Anda di halaman 1dari 344

HUKUM JAMINAN,

HAK-HAK JAMINAN
KEBENDAAN
HUKUM JAMINAN,
HAK-HAK JAMINAN
KEBENDAAN

J. Satrio, S.H.

PENERBIT PT. CITRA ADtTYA BAKTI


BANDUNG 2082
Hak clpta yang dfnndungl undang-undaog pads: Pengarang
HakPeneitttan pacta Penerbtt PT. Cttra Adrtya Bahfl
Catakanka-i 'QtfHin1991
Catakan kt-IV Tahun2002
No. Kode Perwitottan 91 HH 062
Sebagian atau seturubnya Is) buku in! dBarang dtgunakan
atau dpartwiyak dalam bentuk apa pun tanpa tzln tartulfs
dart PanaitM Cttm AdHya Bakb. kacuaH dalam hal
pengubpar untuk keparfuan penulisan
artful atau karangan BmJah
Computer setting, layout, 0M1 pensrbtt
PTCITRA ADITYA BAKTI

ISBN : 97* 4t4 - 587 - 4


T

AnggotalKAPf
flufcuto/dltujukan kmpadm:
Martin, Raymon, Pmtmr, Austin, dan Jonmtan
K*fAPENGANTAR CETAKAN KESATU

Sejalan dengan kemajuan pembangunan di Indonesia, terutama pem-


bangunan dalam btdang ekonoml, maka peranan bank dalam masyarakat
meningkat dengan peeat, khuausnya peranan bank sebagai tembaga
yang menyalurkan kredtt kepada para pengusaha. paiam suaaana sepertt
itu, tidak terelakan lagi bahwa perhatian orang terhadap hukumyang
mengatur hak-hak jaminan meningkat puta. Untuk memenuhi kebutuhan
sepert itu dan di samping itu tertobih-lebih untuk kepariuan memberikan
tuntunan kepdda mahasiswa dalam mempetajari hukum yang berkartan
dengan masalah jaminan, maka penults mamberanlkandiri untuk menufis
buku ini. Buku Int tidak bermaksud untuk mornaparkan pendapat satu
orang tertentu. tetapi tebirt dimaksudkan untuk menunjukkan pandapat-
pendapat dart sebanyak mungkin sarjana-sarjana sahJngga dengan cara
demikian bisa memberikan pandaogan yang tebib luas kepada para
pembacanya. terutama kepada para mahaalswa. Semoga apa yang di-
paparkan dalam buku ini bermanfaat bagi para pembaca.,

Purwokerto, 1 Juni 19S1

Penulls

Hokum JaMiMfii Hak-hakJamaian Kabanrfaan vS


KATA PENGANTAR CETAKAN KEEMRAT

Tidak terasa tatah sekian tahun lewat aejak cetakan pertama buku ini.
Sementara itu talah banyak.tenadi parubahan dalam perundang-iindang-
anktta. Pada tahun 1996 teiah tahirUndang-Undang Nonwr4Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan ataB Tanah, baaertaetengan banoVbendayartg
berkaitan dengan tanah, dan pada tahun 1990 tatah diundangkan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Ftduala. Dengan ketuar-
nya kedua undarcg-undang tersebut, maka buku ini perlu ditinjau ulang.
Creditverband yang tidak berlaku lagi dikeluarkan dart rpembahasan.
aedang Hak Tanggungan dan FidusJa maauk. Tetapl perubahannya tfclak
itu saja, temyata setunJh buku nanjs ditinfcu kemball, sehingga revisi kali
ini twrsffat menyekinjh. Namun ctemikian, mengingU behwa mengenai
Hak Tanggungan oteh penults telah dituKs 2 (dua) buku teraendlri dan
untuk Fkkisla juga telah disueun 1 (satu) buku teraendiri, maka dalam
buku Initinjauanatas Hak Tanggungan dan FkJuaia tidak bersHat men-
dalam, tetapi hanya separiunya saja.

Kepada pihak PT. Citra Aditya Bakti penulis sampaikan terima kasih atas
kesediaarmya msnerbit buku Ini dengan revisinya.

Semoga buku ini bisa bermanfaat bagl para mahaaiswa dan masyarakat
hukum pada umumnya.
Purwokerto. 18 Mei 2002

Penulis,

J. SATRIO. S.H.

vHI Hukum Jam Irani, Hato-ha* Jamttwi Katoindaan


t

DAFTAR IS)

KATA PENQANTAR CETAKAN KESATU vtt

KATA PENGANTAR CETAKAN KEEMPAT viii

DAFTAR tSI ix

BAB I HUKUM JAMINAN 1


A. TINJAUAN UMUM 1
1. Hukum Jaminan dan Buku II K.U.H.Perdata 1
2. Hukum Jaminan dan Hak Kabendaan 1
3. Perumusan Hukum Jaminan 2
B. HAK-HAK KREDITUR TERHADAP DEBITUR 3
1. "Asas Hubungan Ekstem Kredltur 4
2. Beberapa Perkecualian -. 5
C. HAK-HAK ANTARKREDITUR (ASAS HUBUNGAN
INTERN PARA KREDITUR) 6
1. Persamaan Kedudukan * 6
2. Perkecualian... 8
D. HAK-HAK JAMINAN 9
1. Hak Jaminan dan Hukum Aoara , 16
2. Hak Kabendaan yang Memberikan Jaminan
(Zekerheidsrechtan) 16
3. Hak Jaminan Kabendaan 17
a. Hak jaminan kebendaan menu rut
K.U.H.Perdata 17

ix
b. Hak jaminan kebendaan di luar
K.U.H.Perdata 18
E. BEBERAPA LEMBAGA HUKUM YANG MEMPUNYAf
SIFAT J A M I N A N . , . . . . . . . . . . . . . 18
1. SewaBeti 19
2. Kompensasi 19
3. Hak Retehsi • >... . *-»••—-t • • -20
4. Kreditur Perseroan. v - ,., 21
5. Kraditur Warisan yang Menuntut Penyendirian
Boedel Warisan 22
6. Sandera ,23
F. PRIVELEGE 25
1. Privelege Hams DHuntut 29
2. Privelege Bukan Hak Kebendaan . , 29
3. Priveiege Dltentukan qteh Undang-undang 31
4. Selama Menjadi Milik Debitur,........... { 31
5. Privelege Berpindah Kepada Para Anti Waris
Kreditur 32
G. TINGKATAN-TINGKATAN HAK TAGtH YANG
DIDAHULUKAN ..' 32
1. Antara Sesama Kreditur Preferent 32
2. Antara Sesarna Kreditur Preferen yang Same
Tingkatnya /. 35
3. Tagihan Publtk 36
4. Privelege Khususdan Privelege Umum . , 37
5. Priveleg Khusus; .'. 39
a. Ongkos-ongkos Pehgaditari 39
b. Privelege Orang yang Menyewakan 40
1. Privelege dan itikad baik 42
2. Sitarevindkatoir i 48
3. Sewaulang......... 49
4. Resume 49
5. Pasal 1t41-KLUH.Perdala 50
6. Stfat haK kebendaan pada privelege
orang yang menyewakan 50
7. Pelaksanaan hak sita revindicatoir... 53
8. Pandbeslag 54
9. Hubungan antara sita revindicatoi
dan pandbesiag.;. 55
10. Pasal 1143K.U.H.Perdata 56
11. Beberapakesknpulan = • 56
c. Privelege Penjual 57
1. Pasai1139sub3jo Pasal 1144
. K.U.H.Perdata 57
2. Pembatasah pwetege penjual . . . . .>. 59
3. Hafcrekteme 62
4. Pelaksanaan hak raklarne.. 63
5. Keistimewaan hak reklame 64
6. Kedudukan hukum beberapa sesama
pemegang prlveiege 64
d. Biaya Menyelamatkan Barang.: 67
, e. BiayaPembuatan(UpahTukang)....... 69
f. Hak Istimewa Pemilik Penginapan 71
g. UpahAngkutan 72
h. Hak tstimewa para Tukaog Batu, Tukang
Kayu dan Tukang Bangunan 72
i. Hak Istimewa atas Penggantian Serta
Pembayaran yang Harus Diplkul oleh
Pegawai yang Memangku Jabatan Umum. 73

x)
6. Privelege Umum 74
a. Biaya Perkara untuk Petetangan dan
Penyelesaian Suatu Warisan 75
b. Biaya Penguburan 76
c Biaya Pengobatan yang Terakhir 76
d. Taglhan Buruh atas Upah 77
e. Penyetoran Banan Makanan 78
f. Taglhan Sekoiah Asrama 79
g. Phitang Anak Balum Oewasa dan Curandi
Terhadap Wali dan Curator 79
7. Contoh MasaJah 79
H. HAK JAMINAN DAN HUKUM ACARA PERDATA . . . . 83

BABU GADAI 87
A. TINJAUAN UMUM 87
B. PERUMUSAN GADAI 89
C. PARA PIHAK DALAM GADAI 89
D. HAK GADAI ATAS BARANG BERGERAK 91
E. BENDA GADAI DISERAHKAN 93
F. HAK GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN 99
G. GADAI DIPERJANJIKAN 100
H. PERJANJIAN GADAI SEBAGAI PERJANJIAN
ACCESSOtR 100
I. YANG BERHAK MENGGADAIKAN 101
J. GADAI ULANG 103
K. GADAI ATAS BENDA BERGERAK TIDAK
BERTUBUH 105
1. Pasal 1152 K.UiH.Perdata... 105

xil
2. PaMl1153K.U.H.P*rdatfl 107
3. Gadai Taglhan atas Nama dalam Praktek
Perbankan , 112
L GADAt ATAS BENDAGADAI YANG AKAN ADA 113
M. GADAI SURAT GAJI DAN SURAT PENSION 113
N. LARANGAN JANJI UNTUK MEMILIKI BENDA
JAMINAN SECARA OTOMATtS 114
O. CESStE SEBAGAI JAMINAN 116
P. . HAK-HAK PEMEGANG GADAI. 120
1. Parate Eksekusi 120
2. Pasal 1155 Ayat (2)K.U-H.Perdata 125
3. Pasal 1156 K.U.H.Perdata 126
Q. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PEMEGANG GADAI . . . . 128
R. HAK KREDITUR ATAS BUNGA BENDA GADAI.. . i . 128
S. HAK RETENTIE PEMEGANG GADAI 129
T. HAK GADAI TIDAK DAPAT DIBAGI-BAGI 130
U. H APUSNYA GADAI 132
V. CONTOHAKTA GADAI DAN ANALISANYA 133

BAB III FIDUSIA 147


A. TIMBULNYA LEMBAGA FIDUSIA 147
1. Faktor yang Menlmbulkan Kebutuhan Lombaga
Flducia 147
2. Sajarah Peritsrnbangan Lambaga Fidusia 150
3. . Fidusia dalam Yurisprudensi 152
B. FIDUSIA MENURUT PARA SARJANA 156
C. FIDUC1A MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42
TAHUN 1999 157
1. Beberapa Istilah 158
2. • Pefumusan Fidusia 159
3. PengaJihan Halt Mllik 159
4. Atas Oasar Kepercayaan 160
5. Tetap dalam Penguasaan Pemllik Benda 162
D. JAMINAN FIDUSIA ........... 164
1. Hak Jaminandan Hakyang.Diutamakan 164
2. Benda Bergerak — ; .•., 165
3. Benda Tidak Bergerak KhususnyaBajigwan... 165
4. Tidak Bisa Dibebanl Hak Tanggungan 166
5. Sebagai Agunan 167
6. Untuk Pelunasan Suatu Hutang 166
7. Kedudukan yang Diutamakan 168
E. AKTA PENJAMjNAN FIDUSIA 169
1. BentukAktanya 169
2. IsiAktanya 169
3. Nitai Benda Objek Jaminan 171
F. HUTANG YANG DUAM1N 172
G. FIDUSIA KEPADA LEBIH DARI1 (SATU)
PENER1MA-FIDUS1A - 173
H. OBJEK JAMINAN FIDUSIA ,. - . . . . . . 174
I. PENDAFTARAN ., 175
1. Pendaftaran Jaminan Fidusia 175
2. Cara Pendaftaran 175
3. Sertifikat Jaminan Fidusia.., 176
a. Dikeluarkan dalam Bentuk Grosaa 176 •
b. Mengandung Parate Eksekusi ....... 177
J. HAFUSNYA FIDUSIA 178
K. KETENTUAN PENTiNG 181
BAB IV HIPOTIK 183
A. TINJAUANUMUM L 183
B. OBJEK HAK TANGGUNGAN DAN HIPOTIK 184
c. PERUMUSAN. iae
1. Hipottk Sebagal Hak Kebendaan... 186
2. Hipotik Atas Benda Tidak Bergerak 189
a. Kapal dan Kapal Laut 189
b. Hipottk atas Kapal.. , f 191
c. Yang.Tercakup dalam Pengertian Kapal... 193
d. Pendaftaran dan Hipotik atas Kapal 194
3. Hipotik atas Benda Orang Lain • > - 196
4. Hipotik Atas BarangTertentuAsaaSpecialitas
dan Publicitas 198
D. HIPOTIK ATAS HAK BAGIAN YANG TIDAK
TERBAGI (ONVERDEELD AANDEEL) 200
E. HIPOTIK ATAS BARANG YANG SUDAH ADA 204
F. KEWENANGAN MENJANJIKAN HIPOTIK 206
G. HIPOTIK DIBERIKAN UNTUK SUATU JUMLAH
TERTENTU 207
H. HIPOTIK MELIPUTISEGALA PERBAIKAN
DAN TAMBAHAN 209
I. HIPOTIK SECARA KHUSUS DtPERIKATKAN 209
J. SIFAT ACCESSOIR PERJANJIAN HIPOTIK 210
K- HAK HIPOTIK DlDAHULUKAN . . :
211
L. HIPOTIK TAK DAPAT DIBAGI-BAGI 212
M. PEMASANGAN HIPOTIK LEBIH DARI SEKALI 213
N. LAHIRNYA HIPOTIK 214
O. SUBJEK HIPOTIK . 216

xv
P. KUASA MEMASANG HIPOTIK 219
Q. JANJI UNTUK MENJUAL ATAS KEKUASAAN
SENDIRI (8EDING VAN EfGENMACHTIG VERKOOP) 223
1. Pelaksanaan Janji Menjual (Atas Kekuasaan)
Sendiri 225
2. Teori Mandaat 226
3. Teori Eksekusi yang Dlsederhanakan 230
4. Parate Eksekusi " 232
5. Hak dan Kewajiban dalam Suatu Pelelangan
Berdasarkan Janjl untuk Menjual atas
Kekuasaan Sendiri 236
6. Cara Penjualan 236
R. MASALAH GROSSE 237
1. Art Grosse 238
2. Luasnya Kewenangan Notaris Mengeluarkan
Akta-Grosse 240
a. Notaris Berhak Mengeluarkan Grosse
'Semua Akta yang Mengandung Kewajiban
ObligatoirTertentu 240
b. Grosse Akta Notariil yang Berisi kewajiban
Membayar Sejumlah Uang Mempunyai
Kekuatan Exebutorlaa) 242
c. Pendapat yang Sempit Grosse Akta
Pengakuan Hutang Mumi 245
3. Grosse Akta Hipotik , 248
S. UPAYA PERLINDUNGAN KREDITUR PEMEGANG-
HIPOTIK 249
1. Janji Untuk Tidak Menyewakan (Huurbeding)... 250
a. Pasal 1185 K.U-H.Perdata. 251
b. Pelaksanaan Janjj-Sewa 253
c. Permasalahan 254

xvi
2. Janji Asuransi 255
3. Janji Untuk Tidak Dibersihkan dan MasaJah
Pemberslhan 256
a. Tuntutan Pembersihan 256
b. Manfaat Pembersihan 258
c. Syarai untuk Tuntutan Pembersihan
dalam Penjualan Secara Sukarela 260
d. Janji untuk Tidak DibersHikan 261
e. Penjualan Sukarela dan Terpaksa (eksekusi) 262
T. AKIBAT HIPOTIK TERHADAPPfHAK-KETiQA . . . . . 264
1. Hipotik dan Pihak-ketiga Pemegang/Bezitter . .. 265
2. Perimbangan Besarnya Beban Hipotik 266
U. BERAKHIRNYA HIPOTIK 267
V. LIKU-LIKU ROYA 269

BAB V HAK TANGGUNGAN 271


A. PENGANTAR 271
B. HUBUNGAN HAK TANGGUNGAN DENGAN
HIPOTIK (DAN CREDIETVERBAND) 271
C. OBJEK HIPOTIK SEBELUM UNDANG-UNDANG
HAK TANGGUNGAN 272

D. OBJEK HAK TANGGUNGAN. 273


E. OBJEK HIPOTIK SEKARANG • 276
F. TUJUAN UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN . 276
G. CIRI-CIRI HAK TANGGUNGAN 278
1. Hak Jaminan 278
2. Atas Tanah Berikut atau Tidak Berikut Benda-
benda Lain yang Merupakan Satu Kesatuan
Dengan Tanah yang Bersangkutan 279
3. Untuk Peiunasan Hutang 280
rvH
4. Memberikan Kedudukan yang Diutamakan 261
H. HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK KEBENDAAN.. 282
I. HAK TANGGUNGAN TIDAK D APAT DIBAGI-BAGI .. 284
J. PARATE EKSEKUSI, 285
K. PARAPIHAK DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN
HAK TANGGUNGAN 286
1. Pemberl Hak Tanggungan 286
2. Penerima/pemegang Hak Tanggungan 287
L. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN 288
1. Yang Wajib Dlmuat dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan 288
2. Yang Dapat Dicantumkan dalam A.P.H.T. 290
a. Janji Sewa 291
b. Janji untuk Tidak Mengubati Bentuk
atau Susunan Objek Jaminan , . - :r ...... ,291
c. Hak Mengelola Objek Hak Tanggungan . . . 292
d. Janji Penyetamatan 293
e. Janji untuk Menjual atas Kekuasaan
Sendiri 294
f. Jariji untuk Tidak Dibersihkan 294
g. Janji untuk Tidak Melepaskan Hak atas
Objek Hak Tanggungan 297
h. Janji Ganti-Rugi 298
i. Janji Asuransi — 300
j. Janji Pengosongajv ,..., 301
k. Janji Mengenai Sertifikat Hak atas Tanah
Objek Hak Tanggungan 301
t. Janji Memiliki , 303
M. KEWAJIBAN. PENDAFTARAN 303

xvlil
N. SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN 305
O. KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN 307
P. HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN ; 310
BUKU-BUKU DAN TULISAN-TUUSAN YANG DI9INGGUNG
DALAM BUKU INI 315

DAFTAR KEPUTUSAN PENGADILAN 323

xtx
Hukum Jaminan

BAB I
HUKUM JAMINAN

A. T1NJAUAN UMUM
1. Hukum Jaminan dan Buku II K.U.H.Perdata
Kalau kita perhatikan isi dari Buku II K,U.H.Perdata. temyata, bahwa
materi yang diatur di sana secara garis besamya dapat ktta kejompok-
keiompokkah menjadi tentang benda, hak kebendaan, warisan, taring
•piutang yang ditstimewakan, gadai dan hipotik.

Bahwa hukum waris dlmasukkan dalam Buku H adafah (catena ter-


pengaruh Hukum Romawi, yang menganggap warisan sebagai suatu
benda tersendiri; atas mana para ahli waris mempunyai hak kebendaan.
Karena Gadai dan Hipotik juga merupakan hak kebendaan, maka dengan
demikian dapat kita katakan, bahwa pada asasnya Buku II K.U.H.Perdata
bermaksud untuk mangatur tentang benda dan hak kebendaan. Memang
benar, "piutang yang djistimewakan ' (privelege) bukan nwu^iakan hak ke-
1

bendaan, meiainkatrini merupakan perkecualian, karena kebetutan pem-


buat undang-undang tidak meithat tempat lain yang iebJh eesuai untuk
mengaturnya daripada dalam Buku II, mengingat "piutang yang di-
istimewakan" mempunyai hubungan yang erat dengan pefaksanaan hak
gadai dan hipotik.

2. Hukum Jaminan dan Hak Kebendaan


Sebagaimana telah disebutkan di atas, gadai dan hipotik, sebagai hak ke-
bendaan, diatur dalam Buku II. Buku H K.U.H.Perdata pada asasnya
menganut sistem yang tertutup, dalam arti, bahwa ifl htar yang secara
limitatrf ditentukan di sana tidak dikenai lagi hak-hak kebendaan yang lain
Hukum Jaminan, Hsfehak Jaminan Kebandaan 1
Hukum Jaminan

dan para pihak pada pokoknya tidak bebas untuk memper/anjikan/men-


ciptakan hak kebendaan yang banj.
i
Dikatakan "pada asasnya", karena dalam kenyataannya pembuat undang-
undang sendiri teiah menclptakan bak kebendaan yang baru dalam
suatu perundang-undangan di luar K.U.H.Perdata, seperti Credit Verband
(8.1909-584 Jo 8.1937-191) Obgstverbano (S.1886-57), Hak Tanggungan
(Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996} dan Fidusia (Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999). "Di samping itu, praktek dan yurisprudensi juga
pemah mengena! adanya lembaga hukum baru, yang mernpunyai ciri-dri
hak kebendaan, yaitu Fidusia sebelum diatur dalam undang-undang.
Dengan demikian, sekarang paling-paling bisa dikatakan, bahwa toer-
dasarkan asas Buku I) yang tertutup. orang tidak bisa memperjanjikan hak
kebendaan, kecuali hak sepertt diberikan oteh undang-undang atau diakui
daiam yurispudensi.

3. Perumusan Hukum Jaminan


Kalau kifa berusaha untuk menemukan perumusan hukum jaminan, baik
dalam undang-undang maupun di dalam literatur. maka kifa akan di-
kecewakan karena kita tidak akan berhasil meriemukarinya. Mengapa?

Oi daiam literatur kita memang bertemu dengan istitah zekerheidsrechten;


yang memang bisa *aja diterjemahkan menjadi hukum jaminan. Akan
tetapi, kita hendaknya (ngat, bahwa kata "njcht" di dalam bahasa Bslanda
dan Jerman bisa mempunyai arti yang bermaeam-rftacam.

Pertama ia bisa berarti hukum yaw), tetapi juga hak (right) atau keadilan
(just) . Pitlo memberikan perumusan tentang zekerheidsrechten sebagai:
1 2

1) Sir John Salmond, 'Jurisprudence', cetekan ke X. tahun 1947, hal. 8; Sir Pay!
VSnogradoff, 'common sentx'lfifew",ceia,kari ke^, •ftat AS. hanys mertu^uk 2 art
kata rsfiht, yaitu sebagai law danright;L.v.Apeldoorn, "Inlekling tot de Studla van
hat Nedariandsa ftacht, catakan ke-11, hal. 32. membedakan are rechtdatam:«.
ttubungan hukum. b, peraturan (norm).
2) A. Rtto, "Hat Zekenwcht naar het NadertandsBurgedjk Wetboek. tahun 1949, hal.
381.

2 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


HufcHm jaminan

hak (een reoht) yang memberikan kepada kredi&r kedudukan yang tebih
balk daripada kreditur-kredttur lain.

Dart apa yang dikemukakan oleh Pitlo tersebut di atas. kita bisa me-
nyimpulkan, bahwa kata "recht" dalam istitah "zekerheidsrechten" berarti
"hak*, sehlngga zekerheidsrechten adalah hak-hak jaminan, bukan
"hukum" jaminan. Kalau toh kita mau memberikan perumusan juga
tentang "Hukum Jaminan*, maka mungkin dapat kita artikari sebagai: per-
aturan hukum yang mengatur tentang janifrran-iamirian pfutahg seorand.
krediturterbadapseorangdebitur.

Prof. Subekti daiam karangannya, yang berjudul "Suatu Tinjauan tentang


Sistem Hukum Jaminan Nasional", juga mengatakan; "Kaiau. kita ingin
mencari sistem Hukum Jaminan Naslonai". maka yang djrnaksudkan
adalah mencari kerangka dari seluruh perangkat "peraturan" yang meng-
aturtentangjaminan dalam hukum nasidnal kita di kemudian hari . 3

"Kedudukan yang lebih baik di sini" - sebagaimana disebutkan dalam


perumusan PitJo tersebut di atas '-. aslatah lebih baik di daiam gsahanya
mendapatkan pemenuhan (pelunasan) piutangnya dibandlng dengan para
kreditur yang tidak mempunyai hak jaminan. Atau dengan perkataa'n lain,
pemenuhan piutangnya lebih terjamin, tetapi bukan berarti paatiterjamih.

Jadi, perbandingannya adalah antara kreditur yang mempunyai hak jamin-


an dengan kredtur yang tidak mempunyainya. Kelebihsnnya adalah di-
punyainya kedudukan yang lebih baik daiam upayanya untuk memperoleh
pemenuhan.

Jadi, Hukum Jaminan mengatur tentang jaminan piutang seseoraog.

B. HAK-HAK KREDITUR TERHADAP DEBITUR


Di dalam Pasal 1131 K.U.H.Perdata diletakkan asas uroum hak seorang
kreditur terhadap debitumya, daiam mans drtentukan bahwa:

3) Dimuat dalam seminar Hukum Jaminan, B P.H.N. Dept Kehakiman; tanggst 9 s.d.
11 Oktober 1978 dl Yogyaharta, catakan t, tahun 1961.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan S


ilHliiaii !• m i l l | Y

'S^^ ka&imi^ ^ bBi^ikmg, baik yang bergerak maupun tidak


bergerak, balk yang sudah ada maupun yang bans akan ada di
kemudian haft, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya pe
_ seorangan".

Jadf, hak-hak tagihan seorang kreditur dijamirt dengan:


- semua barang debitur yang sudah ada, artinya yang sudah ada
pada saat hutang dfbuat,
- semua barang yang akan ada; di sini berarti: barang-barang yang
pada saat pembuatan hutang beiu'm menjadi kepunyaan debitur,
tetapi kemudian menjadi miliknya. Dengan perkataan lain, hak
kreditur mefiputi barang-barang yang akan menjadi milik debitur,
asai kemudian benar-benar menjadi miliknya,
baik barang bergerak maupun tidak bergerak.
Ini menunjukkan, bahwa piutang kreditur menindih pada seluruh harta
debitur tanpa kecuali.

1. Asas Hubungan Ekstem Kreditur


Dari Pasal 1131 dapat disimpuikan asas-asas hubungan ekstern kreditur
sebagai berikut
a. Seorang kreditur boleh mengambtl pelunasan dari setiap bagian
dari harta kekayaan debitur,
b. Setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagih-
an kreditur,
c. Hak tagihan kreditur hanya dijamin dengan harta benda debitur
saja, tidak dengan °persoon debitur" .
4

4) vide Pasal 3 K.U.H.Perdata. Lembaga Sandera dibekufcan dengan S.E.


Mahteamah Agung Nomor 82/1664; yang maslh bolah menggonakan lambaga
tersebut hanyatinggaiPanltia Urusan Piutang Negara. Belakangan metalul
Kaputusan Manteri Keuangan Rapubtik Indonesia Nomor 336/KMK.Q1/20Q0
tarlanggal 18 Agustus ZQOO dladakan pengaturan lebih lanjut

4 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Huki^Jaatfwn
Jaminan depart! itu diberikan kepada setiap kreditur terhadap sefuruh
harta debitur dan karenanya dbebut jamman urnum. Setiap kreditur me-
nikmati hak jaminan umum seperti itu.

Namun, hal itu tidak berarti, bahwa kreditur hafus menjual sekiruh ke-
kayaan debitur, lalu mengambit suatu bagian ssbanding tertentu dari haaU
penjualan dari tiap-tiap benda yang membentuk kekayaan tersebut.
Penjualan sekiruh harta kekayaan debitur hanya terjadi daiam hal ada
kepsilitan (Pasal 19K.) dan dalam oewrimean boedel (warisan) dengan
hak utama untuk mengadakan peneatatan (penerimaan warisan secara
beneficiain vide Pasal 10&3, Pasal 1024, dan Pasal 1934 KLU.H.Pardata),

Namun, peristiwa seperti itu tidak dklasarkan atas perintah undang-


undang, tetsoj dimungkinkan oleh undang-undang, karena penyelesaian
dengan earademikian adalah iogis dan kiranya tidak ada jatan lain yang
lebih praktis.

Prinsipnya:
Kreditur dapat menyita dan melaksanakan penjualan benda mana
saja mifflt debitur. Debitur pada asasnya tidak bertiak untuk me-
nuntut agar yang disita dan dijual mefa kursinya saja. jangan temari
es-nya, karena tiasil penjualan keduanya sama besamya dan/atau
cukup menutup hutang-hutangnya.

2. Beberapa Perkecualian
Karena kajau prjnsip seperti itu dilaksanakan secara konsekuen akan me-
nimbulkan ketidakpatutan, maka undang-undang sendiri memberikan per-
kecuaBan-perkecuallan. yaitu adakalanya uridarig-undahg mehentukan
barang-barang tertentu milik debitur tidak boleh disita (Pasal 197 ayat (6)
H.I.R., Pasal 451 Rv.) atau agar kreditur muJai dengan menyita barang-
barang tertentu (Pasal 197 H.I.R.).

Demfkian pula Pasal 496 Rv. menetapkan, bahwa apabila debitur memillki
beberapa persit yang dapat diambil sebagai pelunasan dan salah satu
atau beberapa di arrtaranya dipakai sebagai jaminan hipotik bag! tagihan
kreditur, maka kreditur tidak boieh melaksanakan eksekusi pada benda
Hukum Jemlnant Hak-hak Jamirtan Kebendaan s
tstap yana; lain mflik debitur, sebekim ia meiaksariakari eksekusi pada
pisfsil yang dlbebani hipotik* dan temyata tidak oukup untuk menutup
tagihan kreditur.

Di samping itu, maslh ada ketentuan lain, yaitu Pasal 1200 K.U.HiPerdata,
yang menyatakan, bahwa apabila ada beberapa persil milik debitur yang
dibebant hipotik urrtuk keuntungan kreditur , yang di antaranya ada yang
6

dmuni oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga berhak untuk menuntut agar
persil yang dihuni oleh debitur, yang sama-sama dibebani hipotik untuk
menjamln hutang yang sama, lebih dahulu dieksekusi, asal pihak ketiga
membuktikan, bahwa has!I penjualan persil tersebut cuktip untuk rnenutup
hutang debitur.

Prinslp yang sama kita temul juga pada Pasal 1831 K.U.H.Perdata yang
terkenai dengan sebutah "hak utama untuk menuntut penjualan lebih
dahulu" (barang-barang debitur) atau "voorrecht van eerdere uitwinning".

Pembuat undang-undang merasa pertu untuk mengecuelikan beberapa


benda yang dianggap sangat dibutuhkan oleh debitur, baik sebagai ke-
butuhan hidup atau sebagai sarana untuk mencari penghidupan. Ketentu-
an-ketentuan tersebut terdapat daiam Pasal 461. Pasal 452, Pasal 747,
dan Pasal 750 Rv. serta Pasai 197 sub 8 H.I.R.

C. HAK-HAK ANTARKREDITUR (ASAS HUBUNGAN


INTERN PARA KREDITUR)
1. Persamaan Kedudukan
Pasal 1132 K.U.H.Perdata
Kalau dalam Pasal 1131 diatur tentang hak-hak ekstem kreditur, maka di
sini diatur hak-hak intern antera sesama kreditur terhadap debitur.

5) Perlu diingat, bahwa sesudah bertakunya Undang-Undang Hak Tanggungan,


Nomor 4 Tahun 1996; lembaga jaminan untuk Derail adatah hak tanggungan.
S) Saharusnya di daiam Urtdang-Ufldang- Hak Tanggungantiitentukan,bahwa
apabila dalam. K.U.H.P«data ada dteebut tentang hipofflc, maka hal itu bertaku
Juga untuk HakTanggungan, vkte J. Satrio, Hak Tanggungan. Buku I , hal. 58.

6 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jwnbwn

Katanya:
"Kebendaan tersebut menjadi Jaminan bersama-sama bagf semua;
orang yang mengrtotangkan kepadariya; pendapaftm penjualan
benda-benda Itu dlbag}-*agi menurut ke.se imbangan, yattu menurut
besar kecllnya tagihan masing-mastng, kecuali apablta cfi aritara
para berplutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahuju-
kan",
Kata "kabendaan" di sini harus dihubungkan dengan pasal sebalumnya.
yang berbicara tentang semua milik debitur mellputl, balk benda bergerak
maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada.

"Bersama-sama" bag! semua kreditur berarti, bahwa semua kreditur --


kreditumya debitur -- djjamin dengan semua benda debitur seperti yang
tersebut dalam Pasal 1131. Artinya. semua kreditur dijamin dengan
benda-benda yang sama milik debitur.

Di sini tarsimpul adanya persamaan hak, persamaan kedudukan para


kreditur terhadap (harta) seorang debitur, tidak ada yang dilebihkan,
sekalipun di antara mereka mungkin ada yang mempunyai tagihan yang
iebih tua - lebih dulu adanya - daripada yang lain. Kongkretnya seorang
kreditur pada asasnya tidak berhak menuntut pelunasan .lebfh dahulu
tagihartnya, atas dasar, bahwa tagiharmya adanya/lahimya adalah iebih
dahulu dari yang lain. Kedudukan 'kreditur tidak dltentukan oleh umur
taglhan. Lain halnya pada hak-hak kebendaan - sebagaimana yang nanti
akan kita bicarakan - dl mana hak kabendaan yang lebih tua mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi.

Jadlaaaenya: ,
Semua kreditur ~ dalam pemenuhan tagihartnya - mempunyai ke-
dudukan yang sama. Umur atau lahirnya hak tagihan lebih dahulu,
pads asasnyatidakmemberikan suatu kedudukan yang lebih baik
kepada kreditur yang bersangkutan. ,
Selanjutnya, dltentukan:
"mereka berbagl pond's-pond's, menurut perimbangan besamya
tagihan mereka".

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 7


Afjfts ponda-pond's merupakan pelaksanaan dari asas hukum. bahwa
aetnua kreditur mempunyai kedudukan yang sama. Wujud dan penjabar-
aa petsarnaan tersebut adalah: atas hasH penjualan harta benda debitur,
earn kreditur mendapat bagian yang seimbang dengan besar kaciinya
taglhan mereka terhadap kesaturuban tagihan kreditur,

Sebuah contoh mungkbi dapat membantu menjeteskan:


B, seorang pengusaha, [atuh pailit: Seluruh kekayaannya dBelang
dan hasilnya, setelah dipbtong dengan semua ongk'os dari piutang-
piutang yang preferertt adalah Rp 10.000 000,00
X rrtempunyai tagihan kepada B sebesar Rp 5.000.000.00
Y sebesar Rp 15.000.000,00 dan
Z sebesar Rp 20.000.000,00.
Jumlan seluruh hutang B adalah Rp 40.000.000,00
Atas hasll penjualan harta B yang berjumlah Rp' 10.000.000.00
tersebut
X-mendapat: 5/40 xRp 10.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
Y mendapat 15/40 x Rp 10.000.000.00 = Hp 3.750.000,00
Z mendapat 20/40 X Rp 10.00u.000,00 = Rp 5.000.000i00
Dlberikannya hak bagian yang seimbang menurut- tagihannya kepada
masing-masing kreditur merupakan penjabaran lebih' lanjut atas asas
kesamaan kedudukan para kreditur.

2. Perkecualian
KaBroatterakhlr Pasal 1132 K.U.H.Perdata menunjukkan:
- bahwa atas asas persamaan antarkreditur bisa terjadi penyimpang-
ajvpenyirnpangan atas dasar adanya hak-hak yattg dkfahulukan;
- ada kreditur yang kedudukannya sama dengan kreditur yang lain
dan ada yang lebih didahulukan.
Dengan demiktan, kita sekarang tahu, bahwa terhadap asas seperti ter-
sebut di atas ada perkecualiannya. Sebagairriaha nanti akan dibicarakan

8 Hukum Jefnfnan, Kafc-hak Jaminah Kabendaan


Hukum Jaminan
di belakang, perkeeuatian tersebut bisa terjadi karena undang^unciang
maupun atas dasar para pihak sendiri sepakat menentukan iain.

Sekarang dapat kita simputkan lebih lanjut. yaitu bahwa Pasal 1132 ber-
sifat mengatur (merupakan ketentuan hukum yang bersifat menambah;
aanvullendrecht) dan karenanya para pihak mempunyai kesempatari
untuk mernbuatjanji-janji yang menyimpang,
Umpama saja:
Pars pihak dapat menentukan, bahwa setetan debitur membayar
sebagiart dari hutangnya, krediturtidak-akanmetetangkah barang-
barang tertentu . Ketentuan yang demikian itu tentu saja meng-
7

untungkan kreditur-kreditur lain.


Akan tetapi asas pomfe-ponda itu sendiri -- asas pembagian
menurut perimbangan tagihannya - tidak boleh disingkirkan, kalau
penyimpangan tersebut ~ di luar yang diperbolehkan oleh undang-
undang ~ mengakibatkan kedudukan kreditur lain menjadi iebih
jeiek.

D. HAK-HAK JAMINAN
Sudah dikatakan; bahwa atas asas persamaan kedudukan kreditur (Pasal
1132)terdapatperkecualian-perkecualtannya, yaitu:
Dalam hal seorang kreditur mempunyai hak-hak jaminah khusus
(zekerheidsrechten) iaiah hak yang memberikan kepada kreditur
kedudukan yang lebih baik dibanding kreditur lain dalam pelunasan
tagihannya.

Sebagaimaria telah dikatakan di depart, hak jaminan khusus, seperti juga


jaminan umum,tidakmemberikan jaminan, bahwa tagihannya pasti akan
dflunasi, tetapi hanya memberikan kepada kreditur kedudukan yang lebih
baik daiam penagihan; iebih baik daripada kreditur konkuren yang tidak
memegang hak jaminan khusus atau dengan pdrkataan lain fa reiatif lebih
terjamin daiam pemenuhan tagihannya.

7) A. mo, hat. 389.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 9


Hukum Jaminan

•Kedudukan yang lebih balk* dt antara para kreditur yang mempunyai hak
jaminan khusus, tidak sama, bergantung dari macam hak jaminan khusus
yang dipunyai olehnya.

