie sebagai Jaminan.
140) H.R. 25-02-1898 sebagai disitir oteh Kteyn, hal. 46; Stein Juga mertgar^urkan agar
cfipsrj&njikan kuasa muttak untuk menagih debrtumya debitur, vide Zekerhetds-
rechten, hal, 121.
141) Weyn. haJ. 46.
142) Stein, hal.
serta memberikan surat kuasa kepada pihak Bank untuk mengembi) gaji
dan pensiun si penerima kredit. Surat kuasa tersebut drtandatangani puia
oleh bendahara kantor pemohon kredit, yang dimaksudkan sebagai pem-
beritahuan. Sekalipun surat kuasa untuk menerima gaji dan pensiun ter-
sebut dibuat sebagai kuasa mutJak, tetapi jaminan semacam itu keduduk-
annya sangat. lemah. karena gaji dan pensiun sangat bersifat pribadi,
sehingga kematian yang bersangkutan akan berarti berakhirrrya gaji dan
pensiun tersebut
143) B.P.O. Sulawesi Selatan memberikan kredit dengan jaminan surat gaji dan B.R.I.
Ujung Pandang memberikan kredit dengan iaminan surat pensiun. vide Leiy
Niwan, "Pengaturan Hukum tentang Bentuk-bentuk Jaminan Kebendaan Lainnya*.
dalam Seminar Hukum Jaminan tanggal 5 sampai dengan tanggal II Oktobw
1976. B.P.N, hal. 149.
144) M.A. tanggal 26-11-1976 No. B83K/Sip/1974. dimuat dalam R.Y.MAR.I. bagian II,
hal. 48.
1461 M.A. 7-10-1972 No. 401 WSfp/1972; MA 10-02-1976 No. 282 K/Sip/1975; M.A.
16-09-1975 No. 1148 K/Slp/ig72. dimuat daiam R.Y.MAR.I. bagian II. hal. 48.
146) M.A.2fr11-1976No.B83rC^974,dimuatda^
Untuk menentukan sikap kita terhadap masalah tersebut, kita periu me-
nelusuri lebih dahulu, apa rask) dari larangan yang disebutkan daiam'
Pasal 11534. Sebenarnya pembuat undang-undang marasa khawatir akan
kemungkinan diruglkannya debitur oleh adanya janji seperti itu, mengingat
bahwa benda gadai pada umumnya mempunyai rtflai jual yahg lebih tinggi
dari besamya hutang yang dijamin dengannya. Dikhawatjrkan munculnya
keadaan yang janggal, di mana sebenarnya dalam keadaan normal
seorang kreditur senang dan mengharapkan agar debiturnya berprestasi,
sekarang kreditur justru berusaha agar debiturnya wanprestasi, karena
kalau debitur wanprestasi, make ia akan memiliki benda jaminan yang
nliainya lebih tinggi dari prestasi debitur yang terhutang; Jadi wanprestasi'
nya debitur justru lebih menguntungkan daripada pelunasan. Akan tetapi,
semuanya itu didasarkan atas perkiraan, bahwa nilai jual benda jaminan
akan lebihtinggidari hutang. Didasarkan "atas perkiraan", karena berapa
nilai jual sebenarnya baru akan ketahuan pada waktu penjualan. Jadi, di-
dasarkan atas "kemungkinan". Namun, kalau nilai benda jaminan sejak
semula telah diketahui, maka tidak periu ada kekhawatiran lagi untuk
had; jadi pada saat pemberian gadai, benda gadai tersebut belum ada.
Yang demikian itu didasarkan atas pikiran, bahwa tagihan yang akan di-
punyai oleh debitur terhadap pihak ketiga (langganannya) terjadi dengan
meBbatkan uang kredit dari Bank. Mengenai hat ini, H.R berpendapat,
bahwa orangflarjgtmencedeer tagihan-tagihan yang akan ada, asal pada
saat cessie hubungan hukum yang akan melahirkan taglhan tersebut
sudah ada' .48
Sudah bisa dtduga. bahwa jaian pikiran H.R. tentunya adalah, bahwa
dengan membofehkan orang mencedeer tagihan yang belum ada. maka
"objeknya tertentu* menjadi hilang. Di samping itu, cessie sebenarnya di-
maksudkan untuk mengalihkan hak milik pada orang yang menerima
(cessionaris), yang tentunya hanya bisa dibayangkan, kalau benda yang
mau diaiihkan hak miliknya sudah ada . 150
148) DI dalam formufc Perjanjian Kredit B.N.L 46, model P.K.1, penerima kredit
mencedeer tidak hanya piutang-piutang yang sudah adatetapibahkan piutang-
oiutang yang masti akan ada.
Di sana (daiam Pasal 18 sub 4 a) dltentukan, bahwa debitur sekarang untuk
nantinya, menyerahkan (mencedeer) sebagai jaminan Bank dan, dengan Ini
menetangkan menarima penyerahan (cessie) dari penerima kredit yang setiap kali
secara tarperktd dsn tegas akan djberitahukan oleh penerima kredit kepada
Bank....
149) H.R. 29 Desembar 1933. NJ. 1934.343 dimuat dalam Hoettnk, hal. 96.
150) Stein, hal. 166.
Atas tagihan-tagihan yang baru akan ada di kemudian hari atas dasar
hubungan hukum yang juga masih baru akan ada di kemudian had, ada-
kalanya juga diperjanjikan, bahwa penyerahan hak tagihan itu akan .di-
lakukan oteh debitur dengan mengirlmkan daftar dari debitur-debitumya
debHur dengan penyebutan jumlah tagihannya. Dengan pengiriman daftar
tersebut terjadiiah pengalihan (cessie) atas tagihan-tagihan tersebut : 152
151) Vide Pasal 18 sub 4 c dan sub d Perjanjian Kredit B.N.I.46 model P.K.1 yang
berbunyl:
"Bank setiap waktu berhak dan dengan tnl diberl kuasa oleh penerima kredit,
kuasa.tersebut merupakan bagian yang tidak dapat diplsahkan dari pemberian
kredit ini dan tanpa kuasa tersebut kredit Ini tidak akan diberikan; dan deti
karena Itu puts tidak akan berakhlr karena sebab-sebab yang dltentukan dalam
Pasal 1813 K.U.H.Perdata untuk Juga atas nama psnertma kredit memberrtahukan
cessie ini secara tertulis kepada debitur (2) Penerima Kredityang berkenaan atas
biaya Penerima KrediT dan (d) 'Penerima Kredit berjanjl, walaupun cessie ter-
sebut belum diberitahukan kepada debitur atau para debitur, akan mengusahakan
supaya segala pembayaran dari tagihan (2) tersebut dilakukan oleh mereka
melaiui Bank*.
152) Stein, hal. 166. Baca juga formullr Perjanjian Kredit B.N.I. 46 Model P.K.1 di
depan.
Seperti sudah dikatakan di depan, Pasal 1155 merupakan pasai yang ber*
sifat mengatur (aanvuHend) dan para pihak diberikan' kebebaean untuk
memperjanjikan tain. Akan tetapi, memperjanjikan cara penjualan yang
lain dari pada penjualan di muka umum tidak diperfcenankan . Pembuat
183
153) Pitto, hal. 445; menurut Stein, hal. 107, yang drmaksud adaiah Tnemperjanitkan
seperti pads waktu perjanjian pemberian (arrrfnan dtbarikarv; dengan perkataan
lain, sesudah debitur wanprestasi boleh.
Adanya janji untuk menjual di bawah tangan tidak periu harus merijadikan
klausula demikian batal demi hukum, tetapi paling-paling dapat dibatalkan;
kita llhat dahulu, apakah ada dasar yang. patut untuk mehcantumkan
klausula seperti itu* . Kalau tidak ada tuntutan dari pemberi-gadai, maka
85
158) Hal. 450; v. Oven, hal. 94-95; di depan juga telah dikemukakan, bahwa menurut
Stein kreditur dapat menagih tagihan yang dijam'mltan kepadanya. kalau memang
sudah matang untuk ditagih.
159) PtBo, hal. 450.
Sebagaimana di depan telah dikatakan hak milik benda gadai masih tetap
pada pemberi-gadai dan pemegang-gadai berkedudukan sebagai peme-
gang benda gadai sebagai jaminan saja.
r
S. HAK RETENTIE PEMEGANG GADAI
Pasal 1159 K.U.H.Perdata
Pemegang-gadai mempunyai hak retensi selama hutang pokok, bunga
dan ongkos-ongkos yang menjadi tanggungan debitur belum dlkinasi.
Sekalipun undang-undang berkata tentang ia telah membayar se-
penuhnya tetapi pasal tersebut harus ditafslrkan luas, yaitu retensi
pemegang-gadai pun hapus, kalau hutang-hutang tersebut hapus karena
sebab lain, seperti novasi, kompensasl atau pembebasan,hutang, Akan
tetapi, pemberi-gadai, sebelum pelunasan. berhak untuk meminta kembali
barang gadainya, kalau pemegang-gadai menyalahgunakari benda gadai:
Jika debitur di samping hutang yang pertama, sesudah itu mempunyai lagi
hutang yang kedua dan hutang yang kedua tersebut sudah matang untuk
ditagih sebelum atau pada saat yang sama dengan hutang yang pertama
maka pemegang-gadai berhak tetap mempertahankah benda gadai
sampai dllunasinya kedua taglhan tersebut Keistfmewaannya adalah
bahwa pemegang-gadai mempunyai hak retensi terhadap barang gadai
untuk suatu piutang terhadap mana benda gadaitidaksecara tegaa-tegas
di perikatkan, padahal gadai harus diperjanjikan.
160) Veegerts-Oppenheim, rial. 230: menurut Stein hak kreditur mefipuB juga divider),
sekalipun bukan merupakan bunga; vide hai. 148.
161} PWo, hal. 449.
Di sini ada keanehan. Kalau untuk piutang yang pertama disyaratkan ada-
nya perjanjian gadai secara tegas, pada tagihan yang kedua undang-
undang cukup puss dengan "anggapan" saja, Akan tetapi, kalau kita
perhatikan kata-kata < Pasal'1 159 ayat (2) K.U.H.Perdata, di sana sebenar-
nya tidak dikatakan ada gadai lagi untuk piutang yang kedua, yang ada
adafari diberlkannya hak retensi atas benda gadai .162
i ,
U. HAPUSNYA GADAI
Hak gadai hapus:
a. Dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai. Ini
sesuai dengan sifat accessoir daripada gadai, sehingga nasibnya
bergantung kepada perikatan pokoknya.
Perikatan pokok hapus antara lain karena:
— pelunasan
- kompensasl
— novasi
- penghapusan hutang
b. Dengan terlepasnya. benda jaminan dari kekuasaan pemegang-
gadai.
Tetapi pemegang-gadai masih mempunyai hak untuk menuntutnya
kembali dan kalau berhasil, maka urKiang^mdang menganggap
perjanjian gadai tersebut tidak pemah terputus (Pasal 1152 ayat (3)
K.U.H.Perdata).
c. Dengan hapus/musnahnya benda jaminan.
d. Dengan dilepasnya benda gadai secara sukarela,
e. Dengan percampuran, yaitu dalam hai pemegang-gadai menjadi
pemilik barang gadai tersebut.
f. Kalau ada penyatahgunaan benda gadai oleh pemegang-gadai
(Pasal 1159 K.U.H. Perdata). Sebenarnya undang-undang tidak
mengatakan secara tegas mengenai hal ini. Hanya dalam Pasai
1159 dikatakan, bahwa pemegang-gadai mempunyai hak retensi,
kecuali kalau la menyalahgunakan benda gadai, dalam hal mana,
secara a coritrarto dapat disimpulkan, bahwa pemberi-gadai berhak
untuk menuntut kembali benda jaminan. Kalau benda jaminan ke
luar dari kekuasaan pemegang-gadai, maka gadainya menjadi
hapus.
Contoh kesatu:
— Pasal 2 •
Atas hutang yangbevjumiah Rp 1.000:000,00 (satu juta rupiah) —
tersebut, atau Jfka tetah cfiangsur, atas sisanya dfkehakan bunga —
sebesar 3% (tiga persen) sebulah, yahg wajib dibayar oleh debitur
kepada kredfturtJap-sap bUlan bersama-sarria dengan angsuran —
hutang pokeWiya = —^—--—
- Pasal 3 — : ;
Pasal 4 •
Segala biaya penagihan di daiam maupun di luar Pengadilan, - —
termasuk juga biaya sita dan honor pengao&ra penagihan harus —
dibayar oteh debitur. >.—;
_ ~ Pasal S : •
Hutang sebesar Rp 1 000.00p,00 (satu juta rupiah)tersebutatau —
jika telah diangsur, sisanya, harus dibayar seketjka dan sekali
lunas: —, . -~.
a. jika debitur lalai memenuhi kewajiban pembayarannya
sebagaimana ditentukan di atas, dengan ketentuan, bahwa —
iewatnya jangka waktu seperti yang ditetapkan seperti
tersebut di atas saja sudah oukup membuktJkan kelalaian
debitur dan karenanya kalalaiannya tidak periu dibuktikan •—
lebih lanjut dengan surat juru sita atau surat lain yang
semaksud dengan Itu; •
b. jika debitur meninggat dunia, pailit atau ditaruh dalam
pengampuan (ouratele); —
e. jika atas harta benda yang berhutang ditaruh penyitaan;
d. jika benda gadai yang tersebut dl bawah ini seluruhnya atau
sebagiannya karena sebab apa pun hilang.
Kotntntafi
Keeemua persyaratan tersebut di atas diadakan demi ke-
anwian dan kemudahan kreditur di daiam mengambil pe-
lunasan atas kreditnya. Pasal 1238 merupakan ketentuan
hukum yang menambah (unsur naturaiia dari perjanjian) yang
memungkinkan bagi para pihak untuk mengadakan ketentuan
sendiri yang menyimpang. Dalam hal debitur meninggal dunia,
pailit atau ditaruh di bawah pengampuan, maka kreditur ber-
kepentingan agar tagihannya bisa ditagih dengan segera,
karena kalau ada penerimaan warisan secara beneficiair,
pismanggilari kreditur untuk penyelesalan tagihan dalam
kepailitan, maka kreditur berkepenuhgan agar tagihannya
disertskan dalam penyusunan urut-urutan prioritas tagihan
(rangregeiing).
Untuk itu tagihannya pada saat itu harus sudah matang untuk
ditagih (opeisbaar). Demikian puia kalau ada sita jaminan
yang merupakan permulaari dari suatu executie kreditur ber-
kepentingan, bahwa tagihannya sudah jatuh waktu, agar ia
dengan turut mengguggat debitur dan meletakkan sita atas
benda yang sama dan mungkin juga yang lain (Pasal 202,
PasaJ. 203 H.i.R.) dapat turut menlkmati hasS eksekusi secara
pond's-pond's dengan kreditur eksekutolr yang lain.
Apabila benda gadai hilang, maka hak gadai menjadi hapus
(Pasal 1152 ayat(3)), dengan aMbat, bahwa tagihannya kalau
hanya dijamin dengan benda gadai yang hitang saja tagihan-
nya menjadi tagihan konkuren dan karenanya kreditur se-
karang berkepentingan agar ia dapat segera menagih debitur-
nya, sebelum kreditur yang lain. Hal itu baru mungkin kalau
tagihannya sudah matang. Jtulah dasar mengapa para kreditur
umumnya memperjanjikan janji seperti tersebut di atas.