Hak jaminan khusus -- atau kedudukan yang lebih baik - adanya dapat
karena:
diberikan oleh undang-undang (Pasal 1134 K.U.H.Perdata), atau
- diperjanjikan (Pasal 1l5ldan Pasal 1162 K.U.H.Pe*data,: Pasal t
sub 1 jo Pasal 20 sub 1 Undang-Undang Hak Tanggungan dan
Pasal 1 sub 2 jo Pasal 27 Undang-Undang Fidusia, dan Pasal 1820
K.U.H. Perdata). , 8

Selain daripada pembedaan hak-hak jaminan khusus ke daiam hak-hak


jaminan yang seperti tersebut di atas, doctrine masih mengenal pembagi-
an lain:
- Hak jaminan kebendaan (zakelijke zekerheidsrechten)
Hak jaminan perorangan (persoonlijke zekerheidsrechten).
Di samping hak jaminan khusus seperti tersebut di atas, kita masih
mengenal apa yang dinamakan hak istimewa (privelege) dan sesuai
dengan perkembangan zaman, kita melihat di daiam praktekadanya
jaminan lain, yangtidakdapat dlmasukkan ke dalam salah satu keiompok
tersebut, yaitu jaminan daiam wujud ijazah, surat pensiun dan tain-lain
yang berupa jaminan benda tertentu/sekelompok benda tertentu, tetapi
tidak mempunyai sifat hak jaminan kebendaan.

Kita tahu, bahwa hak-hak jaminan yang diatur dalam Buku li dan hak-hak
yang diatur dalam Buku III K.U.H.Perdata adalah hak-hak kekayaan, hak-

8) Jadi, "hak famlnan khusus" di sini bukan dalam arU tanggungan ajas perikatan
tertentu - urituk membedakan dari tanggungan urhUrn. yarig merupakan
tanggungan atas segala perikatan sessorang - karena borgtocht dapat diberikan
untuk semua hutang-hutang. debitur kepada kreditur - Jadi, tidak haras untuk
perikatan tertentu. DI samping itu, pada jaminan MuiSuS perlkatannya tertentu,
tetapi benda jaminannya ditunluk secara tertentu untuk krectftur tertentu, vide Oey
Hoey Tlong. Fidusia Sebagai Jaminan. Uneur-unsur Perikatan. hal. 14. Ada yang
membedakan antara jaminan yang bersifat material'dan yang immaterial, vide
Rasjfm Wiraatmaja. S.H.. Psngikatan Jaminan Kredit Perbankan, hal. t.

10 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

hak yang mempunyai nitai ekonomis dan bisa/laku untuk diperjuatoelikan,


sedang ijazah dan surat penslun bersifat sangat pribadi, sehingga, Suiit
untuk.dimasukkan dalam kelompok hak jaminan kebendaan. Dan kita
tahu benda jaminan seperti itu bagi orang laintidakmempunyai nilai eko-
nomis. Laki, bagaimana mau mengeksekusinya? Sekaiipun demikian, kita
tidak bisa mengingkari adanya jaminan seperti itu dalam praktek dan
karena di sana ada diperjanjikan suato benda tertentu sebagai jaminan
khusus, maka kaiau kita toh mau memaeukkannya dalam kelompok hak
jaminan kebendaan; kita harus sadar, bahwa benda-benda yang demikian
mempunyai ciri yang menyimpang dari cirihak jaminan kebendaan pada
umumnya, yaitu sifat bisa dieksekusi, sifat yang memungjdnkan benda Itu
untuk dijual dan mendapatkan pembeli.

Dengan demikian, pembagiamya kita tambah menjadi:-


- hak jaminan keberldaan,
- hak jaminan perorangan.
hak jamihan yang lain.
Dengan perumusan jaminan khusus seperti tersebut di atas, maka pem-
bahasan hak jaminan khusus dapat mencakup bldang yang lebih luas lag!
- dan ini sesuai dengan yang kita lihat dalam praktek sekarang - di mana
orang dapat memperoleh kredit. dengan jaminan benda-benda, yang tidak
dapat diaiihkan kepada dan tidak mempunyai- nilai ekonomis bagi pihak
ketiga. Kita tidak tagi hanya terpaku pada jaminan-jamtnan - katakan
tradislonil - yang dapat diaiihkan saja, yang biasanya diartikan dapat di-
jual kepada dan dimlnati pihak ketiga dan karenanya dikatakan jaminan
yang*mempuriyai nilai uang . 8

Walaupun ijazah berkaitan erat sekali dengan pemiliknya, sehingga bagi


orang lain tidak mempunyai arti (ekonomis) ~ paling-paling mempunyai

9) R. SubekS, "Suatu Tlnjauan tantang Sistem Hukum Jaminan Nsstonal', dlmuat


dalam Seminar Hukum Jaminan, B.P.H.N. Departemen Kehakimdn. Pen.
Binaeipta, *981, hal. 24; Mr. Nugroho, "PembahaBan Kertaa Karja; Pengaturan
Hukum tentang Hipotik, Cradlatverband dan Fidusia". dimuat dalam buku yang
sama tersebut dl atas. hal. 62.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 11


Hukum Jamlnari

nilai affecsf - namun demBdan hams kita akui, bahwa kreditur yang me-
megang ijazah sebagai jaminan mempunyai kedudukan yang lebih baik
dari pada kreditur biasa - tanpa jaminan khusus seperti itu -- karena ia
mempunyai sarana penekan - secara psikologis -- yang memberikan
kepadanya kemungkinan yang iebih besar untuk mendapat pelunasan
dengan lebih mudah dan lebih dahulu daripada kreditur konkuren yang
lain (di tuar kepailitan), Kedvdukannya mirip dengan kredctuT dengan hak
retensi. Bedanya, kredftur dengan hak retensi haknya untuk menahan
benda debitur diberikan oteh undang-undang, sedang di sifrf dfperjanjikan.

Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang


kreditur kedudukan'yang lebih baik, karena:
- kreditur didahuiukan dan dfmudahkan dalam mengambil pelunasan
atas tagihannya atas hasfl penjualan benda -tertentu atau se-
ketompok benda tertentu milik debitur dan/atau
- ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau
terikat kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat
memberikan suatu tekanart psikologis terhadap debitur untuk me-
menuhi kewajibannya dengan baik terhadap kredftur. Di ant adanya
semacam takanan psikologis kepada debitur untuk melunasi
hutahg-hutangnya adalah karena benda yang dipakai sebagai
jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat
manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga
dan telah dianggap atau diakui telah, menjadi miliknya, menjadi
dasar hukum i&minan.

Di samping itu, hak jaminan kebendaan, sesuai dengan sifat-sifat hak ke-
bendaan, ia memberikan wama tertentu yang khas, yaitu:
mempunyai hubungan iangsung dengan/atas benda tertentu milik
debitur,
- dapat dlpertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja (semua
orang),
- mempunyai sifat droit de suite, artinya hak tersebut mengikuti
bendanya d! tangan siapapun berada,

12 Hukum Jaminan, Hak-hak Jamtnan Kebendaan


Hukum Jaminan

— yang lebih tua mempunyai kedudukan yang tebfr tinggi,


- dapat dlpmdafttangankaWtfalihkan kepada orang lain.
Atas dasar ciri-cirr tersebut, maka benda jaminan, .pada hak jaminan
kebendaan, harus benda yang dapat diaiihkan dan mempunyai nilai jual
(ekonomis).

Sedangkan hak jaminan perorangan adalah hak yang memberikan


kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik, karena adanya iebih
dart seorang debitur yang dapat drtagfh.

Tebih baik* baik di sini adalah lebih baik daripada kreditur yang tidak
mempunyai hak jaminan (khusus), atau lebih baik dari jaminan umum. 10

Adanya lebih dari seorang debitur, bisa karena ada debftur-serta tang*
gung-menanggung atau karena adanya orang pihak-ketiga yang meng-
ikatkan dirinya sebagai bprg,

.Hak jaminan tampak sekali mempunyai arti pantingnya, kalau kekayaan


yang dlmiliki debitur tidak mencukupi guna melunasi semua hutangnya,
atau dengan perkataan lain kalau pasivanya melebihi aktivanya. Kalau ke-
kayaan debitur cukup untuk menutup semua hutangnya,-maka berdasar*
kan Pasal 1131 semua kreditur akan menerima pelunasan, karena pada
prinsipnya semua kekayaan debitur dapat diambii untuk pelunasan
hutang. Paling-paling dalam hal seperti itu ada kreditur yang lebih mudah
dalam mengambil pelunasannya, tetapi semuanya mempunyai kesam-
patan 'untuk terpenuhl.

Lagi pula masalah hak-hak jaminan baru muncul kalau ada lebih dari
seorang kreditur yang melaksanakan eksekusi. Kalau hartya ada seorang
kreditur saja, maka ia dapat dengan tenang muiaj dengan melaksanakan
eksekusi atas barang yang kesatu, kemudian barang yang kedua, ketiga,
dan selanjutnya sampai piutangnya terlunasi semua atau barang debitor
habis terjual. Lain halnya, kalau ada lebih dari 1 (satu) orang kreditur.

• 10) Dalamfcjll&anini selanjutnya yang dintaksud dengan Hak jaminan adalah hak
jaminan khusus.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 13


Hukum Jaminan

ssbab kreditur yang lain dapat meiawan (verzettsn) terhadap pengambilan


uang hasil penjualan (Pasal 461 R.v,), atau kreditur yang lain tersebut
juga dapat meminta keputusari hakim, agar ia pun diberikan wewenang
untuk melaksanakan eksekusi atas harta kekayaan- debitur dan dengan
keputusari hakim dapat tu'rut menikmati hasil penjualan yang dtlakukan
atas inlsiatjf kreditur pertama (Pasal 201. Pasal 202, Pasal 203 dan Pasal
204 H.I.R.). Adanya. kreditur lain yang turut menuoM eksekusi dapat
mengakibatkan hakim membuat suatu daftar piutang dan menentukan
urut-urutan tingkat kreditur (rangregeling) untuk pembagian hasil penjual-
an (Pasal 204 H.I.R., Pasal 4S4, Pasal 485, dan Pasal 486 R.v,).

Dengan adanya daftar urut-urutan tingkatan kreditur untuk pembagian


hasil penjualan, maka kedudukan para kreditur diatur menurut kedudukan
hukum hak lagihan mereka. Piutang yang didahufukah (tagihan yang
preferent) mendapat pelunasan lebih dahulu dari hasil eksekusi, sedang
sisanya untuk para kreditur konkuren. Ingat "sisanya" untuk para kreditur
konkuren, yang berarti, bahwa kalau sisanya tidak mencukupi, para
kreditur konkuren tidak akan mendapatkan pelunasan sspenuhnya atau'
tidak sama sekali.

Di antara kreditur preferent juga diatur tfhgkatannya; antara sesama


kreditur preferent beriaku pembagian pbndVponda (Pasaf 1136 K.U.H.
Perdata).
*

Adanya tmgkat-tingkatao kreditur - yang merupakan perkecualian atas


asas persamaan di antara para kreditur, yang terkenal dengan sebutan
paritas creditorium (Pasal 1132 K.VM.Perdata) - di mana kreditur yang 1
(satu) dianggap berkedudukan lebih tinggi dari yang lain, merupakan
gejala umum yang terdapat dalam banyak sistem hukum . 11

11) P. Senoften dalam Zakenrachti hal. 344, matatiart manganggap, bahwa


pengaturan hak-hak yang didahulukan labih tepat hukum eksekusi. Karananya,
P.A. Stain mangatakan, bahwa hukum yang mengatur tentang hipotik mempunyai
segi hukum eksekusi dan sita (execute an oeelagrecht); dalam bukunya
Zekerrtaidrechten, Hypotheek, pada kata pengantar. '

14 Hu*r m Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

Peristiwa penetapan urut-urutan tingkat kreditur muncul kalau ada


liquidasl umum, seperti pada kepailitan atau peherimaan warisan dengan
hak fstimawa untuk mengadakan pencatatan boedel (Pasal 1032 K.U.K.
Perdata, beneficiare boedel aanvaarding), penyendlHan boedel oleh
kreditur warisan (Pasal 1107 K.U.H. Perdata, boedel afscheiding door de
SGhuldeiser der nalatenschap), penyerahan/pelepasan boedel (Pasal 699
Rv., boedel afstand) 12

- Para ahli waris yang menerima warisan secara beneficiair meng-


adakan pencatatan boedel (Pasal 1024 K.U.H.Perdata) lalu 13

mengadakan pemanggilan umum kepada semua kreditur warisan


(Pasal 1036 K.U.H.Perdata) dan dalam hal ada ketidaksepakatan
dalam melaksanakan/pelaksanaan pembagian piutang-piutang
kreditur, maka harus diadakan urut-urutantingkatkedudukan para
kreditur (Pasal 1038 K.U.H. Perdata),
- Pemisahan boedel terjadi kalau kreditur dan/atau tegataris si
pewaris menuntut para kreditur-prive si ahll waris agar harta pe-
ninggalan si pewaris dipfsahkart dari harta kekayaan si.ahli waris
(Pasal 1107 K.U.H.Perdata). Di sini tampak ada bentrokan antara
kreditur dan legatarts-pewaris dengan kreditur-prive si ariff waris.
Dengan demikian, ada masalah mengenat siapa yang didahulukan
terhadap warisan dan siapa terhadap kekayaan pribadi ahli waris
sendiri.
- Penyerahan boedel terjadi kalau debitur yang berada dalam ke-
adaantidakmampu untuk mekiriasl hutang-hutangnya, menyerah-
kan seluruh kekayaan kepada semua kreditumya (Pasal 699 R.v.).
Dalam hal ada lebih dari 1 (satu) kreditur, sudah tentu muncul
masalah siapa yang mempunyai hak untuk mengambil pelunasan
lebih dahulu dan hasil penjualan barang-barang tersebut.

12) PrBo. hal, 383.


13) J. Satrio, Hukum Waris, catakan kadua, AJumni Bandung, 1982, hal. 322.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 16


Hukum Jaminan

1. Hak Jaminan dan Hukum Acara


Kita me&hat, bahwa masalah hak-hak jaminan berkaftan erat dengan
masaiaft eksekusi, maiahan dalam hukum eksekusileh hak-hak jaminan
membuktikan perannya.

Hak-hak eksekusi diatur dalam Hukum Acara Perdata, dan karenanya


pembicaraan mengenal hak-hak jaminan tidak dapat lepas dari pern-
bicaraan Hukum Acara Perdata, khususnya hukum eksekusi'", karena di
sanalah sebenamya tampak perwujudan daripada hak yang diatur dan di-
akui oleh hukum objektif, dengan sarana perriaksa melafui periguasa . 16

Itulah puia sebabnya, bahwa daiam pembicaraan mengenal hak-hak


jaminan kebendaan, orang terpancang untuk berpDdr, bahwa jaminan ke-
bendaan haruslah berupa benda yang daiam eksekusi dapat dfjual leiang.
Masalah hubungan antara' hukum jaminan dan hukum acara akan di-
bicarakan lebih lanjut di belakang.

2. Hak Kebendaan yang Memberikan Jaminan


(Zekerheidsrechten)
Hak-hak jaminan sebagaimana kita lihat, umumnya mempunyai ciri,
bahwa selain ia bersftat lebih memberikan jaminan atas pemenuhan suatu
piutang, sebagian besar juga memberikan hak untuk didahulukan di
dalam mengambil pelunasan, Walaupun sebagian daripada hak-hak
jaminan merupakan hak kebendaan, tetapi hak jaminan di sini tain dengan
hak kebendaan seperti hak milik, hak opstal dan Iain-lain, yang sifatnya
memberikan hak untuk menikmati (genotsrechten), yaitu mempunyai srlat
memberikan jaminan, dan karenanya disebut zekerheidsrechten, yang
memberikan rasa aman/terjamin.

14) P. Soholten dalam, Zakenrecnt, hal. 344, maiahan menganggap, bahwa pengatur-
an hak-hak yang didahulukan lebih tepat dalam hukum eksekusi.
15) Star Busman, "Hoofdstukken van net Burgetijke fSechtevorderirvg", hal. 587.

16 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jamtnan

Jadi, hak jaminan memberikan 2 (dua) keuntungan:


- jaminan yang lebih baik atas pemenuhan tagihan kreditur dan/atau
hak untuk lebih didahulukan di dalam mengambil pelunasan atas
hasfl penjualan barang-barang debitur

Lebih balk dan lebih didahulukan daripada kreditur yang tidak mempunyai
jaminan khusus, yaitu para kreditur konkuren.

3. Hak Jaminan Kebendaan


a. Hak jaminan kebendaan menurut K.U.H.Perdata
Hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditur untuk didahulukan dalam
pengambilan pelunasan daripada kreditur-kreditur lain, atas hasil penjual-
an suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu, yang secara
khusus diperikatkan.

Ciri preterensi tampak sekali dalam perumusan tersebut di atas; demikian


pula jelas sekali dtsebutkan, bahwa hak preferen tersebut' tertuju pada
hasil eksekusi - hasif penjualan paksa dl muka umum - dengan konse-
kuensinya, masalah preterensi baru tampak di dalam suatu eksekusi.

Dirjnjau dari tlmbulnya hak jaminan kebendaan tersebut, seperti dikatakan


di atas, termasuk dalam kelompok yang adanya memang sengaja di-
perjanjBcan. Kata "diperikatkan" sudah menunjuk ke arah sana.

Dalam skema yang pertama, kita telah membagi hak-hak jaminan menjadi
2 (dua) kelompok, yaitu yang diperjanjikan dan yang timbul karena dl-
tentukan oleh undang-undang. Yang timbul karena undang-undang di-
namakan Hak Istimewa (privelege), sedang yang diperjanjikan. kita bagj
lagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu yang mempunyai sifat hak kebendaan
dan yang tidak.

{
privelege
yang beratfat
r hak kebendaan
yang diperjanjikan J
1 yang bukan merupakan
hak kebendaan

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamtnan Kabendaan 17


Hukum Jaminan

Termasuk daiam hak jaminan khusus yang dtoerikan berdaaarkan


undang-undang - di kiar yang disebutkan dalam Pasal 1139 dan Pasal
1149 K.U.H.Perdata - adalah piutang-piutang yang diistimewakan atas
kapal, seperti yang diatur dafam Pasal 316, Pasal 316a, Pasal 316b,
Pasal 316G, Pasal 316d, Pasal 316e, Pasal 318 K.U.H.D., dan atas
muatan kapal (Pasal 317 K.U.H.D.).

Dalam perjanjian antara kreditur dengan debitur dapat ditentukan, bahwa


atas barang-barang tertentu, kreditur dapat mengarrtbjl pelunasan lebih.
dahulu daripada kreditur lain (demikian itu intinya perjanjian gadai, hipotik,
hak tanggungan dan Fidusia)'.

Dengan demikian, asas persamaan antara sesama kreditur (Pasal 1132


K.U.H.Perdata) disfmpahgi, baik ofeh undang-undang sendiri (prfvelege)
maupun oleh perjanjian antara kreditur dan debitur (gadai, hipotik; di luar
K.U.H.Perdata: hak tanggungan dan Fidusia).

b. Hak jaminan kebendaan di luar K.U.H.Perdata

Hak jaminan kebendaan, yang berupa hak gadai dan hak hipotik, seperti
yang disebutkan di atas, adalah hak-hak jaminan kebendaan yang dikenal
— dalam, arti diatur -- dalam K.U.H. Perdata. Di luar hak jaminan kebenda*
an yang disebutkan daiam B.W.,-masih terdapat hak jaminan kebendaan
yang lain, seperti Credietverband dan Oogstverband, Hak Tanggungan,
Fidusia dan Sewa Bell. Credietverband daiam Pasal 26 Undang-Undang
Hak Tanggungan dan Oogstverband - sekafipuntidakada pencabutan-
nya secara tegas - sudahtidakberlaku tagl.

E. BEBERAPA LEMBAGA HUKUM YANG MEM-


PUNYAI SIFAT JAMINAN
Di samping itu, ada lembaga-lembaga- hukum. yang walaupun bukan me-
rupakan lembaga hukum hak jaminan kebendaan, meiatnkan secara tidak
langsung mempunyai pengaruh terhadap jaminan pefunasan tagihan
kreditur, atau - atas dasar tafsiran atau pehdapat para sarjana atas lem-
baga hukum tersebut ~ menjadikan kreditur tertentu mempunyai keduduk-

18 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

an yang lebih pajk.daripada saandainya para sarjana rneriafsirkan lem-


baga hukumtersebutsecara lain.

1. SewaBeM
Sewa beti juga merupakan lembaga hukum yang fenbul sebagai akibat
kebutuhan praktek.

Walaupun ia bukan merupakan lembaga yang dimaksudkan urttuk men-


jadlkannya lembaga jaminan, melainkan clri-ciri lem&ag¥ta&eW mem-
punyai etek jaminan Juga dan di samping itu kreditur mempunyai hak
revindikasj, yang merupakan salah satu ctri hak milik dan hak milik me-
rupakan hak kebendaan, wataupun bukan yang bersifat memberikan
Jaminan.

Di dalam perjanjian sewa^beJf, oleh penjuaJ-sewa dfpeijafljlkiuv bahwa se-


kalipun benda objek sewa-beli teiah diserahkan'kepada pembeH'sewa,
tetapi penyerahan itu - untuk sementara, selama harga seiwa-beli belum
dilunasi - hanyalah merupakan penyerahan pinjam-pakai saja; sehingga
hak milik atas objek sewa-beli masih tetap ada pada pen]uai-sewa Ini
mempunyai etek jaminan, karena pembell-sewa tentunyp ingin menjadi
pemllik alas objek jual-befl dan kedudukan sebagai pamlHk baru bisa di-
peroleh setelah; ia membayar lunas uangr sewa-beli yang. disepakati.
Dalam hubungan hukum yang seperti itu, kedudukan. penjual^sewa, ter-
hadap objek sewa-beli, relatif terjamin, karena kalau sampai terjadi.
bahwa pembeli-sewa menjualtorusbenda sewa-beli, maka pembek-aewa
melakukan tindakan pidana penggalapan atas benda milik penjual^sewa
Posisi penjual-sewa kurang lebih mirip dengan kreditur penerima Fidusia.

2. Kompensasl
Kalau A mempunyai taglhan kepada B, yang kekayaanoya tidak cukup
untuk menutup semua hutangnya terhadap pelbagai kreditumya, maka
seandainya B juga mempunyai tagihan balik terhadap A, dan kedua-dua-
nya telah sama-sama memenuhi syarat kompensasl, maka. hutang-
piutang timbal-ballk antara A dan B, sampai jumlah yang terkeci) di antara

Hukum Jaminan, Hak-hefc Jaminan Kebendaan- 1»


Hukum Jaminan

keduanya, atas tuntutan salah seorang dl antara mereka, demi hukum


menjadi hapus (Pasal 1425, Pasal 1426 K.U:H. Perdata). Hal itu berarti.
bahwa tagihan A terhadap B, untuk bagian yang dapat dikompensir
dengan B, menjadi lunas - demikian pula sebaliknya -*- aliasnya untuk
bagian tersebut ia tidak perlu bersaing dengan kreditur lain untuk men-
dapatkan peiUnasan' . Untuk bagian tersebut seakan-akan hak tagih'nya
6

didahulukan.

3. Hak Retenai
Sebenamya hak tersebut tidak ada kaitannya dengan masalah "didahulu-
kan dalam pemenuhan suatu tagihan". Hak retensi adalah hak yang dl-
berikan kepada kreditur tertentu. urituk menahan benda debitur. sampai
tagihan yang berhubungan dengan benda tersebut dilunast; vide PasaJ
575 ayat (2), Pasal 1576, Pasal 1364 ayat (2). Pasal 1616, Pasal 1729,
dan Pasal 1812 rtUKPerdata.

Hak retensi/menahan tersebut memberikan tekanan kepada debitur agar


segera melunasi hutangnya. Kreditur dengan hak retensi sangat diuntung-
kan dalam penagihan piutangnya.

Hak untuk mengadakan kompensasl dan retensi memberikan kepada


kreditur: suatu kedudukan yang tebih baik daripada kreditur-kraditur lain
pada umumnya. karena ada sarana yang mudah untuk - walaupun se-
cara tidak langsung - mengambil pelunasan atau ada sarana untuk mem-
berikan tekanan kepada debitur untuk mefunasi hutang-hutangnya. dan
karenanya memberikan jaminan yang lebih besar untuk petunasan atau -
secara tidak langsung merupakan hak untuk didahulukan untuk meng-
ambil pelunasan.

la berbeda dengan hak-hak jaminan kebendaaan yang lain, karena ia


tidak diperikatkan secara khusus, tidak dipenanjikan. dan bukan dibertkan
oleh undang-undang dengan maksud untuk mengambil pelunasan lebih

16) J. Satrio. Hapusnya Perikatan, Buku 11. hal. 66 dan selanjutnya.

2D Hukum Jaminan. Hek-he* Jaminan Kebendaan


Hukum Jam* nan

dahulu dari -hasil penjualan" benda-benda debitur, tetapi sHatjaminan di


sana muncul demf hukum, karena- ciri/sifat daripada kedua lembagB
hukum Itu sendiri. Namun demikian, ia tetap bukan merupakan privelege.
karena privelege dltentukan sebagai demikian oleh undang-undang.

4. Kreditur Perseroan
Berdasarkan Pasal 32 K.U.H.D. - dan sekarang berdasarkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas - para sarjana
berpendapat, bahwa.menurut undang-undang ada pemisahan antara ke-
kayaan Perseroan dengan kekayaan prive para peseronya . Dengan per-
17

kataan lain, kekayaan perseroan merupakan kekayaan yang terpisah


(afgescheiden vermogen) * atas mana para pesero mempunyai pemilikan
1

bersama. Prinsipnya kekayaan perseroan sebagai J (satu) keseluruhan -


sebagai 1 (satu) komplek - merupakan milik bersama para pesero, atas
mana mereka bersama-sama mempunyai pemilikan-bereamayang terikat
(gebonden medeeigendom).

Para kreditur perseroan didahulukan di daiam pemenuhan tagihannya


atas kekayaan perseroan dibanding dengan para kredttur-prive para
pesero, termasuk para firmant (anggota Flrma), walaupun pada asasnya
para anggota firma - ketuar/extem, terhadap pfhak-ketiga - berfanggung-
jawab tidak hanya sebesar andllnya dalam perseroan, tetapi renteng
sampai hartanya yang terakhir.

Dalam hal kita berhadapan dengan perseroan komandHer di mana pesero


pengurusnya hanya ada 1 (satu) orang saja - yang daiam hal demikian
tidak dapat dikatakan ada pemilikan bersamamiede-eigendom - maka
kita menjadi' ragu-ragu untuk menetapkan, apakah kekayaan perseroan
terpisah dari kekayaan prive pesero pengurusnya, karena dalam hal
demikian tidak tampak ada pemillkan-bersama. Hal itu berkaitan dengan

17) TJ. Dorhout Mees. 'Kort Begrip van het Nederlands Handefsreehr. hal. 18S.
18) Kekayaan yang terpisah (berdirt sandtrl) dl Bkri adalah kekayaan atas mana para
Kreditur, berdasarkan kuailtasnya mempunyai hak untuk didahulukan. vide Pttto.
hal. 384.

Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kabendaan 21


Hukum Jamktan

pen dapat, bahwa daiam suatu CV para pesero komanditer tidak turut
dihKung.

Yang demikian itu berangkat dari pikinvk bahwa dalam. suatu: Perseroan
Komanditer yang diam-diam, yang tampak hanyalah para pesero peng-
urus sebagai para firmant

TJ. Dorhout Mess berpendapat, bahwa kite, pertu menetaplcan dufu


19

apakah kita bemadapan dengan Perseroan Komanditer diam-diam atau


yang bergerak terang-terangan, walaupun tampaknya agak aneh, bahwa
ada kekayaan 1 (satu) orang (pesero pengurus) yang terpisah dari ke-
kayaan privenya. Blasanya ada kekayaan seseorang yangterpisahdari
kekayaan privenya untuk menjadi kekayaan-bersama (pemifikan-
bersama),tetapidaiam peristiwa sepertitersebutdi alas, yang ada hanya
kekayaan 1 (satu) orang - pesero pengurus ~ saja.

VVaiaufaufr pacta p^erimaan wa^saS secara beneftdak oteti aatu-satunya


ahli waris bisa juga muncul keadaan seperti tersebut di atas— demikian
pula pada penyisihan boedel/boedef afscheiding - tetapi yang demikian
itu bisaterjadi,karena kekayaan tersebut memang berasal dari 2 (dua)
orang yang beriainan. Pada Perseroan komanditer dengan 1 (satu)
pesero pengurus justru berasal dari kekayaan 1 (satu) orang saja.

5. Kreditur Warisan yang Menuntut Penyendlrlan Boedel


Warisan
Pasfli 1067 K.U.H.Perdata mengatakan, bahwa:
Semua kreditur pewaris seperti juga semua penerfma hibah
wasiat, berhak untuk memajukan per^vanan terhadap diadakan-
nya pemisahan.
Yang dknaksud dengan kreditur warisan adalah krediturnya pewaris yang
pada saat matiriya pewaris betum mendapat pelunasan. Dengan per-
lawanan seperti itu, maka kreditur-warisan selanjutnya bisa menuntut agar

19) Op.olt, hal. 185.

22 Hukum Jaminan, Hak-hakJaminan Kebendaan


Hukum JaMruin

Boedel warisan tidak twreampur dengan harta pribadi para ahli-warts


(Pasal 1107 K.U.H.Perdata). Konsekuensi togis dari penyendlrian boedel
warisan adalah, bahwa kredftur-warisan dan legataris mempunyai kesem-
paMn untuk mengambil pelunasan dart harta warisan lebih dahulu dari-
pada krediturnya ahft-warfs, demikian itu tafsirart para sarjana .
20

Seteiah apa yang dikemukakan di atas, masih ada lag] lembaga hukum
yang lain, yang walaupun bukan merupakan hak-hak jaminan, tetapi
mempunyai daya kerja sebagai lembaga jaminan juga, mtsalnya:

& Sandera
Lembaga tersebut diadakan urituk mencegah kemungkihan kecurarigari-
keeurangan dari debitur dalam upayanya untuk menghfndarkan eksekusi
Sfang akan diadakan oleh kreditur. Debitur bisa menyingkirkan habis dulu
t^rig-barangnya atau pura-pura menjualriya kepada orang telri --
umumnya saudars-saudaranya - sehingga pada waktu kreditur akan me-
laksanakan eksekusi, tidak ada lagl barang yang berharga yang tersisa.'
Untuk mengatasi hal tersebut, kreditur dengan syarat-syarat tertentu -
dapat memlnta agar debitur disandera (Pasal 209 H.I.R. dan seianjutnya).
Dengan dlmasukkannya debitur dalam kurungan diharapkan, bahwa ia
akan melunasi hutang-hutangnya dengan barang-barang yang semula di-
sfngkirkan.

Jadi, sandera merupakan sarana yang secaratidaklangsung memberi-21

kan jaminan atas hak-hak kreditur. Tekanan dl sini diiakukan melalui


persoon debitur. Namun, karena sekarang dtanggap bertentangan dengan
perikemanusiaan, maka - dengan beberapa perkecualian - lembaga
sandera, dengan surat Edaran Mahkamah Agung Nembf 82 Tahun 1964
teish dibekukan.

20) J. Satrto.PemiBanan.Boedel, hat. 211.


21) P.H. SkJharta, 'Mengapa OrangLebih Condong PitenyetesalkahTuritutaiHbnftrtan
Perdata di Luar PengadHan", tflmuat dalam Hukum dan Kaadilen, Nomor 1 tahun
ka II, November/DBsember 1970, hal. SO.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 23


Hukum JemJMft

Beberapa pihak menganggap, bahwa lembaga sandera bartentangan


dengan perikemanusiaan -- dan karenanya bertentangan dengan Panca-
sila - karena dalam hal dilaksanakan penyanderaan, maka yang men*
denta iahir barjn bukan hanya debitur saja, rnelainkan seluruh kaluarga-
nya, dan lebih tagi, kalau si kreditur yang, kaya - umumnya kreditur reiatif
kaya ~ tetap menggunakan sarana tersebut, sekaflpun ia tahu, bahwa
debitur - yang umumnya refattf miskin sudah tidak mempunyai kekaya-
an lagi untuk dipakai sebagai pelunasan. Dalam hat demikian fembaga
tersebut digunakan semata-mata untuk menyaldti debitur fbalas dendam)
dan/atau untuk menekan para anggota keluarganya untuk ~ atas dasar
betas kasihan - membayar hutang debitur. Dengan demikian, ia tidak
mencapal tujuannya, bahkan digunakan untuk tujuan yang lain dari
tujuannya semula. Apalagt ada yang berpendapat, bahwa lembaga
sandera merupakan produk kolonial yang dipakai sebagai alat untuk
meilndungi kepentingan penjajah yang pada umumnya merupakan pihak
yang ekonomis kuatterhadaporang-orang pribumi yang secara ekonomis
umumnya lemah dan berkedudukan sebagai debitor^ . 2

Pembekuan lembaga tersebut -- dengan beberapa perkecualian - ' ter-


nyata membawa akibat yang kurang menguntungkan bagi kreditur, yang
soring kali dalam perkara hanya menang dj atas kertas saja dan karena-
nya dapat membawa orang tertentu pada kecenderungan untuk meng-
gunakan sarana-sarana fisik yang tidak semestinya . 33

22) E.M. Meijers dalam "Algemene leer van hat BurgeHjfcredit", ilHd I, i 948. hal. 39
menyebutken "sarana-sarana pemakaa yang berate!riyaia(vanfotelijkeaard)
seperti sandera dan hak retensi bereama-sam* dengan denda, yang sebagai
norma aecundair, setwHim peletangan, sudah bersifat mengancam kepada
debitur, merupakan sarana eksekusi tidak langsung" (tarjemahan pen.):'J.D.
Veegens dan A.S. Opperchefm dalam "Sonets v,h. Ned.Burg.Reehf. hal. 199, juga
rrtenyebutkan sandera sebagai sarana tidak langsung.
23) S. Gautama 'Periukah Dltildupkan KembaH Lembaga Sandera?" dalam Hukum
dan Keadilan, Nomor 2, Januari-Februari 197a Masalah sandera menjadi
pembicaraan yang hangat lagi sshubimgan dengan pemyataan WakH Ketua M A
yang menyetujui dlterapkannya lembaga sandera untuk pkitang-riutarig
negara, vide Korapas 12-5-1984; Lembaga Sandera Tidak Konsistan dengan
Semangat K.U.H.P., Kompas 25-5-1984.

24 Hukum Jamtaan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Hukum Jaminan

Sehubungan dengan apa yang dikatakan di atas, kita pertu ingat akan
Pasai 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di mana drterrtukan, bahwa
sistem hukum di negeri kitatidakmangenai adanya "rnati perdata'',
Seperti telah disebutkan di depan, dalam ruang llngkup yang terbatas,
rrtelalui Keputusan Henteri KeUangan Republfk Indonesia Nomor 3367
KMK.01/2000, tertanggat 18 Agustus 2000 dihidupkan kemball.

F. PRIVELEGE
K.U.H.Pefdata menyebutkan ada 3 (tiga) macam hak untuk didahulukan,
yaitu privelege, gadai dan hipotik (Pasal 1333 K.U.H.Perdata; di luar
rtU.H.Perdata ada hak tanggungan dan Fidusia).

Ketiga-tiganya disebut hak yang didahulukan (hak-hak mendahulu) atau


hak-haic preferent). Di sini kita menjumpai hak untuk didahulukan dalam
arti luas. Untuk menghindarkan kekacauan dalam penggunaan istilah,
maka kita mambedakannya dari hak untuk didahulukan dalam arti sempit.

Hak untuk didahulukan dalam arti sempit adalah hak. tagihan yang oleh
undang-undang dtgolongkan daiam hak istimewa (privelege) *. 2

Tagihannya disebut tagihan yang didahulukan atau taglhan preferent


(bevborrechts schulden) , sedang krediturnya disebut kreditur yang di-
85

dahulukan (bevoorrechte schuldeiser), kreditur preferent.


Undang-undang memberikan perumusan tentang hak istimewa sebagai
hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang kreditur; se-
hingga tingkajnya iebihtinggidari kreditur lain, yang piutangnya tidak di-
dahulukan, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya (Pasal 1334 K-U.H.
Perdata).
Dari perumusan tersebut tampak, bahwa hak istimewa diberikan oleh
undang-undang, artinya: piutang-piutang tertentu - yang disebutkan oleh

24) Veegens-OppenheJm. hal. 200; Vdlmar, hal. 298; v. Oven, hal. 10.
25) Vbllmar pada hat, 229 dengan tepat sekali mengatakan, bahwa lattahrjya lebih
oocok "bervoorrechte inschuktan". Demikian juga pendapatdariv. Oven, hal. 10.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 25


Hukum Jammm

undang-undang - secara otomatismetnpwryai kedudukan yang didahulu-


kan; Hai itu berarti, bahwataindari' gadai dan hipotik yang dipenanjikari
oleh para pihak, hak privelege menempal pada piutang-piutang tertentu
demi undang-undang'*. Veegens-Oppenheim menggunakan istitah di-
okulasfkan (geent) pada perikatan tertentu dan karenanya - seperti juga
27

semua hak jaminan yang Jain bersrfat accessplr. Hai itu berarti, bahwa
privelege tidak dapat berdiri sendiri. Akan tefapf, ingat, hak-hak jaminan
accessotr pada tagihan-tegihannya, bukan pada persoon krediturnya,
aekaftpun kadang-kadang jabatan/pekerjaan kreditur turut menentukan
adanya privelege (seperti pemilik rumah pengmapan, dofcter,. InduV
eemang asrama peiajar, vide PasaJ 1138 dan PasaJ 1149 KAJ.H.Perdata),
tetapi sekali perikatantersebutmempunyai sifat hak yang ditstimewakan
(geprivelieerd), maka untuk selanjutnya perikatan tersebut tetap mem-
punyai stfatfdritersebut,sekaflpun la berpiridan ke daiam tarigan orang
yangtidakmempunyai kualrfikasi seperti pemlfik-asal.

Contoh:
Kalau ada cessie tagihan atas name, yang dimfliki seorang pemitik
rumah penginapan (terhadap langganannya) kepada orang lain,
maka orang lain tersebut (kreditur baru) tetap mempunyai tagihan
yang diistimewakan, sekalipun ia (kreditur baru/cessjonaris) bukan
pemilik rumah penginapan: Jadi, sifat didahuiukannya tagihan me-
lekat pada perikatannya . 23
,
Mengapa tagihan-tagihan tertentu oleh undang-undang diberikan ke-
dudukan yang didahulukan? Atau mengapa dltentukan sebagai taglhan
yang mempunyai sifat diistimewakan? Melatui sebuah contoh mungkin
bisa dltemukan jawabannya.

26) Jadi, privelege tidak muncul dengan membuai perianjian tambahan, baca Oey
HoeyTtong, hal, 14.
27) Opicit.hal 198.
28) Pifio, hat. 390.

26 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jamlrtan
Contoh:
Seorang debitur, A. mer+tpunyaf hutang kepada Bj sejumlah
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), termasuk bunga 4%
(empat person) sebutan. Di samping itu, ia juga mempunyai hutang
kepada tukang batu yarig memparbafki rumahnya sSjumiah 6
1
(enarnj hari x Rp 15.000,00 (fima betasriburupiah} == Rji95.000,00
(sembilan putUhriburuplan); Apa7ltt/bangkrut, sehingga tidak dapat
melunasi hutarig-hutangnya Harta wfilik satu-sateriya asafah se-
buah rumah sederhana, yang dalam peieiangan - sesudah disita
oteh 6 - taku dengan harga Rp 2Q.0OQ.000i00 "(dua puluh juta
rupiah). Kalau tidak ada ketentuantefctanghak-hak tagihan yang
diistimewakan, maka pembsgtannya adaJah sesuai dengan' Pasal
1132 K.U.H. Perdata sebagai berikut:
B memperoleh:
Rp50;fJOij.000,0Q x Rp20.000.000,00 p - 1 9 9 M 0 6 0 0 0

Rp50:09o.no0,rjt) * ^ - «W»0,uu
B

Tukang batu:
Rp90.000,00 x Rp20.0001000,00 BnW-Mnnr,
Rp 50.090.000,00 " RP^- '* 930 30

Untuk orang yang rnerribungakan uang sampai Rp 50.000.000,00


(lima puluh jute rupiah) termasuk buriga, kerugfen sebesar lebih
kurang Rp30.QQP,OOQ.OO (tioa puluh juta njpiah); mungkin
tidak apa-apa.. Kalau orang berani melepas uang sampai
Rp 5p.00p.000.00 (lima puluh juta rupiah), kemungkinan besar, ia
masih memW.ki beberapa kali Rp 50-000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) yang lain- Akan tetapi, bagi si tukang batu, .uang
Rp 90.000,00 (sembilari puluh ribu rupiah) mungkin adalah, hidup
matinya.
Kalau dengan penghasilan Rp 15,000,00 (lima belas ribu rupiah)
per hari saja mungkin sudah hidup pas-pasan, aiangkah rnenderita-
nya kalau ia harus menanggung rugi iagi, hanya karena kekayaan
debiturnya harus dibagi secara poncfs-pcnd's (menurut pertmbang-
an) dengan kreditur kaya yang. lain. Kiranya tebih pantas, kalau dari
hasil penjualan Rp 20.000.000,00.(dua puluh juta rupiah) kepada si

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 27


Hukum Jaminan

tukang batu diberikan dulu Rp 90.000,00 (sembilan puluh ribu


rupiah), dan sisanya diberikan kepada si B.

Contoh lain:
KetJka mobil A terbakar, B telah menolong memadamkannya
dengan beberapa tabung penyempiot apt miliknya, yang kesemua-
nya bemilai Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluhriburupiah).
Kemudian, tamyata Ajatuh pailit, sebelum mengganti harga tabung
penyemprot ap) miilk.B. Apabila harta benda A dileiang dan jatuh
pada giliran mobil yang dahulu diselamatkan dari kebakaran oleh
B, apakah B harus bersaing dalam mengambil pelunasan atas
tagihannya dengan para kreditur yang lain dap karenanya harus
berbagi pond's'pond's? Bukankah para kreditur tain justru diuntung*
kan oleh tjndakan penyelamatan yang dilakukan oleh B? Apakah
adil; kalau kedudukan B disamakan dengan kreditur lain? Kalau
demikian, ada kemungkinan-orang akan ragu-ragu untuk menye-
lamatkan barang milik orang lain.

Untunglah pembuat undang-undang berpendapat lain dan menetapkan


tagihan penyelamatan barang didahulukan pemenunannya daripada
kreditur-kreditur lain, bahkan di atas gadai dan hipotik. Demikianlah jaian.
pikiran pembentuk undang-undang.

Untuk melaksanakan hal itu pembuat undang-undang menentukan


piutang tertentu harus didahulukan dalam pemenuharmya. Jadi, hak
istimewa diberikan dengan meHhat kepada sifat perikatannya;- tagihan
seorang tukang batu terhadap benda yang ia kerjakan,' ataupun tagihan
seorang yang mengangkut barang atas penjualan barang-barang yang di-
angkut olehnya . Para pihak tidak dapat memperjanjikan suatu privelege.
29

29) PasaJ 1134 kellru mengatakan 'seorang* berpiutang mempunyaittngkatanyang


lebtn tJnggl': sebenarnya 'perikatan* seorang (creditor mempunyai ttngkatan yang
lebih tlnggl. Keaemuanya itu dalam arti seperti yang dikatakan oleh v. Oven "...
krachtens hetweK da schuldeiser van zodznlge vordering boven anderen bevoegd
Iszljn vartiaal uit te oefenen op de opbrengst van • (atas dasar mana kreditur
'tagihan seperti itu beihak untuk mengambil lebih dahulu dari lain atas hasil '
terj. pen.)

2fi Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum JamMMi

artinya memperjanjikan, bahwa tagihan yang timbul dari peri>n]ian yang


mereka tutup mengandung privelege; semua privelege adanya drterrtukari
secara llmtetif oleh undeng-undeng dan bahkan orang tidak
diperkenankan untuk memperiuasnya dengan falan penafsiran terhadap
perikatan-perikatan (tagihan-tagihan), yang tidak secara tegas di dalam
undang-undang, dinyatakan sebagai hak tagihan yahg diistimewakan . 30

Dengan kata-kata H.R., "Hak untuk didahulukan bukan merupakan bagian


(onderdii) daripada hak-hak yang dapat dltentukan secara bebas dalam
suatu perjanjian, meiairtkan merupakan suatu akibat hukum, yahg demi
kepentingan umum, oleh undang-undang dikaitkan pada suatu tindakan
hukum para pihak tertentu. hak-hak mana dapat ditujukan kepada pihak-
ketiga .
31

1. Privelege Harua Dftuntut


Privelege harus dituntut, harus dlmajuhan, artinya: kalau pemilik tagihan
yang diistimewakan tinggal diam saja, maka tagihannya dlanggap sebagai
tagihan biasa (konkuren). Pemilik tagihan tersebut harus menuntut agar ia
dimasukkan daiam daftar tingkatan (dalam rangregelmg) menurut tingkat
yang diberikan kepadanya menurut undang-undang dan dengan demikian
mendapat pelunasan menurut urutan tingkatnya dalam daftar.

2. Privelege Bukan Hak Kebendaan


Privelege lain daripada gadai, hipotik. hak tanggungan dan Fidusia. bukan
merupakan hak kebendaan.

Pemilik hak tagihan yang diistimewakan pada asasnyatidakmempunyai


hak-hak yang lebih dari orang lain, la tidak mempunyai hak untuk menjual
sendiri benda-benda atas mana ia mempunyai hak yang didahulukan

30) P. Schoflen. hal. 345: RectHbank Rotterdam pemah menotak suatu tuntutan atas
dasar 'sac-rang kreditur pemegang hipofik pamah memperjanjikan. bahwa katau
debitur pann, maka piutangnya akan dttambah 10% (sepuluh person). tanggal
' 28-04-1316. dalam Veegens-Oppanheim, hal. 200.
31) DterUr oteh Veegens -Oppenheim. hal. 200. Kpts. H.n. 15-06.1917, w. 10139.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 29


Hufcum Jaminan

untuk mengambil pelunasannya, ia tidak mempunyai hak yang mengikuti


bandanya; kalau benoa.itu.aoa .di tangan pihak ketiga, ia tidak mempunyai
draft de suite. KeJebihannya hanya. bahwa atas hesii penjualan benda
tertemu/semua bendaroUikdebitur, ia dahulukan di dalam rnengambH
patuoesannya.

Dftempatkannya hak-hak istimewa daiam bagian yartg b^ipicara tentang


hak kebendaan memang pernah rrrangakibaitean timbuln/a pendapat.
bahwa privelege termasuk dalam haJVhak kebendaan^ . 2

Akan tetapi, sekarang para sarjana umumnya menganggap privelege


bukan hak-hak kebendaan . 33

Akibatnya, kalau benda-benda, atas mana kreditur tagihannya merupakan


tagihan yang diistimewakan, terlepas dari tangan debitur (telah berada
dalam tangan pihak-ketjga) - seperti misalnya-kareria nenjualan atau
penukaran - maka hak privelege menjadi tidak mempurryai arti lagi. la
tidak dapat melaksanakan haknya terhadap/kepada pihak ketiga.

Terhadap asas ini memang ada sedikit perkecualian, yaitu seperti apa
yang ditentukan daiam Pasal 1142 K.U.RPerdata, di mana orang yang
menyewakan dapat tetap meiaksanakan hak istimewanya, sekaiipun
benda sudah terlepas dari tangan orang yang menyewa (berada di tangan
pihak ketiga).

Jadi sekali lagi, priveiege bukan merupakan hak kebendaan, melainkan


merupakan hak untuk mengambil pelunasan lebih dahulu dari hasil pen-
jualan barang-barang tertentu atau semua barang debitur; lebih dahulu
dibandingkan dengan kreditur konkuren. Jadi, tidak benar, kalau dikata-
kan, bahwa hak privelege baru lahir/terbit apabila kekayaan dari seorang

32) Dtephuys dan Opzomer menganggap privelege sebagai hak kebendaan; vide P.
Schotten, hal. 531 dan v. Oven, hal. 10; Menurut v. Oven, kesatehan itu bisa
ditelusuri dari sejarahnya dan sampai sekarang masih ada hak istimewa yang
mempunyai ctri hak kebendaan, seperti hak istimewa taglhan sewa atas benda-
benda bergerak yang ada daiam rumah sewa (vide PasaJ 1142 tCUiiPenJata),
33) Veegens-Qppenrielm, hal. 201; P. Schotten, hal. 531; Pftto, hal. 388; VoHmar, hai.
300; v. Oven, hal, 10.

30 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


debitur yang telah disita temyata tidak mencukupiotn^
tagihannya . Yang benar, bahwa hak privelege batu tampak. kegunaan-
34

nya kalau barang-barang miKk debitur tidakmencukupL

3. Privelege Dltentukan oleh Undang-undang


Privelege diberikan undang-undang karena sHat perikatarmya. Jadi, sifat/
kualttas Itu sudah ada sejak perikatan yang bersarigkutan mernenuhi
kualifikasi, yahg diberikan oleh undang-undang. Yang benar adalah,
bahwa hak-hak tersebut baru mempunyai arti - baru oerfurigsi,~ kaiau
terjadi eksekusi barang, atas mana kreditur mempunyai tagihan yang, di-
istimewakan atau pada penerimaan warisan secara beneficiair . 35

4. Selama Menjadi Milik Debitur


Seianjutnya, hak istimewa hanya meiekat pada hasil penjualan benda
atau semua benda debitur, selama benda-benda tersebut berada di
tangan debitur. ini menandakan, bahwa hak istimewa bukanlah hak
kebendaan. • A' ' i , r

Konsekuensinya, hak istimewa tidak dapat ditujukan kepada hasil peng-


ganti yang diperoieh debitur dari.penyerattan benda^anda secara suka-
rela, atas mana kreditur mempunyai hak istimewa.

Contohnya:
Kalau' meja, atas mana kreditur mempunyai hak privelege, oleh
debitur ditukarkan dengan kursi, maka kreditur - tukang kayu yang
mempunyai tagihan yang di tstimewakan atas hasil penjualan ekse-
kusi meja yang digarap olehnya, tidak tagi dapat melaksanakan
hak istimewanya atas kursi tersebut.

34) Rasjim Wiraatmadja, 'Pengikalan Jaminan Kredit PerbanKan"..dlterbftkan oleh P.T.


Bank N.I.S.P., hal. 3. Dalam penerimaan warisan secara beneficiair Juga tampak
peran dari tagihan privets.
35) vide Pasal 1041 K.U.H.Perdata. Pitto - v.d. Burght, bag. 2. haL 99.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 31


Hukum Jaminan
Perkecualiannya ada, yaitu Pasal 316d K.U.H.D, di mana dltentu-
kan, bahwa hak istimewanya mencakup puia ganti rggiriya.

5. Priveiege Berplndah Kepada Para Ahli Waris Kreditur


Ini sssuai dengan apa yang telan dikemukakan d£ depan, yaitu, bahwa
privelege meiekat pada perikatannya. Kalau hak tagih tersebut -- perikat-
annya -* diwaris oleh ahli waris kreditur, maka tagihan tersebut tetap me-
rupakan tagihan yang diistimewakan, tetapi baru mempunyai arti baginya
daiam pembagian atas hasil penjualan/eksekusi benda, atas mana
kreditur mempunyai hak mengambil pelunasan yang didahulukan, kalau
pada saat penjualan/eksekusi benda tersebut masih menjadi milik debitur.

Akibatnya, dalam pembagian ada kemungkinan para kreditur konkuren


tidak mendapat apa-apa, sedangkan kreditur yang didahulukan dipenuhi
semua tagihannya. Ini mungkin. Tidak tertutup kemungkinan puia, bahwa
kreditur yang didahulukan menerima seoaglan, sedang kreditur konkuren
tidak menerima apa-apa.

G. TINGKATAN-TINGKATAN HAK TAGIH YANG DI-


DAHULUKAN
1. Antara Sesama Kreditur Preferent
Paaal 1134 K.U.H.Perdata
Di antara hak-hak yang didahulukan, gadai dan hipotik mempunyai ke-
dudukan yang lebih tinggi terhadap hak Istirnewa/privelege .
36

Artinya; dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan barang-barang


debitur. atas barang-barang mana ditetakkan hak gadaj dan hipotik -
sekarang termasuk hak tanggungan dan Fidusia -- dan ada kreditur lain
yang mempunyai hak tagih istimewa puia atasnya, maka pemegang
gadai, hipotik, hak tanggungan dan Fidusia, mengambil dulu, baru sisanya
untuk pemilik hak tagih yang istimewa, sisanya lagi - sesudah diambil
kreditur privelege ~ uhtuk kreditur konkuren.

36) Sekarang termasuk Hak Tanggungan dan Fidusia.

32 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

Dari apa yang disebutkan di atas, bfsa kita sfmpuikan puia, bahwa hak
yang didahulukan (hak preferen), yang berasai dari perjanjian (rrtaksurj-.
nya yang adanya diperjanjikan), kedudukannya lebih unggul daripada
yang diberikan oleh undang-undang. Bukankah hak gadai, hak hipotik,
hak tanggungan dan Fidusia sebagai hak yang didahulukan, adanya di-
perjanjikan oleh para pihak, sedang hak istimewa dltentukan oleh undang-
undang.

Sekarang dengan adanya lembaga jaminan hak tanggungan dan Fidusia,


maka permasaiahannya menjadi bertambah. Dengan mengingat, bahwa
hak tanggungan pada prinsipnya adalah hak jaminan yang mirip sekali
dengan hipotik, dan Fidusia - sama dengan gadai - mempunyai fungst
jaminan benda bergerak, akal sehat kita mengatakan, bahwa hak-hak
jaminan dari kedua lembaga tersebut, mestinya diberikan kedudukan
yang sama dengan kedua lembaga yang diatur dalam K.U.H.Perdata,
yaitu hipotik dan gadai. Sayangnya tidak ada ketentuan yang secara
tegas mengatakan, bahwa daiam semua ketentuan di mana ada disebut
tentang hipotik dan gadai, maka termasuk di dalamnya adalah hak
tanggungan dan Fidusia.

Kalau kitatidakmenerima jalan pikiran seperti tersebut di atas, maka akan


ada banyak ketentuan K.U.H.Perdata yang memberikan kedudukan yang
kuat kepada seorang kreditur pemegang-hipotik dan gadai yangtidakbisa
dkiikmati oteh pemegang hak tanggungan dan penerima Fkkisia . 37

Bagaimana kedudukan antara hak gadai dan hak hipotik, mana yang di-
dahulukan?

Antara keduanyatidakperiu diatur tingkatan-tingkatannya, karena kedua


hak itutidakpernah tabrakan. Hipotik objeknya benda tetap - duki semua
benda tetap, sekarang -- yang berupa kapal dan pesawat udara, sedang
gadai objeknya benda bergerak. Demikian puia. antara hipotik dan hak
tanggungan tidak pern ah akan saltrig bertabrakan, karena masfng-masing

37) J. Satrto, Hak Tanggungan, buku I, hal. 58.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 33


Hukum Jaminan

objeknya lain, hak tanggungan objeknya adalah tanah dan benda-benda


yang berkaftan dengan tanah.

Yang memerlukan pengaturan adalah antara gadai dan Fidusia, karena


antara keduanya adakalanya objeknya sama, yaitu benda bergerak. Kalau
suatu benda yang sudah dlfidusiakan. oleh pemberi-Fidusia kemUdlan
digadaikan, menjadi pertanyaan, dalam eksekusi hak siapa yang lebih
kuat? Mengenal segi pidananya ~ adanya penggelapannya - tidak kita
bahas.

Untuk itu kita perlu meninjau dulu ketentuan Pasal 1152 ayat (4) K.U.H.
Perdata, yang mengatakan, bahwa hal tidak berkuasanya pemberi-gadai
tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada penerima-gadai, dengan tidak
mengurangi hak si kehilangan atau kecurian barang itu untuk menuntut-
nyakembali.

Dalam doktrin pasal itu ditafslrkan, bahwa kalau terjadi, bahwa yang
menggadalkan adalah bukan pemilik dari benda gadai, maka peristiwa itu
tidak bisa diperaaiahkan kepada penerima-gadai, dan hal itu diartjkan,
bahwa hak pemegang-gadai dilindungl, sekalipun undang-undang juga
mengakui hak revindikasi dari pemiliknya (yaitu orang yang kehilangan
atau kecurian). Bagaimana caranya?

Dengan mendasarkan kepada Pasal 1977 ayat (2) jo Pasal 582 K.U.H.
Perdata, pemilik bisa menuntut penyerahan kembali benda gadai, tetapi
uang yang telah diserahkan kepada pemberi-gadai harus diganti. Kalau
pemilik benda gadai saja ~ yang adalah pemilik yang sebenarnya - harus
menghormati hak pemegang-gadai, apatagi penerima Fidusia, yang
hanya menjadi pemilik secara kepercayaan saja.

Akan tetapi, dalam doktrin pelaksanaan Pasal 1152 ayat (4) K.U.H.
Perdata dlkaitkan dengan syarat rtikad baik dari penerima-gadai. Pada
Fidusia yang sudah didaftarkan, penerima-gadai tidak bisa lagi mendasar-
kan pada itikad baik . Kalau demikian, mestinya hak penerima-Fidusia
38

38) J. Satrio, Fidusia. hal. 245.

34 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan
iebih kuat Namun demikian, bagaimanapun juga, pembuat undang-
undang atau paling tidak yurisprudensi periu memberikan penegasan
mengenai hal ini.

Pasal 1134 ayat (2) K.U.H.Perdata diakbfrl dengan kata-kata "keeuafl


daiam haj-hai di mana oleh undang-undang dltentukan lain". .Dengan itu
hendak dikatakan, bahwa adakalanya sebagai suatu perkecualian, ke-
dudukan tagihan yang diistimewakan lebih tinggl daripada gadai dan
hipotik (sekarang tentunya termasuk hak tanggungan dan gadai).

Perkecualian itu ditentukan oleh undang-undang seperti:


- Pasal 1139 sub 1 dan Pasal 1149 sub 1 K.U.KPerdata tenlahg
biaya perkara, yang meliputi biaya eksekusi dan biaya pengambil-
an pelunasan atas benda-benda tertentu dan seluruh benda
debitur;
Pasal 1142 K.U.HPerdata, dalam mana dengan. syarat-syarat ter-
tentu, hak orang yang menyewakan ditaruh di atas pemegang
gadai;
- Pasal 1150 K.U.H.Perdata, dalam mana biaya-biaya untuk menye-
lamatkan barang yang telah digadaikan ada di atas hak gadai;
- Pasal 316 jo Pasal 318 K.U.H.D., daiam mana hak-hak tagihan
atas kapal didahulukan terhadap tagihan yang disebutkan di sana;
Pasal 1137 K-U.H.Perdata, yang mengatur privelege. fiskal.

2, Antara Sesama Kreditur Preferen yang Sama Tlngkat-


nya
Pasal 1136 K.U.H.Perdata
Di antara para kreditur yang didahulukan (para kreditur preferen), yang
mempunyai tingkat yang sama, berlaku antara mereka ketentuan-
katentuan kreditur konkuren. Daiam Pasal 1132 K.U.H.Perdata ditetapkan,
bahwa para kreditur konkuren berbagi pond's-pond's di antara mereka.
Syaratnya dengan teg as disebutkan, yaitu "antara kreditur preferen'yang
sama tingkatnya".

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 35


Hukum Jarnlnan

Jadi, mungkin saja ada beberapa kreditur yang sama-sama preferen,


tetapi yang 1 (satu) tingkatnya lebih tinggi dari yang lain. Sudah tentu
dalam hal demikian, ketentuan Pasal 1136 tidak beriaku.
Antara sesama kreditur preferen yang tingkatnya sama, beriaku pembagi-
an pond's-pond's, yaitu menurut perimbangan besar kedlnya tagihan
mereka .39

Kalau A, kreditur preferen, mempunyai tagihan terhadap X sebesar


Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), sedang B, Juga kreditur preferen
dengan tingkat yang sama, piutangnya adalah Rp 2.000.000,00 (dua juta
rupiah), maka daiam hal kedua-duanya menuntut hak preferensi mereka,
dan hasil eksekusi yang tersedia bagi mereka adalah Rp 900.000,00
(sembilan ratus ribu rupiah), maka pembagiannya adalah sebagai berikut:
A menerima 1/3 x Rp 900.000,00 = Rp 300.000,00
B menerima 2/3 x Rp 900.000,00 = Rp 600.000,00

3 Tagihan Publlk
Pasal 1137 K.U.H.Perdata
Hak tagih negara dan badan-badan hukum pubiik/umurn mempunyai
kedudukan yang didahulukan.
Sekadar contoh, di dalam Pasal 19 ayat (2) Ordonansi Pajak Peralihan
1944 dikatakan, bahwa Kas Negara atas piutang pajak mempunyai hak
untuk didahulukan atas barang-barang bergerak maupun barang-barang
tidak bergerak si wajfb pajak. Pasal 19 ayat (3) mengatakan, bahwa hak
untuk didahulukan, yang diberikan dalam ayat di atas, beriaku terhadap
semua tagihan yang lain, kecuali atas tagihan-tagihan yang didahulukan
dalam Pasal 1139 Nomor 1, Nomor 4 dan Pasal 1149 K.U.H.Perdata,
Pasal 80 dan Pasal 81 K.U.H.D., gadai, oogstverband dan hipotik yang di-
letakkan aebelum permulaan tahun atas mana pajak terhutang. Ketentuan
tersebut tidak beriaku lagi sehubungan dengan perubanan perundang-

39) Dengan asumsi semua menuntut haknya untuk didahulukan.

30 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


HuKurn Jaminpn

undangan pajak. Daiam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983


sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994
dikatakan, bahwa:
Negara mempunyai' hak mendahulu untuk tagihan pajak atas
barang-barang milik Penanggung Pajak.

Dalam ayat (3) dikatakan, bahwa:


Hak mendahulu untuk tagihan pajak meiebihi segata hak men-
dahulu lainnya, kecuali terhadap:
a. biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu peng-
hukuman untuk mefelang suatu barang bergerak maupun
barang tidak bergerak; •
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyeiamatkan suatu
barang;
c. biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan. '•

Sebagai suatu ilustrasi dapat dikemukakan, bahwa dalam suatu perkara


pemah ditetapkan, bahwa hasil penjualan barang-barang yang dibebani
hipotik oleh kreditur yang menggunakan haknya berdasarkan Pasal 1178
ayat (2) K.U.H.Perdata, harus dikembalikan daiam boedel debitur yang
pailit duiu, untuk lebih dahulu diambil pelunasan oleh negara atas yang
oleh si pailit terhutang atas dasar pajak perang (S.I924: 329), karena
negara didahulukan atas tagihan pajak tersebut . 40

4. Privelege Khusus dan Privelege Umum


Pasal 1138 K-U.H.Perdata
Undang-undang membedakan 2 (dua) kelompok hak-hak istimewa, yaitu
piutang yang di istimewakan atas barang-barang tertentu - barang-

40) Keputusan Hgh tartggai 09-07-1925 dalam T.126:27; demikian puia Hgh tanggal
30-05-1929 daiam T.131:363, dalam mana dipertimbangkan.- an appellant aan
zijnrachtvan hypotheek noolt meer heeft kunnen ontlenen dan sen recht van
verhaal op wat overbleeft na aftrek der hoger gerangsohlH© vordartngen,
waarender, nu het vervallen van den voorrang der belasfingschuld door het Ujdtg
gekffg makan van het voorrecht Is voorkomen, de onderwerpelijke oorlogwinst-
belastjngvordertngen behooren*.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 37


Hukum Jaminan

barang yang disebutkan/ditentukan secara khusus dan piutang yang di-


istimewakan atas semua benda milik debitur - benda debitur pada umum-
nya - dan karenanya disebut juga dengan istilah privelege khusus dan
privelege umum.

Pasal 1138 K.U.H.Perdata secara umum menetapkan tjngkatan antara


kedua kelompok hak istimewa tersebut, dalam hal daiam pelaksanaannya
kedua macam hak tersebut bertabrakan/bersaing satu sama lainnya.

Katanya, hak istimewa atas barang-barang tertentu didahulukan terhadap


hak istimewa atas seluruh benda debitur, artinya privelege khusus di atas
privelege umum. Secara khusus masalah tersebut diatur lebih lanjut
dalam Pasal 1139 sub 1, Pasal 1141, Pasal 1142, Pasal i146, dan Pasal
1148K.U.H.Perdata.

Contoh:
A jatuh pailit dan barangnya setetah disita, dijual di depan umum.
Barang yang dilelang terdlri dari T.V. dan tape recorder, yang
masing-masing di dalam penjualan laku Rp 200.000.00 {dua ratus
ribu rupiah) dan Rp 300.000,00 (tjga ratus ribu rupiah).
Kreditur dari A terdirl dari B, yang menghutangkan uang kepada A
selama 3 (tiga) bulan, jumlah taglhan terinaiUk bunganya adalah
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
C, reparatur yang telah memperbaiki T.V. mempunyai tagihan
reparasi Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah).
D, pemilik kendaraan yang mengangkut TV. dari tempat reparasi ke
rumah A, mempunyai tagihan ongkos angkut sebesar Rp 2.000,00
(duariburupiah).
E, dokter yang merawat A selama sakit yang terakhir mempunyai
tagihan rekening sebesar Rp 10.000,00 (sepuluhriburupiah).
Daiam kasus ini, C, D, dan E adalah pemegang piutang yang di-
dahulukan .41

41) Mereka semua menuntut haknya untuk didahulukan.

38 Hukum Jaminan, Hak-nak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

Menurut Pasal 1138 dan Pasal 1135 K.U.H.Perdata, maka atas


hasil penjualan T.V. sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah),
C dan D mempunyai hak yang lebih tinggi dari E, karena E hanya
mempunyai hak istimewa atas seluruh harta A, sehingga yang
pertama-tama mengambil pelunasan adalah C dan D.
Sisanya sejumlah Rp 200.000,00 - Rp 27.000,00 a Rp 173.000,00
ditambah dengan Rp 3X10.000,00, penjualan tape recorier =
Rp 473.000,00.
Atas jumlah Rp 473.000,00 (empat ratus tujuh puluh tiga ribu
rupiah) ini, E yang mempunyai privelege umum mengambil dulu
Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) dan sisanya para kreditur
konkuren, yaitu B, sebanyak Rp 463.000,00 (empat ratus enam
puluhriburupiah).-

5. Priveiege .Khusus
Pemegang privelege khusus - dan karenanya la adalah kreditur preferen
-- mempunyai hak tagihan yang didahulukan -- taglhan yang preferen --
atas hasil eksekusi benda tertentu milik debitur.

' Paaal 1139 K.U.H.Perdata


Tagihan-tagihan yang Diistimewakan Terhadap Benda-benda Tertentu
Tagihan tersebut adalah:
a. OngkosKingkos Pengadilan
Biaya perkara yang semata-matatimbulkarena penghukuman me-
letang (eksekusi) suatu benda milik debitur. Tagihan semacam ini
diambilkan dulu dari hasil eksekusi di atas tagihan-tagihan preferen
yang lain, bahkan lebih tinggi dari gadai dan hipotik. Sekalipun
tidak ada penyebutan secara khusus, mestinya juga termasuk ter-
hadap hak tanggungan dan Fidusia.
Tagihan-tagihan tersebut metiputi:
— ongkos penyitaan
— biaya pelaksanaan keputusan pengadilan

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 39


Hukum Jaminan

— biaya penyusunan tingkatarvtingkatan kreditur dan


— biaya peielangan 42

Menurut R. Subekti biaya itu meliputJ semua biaya yang telah df-
43

' keiuarkan kreditur untuk mengajukan.gugatan sampai memperoleh


putusan yang berkekuatan mutlak dan sampai pada pelaksanaan
putusan itu. Biaya itu dikeluarkan untuk menyelamatkan barang
tersebut dari kemungkinan diasingkan oleh debitur sebetum sampai
pada pelelangan, dan dimaksudkan untuk - meialui penjualan di
muka umum (lelang eksekusi) - menghasilkan sejurrHah uang,
untuk kemudian dlambil sebagai pelunasan bagi piutang-piutang
para/semua kreditur. Jadi, semua biaya tersebut dikeluarkan demi
kepentingan semua kreditur, karenanya pantas kalau biaya-biaya
tersebut diambil lebih dahulu dad hasil penjualan sebelum dlbayar-
kan kepada para kreditur. Bukankah tlndakan-tindakan yang me-
nimbulkan biaya-biaya tersebutlah yang memungkinkan - paling
tidak memberikan kesempatan lebih baik bagi ~ para kreditur untuk
mendapatkan pelunasan? Karenanya, logis kalau biaya-biaya yang
dikeluarkan sebelum penyitaan tidak termasuk di dalamnya.

b. Privelege Orang yang Menyewakan


Uang sewa atas barang-barang tidak bergerak, termasuk di dalam-
nya biaya perbaikan yang menjadi.kewajiban si penyewa dan se-
gala kewajiban penyewa yang lain, yang lahir dari perjanjian sewa-
menyewa, adalah tagihan yang di istimewakan (geprevelieerd).
Perlu diingatkan, bahwa di sini hanya diblcarakan tentang tagihan
sewa benda-benda tidak bergerak saja.

42) Veegens-Oppenheirn. hal. 203, memasukkan di dalamnya biaya penyitaan dan


biaya petaksanaan keputusan Pengadilan dan aJttaotemtk, sedang PiBo, hal. 396,
mengatakan bahwa biaya sita jaminan tkfak termasuk di datairt Pasal 1139 sub 1.
Menurut v.Oven, patokannya adalah, apakah biaya Itu merupakan biaya eksekusi
demi kepentingan semua kreditur? Jadi, patokannya adalah "biaya eksekusi".
Semua biaya sebelum eksekusi tidak termasuk di dalam niang Ikigkup pasal
tersebut dl atas; vide hal. 14-15.
43) 'Jaminan-iamirian untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia", hal. 23

40 Hukum Jaminan. Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jamman

Dalam Pasal 1140 K.U.H.Perdata dltentukan, atas hasil penjualan


benda-benda yang mana saja -- yang disebutkan di dalamnya -
orang yang menyewakan mempunyai tagihan yang didahulukan,
yaitu:
— atas buah-buahan,ftaik yang sudah dipetfk maupun beium
— atas segala periengkapan untuk menggarap tanah yang di-
sewa, termasuk temaknya
— atas segala yang menjadi stoffering pada rumah yang disewa.
Stoffering oleh B. Subekti diterjemahkan: apa yang dipakai untuk
44

menghiasi rumah. Daiam Pasal 517 dikatakan: istilah perhiasan


rumah meliputf segala mebel yang diperuntukkan guna dipakai dan
menghiasi ruangan seperti: kertas dinding, permadani, tempat tidur,
kursi, cermin, lonceng, meja. benda-benda dari porselin dan benda-
benda yang sesifat. Lukisan-lukisan dan patung-patung, yang me-
rupakan sebagiah dart mebel dalam suatu ruangan, dan termasuk
juga di dalamnya. himpunan-htmpunan lukisan, gambar dan
patung-patung yang dipasang dalam serambt-serambi atau ruang-
an-ruangan istimewa. Demikian juga mengenal benda-benda dari
porselin, dan segala benda yang merupakan sebaglan dari peng-
hias ruangan, termasuk daiam istilah: penghias rumah.
Dengan demikian - untuk contoh -- tagihan-tagihan pemilik rumah
terhadap si penyewa, yahg berupa tagihan uang sewa, merupakan
hak yang diistimewakan terhadap hasH penjualan — dalam ekse-
kusi - atas barang-barang tersebut di atas, yang berada dalam
rumah yang disewakannya. Termasuk juga di dalamnya tagihan
yang timbul karena ada reparasi yang seharusnya dilaksanakan
oleh penyewa (Pasal 1564 dan Pasal 1566 K.U.H.Perdata), tetapi
belum dilaksanakan, atau telah dilaksanakan oleri orang yang me-
nyewakan - atas izin Pengadilan - atas tanggungan orang yang
menyewa (Pasal 1241 K.U.H.Perdata).

44) Uhat PasaJ 1140 dalam terjemahan K.UJH.Pardata oleh Mr. R. Subekti - R.
TJitrosudibio.

Hukum-Jamman, Hak-hak Jaminan Kabendaan 41


Kalau ditanya di mana batasnya untuk dapat dikatakan'termasuk
dalam kelompok barang yang disebut dalam Pasal 1140, memang
sulit untuk dijawab secara tegas. Akan tetapi, untuk sedikit mem-
berikan gambaran dapat dikemukakan, bahwa termasuk stoffering
adalah meja tempat pembayaran (meja kasir) di daiam toko dan
meja minum di dalam cafe.
Untuk melaksanakan hak atas tagihan sewa orang yang menyewa-
kan, orang yang menyewakan berhak untuk meletakkan sita atas
benda-benda terhadap mana ia mempunyai hak privelege. Sita
yang dilakukan oleh orang yang menyewakan disebut Pandbeslag,
karena ia dapat metakukan sita jaminan tanpa harus minta izin
lebfh dahulu dari Ketua Pengadilan . Mengenai hal ini akan kita
46

bicarakan lebih lanjut.


1. Privelege dan Itikad Baik
Kalimat terakhir Pasai 1140 K.U.H,Perdata: "tidak peduli
apakah benda-benda tersebut di atas kepunyaan si penyewa
ataupun bukan", menimbulkan pertanyaan, apa yang di-
maksud dengan itu.
Benda-benda yang disebut dalam Pasai 1140 semuanya
adalah benda-benda bergerak tidak atas name. Hal itu meng-
ingatkan kita kepada Pasal 1977 ayat (1) K.U.H.Perdata, di
mana diletakkan asas, bahwa barangsiapa menguasai (ber-
kedudukan sebagai bezitter) benda-benda bergeraktidakatas
nama ~ yang bukan tagihan atas nama dan bukan berupa
bunga - melegitimir dirinya sebagai pemitiknya, sedangkan
pihak-ketiga yang meiihat seseorang menguasai ~ bezitten -
benda-benda seperti Itu, boteh beranggapan, bahwa ia ber-

45) Pitta. Zakenrecht. rial. 404. Hak Sita seperti itu ~ pandbeslag - diaturdaiam Pasal
751 Rv dan setanjutnya. Star Busman pada halaman 526 mengatakan mengenai
pandbeslag sebagai'.... yang dapat dilaksanakan segera dengan Idn Ketua, atau
tanpa Idnnya. kalau telah lewat 1 (satu) hari, setelah kreditur menyerahkan
perintah pembayaran kepada debitur; terjemahan pen. ( met verlof van de
president dadeHjk, of daarzonder wanneer ean dag Is vertopen nadat de
schuldelser een batalinsbevet aan de schutdanaar heeft doen betekenen).

42 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

hadapan - betul-betuf - dengan seorang pemilik. Yang boleh


menganggap orang yang menguasai benda bergerak sebagai
pemilik benda tersebut ~ seperti yang disebutkan dalam Pasal
1977 ayat (1) - adalah pihak-kefiga. Jadi, pasal tersebut ter-
utama dftujukan kepada pihak-ketiga; Pasal tersebut merupa-
kan periindungan untuk pihak-ketiga. Di sini hak pihak-kefiga
— yang goader trouw/Wkadnya baik - dimenangkan terhadap
pemilik sebeharnya . Kalau kita hubungkan Pasal 1977 ayat
46

(1) dengan Pasal 1140, maka kita dapat menyimpulkan:


- orang yang menyewakan, boleh beranggapan, bahwa
benda-benda bergerak tidak atas nama yang ada dalam
rumah yang disewakan (di bawah bezitnya si penyewa)
sebagai pemiliknya si penyewa . 47

Karena ia mempunyai hak istimewa atas benda-benda ber-


gerak yang ada dalam rumah yang disewakan, maka hak
istimewanya mellputj puia benda-benda yang ada di alam ke-
kuasaan (bezit) si penyewa sekalipun sebeharnya bukan milik
si penyewa.
Landraad Makasar dalam salah satu keputusannya memper-
timbangkan:
"menimbang, bahwa mengingat dalam kasus ini beriaku B.W.,
maka keberatan pelawan terhadap sita tidak dapat diterima,
mengingat, bahwa sita telah diletakkan atas permohonan
orang yang menyewakan atas stoffering (benda-benda yang
menjadi penghias rumah) dalam rumah yang disewakan oleh-
nya, stoffering mana berdasarkan Pasal 1140 B.W. tidak
peduli apakah milik penyewa atau bukan, beriaku sebagai

46) Steln,tial.101.
47) v. Oven, pada hal. 22, mengatakan, bahwa" periindungan kepada orang yang
menyewakan didasarkan atas asas yang sama dengan yang diberikan kepada
mereka yang menerima benda bergerak ke dalam pemlHkannya atau dalam gadai
dari orang yang bukan pemilik. Juga, dalam perlstiwa-peristiwa yang disebutkan
terlahir periindungan bergantung dari Itikad balk' (terjemahan pen;).