Komentar:
Uhat ketentuan Pasal .1157 K.U.H.Perdata. di mana
dikatakan, bahwa pada prinsipnya kradttur-pemegang-
gadal benanggung jawab atas keutuhan benda gadai
atas kehilangan dan kemerosotannilainya). ;
Kortwntan
Pada prinsipnya pemegang-gadai tidak diperkenankan
untuk menggunakan benda gadai haknya bukan hak
untuk menikmati (bukan genotsrechten), tetapi untuk
memberikan jaminan (rasa aman, zekerheidsrechten),
taT Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Keber&aaii
Gadai
namun ketentuan. tersebut sebagai suatu ketentuan
yang bersHat menambah (aanvullendrecht) dapat dl-
simpangi dengan sepakat para pihak, seperti tampak di
atas.
Menurut Pass! 1159 selaftia pemegang-gadai tidak me-
hyaiahgunakart benda gadai, maka ia berhak untuk me-
nahannya sampai seluruh hutang debttur yang dijamin
dengan gadai, dibayar lunas. A contario berarti, kalau
pemegang-gadai menyaiahgunakan benda gadai ter-
masuk kalau ia menyaiahi apa yangtelahdisepakati ber-
sama mengenai penggunaaan benda gadai maka debitur
berhak untuk menuntut penyerahan kembali benda
gadai, apaiagi di atas, diperjanjikan secara tegas.
ad.4 Jikalau pemberi gadaitataimemenuhi kewajibannya, maka -—
pemegang-gadai d'rwajibkan urrtukmencaripembeli, dan
untuk itu-dlkuasakan untuk menjual benda gadai dengan — -
harga dan syarat-syarat yang umum beriaku dan dlanggap
balk oleh kreditur-pemegang-gadai, menerima uang hasil
penjualannya, dengan ketentuan, bahwa dari uang hasil
penjualan tersebut setetah dikurangi dengan ongkos-ongkos,
pertama-tama harus digunakan untuk rrielunasVmembayar —
hutang debltur-pemberi-gadal kepada kreditur dan jika ada
sisanya, menyerahkan sisanya kepada debitur-pemberi-gadai,
Katmntar:
Pada prinsipnya dalam gadai beriaku larangan untuk
memperjanjikan, bahwa apabila debitur wanprestasi,
benda jaminan akan otomatis menjadi milik kreditur-
pemegang-gadai (Pasal 1154).
Berdasarkan Pasal 1155 pemegang gadai demi hukum
tanpa periu memperjanjikannya mempunyai parate
eksekusi, tetapi penjualannya harus dilakukan di muka
umum (melaiui lelang).
Komentar:
Dalam pengoperan melaiui cessie pada prinsipnya
tagihan tersebut sebagai perikatan pokoknya berpindah
berikut dengan semua accessoimya dari cedent kepada
cessionaris.
Namuntidaktertutup kemungkinan bagi para pihak untuk
memperjanjikan tain. Karena janji tersebut hanya meng-
ikat para pihak saja {Pasal 1315 jo Pasal 1340 ayat (2)),
maka dalam perjanjian antara para pihak periu diadakan
ketentuan sanksi yang diwujudkan dalam sejumlah uang
daiam hal ada wanprestasi. Hukumtidakdapat menjamin
pelaksanaan riii kewajiban prestasi yang berupa melaku-
kan atautidakmelakukan sesuatu.
Contoh kedua:
Pada hari ini Saptu, tanggal dua puluh satu Jul! tahun seribu
sembilan ratus sembHan puluh (21 -07-1990), menghadap di
hadapan saya, Kurconto, Sarjana Hukum, notaris di Purwokerto, —
dengan dihadiri Oleh saksi-saksi yahg saya, notaris, kenai dan
nama-namahya akan disebutkan pada bagian akhir akta ini:
1. Nyonya SUTINAH, semula bernama MARIE ZOET, janda,
bertempat tinggal di jalan Setasiun Nomor 1000, Purwokerto, -
- pihak pertama (yang berhutang atau debitur), -r
2. Nyonya MINEM, semula bernama TAN MIEN NIO, janda,
bertempat tinggal di jalan Kledung Nomor 200, Purballngga, ~
- pihak kedua (yang mehghutangkan atau kreditur).
Para penghadap saya, notaris, kenaJ.
Penghadap pihak pertama menerangkan, bahwa pihak pertama —
benar-benar dan dengan sah berhutang kepada penghadap pihak
Hukum Jamman, Hak-hak Jamman Kebendaan 141
kedua atas dasar hutang-uang sebesar Rp 1.000.000.00 (satu juta
rupiah), jumlah mana telah diterima oleh pihak pertama dari pihak -
kedua sebelum penandatangan akta ini dan untuk penerimaan
uang tersebut para pihak sepakat untuk menerima akta ini beriaku -
puia sebagai tanda penerimaan (kultansl)-nya.
Komentar:
Seperti komentar pada contoh yang pertama. perjanjian
utang-ptutartgnya merupakan perjanjian rtil' dan' berdiri
sendiri sebagai perjanjian' pokok.
Para penghadap selanjutnya menerangkan, mereka (kedua pihak)
telah bersepakat. bahwa perjanjian hutang tersebut dilakukan dan
diterima dengan syarat-syarat dan keterituan-ketentuan (janji-janjl)
sebagai berikut: * ' —*
Pasal 1 j ' . •
Pihak pertama berjanji dan. oleh, karena itu rnengikatdiri untuk
membayar kembali hutangnya itu secara seketika dan sekaligus —
pada atau sebelum tanggal dua puluh satu Jull tahun serlbu
sembilan ratus sembilan puluh (21-07-1990). — —
Pasal 2
Pihak pertama berjanji dan karena itu mengikatdiri unjuk
membayar bunga sebesar 3% (tiga persen) setiap bulan dari
hutang pokok tersebut di atas, yang semuanya harus dibayar lunas
sekaligus bersamaan dengan pembayaran hutang pokok tersebut -
dl atas pada hari jatuh tempo, yaitu pada tanggal dua puluh satu —
Juli tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh satu (21-07-1991).
Pasal 3
Semua pembayaran harus dilakukan kepada dan di kantor pihak —
kedua di jalan Kledung Nomor 200, Purballngga tersebut dl atas, —
dengan catatan jika pihak pertama membayar metaui wesel (pos —
atau Bank), yang memang dibenarkarvo'lperbolehkan* maka
tanggal wesel yang bersangkutan beriaku. sebagai tanggal
142 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan
pembayaran, sedangkan real-rrya bertaku sebagai tanda
penerimaan uang (kuttansi^nya. --—-—-—»*«
_ , pasai 4 ———
Menyimpang dari ketenttMn tersebut daiarri Pasal 1 di atas pihak --
kedua berhak menagih piutangnya kepadarterhadap pihak pertama
dengan ssketifca dan sekaligus: — ^ ^ u *
jika pihak pertama meninggal dunia sebelum melunasi
hutangnya itu, *
'
- jika pihak pertama ditaruh di bawah pengampuan (curetele) —
atau karena/dengan cara apapun kehilangan hak untuk
mengurus harta~benda (kekayaan)-nya. --
jika harta benda (kekayaan) pihak pertama baik seluruh atau -
sebagaiannya secara apa pun di sita dan atau
— pihak pertama tkJak/kurang menepati (memenMhf)
janji-janjinya menurut akta ini.
Semua biaya untuk menagih hutang menurut akta ini, antara lain —
biaya-biaya tegurarvperingatan dan honorarium kuasa/pehgacara -
pihak kedua, demikian puia biaya-biaya (ongkos-ongkos) lain yang
ada (atau mungkin timbul) sehubungan dengan hubungan.
hutangrpiutang tersebut di atas, harus dipikul dan dibayar oleh
pihak pertama. — -. -—
Pasal 6
Guna menjamin lebih kuat dan pasti, bahwa pihak pertama akan —
membayar semua hutangnya itu kepada pihak kedua dengan baik -
dan sebagaimana mestinya, sesuai dengan apa yang dijanjikan —
dalam/menurut akta ini, maka pihak pertama dengan ini member! -
jaminan gadai kepada pihak kedua, jaminan mana diterima baik —
oleh pihak kedua, sebagai berikut: •
PasaJ 7 '
Apabila terjadi penjualan sebagaimana dlmaksudkart dl atas, maka
atas hasil penjualan tersebut, se telah dipotong dengan segala
ongkos-ongkos, pihak kedua dikuasakan untuk menggunakannya -
untuk membayar kepada pmak kedua sendiri apa yang terhutang ~
dan harus dibayar oleh pihak pertama kepada pihak kedua
berdasarkan hutang piutang tersebut di atas, dengan ketentuan: —
apabila hasil penjualan saham-saham itutidakcukup untuk —
melunasi seluruh hutang yang wajib dibayar oleh pihak
pertama kepada pihak kedua, maka pihak pertama tetap
Qadai
bertanggung jawab dan wajfb untuk mernbayar sisa hutang —
tersebut — — '-—~* — 1
•
- sebalfknya apabila hasil penjualan saharn-sa'ham itu,
- setefah dikurangj dengan semua hutang yang wajib
dibayar sehubungan dengan penjualan tersebut, masih -¬
ada keJeblhannya, maka pihak kedua wajib untuk segera
menyerahkan kelebihan itu kepada pihak pertama.
******
Di samping itu seorang pemberi kredit adakatanya tidak rnamsa cukup ter-
jamin oleh jaminan gadai. Kita di depan tetah melihat, bahwa pemegang-
gadai dalam hal-hal tertentu haknya untuk mengambil pelunasan atas
hasil penjualan benda gadai ada di belakang tagihan kreditur preferent
tertentu yang lain, seperti misalnya hak priveiege dari ffscus, atau di-
khawatlrkan adanya kemungkinan benda gadai terlepas dari tangsnnya
atau tangan pihak-ketiga pemegang-gadai.
Dari kata "cum creditors" kita sudah dapat mehduga; bahwa penyerahan
tersebut bukan dimaksudkan untuk sungguh-sungguh merupakan peraJih-
an pemilikan, tetapi hanya sebagai jaminan saja --- bukan untuk dimilikl
kreditur -- dan memang menurut lembaga tersebut kreditur tidak mem-
punyai kewenangan. penuh seperti yang dipunyai seorang pemilik. Setelah
debitur memenuhi kewajiban perikatannya, maka kreditur wajib untuk
menyerahkan kembali ke dalam pemilikan debiturnya. Karena debitur ber-
tindak dengan kepercayaan, bahwa kreditur - setelah debitur melunasi
kewajibannya - tidak akan mengingkari janjinya dengan tetap memiliki
benda jaminan (dan menganggap dirinya telah menjadi pemilik penuh
yang sah), maka hubungan seperti itu dinamakan hubungan yang di-
dasarkan atasfidesatau hubungan fiduciair.
Pada akhir abad ke-19 muncul suatu keadaan yang menimbulkan suatu
kebutuhan akan lembaga jaminan yang lain daripada gadai, sekalipun
benda jaminannya merupakan benda bergerak. Pada mesa itu ada krisis
daiam bidang usaha pertanian sebagai akibat dari serangan hama,
sehingga para pengusaha pertanian membutuhkan bantuan modal yang
166) Pembicaraan mengenai hal Ini didasarkan atas tulisan Ft. Stuttertwjm "Kepastian
dan Ketktakpastien Perallhan Hak Milik Fiduciair" dalamtompendltirnHukum
Belanda, hal. 54.
Orang meHhat Oogstverband sebagai periuasan dari pada hak gadai me-
laiui campur tangan pembuat undang-undang. Karena benda jaminan di
dalam gadai dikuasai oleh penerima gadai, maka dikatakan, bahwa pene-
rima gadai mempunyai Pandfee^t - untuk membedakanhya dari Burgelijk
bezit yang selama ini kita kenal - dan karena pada Jaminan ikatan panen
(oogstverband) benda jaminannya benda bergerak, tetapi tidak diserah-
kan ke dalam kekuasaan penerima gadai, maka orang meriyebutnya
gadai tanpa penguasaan (bezttJoos pandrecht).
Periatfwanya:
Perusahaan Bier H. mempunyai tagihan sebesar f. 6000. (enam ribu.
gulden) terhadap warung kopi (coffiehuis) "X" (milik P.B.), yang di-
jamin dengan hipotik ke-4 dan sebagai jaminan tambahan telah
menjual sejumlah benda-benda bergerak yang termasuk dalam
inventaris warung kopi tersebut di atas, dengan janji, bahwa X
selanjutnya diperkenankan untuk memakainya (barang bergerak
inventaris yang telah dfjual tersebut) atas dasar pinjam-pakai, tetapi
dengan ketentuan, bahwa pihak H. berhak untuk mengakhlrinya
167) Dengan kehiarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1995 tentang Hak Tanggung-
an atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dehgart tanah - yang
selanjutnya akan disingkat menjadi Undang-Undang Hak Tanggungan - maka
redaksf Paaal 4 ayat (2) blaa menimbulkan keragu-raguan, yaitu apakah rumah
ausun yang berdiri dl alas tanah hak pakai atas tanah negara - yang menurut
ketentuan harus dkiaftar dan menurut sHatnya bisa {Jfptndarrtangankan dapat
dijaminkan melaiui Fidusia maupun hak tanggungan? (Pasai 4 ayat (2) fo Pasal 27
Undang-Undang Hak Tanggungan).
menolak kasasl.... \
Beberapa kesimpulan yang dapat kita tank adalah:
- dalam peristiwa di atas, sekalipun sebenarnya ada jual-beli dengan
hak untuk membeii kembali, tetapi H.R. mengabaikan adanya
konstruksi seperti Ttu dan sama sekali tidak menyinggungnya,
- penyerahan benda jaminan dalam perjanjian jual-belinya - dengan
hak membeii kembali -- dipandang/dimakeudkan sebagai penye-
rahan untuk penjaminan dan sekalipun benda jaminan. berwujud
benda bergerak, penyerahannya cukup dengan constftutum
possessortum dan yang demikian itu dengan tegas dinyatakan
tidak bertentangan dengan ketentuan tentang gadai.
Lembaga Fidusia di Indonesia untuk pertama kalinya mendapatkan peng-
akuan dalam keputusan HgH. tanggal 18 Agustus 1932 -- dalam 17£
Jadi, menurut HgH, karena Fidusia bukan perjanjian gadai, maka tidak
wajib memenuhi unsur-unsur gadai . 173
1. Beberapa Istilah
Agar pembicaraan kita menjadi lebih jeias, kita periu menyepakatj lebih
dahulu beberapa istJiah yang digunakan dalam Undang-Undang Fidusia.
Daiam hubungan-hukum pokoknya - perikatan pokok yang dijamin
dengan Fidusia -- ada figur kreditur dan debitur (Pasal 1 sub 8 dan sub 9
Undang-Undang Fidusia).
2. Perumusan Fidusia
Menurut PasaJ 1 sub 1 Undang.Undang Fidusia:
r
3. Pengalihan HakMUik
Jadi, hak milik atas benda yang diberikan sebagai jaminan, diaiihkan oleh
pemiliknya kepada kreditur penerima jaminan, sehingga selanjutnya hak
milik atas benda jaminan ada pada kreditur penerima-jaminan.
Bahwa demikian itu maksudnya, bisa kita baca dalam Penjelasen atas
Pasal 17 Undang-Undang Fidusia dan kita slmpulkan dari ketentuan
Pasal 27 sub 3 Undang-Undang Fidusia. Gin inttah yang membedakan
lembaga jaminan Fidusia dari lembaga jaminan Gadai.