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 43


Hukum Jaminan

jaminan pembayaran hutang sewa, sehingga keberatan


pelawan, atas dasar itu saja, tidak dapat diterima/dibenarkan
dan suatu pengusutan lebih lanjut mengenai kebenaran
tangkisan eksekutantidakdiperiukan lagi . 40

Pasal 1977 ayat (1) memberikan periindungan kepada


mereka-mereka yang mendapatkan barang bergerak tidak
atas nama dari seorang bezitter, asal [a bertindak dengan
itikad baik (te goeder trouw). Periindungan yang sama diberi-
kan puia kepada penerima gadai dalam Pasai 1152 ayat (4)
K.U.H.Perdata.
Namun, di antara keduanya, yang disebut terakhir di satu
pihak dan hak yang diberikan kepada orang yang menyewa-
kan - berdasarkan Pasai 1140 - di lain pihak, terdapat per-
bedaan yang besar. Pada kedua yang disebut pertama orang-
orang yang dilfndungi adalah orang-orang yang memperoleh
hak kebendaan atas benda-benda tersebut - pemilik dan
pemegang gadai - sedang orang yang menyewakan hanya
mempunyai hak perseorangan/hak pribadl saja terhadap
orang yang menyewa. Pitlo menganggap, bahwa dalam hal
49

seperti itu tidak menjadi masalah. Katanya "mengapa per-


iindungan terhadap orang yang memperoleh hak atas barang
tidak bernama harus dibatasi pada mereka yang memperoleh
hak kebendaan saja?". Akan tetapi, kalau atas dasar itu lalu
orang menganggap, bahwa Pasai 1140 menunjukkan adanya
sifat hak kebendaan/zakelijkrecrrt pada orang yang menyewa-
kan, tidak diterima, walaupun diakuMya, bahwa kebanyakan
Banana menganggap, bahwa itulah buktj adanya hak ke-

48) vkteKpta. Landraad Makasartanggal lOOMober 1925, dimuatdaJamT. 131:19Z.


djtarj'emahkan oteh pan.
49) Op.cit.. hai. 399.

44 Hukum Jam man, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Hukum Jaminan

bendaan, sehingga ada unsur kebendaan/zakelijk dalam


privelege orang yang menyewakan . Dengan demikian, -
50

menurut para sarjana - orang yang menyewakan mempunyai


hak kebendaan dan - di samping itu hak yang memberikan
kepadanya hak untuk didahulukan untuk mengambil pelunas-
an atas hasil penjualan barang-barang yang dipakai sebagai
hiasan di dalam rumah yang disewakan, tidak perduli apakah
barang-barangtersebutmilik penyewa atau bukan.
Kalau dalam Pasal 1977 ayat (1) dan Pasal 1152 ayat (4)
K.U.H.Perdata para sarjana menganggap ada syarat "itikad
baik", apakah dalam Pasal 1140 ayat (1) K.U.H.Perdata juga
harus disyaratkan adanya Itikad baik, sekalipun di sana tidak
ada tertulis kata-kata seperti itu? Jelasnya, apakah orang
yang menyewakan harus tidak mengetahui, bahwa barang
yang ada dirumah si penyewa bukan milik penyewa?
H.R. mengatakan, bahwa menurut kata-katanya, Pasal 1140
tidak mensyaratkan "goedertrouw" . Di sini H.R. agak aneh,
51

karena walaupun daiam Pasal 1977 ayat (1) maupun Pasal


1152 ayat (4) juga tidak dengan tegas-tegas mensyaratkan
adanya itikad baik, tetapi tidak ada orang yang meragukan -
termasuk juga H.R. -- bahwa pada kedua pasal tersebut harus

50) P. Schotten, menganggap cfri tersebut menunjukkan dri hak kebendaan. Katanya:
bagalmana orang bisa mempunyai hak yang didahulukan terhadap kredttur-
Jvedttur lain dalam boedel yang insolvent atas barang-barang, yang tidak
termasuk boedel tersebut kalau haknya bukan hak kebendaan; vide rial. 360-361.
Star Busman pada hai. 526 mengatakan tentang "De artt. 1185 sub 2 dan Pasal
1186 - Pasal 1189 S.W. (Pasal 1139 sub 2 dan Pasal 1140 - Pasal 1143 B.W.
' Indonesia) geven de verhuurdar of pachter van onroerend goed op dein art 1186
(Pasal 1140 B.W. Indonesia) genoemde vorderlnoen tegen de huurder of pachter
sen zakelljk door voorrang versterkt verhaalsrecht, (Pasal 1139 sub (2) dan
Pasal 1140 - Pasal 1143 B.W. memberikan kepada orang yang menyewakan dan
varpachter benda tetap, hak tagih yang bersiiat kebendaan yang dJperkuat, atas
benda-benda yang disebutkan dalam PasaJ 1140, dalam pelaksanaan haknya
berdasarkan Pasal 1T39 sub 2, terhadap penyewa atau pachtsr; terjemahan pan ).
51) H.R. tanggal 7 April 1938, N.J. 193B: 503, sebagai dlsitlr oleh Pftlo. hal. 399.
Menurut v. Oven, pada umumnya dlterima, bahwa Pasal 1140 dibatasi dengan
syarat Itikad balk; vide hal. 22.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 46


Hukum Jaminan

ditafsirkan seakan-akan ada unsur/syarat "itikad baik",


sedangkan dalam Pasat 1140 ayat (1) tidak periu.
Memang harus diakul, bahwa Pasal 1977 ayat (1) dan Pasal
1152 ayat (4) hendak melindungi orang yang memperoleh.
benda secara sukarela dart orang lain, sedang Pasal 1140
ayat (1) hendak memberikan hak kepada orang untuk meng-
ambil pelunasan dari hasil penjualan barang tertentu secara
paksa. Tetapi bukankah kettga-trganya sebenarriya berangkat
dari asas, bahwa hukum hendak melindungi orang yang mem-
peroleh benda tidak atas nama dari pihak-ketiga, yang
mungkin tidak wenang untuk mengoperkan benda tersebut,
tetapi secara layak boleh beranggapan bahwa pihak-ketiga
tersebut wenang untuk itu? 52

Dalam undang-undang mengenai sewa-beli yang di Negeri


Belanda ditambahkan dalam B.W. Belanda (S.1936: 605) dl-
tegaskan, bahwa privelege hanya beriaku atas barang yang
diseWa-beU - yang ada di tangan si penyewa - kalau orang
yang menyewakan tidak mengetahui, bahwa barang tersebut
masih belum menjadi milik penyewa (belum lunas) Peng- 53

adilan Amsterdam pemah memutuskan, bahwa hak prive-


54

52) P.Scholten menganggap bahwa asas Itikad balk yang melandasl Pasal 1977 dan
peraturan pelaksanaannya, betlaku atas Pasai 1140; vide Pasal 361. Demikian
juga Stain, hal: 101. Berfainan adalah pendapat Meijers, yang dengan men-
dasarkan kepada ssjarah mengatakan, bahwa memang pernbuat uhdang-undang
tidak bermaksud untuk mernbatasl hanya untuk orang yang menyewakan yang
IHkadnya balk saja; vide Het voorrecht van de verfiuurder ten sanzien van zaken,
die niet aan de huurder toebehoren. dimuat dalam veaametde Prtvaatreehtelijka
OpsteDen, hal. 52.
53) Pltlo, haUoo; demikian puta vcflmar; Di Negeri Belanda dl betakang PasaJ 1140
ayat (1) K.U.H.Perdata (Pasal 1186 ayat ft) 8.W. Belanda) ditambahkan ayat (2)
yangberbunyl:
Kalau penyewa atau pachter menguasai benda-benda atas dasar sewa-beli,
orang yang mepenyewakan dan verpachter tidak bisa melaksanakan hak
istimewanya atas benda-benda Itu, atau sewa-beli Itu mengenai porkakaa, atau
kalau dibuktikan. bahwa orang yang menyewakan alau verpachter mengetahui
mengenai sewa beli itu.
54) Rechtbank Amsterdam. 11 Mel 1943, sebagai dlsitfr oleh PiBo. hal. 400.

46 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

lege orang yang menyewakan didahulukan dari hak privelege


penjual, kecuali katau orang yang menyewakan tahu, bahwa
barang-barang tersebut belum ditunasi. Syarat te goeder
trouw/Ttikad baik - i.c. benar-benar tidak tahu -- memang
seharusnya dtterapkan daiam Pasal 1140. Untuk menghindari
kecurangan si penyewa dalam usahanya menghaiang-halangi
pelaksanaan hak priveiege dari orang yang menyewakan, kita
harus mengambil sikap, bahwa pemberitahuan oleh orang
yang menyewa, bahwa barang-barang yang ada di rumahnya
bukan miliknya, tidak menghaiang-halangi hak privelege orang
' yang menyewakan atas barang-barang tersebut, asal barang-
barang itu sudah ada pada si penyewa pada Saat diberitahu-
kan kepada orang yang menyewakan.
Bagalmana kalau barang yang ada di rumah penyewa adalah
barang yang berasal dari pencurian atau karena pemiliknya
kehilangan barang tersebut? Tegasnya: kalau benda tersebut
terlepas dari tangan pemiliknya karena terpaksa (bukan
secara sukarela). Apakah hak privelege orang yang menyewa-
kan tetap beriaku terhadap/atas barang tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan itu kita periu kembali kepada
Pasal 1977 ayat (2); bagaimanakah hat seperti itu di sana
diatur? Pasal 1977 ayat (2) mengatakan:

"Namun demikian, siapa yang kebifangan dan kecurian se-


suatu barang, di daiam jangka waktu 3 (Uga) tahun, terhitung
sejak hari hilangnya atau dicurinya barang itu, dapatlah ia me-
nuntut kembali barangnya yang hilang atau tjicuri itu sebagai
miliknya, tetapi ia wajib mengganti rugi kepada pemegangnya
berdasarkan Pasai 582",
Bagaimana terhadap perriegang privelege?
P. Scholten mengatakan, bahwa seperti juga hak pemegang-
gadai harus mengalah terhadap pemilik yang kehilangan atau

Hokum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 47


Hukum Jaminan

kecurian, demikian puia hak privelege orang yang menyewa-


kan harus menyingkir . Apakah orang yang menyewakan ber-
55

hak atas ganti rugi? Dalam hal pemilik merevindikasi barang-


barangnya, atas mana orang yang menyewakan mempunyai
priveiege, maka berdasarkan Pasal 582, ia wajib memberi
ganti rugi kepada pemegang privelege yang bersangkutan,
sebesar tagihannya kepada si penyewa . 56

2. Sita Revindicatoir
Maksud periindungan tersebut dl atas adalah untuk mencegah
kecurangan dan persekongkolan antara penyewa dan pihak-
ketiga.
Di dalam Pasal 1142 kepada orang yang menyewakan diberi-
kan hak untuk melakukan sita revindicatoir, kalau. penyewa
menyingkirkan benda-benda atas mana ia mempunyai prive-
lege . Hak yang diberikan kepada orang yang menyewakan
57

untuk menggunakan hak sita revindlcatoimya dibatasi yaitu:


- dalam waktu 40 (empat puluh) hari se telah diangkutnya
benda bergerak tersebut, kalau dipakai dalam suatu per-
.kebunan dan
- dalam waktu 14 (empat betas) hari kalau mengenai stof-
fering atau hiasan yang dipakai untuk menghiasai rumah.
Maksud pembatasan jangka waktu tersebut adalah karena
kalau tidak, bisa membawa konsekuensi yang tidak patut,
yaitu masih adanya hak orang yang menyewakan, sesudah

S5> P. Schotten, he).361, demikian puia Veeo^ns-Oppenhelm, hal. 206. Stein


mengatakan, bahwa ketentuan yang mengatakan, bahwa ke&Jakwaoangan
pemberl-gadaltidakbisa dlpersalahkan kepada penerima-gadai tidak beriaku,
kalau benda gadai Nlang atau dicuri dari pemiliknya, Hak pemilik bahkan tetap
ada, sekaljpun penerima-gadai tidak tahu, bahwa benda itu hilang atau dicuri dari
pemiliknya.
56) Votlmar dengan tegas mengatakan, bahwa pemilik yang kehilangan atau kecurian
barangnya dalam kasus seperti Itu tetap mendapat periindungan Pasal 1977 ayat
(2).
57) Star Busman, hal. 513.

48 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

Iswat bertahun-tahun sejak diangkut, untuk mengambil kem-


bali benda tersebut" .
ss

3, Sewa Ulang
Pasal 1140 ayat (2) K.U.H.Perdata
Di sini diatur masalah, kalau penyewa menyewakan kembali
sebagian dari rumah yang disewanya kepada pihak-ketiga
yang biasa disebut penyewa kedua. Bagaimana privelege
orang yang menyewakan terhadap barang-barang penyewa
kedua yang berada di dalam rumah yang disewa?.
Priveiege orang yang menyewakan dibatasl, yaitu hanya
sampai sejumlah, yang oleh penyewa kedua terhutang ke-
pada penyewa pertama, tetapi priveiege tetap beriaku ter-
hadap barang-barang penyewa kedua, walaupun orang yang
menyewakan (pemilik) tahu, bahwa barang-barang yang oleh
penyewa kedua ditaruh di rumahnya bukan milik penyewa
pertama.
4. Resume
- Hak privelege orang yang menyewakan mellputi barang-
barang pihak-ketiga yang ada di dalam rumen yang di-
sewakan oiehnya.
Menurut H.R. daiam Pasal 1140 tidak disyaratkan itikad
baik, sehingga hak privelege orang yang menyewakan
beriaku terhadap barang-barang yang ada di dalam rumah
yang disewakannya, tidak perduO apakah orang yang me-
nyewakan tahu atau tidak, bahwa barang-barang lersebul
bukan milik si penyewa.
- Menurut para sarjana, seharusnya dianut asas yang sama
seperti yang ada Pasal 1977 ayat (1) dan Pasal 1152 ayat
(4), yaitu orang yang menyewakan baru bisa melaksanakan

58) Hot 's hertoganbosch. 9 November 1916, W.10103 sebagai disiGr olah
Vaagens-Oppanheim, 207.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 40


Hukum Jaminan

priveJeganya alas barang pihak-ketiga di dalam rumah yang


disewakan, kalau ia tidak tahu, bahwa barang-barang ter-
sebut bukan milik si penyewa.
— Kalau adanya barang-barang pihak-ketiga di daiam rumah
yang disswa, karena dicuri atau kehilangan, maka pemilik
barang-barang tersebut dapat meminta kembali barang-
barang tersebut (revindikasi), tetapi dengan mengganti lebih
dahulu tagihan orang yang menyewakan kepada si
penyewa
5. Pasal 1141 K.U.H.Perdata
Undang-undang membuat penyimpangan atas asas privelege
orang yang menyewakan. Kedudukannya ditaruh dl belakang
tagihan orang-orang yang menagih bibit dan tagihan para
pemungut hasil panen, tetapi terbatas pada panen tahun yang
sedang berjalan. Mereka-mereka itu didahulukan dari hasil
penjualan hasil panen. Sedangkan tagihan dan penjualan
perkakas kepada si penyewa, didahulukan atas hasil penjual-
an perkakas tersebut. Sesudah mereka-mereka dipenuhi
tagihannya, barulah privelege orang yang menyewakan mem-
punyai peran.

6. Sifat Hak Kebendaan Pada Privelege Orang yang Menyewa-


kan
Pasal 1142 K.U.H.Perdata
Orang yang menyewakan dapat menytta benda-benda ber-
gerak, terhadap mana ia mempunyai hak istimewa, jika benda
itu telah diangkut tidak dengan izinnya.
Oi sinilah letak keistimewaan daripada hak orang yang me-
nyewakan, -sebab dengan itu dlakui, bahwa orang yang me-
nyewakan mempunyai hak sita revindicatoir, suatu hak yang
blasanya hanya dipunyai oleh orang-orang yang mempunyai
hak kebendaan saja. Di samping itu ia bisa menuntut di-
kembalikannya benda-benda tersebut. Inilah yang menunjuk-
kan ciri hak kebendaan privelege orang yang menyewakan.

50 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

Hak kabendaan tersebut termasuk kelompok yang sama


dengan gadai, hanya bedanya. kalau gadai diperjanjikan.
maka hak kebendaan orang yang menyewakan diberikan oleh
undang-undang.
Veegens-Gppenheim berpendapat, bahwa pembuat undang-
undang menganggap orang yang menyewakan, terhadap
barang yang ada di dalam rumah yang disewakan. seakan-
akan sama dengan seorang pemegang gadai . Lebih dari itu,
59

hak tersebut bahkan dapat dlmajukan kepada seorang pihak-


ketiga yang telah memperoleh barang tersebut, seperti ter-
hadap pemegang-gadai. Pada umumnya orang berpendapat,
bahwa pasal tersebut harus dltafsirkan lebih luas -- tidak
hanya terhadap pemegang-gadai - yaitu terhadap siapapun
yang memperoleh hak atas benda tersebut, termasuk ter-
hadap pemilik baru, bahkan terhadap pemegang benda ber-
dasarkan penyerahan hak milik secara kepercayaan
(Fidutia) . Yang disebut terakhlr hanya benar, sepanjang
60

jaminan Fidusia tidak telah didaftarkan. Sebagai telah dikata-


kan dl depan, kalau jaminan Fidusia sudah didaftarkan, bagai-
mana orang bisa mendasarkan pada itikad baik? Bukankah
mereka yang lalai meiihat pendaftaran pada asasnya harus
memikut risiko sendiri?

Ketentuan Pasal 1142 mengingatkan kita lagi kepada Pasal


1977 ayat (2), di mana orang yang kehilangan atau kecurian
dapat menuntut kembali (revindlkasi) dari tangan bezitter yang
baru, termasuk puia pemilik yang baru. Di sini syaratnya
adalah bahwa barang tersebut terlepas dan kekuasaan
pemilik lama tidak secara sukarela, tetapi karena terpaksa.
Periindungan yang sama diberikan undang-undang kepada
seorang pemegang-gadai dalam Pasal 1152 ayat (3) K.U.H.
Perdata.

59) Voegens-Oppenheim, hal. 206.


60) R.Subekti, Jaminan-jaminan.... hal. 24.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 51


Hukum Jcmman

Di dalam Pasal 1142 benda-benda tersebut juga telah di-


angkut tanpa izin orang yang menyewakan. Yang menonjol dl
sini adalah, bahwa kepada orang yang menyewakan diberikan
periindungan atau hak-hak seperti yang diberikan kepada
orang yang mempunyai hak kebendaan atasnya. Sekali lagi
tampak sifat hak kebendaan daripada priveiege orang yang
menyewakan, karena la mempunyai apa yang dinamakan
droit de suite, salah satu ciri yang paling menonjol dari hak
kebendaan.
Apa sebenamya alasan pembentuk undang-undang memberi-
kan hak kebendaan kepada orang yang menyewakan?
Pembentuk undang-undang dengan itu hendak memberikan
periindungan agar hak privelege orang yang menyewakan
dapat diwujudkan/direalisir. Kalau dengan memindahkan/me-
lepaskan benda-benda saja, penyewa sudah dapat meng-
hindarkan barang-barangnya dari jangkauan hak privelege
orang yang menyewakan, maka dengan mudah penyewa
dapat membuat hak priveiege orang yarig menyewakan men-
jadi mubazir. Dalam hal demikian orang yang menyewakan,
berdasarkan Pasal 1142 berhak untuk menuntut penyerahan
maupun menyrtfl barang-barang, yang oleh si penyewa di-
angkut ke lUar dari rumah yang disewa, tanpa seizin orang
yang menyewakan.
Persoalan lain adalah apa yang disebutkan dalam Pasal 1977
ayat (2) kallmat terakhir:"... dengan tidak mengurangl hak si
yang tersebut beiakangan ini (bezitter baru) untuk minta ganti
rugi kepada orang dari siapa ia memperoleh" barangnya, lagi
puia dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 582".
Ketentuan Pasal 582 K.U.H.Perdata mewajibkan pemilik lama
untuk memberikan ganti rugi kepada pemilik baru yang bar-
itikad baik.

62 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabandaan


Hukum Jaminan

Apakah pemegang privelege ex Pasal 1139 sub 2 jo Pasal


1142 K.U.H.Perdata juga wajib memberikan uang ganti rugi
kepada pemilik baru dan pemegang-gadai?
Secara logis harus kita jawab: ya; di sinilah letak periindungan
hukum terhadap pihak ketiga yang beritikad baik \ B

7. Pelaksanaan Hak Sita Revindicatoir


Kita belum menentukan kapan hak privelege dan hak sita
r revindicatoir orang yang menyewakan dapat dilaksanakan.
Apakah hak tersebut baru ada sesudah orang yang menyewa-
kan mengajukan tuntutan tagihan uang sewanya di depan
Hakim? Ataukah ia sudah ada pada waktu tagihan orang yang
menyewakan sudah matang untuk ditagih (opeisbaar)?
Kalau kita di depan sudah melihat, bahwa tujuan pemberian
sitat hak kebendaan privelege orang yang menyewakan
adalah agar si penyewatidakdengan mudah dapat membuat
hak privetege menjadi mubazir, maka hak tersebut harus
sudah dapat dilaksanakan bahkan sebelum tagihannya
matang untuk ditagih. Sebab kalau harus menunggu sampai
tagihannya matang, maka si penyewa dapat saja dengan
mudah menylngkfr-nyingklrkan harta bendanya beberapa hari
sebelum jatuh tempo hari pembayaran, supaya pada hari
tagihan orang yang menyewakan menjadi matang untuk di-
tagih, tidak ada lagi barang atas mana ia mempunyai prive-
lege . Tetapi dilain pihak, memberikan wewenang penyitaan
62

- kepada orang yang menyewakan sebelum tagihannya

61) P. Schotten mendasarkan pendapatnya pada ptklran, bahwa hak-hak orang


menyewakan dapat dlsejajarkan dangan tuntutan ex Pasal 1152 dan Pasal 1977
ayat (2).
62) A. Pltto, hal. 403; v. Oven, hal. 27.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 53


Hukum Jaminan

matang, berarti memberikan wewenapg kepada orang yang


sebenamya belum mempunyai hak untuk itu - Bukankah 63

uang sewanya, sebelum tagihan menjadi matang, belum ter-


hutang? Apakah itu adil? Ya memang sering kali hukum harus
mengorbankan sedikit dari keadilannya demi kemanfaatan
(pragmatisms, utilrtas, doelmatigheid) .64

Sejak penyelidikan yang dilakukan oleh Hamaker, maka tidak


ada masalah lagi mengenai hal itu, sebab sekarang telah di-
terima, bahwa syarat opeisbaar tidak periu . 05

Hak sita revindicatoir orang yang menyewakan tetap ada,


meskipun perjanjian sewa-menyewanya sudah berakhir,
karena justru pada saat seperti itulah orang yang menyewa-
kan membutuhkan sekali hak sita tersebut. H.R. sendiri 56

tegas-tegas mengatakan, bahwatidaklahmasuk akal, kalau


kepada orang yang menyewakan tidak diberikan hak sita
revincatoir atas barang-barang yang dipindahkan/dialihkan
dari rumah sewaan.
8. Pandbeslag
Orang yang menyewakan masih mempunyai sarana lain untuk
melindungi hak privelege-nya, yaitu melaiui apa yang dikenal
dengan sebutan pandbeslag (Pasal 751 - Pasal 756 Rv), yang
dapat dilaksanakan oleh orang yang menyewakan untuk
tagihan-tagihan sewanya, terhadap barang atas mana ia
mempunyai hak privelege, tanpa melaiui izin Ketua Pengadil-
an.

£3} Vaegens-Oppanhaim mengatakan. bahwa dulu Hakim ragw-ragu memberikan


keputusan mengenai masalah tersebut, tetapi belakangan Hakim tidak mengaku!
hak privelege atas tagihan yang belum matang untuk ditagih dan ia setuju. Star
Busman berpegang berpendapat, bahwa taglhan itu, paling tidak pada waktu
hakim msnyatakan sita Itu berharga/dibenarkan. harus sudah malang untuk
, ditagih; vide hai. 527.
64) ApeWoom.hal. 12.
65) P. Schotten. hai. 363: v. Oven. hal. 27.
66) H.R. 4 Februari 1932, sebagai disitir oleh Pltto, hal. 104.

54 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

Keistimewaannya adalah, bahwa lain dengan conservator


beslag (sita jaminan), pandbeslag dapat dilaksanakan tanpa
minta izin terieblh dulu dari Ketua Pengadilan, jadi tanpa titel
executorial. Dengan pandbeslag orang yang menyewakan
mempunyai sarana yang dipermudah dibanding dengan
kredltur-kreditur lain, yang harus bertindak melaiui conser-
vatoir beslag.
Menurut Pasal 751 Rv Pandbeslag hanya boleh dilaksanakan
untuk menjamin hutang-hutang sewa (tagihan-tagihan sewa).
Untuk tagihan yang muncul dari reparasi dan tuntutan ganti
rugi karena pembatatan perjanjian sewa menyewa (Pasal
1139 sub 2 K.U.H. Perdata) tidak dapat dilakukan pandbeslag.
9. Hubungan Antara Sita Revindicatoir dan Pandbeslag
Bagatmana hubungan antara sita revindicatoir ex Pasal 1142
dengan pandbeslag ex Pasal 751 Rv?
Kalau revindicatoir beslag eks PasaJ 1142 dimaksudkan, agar
barang-barang yang diiarikan bisa dikembalikan ke dalam ke-
kuasaan orang yang menyewakan, maka pandbeslag merupa-
kan pendahuluan ke arah eksekusi - sesudah pandbeslag di-
nyatakan sah dan berharga, Pasal 763 Rv - dengan maksud
untuk mengambil pelunasan dengan hak yang didahulukan . 67

Pandbeslag hanya dapat diletakkan kalau tagihan-tagihan


sudah opeisbaar (voor verschenen huren, kata Pasal 751 Rv),
sedang revindicatoir beslag, seperti yang dlkemukakan di
depan, dapat diletakkan sebelum ada tagihan yang opeisbaar,

67) Pitlo. hal. 405, Menurut v.Oven, pandbeslag berasal dari hukum Germaan, yang
memberikan kepada kreditur kewenangan untuk mengambil harta tertentu milik
debitur dan dengan cara demikian memberikan kepada cHrtnya suatu jaminan
gadai: vide hal. 30.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 55


Hukum Jaminan

10. Pasal 1143 K.U.H.Perdata


Hak istimewa orang yang menyewakan meliputi:
- uang sewa yang-sudah matang untuk ditagjh/opeisbaar se-
lama 3 (tiga) tahun terakhir dan tahun yang sedang berjatan.
Jadi, pandbeslag hanya dapat diletakkan untuk menjamin
tagihan sewa selama 3 (tiga) tahun terakhir dan tahun yang
sedang berjalan.
11. Beberapa Kesimpulan
Atas pembicaraan kita mengenai hak istimewa orang yang
menyewakan, dapat kita simpulkan:
- orang yang menyewakan mempunyai hak jstimewa/
priveiege atas tagihan yang muncul dari:
- uang sewa
- reparasi
- ganti rugi
- hak privelege tersebut di atas terbatas untuk tagihan
sewa. reparasi dan ganti rugi selama 3 (tiga) tahun terakhir
dan selama tahun yang sedang berjalan.
- Hak privelege dapat dilaksanakan terhadap:
- buah-buahan, yang masih dipohon maupun yang
sudah dipetik,
- panen yang masih diladang maupun yang sudah
diambil,
- hiasan rumah (stoffering),
- peralatan pertanian dan ternak.
Untuk menjamin hak privelegenya, orang yang me-
nyewakan mempunyai hak sita revindicatoir.
Hak sita revindicatoir jangka waktunya dibatasihanya:
- daiam waktu 30 (tiga puluh) hari aesudah barang diangkut
kalau mengenai peralatan pertanian dan ternak,

56 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

- dalam waktu 14 (empat belas) hari kalau mengenai hia&an


rumah.
- Untuk menjamin pengambilan pelunasan atas tagihan-
tagihan sewa yang sudah matang untuk ditagih orang yang
menyewakan dapat meletakkan pandbeslag.-
- Pandbeslag hanya meliputj tagihan sewa 3 (tiga) tahun ter-
akhir dan tahun yang sedang berjalan.

c. Privelege Penjual
/. Pasal 1139 sub 3 Jo Pasal 1144 K.U.H.Perdata
Penjual barang-barang bergerak yang belum dilunasi, mem-
punyai hak preferent atas hasil penjualan (dalam eksekusi)
barang yang berasal dari padanya (penjual) - selama barang
tersebut masih menjadi milik si pembeli - untuk sejumlah
hang's pembelian (ditinjau dari penjual* harga penjualan)
barang tersebut.
Apa dasamya sehingga seorang penjual diberikan hak
istimewa?
Jual-beli merupakan perjanjian timbal-balik, di mana kedua
prestasi berkaitan erat sekali yang satu terhadap sama lain,
sehingga pembuat undang-undang merasa periu untuk mem-
bantu pihak yang 1 (satu), kalau pihak yang lain wanprestasi.
Penjual menyerahkan barangnya, karena ia msngharapkan
uang dari pembeli dan sebaliknya . 68

Tetapi apakah tidak demikian puia dengan tukar-menukar?


Mengapa tidak diberikan hak istimewa kepada orang yang
menukarkan benda?

66) P. Schotten, hal. 367; Pitta, hal. 406; Asser-Mijnssen-veJten. hal 35.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 57


Hukum Jaminan

Berdasarkan penyebutan undang-undang secara limitatief ten-


.tang hak-hak istimewa, maka - seperti sudah dikemukakan di
depan - tidak boleh ada pelunasan melaiui penafsiran . 69

Taglhan penjual yang didahulukan hanya meliputi uang se-


besar harga penjualan saja (dari sudut pembeli: sebesar uang
harga pembelian).,
Maksudnya: dari hasil penjualan (dalam eksekusi) barang
yang dibeli dari penjual, penjual didahulukan tagihannya
sampai sebesar tagihannya atas harga penjualannya.
Jadi, tidak benar penjual mempunyai privelege atas harga
pembelian (atau penjualan). Hak istimewa tidak diberikan atas
harga pembelian (penjualan), tetapi atas hasil eksekusi.
Akibatnya, kalau pembeli menjual kembali barangnya kepada
orang lain - secara suka-rela - maka penjual tidak dapat me-
laksanakan hak istimewanya terhadap uangTiasll penjualan
tersebut.
Artinya:
- penjual tidak mempunyai hak privelege atas uang peng-
ganti barangnya, yaitu uang pembayaran pembeli dari
penjual (pembeli dari penjual asal).
- la baru mempunyai hak yang didahulukan, kalau ada
eksekusi, penjualan secara paksa. Paling-paling dalam rial
seperti di atas ia dapat melaksanakan sita pada pihak-ketiga
(derden beslag).
- Atas tagihan lain dari penjual terhadap pembeli, seperti atas
dasar tuntutan penggantian ohgkos-ongkos, kerugian dan
bunga ~ dalam hal ada pembatalan jual-bell - penjual tidak
mempunyai hak privelege.

69) Bahkan terbatas hanya sampai "harga yang belum dibayar saja", sehingga tidak
beriaku bagi taglhan lain dari penjual terhadap pembeli, aekaiipun berkaitan erat
dengan jual-bell itu, seperti hak untuk menuntut penggantian kerugian. bunga dan
ongkos; baca Asser-MljnssBn-VeltBn. hal. 35.

SS Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

— SeJanjutnya kalau pembeli telah menyerahkan/mengoper-


kan lagi benda tersebut kepada orang lain — menjual lagi
kepada orang lain maka, tagihan penjual menjadi tagihan
konkuren, karena tidak mungkin lagi dilaksanakan eksekusi
terhadap pembeli atas barang tersebut Barang itu telah
menjadi milik orang lain.
Priveiege penjual baru muncul kalau barang yang dijual sudah
diserahkan kepada pembeli.
2. Pembatasan Privelege Penjual
Pasal 1144 K.U.H.Perdata
Itulah sebabnya, bahwa priveiege penjual beriaku selama
barangnya masih menjadi milik pembeli.
Kata-kata"selama masih ada di tangan pembeli/debitur" dalam
Pasal 1144 adalah tidak tepat. Apakah. penjual harus sudah
kehilangan hak istimewanya, kalau si pembeli menitipkan
barangnya pada orang lain? Bukankah milik debitur yang ada
di tangan orang lain, masih bisa disita, bahkan bisa diekse-
kusi? Jikalau pembeli menjual benda tersebut secara consti-
titum prossesorium, bukankah si pembeli - dalam jual beii
yang terakhir ia berkedudukan sebagai penjual •- sekarang
hanya menjadi pemegang saja? Sebaliknya, kalau pembeli
menggadaikan barangnya, penjual masih tetap mempunyai
hak privelege. Walaupun pembeli tidak lagi memegang
barangnya, tetapi ia tetap pemilik.
Di lain pihak, hak privelege tidak mempunyai droit de suite,
tidak mengikuti bendanya, sehingga kalau ia bukan lagi milik
si pembeli - sudah jadi milik orang lain - maka hak privelege
penjual menjadi hapus. la tetap kreditur, tetapi kreditur
konkuren.
- Hak privelege penjual hanya meliputj penjualan barang-
barang bergerak saja.
Pembatasan tersebut diberikan, karena untuk barang-barang
tidak bergerak, seorang penjual, untuk menjamin tagihan atas

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 59


Hukum Jaminan

harga persilnya, dapat minta jaminan hipotik (sekarang hak


tanggungan).
Barang bergerak juga dapat digadaikan, mengapa dapat di-
berikan privelege? Kesulitannya adalah, bahwa dalam gadai
barangnya harus diserahkan kepada pemegang-gadai.
Suatu masalah yang unik pemah muncul di Pengadilan.
Kasusnya sebagai berikut: 70

Seseorang telah menjual elektromotor kepada sebuah


pabrik dan benda tersebut dipasang dalam pabrik itu.
Pabrik tersebut dihipottkkan. Suatu ketika, karena wan-
prestasi pabrik tersebut dilelang. Penjual elektromotor
menuntut harga pembeliannya (penjualan) yang belum
dibayar berdasarkan hak privelege yang dipunyainya.
Sebaliknya pemegang-hipotik menolak atas dasar elek-
tromotor tersebut telah menjadi barang tidak bergerak
karena tujuannya, yaitu setelah ia dipasang dalam pabrik
tersebut. Karena bukan lagi merupakan barang ber-
gerak, maka penjual tidak mempunyai privelege lagi.
Pengadilan memberikan pertimbangannya sebagai berikut:
- privelege penjual tidak menjadi hapus hanya sekadar karena
dipasang di pabrik dan menjadi barang tidak bergerak, kalau
(asal) ia tetap dapat dipakai kalau dilepas lagi,
- tetapi pemegang hipotik mempunyai hipotik atas mesin
(seluruh mesin sebagai satu kesatuan) dan pemegang-
hipotik mempunyai hak iebih dahuJu/tinggi dari privelege
penjual, maka penjual tidak mendapat apa-apa, karena hasil
penjualan sesudah diambil pemegang-hipotik tidak ada
sisanya.
Mungkin orang bertanya, mengapa tidak dipakai lembaga
Fidusia? Periu diingat, bahwa penjualan tersebut sering kali

70) Pengadilan Utrecht tanggal 18-12-1912, sebagai disitlr oleh Veagens-Oppenheim,


hal. 211.

60 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Hukum Jaminan

meliput) nilai yang tidak terlalu besar, sehingga adalah


sungguh tidak praktis, kalau untuk tiap-tiap penjualan yang
tidak tunai dimintakan jaminan Fidusia. Apalagi sekarang
Fidusia harus dituangkan dalam bentuk akta Notariil. kalau
kita menghendaki agar Undang-Undang Fidusia beriaku atas-
nya.
Menjadi pertanyaan, apakah peristrwa seperti itu sekarang,
sesudah lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan, masih
menimbulkan permasalahan? Hal ini berkaitan dengan pen-
dirian, bahwa Undang-Undang Hak Tanggungan - sebagai
pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-Undang Pokok Agraria
- menganut asas hukum adat, sebagai juga tampak dari
prinsip pemisahan tanah secara horisontal yang dianutnya
(vide Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan). Di 71

samping itu objek hak tanggungan di luar hak atas tanah


sudah dibatasi secara tegas. yaitu hanya yang berupa
bangunan, karya sen! dan tanaman yang bersatu dengan
tanahnya saja (Pasal 4 sub 2 Undang-Undang Hak Tanggung-
an), sehingga tidak metiputi benda-benda lain yang berdasar-
kan tujuannya/peruntwkkan dlmasukkan dalam kelompok
benda tetap,
Privelege penjual meliputi juga penjualan barang-barang ber-
gerak tidak berwujud (onfichameiijke roerende zaken) . Tetapi
72

asas sepertj itu tidak banyak artinya, karena orang tidak


pernah mendengar lelang hak tagihan. Padahal privelege baru
ada artinya kalau ada eksekusi.
Hak privelege penjual ada, baik pada penjualan kontan mau-
pun penjualan dengan kredit Hak privelege penjual juga ada,
kalau pembeli baru membayar sebagian saja dari harga pem-
belian.

71) J. Satrto, Hak Tanggungan. buku I, hal. 29.


72) Hal. 215.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 61


Hukum Jaminan

Dalam hal penjualan - barang-barang bergerak - telah di-


lakukan dengan tunai dan pembeli tidak mau membayar
harganya - dan karenanya ialai/ingebreke — maka penjual
mempunyai hak untuk menuntut kembali barangnya, asal:
- barangnya masih menjadi mitik pembeli
- masih daiam keadaan yang sama dengan pada waktu
barang tersebut dlserahkan
- dituntut daiam waktu 30 (tiga puluh) hari sesudah di-
serahkan.
3. Hak Reklame
Hak tuntut penjual yang demikian disebut Hak Reklame.
Vang penting untuk diperhatikan adalah:
- Bahwa hak reklame hanya diberikan untiik penjualan secara
tunai, lain dengan hak privelege penjual.
. Pertimbangannya mungkin adalah, bahwa pada penjual-
an secara tunai, pada prinsipnya prestasl tersebut timbal-
balik dilakukan pada saat yang sama.
Dengan demikian penjual dibekaii dengan 2 (dua)
senjata ampuh, yaitu Privelege dan Hak reklame, yang
satu sama lain berkaitan erat. Perbedaannya - selain
yang disebut di atas - adalah, bahwa hak reklame di-
maksudkan agar barangnya bisa kembali pada penjual,
sedang privelege, agar dapat mendapat pelunasan lebih
dulu dari hasil penjualan barang tersebut.
- Syarat lain adalah: 'barangnya masih dalam keadaan yang
sama dengan pada saat levering*.
Apa maksudnya? Apa patokannya?

62 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

Barangnya harus sama dengan yang dllever dan tidak


bercampur dengan barang-barang lain. Barangnya harus
tetap utuh individualitasnya, kata P. Schotten .
73

Rasanya memang sukar untuk memberikan suatu patok-


an. Tetapi umumnya setuju, kalau perubahan-perubahan *
kecll tidak mempenganjhl "keadaan" si barang.
— Barang harus masih menjadi milik pembeli.
Undang-undang dengan keliru menuiis "masih dalam
tangan pembeli' . Bukankah pemilik tidak dapat menuntut
1

dari pihak-ketjga yang memperoleh benda tersebut


secara goeder trouw? (dengan itikad baik).
Di samping hak reklame yang disebut dalam Pasal 1145
K.U.H.Perdata undang-undang masih mengenal hak reklame
yang lain, yaitu: hak reklame atas barang-barang bergerak
(barang dagangan) dalam hal ada kepailitan (Pasal 230 -
Pasal 239 K.U.H.D.).
Hubungannya antara hak reklame ex Pasal 1145 dengan
Pasal 230 - Pasal 239 K.U.H.D. adalah bahwa Pasal 1145
mengatur hak reklame penjuat, yang menjual tanpa ketentuan
waktu (contant) dan di luar kepailitan, sedang Pasal 230 -
Pasal 239 K,U.H.D. mengatur tentang hak reklame dalam hal
ada kepailitan ,
74

4. Pelaksanaan Hak Reklame


Cara pelaksanaan hak reklame tidak terlkat kepada bentuk
tertentu. Penjual tidak periu - tetapi boleh - mengajukan
tuntutan di depan Hakim; cukup kalau ia menegumya melaiui

73) Hal. 373; Asser-MIJnssen-Velten memakai patokan, barangnya belum mengalami


pengerjaan sedeniikan rupa, sehingga benda atas mana penjual mempunyai
preterensl, menurut ketentuan umum hukum benda tidak lagi merupakan benda
yang berdiri sendiri sebagai obfek pengambilan pelunasan; vide hal. 36.
74) Voltmar, hal. 323.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 63


Hukum Jaminan

eksploit juru sita. bahkan dapat secara Hsan atau tertulis


lain .
75

5. Kaistimewaan Hak Reklame


Keistimewaannya hak reklame adalah, bahwa sebenarnya
dengan dltutupnya perjanjian dan diserahkannya (levering)
barang, maka hak milik telah berpirtdah kepada pembeli.
Itulah sebabnya penjual tidak dapat lagi melaksanakannya
hak revmdikasi. Tetapi haknya sebenarnya serupa dengan hak
revindikasi, bukankah hak reklame itu dkJasarkan atas piklran,
bahwa penjual adalah bekas pemilik yang belum menerima
pembayaran? dan untuk melindunginya diberikan hak untuk
mengambil kembali apa yang - karena belum dibayar -
seakan-akan masih menjadi miliknya?
Penulis-penulis Prancls membandingkan hak reklame dengan
privelege orang yang menyewakan ex Pasal 1142. Seperti
pasal tersebut mempertahankan hak privelege orang yang
menyewakan, kalau/sekallpun barang-barang telah diangkut
dari rumah si penyewa, demikian puia hak reklame bertujuan
untuk memungkinkan si penjual melaksanakan hak retensi-
nya .
76

6. Kedudukan Hukum Beberapa Sesame Pemegang Privelege


PASAL 1146 K.U.H.PERDATA.
Setelah apa yang dibicarakan di atas, maka kita melihat,
bahwa ada kemungkinan terjadi tabrakan antara hak priveiege
penjual dengan hak privelege orang yang menyewakan,
dengan hak seorang pemegang-gadai atau penerima-Fidusia.
. Bagaimanakah penjelasannya?
Misalkan: pembeli barang bergerak yang belum membayar
harga pembeliannya, telah menggadalkan barang tersebut

75) Locdt.
76) P. Scholten. hal. 373.

64 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


HutnjmJwnfaan
Kalau d( kemudian hari si pembeli jatuh pai#t dan barangnya
dieksekusi, siapakah yang berhak lebih dahuiu etas hasil pen-
jualan barang yang dJgadalkan itu?
Hak gadai lebih tinggi dari privelege.
Untuk pemegang-gadai tidak menjadi seal apakah pemberi-
gadai orang yang berwenang mengambil tfndakan pemilikan
(beschikking) atau tidak, asai ia bertindak dengan itikad balk.
ApaJagl kalau pembeti matalui penyerahan sudah menjadi
pemilik atas benda gadai, walaupun harganya belum dibayar.
Dengan demikian hak pemegang-gadai lebihtinggidari prive-
lege penjual.
Bagalmana kalau terjadi bentrokan antara hak yang di-
dahulukan dari orang yang menyewakan dengan penjual?
Misalkan: seorang pembeli benda bergerak yang belum mem-
bayar harga pembeliannya, menaruh barang tersebut di dalam
rumah yang disewa olehnya. Penyewa jatuh pailit dan harta
bendanya dilelang. Terjadi rebutan atas hasil penjualan
barang yang belum dibayar tersebut di atas antara si penjual
dengan orang yang menyewakan. Siapa yang didahulukan?
Pasal 1146 K.U.H.Perdata memberikan penyetesajan. Jawab-
nya digantungkan pada jawab atas pertanyaan: apakah orang
yang menyewakan tahu, bahwa barang tersebut bukan milik-
nya si penyewa?
Kalau orang yang menyewakan tidak tahu - dan karenanya
dapat dikatakan beriktikad baik - maka hak orang yang me-
nyewakan didahulukan daripada si penjual. Ini sesuai dengan
kalimat terakhir Pasai 1140 K.U.H.Perdata.
Sebatiknya, kalau ia tahu - beritikad tidak baik (itikadnye
buruk) - maka hak priveiege penjual didahulukan.
Bagarmana kalau terjadi, bahwa pembeti benda bergerak
yang betum membayar harga pembeliannya, setetah mene-
rima penyerahan, langsung saja memfidusiakan benda yang
bersangkutan. Kalau terjadi bentroWean antara privelege pen-

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jamtnan

jual dengan pemegang hak jaminan Bdusla, hak siapa yang


didahulukan? Sekalfpun tidak ada ketentuan yang secara
tegas mengatumya, namun kalau kita sejajarkan antara gadai
dan Fidusia sebagai sama-sama lembaga jaminan benda ber-
gerak - bukankah Fidusia untuk sebagian terbesar dipakai
untuk menjamin benda bergerak - maka dapat kita katakan,
bahwa hak penerima-Fidusia harus didahulukan. Kesulitan
yang muncul adalah, apakah benda yang bersangkutan dapat
dikatakan masih menjadi milik pembeli, setelah "hak miliknya
diserahkan" kepada penerima-Fidusia?
Kesemuanya pembicaraan di atas dkJaaarkan atas asas,
bahwa terhadap barang-barang bergerak tidak atas nama,
maka pemilik-baru dilindungi terhadap tuntutan pemilik-lama,
asal ia tidak tahu dan tidak patut diharapkan tahu. bahwa
barang yang diperoleh tersebut milik orang lain atau dengan
perkataan lain, asal ia bertindak dengan itikad baik. Tetapi
pemilik-baru harus menghormati hak privelege dari orang
yang telah menjual barang itu kepada penjualnya - maksud-
nya penjualnya penjual - kalau ia tahu, bahwa harganya
belum dilunasi oleh penjualnya. Sebaliknya hak istimewa
penjual gugur, kalau pihak-ketiga yang memperoleh hak atas
barang yang belum dibayar tunas harganya, beritikad baik -
artinya tidak tahu, kalau harganya belum dibayar tunas . 77

Demikian puia asas tersebut dapat dtterapkan terhadap


hubungan antara penjual dengan pemegang gadai dan
Fidusia.

Adanya ketentuan, yang menggantungkan hak privelege


orang yang menyewakan kepada pengetahuanhya tentang
sudah atau belum dilunasinya harga pembelian; adalah untuk
mencegah keeurangan penyewa dan persekbngkolan antara
penyewa dengan pihak ketiga . Kalau tidak ada ketentuan
78

77) Pttto, hal. 407; Asser-Mjnssert-Velten, hal. 48.


78) P. Schotten, hal. 370; VoUrnar, hal. 326.

68 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


!4ukumJainJiWt

tersebut maka penyewa dengan mudah dapat mengatakan


kepada orang yang menyewakan, bahwa barang-barang ter-
sebut bukan miliknya, sehingga orang yang menyewakan
tidak dapat melaksanakan hak priveiegenya. Atau ia ber-
sekongkol dengan pihak-ketiga, yang. mengatakan, bahwa
barang tersebut adalah miliknya. Dengan adanya ketentuan
Pasal 1146 K.U.H.Perdata, orang yang menyewakan bisa
mengatakan 'saya tidak tahu tentang hal itu, sllakan saudara
buktikan, bahwa saya tahu, bahwa barang-barang tersebut
bukan milik saudara*.
Ada yang berpendapat, bahwa ukuran lahu-nya" adalah pada
saat barang-barang tersebut ditaruh dirumah yang disewa ,79

namun dengan itu kita terhutang jawab atas pertanyaan,


mengapa harus "pada saat barang-barang itu ditaruh dalam
rumah yang disewakan' ? Mengapa tidak pada saat orang
1

yang menyewakan akan melaksanakan hak privalegenya?

d. Biaya Menyelamatkan Barang


Pasal 1139 sub 4 K.U.H.Perdata
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan barang diberikan ke-
dudukan sebagai piutang yang diistimewakan atas hasil penjualan
barang yang diselamatkan (Pasal 1147 ayat (2) K.UH.Perdata).
Rasfonya adalah, bahwa penyelamatan barang tersebut meng-
untungkan para kreditur. Tanpa usaha penyelamatan barang ter-
sebut, maka tagihan para kreditur tidak lagi dljamln dengan benda
tersebut dan kalau benda tersebut kebetulan benda satu-satunya
yang dipunya} debitur, maka semua taglhan kreditur tidak mem-
punyai nilai ekonomis lagi. Adanya benda yang diselamatkan -
kalau berhasil diselamatkan - menguntungkan, baik langsung
maupun tidak langsung semua kreditur. Setiap tambahan benda
yang dapat dijua) guna pelunasan kreditur, menguntungkan semua
kreditur. Keuntungan langsung diperoleh kreditur yang mempunyai

79) Vollmar. hal. 326.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 87


Hukum Jaminan

hak preferent atas benda tersebut secara tidak langsung diper-


oieh para kreditur lain, karena semakin besar bagian tagihan kredi-
tur preferent dapat dipenuhi, semakin besar kemungkinan adanya
sisa harta untuk para kreditur konkuren. .
Dengan jalan plktran seperti Ttu maka:
— adaiah pantas sekali, kalau biaya tersebut diberikan pelunas-
an lebih dahulu, lebih dulu dari privelege yang lain, bahkan
lebih dulu daripada gadai atas. benda tersebut. Bukankah
pemegang-gadai mendapatkan keuntungan dari penyelamat-
an tersebut?
— hak didahulukan hanya beriaku terhadap piutang-piutang
yang sudah ada pada saat penyelamatan. Bukankah hanya
mereka-mereka yang menikmatj keuntungan? Terhadap orang -
yang saat Itu belum mempunyai tagihan terhadap debitur,
tidak dapat dikatakan, bahwa Ia turut mendapat keuntungan
dari penyelamatan tersebut.
Bayangkan, kalau biaya penyelamatan hari ini dipikutkati kepada
tagihan saudara yang baru ada sebulan kemudian, apa bisa di-
terima?
Maaatah:
bagaimana, kalau di samping privelege biaya penyelamatan
barang, ada juga ongkos-ongkos, biaya-biaya pengambilan
pelunasan, biaya eksekusi ex Pasal 1139 sub 1 K.U.H.
Perdata? Mana yang didahulukan?/
Ongkos-ongkos pengambiian pelunasan didahulukan, demikian
Veegens Oppervheirn . Biaya penyelamatan diberikan dulu, baru
80

ongkos pengambiian pelunasan, sebab sebelum ada pembagian


hasil penjualan, semua ongkos-ongkos untuk melaksanakan pem-
bagian harus dikeluarkan dulu, termasuk tentu biaya-penyelamat-

80) Hal. 215.

68 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jamlna-i

an . PitJb mengatakan, bergantung dari kapan biaya penyela-


81 82

matan dikeluarkan, kalau sebelum eksekusi, maka ongkos ekse-


kusi didahulukan, kalau sesudahnya, maka ongkos penyelamatan
didahulukan,
Oi dalam biaya penyelamatan tidak termasuk biaya-biaya untuk
menlnggikan rtfai barang tersebut atau penyelamatan demi ke-
untungan orang tertentu. Karenanya tidak termasuk di dalamnya
biaya conservatotr beslag dan permohonan kepailitan; Demikian
puia ongkos-ongkos reparasi dan ongkos pemeliharaan tidak ter-
masuk di dalamnya.
Apakah termasuk di dalamnya ongkos penyelamatan terhadap
barang-barangtidakbergerak?
Kalau kita membaca Pasal 1139 sub 4 KU.H.Perdata. tidak dibeda-
kan antara barang bergerak dan barang tetap, tetapi menurut
beberapa sarjana, yang dimaksud di sini hanyafah biaya penyela-
matan barang bergerak saja . Hal itu didasarkan atas penyeiidlkan
63

historis undang-undang yang pada dasarnya tidak menghendaki


adanya privelege atas barang-barang tidak bergerak, kecuali apa
yang disebut dalam Pasal 1139 sub 5 K.UJ-t.Perdata dan ongkos-
ongkos untuk penyelamatan barangtidakbergerak sudah tercakup
dalam Pasal 1139 sub 8 K.U.H. Perdata. Pitio dan Voltmar ber-
84 85

pendapat sebaliknya

e. Biaya Pembuatan (Upah Tukang)


Pasal 1139 Sub 5 K.U.H.Perdata
Para tukang mempunyai hak tagih yang diistimewakan terhadap
hasil penjualan barang, yang untuk pekerjaannya/penggarapannya

B1) Opzoomerdan p. Schotten, hal. 375.


SZ) Hal. 215. '
63) Veegens-Oppenhelm, hat. 215: P. Scrnltsn. hai. 375.
84) Hai. 414.
85) Hal. 238. Juga v. Oven berpendapat lain. Karena undang-undang tidak mem-
bedakan antara benda tetap dan benda bergerak, maka harus dtterima beriaku
juga untuk benda tetap; vide hai. 46.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 69


Hukum JJamkMn

masih ierhutang ongkos kapadanya. Biaya di sini meliputi, baik


biaya pembuatannya maupun penibahannya. Seperti juga apa
yang disebut daiam Nomor 4 (Pasai 1139), ke semua .garapan si
tukang menguntungkan kreditur (menambah banyaknya dan/atau
nilainya jaminan).
Walaupun di sini juga tktak diadakan pembatasan mengenai
keiompek/jenis bendanya - ongkos garapan benda bergerak atau
tetap— tetapi para sarjana umumnya berpendapat, bahwa yang di-
maksud di sini adalah biaya garapan benda-benda bergerak saja . 66

Pengadilan Amsterdam pemah memutuskan, bahwa di sini yang


67

dimaksud adalah hanya ongkos-ongkos garapan benda-benda ber-


gerak saja, karena terhadap benda tidak bergerak ada privelege
tersendiri.
Di dalam kata "tukang" tidak hanya termasuk mereka-mereka yang
secara nyata metakukan pekerjaan tersebut, tetapi juga peng-
usaha, yang memerintahkan pekerjaan tersebut kepada para
pelaksana-
Sedangkan di dalam "ongkos" termasuk puta bahan-bahan yang di-
pakai untuk menggarap . 88

DI samping hak istimewa, seorang tukang juga mempunyai hak


retensi ex Pasal 1616, selama barang tersebut masih ada dalam
tangan si tukang.

86) P. SchoKan, hal. 375; Vdfmar, hal. 326;. PWa, hal.414. Juga v.Oven berperKiapat
seperti itu, dengan dasar pemlklran, bahwa yang demikian itu adalah sesuai
dengan maksud pembuat undang-undang berdasarkan memori' pehjetasein, yang
hendak menghubungkan dengan hak retensi dari buruh (Pasal 1652 atau Pasai
1616 B.W. Indonesia), yang hanya tertuju kepada benda bergerak saja.
87) Rsehtbank Amsterdam, 0 November 1915 sebagai disitir oleh Veegens-
Oppenheim, hal. 215.
88) H.R. 3 April 1925, sebagai disitir oleh P. Schotten. hal. 376.

70 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jamfnan

f. Hak Istimewa Pemilik Rurnah Penginapan


Pasal 1139 Sub 6 K.U.H.Perdata
Seorang pemilik rumah penginapan mempunyai taglhan yang di-
istimewakan terhadap nasi) penjualan eksekusi barang-barang
yang dibawa oieh si tamu ke daiam rumah penginapan. Tagihannya
pemilik hotel terbatas pada apa yang ia berikan kepada tamu hotel-
nya dalam kedudukannya sebagai pemilik rumah penginapan.
Apakah haknya mellputf juga benda-benda yang bukan mlffk si
tamu sendiri, yang dibawa plehnya ke dalam penginapan?
' Ada yang berpendapat mengatakan "tidak* , tetapi ada juga yang
88

berpendapat "ya" , asaj pemilik hotel bertindak dengan itikad baik,


90

yaitu ia tidak tahu, bahwa barang-barang tersebut bukan milik


tamunya.
Ini mempunyai kaitan dengan hak retensi dari seorang yang mene-
rimatitjpanbarang (bewaarnemer). Undang-undang menganggap
pemilik hotel sebagai penerimatitipankarena terpaksa (Pasal 1709
K.U.H.Perdata) dan ia mempunyai hak retensi atas barang-
91

barang yang dibawa si tamu datam hotelnya (Pasai 1729 K.U.H.


Perdata). Hak retensi tersebut meliputi, baik barang-barang milik si
tamu maupun milik orang lain yang dibawa olehnya ke hotel,
Dengan hak retensi pemilik hotel dapat menahan barang-barang si
tamu dan memaksa agar ia membayar sewanya.
Tetapi Itu hanya beriaku, kalau barang-barang tersebut masih ada
di hotel. Kalau barang-barang sudah ke luar dari hotel, maka satu-
satunya jafcan bagi pemilik hotel adaJah menggunakan hak
istimewanya, walaupun harus dfakul kesutttan yang akan dihadapi
besar sekali, sebab ia harus membuktikan, bahwa barang-barang
tersebut dulu ada di dalam hotelnya.

88) Vaegens-OppenhBtm, hal. 216 dan v. Oven. hal. 48.


90) PIUo. hal. 416.
91) Uhat perkara yang dlputus PT. Medan Nomor 2/1951 tanggal 19-06-1952 dalam
H.1953, Nomor 1, hal. 42 dan selanjutnya.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 71


Hukurn Jamman

g. Upah Angkutan
Pasal 1139 sub 7 K.U.H.Perdata
Ongkos pengangkutan dan tambahan ongkos, diistimewakan dan
didahulukan alas hasil penjualan barang-barang yang dufu pemah
diangkut dan belum ditunasi ongkosnya (Pasal 1139 sub 7 jo Pasal
1147 ayat (7) KUHvPerdata).
Ketentuan in) tidak beriaku bagi pengangkutan laut, karena sudah
ada pengaturannya sendiri (Pasal 317, Pasal 493, dan selanjutnya
K.U.H.D), tetapi beriaku bagi pengangkutan perairan daiam negeri
dan pengangkutan jalan raya.
Untuk pengangkutan kereta api beriaku ketentuan khusus . juga
93

dl sini beriaku ketentuan, bahwa privelege meliputi barang-barang


yang bukan milik orang yang menyuruh angkut, asal pihak peng-
angkut bertJndak dengan itikad baik.

h. Hak Istimewa Para Tukang Batu, Tukang Kayu dan Tukang


Bangunan
Pasal 1139 Sub 8 K.U.H.Perdata
Para tukang batu, tukang kayu dan mandor-mandor pembangunan
mempunyai hak tagihan yang diistimewakan, atas hasil penjualan
bangunan yang mereka bangun, tambahkan atau parbaikt. untuk
tagihan-tagihan ongkos garapan mereka yang berhubungan
dengan pekerjaan tersebut di atas.
Yang jelas di sini privelege tertuju kepada hasil penjualan-barang-
barang tetap (tidak bergerak), yang merupakan perkecualian atas
asas, bahwa pembuat undang-undang segan untuk memberikan
privelege atas barang-barang tetap, karena lersedlanya lembaga
hipotik. Tetapi setiap orang kiranya bisa mernbayangkan, bahwa
tukang-tukang tersebut akan dianggap sebagai orang aneh. kalau
ia mlnta jaminan hipotik atas pekerjaan yang akan ia laksanakan.
Tukang-tukang yang mensyaratkan jaminan seperti itu jangan

92) Pltlo.hal.417.

72 Hukum Jaminan, Kak-hak Jamfnan Kabondaan


Hukum Jaminan

harap bisa mendapat pekerjaan. Ituiah dasarnya mengapa untuk


mereka atas barang-barang tetap diberikan hak istimewa.
Di sini lain daripada di depan, yaitu kemungkinan tabrakannya hak
privelege justru dengan hak-hak pemegang hipotik dan sekarang
tentunya dengan hak pemegang hak tanggungan. Berdasarkan
' Pasal ft 34 ayat (2) K.U.H. Perdata, hipotik -- dan sekarang tentu-
nya meliputj juga hak tanggungan - adalah lebih tinggi tingkatnya
daripada privelege.
Hak tukang-tukang tersebut dibatasi, yaitu hanya sampai hutang/
' tagihan 3 (tiga) tahun terakhir dan dengan syarat, selama hak milik
atas benda tetap tersebut belum berpindah kepada orang lain, tni
1
' sesuai dengan ciri hak privelege yang bukan merupakan hak
kebendaan. Pembeli persil yang bersangkutan bebas dari tagihan
para tukang terhadap penjualnya (pendahulunya).
Privelege di sini meiiputi juga material (bahan bangunan) yang
telah diserahkan . Kalau tukang-tukang tersebut bekerja pada se-
93

orang mandor (dalam art] orang yang memborong garapan), maka


yang mempunyai priveiege adalah mandor tersebut, bukan si
tukang, dan dalam hal ada tagihan material yang dipakai untuk
pembangunan maka yang mempunyai privelege adalah leverensir
material tersebut .
94

I. Hak Istimewa Atas Penggantian Serta Pembayaran yang Harus


Dipikul oleh Pegawai yang Memangku Jabatan Umum
Pasal 1139 Sub 9 ICU.H.Perdata
Tagihan di sini timbul karena segala kelalalan, kesalahan, pelang-
garan dan kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam jabatannya.
Dalam hal seorang pejabat melakukan kesalahan dalam me-
laksanakan tugasnya, maka undang-undang memberikan hak
istimewa kepada tuntutan ganti rugi, yang timbul karenanya, atas

93) H.R. 12-12-1908. W.878S, sebagai disitir oleh Pltio. hal. 418 dan v. Oven, hal. 51.
94) Veegens-Oppenheim, hal. 217.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 73


Hukum Jaminan

sejumJati uang yang oleh si pegawai diberikan sebagai Jaminan,


beserta dengan bunganya. Jadi, di sfnl sebenarnya ada gadai . 85

6. Privelege Umum
Yang dlmaksud dengan privelege umum adalah hak taglhan yang di-
istimewakan dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan dalam
suatu eksekusi atas seluruh benda-benda debitur.

Privelege umum mempunyai perannya pada Ukujdasi atas seluruh ke-


kayaan debitur, seperti pada kepailitan dan penerimaan warisan dengan
hak istimewa untuk mengadakan pencatatan boedel (met voorrecht van
boedelbeschrijving), tetapi disamping itu juga bisa diterapkan pada ekse-
kusi khusus ).
96

Yang menyimpang di sini dibanding dengan privelege khusus adalah,


bahwa urutan penyebutannya dalam Pasal 1149 K.U.H.Perdata menentu-
kan puia urutan tJngkatan-tingkatan tagihan tersebut. Yang disebut lebih
dahulu mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dari yang berikutnya. Hal itu
temyata dari kata-kata "menurut urutan sebagai berikut" pada akhir
kallmat Pasal 1149, sebelum menyebutkan piutang-piul&ngriya satu per-
satu.

Hak privelege khusus mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari hak
privelege umum (Pasai 1138 K.U.H.Perdata), sedang gadai, hipotik, hak
tanggungan dan Fidusia pada asasnya ada dtatas priveiege, balk umum
maupun khusus (Pasal 1134 ayat (2) K.U.H.Perdata)<

95) Pitto.hal.41B.
96) Op.dt,hal.419.

74 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

a. Biaya Perkara untuk Petetangan dan PenyelesaJan Suatu


Wariaan
Pasal 1149 Sub 1 K.U.H.Perdata
Biaya di sin) dikeluarkan untuk menjuai seluruh kekayaan, karena itu
priveiege Ini hanya ada dalam kepailitan dan penerimaan warisan secara
benefioiair.

Sama seperti pada privelege khusus, biaya di sini dikeluarkan demi ke-
untungan semua kreditur, karenanya layak kalau dlpikul oleh semuanya.
Perwujudan dari "dipikul para kreditur bersama-sama' adalah dibayar
lebih dahulu dari para kreditur yang lain. Tetapi biaya tersebut tidak me-
iiputj persiapan-persiapan penyelesaian suatu warisan, karena biaya ter-
sebut tidak dikeluarkan demi kepentingan seluruh kreditur.

Mlsalnya:
Ongkos-ongkos untuk penerimaan suatu warisan secara beheficiair-
tldak bisa dikenakan kepada seluruh kreditur. Ongkos-ongkos ter-
sebut dikeluarkan: untuk ahli waris atau para ahli wari tertentu.
Biaya sita/bestag eksekutorial dan biaya permohonan kepailitan
menurut PWo masuk dalam biaya yang diistimewakan ex PasaJ
97

1149 sub 1. tetapi menurut Veegens Oppenheim biaya per-


98

mohonan kepailitan tidak termasuk di dalamnya, walaupun ia


mengakui, bahwa ada yang berpendapat sebalikriya dan ,malahan
H.R. menganut pendapat yang lain tersebut. Biaya untuk untuk
menetapkantingkatan-tingkatantaglhan dalam eksekusi (di luar
kepailitan) dan biaya penyegelan termasuk di dalamnya *. 9

Yang juga termasuk di dalamnya adalah biaya-biaya kepailitan


yang mengenai gaji curator. Berdasarkan Pasal 177 K (kepailitan)
ongkos-ongkos kepailitan umum dibebankan kepada setiap bagian
dari boedel, kecuali mengenai apa yang menurut Pasai 56 K oleh

97) Lo&cft.
98) HaJaman220.
99) v. Oven, hal. 54.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 75


Hukum Jaminan

kreditur pemegang-hipotik, pemegang-gadai dan oogstverband dl-


jual sendiri otehnya. Pasal 1149 sub 1 dengan tegas mengatakan,
bahwa biaya-biaya Ini ada di atas gadai dan hipotik.

b. Biaya Penguburan
Pasal 1149 Sub 2 K.U.H.Perdata
Maksud peraturan ini adalah agar orang yang mati dengan menlnggalkan
warisan yang penuh dengan hutang-hutangpun dlharapkan masih bisa
mendapatkan penguburan yang layak. Kreditur taglhan biaya penguburan
tidak usah khawatfr. kalau ia melihat keadaan warisan pewaris, karena
piutangnya diberikan kedudukan yang didahulukan. Periu dikigat, bahwa
tidak setiap orang kreditur menuntut jaminan gadai, hipotik, hak tanggung-
an atau Fidusia untuk piutangnya, bahkan kebanyakan hutang-hutang
perdagangan tidak mengandung jaminan khusus. Dalam hai para kreditur
yang lain adalah kreditur konkuren, maka pemegang privelege umum
mempunyai kedudukan yang cukup baik.

Besamya biaya penguburan - untuk mencegah adanya keeurangan-


kecurangan - dfbatasi, yaitu Hakim berhak untuk mengurangt biaya yang
dimajukan, jika dianggap terlaJu besar. Jlka terjadi demikian berarti,
bahwa sebagian ongkos penguburan berkedudukan sebagai tagihan
istimewa. sedangkan sebagian lagi sebagai taglhan konkuren.
Yang tidak termasuk dalam ongkos-ongkos ini:
- ongkos-ongkos upacara keagamaan
- batu nisan
- pakaian duka untuk para keluarga

c. Biaya Pengobatan yang Terakhir


Pasal 1149 Sub 3 K.U.H.Perdata
Semua tagihan biaya pengobatan saklt yang terakhir merupakan tagihan
yang diistimewakan dan karenanya didahulukan di dalam mengambil
pelunasan atas hasil penjualan kekayaan si mati pada umumnya (atas
semua kekayaan si mati) daripada kreditur konkuren yang lain.

78 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jaminan

Mateudnya adalah agar orang yang akan merawatnya tidak ragu-ragu ter-
hadap kemungkinan dilunasinya tagihan pengobatannya dan dengan itu
diharapkan agar si sakit bisa mendapat perawatan yang aebaik-baiknya.
Akibatnya adalah muncul suatu kejanggalan, yaitu perawatan yang tidak
berhasil menyembuhkan si sakit manghasifkan tagihan yang diistjmewa*
kan, sedangkan biaya perawatan yang berhasii membawa kesembuhan si
pasien maJah hanya menimbulkan tagihan konkuren. Bukankah Vang di-
namakan pengobatan yang terakhir adalah pengobatan terhadap penyakit
yang mengakibatkan meninggalnya orang yang bersangkutan. Untuk
biaya pengobatan sebelum itu, beriaku ketentuan yang biasa, artinya,
tagihan-tagihan untuk itu merupakan tagihan konkuren.

Termasuk dalam kelompok ini adalah rekening dokter, rekening rumah


sakit dan perawat, rekening apotik.

Contoh:
Seorang dokter menagih ongkos perawatan selama 6 (enam)
tahun, untuk pasienhya yang meninggal karena sakit kencirig
manis- Curator kepailitan warisan menolak memberikan preferensi
atas tagihan tersebut H.R. membenarkan taglhan dokter itu . 100

d. Taglhan Buruh atas Upah

Pasal 1149 Sub 4 K.U.H.Perdata


Yang diberikan kedudukan sebagai tagihan yang diistimewakan adalah:
- tagihan buruh atas upah tahun yang lakj dan tahun yang sedang
berjalan,
- taglhan buruh atas dasar keterlambatan majikan memberikan upah.
tagihan buruh atas dasar pangeluaran yang diberikan si buruh
untuk si majikan, tetapi hanya untuk pangeluaran-pengeluaran
yang dilakukan daiam kedudukannya sebagai buruh,

100) H.R 21 Fabfuari 1941, sebagai disitir oleh Pitta, hal. 420 dan v. Oven. hal. 55.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 77


Hukum Jaminan

tagihan buruh atas dasar onrechtmatige daad karena pemutusan


*hubungan kerja, atau karena pemutusan kerja oleh si buruh atas
dasar kesengajaarvopzet atau keiaialarvschufd dari si majikan.

e. Penyerahan BabanMakanan

Pasal 1148 Sub 5 K.U.H.Perdata


Kepada orang-orang yang men-supply bahan makanan, undang-undang
memberikan hak tagih yang diistimewakan.

Yang dimaksud dengan bahan makanan di sini adalah sernua kebutuhan


hidup menurut ukuran yang sederhana, yaitu kebutuhan pokok saja.
seperti beras, sayur-mayur, daglng, telur. Ukuran kebutuhan pokok hams
disesuaikan dengan keadaan setempat. Kalau di Eropa foti dan stisu
merupakan kebutuhan pokok, di sini barang-barang tersebut termasuk
barang yang di atas ukuran "sederhana" apalagi pokok, dan karenanya
tidak termasuk di dalamnya. Tidak termasuk di dalamnya adalah pakaian,
bahan baker, obat-obatan, listrlk, bahan-bahan penguat. Paling tepat
adalah kalau tiap kasus drtJnjau secara tersendiri dan dalam hai ada per-
selisihan, hakimlah yang akan menentukannya.

Ketentuan Pasal 1149 sub S memperiuee sampai meiiputj kebutuhan


hidup keluarga, tetapi mempersempitnya hanya sampai tagihan-tagihan
selama 6 (enam) bulan.

f. Tagihan Sekolah Asrama

Pasal 1149 Sub 6 K.U.H.Perdata


Tagihan-tagihan tersebut meHputi pengeluaran untuk makan, tinggat dan
bahkan tagihan atas dasar penyerahan sarana-sarana pelajaran. seperti
alat tulls, buku-buku pelajaran dan Iain-Iain.

Tagihan-tagihan yang dimaksud di sini dibatasi hanya sampai pada


tagihan-tagihan terhadap anak-anak yang tinggal di dalam asrama ter-
sebut

78 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jamman

g. Piutang Anak Belum Dewasa dan Curandi Terhadap Wati


dan Curator
Pasal 1149 Sub 7 K.U.H.Perdata
Yang dimaksud di sini adalah tagihan-tagihan anak-anak yang belum
dewasa terhadap walinya dan curandi (para terampu) terhadap curatornya
(pengampunya).

Hal ini mempunyai kaltan dengan Pasai 335, Pasal 409, dan Pasal 414
K.U.H.Perdata, tentang perwalian dan Pasal 452 ayat (3) K.U.H. Perdata
tentang pengampuan, di mana ditetapkan, bahwa para wali atau peng-
ampu mungkin diwajibkan untuk memberikan jaminan hipotik, gadai atau
jaminan lain atas kepengurusan mereka. Tagihan-tagihan anak atau si
terampu tersebut dj atas terhadap wali/curatornya - sepanjang tagihan
tersebut tidak cukup diambil dari jaminan-jaminan khusus yang telah di-
berikan - diistimewakan;maksudnya tagihan terhadap wall dan curator di
luar yang dijamin dengan jaminan-jaminan khusus.

Sekali lagi, sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Hak Tang-


gungan, maka di dalam kata hipotik dalam ketentuan di atas, tentunya
harus dibaca meliputi juga hak tanggungan, sedang kata "gadai" ditafsir-
kan meliputi juga Fidusia.

7. Contoh Masalah
Untuk memberikan gambaran mengenai pelaksanaan hak-hak istimewa di
dalam suatu eksekusi atas keseluruhan harta debitur, dapat diberikan
contoh sebagai berikut:
A, seorang pengusaha, jatuh pailit dengan meninggalkah hutang-
hutang sebagai berikut
B, mempunyai tagihan atas dasar pengambiian
barang-barang dagangan (secara kredit)
sebesar , Rp 12.000.000,00
- C, mempunyai tagihan arisan terhadap A
sebesar Rp 4.000.000,00

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 79


Hukum Jamman

,- D, tukang batu, belum dibayar ongkos garapan


perbaikkan rumah A sebesar Rp 50.000,00
- E, menjual TV secara kredit 3 (tiga) bulan belum
dilunasi, harga TV sebesar Rp ; 500.000,00
- F, Tukang reparasi, telah membetulkan TV
milik A dan rekening belum dibayar sebesar Rp 50.000,00
- G,dokter,mempunyai tagihan perawatan
sakitnya yang terakhir sebesar Be 5O0.QQ0.QQ
Jumlah hutang Rp 17.100.000,00
Hasil lelang barang mMik A adalah sebagai berikut
— Sebuah rumah laku Rp &Q0U000.00
— T.V. laku Rp 275.000,00
— Lamari Es laku Rp 150.000,00
— Perabot rumah tangga Rp 100.000,00
Jumlah hasil lelang Rp 6.525.000.00
Mengingat, bahwa ongkos untuk pelaksanaan pengambiian
pelunasan merupakan tagihan yang diistimewakan (Pasai 1149 sub
1), bahkan di atas gadai dan hipotik - dan tentunya juga di atas
hak tanggungan dan Fidusia - dan peiaksanaannya dibebarikan
menurut perimbangan hasil jual benda-benda yang dilelang , 101

maka untuk mudahnya - supaya tidak terlatu rumit - maka dalam


soal ini dianggap saja ongkos-ongkos tersebut telah dibereskan.
Para pemegang hak istimewa menuntut pelaksanaan hak-hak mereka.
Penyelesaian pembayaran hasil penjualan;
D mempunyai privelege khusus sebesar Rp 50.000,00
atas hasil penjualan rumah

101) Vokjans ant 52 F wordenzlj (de Kopsn van gerechttelijke uHwrimtng) afgaroomd
v.d. opbrengst van Ilk goed en gaan ook fij derhalve bbven pantf en hypotheek,
PMo, hal. 419.