Dalam hal benda jaminan bukan barang dagangan, maka biasanya pem-
beri-jaminan selanjutnya disebutkan berkedudukan sebagai peminjam-
pakai saja, namun kalau benda jaminan berupa barang dagangan, yang
selama penjaminan berjalan akan tetap diperdagangkan oteh pemberi-
jaminan (Pasal 21 Undang-Undang Fidusia), maka kita akan mengalami
kesuiitan, kalau kita memberikan kedudukan sebagai peminjam^pakai. Di
•dalam Undang-Undang Fidusia tidak disebutkan secara jelas, bagaimana
kedudukan hukum pemberi-jaminan daiam peristiwa seperti itu,
181) Demikian itu penafsiran yang selama ini beriaku; vide Pasal 18 sub 3c Perjanjian
Kredlr B.N.I/46 Model P.K.1.
18a) v. Oven, hat. 324.
2. Benda Bergerak
Bahwa benda objek jaminan Fidusia merupakan benda bergerak, adalah
sesuai dengan praktek yang selama ini ada. Justru karena benda yang di-
jaminkan merupakan benda bergerak, maka kita berhadapan dengan
ketentuan Pasal 1152 ayat (1) K.UH.Pefdata tentang gadai.
Kata "yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan" dalam Pasal 1
sub 2 Undang-Undang Fidusia hendak memberikan penegasan, bahwa
semua benda yang bisa dijaminkan dengan memakai lembaga hak tang-
gungan, tidak bisa dijaminkan melaiui Fidusia, Belum cukup dengan itu,
dalam Pasal 3 Undang-Undang fidusia dltegaskan lagi, bahwa Undang-
Undang Fidusja tidak beriaku untuk hak tanggungan.
Bisa kita duga, bahwa syarat seperti itu dimaksudkan agar tidak terjadi
pengaturan secara tumpang tindih. Sekalipun demikian objek Fidusia dan
gadai bisa sama, yaitu benda-benda bergerak.
i
5. Sebagai Agunan
Ciri ini harus kita baca dalam rangkaian dengan dri "hak jaminan", yang
mengajarkan kepada kita, bahwa penyerahan hak kepemiiikanatas benda
jaminan, hanyalah dimaksudkan sebagai jaminan saja, untuk memberikan
kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik karena ada suatu -
atau sekelompok - benda tertentus yang seoara. khusus dijaminkan, atas
mana kreditur preferen atas hasil eksekusi benda (benda-benda) yang
bersangkutan.
2. Isl Aktanya
Daiam Pasal 6 Undang-Undang Fidusia dltentukan minimum yang harus
termuat dalam akta jaminan Fidusia.
d. Nilai penjaminan
Nilai penjaminan adalah nilai/jumiah maksimal kreditur preferen atas hasil
eksekusi benda Jaminan. Hak preferen kreditur tidak bisa lebih dari jumiah
nilai penjaminan. .tetapi bisa kurang. Hal itu berkaitan dengan sifat
accessoir dari perjanjian penjaminan. Kalau hutang dalam perjanjian
pokok suatu ketika ~ atas dasar ciciian - menjadi berkurang,- maka jumlah.
maksimal hak preferen dari kreditur juga berkurang menjadi sama dengan
sisa tagihan. Ingat sifat accessoir dari perjanjian penjaminan.
Kata-kata: "hutang yang teiah ada", tertuju kepada hutang yang pada saat
pemberian jaminan Fidusia sudah ada, sedang kata-kata: "yang akan
timbul di kemudian hah" tertuju kepada hutang-hutang yang pada saat
pemberian jaminan Fidusia'diberikan belum ada, tetapi telah diperjanji-
kan. Jadi. Induk yang akan melahirkan hutang itu sudah ada tetapi telur-
nya (hutangnya) pada saat itu belum ada. Ini dimaksudkan untuk me-
nampung praktek yang selama ini banyak muncul, yaitu kredrt-kredit per
rekening koran.
Sudah bisa diduga, bahwa dalam peristtwa seperti tersebut di atas, besar-
nya hutang debitur setiap waktu bisa berubah-ubah, atau dengan perkata-
an lain "tidak tertentu". Yang demikian itu tidak menjadi halangan - demi-
kian Pasal 7 sub c Undang-Undang Fidusia -- asal nantinya pada saat
eksekusi jumlah itu dapat ditentukan. Memang, saat kreditur paling bututv
untuk tahu besarnya hutang debitur adalah pada saat eksekusi, karena
kajau tidak, lalu berapa yang berhaktaambil sebagai pelunasan?
Ke dalam kelompok "hutang yang akan ada" termasuk Bank Garansl,
yang biasnya dljanjikan oleh bank kepada pihak-ketiga, untuk menjamin
hutang tertentu dari debitur, sampai sejumlah uang tertentu. •
Yang tidak jelas adalah, apakah jaminan kepada lebih dari 1 (satu) orang
kreditur diberikan dalam 1 (satu) akta penjaminan Fidusia atau lebih?
Bahwa jaminan itu bisa diberikan juga kepada kuasa atau wakll dari
penerima-Fidusia kiranya tidak periu disebut. Bukankah kuasa dan wakil
bertindak untuk dan atas nama prinsipal/yang dtwakili?
Selanjutnya kita tahu, bahwa objek jaminan Fidusia meliputi, baik benda
berwujud maupun benda tidak berwujud, yaitu piutaag/tagihan dan tagih-
an.itu meliputi baik yang sudah ada maupun yang akan ada. Berbicara
tentang tagihan yang akan ada mengingatkan kepada kita akan per-
masalahan gadai atas tagihan atas nama, yang dalam prakteknya di-
laksanakan dengan cara mencedeer (cessie) tagihan yang bersangkutan
kepada kreditur. Karena cessie merupakan penyerahan tagihan atas .
nama, agar dengan itu tagihan menjadi hak dari kreditur/cessionaris,
maka Fidusia tagihan mempunyai persamaan dengan cessie tagihan.
Kedua-duanya merupakan penyerahan hak milik yang hanya dimaksud-
kan sebagai jaminan saja. Oleh karenanya di sini beriaku juga apa yang
sudah kita bahas di depan mengenai cessie sebagai jaminan.
I. PENDAFTARAN
1. Pendaftaran Jaminan Fidusia
Undang-Undang Fidusia menganut prinsip pendaftaran jaminan Fidusia.
Sekalipun di dalam Pasal 11 Undang-Undang Fidusia disebutkan "Benda"
yang dibebani jaminan Fidusia wajib didaftarkan, tetapi sebaiknya kita
baca "jaminan Fidusia" harus didaftarkan. karena dari ketentuan-ketentu-
an lebih ianjut, kita tahu, bahwa demikian ftulah yang dimaksud oleh pem-
buat undang-undang' . 83
2. Cara Pendaftaran
Pendaftaran dilakukan melaiui suatu permohonan yang ditujukan kepada
Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia - selanjutnya disingkat: K:P.F. -
yang untuk pertama kalinya akan diadakan di Jakarta, yang wiiayah kerja-
nya meliputi seluruh Indonesia (Pasai 12 sub 1 dan sub 2 Undang-
Undang Fidusia), tetapi nantinya akan didlrikan. di tampat-tempat tain,
paling tidak dl setiap ibukota propirisj (Pasal 12 sub 4 Undang-Undang
Fidusia jo. Keputusan Presiden, Nomor 139 Tahun 2000). Kantor
Pendaftaran Jaminan Fidusia berada di bawah Departemen Kehakiman
(Pasal 12 sub 3 Undang-Undang Fidusia).
163) Sekalipun dalam penjelasan atas Pasal 11 Undang-Undang Fidusia sekali lagi
disebutkan tentang pendaftaran "benda' yang dibebani dengan jaminan Fidusia.
Selanjutnya baca J. Satrio, Fidusia, hal. 243 dan selanjutnya.
Pelaksanaan atau eksekusi lebih lanjut daripada akta grosse adalah sama
dengan pelaksanaan suatu keputusan Pengadilan, yaitu sesuai dengan
ketentuan Pasal 200 H.I.R, berdasarkan flat eksekusi dari Ketua
Pengadilan.
184) Vide Surat M.A. kepada Direksl Bank Indonesia No. KMA/237/IX/1986 tertanggal 3
September 1088 sebagai dimuat dalam makalah Refeowutan Sutantfo "Surat
Hutang Notariil dan Kuasa untuk Menjual". dimuat dalam Media Notarial No. 12 •
No. 13. Tahun IV, October 1989.
185) Selanjutnya silahkan baca J. Satrio. Hapusnya Perikatan, Buku 1, hal. 263 dan
selanjutnya.
Sehubungan dengan hal Itu, maka kita periu menengok ketentuan Pasal
10 huruf b Undang-Undang Fidusia. Dalam pasai tersebut dftetapkan,
bahwa:
Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang
menjadi objek jaminan fidusia di asuransikan.
Dengan itu mau dikatakan, bahwa sekalipun perikatannya sendiri hapus,
namun uang santunan asuransi dianggap sebagai pengganti objek jamin-
an, sehingga sampai sejumah hutang debttur menjadi hak dari kreditur,
demikian penjelasan atas Pasal 10 huruf b dan Pasal 25 ayat (2) Undang-
Undang Fidusia).
186) Untuk masalah •kebatalan' dan "pembatalan* silahkan lebih lanjut baca J. Satrio.
Hapusnya Perikatan". Buku II, rial. 165.
K. KETENTUAN PENT1NG
Ada ketentuan penting dalam Undang-Undang Fidusia yang periu men-
dapat perhatian kita, yaitu:
Pasal 38 Undang-Undang Fidusia yang mengatakan, bahwa:
' Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-
undang ini, semua peraturan perundang-undangan mengenai
Fidusia tetap beriaku sampai dengan dicabut, dlganti atau diper-
baharui.
Jadi -- sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Fidusia --
maka semua ketentuan Fidusia berdasarkan hukum kebiasaan dan yuris-
prudensi tetap beriaku. In) berarti, bahwa ~ kalau memang dlkehendaki --
kita masih tetap boleh mengacu kepada ketentuan Fidusia yang lama.
Hal ini adalah sejalan dengan ketentuan Pasal 37 ayat <3) Undang-
Undang Fidusia, yang mengatakan:
Jika dalam jangka waktu sebagimana dimaksud daiam ayat (2)
tidak dilakukan penyesuaJan, maka perjanjian jaminan Fidusia ter-
sebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.
******
112 Hokum J«mlmnj Hak-hakJaminan Kabendaan
BAB IV
HIPOTIK
i *
pada waktu itu paling tidak untuk semantara, yang dimaksud dengan hak
tanggungan adalah hipotik.
Hal itu berarti, bahwa semua ketentuan yang ada di luar apa yang di-
sebutkan dalam bagian "memutuskan* .tersebut di atas -- jadi termasuk
ketentuan tentang hipotik -- masih tetap beriaku.
meter kubik) (Pasal 314 K.U.H.D.) , Dengan demikian, kita tahu, bahwa
188
objek hipotik semula adalah benda tetap maupun kapal dengan volume
tertentu. Dengan keluamya Undang-Undang Hak Tanggungan, maka
ketentuan hipotik masih tetap beriaku, dengan objeknya kapal yang
volumenya lebih dari 20 m (dua puluh meter kubik).
3
188) Menurut Madam Dams Badrutzaman, pesawat udara juga dapat dijaminkan
dengan Jaminan hipoSk, vide Bab-bab.... hal. 113.
Di daiam Pasal 3lSc ayat (1) K.U.H.D. ada suatu ketentuan Denting yahg
periu mendapat perhatian kita. yaitu penegasan, bahwa:
Terhadap hfpotik-hlpotik atas •kapal, sekadar itu dHzinkan oleh sifa
benda jaminan (maksudnya yang berupa: kapal, pen/, dari pen,),
. maka berlakulah juga ketentuan Pasal 1166, PasaJ 1169, Pasal
1171 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 1f75, 1176 ayat (2^ Pasai 1177,
Pasal 1178; Pasal 1180, Paeal 1186, Pasal 1187, Pasal 1189, Pasa
1190, Pasal 1193, Pasai 1197, Pasal 1199, Pasal 1205, Pasal 1207
• Pasal 1219, Pasal 1224. - Pasal 1227 K.U.H.Perdata.
C. PERUMUSAN
Pembuat undang-urKlang ada memberikan perumusan tentang/ hipotik
dalam Pasai 1162 K.U.H.Perdata.
189) P. Scholten, pada hal. 423, dengan tegas mengatakan; bahwa perumusan
undang-undang kurang lengkap. sedang Plifo pada hal. 426, tanpa komeniar
langsung memberikan saja perumusan lain, yang mengandung dri-tiri yang tidak
disebutkan dafam perumusan Pasal 1162. Demikian puia Vesgans-Oppenhetm.
dalam hal. 233.
Salah satu ciri pokok daripada hak kebendaan adalah adanya droit de
suite, yaitu bahwa hak tersebut mengikuti bendanya — maksudnya benda
yang dibebani hipotik - tjdak pedult di tangan siapa ia berada (Pasal 1198
K.U.H.Perdata). Ciri ini ditegaskan dalam Pasal 1163 ayat (2) K,U,H.
Perdata:
benda itu tetap dibebani dengan hak tersebut (hak hipotik, tarnbah-
an pen.) ke dalam tangannya siapapun ia berpindah.
t
190) Sri Soedewi M-S. menganggap, bahwa ketentuan-ketentuan hipotik masih beriaku
dan atas dasar itu menyimpulkan. bahwa otomatis hipotik sekarang masih tetap
mempunyai sHat hak kebendaan. vide "Hak Jaminan atas Tanah", rial. 15.
Di dalam S.1934: 78, yang mengatur tentang Surat-Surat Laut dan Pas
Kapal, ada ketentuan yang bisa kita pakai sebagai patokan untuk me-
nentukan suatu kapal adalah kapal Indonesia, yaitu dalam Pasal 2 yang
mengatakan, bahwa:
Kapal laut Indonesia adalah kapaj laut ymg dirhmi oleh: • • •• i
a. warga negara Indonesia
b. paling sedikit 2/3 (dua pertgaj bagian dimtliki oleh seorang
warga negara Indonesia atau lebih, dengan syarat, bahwa
VJ pengurus admlnlstrasf usaha kapal (redarijj yang bersangkut-
an, kalau ada, adalah warga negara Indonesia dan bertempat
tinggal di Indonesia? . 02
dan pesawat udara dan untuk selanjutnya daiam tuHsan, daiam hal
193
lebih ".
1
Syarat ini menglngatkan kepada kita, bahwa hipotik sebagai hak kebenda-
an adalah lain daripada hak etgendom, hak opstal dan lain hak kebenda-
an sejenis itu, yang memberikan kenikmatan atas sesuatu benda. Hak
hipotik sebagai hak kebendaan memberikan jaminan, jaminan atas suatu
piutang. Karena yang namanya piutang selatu merupakan taglhan ter-
hadap orang lain, maka benda yang menjadi jaminan logisnya adalah
milik orang lain juga. Maksudriya orang tain dari kreditur Walaupun
tampaknya syarat tersebut merupakan syarat yang agak berlebihan -
tampaknya tidak periu, - tetapi sehubungan. dengan adanya ketentuan
tentang subrogatie berdasarkan undang-undang (Pasal 1402 sub 2
K.U.H.Perdata), maka ada kemungkinan, bahwa hak milik dan hak hipotik'
nya atas suatu benda (yang sama) ada dalam 1 (satu) tangan (dalam
tangan 1 (satu) orang yang sama).
200) Baca J. Satrio, Hapusnya Perikatan, bagian 1, hal. 210 dan selanjutnya.
Masalahnya adalah:
Kalau hutang debitur dilunasi, bukankah perikatarmya menjadi
hapus (Pasal 1381 ayat (1))?
- Kalau perikatan pokoknya hapus, bukankah aecessoirnya turut
hapus? Dan karenanya hipotiknya hapus?
Kalau kita ikutj jalan pikiran tersebut, maka si pembeli, berdasarkan Pasal
1402 sub 2, tidak menjadi pemegang-hipotik, paling-paling mempunyai
hak-hak seperti yang dipunyai seorang pemegang-hipotik. Demikian itulah
ktra-Wra pendapat R.V.J. Batavia dalam putusanrrya tanggal 25-11¬
1927 . Akan tetapi, Hgh berpendapat lain. Daiam pertjmbangannya
201
202) Menurut P. Schotten, hak jaminan hipotik atas tanah milik sendiri dimungkinkan;
demlkan puia menurut Hukum Swls, vide p. Scholten, hal. 425.
Di sini mau dikatakan, bahwa andil seseorang dalam suatu hak milik ber-
sama (mede-eigendom) atas kapal dapat puia dihipotikkan.
Kalau antara para pemilik bersama tidak ada hubungan hukum lain atas
benda milik bersama selain dari sekadar, bahwa mereka adalah sama-
sama pemilik atas benda .yang sama, kita katakan ada hak milik bersama
yang bebas. Mereka sewaktu-waktu dapat mengakhiri pemilikan bersama
tersebut.
ada seorang pun dari ahli-waris dianggap pemah memperoleh hak milik
atas benda yang lainnya dari harta peninggalan" (yang dalam pembagian
tidak jatuh kepadanya). Di sana diatur prinsip, bahwa pembagian pada
pemilikan bersama yang terikat (pemilikan bersama karena pewarisan)
beriaku surur .207
Kalau kita menerapkan prinsip tersebut pada hipotik atas kapal, maka
hipotik hanya menindih bagian yang nantinya dalam pembagian jatuh
kepada pemberi-hipotik. Kalau pemberi hipotik tidak mendapat apa-apa
dalam pembagian, maka kemudian akan ternyata, bahwa tidak pemah
ada hipotik sejak semula. Sebaliknya, kalau dalam pembagian pemberi-
hipotlk menerima seluruh benda milik bersama, maka akan temyata.
bahwa hipotik sejak semula' meiekat pada seluruh benda hipotik. Sudah
jeias, bahwa prinsip seperti itu hanya bisa dlterapkan pada pemilikan ber-
sama yang terikat.
Pada pemilikan bersama yang bebas beriaku prinsip yang lain. Dalam
pembagian ditentukan bagian yang mana yang diberikan kepada masing-
masing di antara mereka dan pemisahan dan pembagian merupakan titel
peralihan. Sejak saat pembagian dan pemisahan, maka maslng-masing
menjadi pemilik tunggal atas bagian yang mulanya merupakan pemilikan
bersama. Konsekuenslnya, kalau pemilik-serta pada waktu sebelum pem-
bagian dan pemisahan menghipotikkan hak bagiannya dalam pemilikan
bersama, maka bagian yang dihipotikkan tetap dibebani hipotik. tidak
peduli dalam pembagian bagian tersebut jatuh kepada siapa. Kalau
pemberi-hipotik mendapatkan semua benda milik bersama. maka hipotik
tetap hanya menindih bagian yang dihipotikkan.
Yang juga penting daiam hipotik adalah, apakah hak milik atas benda
milik-bersarha dapat dialihkan/dioperkan? Hal itu berkaitan dengan masa-
lah eksekusi barang jaminan. Bukahkah hak jaminan akhimya -- dalam
hal debitur wanprestasi ~ diwujudkan dalam suatu penjualan di depan
umum? Dengan demikian, di sini periu kita tinjau, dalam pemilikan-
Pada pemilikan bersama yang bebas memang diakui, bahwa orang yang
menjadi pemilik-serta bebas mengoperkan haknya, karena haknya atas
benda milik bersama adalah "tertentu"; maksudnya dapat ditentukan
berapa besarnya (misalnya 1/2 (satu perdua), 1/4 (satu perempat) dan
sebagainya).
Dasar pikiran seperti tersebut di atas kita temukan dalam ketentuan Pas*
484 Rv. yang berbunyi:
Sekalipun demikian, hak bagian pemilik-serta atas benda tetap
suatu warisan, oleh kreditur pribadlnyatidakdapat dituntut untuk
dijual, sebelum boedel dipisahkan melaiui pembagian, pemisahan
mana, kalau ada alasan untuk itu. bisa dituntut olehnya.
Kata "dijual" di sini berarti dijual eksekusi; jadi ada penjualan secara ter-
paksa atas tuntutan kreditur.
Kedua, pengoperan suatu andil dalam hak milik bersama yang terikat atas
suatu benda tertentu,tidakdimungkinkan dan karenanya juga tidak dapat
dihipotikkan .209
Dengan demikian, Pasal 1166 K.U.H.Perdata dan Pasal 314 ayat (3)
K.U.H.D. hanya beriaku untuk hipotik atas andil dalam pemilikan bersama
yang bebas saja.
209) Hal seperti Itu bertentangan dengan Pasal 1160 K.U.H.Perdata, demikian
pendapat P. Schotten, hal. 432: juga PiBo pada hat. 177 berpendapat tidak bisa.
Yang sering kita danger, saiah satu wujudnya adalah kredit yang diberikan
dalam kaitannya dengan pembangunan suatu gedung, di mana kredit
yang diberikan dijamin dengan tanah pemberi-hipotik dan gedung yang
dengan uang kredit itu akan dibangun di atas tanah yang dijaminkan.
210) Sri Soedewi M.S., Hak Jaminan atas Tanah. hal. 38.
Pasal 3181 ayat (1) K.U.H.D. yang mewajlbkan penyebutan jumlah hipotik
yang dipasang.
Artinya, dalam akta hipotik harus ditetapkan .sampai jumlah berapa jamin-
an hipotik diberikan oleh pemberi jaminan. In) berkaitan dengan asas
publisttas, di mana kepada pihak-ketiga diberikan kesempatan untuk
mengetahui tidak saja ada atau tidaknya beban, tetapi juga berapa besar-
nya beban benda jaminan yang bersangkutan. Di samping itu, jumfah ter-
sebut juga penting untuk menentukan, sampai jumlah berapa kreditur
ini semua merupakan konsekuensi diartutnya asas accessie dalam K.U .H.
Perdata*. Semua-yang bersatu atau dipersatukan dengan benda pokok
diisap oleh benda pokok menjadi 1 (satu) benda, yaitu merigifcuti benda
pokoknya.
Sekalipun tagihan itu tidak selalu harus berupa suatu tagihan sejumlah
uang - hipotik pada asasnya dapat dipakai untuk menjamin setiap ke-
wajiban prestasi debitur - tetapi di daiam prakteknya hampir selalu df-
kaitkan dengan suatu hutang-uang tertentu. Itulah yang dikatakan, bahwa
hipotik merupatansuatu perjanjian acr^ssotf. den
- adanya bergahtung dari adanya perikatan pokok. yang berupa
tagihan,
- la mengabdl pada perikatan pokok. dengan konsekuenslnya:
— ia turut beralih dengan dioperkannya/beralihnya perikatan
pokpk (misalnya melaiui cessie dan subrogatie).
— ia menjadi hapus kalau perikatan pokoknya .berakhir atau
batal.
— ia tidak dapat diaiihkan secara terpisah dan perikatan pokok-
nya.
"Hak untuk lebih' didahulukan" di sini artinya adalah hak untuk didahulu-
kan dl dalam mengambil uang pelunasan tagihannya atas hasil, eksekusi
barang tertentu, yang secara khusus dihipotikkan.
Khusus dalam kaitannya dengan hipotik atas kapal, kita periu memper-
hatikan ketentuan Pasal 316a ayat (3) K.U.H.D. yang dengan tegas me-
netapkan, bahwa:
Piutang-piutang yang diistimewakan didahulukan daripada hipotik
Adapun yang dimaksud dengan "piutang yang diistimewakan" adalah
piutang-piutang yang disebutkan dalam Pasai 316 K.U.H.D.
Secara lebih sederhana dapat kita katakan, bahwa hak tagihan tidak
menindih menurut perimbangan pada bagian-bagian benda jaminan.
214) HgH. 9 JuH 1925. dimuat dalam T.126:27; HgH 30 Mai 1929; dimuat daiam T.131:
379 dan selanjutnya.
Mlsalfcam
Debitur mempunyai hutang sebesar Rp lO.uOO.drJo.oo (seputuh
Juta rupiah) dengan jaminan hipotik atas beberapa kapal seriMi
Rp 2^.000.000,00 (dua putuh juta rupiah). Kalau debttur menctcH
hutangnya, sehingga tinggal Rp 5.0uu\DW,0Q (lima juta njpJati),
beium berartis bahwa ia berhak menuntut pembebasan jamiriah
kapal senilai 1/2 x Rp 20.000 000,00, Sebab tagjban kreditur tidak
menindih menurut'perimbangan pada bagian-bagjan benda jamin-
an, maiahan sebaliknya, setiap rupiah tagihan kreditur menindih
setiap bagian-benda jaminan.
Akibatnya lebih lanjut, kalau debitur meninggal dunia dan warisannya di-
warisi oleh beberapa* orang ahli warisnya, maka mesklpun hutangnya
sendiri mungkin dibagi-bagi di antara para ahli warisnya, hipotiknya tetap
meiekat pada benda jaminan sebagai satu .kesatuan, sehingga kreditur
tetap dapat mengambil pelunasan untuk seluruh tagihannya atas-hasil
.penjualan benda jaminan.
Dalam peristiwa ada pemasangan hipotik lebih dart 1 (satu} kali, maka
hipotik yang didaftarkan paling awal ~ sesuai dengan ciri dari hak ke-
bendaan - lahir Iebih dahulu dan mempunyai. kedudukan yang lebih tinggi
daripada yangtimbulkemudian, dan, kita sebut hipotik peringkat pertama
atau disingkat hipotik pertama, dan hipotik yang dipasang di belakangnya
secara berurutan menjadi hipotik kedua, ketiga dan seterusnya.
Di samping Ku, periu dnrigaf, bahwa jaminan hipotik yang kedua, bisa
diberikan, balk kepada kreditur yang sama maupun kedttur lain. -
N. LAHIRNYA HIPOTIK
Untuk menetapkan kapan hipotik lahir, ada baiknya kalau kita Ceritakah
urutan-urutan peristiwa sampai terjadinya pemasangan hipotik dan pen-
daftarannya.
TahapI
Kreditur dan debitur berunding untuk menutup suatu perjanjian
kredit (hutarig-piutangj. Kreditur menjanjikan sejumlah uang pin-
jaman'dan debitur mehj&n|ikari jammariatas hufimgiiyi Perjanjian
• untuk menutup perjanjian hutang piutang tersebut dalam dunia per-
bankan lazim disebut perjanjian kredit, dalam mana disebutkan,
bahwa Bank (kreditur) menjanjikan suatu jumlah uang pinjaman ter-
tentu dan debitur menjanjikan benda jaminan. Dalam istilah per-
bankan sering juga dinamakan Perjanjian Membuka Kredit/Akad
Kredit. Di daiam Perjanjian Membuka Kredit, Bank mensyaratkan,
bahwa penerima kredit (debitur) baru dapat menarik kredit untuk.
Tahap II
Para pihak dapat juga memilih langsung memasang hipotiknya,-
atau pemegang kuasa (notariil) untuk memasang hipotik, suatu
ketjka benar-benar melaksanakan pemasangan hipotJknya.
Akta hipotik dibuat dalam bentuk minut, dKandatangani oleh para
pihak, saksi, yang dilaksanakan di hadapan Pejabat .Batik Nama
(Pasal 3 jo Pasai 24 S.1933: 48 jo S.1938: 1 tentang Pendaftaran
Kapal) dan mmuta akta, secara berurutan dicatat daiam daftar
harlan, yang ditandatangan oleh para pihak dan Pejabat Balik
Nama.
Tahapir
Seteiah penandatanganan akta hipotik. maka selanjutnya dilak-
sanakan pendaftaran Ikatan jaminan hipotik.
Daiam Pasal 5 Peraturan Pendaftaran Kapal (S.1933:48 jo S.1938:
1) ditetapkan, bahwa akta yang bersangkutan harus memuat:
— nama, nama depan dan tempat tinggal para pihak secara
lengkap;
— menyebutkan surat-surat atas dasar mana mereka berhak
membuat akta;
— ureisn tentang kapal sesuai dengan Pasai 11, yaitu tentang
nama, jenis dan penggungaan kapal, tanggal, nomor dan
tempat pengeluaran surat ukur, tempat dan tahun pembuatan,
ukuran besarnya kapal, isi bruto dalam m (meter kubik) dan
3
merekdagang;
— "rrarga pembelian "atau riiiai kapal atau nilai hak atas kapal,
atau daiam hal ada hipotik hutang yang dijamin dengan kapal
diuraikan dengan huruf besar.
Dalam hal terjadi pembebanan benda tetap (atau balik nama), maka pada
minut maupun pada grosse surat kapemiHkan, di bagian bawah, dibubuhi
tanda tangan oleh pejabat Balik Nama (Pasal 22 S.1834: 27), dengan -
untuk pembebanan hipotik -- dibubuhi'catatan yang jelas, mengenai
tanggal dan nomor akta pengikatan jaminan, nama pemegang jaminan,
210 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabandaan
HlpeHfc
jumlah modal yang dipinjam diuralkan dengan huruf; satu dan lain dengan
ancaman denda yang sama untuk tiap pelanggaran sebagaimana yang
ditetapkan dalam pasai sebelumnya (PaSal 30 Ordonansi Balik Nama
Benda Tetap dan Pendaftaran Hypotheek atas Benda Tetap di Indonesia
5.1934:27).
Untuk semua hipotik tersedia suatu daftar. daiam mana hipotik didaftarkan
di bawah nomor yang berurutan, dengan catatan nomor minut adalah-
sama dengan nomor grosse (Pasai 24 S 1834:27).
Dalam Pasal 1179, Pasal 1180 dan Pasal 1181 B.W. jo Pasai 315
K.U.H.D. disebutkan, bahwa hipotik lahir pada saat, pendaftaran di daiam
register umum yang disediakan untuk itu. Dengan demikian, karena
hipotik lahir pada saat pendaftarannya, maka saat yang dipakai untuk
menentukan hak hipotik mana yang lebih tua adalah saat pendaftarannya.
Daiam Pasal 315 K.U.H.D. -- khusus untuk hipotik atas kapal -- dikatakan.
bahwa:
Tingkat di antara hipotik satu sama lain, ditentukan oleh hari,pern-
bukuan. Hlpotik-hipotik yang dibukukan pada hari yang sama,
mempunyai tingkat yang sama puia.
puluh meter kubik) isi kotor, dapat dibukukan dalam suatu regi
kapal menurut ketentuan-ketentuan yang akan ditetapkan da
suatu undang-undang.
Ayat (2):
Dalam undang-undang ini harus puia diatur tentang cara peralih
hak milik dan penyerahan aftan kapal atau kapal-kapal dalam pem
buatan yang dibukukan dalam register kapal tersebut.
Pejabat Balik Nama, di tempaVdi rtfans kapal itu didaftarkan, Jadi, pada
saat iiulah hak milik ataakapal barplndah kepada pemilik baru. .
(dua putuh meter kubik) atau lebih dapat dijaminkan melaiui lembaga
jaminan hipotik. yang seberramya disediakan bagi benda-berida tetap,
tetapi kapat-kapat yang terdafarttu sendiri derigari itu Hdafc menjadi benda
tetap, tetapi -- sebagaimana dikemukakan di depan -- tetap' merupakan
benda bergerak. Namun demikian, karena kapal-kapal yang terdattar me-
1
rupakan benda terdattar, maka ketentuan Pasal 1977 ayat (1) K.U.H.