80 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hukum Jamtrtan

E mempunyai privelege khusuasebesar Rp 50O.eo©;00


atas hasil penjualan TV.
- F mempunyai priveiege khusus sebesar Rp 25 000,00
atas hasij penjualan T.V.
- Ct mempunyai privelege khusus sebesar Rp500.000,00
atas hasil penjualan seluruh harta A.
Atas hasil penjualan rumah:
- D mengambil dulu Rp 50.000,00 sehingga ada stsa
sebesar .- Rp 5.950.000,00
Atas Penjualan TV.:
E mempunyai priveleg khusus sebesar.. Rp 500.000,00
atas hasil penjualan T.V.
- F mempunyai privelege khusus sebesar Rp 5O.00O;00
atas hasil penjualan T.V.
Q mempunyai priveiege umum sebesar Rp 500.000,00
atas hasH panjualansskrruh harta A.
Atas hasil penjualan rumah:
D mengambil dulu Rp 50.000.00
sehingga sisa Rp 5.950.000,00
Atas penjualan T.V.:
- E dan F sama-sama pemegang priveiege khusus atas TV., se-
hingga antara mereka beriaku sebagai kreditur konkuren, sehingga:
- E mengambil 500/550 x Rp 275.000.00 = Rp 250.000,00
(sisa tagihan E Rp 250.000,00)
F mengambil 50/550 x Rp 275.000,00 = Rp 25.000,00
(sisa tagihan F Rp 25.000,00) 1

Jtfmtah pembayaran priveiege khusus.... Rp 325.000,00


Hasil eksekusi Rp. 6.250.000,00
Priveiege khusus Rp 325.000,00
Sisa hasil eksekusi.. Rp 6.200.000,00

I 1UMJIIIVfllllll W l , ItVK'ftatT JBIHIHBM KODVnOBnl


Hukutti Jaminan

- Q atasi dasar prfvelege umum


mengambil dulu Rp 500.000,00
- Sisa hasH eksekusi ..,> Rp .5.70Q.OODiOP
Sisa sesudah dipotong piutang yang didahulukan merupakan bagian para
kreditur konkuren, yang terdtri dari:
B untuk sebesar Rp 12.000.000,00
C untuk sebesar Rp 4.000,000,00
E untuk sebesar Rp 250.000,00 -
(sisa tagihan preferen)
F untuk sebesar Rp 25.000,00
(sisa taglhan preferen)
Mereka berbagl menurut perfmbangan taglhan mereka maslng-masing.
sehingga hak bagian:
B adalah sebesar 12000716275 x Rp 5.700.000,00
= Rp 4J202.764.90
C adalah sebesar 4000/16275 xRp 5.700.000.00
= Rp 1.400.921,60
E adalah sebesar 250/16275 x Rp 5.700.000,00
. = Hp . 87.557.60
F adalah sebesar 25/16275 x Rp 5.700.000,00
* Rp 8.755,76
Sehingga secara keseturuhan:
B menerima Rp 4.202.764,90
C menerima „ Rp 1.400.921,60
D menerima Rp 50.000,00
E menerima Rp 250.000 + Rp 87.557,60 =Rp 337.557,60
F menerima Rp 25.000 + Rp 8.755,76 = Rp 33.755,76,
G menerima Rp 500.000,00

12 Hukum.Jaminan, Hak-hak Jaminan (jtebanrkuut-


HujaimJ*m|nan,

H. HAK JAMINAN DAN HUKUM ACARA PERDATA


Setetah apa yang dlbicarakan di depan, maka kita sekarang tahu, bahwa
masalah hak istJmewa/priveiege bemubungan erat dengan masalah ekse-
kusi dan karena hukum yang mengatur tentang eksekusi dlmuat daiam
Hukum Acara Perdata, maka dapat kita katakan, bahwa hak istimewa/
privelege berkaitan erat dengan Hukum Acara Perdata. Maiahan lebih dari
itu dapat kita katakan, bahwa masalah hukum jaminan berkaitan dengan
Hukum Acara Perdata.

Pasal 1131 K.U.H.Perdata mengatakan, bahwa semua harta milik sese-


orang menjadi jaminan atas hutang-hutangnya, yang berartj, bahwa hutan
menindih setiap bagian dari kekayaan debitur. Dengan demikian pada
asasnya kreditur dapat mengambil pelunasan dari setiap bagian kekaya-
an debitur.

Terhadap asas tersebut ada perkecualian-perkecualianriya, balk dalam


H.I.R., Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (Reglement op de
Rechtsverdering) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri.

Pasal 197 ayat (1) H.I.R. mengharaskan penyitaan mulai dengan barang-
barang bergerak dulu.
Pasal 197 ayat {8) H.I.R. menentukan, penyitaan tidak boleh meliputi
hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh berguna bagi yang disita
untuk menjalankan mata pencahariannya.

Pasal 200 ayat (7) H.I.R. menetapkan, eksekusi harus ditakukan menurut
urut-urutan yang dltentukan.
Pasal 451, Pasal 452, Pasal 749 Rv. menetapkan dengan terpertnci apa
saja yangtidakboieh disita.

Pasal 496 Rv. menetapkan, bahwa kreditur tidak boleh mulai melaksana-
kan eksekusi dengan barang-barang tetap yang tidak dihipoflkkan ke-
padanya lebih dulu. Sehubungan dengan telah diundangkannya Undang-
Undang Hak Tanggungan dan hak tanggungan merupakan penggantj
lembaga jaminan hipotik untuk persil (tanah dan segala sesuatu yang ber-
Hukum Jwnlnan, Hak-hak Jaminan ICsbtnckum
Hukum Jaminan

kaitaftsangan tanah), maka mesfinya ketentuan pasal tersebut juga ber-


iaku untuk haktanggungan.

Kreditur harus mulai dengan eksekusi persil yang memjkul beban hipotik/
haktanggugan let* oahuai, Isaru kalau tidak mencukupi untuk melunasi
taghannya,ia boteh menjual barang tetap yang lain.

Pasal 21 Kepailitan menentukan barang-barang apa saja yang berada di


luar kepailitan.

Pasal 1200 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatakan, pihak-


ketiga bezitter dapat meiawan penjualan benda itu, jika ia dapat me-
nunjukkan, bahwa di dalam penguasaan debitur asal masih ada benda
tidak bergerak yang turut diperikatkan pada hutang yang sama dan cukup
untuk melunasi hutangnya.

Kalau Pasal 496 Rv. menentukan pemegang-hipotik (sekarang mestinya


juga pemegang hak tanggungan) harus mulai eksekusiriya dengan persil
debitur yang dihipotikkan (atau yang dibebani hak tanggungan) iebih
dahulu, bukan tidak ada pengaruhnya terhadap kesempatan mengambil
pelunasan bagi para kreditur yang diistimewakan. Masalah ini penting,
karena bukankah hak tagihan diistimewakan diberikan dengan maksud
agar lebihterjaminpelunasannya?

Canton:
Debitur punya 2 (dua) persil. yaitu X dan Y. Persil X dijaminkan
dengan hak tanggungan pada B. Seorang tukang A, mempunyai
tagihan atas garapan yang telah dtkerjakan pada bangunan di atas
persa X tersebut.
Seandainya 8 mulai dengan eksekusinya pada Y, maka kemung-
kinan bagi A untuk mendapatkan pelunasan atas piutangnya ber-
dasarkan hak Istimewa atas persil X lebih besar daripada kalau B
mulai dengan eksekusi pada persil X, sebab atas hasil penjual-
an persa Y, si A hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren.

84 Hokum Jaminan, Hak-hak J#mMan Kato«wtaan


HujaanJsn^MB

Demikian puia ketentuan Pesal 1200 Kitab Undeng-ilndang Hukum


Perdata bisa membawa pengaruh, baik menguntungkan maupun merug>
kan bagi pemegang hak istimewa. *
A meminjam uang pada B dengan jaminan hak tanggungan atas 2
(dua) persil, masing-masfng persil X, yang dlhuni sendiri dan persil
Y, yang disewakan kepada C. Tukang P mempunyai tagihan atas
dasar garapan terhadap rumah di atas persil X, sedangkan peng-
usaha material Q mempunyai tagihan atas garapan perbaikan
rumah di atas persil Y. Kedua tagihan tersebut merupakan piutang
yang diistimewakan.
Keharusan B untuk mulai dengan eksekusi pada persil X, bisa meng-
untungkan hak istimewa Q dan bisa merugtkan P. Dikatakan "bisa*.
karena memang beium tentu benaV-benar menguntungkan atau merug>
kan. Kesemuanya bergarrtuhg dari berapa taglhan B dan berapa has!
penjualan persit X dan Y.

Telah dikatakan di depan. bahwa masalah hak jaminan sebenarnya ber-


kaitan dengan masalah eksekusi. Karenanya periu dipertanyakan: kapan
penjualan dikatakan penjualan sukarela dan kapan penjualan karena ter-
paksa (eksekusi). Suatu penjualan dikatakan rrwrupakan penjualan suka-
rela, kalau inisiatit penjualan datang dari pernillk/perrtberi. jaminan dan
penjualan adalah terpaksa, kalau inisiatif penjualan datang dari kreditur/
para kreditur pemegang jaminan; dengan perkataan lain penjualan atas
dasar suatu eksekusi.

Iftasalahnya:
Kafau pemegang hipotik menjual persil tanggungannya atas dasar
Pasal 1178 ayat (2) K.U.H.Perdata, apakah di sini ada penjualan
sukarela atau terpaksa? Kepastian ini penting berhubung dengan
adanya Pasal 1210 ayat (1) K.U.H.Perdata.
Kalau kita ikuti pendapat Teori Mandaat, maka pemegang hipotik menjual
berdasarkan kuasa dari pemsik/pemberi hipotik. 01 sini pemegang-hipotik
hanya merupakan lasthebber (penerima perintah) dari pemtHk/pemberl-

Hufcum Jwnkum, HaMiek J*mln»nKeb«i>daan


tfattum Jaminan
hipotik saja. Kestmpulahriya penjualan ax Pasal 1T78 ayat (2) K.U.H.
Perdata adalah penjualan sukarela.

Sedangkan kalau kita ikutj pendapat doctrine ~ Teori Eksekusi Yang


Disederhanakan - maka pemegang hipotik menjual berdasarkan haknya
sendiri dan penjualan tersebut tidak b&rgantuhg dari kehendak pemilik/
pemberi-hfpotik, bahkan biasanya bertentahgan dengan kehendaknya.
Kita dapat bayangkan, bahwa sekalipun pemberi-hipotik dan keluarganya
menangisl penjualan kapal milik mereka, kreditur belum tentu (bahkan
lebih besar kemungkinan tidak) mengubah pendiriannya untuk melelang
benda jaminan tersebut.

Jadi, di sini ada penjualan karena terpaksa.


Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, karena parate eksekusi diberi-
kan ex lege (Pasai 6), makatidakada masalah lagi, apakah parate ekse-
kusi didasarkan atas kuasa atau merupakan pelaksanaan haknya sendiri.
Sekarang pelaksnaan hak parate eksekuisi adalah pelaksanaan hak
kreditur sendiri berdadsarkan undang-undang ^ 102

Dengan demikian kita lihat, bahwa ketentuan-ketentuan di dalam H.I.R.,


Rv dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang lain bisa mernpengar
ruhi kesempatan untuk mengambil pelunasan bagi seorang kreditur
dengan hak tagihan yang diistimewakan.

102) J. Satrlo, Hak tanggungan, Buku I, hal. 219.

86 Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan


BAB II
GADAI

A, TINJAUAN UMUM
Ketentuan-ketentuan tentang gadai di dalam K.U.H.Perdata, dengan
sedikit perubanan antara lain melaiui S.1875 - 258.S.1917-497, S.1938-
276, merupakan ketentuan yang sudah berumur lebih dari 100 (seratus)
tahun. Kemajuan-kemajuen dalam masyarakat telah menimbulkan ke-
butuhan-kebutuhan baru, yang semuta belumterpikirkanoleh pembentuk
undang-undang. Maiahan, ada "ketentuan-ketentuan umum yang semula
memang dlmaksudkan untuk beriaku terhadap semua macam penjamlnan
gadai, tetapi dalam pelaksanaannya menghadapi kesulrtan, karena pada
waktu pembuat undang-undang menGiptakan ketentuan tentang gadai
ada kalanyaia hanya teringat kepada gadai benda berwujud saja . Dan
103

sebagai upaya agar ketentuan yang ada biaa dilaksanakan eeeuaJ dengan
keadaan nyata yang ada dan untuk memenuhi tumutan .l<eMituhan yang
baru tersebut, kita sering kali harus memberikan penatsiran baru kepada
ketentuan yang ada.

Padadasamya gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan. Memang


suatu hutang/kredit diberikan terutama atas dasar integritas/kepribadian
debitur, kepribadian yang menimbulkan rasa parcaya daiam dirt kreditur,
bahwa debitur akan memenuhi kewajiban pelunasannya dengan baik.
Yang demikian itu sesuai dengan asal kata kredit (credere), yangiidaklain
berarti kepercayaan. Akan tetapi, di samping itu, tidak dapat diabaikan
keadaan kekayaan debitur pada saat memlnjam, yang seiaht turut diper-

103) Pftto. hal. 425.

Hukum Jamman, Hak4nk Jaminan Kabendaan


flsfljl

httungkan oleh kreditur. Dalam hal demikian, maka kreditur -- setiap


kreditur ~ dapat berharap akan adanya jaminan undang-undang seperti
yang diberikan oleh Pasal 1131 K.U.H.Perdata, yaitu mendapat jaminan,
bahwa piutangnya dijamin dengan seluruh harta milik si debitur. Jaminan
yang demiWan itu diberikan oleh .undang-undang - jadi demi hukum,
tanpa orang periu memperjanjikannya - kepada (setiap) kreditur dan
karenanya disebut jaminan umum.

Namun, tsbakan/dugaan orang tentang kejujuran orang lain bisa meleset


dan menllai kajuiuran orang lain paling tepat adalah pada saat orang yang
kita nilai sedang daiam keadaan sullt. Akan tetapi, justru pada saat sulit,
kita sudah harus siap terhadap kemungkinan meiesetnya perkiraan kita.
DI samping itu, keadaan orang yang wajib mengembalikan hutang
(debitur) bisa berubah di luar kenendak atau persetujuan dari kreditur,
seperti dalam hal debitur meninggal dunia, yang berakibat berailhnya hak
dan kewajiban si debitur (sebagai pewaris) - demi hukum atas dasar hak
saisine - kepada para ahli warisnya.

Untuk lebih meyakinkan kreditur dan untuk mengatasi kemungkinan


munculnya hal-hai sebagaimana tersebut di atas, maka para kreditur ada-
kalanya rnenghendakj adanya jaminan khusus yang lain. D* samping, rtu,
jaminan Pasai 1131 diberikan kepada setiap kreditur, sehingga kreditur
dalam mengambil pelunasan soring kaJ harus bersaing dengan sesama
kreditur yang lain (Pasal 1132 K.U.H.Perdata) dan karenanya mereka
disebut kreditur konkuren.

Apalagt sutH bagi kita untuk menllai keadaan kekayaan seseorang dan
karenanya sullt untuk menllai berapa besar kemungkinan akan kembali-
nya piutang seseorang. Kalaupun suatu ketika tampaknya keadaan ke-
uangan seseorang balk, belum menjadi jaminan, bahwananti, pada saat
jatuh tempo untuk mengembalikan pinjaman, keadaan keuangannya
masih tetap sebaik seperti perkiraan kita semula. Dengan perkataan lain,
sullt bagi kita untuk mengukur kelayakan kredit seseorang (crediet-
waardlgheid).

as Hukum Jaminan, Hak-hak Jstnuwvi IKeftehdaan


Gadai
| Karena itu, orang mencari sarana agar;
- ada jamman yang lebih balk atas piutangnya dan
|* - ada sarana yang lebih mudah untuk mengambil pelunasan dalam
haJ debitur wanprestatie.
dah satu sarana seperti itu adalah Gadai.

B. PERUMUSAN GADAI
IJndartg-undang dalam Pasal 1150 memberikan perumusan Gadai
sebagai berikut;
Gadai adalah suatu hak yang diperoieh seorang berpiutang atas
suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang
berhutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan
kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil peiunasan dari
barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang
lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut
dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, se-
tetah barang itu digadatkan, biaya-biaya mana harus didahulu-
kan .
104

Perumusan undang-undang seperti tersebut di atas sedapat-dapatnya


'akan kita pakai sebagai patokan untuk pembicaraan kita lebih ianjut.

Kata. "gadai" daiam undang-undang digunakan dalam. 2 (dua) arti,. per-


tama-tama untuk menunjuk kepada pendanya (benda gadai. vide Pasal
1152 K.U.H.Perdata), kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, seperti
pada Pasal 1160 K.U.H.Perdata).

C. PARA PIHAK DALAM GADAI


Dari perumusan Pasal 1150 kita tahu, bahwa para pihak yang terlibat
dalam.perjanjian gadai ada 2 (dua), yaitu pihak yang memberikan jaminan

104) Perumusan gadai yang diberikan oleh para sarjana pada umumnya kumng lebih
sama; vide PWo, hal. 423. Veegens-Oppanheim, ha). 222; Vollmar, hal. 335.

Hukum Jaminan, Hakthak Jaminan Kebendaan 89


Otaat
gadai, disebut pemberi-gadai, sedangkan pihak lain -- kreditur - yang
menerima jaminan, disebut penerima-gadai- Karena jaminan tersebut -
umumnya •- dipegang oteh kreditur, maka ia disebut juga kreditur-peme-
gang-gadai. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan, bahwa - atas perse-
tujuan para pihak - benda gadai dipegang oteh pihak-ketiga (Pasal 1152
ayat (1) K.U.H.Perdata). Kaiau barang gadai dipegang oleh pihak-ketiga.
maka pihak-ketiga tersebut disebut pihak-ketiga pemegang-gadai.

Pasal 1166 K.U.H.Perdata berbicara tentang si berhutang atau "si


bamberi-gadal", yang berarti, bahwa orang dapat menggadaikan barang-
nya untuk menjamin hutang orang lain, atau dibalik, orang dapat mem-
punyai hutang dengan jaminan gadai barangnya orang lain. Kalau debitur
sendiri yang memberikan jaminan, maka ia disebut debitur pemberi-gadai,
sedang kalau benda jaminan adalah rralik dan diberikan oleh pihak-ketiga,
maka di sana ada pihak-ketiga pemberi-gadai.

Periu dibedakan antara pihak ketiga yang memberikan gadai atas nama
debitur (Pasal 1150) - daiam hal demikian pemberi-gadaihya tetap debitur
sendiri -- dan dalam hal pihak-ketiga memberikan Jaminan gadai atas
namanya sendiri, dalam hai mana ada pihak-ketiga pemberi-gadai (Pasai
1154, Pasal 1156 KU.H.Perdata).

Adanya pihak-ketiga sebagai pemberi-gadai dapat juga muncul karena


adanya pembelian benda gadai oleh pihak-ketiga . Pihak-ketiga yang
106

memberikan jaminan disebut pihak-ketiga pemberi-gadai. la termasuk


orang yang, untuk orang lain, bertanggung jawab (mempunyai haftung)
atas suatu hutang (orang lain), tetapi tanggung jawabnya hanya terbatas
sebesar benda-gadai yang ia berikan, sedang untuk setebihrrya menjadi

105) Hal Itu berarti. bahwa pemberifladal tktak kehRangari kewenarigattfiya untuk
menjual benda gadai dan maiahan adanya benda gadai dl tangan kreditur edak
menjadi halangan untuk penyerahannya (levering) agar benda gadai berpindah
pemilik, vide pertfmbangan Kpts, H.R. 1 Novernber 1929. NJ. 1929, 1745
sebagaimaradimuat dalam Hoetink, hal. 95, di mana dikatakan, bah wait'
sita 1 ami nan (consarvatoir beslag) yang diletakkan terhadap barang yang ada
pada pemegang-gadai atas kerugian van Schock tidak mengurangi pengalihan
(dtoperkannya) saham-safiam, aekalipun pengaShan itu - seperti yang juga
dlperbatikan oleh Hof - tidak mengurangi hak-hak penylta' (tefjemahan pen:).

90 Hukum Jamfnan, Hak-hak Jamfnan Kebendaan


tanggungan <tebrturseno1r^ tidak mernpiiriyai
hutang/schuld, karenanya ia bukan debitur; kreditur tidak mempunyaf fiak
tagih kepadanya, tetapi ia mempunyai tanggung jawab yuridis dengan
benda gadainya (haftung).

©adai di rumah gadai (Jawatan Pegadajan/Daenfhuis) mempunyai sifat/crri


yang berbeda. Pihak pegadaian dapat rhenanggung kerugian pada waktu
eksekusi, yang berarti bahwa tanggung jawab deb'rtur di sane hanyatah
sebesar barang-gadalnya saja. Debitur tidak; dapat dipaksa untuk rnem-
eayar jumlah yang disebut dalam surat hutang, tetapi la berhak untuk
menebusnya. Harta benda debitur yang lain tidak dapat diambil untuk
pelunasan hutang gadai dl rumah gadai ; 108

D. HAK GADAI ATAS BARANG BERGERAK


Benda yang dijadlkan jaminan-gadat harus benda bergerak (Pasai 1150
jo 1152 K.U.H. Perdata).

Pembagian lembaga jaminan menjadi Qadai dan Hipotik merupakan


konsekuensi lebih tanjut daripada pembagian benda- menurut K.U.H.
Perdata menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu benda bergerak dan
benda tidak bergerak/tetap. Untuk mastng-masing kelompok benda ter-
sebut, K.U.H.Perdata telah memberikan lembaga jaminannya sendiri-
sendirt, yaitu, untuk barang bergerak gadai, sedangkan untuk benda tetap
hipotik. Dalam Pasal 1167 K.U.H.Perdata dengan tegas dikatakan, bahwa
barang-barang bergerak tidak dapat dihipotikkan.

Konsekuensi pembagian benda seperti tersebut di atas di kemudian hari


tidak diikuti secara konsekuen, karena kita pernah mengenal lembaga
jaminan benda bergerak yang disebut oogstverband dan untuk benda
tetap yang disebut credietverband. Bahkan, sekarang kita mengenal

106) P. Schotten, hal. 393; v.Oven. hal. 65: Peraturan Rumah Gadai ada dalam S. 1903
- 402 jb S. 1928 - 64 jo S. 1928 - 28; juga v.d.Poll dalam 'Hak-fiak Jaininan,
-

dalam Compendium Hukum Belanda. hai. 86; menurut Moor Azfe Said dalam
•Qadai di kotamadya Surabaya*' hal. 10, anggaran dasar Pegadaian <#ator>dalara
S. 1928-B1.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 91


Qadai
lembaga iaminan untuk persil berupa hak tanggungan dan fidusia untuk
benda bergerak.

Dengan adanya penyebutari secara khusus dan berturut-turut daiam


Pasal 1152 ayat (1) K.U.H.Perdata tentang: "Hak gadai atas benda-benda
bergerak dan atas piutang-piutang atas bawa/tunjuk", kita dapat me-
nyfmpulkan, bahwa gadai dapat diletakkan, baik atas barang-barang be>
gerak bertubuh (berwujud) maupun yangtidakbertubuh . Juga di dalam
107

Pasal 1168, Pasal 1152 bis, dan Pasal 1153 K.U.H.Perdata dibicarakan
tentang menggadaJkan suatu tagihan.

Akan tetapi, mengenai apakah peraturan umum tentang gadai semuanya


beriaku untuk gadai atas barang-barang bergerak tidak bertubuh, para
sarjana berpendapat, bahwa mengenai hal itu harus dilihat dulu, apakah
peraturan tersebut, kalau dtterapkart, tidak akan menimbulkan kejanggaj-
an dan akibat-akibat yang merugikan. Hal itu disebabkan, sebagaimana
telah dikemukakan di depan, pembuat undang-undang pada waktu mem-
buat peraturan-peraturan tentang gadai, rupa-rupanya tidak seialu tehngat
kepada gadai atas hak tagihan. Jadi, sekaJipun undang-undang sendiri
tidak secara tegas mengatakan, bahwa peraturan tentang gadai barang-
barang bergerak tidak bertubuh menyimpang dari peraturan gadai yang
umum, tetapi para sarjana umumnya berpendapat, bahwa peraturan
umum tertentu tentang gadai harus ditafsirkan sebagai tidak beriaku atas
gadai hak-hak tagihan , sebab kalautidak,kita akan berjumpa dengan
106

konsekuensi-konsekuensi yangtidakmasuk akal. Nanti di beiakang akan


dibicarakan lebih fanjut.

107) Dari perumusan Pasal 499 K.U.H.Perdata orang menyimpulkan, bahwa K.U.H.
Perdatei membedakan "benda" dari "barang", dan 'barang* adalah sebagian dari
•benda", yaitu yang berwujud saia.
Akan tetapi, pembuat undang-undang sendiri rupenya tidak bermaksud demikian
dan karenanya pada pasal-pasat berikutnya ia tidak konsekuen,
108) Veegena-Oppenheim. hal. 222, menganjurkan agar diadakan peraturan terpisah
mengenai gadai atas hak-hak tagihan; Pltk). hal. 42S.

92 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Sadat
E. BENDA GADAI DISERAHKAN
Mate gadai cHietekkan dengan membawa benda-gadai di bawah kekuasa-
an kreditur atau di bawah kekuasaan pihak-ketiga. Yang demikian itu kita
tafeirkan dari Pasal 1150 dan PasaJ 11S2 K.U.H.Perdata.

Perjanjian hutang piutangnya sendiri -- pada umumnya gadai memang di-


kaitkan dengan perjanjian hutang piutang - sudah terjadi dengan perse-
tujuan para pihak dan cfiserahkannya uang pirijaman - perjanjian itu me-
rupakan perjanjian pokok yang dapat berdiri sendiri tidak bergantung dari
perjanjian accessoirnya - tetapi untuk timbulnya hak gadai, barang-gadai
harus telah diserahkan ke dalam kekuasaan kreditur (atau pihak-ketiga}
atau disebut inbezitstelling (bersifat nil).

Penyerahan (dalam gadai) barang-barang bergerak bertubuh atau barang


bergerak tidak bertubuh yang berupa tagihan atas tanjuk ditekukan
dengan cara penyerahan nyata (Pasal 1150 jo Pasai 1153 K.U.H.Perdata),
sedang untuk benda-benda tidak bertubuh yang berupa tagihan atas
order, dilakukan dengan endossement disertai penyerahan nyata (Pasal
1152 bis K.U.H.Perdata). Penyerahan/levering di sini bukan merupakan
penyerahan yuridis - bukan penyerahan yang mengakibatkan si penerima
menjadi pemilik - dan karenanya pemegang-gadai dengan penyerahan
tersebut tetap hanya berkedudukan sebagai pemegang saja, tidak akan
pemah - berdasarkan penyerahan seperti itu saja - menjadi bezrtter
daiam arti bezit keperdataan (burgelijk bezit). Ituiah sebabnya bezit ter-
sebut disebut: pandbezit

Maksud ketentuan tersebut adalah, bahwa benda gadai tersebut harus


dikefuarkan dari kekuasaan si pemberi-gadai.

Memperjanjlkan suatu jaminan kebendaan - seperti mernperjanjikan


gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia - pada intmya adaiah me-
tepas sebagian dari kekuasaan seorang pemilik (i.e. pemberi-gadai) atas

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebendaan 98


22&L
barang-gadai - demi keamanan. kradjtuf - yaitM dertgan meneopot ke~
r

kuasaannya untuk menyerahkan/mengoperkan benda riu . Salah satu


toS

caranya - kalau bendanya benda. bergerak tidak atas nama -adalah


dengan mengeluarkan benda tersebut dari kekuasaan pemilikrperriberi-
gadai. Hal ini berkaitan erat dengan asas PasaJ 1977 ayat (1) K.U.H.
Perdata dan tujuan gadai sebagai jaminan hutang. Berdasarkan Pasal
1977 ayat (1), pihak-ketiga dengan itfkao* baik bofeh merkjanggap, bahwa
bezitter suatu barang bergerak tidak atas nama adatafi jaemltik benda ter^
sebut dan kalau fa mengoper dartpadanya diliridungi oleh 'hukum',' dalam
arti hak miliknya piridah kepadanya. Dengan demikian, kalau debitur tetap
diperbolehkan memegang benda gadainya, maka ia dengan mudah'dapat
mengoperkan benda gadainya kepada prang lain, dari pihak ketiga yang
beritikad baik dilindungi. Akibatnya tentu akan sangat merugikan kreditur
dan hilangnya sifat jaminan daripada gadai. Itulah sebabnya syarat
"dikeluarkan dari kekuasaan debitur" merupakan .syarat yang,sangat di-
pentingkan oleh undang-undang, bahkan gadai itu hapus kalau benda-
gadai, atas persetujuan penerima-gadai, kembali kepada ^mberi gadai
(Pasal 1152 ayat (2) K.U.H.perdata) . 110

Contoh:
- seorang debitur rnenggadaikan barang dengan menarurinya di
dalam sebuah gudang, yahg kuncinya dipegang oteh kreditur. Akan
tetapi, ternyata di samping kreditur, debitur pemberi-gadai pun

109} R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kradit Menurut Hukum. Indonesia,


27; v. Oven berpendapat, bahwa pembedaan kedudukan pemegang gadai atas
benda gadai sebagai pandbezitter dart bezitter perdata praktls tidak mempunyai
arti apa-apa, karena bezit menurut hukum terutama berarti suatu benttiK
pemyataan ke luar dari hak kebendaan, dan dalam hal demikian pandbezit adalah
sama dengan bezit dari pemilik. vide hal, 71.
110) Pada Rduala orang berangkat dari prinsip, bahwa hak atas benda bergerak tidak
atas nama yang diberikan sebagai jaminan telah beraBh dari pernberi-jarninan
kapada kreditur penerima-Fidusia. Kalau pemberl-FWusia yang tetap memegang
benda jaminan, mengallhkan benda tersebut kedalam pemillkari orang lain, maka
la dapat mengbadapl tuntutan pidana penggeiapan.

94 Hukum Jaminan, Hak-tuW Jamfnan K^ndaan


, . :

dengan laluasa dapat masuk ke dalam gudang tersebut Hof


Amsterdam menganggap di sip) tidak adagadai ', 11

- dalam suatu perjanjian gadai dltentukan, bahwa pemberi*gadai


menanjh (Muang-barang dagangannya^d^
pihak kreditur diberi Hak untuk mengatlhkan benda tersebut ke
dalam kekuasaan pthak-ketlga yang lain atau ke dalam kekuasaan-
nya sendiri. Di samping itu, kepada debitur diperjanjikan hak untuk
menjual barang-barang gadai tersebut dengan djsertai kewajiban
pada kreditur untuk memungkinkan (member! kesempafan) kepada
debitur untuk menyerahkan barang-barang tersebut kepada pem-
belinya. Pihak lawan yang bermaksud untuk meminta pembatalan
perjanjian gadai mengemukakan, bahwa dalam peristiwa seperti
tersebut di atas - di mana pemberi-gadai memperjanjikan tetap
boleh menjual barang gadai dan kreditur wajib untuk membantu
menyerahkan barahg tersebut kepada pembelinya - benda-gadai
masih tetap ada dalam kekuasaan pemberi-gadai, jadi gadai ter-
sebut batal.

Apakah adanya ketentuan yang terakhir berarti, bahwa debitur pemberi-


gadai tetap menguasai bendanya? Dan karenanya gadai menjadi batal?' •

HgH memutuskan tidak". Katanya: bahwa dengan diberlkannya wewe-


nang kepada debitur untuk menuntut barang-barang dari kreditur, untuk
diserahkan kepada pembelinya, justru dapat disimpulkan, bahwa barang-
barang tersebut ada di dalam kekuasaan kreditur . 112

Karena di sini prinsipnya, asaikan barang-gadai ditaruh di luar kekuasaan


pemberi-gadai, maka dimurtgkinkan oleh undang-undang untuk ditaruh-
nya benda jaminan dalam kekuasaan pihak-ketiga (Pasai. 1152 ayat (1)
K.U.H.Perdata) asal disetujui oleh kedua belah pihak, Pihak-ketiga
dengan demikian berkedudukan sebagai pemegang (houder) untuk

111) Hot Amsterdam 3 Fabruari 1926, W,11487, sebagalmana cflsfUr oleh Vollmar, hal.
3411 dart smi Kita bisa slmpulkan, bahwa gadai dengan penyerahan secara
constitutum posseesorium tidak mungkin.
112) HgH.1SJulM929.dalamT.132:161.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jam&ian Kebendaan


Qadai
kreditur, tetapi dengan kedudukan yang mandirt, artinya dia bukan fast-
hebber (kuasa) dari kreditur dan karenanyatidaktunduk kepada perintah-
perintah kreditur, tetapi ia berkewajiban agar maksud perjanjian gadai ter-
laksana sesuai dengan yang semestihya dan baru menyerahkan barang
tersebut untuk dteksekusi. kalau debitur sudah wanprestaSe . 113

Di dalam praktek perbankan adanya kewajiban untuk mengeluarkan


benda jaminan dari kekuasaan pemberi-gadai bisa menimbulkan masalah
mengenai tempat penyimpanan, khususnya untuk Bank-bank yang tidak
mempunyai gudang yang cukup luas. Langkah yang diambU oleh pihak
Bank untuk mengatasinya adatah dengan mengizinkan barang-barang
jaminan tetap berada di dalam gudang si pemberi-gadai, tetapi gudang
tersebut drtutup dengan sistem 2 (dua) kunci (gembok dobel), sehingga
gudang tersebut hanya dapat dibuka dengan 2 (dua) kunci bersama-
sama, di mana kunci yang 1' (satu) dipegang oteh pemberi jaminan,
sedang kunci yang lain dipegang oleh kred'rtur/pemegang-gadai - 114

Dalam hal pihak Batik menggunakan gudang pihak pemberi-gadai, maka


untuk menjamin ketangsungan pemakaian gudang tersebut, pihak Bank di
dalam perjanjian membuka kredit mencantumkan klausuia, bahwa:
- Peminjaman tempatfgudang tersebuttidakdapat dibatalkan secara
sepihak oleh penerima kredit selama segala kewajiban atas dasar
persetujuan membuka kredit ini belum diselesaikan.
- Kunci-kunci dari tempat yang dipinjamkan harus diserahkan
kepada Bank atau pihak lain yang ditunjuk oieh Bank.
- Bank berhak memmdahkan barang-barang yang bersangkutan ke
tempat lain dan atau menyerahkan kepada pihak lain yang di-
tunjuk oteh Bank dengan persetujuan dan atas biaya penerima
kradft"*

113) VoBmar, hal. 343.


114) D. Gandaprawira, dalam "Pengaturan Hukum tentang Gadai (PanaT daiam
Seminar Hukum Jaminan, tanggal 9 s.d. 11 Ofctober 1978 di Yogyakarta, B.P.N,
hal. 69.
115) Uhat model Pereetujuan Mernbuka Kredit modei P.K.1.

98 Hukum Jam Iran, Nak-tok Jaminan Kebendaan


f&esuWian mengenai masalah tempat penyimpanan barang diusahakan
onftik diatast juga dengan cara-cara yang lain, yaitu antara lain Bank
Jjnengadakan suatu kerja sama dengan pengusaha pergudangan, dengan
^Bnentukan agar nasabah Bank yang ingln mengambil kredit dengan
SBninan gadai diwajibkan untuk menyimpan barang dagangan (barang
pergerak) mereka di dalam gudang yang ditunjuk oleh bank yang ber-
pngkutan dan oleh pihak pengusaha gudang kemudian dikeluarkan
surat-surat bukti penyimpanan (opslag bewijzen, ceel, warehouse receipt,
Jtognossement). Surat ceel/warehouse receipt tersebut kemudian digadai-
fcan kepada Bank pemberi kredit . 116

Sari kedua contoh di atas kita juga dapat menyimpulkan, bahwa yang
disebut penyerahan nyata tidak periu harus merupakan penyerahan dari
tangan ketangan; yang penttng benda jaminan ke luar dari kekuasaan
pemberi jaminan. Traditip brevi manu tidak menjadi halangan, asal barang
gadai sebalumnya sudah ada dalam tangan pemegang gadai atas dasar
hubungan hukum yang lain.

Undang-undang tidak melarang adanya 1 (satu) benda jaminan untuk


lebih dari 1 (satu) piutang dengan lebih: dari 1 (satu) orang kreditur.
Dengan demikian, berarti bahwa pemberi-gadai dapat menggadaikan fagi
benda jaminannya. Yang demikian itu disimpulkan dart dimungkinkarmya
benda jaminan ditaruh pada seorang pihak-ketiga.

Kemungkinan seperti tersebut di atas bisa terjadi, karena adanya 2 (dua)


tagihan pada 2 (dua) orang kreditur yang timbul pada saat yang sama dan
dJjamin dengan 1 (satu) benda gadai yang sama atau adanya 2 (dua)
tagihan pada 2 (dua) orang kreditur yang beriainan yang timbul secara

116) Vide Persetujuan Kerjasama antera Superintending Company of Indonesia Ltd


dan Banak Bum) Days. Pasai 2 sub 2: Pihak kedua (B.B.D.) mempsrtirr&ankan
Surat Bukti Penyimpanan Barang (Warehouse receipt) yang dttarbifltan oleh pihak
pertama kepada iangganannya sebagai salah satu dasar psmberian kredit; Pasal
S: Sural bukti penfrr&unarvwarehouse receipt yang dikeluarkan pihak pertama
bersifat negotiable/dapat dtperdagangkan bagi pihak kedua c.q. pemHik barang
untuk digunkan sebagai jaminan dalam hubungan kredit kedua Mengenai
kemungkinan penggadatan ceel atau cognossement juga diakuf ok* v. Oven, hal.
71.

Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kabendaan 97


Qadai
berturut-turut, tetapi dijamin dengan gadai benda yang sama. Adanya
benda jaminan di tangan saiah seorang kawan-kredftur, bagi kawan kredi-
tur yang lain sudah dipenuhi syarat "ada di tangan pihak-ketiga", karena
kawan-kreditur yang 1 (satu) bagi yang lain merupakan pihak-ketiga" . 7

Dalam hal piutangnya terjadi berturut-turut, maka cara metetakkan gadai


cukup dengan pemberitahuan kepada pemegang-gadai pertama (atau
yang iebih dahulu menjadi pemegang-gadai) tentang adanya pemberian
gadai lagi . Adanya kemungkinan seperti itu juga didassrkan atas cirl
118

gadai sebagai hak kebendaan, sehingga adanya gadai yang kedua pada
asasnya tidak mslemahkan kedudukan pemegang-gadai yang pertama.