Perdata tidak beriaku atasnya dan atas kapal-kapal seperti itu beriaku
ketentuan penyerahan yang same seperti penyerahan benda,tetapi . 8
219) Kpts. PT Surabaya No. 175/1963 Perdata, dimuat dalam Varfa Peradilan, Tahun
IV, Nomor 43. April 1989. hal. 112: lebih jelas lagi-kpts. PN Surakarta No. 521/
Pdtr1979. tgl. 10 Juli 1980 jo kpte. P.T. Semarang No. 232Vie81/P<a. tgk'7 Mai
1985 jo kpts. MA. No. 599 K/PdV1988, tgl. 26 November 1987, dimuat dalam
Varia PeradKan, Tahun IV, Nomor 30, November 1986.
Pasai 1171 ayat .(2) mensyara&an, bahwa kdasa memasang hipotik harus
dibuat secara notariil. Syarat notariil tersebut dimaksudkan, agar untuk
suatu kuasa, yang mengandung konsekuensi yang.damjkian besarnya,
pemberi kuasa terilndung darttindakan-tindakanyang tenelu largesa-gesa
atau gegabah. Notaris dalam tlap-tiap akta yang dibuat di badapannya,-
wajib untuk memberikan penjelasan-penjelasan secukupnya- Dalam hai
kuasa tersebut rhengandung hak substitusi, maka kuasa substitusi ter-
sebuttidakperiu dikeluarkan dalam bentuk akta notarffl '. Di sini sudah
22
Apakah tambahan klausula :"tidak dapat drtarik kembali dan tidak akan
berakhir ....' sudah cukup kuat, bila dibandlhgkan dengan asas, bahwa
suatu penawaran dapat drtarik kembali sebelum diterima oleh pihak lain?
Suatu hutang pada umumnya dijamin dengan benda jaminan yang mem-
punyai nilai di atas - sering kali jauh di atas ~ hutangnya. Kalau larangan
seperti. datam Pasal 1178 ayat (1) tidak diadakan, maka dikhawatirkan
adanya godaan rasa kigin memiliki benda jaminan yang besar, pada dirt
kreditur, sehingga dapat muncul suatu keadaan yang tidak wajar. yaitu di
mana dalam keadaan normal kreditur mengharapkan agar hutangnya
cepat- dilunasi - paling tidak mengharapkan agar hutangnya dapat di-
lunasi - tetapi sekarang mungkin kreditur malah mengharapkan agar
debitur tidak sanggup melunaslnya, sebab keadaan yang demikian itu
justru lebih menguntungkan kreditur. Lebih ekstrem lagi adalah dalam hal
kreditur justru mencari upaya agar debitur wanprestasi. Bukankah yang
demikian Itu justru menguntungkan baglnya?
Karena pelaksanaan hak kreditur berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) men-
dasarkan kepada kuasa, maka ia harus tunduk kepada ketentuan umum
tentang kuasa, kecuali dengan tegas dfsimpangl. Penytmpangannya
dalam Pasal 1178 ayat (2) adalah. bahwa .kuasa tersebut merupakan
kuasa yangtidakbisa ditarik kembali (pnherroepelijk). Namun, mengingat,
bahwa suatu kuasa tidak hanya berakhir kalau kuasa itu ditarik kembali.
tetapi bisa Juga karena sebab-sebab lain sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 1813 - di mana berakhirnya kuasa karena ditarik kembali
baru merupakan salah satu sebab saja - maka kiranya periu, bahwa dl
dalam akta hipotik ditambahkan, bahwa kuasa .tersebut- tidak akan ber-
akhir oleh sebab-sebab yang disebutkan dalam Pasal 1813. Bukankah
kita periu memikirkan, bagaimana kalau debitur mati,. dftdruh di bawah
pengampuan atau pailit? Bukankah kuasa tersebut menjadi batal
(berakhir), sekalipun pemberi kuasa tidak menarik kuasariya kembali?
Yang demikian itu dapat merugikan bagi kreditur.
223) Diambil dari contoh akta hipotik kapal yang tercnuat dalam buku M.t. Surahman.
Peraturan Pendaftaran dan Balik Nama Kapal (Regaling teboekstelling van
schepen). cetakan pertama, Perostakan Buklt Mas, Jakarta 1968.
2. Teori Mandaat
Kaiau kredrtur-pemegang-hipotik melaksanakan penjualan benda jaminan
di depan umum atas dasar haknya ex Pasal 1178 ayat (2), maka ada
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan itu yang periu mendapat
perhatian dan penyelesaian.
Masalah:
Dalam hal kreditur menjual benda jaminan atas kekuasaan sendiri,
apakah ia menjual berdasarkan kuasa dari debitur, ataukah ia me-
laksanakan haknya sendiri berdasarkan janji yang termuat dalam
akta hipotik?
Contohnya:
Sekalipun contoh ini adalah mengenai hipotik atas persil, tetapi
karena prinsipnya hipotik atas persil dan kapal - di negeri Belanda
dan pada waktu yang lampau di Indonesia - adalah sama, maka
contoh di bawah ini cukup reievan untuk dikemukakan.
Keputusan H.R. tanggal 30 Mel 1924 dalam perkara antara J.J.W.
Kaat melawan A.L.G. Hoefnagets dan HJ.P. Hoefnagels.
Masalahnya adalah demikian:
Hb. meminjam uang dari, antara lain, Wi dan memberikan jaminan
hipotik atas sebuah persil X milik Hb., dan dalam akta hipotik
antara lain diperjanjikan, bahwa Hb. tidak diperkenankan me-
nyewakan persil itu lebih dari 3 (tiga) tahun berturut-turut Janji
mana didaftarkan. Persil X mliik Hb. tersebut kemudian - karena
debitur (Hb.) wanprestasi - dilelang oleh kreditur pemegang-
hipotik dan dibeli oleh Kl. Temyata pada waktu pinjaman berjalan,
persil X (milik Hb.) tersebut di luar tan dan persetujuan kreditur ~
dan secara .bertentangan (melanggar) dengan janji-janji hipotik -
oleh debitur telah disewakan kepada Hfn. untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun. Kl., berdasarkan syarat-syarat jual-beli dalam
pelelangan, telah mengoper hak-hak kreditur pemegang-hipotik,
dan tentunya termasuk hak-hak kreditur untuk menuntut pembatal-
an perjanjian antara debitur dengan Hfn., yang dibuat secara ber-
tentangan dengan janji hipotik, yang notabene telah didaftarkan.
224) RSchO«en,hal.485;Pitlo,hal,499;v.Overi.hal.ie8.
Hot berpendapat
Atas pertanyaan pertama
pemegang hipotik yang menjual benda jaminan atas dasar Pasal
1178 telah melakukan hal itu sebagai lasthebbervkUBsa dari
pemilik/pemberi-hipotik. Karena perjanjian sewa-menyewa dibuat
oleh pemilik/pemberi-hipotik sendiri (dengan penyewa), maka ia
(pemilik-asal) tidak dapat rherribatalkannya secara sepihak.
Dan kalau la sendiri tidak dapat, maka kuasanya pun tidak dapat
dan karenanya hak seperti itu tidak dioper oleh pembeli. sehingga
pembeli tidak mempunyai hak untuk menuntut pembatalan.
Dari apa yang dikemukakan di atas kita lihat, bahwa Hof berpendapat,
bahwa dalam suatu penjualan benda jaminan di depan umum ex Pasal
1178, pemegang hipotik bertindak selaku kuasa dari pemilik/pemberi-
hipotik.
gantung dari suka atau tidak sukanya pemilik. Pemberian kuasa dalam
bentuk kuasa mutlak biasanya -- lain dari kuasa biasa pada umumnya -
diberikan justru untuk kepentingan penerima kuasa. Adalah lebih cocdk
kalau dalam peristiwa demikian penjual dianggap sebagai melaksanakan
haknya sendiri,tidakbergantung dari kehendak pemilik, ia tidak mewakili
- kepentingan - pemilik, walaupun harus diakui adanya keisttmewaan-.
keistimewaan' tertentu, karena di sini penjualan adalah penjualan oleh
kreditur atas barang-barang orang lain, sehingga menunjukkan oiri-ciri
penjualan executorial juga.
225) pitto. hal. 500; v. Oven juga mengatakan, bahwa penjualan oleh pemegang-hipotik
berdasarkan Pasal 1178 aval (2) bagaJmanapun mempunyai sifat eksekusi; vide
hai. 192.
226) Pitto. hal. 501.
Kata onherroepelijk secara harfiah berarti tidak bisa ditarik kembali; oleh
siapa? Oteh pemberi kuasa. Dan kaiaupun pendukung teori mandaat
menyatakan, bahwa kesemuarrya itu didasarkan atas kuasa mutlak yang
diperjanjikan, maka Schotten menjawab. tidak ada ketentuan undang-
228
undang yang mernberikan akibat hukum yang barbeda antara kuasa biasa
dan kuasa mutlak Maiahan, kalau difthat dari tujuannya, sebagaimana di
atas, sama sekali tidak ada tempat bagi lastgeving (pemberian kuasa): Di
samping Itu, bukankah janji ex Pasal 1178 ayat (2) tetap meiekat sekali-
pun bendanya berpindah tangan?
Syarat yang harus dipenuhi untuk mengadakan janji menjual atas ke-
kuasaan sendiri adalah, bahwa janji tersebut harus diadakan "pada waktu
diberikannya hipotik" (Pasal 1178 ayat (2)), yang berarti, bahwa janji
demikian, yang diberikan di kemudian hari - sesudah pembuatan akta
hipotik - tidak beriaku. Dengan perkataan lain, ia harus dicantumkan
dalam akta hipotik
4. Parate Eksekusi
Keistjmewaan dari hak pemegang-hipotik ex Pasal 1178 ayat (2) K.U.H,
Perdata adalah, bahwa ia bisa menjual barang-barang jaminan - sesudah
dan karenanya tanpa meiibatkan juru sita -- tanpa perantara atau rain
Hakim, pokoknya seolah-olah la meJefang barangnya sendiri. Bahkan, ia
tak periu menggunakan grosse akta hipotiknya.
. Kalau tadi dl depart kita katakan bahwa hukum eksekusi diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, maka di sini pemegang-
hipotik main di luar Hukum Acara. Dapat dibayangkan, bahwa di dalam
praktek pemegang-hipotik mestinya jarang menggunakan sarana ekse-
kusi melaiui grosse akta hipotik, karena ia mempunyai sarana yang iebih
murah, lebih sederhana dan lebih siap untuk setiap waktu diterapkan . 230
Gunanya tetap ada, yaitu dalam hal penjualan berdasarkan Pasal 1178
ayat (2), tidak menghasilkan cukup untuk menutup seluruh tagihan
kreditur - misalnya karena adanya penurunan nilai jaminan ~ sehingga
untuk sisa tagihan kreditur sekarang berkedudukan sebagai kreditur
konkuren saja, maka berdasarkan grosse-akta pengakuan hutang yang
dipunyai olehnya ia dapat menyita sisa kekayaan debiturnya, tanpa ia
untuk itu harus meminta keputusan Pengadilan lebih dahulu. Irigat ia
menyita bukan dalam kedudukannya sebagai pemegang-hipotik - benda
hipotik sudah habis dijual - tetapi sebagai kreditur yang memegang
grosse-akta pengakuan hutang . Akan tetapi. ini baru tahap penyitaan.
231
Walaupun demikian, janji ex Pasal 1178 ayat (2) merupakan sarana yang
sangat ampuh bagi kreditur, kalau jalan yang lebih luwes tidak bisa di-
tempuh.
232) MP. Hutagalung, Eksekusi Hipotik dart Kepastian Hukumnya, dimuat dalam
•Hukum dan Pembangunan*. No. 6, Tahun XX. Desember 990. hal. 562: T.M.
Syakur Mahmud, Keynote Address Bank Indonesia pada loka karya Eksekusi
Hipotik dan Kepastian Hukumnya. IB September 1990 di Jakarta.
Belakangan dan seorang pengacara di Jakarta, penulis mendapat khabar. bahwa
parate eksekusi hak tanggungan sudah mulai bisa berjalan.
Kalau kita ikuti teori mandaat, maka seharusnya yang menjadi ukuran
adalah hubungan antara pembeli di satu pihak dan pemegang-hipotik dan
pemilik di lain pihak, karena pemegang-hipotik hanya kuasa saja dari
pemilik: Kalau demikian, maka konsekuenslnya talah, bahwa kalau pemilik
melakukan penipuan (bedrog), maka perjanjian bisa dibatalkan. Kenyata-
annya H.R. dalam Arrestnya tanggal 14-3-1882 (W 4755) tidak menerima
konsekuensi yang demikian dan menganggap; bahwa untuk sahnya per-
janjian, yang dipakai sebagai patokan adalah hubungan antara pembeli
dan pemegang-hipotik. Di dalam suatu penjualan berdasarkan kuasa,
maka konstruksi yuridisnya adalah pemilik menjual (sendiri) benda jamin-
an - dengan memakai tangan penerima kuasa ~ kepada pembeli dan
karenanya pembeli mengoper semua hak dari pemilik, sedang figur
pemegang-hipotik sebagai perantara tersingkir sama sekafl, Akan tetapi,
kenyataannya H.R. tidak mau menerima konsekuensi seperti itu, seperti
ternyata dari arrest tanggal 14-3-1882 tersebut di atas .
233
6. Cara Penjualan
Bagian akhir Pasal 1178 ayat (2) menyebutkan, bahwa penjualan benda
jaminan (dl depan umum) harus dilakukan dengan .cara-eara yang dl-
tetapkan'dalam Pasal 1211. Dalam Pasal 1211 dikatakan, bahwa penjual-
R. MASALAH GROSSE
Belakangan ini orang ribut mempeTmasalahkan grosse akta, hal ttu
tampak dari banyaknya tulisan dan seminar mengenai masalah tersebut.
Pembicaraan mengenai masalah tersebut mempunyai kaitan dengan
pembicaraan kita tentang hukum jaminan, karena di dalam hipotik kita
juga mengenal lembaga yang berkaitan dengan masalah grosse, yaitu
grosse-akta pengakuan hutang dan grosse-akta-hipotik. Karena orang
sering kali kabur dalam membedakan antara penjualan ex Pasal 1178
ayat (2) (parate eksekusi) dengan penjualan berdasarkan grosse, maka
pembicaraan mengenai kedua hal tersebut sengaja dilakukan secara
berurutan. agar menjadi lebih jsias.
1. Arti Grosse
Akta-grosse adalah salinan akta autentik, yang pada bagian atasnya di-
berikan judul "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA", yang dapat dleksekusi sebagaimana layaknya suatu ke-
putusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan hukum yang pasti;
demikian kurang lebih arti yang diberikan oleh doktrin .
235
235) Stein mengatakan: "Da grosse levert de executorial titel op, waarmee de
schuldeiser beslag kan leggen.
23E) Star Busman, hal. 9.
Hlpotfk
Pasal tersebut periu kita kaitkan dengan Pasal 40 P.J.N., yang mengata-
kan, bahwa:
"Kecuali dalam hal-haf yang disebut pemndang-undangan umum.
notaris tidak boleh memberikan grosse. dan seterusnya*.
Dengan demikian, kita sekarang tahu, bahwa yang berhak membuat akta
otentik adalah notaris atau pejabat lain yang ditunjuk oteh perundang-
237
237) Stein mengatakan, bahwa grosse akta hipotflc memberikan titel eksekutorial
karena ia merupakan akta notariil (Oe grosse van da hypotheek akte levari, daar
deza een notarial* akte Is ): vide Hypotheek, hal. 170.