Kedudukan antara para pemegang-gadai (intern pemegang gadai), dalam


hal mereka sama-sama pada saat yang sama mempunyai tagihan yang
dijamin dengan benda gadai yang sama, adalah sebagai kreditur kon-
kuren (Pasal 1136 K.U.H,Perdata), sedangkan dalam hal pemberian gadai
dilakukan secara berturut-turut, untuk hutang-hutang yang adanya juga
berurutan, maka pemegang-gadai pertama mempunyai hak yang lebih
tinggi. Hal itu sesuai dengan prihsip hak gadai sebagai hak kebendaan,
yaitu hak kebendaan yang lahlr iebih dahulu mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi.

Tanpa pemegang-gadai yang pertama, eksekusi tidak dapat dilaksanakan.


Dialah yang melaksanakan penjualan dan sesudah mengambil pelunas-
an, diberikanlah sisanya kepada pemegang gadai yang berikutnya dan
demikian selanjutnya.

Masalah tersebut di atas jangan dlkacaukan dengan masalah, apakah


pemegang-gadai berhak untuk menggadaikan lagi benda gadai? Tentang
hal in) akan kita bicarakan di belakang nanti pada waktu kita berbicara
tentang kewenangan menjaminkan.

117] Kleyn, "iktisar Hukum Belanda" dalam Compendium Hukum Belanda, hal. 45.
118) Vollmar, hal. 343.

n Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Xebendaan


Qadai

R HAK GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN


Pasal 1152 Ayat (3) K.U.H.Perdata
Gadai merupakan suatu hak kebendaan atas barang bergerak rriitik orang
Iain, (nl merupakan suatu cm yang disimpulkan dari Pasal 1152 ayat (3).
Undang-undang sendiri tidak secara togas menyatakan demikian, tetapi
dalam Pasal 1152 ayat (3) dikatakan. bahwa kalau barang-gadai hitang
atau dicuri dari pemegang-gadai. maka ia berhak menuhtutnya kembali
dari pihak-ketiga. Yang demikian itu berarti, bahwa pemegang-gadai mem-
punyai droit de suite; hak gadai mengikutj bendanya dl tangan siapapun
benda-gadai berada. Hak menuntut kembali si pemegang-gadai adalah
serupa/mirip dengan hak revindicatle dari seorang pemilik.

Selanjutnya, Pasal 1154 ayat (3) K.U.H.Perdata menyatakan:"... sebagai-


mana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat (2) yang berarti, bahwa
pemegang-gadai harus mengakui hak pemilik baru yang mendapatkan
benda-gadai dengan itikad baik/te goeder trouw (Pasal 562 K.U.H.
Perdata). Dalam waktu 3 (tiga) tahun pemegang-gadai tetap berhak untuk
menuntut kembali barang-gadai dari tangan orang yang memegangnya,
tetapi ia diwajibkan untuk membayar harga pembelian yang dibayarkan
olel)'pemilik baru untuk mendapatkan barang tersebut, kalau ia mehdapat-
kannya dari pasar tahunan, atau pasar lain, dari lelangan atau pedagang
yang memang biasa memperdagangkan barang seperti itu.

Namun, kita periu waspada, bahwa pada prinsipnya kita tidak mengenal
gadai atas benda penggantian, seperti kalau misalnya benda-gadai hilang
atau dicuri dan pemberi-gadai mendapat ganti rugi dari perusahaan asu-
ransi atau pihak-ketiga yang lain (misalnya atas dasar tuntutan bnrecht-
matige daad). Dalam gadai surat-surat berharga ada perkecualian, di
mana pada umumnya kreditur memperjanjtkan untuk dapat mengembali-
kan benda gadai yang sejenis dengan nomor seri yang lain. Masalah ini
akan dibicarakan lebih lanjut di belakang" . •
9

119) v.d. Poll, "Hak-hak Jaminan' dalam Compendium Hukum Belanda. hal. 80.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 99


Qadai
SekaJipun dikatakan, bahwa hak gadai merupakan hak kebendaan, tetapi
hak kebendaan di sini berbeda dengan hak kebendaan seperti hak milik,
hak opstal, hak erfpacht dan yang tain* yang merupakan hak-hak yang
bersjfat memberikan kenlkmatan kepada yang mempunyainya (genots-
rechten). Di sini hak kebendaan - gadai - merupakan hak jaminan, hak
kebendaan jaminan (zakelijke zekerheidsrechten). Dan seperti disebutkan
di atas, merupakan suatu hak kebendaan jaminan yang dikaitkan
(accessoir) pada hak pribadi.

G. GADAI DIPERJANJIKAN
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, gadai terjadi dengan memper-
janjikannya. Lain halnya dengan hak istimewa (privelege) yang adanya
otomatis, dltentukan oieh undang-undang. Hal itu berarti, bahwa perse-
tujuan pemberian gadai ~ agar sah - harus memenuhi syarat-syarat sah-
nye suatu perjanjian (Pasal t320 K.U.H.Perdata).

Dalam Pasal 1151 K.U.H.Perdata dikatakan, bahwa perjanjian gadai


dapat dibuktjkan dengan segala alat bukti yang diparbolehkan bagi perse-
tujuan pokoknya. Karena persetujuan pokoknya bisa berupa perjanjian
obfigatoir yang mana pun - tetapi umumnya berupa perjanjian hutang-
piutang ~ dan prinsipnya perjanjian obBgatoir bentuknya adalah bebas -
bisa lisan, bisa tertulis, baik otentik maupun di bawah tangan - maka
perjanjian gadai juga tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu.

H. PERJANJIAN GADAI SEBAGAI PERJANJIAN


ACCESSOIR
Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas
suatu kewaHban prestasi tertentu, yang pada umumnya - tidak selalu -
merupakan perjanjian hutang piutang - dan karenanya dikatakan, bahwa
perjanjian gadai mengabdi kepada perjanjian pokoknya atau dikatakan.
bahwa ia merupakan perjanjian yang bersrfat accessoir.

Pada prinsipnya gadai dapat dipakai untuk menjamin setiap kewajiban


prestasi tertentu.
100 Hukum Jsounart, Hak-hak Jaminan Kabendaan
Qadai
Perjanjian accessoir mempunyai ciri-oiri antara fain:
tidak dapat befdiri sendiri,
- adanya/timbulnya maupun hapusnya bergantung pada perikatan
pokoknya,
- apabila perikatan pokoknya diaiihkan, accessoir turut berafih.
Konsekuensi perjanjian gadai sebagai perjanjian accessoir aoalah:
bahwa sekalipun perjanjian gadainya sendiri mungkin batal karena
melanggar ketentuan gadai yang berslfat memaksa' , tetapi per-
20

janjian pokoknya sendiri -- biasanya berupa perjanjian hutang


piutang/kredit - tetap beriaku, kalau la dlbuat secara sah. Hanya
saja tagihan-tersebut - kalau tidak ada dasar preferensi yang lain
- sekarang berkedudukan sebagai tagihan konkuren belaka.
hak gadaihya sendiri tidak dapat dlpkidahkan tanpa turut sertanya
(turut bensindahnya) perikatan pokoknya, tetapi sebaliknya peng-
operan perikatan pokok meliputi puia semua accessoirnya, dalam
marta termasuk'- kalau ada ~ hak gadainya. Yang demikian sesuai
dengan ketentuan Pasal 1533 K.U.H.Perdata.

f. YANG BERHAK MENGGADAIKAN


Pasal 1152 Ayat (4) K.U.H.Perdata
Menggadaikah termasuk dalam kelompok tindakan pemilikan (tindakan
beschfkking) dan tindakan pemilikan merupakan tindakan hukum yang
membawa atau dapat membawa konsekuensi yang sangat besar. Karena-
nya tidaklah heran kalau untuk dapat menggadaJkan, dfsyaratkan adanya
kewenangan bertindak - kewenangan khusus, tidak cukup kecakapan
beftindak saja ~ pada orang yang bersangkutan.

120) MA. 26-11-1975 No. 883 K/Sip/1974, dtrfiuat dalam R.Y.M.A.RJ. II Hukum Perdata
dan Acara Perdata. hal. 48.

Hukum Jaminan, HaMtaft Jaminan Kabendaan 101


Qadai
Kata-kata "tidak adanya kewenangan bertindak si pemberi-gadai tidaklah
dapat dlpertanggungjawabkari kepada si penerima-gadai" dalam Pasal
1152 ayat (4) menunjukkan begltu. Dari kata-kata tersebut dapat disimpul-
kan, bahwa pada asasnya untuk tindakan menggadaikan dlsyaratkan ada-
nya kewenangan bertindak pada yang bersangkutan. Bila tidak ada keten-
tuan Pasal 1152 ayat (4), maka pada asasnya perjanjian gadai yang di-
buat oleh orang yang tidak wenang untuk bertindak, akan mengakibatkan
adanya perjanjian yang bersangkutan cacat, dengan kemungkinan
datangnya tuntutan pembatalan (Pasal 1320 jo Pasal 1331 K.U.H.
Perdata) . Tetapi Pasal 1152 ayat (4) justru dengan tegas membuat per-
121

kecualian atas prinsip tersebut. Ketidakwenangan pemberi-gadai tidak


dapat dimajukan kepada penerima-gadai. Apa yang dikemukakan dalam
Pasal 1154 ayat (4) sebenarnya selaras dengan Pasal 1977 ayat (1)
K.U.H. Perdata, di mana dikatakan ~ secara lebih umum ~ bahwa pihak-
ketiga yang dengan itikad baik menerima suatu benda bergerak tidak atas
nama dari seorang bezitter, dilindungi oleh hukum. Artinya, pihak-ketiga
boleh beranggapan, bahwa orang yang memegang benda bergerak tidak
berriama adalah pemilik benda tersebut, dehgan konsekuenslnya meng-
anggap sebagai orang yang memang wenang untuk merigambli tihdakan-
tlndakan hukum atas benda tersebut. Bahwa prinsip tersebut di atas di-
terapkan puia pada gadai adalah hal yang togis, Periindungan patut untuk
diberikan kepada siapa saja yang memperoleh suatu hak atas benda ber-
gerak tidak bemama, termasuk orang yang memperoleh hak gadai.

Sekallpun dalam Pasal 1152 ayat (4) tidak ada syarat, bahwa penerima-
gadai harus beritikad baik - artinya tidak tahu, bahwa pemberi-gadai
adaiah orang yang tidak wenang atas benda tersebut, -- tetapi pada
umumnya diterima adanya syarat yang demikian itu . 122

Konsekuenslnya adalah kafau seorang peminjam menggadaikan barang


tersebut, maka perjanjian gadai yang terjadi adalah sah dan pemegang-

121) Kata kewenangan bertindak menunjuk kepada tindakan hukum tertentu


(handelinsbevoegdheid). lain dengan kecakapan bertindak (handellngsbek-
waamhekt), yang bersifat umum; vide J. Satrto, Hukum Prlbadi, hal. 56.
122) P. Scholten, hal. 395; Pitio. hal. 431; v. Oven, hal. 66.

102 Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan


0*4*1
gadai dflindungi oleh hukum, asal ia bertindak te goeder trouw. Akjbatnya
lebih lanjut, si pemilik yang sebenarnya tidak dapat menuntut kembali
miliknya (revindikasi).

Bagaimana kalau benda yang digadaikan dicuri? Kalau dalam contoh di


atas, yang menggadaikan adalah seorang peminjam pakai, maka dapat-
lah orang berkata, bahwa adalah salahnya pemilik sendiri memlnjamkan
kepada orang yang tidak dapat dipercaya dan karenanya pemilik harus
memikul resikonya. Sekarang kalau benda tersebut dicuri atau hilang dari
tangan pemilik dan kemudian tahu-tahu digadaikan oleh si pencuri atau si
penemu? Pemilik di sini tidak dapat dikatakan bersalah dalam pemberian
gadai oteh si pencuri/penemu.

Pasal 1152 ayat (4) memang melindungi juga pemilik yang kecurian atau'
kehilangan. Kepadanya diberikan hak untuk meminta kembali barang ter-
sebut dart pemegang gadai (revindikasi). Ini sesuai dengan asas' Pasal
1977 ayat (2). Apakah pemegang gadai boleh menuntut pengembalian --
iebih tepat penggantian ~ uang yang la telah pinjamkan kepada debitur-
nya kepada pemilik yang menuntut revindikasi? Kalau pemegang-gadai
tidak beritikad baik (te kwader trouw) sudah 'tentu tidak; tetapi kalau ia te
goeder trouw? '

Undang-undang tidak memberikan jawaban. Akan tetapi, ada pasai yang


mengatur masalah yang mirip (tetapi tidak sama) dengan itu. yaitu Pasal
1977 ayat (2) dan Pasal 582 K.U.H.Perdata. Di sana dikatakan, bahwa
pembeli yang membeii barang curian atau barang temuan di tempat
umum dapat menuntut agar uang pembeliannya diganti oleh si pemilik
(yang merevindikasi). Artinya pembeli yang beritikad baik dilindungi,
sekalipun undang-undang mengakui hak pemilik untuk menuntut kembali
barangnya. Apakah peraturan yang mengatur hak pembeli tidak dapat di-
torapkan pada pemegang gadai? H.R. menjawab: tidak.

J. GADAI ULANG
Telah dikatakan di depan, bahwa masalah, apakah kreditur pemegang-
gadai diperkenankan untuk menggadaikan lagi benda jaminan yang di-

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 103


Qadai
pegang olehnya, jangan dikacaukan dengan masalah, apakah pemegang-
gadai berhak untuk rnenggadaikan lagi benda gadai?
Kalau di atas kita memblcarakan tentang kewenangan pemberi-gadai
untuk menggadaikan lagi benda gadai, maka di sini kita memperrnasalah-
kan, apakah pemegang-gadai ~ kreditur - berhak untuk menggadaikan
lagi benda yang digadaikan kepadanya oleh pemberi-gadai?

Mengingat bahwa benda gadai adalah tetap milik pemberi-gadai, dan


pemegang-gadai ~ yang hanya mempunyai pandbezit -- sebenarnya tidak
mempunyai kewenangan tindakan pemilikan/beschlkking atasnya, maka
pemegang-gadai tidak mempunyai wewenang semacam itu.

Namun demikian, para pihak diperkenankan untuk memperjanjikan ~ dan


biasanya memang memperjanjikan ~ kewenangan semacam itu . Ter- 1S3

utama pada penjaminan surat-surat berharga (efek-efek) janji seperti itu


sudah biasa. Akan tetapi, apakah memang periu? Bukankah ada Pasal
1152 ayat (4) tetap mengakui sahnya gadai, sekallpun pemberi-gadai
tidak wenang untuk itu? Paling-paling gugatan mengenai hai itu dapat di-
benarkan, kalau kreditur kedua (pemegang gadai-kedua) itjkadnya tidak
baik . Dimungkinkannya benda gadai ada pada pihak-ketiga, juga turut
124

membantu dapat terjadinya gadai kedua oleh kreditur, sekalipun seharus-


nya dengan persetujuan dari pemberi-gadai yang pertama. Dalam hal
demikian, kedudukan pemegang-gadai yang kedua lebih kuat dari yang
pertama, sebab benda gadainya ada padanya. Pemegang-gadai yang
pertama baru dan hanya dapat melaksanakan haknya sesudah peme-
gang-gadai yang kedua melepaskan haknya.

123) Yang demikian oleh v. Oven disebut "gadai-ulang/herverpanding* untuk mem-


bedakannya dari "gadai dobel* yang dilakukan oleh pemberi-gadai kepada 2 {dua)
orang pemegang-gadai pada saat yang sama atau secara benirutari, vide hal. 81.
Praktek rnemperjanjfkan gadai ulang juga tampak dalam blangko Persetujuan
Membuka KrecHtB.N,l. 46.
124) Di dalam NBW masalah tersebut sudah diatur; vide v.d. PoU, hal. 85.

104 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Gadai

K. GADAI ATAS BENDA BERGERAK TIDAK BER-


TUBUH
1. Pasal 1152 K.U.H.Perdata
Dari ketentuan Pasal 1150 dan Pasal 1152 K.U.H.Perdata orang me-
nyimpulkan, bahwa benda gadai dapat berupa benda bergerak bertubuh
maupun benda bergerak tidak bertubuh. yang wujudnya adalah hak.

Meletakkan gadai atas surat kepada order' dllakukan dengan penyerah-


25

an dan endorsement.

Kata-kata meletakkan gadai atas "surat" kepada order menimbulkan per-


masalahan, karena surat-surat tersebut sebenarnya hanya merupakan
kertas yang berisikan bukti (memberikan legttimasi) tentang perbuatan
atau hubungan hukum yang tertulls di dalamnya. Apakah yang digadai-
kan suratnya - barang yang berwujud - ataukah yang digadaikan hak
tagihannya - hubungan hukumnya - yang tidak berwujud?

Kalau kita terima yang kedua. berarti ada hak gadai atas hak (tagih).
Schotten berpendapat, bahwa di sini ada gadai atas surat tagihan, jadi
gadai atas barang berwujud. Hak tagih yang dlmaterialisir dalam surat
taglhan tersebut juga dlperoleh si pemegang-gadai, namun tidak karena
ia digadaikan ~ yang digadaikan suratnya - tetapi karena terhadap pihak-
ketiga, perhegang gadai -• yang tampak sebagai bezitter - melegitimir
dirinya sebagai yang berhak . 126

Pitio berpendapat lain. Yang digadaikan hak tagihnya, tetapi karena


pemilik tagihan kepada order dan atas tunjuk (aan toonder), yang tidak
dapat menunjukkan suratnya (surat tagihannya) tidak dapat melegitimir

125) DI dalam terjemahan Subekfi-Tjlfrosudtojo tertulis "surat tunjuk*. sedang dalam


baha&a asHnya ,*aan order". Untuk mengrilndarkan salari pengerrJan mengenai
istilah 'atas tunjuk" sebagai "aan order", maka kita lulls saja kata "surat-surat
kepada order".
126) P. Schotten, hal. 401.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 105


Qadai
dirinya sebagai seorang kreditur, maka pada waktu kreditur menggadai-
kan tagihannya, surat buktinya turut diserahkan . 127

Sebenarnya pada tagihan kepada order maupun kepada toonder, surat


tagihan yang bersangkutan tidak hanya merupakan aiat bukti, tetapi
sekaligus juga merupakan perwujudan dari tagihan tersebut. Tanpa dapat
menunjukkan adanya surat seperti itu, orang tidak dapat mengatakan,
bahwa la mempunyai tagihan aan toonder atau aan order Dengan demi-
kian, orang menggadaikan sekaligus suratnya maupun hak tagihannya.

Surat-surat kepada order merupakan surat-surat yang menunjukkan


orang-orang tertentu kepada siapa perikatan harus dllunasi, dengan hak
untuk memindahtangankannya kepada orang lain melaiui endossement,
Mengingat, bahwa tanpa endossement hak yang dikandung dalam surat
order tidak dapat dilaksanakan ~ hak taglhnya - maka sudah sewajar-
nyalah, kalau surat tagihan seperti itu penyerahannya kepada pemegang
gadai disertai dengan endossement . 1M

Contoh surat atas order adalah wessel, orderbitjet, cognossement.


Keisttmewaannya disini adalah, bahwa jual beh* surat order juga di-
lakukan dengan penyerahan surat tagihan tersebut dengan di-
sertai endossement-nya. Pada gadai dllakukan hal yang sama
juga, padahal kedudukan seorang pemegang gadai dengan se-
orang pemilik lain sekali. Dari luar sama sekali tidak tampak ada-
nya perbedaan antara keduanya.
Adanya ketentuan seperti tersebut dalam Pasal 1152 bis dan Pasal 1153
K.U.H.Perdata mengingatkan kita kepada Pasal 1155 K.U.H.Perdata,
yang melarang adanya janji, bahwa benda gadai otomatjs menjadi milik
kreditur, kalau debitur wanprestasi. Padahal penggadaian tagihan-tagihan

127) Pltlo, hal. 437; juga v. Oven, hal. 72.


128) DI dalam formulir Persetujuan Membuka Kredit B.N.I. 46 dtteritukan dalam Pasal
VHI sub 4: Gadai surat berharga dtssrtai dengan penyerahan kepada Bank segala
hak sebagai pemilik atas surat berharga Itusub 6: Bank berhak menggadaikan
lag] kepada pihak lain segala barang dan surat berharga lain yang digadaikan
kepadanya.

106 Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Qadai
atas toonder dan atas order dilakukan dengan penyerahan - yang dari
luar - tampaknya tidak berbeda dengan penyerahan hak milik. Hanya
dalam penjaminan, nlat/maksud penyerahan tersebut memang bukan
untuk menjadi kan pemegang gadai sebagai pemilik. Dalam hai demikian
nyata, bahwa sekalipun perjanjian gadai bentuknya bebas, tetapi demi
pembukttan akan sangat bermanfaat, kalau diadakan secara tertuljs.

2. Pasal 1153 K.U.H.Perdata


Gadai atas tagihan-tagihan atas nama dilakukan dengan memberitahu-
kannya kepada debitur.

Yang menarik perhatian di sini adalah, bahwa untuk gadai tagihan-tagihan


atas nama tidak disyaratkan adanya cessie dan karenanya juga tidak di-
syaratkan adanya akta - akta cessie Pasal 613 . Kalau dalam cessie
129

dengan dibuatnya akta cessie saja sudah seiesal, maka dalam hal gadai,
gadai itu baru teriaksana sesudah diberitahukan kepada debitur, tetapi
tanpa diharuskan adanya cessie. Dalam Pasal 1153 K.U.H.Perdata tidak
disyaratkan — seperti pada cessie - adanya pemberitahuan melaiui
eksploit juru sita, maiahan tidak disyaratkan suatu bentuk tertentu. Pem-
beritahuan oleh kreditur-pemberi-gadai, kepada debitumya, bahwa tagih-
annya terhadap dia digadaikan kepada pihak-ketiga, oleh H.R. diartggap
sama dengan "melepaskan benda jaminan dari kekuasaan debitur".
Dalam pertimbangannya oleh H.R. 'dikatakan:
130

bahwa menurut Pasal 1150 B.W. adalah suatu syarat bagi setiap
pemberian gadai, bahwa benda yang digadaikan harus dikeluarkan
dari kekuasaan pemberi-gadai dan diserahkan kepada pemegang-
gadai;
bahwa seperti pada barang-barang bergerak bertubuh hak gadai
diletakkan dengan jalan melepaskan kekuasaan pemberi gadai
atas barang gadai dan menyerahkannya kepada pemegang-gadai

129) Di dalam praktek perbankan, pihak Bank selalu memperjanjikan cessie surat
tagihan atas nama. Vide Pasal IX sub 1 Perjanjian Membuka Kredit B.N.I. 46.
130) H.R. 27-02-1914 dimuat daiam Hoetink. hal. 149.
Qadai
secara pribadi atau kepada seorang pihak-ketiga, yang dlsepakati
para pihak, demikian puia meletakkan gadai atas tagihan-tagihan
dilakukan dengan pemberrtahuan kepada debitur
- bahwa dengan pemberitahuan tersebut hubungan antara debitur
dengan kreditur-pemberi-gadai untuk sementara merijadf terputus,
dengan akibat, bahwa yang disebut terakhir, sekalipun tetap mem-
pertahankan hak miliknya atas tagihan yeng dibebani gadai dan
tetap wenang mengambil tindakan-tindakan pemilikan atas tagihan
yang dibebani, telah melepaskan hak-haknya yang muncul dari
tagihan tersebut terhadap debitur (terjemahan oleh pen.).

Jadi, dengan pemberitahuan tersebut debrtur-pemberi-gadai sudah di-


anggap "melepaskan hak tagihnya dari kekuasaannya" atau sama dengan
barang gadai sudah "dikeluarkan dari kekuasaan pemberi gadai". Dengan
pemberitahuan tersebut debitur tidak boieh lagi membayar kepada kredi-
tur. Debitur dapat menuntut agar kepadanya diberitahukan secara tertulis.
Yang demikian itu tentu perrting untuk pembuktian, Dalam praktekftya.
orang masih tetap memillh jalan yang paling aman, yaitu melaiui eksptott
jurusita .
131

Pembentuk undang-undang pada waktu mengatur tentang gadai benda-


benda bergerak tidak bertubuh rupanya hanya mengingat kepada surat
surat taglhan saja, sehingga tidak ada aturan mengenai penggadaian
surat-surat saham dan hak-hak lain yang mempunyai nilai uang.

Gadai atas saham atas nama dilakukan dengan memberitahukannya/


betokening "kepada orang kepada siapa hak yang digadaikan itu harus di-
laksanakan", demikian kata Pasal 1153 K.U.H.Perdata. Mengingat, bahwa
penyerahan/leveririg saham atas nama dilakukan dengan pembuatan.akta
dan dengan memberitahukan akta peralihan haknya facte van overdracht)
kepada - atau dengan pengakuan akta pengoperannya secara tertulis
oleh - Perseroan Terbatas yang bersangkutan , maka pemberitahuan
132

131) Veegena-Oppenbelm, hal. 227.


132) .DorhoutMaes.hal.214.

108 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


T Gadai
gadai pun dilakukan dengan pemberitahuan kepada P.T. yang bersangkut-
an dan tentunya dengan disertai penyerahan surat sahamnya.

Qadai saham atas tunjuk (aan toonder) ~ iogisnya - dilakukan dengan


penyerahan surat saham/aandeelnya karena tidak ada cara lain yang
dapat mewujudkan prinsip "dikeluarkannya benda gadai dari kekuasaan
pemberi-gadai' yang sekaligus juga bisa meUndungi kepentingan pihak-
1

ketiga yang beriktikad baik. Hai tersebftt menimbulkan masalah, yaitu


apakah pemegang-gadai mempunyai hak untuk mengeluarkan suara
daiam rapat umum anggota? Kalau la tidak mempunyai hak tersebut,
maka akan muncul kesuiitan lain, karena pemilik saham yang bersang-
kutan praktis akan mengaiarrit kesuiitan untuk mengeluarkan suara,
karena saham. yang digadaikan ditahan oleh pemegang gadai dan tanpa
mernegang surat saham atas tunjuk tersebut, ia tidak dapat mengeluarkan
suaranya . 133

Mengenai kewenangan-kewenangan yang meiekat pada saham yang di-


gadaikan tidak ada pengaturannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Para sarjana umumnya berpendapat, bahwa pada penggadaian
saham, kewenangan-kewenangan yang muncul dari saham yang ber-
sangkutan tetap ada pada pemberi-gadai (pemilik saham) . Kesuiitan 134

tersebut di atas akan dapat dihindarkan apabila pada waktu memberikan


gadai ada diperjanjikan, bahwa pemegang-gadai dikuasakan oleh pem-
beri-gadai untuk atas namanya mengeluarkan suara . 135

Mengenai cara menggadaikan hak oktroi. Undang-Undang Oktroi mem-


berikan cara dan pengaturannya sendiri. Undang-Undang Hak Pengarang
tidak memberikan pedoman kepada kita tentang cara penggadaiannya,
dan beberapa sarjana menganggap gadai tidak dapat diletakkan atas hak
pengarang. PrtJo sebaliknya menganggap bisa . 136

133) Wirjono Prajodlkoro. Huhum Perdata tentang Hak-hak atas Benda, hal. 188.
134) wt PoU. ha). 82.
135) WJrkxio Projodlkoro, hal. 188.
138) Rtto, hal. 437.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebendaan 109


T

Di daiam praktek perbankan dan bursa surat-surat berharga terdapat


istilah-istilah yang berhubungan dengan gadai surat-surat berharga.
Gadai di sini tunduk kepada peraturan-peraturan tersendiri, yaitu peratur-
an bursa .137

Menggadaikan surat-surat berharga untuk 3 (tiga) bulan disebut belening.


Surat-surat berharga tersebut paling tidak harus mempunyai kelebihan
nitai sebesar 20% (dua puluh person) dari pinjamannya. Dalam hal k'urs
turun, maka debitur harus menambah jaminannya.

Kaiau perjanjian gadai surat berharga ditutup hanya untuk 1 (satu) bulan
saja, maka disebut prolongasi; jaminan paling sedikit harus mempunyai
kelebihan nitai 10% (sepuluh persen).

Pinjaman uang harian dengan jaminan gadai surat-surat berharga disebut


pinjaman on call (uang kol).

Di dalam praktek, menjaminkan surat berharga oleh Bank disyaratkan


adanya janjf. bahwa Bank berhak untuk menjaminkan (agl surat-surat ber-
harga tersebut kepada pihak lain dan sekaligus berhak untuk mengganti-
kahnya dengan surat berharga yang sejehis, tetapi dengan nomor seri
yang lain . Bahkan, ada yang mensyaratkan, bahwa surat-surat ber-
130

harga yang drterima olehnya sebagai jaminan, dimasukkan ke dalam


(dengan akibat tercampur dengan) seluruh stok sural berharga yang di-
punyai oleh Bank (in haar algemene fondsen voo/raad or^enomen) . 138

Yang demikian itu otomatjs membawa kita kepada problem (tec-retis) yang
menuntut suatu jawaban, yaitu apakah kreditur menjadi pemilik dari surat
berharga yang dijaminkan oleh debitur-pemberi-gadai kepadanya? Bukan-
kah surat berharga merupakan "benda tertentu" dan karenanya yang di-
jaminkan juga surat berharga "tertentu" (dengan ciri-ciri, termasuk antara
lain nomor sen tertentu)? Kalau ia boleh menjaminkan ulang dan nantinya

137) P. Schotten. hal. 338; Pffo, hal. 440.


138) Eggens, Oneigelijke Pandecht, dalam Verzamelde Prlvaatrechtelljks Opstellen,
hal. 118; Klayn, hal. 46.
139) IbkJ.

110 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Qadai
-- setelah pelunasan eJehnya- ia bisa menerima surat berharga dari jenis
yang sama, tetapi dengan nomor seri yang lain - jadi sebenarnya me-
rupakan "benda lain" (lain dari yang semula diberikan oletihya), dengan
konsekuenslnya - dan ini memang diperjanjikan - bahwa pada waktu
debftur-pemberi-gadai melunasi hutangnya, ia boleh juga mengembalikan
surat berharga dengan nomor seri yang lain kepadanya (pemberi-gadai),
maka sebenarnya kreditur pemegang-gadai -- terhadap benda gadai -
menunjukkan ciii-clri kewenangan seorang pemilik. Dalam'hal demikian,
maka seakan-akan "benda tertentu" dianggap sebagai "benda menurut
jenis yang dapat diganti" (vervangbare zaken). Selaln Itu, di sini terdapat
keadaan yang sebaliknya daripada Fidusia, di mana seorang pemegang
jaminan diakui mempunyai kewenangan sebagai seorang pemilik (pada
Fidusia seorang yang katanya telah menjadi pemilik berdasarkan penye-
rahan hak milik secara kepercayaan, hak-haknya dibatasi seotah-olah
seperti seorang pemegang gadai saja). Problema seperti tersebut di atas
tidak dapat dihindari, sekalipun kita memakai lembaga jaminan Fidusia
atau cessie-sebagai-jamirian, karena sekalipun pada Fidusia dan cessie-
sebagai-jaminan ada tanda-tanda, bahwa kreditur adalah pemilik benda
jaminan, tetapi sebenarnya tidak dimaksudkan untuk membuat kreditur
benar-benar sebagai pemilik, tetapi hanya untuk memberikan jaminan
yang kuat bagi piutangnya. Kita lebih baik mengakui, bahwa di sini ada
penyimpangan dari asas yang selama ini kita kenal dalam B.W. dan
penyimpangan itu didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak yang
didasarkan atas kebutuhan dan diakui oleh praktek. Kita harus tetap ber-
pegang kepada prinsip, bahwa kita berhadapan dengan suatu penjaminan
- yang didasarkan atas kesepakatan antara pemberi- dan penerima-gadai
- yang bertujuan untuk memberikan kedudukan yang baik dan kuat -
tetapi juga tetap dalam batas-batas yang patut (billijk) - kepada kreditur.
Kesemua kesepakatan tersebut sedapat-dapatnya diberikan penafsiran
yang sesuai dengan tujuan dari kesepakatan mereka bersama sesuai
dengan kebutuhan lingkungan dan zamannya. Untuk rtu kita tidak periu
menunggu ada perubahan perundang-undangan mengenai hal itu. Ada-
nya penafsiran Pengadilan yang telah menjadi yurisprudensi tetap saja
sudah cukup memberikan pegangan bagi kita.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 111


3. Gadai Tagihan Atas Nama dalam Praktek Perbankan
Adanya ketentuan yang. mensyaratkan penjualan benda gadai di depan
umum - atau di bursa - sering kali tidak praktis dan menyulitkan kreditur
untuk menguangkan benda jaminan. Padahal, dengan gadai saja, kreditur
tidak menjadi pemilik dari surat-surat tagihan yang digadaikan kepadanya
dan karenanya dalam hal debitur wanprestasi, ia tidak berhak untuk
menagih sendiri kepada debitur. Untuk mengatasi kesuiitan seperti itu ada
kalanya kreditur memperjanjikan kuasa dari debitur pemberi-gadai untuk
atas namanya dapat langsung menagih debitur tagihan yang digadaikan.
Dan untuk menjaga agar debitur tidak dengan seenaknya menarik kem-
bali apa yang telah ia janjikan, maka kausa itu dituangkan dalam wujud
kuasa muttak (tidak dapat dftarik kembali). Yang demikian dibenarkan oleh
H.R. dengan mengatakan, bahwa" kuasa untuk memungut (menagih,
penjelasan dari pen.) yang diberikan kepada pemegang-gadai'dan tidak
dapat ditarik kembali, tidak batal, juga dalam hai ada kepailitan dari pem-
beri-gadai . Lebih dari itu, maiahan janji kuasa untuk menagih seperti itu
140

diterima sebagai "janji yang selatu diperjanjikan" (bestendig gebrulkelijke


beding) . Hak menagih dari kreditur terhadap debftumya debitur bahkan
141

sudah bisa dilaksanakan pada saat tagihan yang dijaminkan sudah


matang untuk ditagih, sekalipun tagihan kreditur terhadap yang dijamin
dengan tagihan tersebut belum jatuh tempo. Haknya bukan muncul dari
dijaminkannya tagihan tersebut, tetapi dari kuasa mutJak untuk menagih
yang ia perjanjikan dengan debrtumya . 142

Yang lebih sering lagi terjadi adaiah, bahwa Bank selaku kreditur mem-
perjanjikan sekaligus cessie hak tagihan dan kuasa untuk memberitahu-
kan kepada debitur yang tagihannya dijaminkan. Mengenai hak ini akan
dibiearakan lebih lanjutpada bagian Cessie sebagai Jaminan.

140) H.R. 25-02-1898 sebagai disitir oteh Kteyn, hal. 46; Stein Juga mertgar^urkan agar
cfipsrj&njikan kuasa muttak untuk menagih debrtumya debitur, vide Zekerhetds-
rechten, hal, 121.
141) Weyn. haJ. 46.
142) Stein, hal.

112 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


pedal
L GADAI ATAS BENDA GADAI YANG AKAN ADA
Pada prinsipnya memang ada kemungkinan untuk menjaminkan benda-
benda yang nantinya akan menjadi mltik pemberhgadai. Masalah ini juga
akan kita bicarakan nanti pada bagian yang membicarakan Cessie
sebagai Jamfnan.

M. GADAI SURAT GAJI DAN SURAT PENSIUN


Kita telah melirVat di depan bahwa masalah hak-hak jaminan berkaitan
erat dengan masalah eksekusi. Dan sehubungan dengan adanya kaitan
tersebut kiranya iogis, bahwa benda-benda jaminan seharusnya merupa-
kan benda yang bisa dipindahtangankan, sebab suatu eksekusi pada
hakikatnya merupakan pemindahtanganan benda jaminan dari pemilik
kepada pembeli.

Walaupun surat- gaji dan surat pensiun bukan merupakan benda-benda


yang dapat dipindahtangankan (yang mempunyai nilai pengoperan), tetapi
di dalam perkembangan dunia perkreditan - karena adanya kebutuhan ~
surat tersebut dapat diterfma oleh Bank-bank tertentu sebagai jaminan
kredft . Caranya adalah dengan menyerahkan surat gaji dan pensiun
143

serta memberikan surat kuasa kepada pihak Bank untuk mengembi) gaji
dan pensiun si penerima kredit. Surat kuasa tersebut drtandatangani puia
oleh bendahara kantor pemohon kredit, yang dimaksudkan sebagai pem-
beritahuan. Sekalipun surat kuasa untuk menerima gaji dan pensiun ter-
sebut dibuat sebagai kuasa mutJak, tetapi jaminan semacam itu keduduk-
annya sangat. lemah. karena gaji dan pensiun sangat bersifat pribadi,
sehingga kematian yang bersangkutan akan berarti berakhirrrya gaji dan
pensiun tersebut

143) B.P.O. Sulawesi Selatan memberikan kredit dengan jaminan surat gaji dan B.R.I.
Ujung Pandang memberikan kredit dengan iaminan surat pensiun. vide Leiy
Niwan, "Pengaturan Hukum tentang Bentuk-bentuk Jaminan Kebendaan Lainnya*.
dalam Seminar Hukum Jaminan tanggal 5 sampai dengan tanggal II Oktobw
1976. B.P.N, hal. 149.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 113


Qadai

N. LARANGAN JANJI UNTUK MEMILIKI BENDA


JAMINAN SECARA OTOMATIS
Pasal 1154 K.U.H.Perdata
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya, maka tidak diperkenan-
kanlah kreditur memiliki barang gadai. Artinya: dalam hal debitur wanpres-
tasi, maka benda gadai tidak otomatis menjadi milik kreditur, bahkan para
pihak tidak, dapat memperjanjikan eebelumnya, bahwa dalam hal debitur
wanprestasi, benda gadai akan langsung dimiliki kreditur. .