Keistimewaan akta otentik dapat kita baca dalam Pasal 1870 B.W,
Dl daiam pasal tersebut ditetapkan, bahwa:
"Suatu akta -autentik memberikan di antara para pihak beserta
mris-ahli warisnya atau orang yang mendapatkan hak daripad
mereka, suatu bukti yang sempuma tentang apa yang dimuat
daiamnya",
Dari apa yang telah dikemukakan di depan, prang bisa mendapat kesan,
bahwa grosse-akta hanya diperlukan dalam kaftannya dengan eksekusi
yang sederhana. Daiam kenyataannya grosse masih mempunyai keguna-
an yang lain, seperti yang dikemukakan oleh Retnewulan Sutanbo 239
dengan menunjuk kepada Pasal 1888 ayat (1) B.W. yang berbunyi:
"Dalam hal alas hak yang asli tidak ada lagi, maka grossenya
memberikan kekuatan pembuktian yang sama dengan aslinya*.
Jadi, di sini tidak bicara tentang kekuatan executoriaal, tetapi hanya
"kekuatan bukti yang sama" dengan aslinya. Selanjutnya. ia menunjuk
kepada tullsan Pftio daiam bukunya Tentang Bukti dan Kedaluwarsa. yang
mengemukakan, bahwa:
"Harap diingai bahwa ada akta notaris yang grossenya tidak dapa
memberikan kekuatan eksekutorial oleh karena tidak ada yang
dapat dieksekusi. Saya Ingat pada akta penyerahan barang tidak
bergerak yang aeapkali berisikan kuitansi untuk harga penjualan
pada surat wasiat dengan mana orangtidakpemah dapat meng-
eksekusi sesuatu, oleh karena pemenuhan syarat yang paling periu
untuk mendapatkan hak bagi penagih hibah wasiat, yaitu matiny
pewaris,tidaktemyata dari wasiat itu. Walaupun demikian, orang
dapat juga memperoleh grosse dari akta ini. Keuntungan satu-satu-
, nya adalah daya pembuktian dari grosse itu (Pasal 1926 ayat (1)
B.W. Bid. (1889B.W. Ind.)** . 0
Barf apa yang telah dikemukakan di atas, kita tahu, bahwa notaris mem-
-punyai kewenangan yang luas untuk mengeluarkan grosse-akta, tetapi hal
Selanjutnya, Pasal 439 Rv. sebagai peraturan pelaksanaan Pasal 440 Rv.
mengatakan, bahwa:
241) Yang manuiut Soegortdo Notodfsoerio belum pemah dlcabut atau dibajalkan.
op.cit. hal. 196.
Di dalam H.I.R. juga terdapat ketentuan yang sejiwa dengan itu, yaitu apa
yang tertulis dalam PasaJ 224. Hanya bedanya di sana disebut tentang
grosse-akta hipotik dan "surat pengakuan hutang notariil" (notarieele
schuldbrieven), sedang dalam Pasal 440 Rv. ditulis akta hipotik dan
"grosse-akta notaris yang mengandung kewajiban membayar sejumlah
uang". Menurut riwayatnya, semula Pasal 440 Rv. mempunyai redaksi
yang sama dengan Pasal 224 H.I.R,, tetapi Pasal 440 Rv dengan S.1908-
522 telah diubah sehingga berbunyi seperti sekarang ini, sedang Pasal
224 H.I.R. - mungkin karena dianggap tidak ada atau kurang urgeritie-nya
- tidak mengalaml perubahan sampai sekarang . 243
242) Juru sita yang dimaksud adalah juru sita yang diangkat berdasarkan PasaJ 139
R.O. dan juru sita yang demikian merupakan pejabat umum yang mempunyai
kedudukan yang mandlri. yangtidakperiu memperhatlkan. perintah-perfmari atau
petun|uk-petunjuk dari pejabat atau instansi yang lain; vide Wawan Setiawan
dalam makalahnya: Periindungan Hukum Bagi Kreditur. dimuat dalam Media
Noiartat, No. 5. Tahun ke II, October 1987.
Tan A Sioe dalam: Grosse-Akta Notaris, dimuat dalam Media Notarial, Edlsi
Khusus, Oktober 1986, hal, 19.
sekarang sudah tidak ada lagi, maka pelaksanaan eksekusi dari semua
grosse-akta notaris harus melaiui Ketua Pengadilan Negeri."^ . 45
244) pp.cft,hal.20.
245) mkt
246) Ting Swan Tlong, dalam: Catalan tentang Kekuatan Eksekutorial Grosse-Akta
Pengakuan Hutang Notarial, dimuat dalam Media Notartat, edisi khusus. Oktober
1 s e e , hal. 67.
247) EdNSiswoko, dalam: Grosse-Akta dan Pelaksanaannya; Soetamo Soedja dalam:
Qrossa-Akta Pengakuan Hutang; Oe Slang D|le dalam: Grasse-Akte; Rudni
Prasetya dalam: Masalah Akte Notariil Pengakuan Hutang yang Berkekuatan
Eksekusi Titel.
Jadi, ketentuan H.I.R. yang mengatur mengenai akta apa yang bisa dilak-
sanakan sebagai grosse, tidak berbeda dengan ketentuan tersebut di
atas, hanya kalau daiam Rechtsvordering dikatakan tentang "akta notariil
yang berisi suatu kewajiban untuk membayar sejumlah uang" (notarieele
akten inhoudende de verplichting tot voldoening eener gektsom), dalam
besarnya jumlah uang yang harus ditunaskan sudah past), dan tidak ada
lagi sesuatu alasan hukum bagi debitur untuk menyangkal hutangnya * 24
Pendirian seperti ini dikemukakan lagi secara tegas oleh Prof. Z. Asikin
Kusumah Atmadja, S.H. 250
249} Vide sural Ketua Muda M.A.R.I. Urusan Peradilan Umum Bidang Hukum Perdata
tertulis, Kowil Jawa, No. 213/229/05/IJ/Um-Tu/Pdt, tarlanggal 16 April 1985 yang
ditujukan dan sebagai jawaban kepada Bapak Soatamo So«a, pengacara di
Jakarta dan surat No. 133/154/86/tlAJm-Tu/Pdt:ttrtanggaf18 Marat 1986 yang
ditujukan dan sebagai'jawaban kepada pihak Direksf B.N.I. 1946. Jakarta,
kedua-efuariya dimuat dalam Media Notarial Edisl Perkertalani Jul! 1986.
Purwoto S. Qandasubrata dalam pidato pembukaan temu wbara 'Hukum Jaminan
di Indonesia" mengatakan (13). bahwa pada perjanjian kredit yang pertama
apabila perfiitungan kreditur tentang besarnya sisa hutang debitur dapat
drterima/dlsetujul oleh debitur seharusnya tidak ada masalah untuk dapat
di eksekusi dengan segera
250) Dalam "Pengertian Akta-Grosse' dimuat dalam Media Notariat Edisi Khusus,
Oktober 1986, haJ.60-
251) Dlniuat dalam Varia Peradilan. Tahun III. No. 30, Maret 198B, hat. 38.
belum dapat beriaku, maka pejabat di hadapan siapa akta hipotik harus
dilaksanakan adalah Pejabat Balik Nama, sebagaimana yang dimaksud
daiam S.1933:48 jo sub 2 S.1947:53 adalah Syabbandar.
Periu diperhatikan adanya ketentuan Pasal 315 b ayat {2} K.U.H.D.. yang
dengan tegas menyatakan, bahwa di dalam sewa yang diatur dalam
Pasal 1185 K.U.H.Perdata. termasuk pen-charter-an kapal menurut waktu.
Dalam hal terjadi peianggaran, yang berupa penerimaan uang muka sewa
oleh pemilik (pemberi-jaminan) dan perjanjian sewa yang bersangkutan
atas tuntutan keditur dibatatkan, maka penyewa berhak untuk menuntut
kembali uang mukanya dari pemilik (pemberi-jaminan) ^ .2 3
b. Pelaksanaan janji-sewa
Sekalipun teoretis janji itu harus secara khusus diperjanjikan oleh kreditur
dan pemberi-jaminan, dalam prakteknya, karena janji seperti itu seiatu di-
masukkan dalam akta hipotik, dan akta hipotik dalam prakteknya sudah
dituangkan dalam akta standar, maka dapat dikatakan,, bahwa kreditur
tidak pemah lupa memperjanjikan janji sewa.
254) Uhatnal.77.
c. Permasalanan
Pembicaraan tersebut di atas mengingatkan kita kepada apa yang telah
dikemukakan di depan, yaitu tentang pelaksanaan parate eksekusi dalam
kaitannya dengan janji-sewa. Apakah kalau pemegang-hipotik, sebelum
melaksanakan penjualan di depan umum, tidak telah menuntut pelepasan
objek jaminan dari ikatan sewa {pembatalan perjanjian sewa-menyewa),
pembefMeiang boleh menurut pelepasan itu berdasarkan janji yang talari
dibuat oleh kreditur pemegang-hipotik?
Kalau kita berbicara tentang sesudah lelang, maka hal itu berarii bahwa
juaHetang telah teriaksana, dan dalam hal demikian berarti, bahwa
kreditur pemegang-hipotik telah mengambil pelunasan dari hasil eksekusi.
dengan konsekuenstnya hutang-piutang antara kreditur dengan debitur
telah lunas. Karena hutang ~ yang merupakan perikatan pokoknya -
untuk mana diberikan penjaminan, telah lunas, maka semua accessoirnya
- semua jaminan-jaminannya ~ telah hapus puia. Dengan demikian,
kalau kreditur sendiri sudah tidak mempunyai.hak-hak lagi dari Ikatan
jaminannya, bagaimana pembeli bisa menurut pembatalan perjanjian
sewa? Hak kreditur berdasarkan Pasal 1185 K.U.H.Perdata diberikan
dalam kualitasnya kreditur sebagai pemegang-hipotik.
2. Janji Asuransi
Sudah dikatakan di depan, bahwa kreditur pemegang-hipotik berkepen-
tingan agar benda jaminannya tetap mempunyai nilai jual yang tinggi.
Malapetaka kebakaran - dan untuk kapal tenggelamnya kapal - adalah
salah satu bentuk kerugian yang sangat ditakutj oleh pemegang-hipotik.
Kesan yang timbul dari pasal tersebut adalah, bahwa hak pembeli untuk
menuntut pembersihan ada, baik pada penjualan lelang eksekusi maupun
pada penjualan sukarela, sekalipun tidak di depan umum (tidak melaiui
lelang). Namun, sebenarnya yang dimaksud adalah hanya pada penjual-
an lelang saja, baik lelang eksekusi maupun lelang sukarela. Jadi, pasal
tersebut baru beriaku - dan karenanya pembeli baru mempunyai hak me-
Misalnya:
- A berhutang kepada Bank X sejumlah Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah) dengan jaminan sebuah kapal yang nitaihya
semula ditaksir Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), tetapi
kemudian, disebabkan usaha peiayaran sedang lesu, nilainya me-
rosot, sehingga hanya bemilai Rp 300.000.600,00 (tiga ratus juta
rupiah) saja.
atau A mempunyai hutang pada .Bank Y sejumlah
Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dijamin dengan hipotik
pertama atas sebuah kapal yang bemilai Rp 400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah), kemudian A meminjam lagi kepada Bank
Z sejumlah Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan
jaminan hipotik kedua atas kapal yang sama.
Dalam kasus seperti tersebut di atas. kalau sampai terjadi ada penjualan
kapal-jaminan di muka umum, maka si pembeli yang menuntut pem-
bersihan hanya cukup membayar harga pembeliannya saja dan ia mene-
rima kapal yang bersangkutan bebas dari beban hutang.
b. Manfaat pembersihan
Kalau seandainya tidak ada ketentuan seperti yang tercantum dalam
Pasal 1210 ayat (1) K.U.H.Perdata - dan karenanya pembeli tidak dapat
menuntut mensyaratkan pembersihan - maka akibatnya - dalam peris-
tiwa yang sama seperti dalam contoh di atas - adalah:
- Setelah pembeli membayar harga lelang sejumlah
Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), maka kapal tersebut
Dalam contoh di atas kita melihat. kalau tidak ada. Pasal 1210 ayat (1)
K.U.H.Perdata, maka pembeli rugi Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah). Kalau dalam pelelangan pembeli harus menanggung risiko me-
mikul sisa beban yang menindih benda yang dHelang, maka bisa-bisa
tidak ada pembeli yang mau membeii benda lelang dalam suatu lelang,
apaiagi yang dibebani hipotik. Siapa yang paling rug!? Tentu saja para
pemegang-hipotik, karena ia justru orang yang paling mengharapkan agar
piutangnya btsa dilunasi dan kemungkinan paling akhir akan adanya
pelunasan justru tertetak dalam wewenangnya untuk menjual di depan
umum dan mengambil pelunasan lebih dahulu dari hasil penjualan itu.
Jadi, ketentuan Pasal 1210 ayat (1) K.U.H.Perdata, yang pada permulaan
tampaknya adalah semata-mata untuk kepentingan pembeli, pada akhir-
nya adalah untuk kepentingan pemegang-hipotik juga. Hak pembeli untuk
minta pembersihan hanya dapat dimajukan dalam penjualan di depan
umum. Jadi, prinsipnya dalam suatu penjualan di muka umum pembeli
boleh minta dibersihkan. Tuntutan untuk dibersihkan boleh dimajukan oleh
pembeli dalam penjualan di muka umum, baik karena suatu penjualan
terpaksa (dalam eksekusi) maupun atas dasar sukarela, asal penjualan
dilakukan dengan mengindahkan syarat-syarat dalam Pasal i2J1 dan
Pasal 1212 K.U.H.Perdata.
Janji yang demikian itu dinamakan "janji untuk tidak dibersihkan" (beding
van niet zuivering) dan harus diadakan. pada waktu membuat akta hipotik.
Kesimpulannya:
'kalau kits hubungkan Pasal 1210 dengan Pasal 1211 K.U.H.
Perdata, maka kalau antara kreditur dan pemberi-jaminan ada di-
perjanjikan janji untuk tjdak dibersihkan, maka tuntutan pembersih-
an hanya bisa dilakukan oleh pembeli pada penjualan eksekusi di
muka umum saja.
Masalah;
Kalau pemegang-hipolik menjual persil-jaminan atas dasar Pasal
1178 ayat (2) K.U.H. Perdata, apakah di sini ada penjualan Sukarela
Kesimpulannya:
Penjualan ex Pasal1178 ayat (2) K.U.H.Perdata adalah penjualan
sukarela. Karena penjualannya dianggap sukarelaa maka janji
untuk tidak dibersihkan beriaku. Ini membawa konsekuensi yang
tidak menguntungkan, baik bagi pembeli maupun pemegang
hipotik.
Sedangkan kalau kita ikuti pendapat Teori Eksekusi yang disederhanakan.
maka pemegang-hipotik menjual berdasarkan haknya sendiri dari penjual-
an tersebut tidak bergantung dari kehendak pemilik/pemberi-hipotik.
maiahan bertentangan dengan kehendaknya. Jadi, di sini ada penjualan
umum karena terpaksa.
Kalau kita ikuti pendapat yang kedua. maka "janji urttuk tidak dibersBikan"
tidak beriaku di sini. Pembeli sekarang terlindung dari slaa-sisa beban
hipotik yang melebihi harga pembelian, kalau ia menuntut pembersihan.
merasa dirinya teriindungi dan yang demikian itu pada akhirnya meng-
untungkan si penjual sendiri. Bukankah penjual mengharapkan agar persil
tersebut laku terjual? Dari- sini saja sudah tampak, bahwa adalah tidak
logis kalau dalam penjualan seperti itu, justru janji untuk tidak dibersihkan,
yang dibuat oleh pemegang-hipotik pertama, akan diterapkan. Bukankah
dengan demikian' janji tersebut, yang dibuat oleh pemegang-hipotik-
pertama, akan merugikan dirinya sendiri? Di samping itu, menurut Pttlo , 257
hak jaminan hanya dapat dilaksanakan sekali saja dan karenanya peme-
gang-hipotik tidak dapat menjual benda jaminan yang sama berkali-kali.
asas hipotik tidak dapat dibagi-bagi dan asas hak kebendaan, maka kredi-
tur tetap berhak untuk menjual benda-jaminan tersebut — setelah debitur
wanprestasi ~ baik sebagian maupun seluruhriya. Dalam hal demikian
bagi pihak-ketiga bezitter masih ada kemungkinan untuk menghaiang-
halangi penjualan, dengan jalan secara sukarela membayar hutang-
hutang debitur. Pembayaran (pelunasan) tersebut dapat dikonstruksikan
sebagai pembelian benda jaminan, di mana harga pembelian tersebut
dibayarkan kepada kreditur-pemegang-hipotfk, seperti yang dimaksud
oleh Pasal 1402 sub 2 K.U.H. Perdata. Akibat pelunasan seperti itu adalah,
bahwa pihak-ketiga bezitter dianggap telah membeii benda-jaminan, se-
hingga ia sekarang menjadi pemilik benda-jaminan yang dipegang oleh-
nya, sedangkan akibat lain adalah, bahwa ia sekarang - kalau seluruh
kredit debitur terlunasi - mendapat subrogasi (gesubrbgeerd) atas semua
hak yang dipunyai kreditur terhadap debitur, termasuk hak-hak istimewa
(dan gadai) serta hak hipotiknya . Cara pencegahan penjualan seperti
358
itu berfaku puia untuk kasus seperti tersebut dl atas, di mana pihak-ketiga
menguasai salah satu benda yang dijaminkan- ,
Contohnya:* * 5
U. BERAKHIRNYA HIPOTIK
Hipotik berakhir karena:
- Hapusnya perikatan pokok.
Ini sesuai dengan sifat accessoir daripada hipotik, sehingga nasib-
nya bergantung dari perikatan pokoknya.
Suatu perikatan hapus/herakhir karena:
— pembayaran
V. LIKU-LIKU ROYA
Adanya prinsip, bahwa hipotik tidak dapat dibagi-bagi. adakalanya meng-
haruskan kita untuk berhati-hatj dalam meroya beban hipotik.
Adakalanya hipotik diletakkan sekaligus atas beberapa benda-jaminan
untuk menjamin hutang debitur. Kalau terjadi, bahwa debitur - dengan
persetujuan dan kreditur - hendak menggantj salah satu benda-jaminan
dengan benda-jaminan lain, maka kita periu melaksanakannya dengan
prosedur yang aman, tanpa harus membahayakan tagihan/kredit kreditur.
Hendaknya diingat, bahwa dalam hipotik pada asasnya tidak dikenal roya
partiil dengan akibatnya, kalau hipotik yang pertama dihapus, maka berarti
beban hipotik atas seluruh benda-jaminan, yang disebutkan dalam hipotik
yang pertama, dihapus, termasuk beda-jaminan yang tidak akan diganti.
Yang demikian sangat membahayakan kreditur, karena sementara hipotik-
baru belum dipasang lagi, maka kreditur hanya dijamin dengan jaminan
umum saja. Konkretnya umpama saja, kredit dijamin dengan 3 (tiga) kapai
x, kapal y, dan kapal z. Kapal x - sebagai jaminan - hendak dttukar
dengan kapal m. Atas kapal-kapal yang masih tetap hendak dipakai se-
bagai jaminan ~ yaitu kapal y dan kapal z ~ harus sekali lagi dipasang
hipotik kedua. Atas kapal m dipasang hipotik pertama. Sesudah itu, baru
BAB V
HAK TANGGUNGAN
A. PENGANTAR
Pada tanggal 9 April 1996 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1936 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah, .yang untuk selanjutnya akan disebut
sebagai ~ dan memang dalam kehidupan sehari-hari terkenal dengan
sebutan - HAK TANGGUNGAN, dan undang-undangnya kita singkat
menjadi Undang-Undang Hak Tanggungan.
Di waktu yang lalu, hipotik objeknya adalah benda tetap sebagai jaminan
dan benda tetap menurut K.U.H.Perdata meliputi benda tetap karena sifat-
nya, karena peruntukannya dan karena undang-undang (Pasal 506, Pasal
507 dan Pasal 508 K.U.H.Perdata).
Benda tetap karena sifatnya adalah tanah dan semua yang bersatu atau
dipersatukan dengan tanah. Yang bersatu dengan tanah adalah umpama
saja pohon-pohon yang tumbuh dengan akarnya menancap dalam tanah
(Pasal 506 sub 3 K.U.H.Perdata), sedang yang dimaksud dengan yang
dipersatukan dengan tanah adalah umpamanya bangunan-bangunan
272 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan
Hak Tanggungan
Di luar benda tetap sebagaimana yang disebutkan di atas. yang juga men-
jadi objek hak jaminan hipotik adalah kapal-kapal Indonesia yang mem-
punyai ukuran paling sedikit 20 m (dua puluh meter kubik) (Pasal 314
3
K.U.H.D.).
261) Beekhuls. dalam Saris Asser. Zakanrecht, Algwneen Dee), hal. 67. menga&kari
bahwa benda tetap karena peruntukannya adalah benda-benda yang menurut
pandangan masyarakat dimaksudkan untuk mengabdi secara tetap kepada benda
tetap tertentu. tanpa harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari benda tetap yang
bersangkutan.
262) Pitlo, hal. 37.
(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan hak tanggungan
adalah:
hak milik
- hak guna usaha
hak guna bangunan
(2) Selain hak-hak atastanahsebagaimana dimaksud pada ayat
(1), hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan
yang beriaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat d
pindahtangankan dapat juga dibebani dengan hak tanggung
an ^.
2
Jadi, selain tanah. bangunan. tanaman dar hasil karya yang merupakan
satu kesatuan dengan tanahnya dapat jadi objek hak tanggungan.
Perhaft'kan baik-baik syarat "merupakan satu kesatuan" dengan tanahnya.
Adapun yang dimaksud dengan hasil karya dalam Pasal 4 ayat (4)
Undang-Undang Hak Tanggungan. menurut penjelasannya, adalah misal-
nya candi, patung. gapura. relief yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah yang bersangkutan.
Dari contoh "hasil karya" yang diberikan dalam pasal tersebut di atas. kita
tahu, bahwa mesin-mesin yang dftempatkan - dan dimaksudkan untuk di-
gunakan secara permanen -- dalam bangunan parmanen yang dijaminkan
dengan hak tanggungan - berlainan dengan dulu pada waktu masih di-
gunakan lembaga hipotik ~ sekarang tidak termasuk dalam objek hak
tanggungan.
265) Moriam Darua Badrutzaman. Bab-bab tentang Hipotik, hal. 115 - hal. 11£. Penulis
tidak mempunyai ketentuan tentang hipotik atas pesawat udara.
objek hak jaminan hipotik maupun crrjdiatverbanb!, yaitu hak pakai atas
tanah tertentu, yang wajib dldaftar dan dapat diaNhkan.
Dengan demikian, kita mestinya boleh berharap, bahwa ketentuan-
ketentuan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan maupun pelaksana-
annya di daiam praktek, akan memberikan kedudukan yang iebih kuat
kepada para pihak dalam perjanjian penjaminan dan suatu kepastian
hukum yang lebih besar mengenai hak-hak mereka daripada yang telah
diberikan oleh lembaga hipotik.
Janji-janji yang biasa atau selalu diperjanjikan dalam hipotik, juga diberi-
kan pengaturannya di daiam Undang-Undang Hak Tanggungan, hanya
saja di sini ditambah dengan janji-janji baru. Akan tetapi, janji-janji yang
baru pun -- yang ditambahkan tersebut ~ sebagian merupakan janji-janji
yang ditambahkan pada lembaga hipotik di negeri Belanda dan karenanya
kalau kita boleh menduga, Undang-Undang Hak Tanggungan mengambil
oper dari ketentuan hipotik di negeri Belanda .266
266) Bandingkan dengan janji-janji- hypotheek yang disebutkan oleh Stem dalam
bukunya Zekerheidsrechten. Hypotheek. hal. t02 dan selanjutnya.
1. Hak Jaminan
Hak jaminan di sini merupakan hak jaminan kebendaan, karena pada hak
tanggungan • ada benda tertentu atau sekelompk benda tertentu yang
secara khusus dlperikatkan sebagai jaminan.
Benda-benda yang turut dijaminkan itu bisa milik debitur sendiri maupun
milik pihak-ketiga (Pasal 4 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Hak
Tanggungan). Kalau pemberi-jaminan adalah debitur sendiri. maka yang
bersangkutan disebut debitur pemberi hak tanggungan, sedang kalau
pemberi-jaminan adalah pihak-ketiga, maka yang bersangkutan disebut
pihak-ketiga pemberi hak tanggungan.
267) Yang ada adalah penjelasan umum dalam Bagian Umum 3a. yang ada
penyebutan tentang kedudukan yang "diutamakan* atau "mendahulu*, tanpa
penjelasan lebtt lanjut
268) Sri Soedewi Masichoen Sofwan. Hukum Benda. hal. 25 dan selanjutnya.
Dan bunyi Pasal 2 sub (1) tersebut di atas kita tahu, bahwa ketentuan ter-
sebut bersifat menambah (aanvullend), sehingga kalau para pihak tinggal
diam, maka ketentuan tersebut mengikat, dalam arti tidak bisa dibagi-bagi.
Penyimpangannya harus diperjanjikan dengan tegas.
J. PARATE EKSEKUSI
Pasai 6 Undang-Undang Hak Tanggungan mengatakan:
Apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas ke^
kuasaan sendiri melaiui pelelangan umum sarta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Dari pembicaraan kita di depan pada bagian hipotik, kita tahu, bahwa
yang namanya "menjual atas kekuasaan sendiri" adalah parate eksekusi.
Pada lembaga hipotik hak untuk kreditur untuk menjual objek Hipotik di
depan umum atas dasar parate eksekusi, didasarkan atas Pasai 1178
ayat (2) K.U.H.Perdata, yang menimbulkan banyak polemik, sehubungan
dengan redaksi Pasal 1178 ayat (2), yang mendasarkan kepada kuasa
mutlak yang diberikan oleh pemberi-hipotik kepada pemegang-hipotik.
Dengan mendasarkan kepada adanya "kuasa" (mutlak), maka hak-hak
kreditur tunduk kepada ketentuan umum tentang kuasa, yang dalam
prakteknya, terutama di waktu yang lalu, sehubungan dengan pelaksana-
an janji sewa. membawa banyak kendala. Para sarjana dan belakangan
juga pihak Pengadilan menerima, bahwa pelaksanaan penjualan ex Pasal
1178 ayat (2) K.U.H.Perdata adalah penjualan eksekusi dan dalam
Harap diingat, bahwa hak parate eksekusi yang diberikan dalam Pasai 6
Undang-Undang Hak Tanggungan, sama seperti juga yang diperjanjikan
melaiui Pasal 1178 ayat (2) K.U.H.Perdata, adalah kewenangan yang ber-
syarat, yaitu hak tersebut baru ada kalau debitur sudah wanprestasi.
yang bisa mempunyai hak atas tanah adalah balk orang perseorangan
maupun badan hukum (vide Pasai 21, Pasal 30, Pasal 36, dan Pasal 45
Undang-Undang Pokok Agraria). Untuk masing-masing hak atas tanah,
sudah tentu pemberi hak tanggungan sebagai pemilik hak atas tanah
harus memenuhi syarat pemilikan tanahnya. seperti ditentukan sendiri-
sendiri dalam undang-undang.
- domisili para pihak atau domisili pilihan bagi mereka yang ber-
domislil dl luar negeri;
penyebutan jefas hutang yang dijamin;
- nilai tanggungan;-
uraian mengenai objek hak tanggungan.
Bahwa nama dan identitas para pihak dalam perjanjian pemberian hak
tanggungan hams disebutkan adalah suatu syarat yang logis. Tanpa
identitas yang jelas, Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak tahu siapa yang
menghadap kepadanya, dan karenanya tidak tahu siapa yang menanda-
tangani aktanya, apakah penghadap cakap bertindak, apakah la mem-
punyai kewenangan bertindak terhadap persil jaminan dan sebagaihya.
Hal itu berkaitan dengan masalah kepastian hukum dan asas spesialitas
daripada hak tanggungan.
Kalau tidak tahu domisill para pihak, bagaimana kita bisa tahu dl mana
debitur harus melaksanakan kewajibannya dan di mana gugatan kreditur
harus di majukan.
272) Apa yang dfkemukakan pada bagian hipotik mengenal beban hipotik beriaku juga
dlsini.
Janji-janji tersebut bebas untuk diperjanjikan atau tidak, namun yang pasti
pada asasnya janji-janji itu tidak dengan sendirinya/demi hukum beriaku
bagi para pihak. Bergantung dari diperjanjikan atau tidak. Walaupun
teoretis para pihak bisa lalai/lupa untuk memperjanjikannya, namun
karena dalam prakteknya janji-janji itu sudah tercetak dalam blangko,
yang wajib digunakan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. maka janji-janji
itu praktis tidak pemah ketinggatan daiam A.P.H.T
Seperti juga pada hipotik, kepada para pihak dalam perjanjian pemberian
hak tanggungan juga secara tegas-tegas diberikan kesempatan untuk
memperjanjikan janji-janji. seperti yang disebutkan daiam Pasal 11 ayat
(2) tersebut di atas, yang kita sebut janji-janji hak tanggungan.
a, Jen}) sewa
Dalam Pasal 12 ayat (2a) Undang-Undang Hak Tanggungan disebut
sebagai:
Jan}} yang mombatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk
menyewakan objek hak tanggungan dan/atau menentukan atau
mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang muka,
kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang
hak tanggungan.
Sekalipun dalam Pasal 11 ayat (2) tersebut di atas, tidak ada dikatakan
tentang pendaftaran janji itu - seperti pada Pa'sal 1185 - agar beriaku ter-
hadap pihak-ketiga, namun karena ketentuan tersebut dibuka dengan
kata-kata "daiam akta pemberian hak tanggungan", maka oleh pembuat
undang-undang, peristiwa pendaftaran sudah diperkirakan akan terjadi.
mengingat memang ada kewajiban untuk pendaftaran hak tanggungan
(Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan). Dengan pendaftaran tentu-
nya diberikan akibat "beriaku terhadap pihak-ketiga", sekalipun tidak se-
cara tegas disebutkan. karena demikian itulah akibat yang umum diterima.
•
Karena yang namanya perubahan itu bisa mulai dari yang sangat ringan
sampai yang bersifat total, maka adalah patut, kalau hak kreditur ber-
dasarkan janji tersebut di atas, yang bisa sangat membatast kebebasan
pemilik atas hartanya sendiri, hanya boleh dilaksanakan terhadap per-
ubahan-perubahan yang cukup berarti saja . 273
Karena objek hak tanggungan pada pokoknya adalah tanah. dan benda-
benda yang berkartan dengah tanah. sedang yang dimaksud dengan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah adalah bangunan. tanaman
dan karya seni, maka janji pengelolaan objek hak tanggungan mestinya
tertuju kepada gedung yang dikomersialkan atau suatu perkebunan. Hak
pengelolaan baru bisa muncul, selain kalau diperjanjikan, juga sesudah
debitur wanprestasi dan dengan syarat, harus ada penetapan Ketua
Pengadilan.
273) Stein.Hypotheek.haJ.nO.
d. Janji penyelamatan
Dalam Pasal 11 ayat (2d) Undang-Undang Hak Tanggungan dikatakan:
Janji yang memberikan kepada pemegang hak tanggungan untuk
menyelamatkan objek hak tanggungan. jika hai itu diperlukan
untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk meneegah hapusnya atau
dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan karena
tidak dipanuhi atau diianggamya ketentuan undang-undang.
Pencegahan untuk hapus atau dibatalkannya hak atas objek jaminan di-
perlukan untuk hak-hak atas tanah yang bersifat terbatas. PembBri jamin-
an - seperti .dalam kasus tersebut di atas - bisa saja bersikap acuh.
karena merasa bagaimanapun adalah tidak menguntungkan bagi dirinya
untuk mempertahankan hak atas objek jaminan. Kreditur periu memper-
janjikan kuasa agar ia bisa, atas nama pemberi jaminan. mengajukan per-
mohonan perpanjangan hak atas objek jaminan pada waktu diperlukan.
dan untuk memenuhi syarat undang-undang agar bisa mempertahankan
hak atas objek jaminan.
menindih objek jaminan temyata iebih besar dan uang hasil penjualan,
maka ada sisa beban yang tetap menindih objek jaminan.
Janji yang mirip dengan yang tersebut di atas juga kita terhui dalam Pasal
1210 K.U.H.Perdata, dalam kattarmya dengan jaminan hipotik. Dikatakan
mirip —tJddk sama - karena isinya ternyata bertainan sekali. Dalam Pasal
1210 K.U.H.Perdata pemegang-hipotik memperjanjikan dari pemberi-
hipotik, bahwa objek hipotik tidak akan dibersihkan dari sisa-sisa beban
hipotik yang melebihi harga penjualan/pembelian dalam suatu penjualan
secara sukarela, yang tidak dilakukan di depan umum. Janji seperti itu
diperjanjikan oleh kreditur-pemegang hipotik sehubungan dengan adanya
ketentuan Pasal 1210 K.U.H.Perdata, yang mengatakan, bahwa:
Siapa yang tetah membeii benda yang dibebani (maksudnya
dibebani hipotik, penj.pen.), baik pada suatu pelelangan atas
perintah Hakim, maupunkarena penjualan secara sukarela dengan
suatu harga yang ditetapkan dalam uang, dapat menuntut supaya
persil yang dibeli itu dibebaskan dari segala beban hipotik yang
melebihi harga pembelian, dengan mengindahkan aturan-aturan
yang diberikan daiam pasal-pasal berikut.
275) Bahwa demikian itu maksudnya, bisa kita simpuikan dari penjelasan atas Pasal 11
sub St Undang-Undang Hak Tanggungan.
276) Baca penjelasan atas Pasal 11 ayat (2f) Undang-Undang Hak Tanggungan.
Apakah tidak lebih tepat, kalau untuk mencapai tujuan seperti itu tidak di-
tempuh melaiui "janji" dalam A.P.H.T., tetapi dituangkan daiam suatu ke-
tentuan umum dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, yang menyata-
kan, bahwa sisa beban-beban yang melebihi uang hasil penjualan tidak
akan dibersihkan, kecuali dengan persetujuan dari pemegang hak tang-
gungan yang lebih rendah perlngkatnya.
h. Janji ganti-rugl
Bahwa janji ini mengikat pemberi hak tanggungan, kirahya tidak ada yang
mempermasalahkan. Akan tetapi, apakah janji ini mengikat pihak-ketiga.
pihak yang memberikan ganti-rugi, dalam arti apakah ta wajib membayar-
kan ganti-rugi itu kepada pemegang hak tanggungan den bukan kepada
pemberi hak tanggungan?
Adalah lebih tepat kalau dalam Pasal 11 ayat (2h) Undang-Undang Hak
Tanggungan ditentukan, bahwa uang ganti rugi atas dasar dilepaskannya
atau dicabutnya hak atas objek hak tanggungan menjadi hak dan akan
diterima langsung oleh pemegang hak tanggungan, dan akan diperhitung-
kan sebagai pelunasan atau sebagai pembayaran sebagian dari hutang
debitur (kalau dengan pembayaran itu hutang debitur belum lunas).
Dengan demikian, uang ganti rugi hak atas objek hak tanggungan di-
anggap sebagai penganti objek hak-tanggungan.
I. Janji asuransi
Pasai ini bisa kita bandingkan dengan Pasal 297 K.U.H.D., yang terkenal
dengan sebutan janji asuransi dan sudah biasa (atau bahkan selalu) di-
perjanjikan dalam akta hipotik, tetapi dengan perbedaan yang mencolok,-
yaitu bahwa dalam Pasal 297 K.U.H.D. dengan tegas dikatakan. bahwa
kalau ada diperjanjikan oleh para pihak dan telah diberitahukan kepada
pihak asuransi, bahwa uang santunan asuransi akan dianggap sebagai
ganti hipotik, maka pihak asuransi wajib memperhitungkan uang ganti-rugi
itu dengan kreditur pemegang-hipotik. Jadi. tegas disebutkan, bahwa
pembayaran itu akan langsung diserahkan kepada pemegang-hipotik.
Dalam Pasal 11 ayat (2i) tidak tampak hak pemegang hak tanggungan
untuk menerima apaiagi menuntut langsung dari pihak asuransi. Kalau
kita baca radaksinya seperti apa adanya, maka hak pemegang hak tang-
gungan hanya bisa ditujukan kepada pemberi hak tanggungan saja. yaitu
kalau pemegang hak tanggungan menerima uang ganti rugi asuransi. ia
wajib untuk membayarkannya kepada pemegang hak tanggungan untuk
djperhitungkan dengan hutangnya.
j. Janji pengosongan
Janji ini isinya adalah janji dari pemberi hak tanggungan, bahwa ia akan
mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tang-
gungan. Sudah bisa diduga, bahwa klausula ini dimaksudkan agar
kreditur tidak sullt mendapatkan pembeli lelang dan bahwa pembeli-lelang
merasa lebih mantap, pada waktu Ikut lelang. bahwa ia akan mendapat-
kan persil jaminan daiam keadaan kosong. dalam arti tanpa penghuni dan
barang-barang milik pihak-ketiga.
Walaupun demikian, janji seperti ini sebenarnya tidak periu, karena pada
asasnya dalam setiap eksekusi, persil tereksekusi harus diserahkan
dalam keadaan kosong kepada pembeli-lelang . 277
277) vide Pasai 200 sub 11 H.I.R. dan Pasal 11 ayat (11) Undang-Undang Nomor 49
Tahun 1960 L.N. i960 -156. vide Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Pengadilan Buku II. hal. 148.
lelang disampaikan kepada kantor lelang, kutipan risalah lelang yang ber-
sangkutan dan sertifikat hak milik atas satuah rumah susun dan hak atas
tanah yang dHelang, jika bidang tanah yang bersangkutan sudah terdattar
atau dalam hal sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang
eksekusi, sudah cukup kalau disertai surat keterangan dari kepaia kantor
lelang mengenai aiasan tkfak diserahkannya sertifikat tersebut.
Jadi, mestinya sekarang ketentuan Pasal 22 sub 4 Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 bisa dijalankan sebagaimana mestinya, tetapi
dalam kenyataannya, kreditur—yang sudah biasa memperjanjikan meme-
gang sertjfikat persil jaminan - tetap saja memperjarijikan untuk meme-
gang sertifikat yang bersangkutan seperti yang sudah-sudah. Apaiagi
undang-undang sendiri memang memperbolehkan kreditur memperjanji-
kan janji seperti itu.
Juga, hampir tidak mungkin ada pihak-ketiga. yang sebagai akibat dari
pembelian objek hak tanggungan berkedudukan sebagai pihak-ketiga
pemberi hak tanggungan, karena sama seperti tersebut di atas. sertifikat-
nya dipegang oleh pemegang hak tanggungan pertama, dengan per-
kecualian pembeli letang, yang tidak bisa menuntut pembersihan sisa
beban.
I. Janji memiliki
Dalam Pasal 12 Undang-Undang Hak Tanggungan ada larangan. bahwa
kreditur memperjanjikan, bahwa objek hak tanggungan akan menjadi milik
kreditur, kalau debitur wanprestasi. Janji seperti ini biasa disebut "milik
beding". Ketentuan Pasal 12 tersebut di atas bisa kita bandingkan dengan
Pasal 1178 ayat (1) K.U.H.Perdata, yang kurang lebih mempunyai redaksl
yang sama dan memang mempunyai tujuan yang sama . Karenanya, 278
semua komentar sekitar Pasat 1178 ayat (1) tersebut dl depan juga ber-
iaku dl sini.
M. KEWAJIBAN PENDAFTARAN
Salah satu perwujudan pemberian kepastian hukum, sebagaimana yang
disebutkan dalam bagian menimbang pada pembukaan Undang-Undang
Hak Tanggungan. adalah adanya kewajiban pendaftaran hak tanggungan
Yang periu sekali untuk mendapat perhatian kite adalah, bahwa menurut
Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan. tanggal pendaftaran
adalah hari ke-7 (ketujuh) setelah penerimaan lengkap surat-surat yang
diperlukan bagi pendaftaran. Ketentuan hari ke-7 (ketujuh) adalah ke-
tentuan tetap, bukan merupakan ketentuan maksimal atau selambat-
lambatnya suatu pembebanan didaftarkan.
(ketujuh) masuk sita jaminan? Hak siapa yang didahulukan? Harap di-
ingat, bahwa setelah sita dijatuhkan dan didaftarkan, maka berlakulah
ketentuan Pasai 199 H.I.R.
279) Sasuai ketentuan PasaJ 30 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan
Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
280) Pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman
menetapkan. bahwa peradilan dilakukan 'Demi Keadiian Berdasarkan Ketuhanan
yang Maha Esa*.
Dalam doktrin akta grosse seperti itu ditafsirkan sebagai "yang telah mem-
punyai kekuatan yang tetap . Jadi, menurut Pasal 224 H.I.R., yang bisa
282
mempunyai kekuatan sebagai grosse hanya akta hipotik dan akta peng-
akuan hutang yang dibuat secara Notariil saja. Kalau dipenuhi syarat yang
disebutkan di sana, maka grosse akta tersebut mempunyai kekuatan yang
sama dengan suatu keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuat-
an yang tetap . 283
Pertama-tama, dari kata "wajib" dalam Pasal 15 ayat (1) tersebu.1 di atas.
kita tahu, bahwa ketentuan tersebut bersifat memaksa dan karenanya
tidak bisa disimpangi dengan sepakat para pihak.
Kalau dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka mengingat
Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta terikat kepada
wilayah kerjanya dan letak objek jaminan terletak , maka menjadi
285 286
284) Surat kuasa untuk membebankan hak tanggungan untuk selanjutnya, untuk
rlngkasnya, akan kita sebut saja S.K.M.H.T.
285) Vide P.M.A. Nomor 10 Tahun 1961.
286) Pasal3P.MANomor15Tahun1961.
transaksi tanah. Suatu kuasa justru sangat dibutuhkan, kalau letak tanah
berjauhan dengan tempat tinggal si pemilik. Kalau dekat, mungkin adanya
kuasa tidak dibutuhkan atau pada umumnya kebutuhan itu tidak terlalu
besar.
Suatu ciri lain yang istimewa adalah, bahwa terhadap tanah-tanah yang
sudah terdattar, S.K.M.H.T. harus sudah digunakan dalam waktu 1 (satu)
bulan sejak diberikan (Pasai 15 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggung-
an). Bahwa suatu kuasa bisa dibatasi jangka waktunya, bukan merupakan
hal yang aneh, mengingat berdasarkan kebebasan berkontrak orang
boleh memperjanjikan apa saja, asal tidak bertentangan dengan hukum
ada perikatan lagi, yang bisa terjadi tidak hanya karena pembayaran saja
(pelunasan), tetapi meliputi semua sebab yang disebutkan dalam Pasal
1381 K.U.H.Perdata, Kalau perikatan pokoknya hapus maka accessoirnya
juga demi hukum hapus.
267) Jadi beda sekali dengan ketentuan Pasal 1210 K.U.H.Perdata, dl mana pembeli
letang berhak menuntut pembersihan.
Tapi kalau pemegang hak tanggungan yang ada di bawah tidak setuju
dengan pembersihan, maka pembeli-lelang berhak minta agar Pengadilan
menetapkan pembagian hasil lelang berdasarkan posisi para kreditur. Ini
sama dengan Pengadilan menetapkan peringkat para kreditur (rang
regettng). Akibat dari penetapan peringkat kreditur terhadap hasil eksekusi
adalah, bahwa yang berkedudukan sebagai kreditur yang lebih tinggi me-
nerima iebih dahulu. Jadi, kalau hasil eksekusinya hanya cukup untuk me-
lunasi tagihan kreditur pemegang hak tanggungan yang pertama, maka
yang ada di bawahnya tidak mendapat apa-apa. Jadi, hastlnya sama saja,
apakah pemegang hak tanggungan yang ada di bawah meiawan pem-
bersihan atau tidak.
Keanehan kedua, dalam semua perjanjian - jadi tidak hanya kalau dalam
perjanjian jual-beli sukarela -- kalau sudah diperjanjikan, bahwa persil
objek jaminan tidak akan dibersihkan, dan janji itu telah didaftarkan --
daiam pembebanan hak tanggungan memang didaftarkan karena termuat
dalam A.P.H.T. yang didaftarkan ~ maka semua pihak, termasuk
pihak-ketiga tidak bisa menuntut pembersihan.
Soedewi, Sri M.S., Ny., "Hukum Perdata: Hak Jaminan atas Tanah",
cetakan keempat, Liberty Yogyakarta, 1981.
Soedewi, Sri M.S, Ny., "Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok
Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan",
ditulis dalam rangka kegiatan B.P.H.N. berupa
proyek penulisan karya ilrrriah, cetakan pertama,
Liberty, Yogyakarta, 1980.
Soedewi, Sri M.S., Ny., "Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan
Bangunan", cetakan pertama, Liberty, Yogya-
karta, 1982.
Soedja, Soetamo, "Grosse-Akte Pengakuan Hutang", dimuat dalam
Media Notariat Edisi Khusus, Oktober 1986.
Stein, P.A., "Zekerheidsrechten, Hypotheek", cetakan ketiga,
Kluwer - D'eventer, 1986.
Stutterheim, R., "Kepastian dan Ketidakpastian Peralihan Hak
Milik Fidudair", dalam Compendium Hukum
Belanda.
Subekti, R., "Suatu Tinjauan tentang Sistem Hukum Jaminan
Nasional*, dalam Seminar Hukum Jaminan,
B.P.H.N. Departemen Kehakiman, Pen. Bina-
cipta, 1981.
Subekti, R., "Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit
Menurut Hukum Indonesia", cetakan ketiga,
Alumni. Bandung, 1986.
Subekti, R., "Kaitan Undang-Undang Perkawlnan dengan
Penyusunan Hukum Waris", kertas kerja Simpo-
sium Hukum Waris Nasional di Jakarta, tanggal
10-12Februarl1983.
Sutanuo. Retnowulan, "Surat Hutang Notariil dan Kuasa untuk
Menjual". dalam Media Notariat, Nomor 12 -13,
Tahun IV, Oktober 1989.
******