Mahkamah Agung (M.A.) ** pemah mempertlmbangkah bahwa:


1

(Pertlmbangan Pengadilan "Tinggi dlbenarkan oteh Mahkamah


Agung (M.A.))
- bahwa asas hukum perjanjian pinjam-meminjam barang/uang
dengan jaminan barang melarang untuk menentukan, bahwa
dalam hal wanprestasi dari yang berhutang, barang jaminan oto-
matis menjadi milik yang berpiutang, maka klausula dalam surat
perjanjian di atas, yang ismya secara otomatis barang jaminan
menjadi .milik pihak terbanding apabila pihak pembendlng tidak
dapat mengembalikan emas muml seberat 100 (seratus) gram
pada: waktu yang dijanjikan, adalah batal dan tidak mempunyai
kekuatan mengikat

Mahkamah Agung (M.A.) menyatakah, bahwa dalam kasus seperti ter-


sebut dl atas, status hak miliknya tidak dapat begitu saja berphdah pada
kreditur, tetapi untuk memiliki barang jaminan masih diperfukan adanya
perbuatan hukum lain, yaitu penyerahan . Perjanjian hutang piutangnya
145

sendiri tetap beriaku, tetapi klausuianya yang menysbutkan seperti ter-


sebut di atas adalah batal demt hukum (Pasal 1154 ayat (2) K.U.H:
Perdata). Asas seperti tersebut di atas oleh Mahkamah Agung (M.A.)

144) M.A. tanggal 26-11-1976 No. B83K/Sip/1974. dimuat dalam R.Y.MAR.I. bagian II,
hal. 48.
1461 M.A. 7-10-1972 No. 401 WSfp/1972; MA 10-02-1976 No. 282 K/Sip/1975; M.A.
16-09-1975 No. 1148 K/Slp/ig72. dimuat daiam R.Y.MAR.I. bagian II. hal. 48.

114 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


9m
bahkan diterapkan terhadap parkara^rkafa hutang-piutang dengan
jaminan gadai pada orang-orang yang tunduk pada Hukum Adat - 145

Adanya ketentuan seperti itu adalah untuk melindungi kepentingan dari


para peminjam uang yang pada umumnya berada dalam posisi yang
sangat lemah, sehingga syarat-syarat yang berat pun sering kali - karena
keadaan terpaksa - harus drterima. Apaiagi kalau tidak ada iarangan yang
demikian itu, bisa muncul keadaan yang aneh, di mana seorang kreditur
pada umumnya mengharapkan agar debitur memenuhi kewajibannya,
bisa muncul yang sebaliknya, maiahan kredttur mengharapkan agar
debitur wanprestasi, karena benda jaminan pada umumnya mempunyai
nilai yang jauh lebih besar dart piutang kreditur.

Namun. untuk Jenis jaminan-jaminan tertentu adanya Iarangan seperti itu


menjadlkan posisi kreditur menjadi sutit, apaiagi periindungan yang demi-
kian ketatnya - seperti telah disebutkan di atas -- adakaJanya tidak periu
(merupakan kekhawatiran yang tidak berdasar). Setanjufnya, masalah ini
akan dibicarakan dalam bab mengenai Cessie sebagai Jaminan.

Dengan demikian, dapat dihindarkan adanya klausula yang betfentangan


dengan Pasal 1154 K.U.H.Perdata.

Walaupun secara harfiah cessie. tagihan sebagai jaminan menyajahi ke-


tentuan Pasal 1154, tetapi kalau kita simak maksud/dasar adanya iarang-
an seperti yang dimuat dalam Pasal 1154. maka sebenarnya Iarangan
seperti itu tidak dimaksudkan untuk tagihan-tagihan atas nama, karena
pada tagihan atas nama ada disebutkan nflai nominal dari tagihan yang
bersangkutan, sehingga kesempatan bagi kreditur untuk mengambfl ke-
untungan secara curang dari penagrhan seperti itu tertutup. Pada benda-
benda yahg hilainya dltentukan oieh hasil penjualan, memang ada ke-
mungkinan dan kesempatan bagi kreditur untuk main-main dengan harga-
nya.

146) M.A.2fr11-1976No.B83rC^974,dimuatda^

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan Itfi


Qadai
Larangan Pasal 1154 tersebut di atas adalahtaranganuntuk memperjanji-
kan sebelumnya - sebelum debitur wanprestasi ~ bahwa dalam hal
debitur wanprestasi, benda gadai akan menjadi milik kreditur. Membuat
persetujuan antara kreditur dan debltur-pemberi-gadai, sesudah adanya
wanprestasi, bahwa kreditur akan mengoper benda gadai dengan
imbangan pelunasan hutang debitur, tidak dilarang. Kekhawatiran yang
menimbulkan larangan PasaJ 1154 sudah tidak ada lagi.

O. CESSIE SEBAGAI JAMINAN


Sebagarmana dikemukakan di depan, di dalam prakteknya, pihak Bank
selalu memperjanjikan cessie atas jaminan piutang-piutang atas hama.
Dengan cessie, maka kreditur sebagai cessionaris menerima semua
akibat hukum yang timbul sebagai akibat dari suatu cessie. Salah satu
keuntungannya adalah, bahwa kalau pada gadai,- debrtumya debitur harus
diberi tahu adanya gadai, maka pada cessie, untuk sahnya cessie,
debitumya debiturtidakperiu diiibatkan. Itutah. salah satu sebab, mengapa
gadai tagihan atas nama sekarang terdesak oleh cessie sebagai jamin-
an . 147

Berdasarkan ketentuan Pasal 613 K.U.H.Perdata, maka cessie - ber-


pindahnya hak milik atas taglhan atas name - tetah sefesai dengan di-
tandatanganinya akta cessie. Masalahnya adalah apakah yang demikian
itu tidak bartentangan dengan asas PasaJ 1154?

Hendaknya diingat, bahwa kesemuanya itu sebenarnya dilakukan.bukan


dengan maksud untuk menyelundupi ketentuan tentang gadai, melainkan
sebagai upaya untuk menghindarkan kesulitan-kesulitan yang, dihadapi
kreditur di dalam praktek, dalam upayanya untuk mendapat jaminan
pelunasan yang balk atas tagihannya, yang apabila ia ikuti sepenuhnya
ketentuan tentang cara menggadaikan tagihan atas nama sebagaimana
yang disebutkan dalam Pasal 1153 K.U.H.Perdata pasti akan dialami
olehnya. Dengan pemberitahuan (betokening) saja kreditur hanya dapat

147) Stein. Zakarhetdsrechteri, hai. 123.

lie Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabandaan


mencegah agar debitur, sesudah pembentahuan tersebut, tidak dapat lagi
mernbayar secara sab kepada krediturnya, yang sekarang berkeduduksn
sebagai debrtur-pernberi-jamlnan. Kalau kreditur toh tetap mernbayar ke-
pada krediturnya, maka hutangnyatidakmenjadi lunas. Pelunasan hanya
dapat terjadi dengan pembayaran kepada kradtturriya kreditur (kredKur-
peneiima-gadai). Apabila terjadi debitur wanprestasi dan debrtumya debi-
tur belum melunasi, maka dalam hubungan antara krsditur-pemegang-
gadal dengan debiturnya debitur (terhadap siapa debitur-pemberl-gadai
mempunyai taglhan yang sekarang digadaikan) nasib kreditur pemegang-
gadai bergantung dari kemurahan debrtumya debitur. Debiturnya debitur
bisa tinggal diam saja. Kreditur lama - debitur-perhberi-gadal - tidak ber-
hak lagi menaglhnya, sebaliknya kreditur pemegang-gadai tidak berhak
untuk menagih sendiri taglhan yang dijaminkan kepadanya, karena ia
bukan pemilik taglhan tersebut. Untuk menghadapi sltuasl yang demikian
rtulah kreditur menuntut cessie atas taglhan yang dijaminkan, supaya
dalam sltuasl seperti tersebut di atas ia dapat langsung menagih debitur-
nya debitur dan mengambil peluasan dari sana.

Untuk menentukan sikap kita terhadap masalah tersebut, kita periu me-
nelusuri lebih dahulu, apa rask) dari larangan yang disebutkan daiam'
Pasal 11534. Sebenarnya pembuat undang-undang marasa khawatir akan
kemungkinan diruglkannya debitur oleh adanya janji seperti itu, mengingat
bahwa benda gadai pada umumnya mempunyai rtflai jual yahg lebih tinggi
dari besamya hutang yang dijamin dengannya. Dikhawatjrkan munculnya
keadaan yang janggal, di mana sebenarnya dalam keadaan normal
seorang kreditur senang dan mengharapkan agar debiturnya berprestasi,
sekarang kreditur justru berusaha agar debiturnya wanprestasi, karena
kalau debitur wanprestasi, make ia akan memiliki benda jaminan yang
nliainya lebih tinggi dari prestasi debitur yang terhutang; Jadi wanprestasi'
nya debitur justru lebih menguntungkan daripada pelunasan. Akan tetapi,
semuanya itu didasarkan atas perkiraan, bahwa nilai jual benda jaminan
akan lebihtinggidari hutang. Didasarkan "atas perkiraan", karena berapa
nilai jual sebenarnya baru akan ketahuan pada waktu penjualan. Jadi, di-
dasarkan atas "kemungkinan". Namun, kalau nilai benda jaminan sejak
semula telah diketahui, maka tidak periu ada kekhawatiran lagi untuk

Hokum Jam man, Hak-hak Jaminan Kabandaan 117


Qadai
mempenanjikan, bahwa kalau debitur wanprestasi, kreditur berhak untuk
menagih sendiri tagihan yang digadaikan dan kreditur berhak mengambil
peiunaaan sampai sebesar hute
diksmbaftkan kepada debitur perriberi-gadei. Kalau masSi kurang, maka
kekurangannya masih tetap harus dibayar oteh debitur-pemberi-gadai

Hanya sekarang masalahnya adalah, bahwa cessie sebenarnya, dimak-


sudkan untuk rnengaWikan hak miflk, sedang di sini cessie dari tagihan
tersebut, hanya untuk jaminan saja. Dengan demikian, di sini muncul
suatu peristiwa yang mirip dengan Fidusia. Pada Fidusia hak milik
memang dtoperkan kepada kreditur, tetapi bukan dalam arti yang rnumi;
hanya sebagai jaminan hutang saja, sebab nanti kalau debitur melunasi
hutartgnya, maka hak mil* atas benda Fidusia tersebut otomatis kembali
kepada debitur pemberi jaminan. Perbedaannya adalah bahwa pada
benda bergerak bertubuh tidak atas nama, penyerahan hak miliknya
cukup dengan suatu penyerahan nyata, yang sekaligus dtartikan sebagai
penyerahan yuridis, sedang pada tagihan atas nama hams dilakukan
dengan membuat akta.

Di samping itu, pada Fidusia dikatakan, bahwa debitur menyerahkan hak


miliknya secara kepercayaan kepada kreditur, sedang di sini, tanpa se-
cara terang-tBrangan menyebut, bahwa perbuatan di sini adalah penye-
rahan secara kepercayaan. perbuatan nya sudah roemenuhi semua syarat
untuk levering hak (tagihan atas nama), tetapi hanya dimaksudkan se-
bagai jaminan saja.

Di dalam praktek perbanfcan - untuk jaminan bagi kredit yang diberikan -¬


Banktidakhanya mints agar debitur mencedeer tagihan abas nama yang
telah dipunyai ofehnya, tetapi ia blasanya juga menuntut. agar - pada
saat pemberian kredit - semua tagihan yang akan dipuoyai oteh debitur
terhadap tangganannya - jadi, atas dasar hubungan hukum yang masih

Hainan damkMuv Hak-hak Jamlnaft Kabendaan


Gadai
akan dtbuat antara debitur dengan pihak ketiga •- sudah dicedeer kepada-
nya . Di sini ada gadai atas benda yang masih akan ada di kemudian
148

had; jadi pada saat pemberian gadai, benda gadai tersebut belum ada.
Yang demikian itu didasarkan atas pikiran, bahwa tagihan yang akan di-
punyai oleh debitur terhadap pihak ketiga (langganannya) terjadi dengan
meBbatkan uang kredit dari Bank. Mengenai hat ini, H.R berpendapat,
bahwa orangflarjgtmencedeer tagihan-tagihan yang akan ada, asal pada
saat cessie hubungan hukum yang akan melahirkan taglhan tersebut
sudah ada' .48

Sudah bisa dtduga. bahwa jaian pikiran H.R. tentunya adalah, bahwa
dengan membofehkan orang mencedeer tagihan yang belum ada. maka
"objeknya tertentu* menjadi hilang. Di samping itu, cessie sebenarnya di-
maksudkan untuk mengalihkan hak milik pada orang yang menerima
(cessionaris), yang tentunya hanya bisa dibayangkan, kalau benda yang
mau diaiihkan hak miliknya sudah ada . 150

Namun, kehidupan praktek membutuhkan pandangan yang lebih luas lagi,


yaitu dimungkinkannya orang mengope'rkan/menjaminkan tagihan-tagihan
yang akan ada, sekalipun hubungan hukum yang akan melahirkan tagih-
an tersebut masih akan (belum) ada

Dalam pefaksanaannya dalam akta ditulfs: Debitur dengan ini, sekarang


untuk nantinya, mencedeer semua tagihan, yang akan dipunyai olehnya
terhadap para langganannya atau pihak ketiga, kepada Bank, yang
dengan ini menyatakan menerima penyerahan tagihan-tagihan tersebut.

148) DI dalam formufc Perjanjian Kredit B.N.L 46, model P.K.1, penerima kredit
mencedeer tidak hanya piutang-piutang yang sudah adatetapibahkan piutang-
oiutang yang masti akan ada.
Di sana (daiam Pasal 18 sub 4 a) dltentukan, bahwa debitur sekarang untuk
nantinya, menyerahkan (mencedeer) sebagai jaminan Bank dan, dengan Ini
menetangkan menarima penyerahan (cessie) dari penerima kredit yang setiap kali
secara tarperktd dsn tegas akan djberitahukan oleh penerima kredit kepada
Bank....
149) H.R. 29 Desembar 1933. NJ. 1934.343 dimuat dalam Hoettnk, hal. 96.
150) Stein, hal. 166.

Hatamn Jamman, HaMiafcJamman Kebendaan


Qadai
Maiahan, Bank blasanya sekaligus memperjanjikan kuasa untuk memberi-
tahukannya (betokening) kepada cessus. Untuk pemberitahuan kepada
debitur mengenai cessie. Bank biasanya memperjanjikan kuasa mutJak
dari penerima kredit (cedent) . 161

Atas tagihan-tagihan yang baru akan ada di kemudian hari atas dasar
hubungan hukum yang juga masih baru akan ada di kemudian had, ada-
kalanya juga diperjanjikan, bahwa penyerahan hak tagihan itu akan .di-
lakukan oteh debitur dengan mengirlmkan daftar dari debitur-debitumya
debHur dengan penyebutan jumlah tagihannya. Dengan pengiriman daftar
tersebut terjadiiah pengalihan (cessie) atas tagihan-tagihan tersebut : 152

P. HAK-HAK PEMEGANG GADAI


1. Parate Eksekusi
Pasal 1155 K.U.H.Perdata.
Katanya:
Apabita oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si ber-
piutang adalah berhak, kalau si berhutang atau si pemberi gadai
ber-cidera janji, setelah tenggang waktu yang dltentukan lampau,
atau jika tidak telah dltentukan suatu tenggang waktu, setelah di-
lakukannya suatu pedngatan untuk membayar, menyuruh menjual

151) Vide Pasal 18 sub 4 c dan sub d Perjanjian Kredit B.N.I.46 model P.K.1 yang
berbunyl:
"Bank setiap waktu berhak dan dengan tnl diberl kuasa oleh penerima kredit,
kuasa.tersebut merupakan bagian yang tidak dapat diplsahkan dari pemberian
kredit ini dan tanpa kuasa tersebut kredit Ini tidak akan diberikan; dan deti
karena Itu puts tidak akan berakhlr karena sebab-sebab yang dltentukan dalam
Pasal 1813 K.U.H.Perdata untuk Juga atas nama psnertma kredit memberrtahukan
cessie ini secara tertulis kepada debitur (2) Penerima Kredityang berkenaan atas
biaya Penerima KrediT dan (d) 'Penerima Kredit berjanjl, walaupun cessie ter-
sebut belum diberitahukan kepada debitur atau para debitur, akan mengusahakan
supaya segala pembayaran dari tagihan (2) tersebut dilakukan oleh mereka
melaiui Bank*.
152) Stein, hal. 166. Baca juga formullr Perjanjian Kredit B.N.I. 46 Model P.K.1 di
depan.

120 Hukum Jaminan, Hak-hakJamman Kabendaan


barangnya gadai di muka umum menurut kebiasasn-kebiasaan se-
tempat serta atas syarat-syarat yang lazim beriaku dengan maksud
untuk mangambH pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan
biaya dari pendapatan penjualan tersebut.
Pertama-tama, pasal tersebut menunjukkan kepada kita, bahwa ketentuan
Pasal 1155 merupakan ketentuan yang berslfat menambah (aarrvullend-
recht), karena para pihak bebas menetapkan lain. Dalam hal para pihak
tidak menyimpartgi ketentuan tersebut, maka barulah Pasal 1155 beriaku.

Kedua, jika si berhutang atau pemberi-gadai wanprestasi, maka pene-


rima-gadai berhak untuk menjual barang gadai dldepan umum menurut
kebiasaan dan syarat-syarat setempat. Hak ini diperoieb kreciltur, kalau
debitur atau pemberi gadai sudah wanprestasi. Sejak saat debitur atau
pemberi-gadai wanprestasi, lahirlah hak tersebut

Mengenai kapan debttur wanprestasi, bergantung dari perikatan ny a.


Kalau perikatannya memakar ketentuan waktu sebagai batas akhir (verval
termijn), maka sejak saat iewatnya waktu yang dicantumkan debitur wan-
prestasi. Dalam hal tidak ditetapkan suatu tenggang waktu tertentu, maka
tagihan pada asasnya bisa dlbust matang untuk dltagth dengan men-
sommeer debttur yang bersangkutan.

Dalam praktaknya, sekalipun di dalam perjanjian hutang-pkitangrrya di-


sebutkan suatu waktu tertentu, masih juga ditambahkan klausula yang
mengatakan, bahwa dengan Iewatnya jangka waktu yang sudah ditetap-
kan, maka debitur sudah dianggap wanprestasi, tanpa diperiukan lagi
adanya surat teguran/peringatan melaiui eksploit Juru-sita atau surat Tain
semacam itu- Hal itu berkaitan dengan asas hukum perikatan, yang
mengatakan, bahwa suatu ketentuan waktu dalam suatu perikatan selalu
ditafsirkan untuk keuntungan debitur, kecuaii ditentukan secara tegas
yang sebaliknya (Pasal 1270 K.U.H.Perdata),

Ketiga, hak ini diberikan oleh undang-undang, tidak periu diperjanjikan.


Dulu hak yang demikian itu hanya diberikan, kalau para pihak memper-
janjikannya. Jadi, dulu hak tersebut didasarkan atas perjanjian, sedang
sekarang diberikan demi hukum.

Hukum Jaminan. Hak-hak Jaminan Kebendaan 121


Qadai
Keempat, untuk penjuaian tersebut tidak disyaratkan adanya titel ekseku-
tonal. Pemegang gadai melaksanakan penjualan tanpa perantaraan
Pengadilan, tanpa periu minta bantuan juru sita-, tanpa periu mendahuiui-
nya dengan suatu sitaan. Pemegang gadai dtsini menjual atas kekuasaan
sendiri. Hak pemegang gadai untuk menjual. barang gadai tanpa titel
eksekutorial disebut Parate Eksekusi. Karena ia tidak pertu suatu titel
eksekutoriai, tanpa periu perantaraan Pengadifan, tanpa butuh bantuan
juru sita, maka seakan-akan hak eksekusi setalu slap - paraat - di tangan
pemegang gadai dan karenanya disebut parate eksekusi.

Yang mempunyai hak yang demikian itu adalah pemegang-gadai, peme-


gang haktanggungan, penerima-Fidusia dan juga pemegang-hipotik,
tetapi — khusus untuk pemegang hipotik - hanya kalau ia mempeilanjikan
hak seperti itu. Mereka mempunyai hak yang demikian itu hanya karena
mereka berkualitas sebagai pemegang-gadai, pemegang hak tanggungan
dan penen'nra-Fkkisia. Jadi, pemegang-hipotik juga dapat mempunyai
parate eksekusi, tetapi didasarkan atas suatu perjanjian. jadi baru ada,
kalau diperjanjikan

Pemegang-gadai berdasarkan parate eksekusi menjual barang gadai


seakan-akan seperti menjual barangnya sendiri. Pemegang-gadai dengan
hak tersebut mempunyai sarana pengambiian pelunasan yang diper-
mudah, di sederhanakan.

Dengan demikian, pemegang-gadai, setain daripada mempunyai hak


tagih yang didahulukan, juga mempunyai hak mengambil pelunasan yahg
disederhanakan.

Seperti sudah dikatakan di depan, Pasal 1155 merupakan pasai yang ber*
sifat mengatur (aanvuHend) dan para pihak diberikan' kebebaean untuk
memperjanjikan tain. Akan tetapi, memperjanjikan cara penjualan yang
lain dari pada penjualan di muka umum tidak diperfcenankan . Pembuat
183

153) Pitto, hal. 445; menurut Stein, hal. 107, yang drmaksud adaiah Tnemperjanitkan
seperti pads waktu perjanjian pemberian (arrrfnan dtbarikarv; dengan perkataan
lain, sesudah debitur wanprestasi boleh.

122 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kflbendaan


Qadai
Undang-Undang mempunyai kekhawatiran akan kemungkinan timbufnya
kerugian yang terfaiu besar bagi debitur melaiui persekongkofan antara
penjual dengan ciuon pambelinya. Namun, sebagaimana di depan teiah
kita kemukakan, seteiah debitur wanprestasi, maka para pihak dapat
mengadakan persetujuan untuk menjual benda jaminan di bawah
tangan . Di dalam praktek kita sering kali meHhat perjanjian gadai yang
154

mengandung Wausula penjualan, baik di muka umum maupun di bawah


tangan. Adanya janji seperti itu sebenarnya tidak dimaksudkan untuk di-
gunakan oleh kreditur secara semena-mena, tetapi mengingat, bahwa
sering kail penjualan di bawah tangan memberikan hasil yang lebih baik
dan ini menguntungkan kedua belah pihak. Blasanya dalam penjualan di
bawah tangan. kreditur pemegang-gadai mknta persetujuan dari pemberi-
gadai. DI samping itu, untuk benda-benda gadai yang mempunyai nilai
yang kecil saja, sungguh tidak praktjs dan eflsien untuk melaksanakan
penjualan mefalui juru lelang. Tidak tertutup kemungkinan, bahwa hasil
penjualan bisa lebih kecil dari biaya lelang (dengan semua persiapan
pendahukiannya).

Adanya janji untuk menjual di bawah tangan tidak periu harus merijadikan
klausula demikian batal demi hukum, tetapi paling-paling dapat dibatalkan;
kita llhat dahulu, apakah ada dasar yang. patut untuk mehcantumkan
klausula seperti itu* . Kalau tidak ada tuntutan dari pemberi-gadai, maka
85

boleh dianggap periindungan juga tidak dlbutuhkan.

Dalam hal para pihak menyingkirkan hak kreditur berdasarkan Pasal


1155, maka - dalam hal debitur wanprestasi - pelaksanaan hak-hak

154) B.N.I. 46 metalui Persetujuan Membuka Kroditrrwrr^erianjikan hak manjual bencia


jaminan di bawah tangan:
Paeai Vlft sub 8 mengatakan: Jikataw*,baik jumlah pokok; bunga. biaya ataupun
kewajiban lain .... tidak dibayar pada waktunya, maka Bank berhak menjual
baft di muka umum maupun di bawah tangan dengan syarat-syarat dan harga
ssrta pembeU-pembeli yang ditunjuk oleh Bank.
155) Bandingkan dengan Parts Hotman Hutapea, "Jenis^enis jarrftian yang diperiuteri
untuk tjansaksi meminjam dan transakti lain yang sejenis untuk memasbkan
keabsahan pelaksanaan dan prioritas bag! iamlnan anda" bag,), ha). 10. dalam
makftlah pada temuwicara "Hukum Jaminan di Indonesia", yang diadakan pada
tanggat 3 September 1987.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 128


QacUri
kreditur pemegang-gadai dilakukan dengan melaiui gugat perdata eiasa,
kecuali kreditur memegang akta notariil pengakuan hutang yang oer-
bentuk grosse, artinya mengandung titel eksekutoriai (Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa), yang pelaksanaannya cukup
dimintakan fiat eksekusi saja dari ketua Pengadilan.

Pasal 56 K (Kepailitan) menyatakan, bahwa kreditur pemegang-hipotik -¬


yang teiah memperjanjikan janji tersebut dalam Pasal 1178 K.U. H. Perdata
- dan pemegang gadai - dan sekarang melafui perubaban atas Pasal 56
K berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 1988, juga pemegang-hak tang-
gungan dan penerima-Fidusia - dapat melaksanakan, hak-haknya, se-
akan-akantidakada kepailitan. "Seakan-akantidakada kepailitan" berarti,
bahwa hak-hak pemegang-gadaitidakterpengaruh oleh adanya kepailit-
an, ia seolah-oiah ada di luar kepailitan. Karenanya, ia dinamakan kreditur
separatis; ia dengan benda gadainya seakan-akan terpisah dari boedel
yang pailit.

Kepada pemegang-hipotik dan pemegang-gadai, untuk mempertahankan


hak tersebut hanya dikenakan syarat, bahwa mereka melaksanakan hak-
nya sebelum lewat 2 (dua) bulan sesudah keadaantidakmampu mem-
bayar mulai, kecuali Hakim menentukan saat yang lain (Pasal 57 K).
Dalam Pasal 56 A K hak eksekusi kreditur yang disebutkan dalam Pasal
56 K ditangguhkan untuk jangka waktu paling jama .90 (sembilan puluh)
hari terhitung sejak tanggal keputusan pailit.

Setelah lampaunya waktu tersebut curator kepalitan harus menuntut di-


berikannya barang-barang gadai dan hipotik (Pasal 57 ayat (2) K). Ada-
kalanya dipermasalahkan, bagaimana akibat suatu sita yang dilakukan
oleh pihak-ketiga kreditur -- jadi debitur mempunyai lebih dan' seorang
kreditur - terhadap harta debitur yang berupa benda gadai ~ yang di-
gadaikan kepada kreditur?

Pertama-tama, kita harus ingat, bahwa kreditur pemegang-gadai adalah


kreditur separatis, yang artinya kedudukannya sebagai kreditur preferent
tidak terpengaruh oleh adanya kepailitan. Padahal, kepaltttan merupakan
sitaan umum, suatu sita untuk kepentingan semua kreditur dari si pailit.

124 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebandaan


Kalau terhadap suatu sitaan umum saja kreditur boleh beranggapan
seperti tidak ada kepailitan, apaiagi terhadap sitaan Wasa yang dlmajukan
oleh satu orang kreditur- Klranya tidak periu dlragukan lag), bahwa kreditur
pemegang-gadai berhak untuk meiancarkan verzet. Apaiagi pemberian
sifat hak kebendaan kepada' gadai dfmaksudkan agar memberikan ke-
dudukan yang kuat kepada kreditur, sehingga hak kebendaan yang lahlr
kemudian kedudukannya tetap ada di balakang kreditur-pemegang-gadai
dan hak tersebut mengikuti bendanya kedalam tangan siapapun la ber-
allh. Kalau haknya dapat dengan mudah dilumpuhkan oleh hanya tindak-
an sita pihak-ketiga, di mana letak kekuatan hak gadai? Juga, Kleyn
dengan tegas mengatakan, bahwa "hak-hak benda - maksudnya hak
kebendaan, penjelasan dari penulis - tidak terpengaruh oleh penyitaan
yang dilakukan kemudian atau oleh kepailitan ..... .
u156

Kita. lihat betapa kuatnya kedudukan seorang pemegang-gadai. la adalah


kreditur preferent, kreditur dengan parate eksekusi, dan sekaligus kreditur
separatis.

Kata-kata terakhir Pasal 1155 ayat (1) K.U.H.Perdata, menyatakan:


"... untuk mengambil pelunasan jumtah piutangnya dan bunga
seila biaya dari pendapatan penjualan tersebut*.
Maksud ketentuan tersebut adafah, bahwa kreditur mengambil apa yang
menjadi haknya, sedang selebihnya harus ia kembaiikan kepada debitor.

2. Pasal 1155 Ayat (2) K.U.H.Perdata


ApabHa benda-benda jaminan berupa surat-surat berharga, maka pen-
jualanrrya dilakukan di bursa di tempat df mana pemegang-gadai tinggal,
dengan syarat dihadlri oleh 2 (dua) orang makeiar.

Sekalipun pemegang-gadai bukan pemilik benda jaminan -- surat-surat


berharga - tetapf di dalam perijualannya di bursa, iaiah yang menyerah-

156) W.M.KIeyn. hal. 20.

HuMum Jaminan, Hatc-4-tak Jaminan Kabendaan 125


Gadai
kan hak milik alas benda-benda jaminan tersebut, berdasarkan hak, ke-
bendaan yang dipunyainya, kepada pembeli . 157

Sekali-kali kita melihat kejanggalan dl sini. Bukan pemilik yang menyerah-


kan hak milik suatu benda kepada pembeti dan orang tersebut -- peme-
gang-gadai - melakukannya tanpa kuasa dari pemilik, sedang undang-
undang hanya menyatakan, bahwa ia diberikan hak untuk menjual tanpa
disinggung mengenai kewenangan untuk menyerahkan/mengoperkan hak
milik atas barang tersebut.

Dari luar tampaknya pemegang-gadai seperti orang yang menjual barang-


nya sendiri.

3. Pasal 1156 K.U.H.Perdata


Di samping hak untuk menjual sendiri seperti tersebut di atas, peme-
gang-gadai, dalam hal debttur atau pemberi-gadai wanprestasi, masih
dapat menempuh jalan penyeiesaian yang lain, yaitu:

a. Motion agar Hakim menentukan cara penjualan barang gadai.


Yang demikian itu mungkin sekali diperlukan untuk menjaga agar
barang gadai menghasilkan uang sebanyak mungkin, sebab peme-
gang-gadai mempunyai kepentingan agar harga jual paling tidak
menutup piutangnya.
Adakalanya barang-barang tertentu tidak menguntungkan untuk
dijual di depan umum, umpamanya tagihan atas narna
Mungkin akan tfmbul pertanyaan pada saudara, mengapa tidak di-
tagih saja piutang tersebut? Akan tetapi, harus diselesaikan dulu,
apakah pemegang-gadai boleh menagih sendiri piutang yang di-
gadaikan kepadanya?'
Para sarjana tidak keberatan, tetapi H.R. tidak setuju. Wewenang
demikian tidak diberikan oteh undang-undang. Kalau pemegang-

157} Vegens-Oppenheim, hal. 228; Stain, hal. 106.

126 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


gadai diberikan wewenang seperti itu. maka haf itu sama dengan
pemegang-gadai otomatis menjadi pemilik barang gadai, kalau
pemberi-gadai wanprestasi.. Yang demikian itu bertentangan
dengan Pasal 1154, Pitio tidak setuju dengan jaian pikimn
158

seperti tersebut dl atas. Pembuat Undang-Undang pada waktu


membuat Pasai 1154 hanya terpikir akan benda-benda berwujud,
yang nilainya tidak pastj, dan bary diketahui nilai riilnya dalam
suatu penjualan dimuka umum. Sebagaimana telah dikatakan di
depan, kewajiban penjualan di depan umum dimaksudkan untuk
menghindarkan kemungkinan kerugian yang terialu besar bagi
pemberi-gadai.

Akan tetapi, dalam hainya tagihan atas nama keadaannya lain


sekali. Benda jaminan tersebut sejak semula mempunyai nilai
nominal, sehingga pemegang-gadai sejak semula tidak mungkin
main-main dengan harga. Hasil tagihan pemegang-gadai bisa dV
ketahui dan diperhitungkan dengan hutang pemberi-gadai. Kalau
ada kelebihan, maka wajiblah dia mengembaltkannya. Dan se-
bagaimana sudah dikemukakan di depan, daiam praktek kesuiitan
tersebut diatasi dengan jalan pemegang-gadai memperjanjikan,
bahwa dalam hal debitur wanprestasi pemegang-gadai diberi
kuasa yang tidak dapat ditarik kembali untuk menagih piutang
yang digadaikan.

Untung kemudian H.R. dalam keputusannya tanggal 19 Januari


1928 berubah pendirlan dan membenarkan bahwa pemegang-
gadai mempunyai hak untuk menagih . 159

b. Mohon agar Hakim mengizinkan pemegang-gadai membeli sendiri


barang gadai dengan harga yang dltentukan oleh Hakim. Adanya
wewenang yang demikian itu terasa bermanfaat dalam hai barang

158) Hal. 450; v. Oven, hal. 94-95; di depan juga telah dikemukakan, bahwa menurut
Stein kreditur dapat menagih tagihan yang dijam'mltan kepadanya. kalau memang
sudah matang untuk ditagih.
159) PtBo, hal. 450.

Hukum Jamman, Hak-hak Jamman Kabendaan 127


Qadai
gadai tururt sekali nilainya, sehingga penjualan di muka umum
maiah akan merugikan kedua beiah pihak. Kekhawatiran terhadap
kecurangan pemegang-gadai' di sini tidak periu ada, karena
Hakimlah yang memberikan keputusan, baik mengenai dikabulkan
atau tidaknya maupun harganya.

Q. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PEMEGANG GADAI


Pasal 1157 K.U.H.Perdata
Pemegang-gadai, baik kreditur maupun pihak-ketiga, berkewajiban untuk
merawat benda gadai yang ada di dalam tangannya. la bertanggung
jawab atas kehilangan atau kemerosotan benda gadai, kalau hal itu terjadi
karena kesatahannya (keialaiannya). Sebagai imbalan terhadap kewajib-
an tersebut ia berhak untuk memperhitungken ongkos terhadap pemilik
benda.

Sebagaimana di depan telah dikatakan hak milik benda gadai masih tetap
pada pemberi-gadai dan pemegang-gadai berkedudukan sebagai peme-
gang benda gadai sebagai jaminan saja.

Ongkos yang dapat diperhitungkan adalah ongkos-ongkos yang periu dari


berguna. Jadi ongkos-ongkos yang bermanfaat, sekalipun tidak periu,
bisa diminta kembali dari pemilik. Akan tetapi, ongkos yang bagaimana
yang dianggap bermanfaat dan yang bagaimana yane/perlu bergantung
pada keadaan dan harus diSnjau kasusdemi kasus.

R. HAK KREDITUR ATAS BUNGA BENOA GADAI


Pasal 1158 ICU.H.Perdata
Pemegang-gadai berhak untuk memperhitungkan bunga, yang ke luar
dari benda gadai, yang dipegang olehnya sebagai jaminan, dengan bunga
piutangnya kepada debitur dan kalau piutangnya tidak menghasilkan
bunga, memperhitungkannya dengan pokok hutang.

128 Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebemtaan


Dt ami sebenarnya pemegangtgadai rnernpunyai lagi suatu hak peng-
ambiian pelunasan yang didahulukan, sebab dengan hak tersebut la
dapat memperhitungkan hasH bunga tersebut iebih dahulu dari orang lain.
Akan tetapi, wewenang tersebuttidakdapat lagi diperiuas hingga meliputi
hasil benda gadai, seperti buahnya, telumya atau anaknya' . Karena 60

undang-undang tidak mengatur tentang hai itu, maka Pitta memberikan


penyetesalan dengan memberikan wewenang kepada permgang-gadal
untuk membelinya sendiri atau menjualnya cian rhempemftu ngkannya
dengan bunga darvatau uang pinjaman pokok. 161

r
S. HAK RETENTIE PEMEGANG GADAI
Pasal 1159 K.U.H.Perdata
Pemegang-gadai mempunyai hak retensi selama hutang pokok, bunga
dan ongkos-ongkos yang menjadi tanggungan debitur belum dlkinasi.
Sekalipun undang-undang berkata tentang ia telah membayar se-
penuhnya tetapi pasal tersebut harus ditafslrkan luas, yaitu retensi
pemegang-gadai pun hapus, kalau hutang-hutang tersebut hapus karena
sebab lain, seperti novasi, kompensasl atau pembebasan,hutang, Akan
tetapi, pemberi-gadai, sebelum pelunasan. berhak untuk meminta kembali
barang gadainya, kalau pemegang-gadai menyalahgunakari benda gadai:

Jika debitur di samping hutang yang pertama, sesudah itu mempunyai lagi
hutang yang kedua dan hutang yang kedua tersebut sudah matang untuk
ditagih sebelum atau pada saat yang sama dengan hutang yang pertama
maka pemegang-gadai berhak tetap mempertahankah benda gadai
sampai dllunasinya kedua taglhan tersebut Keistfmewaannya adalah
bahwa pemegang-gadai mempunyai hak retensi terhadap barang gadai
untuk suatu piutang terhadap mana benda gadaitidaksecara tegaa-tegas
di perikatkan, padahal gadai harus diperjanjikan.

160) Veegerts-Oppenheim, rial. 230: menurut Stein hak kreditur mefipuB juga divider),
sekalipun bukan merupakan bunga; vide hai. 148.
161} PWo, hal. 449.

Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Qadai
Dasar pikiran pembuat unciang-undang adaiah, bahwa pemegang-gadai
dianggap telah memberikan hutang yang kedua dengan pikiran bahwa
tagihan yang kedua dijamin dengan jaminan yang same.

Di sini ada keanehan. Kalau untuk piutang yang pertama disyaratkan ada-
nya perjanjian gadai secara tegas, pada tagihan yang kedua undang-
undang cukup puss dengan "anggapan" saja, Akan tetapi, kalau kita
perhatikan kata-kata < Pasal'1 159 ayat (2) K.U.H.Perdata, di sana sebenar-
nya tidak dikatakan ada gadai lagi untuk piutang yang kedua, yang ada
adafari diberlkannya hak retensi atas benda gadai .162

Karenanya, ia pun tidak, mempunyai < hak unfajk mengarnbij pelunasan


lebih dulu atas hasil penjualan untuk tagihannya yang kedua. Mengingat
bahwa agar kreditur pemegang-gadai dapat melaksanakan haknya ber-
dasarkan Pasal 1159, tagihan yang; kedua harus sudah matang untuk di-
tagih, maka kesempatan untuk tuntutan kompensasl seiaiu terbuka dan
memang dibenarkan, bahkan tetap dapat dibenaikan seendainya ada
kepailrtan' .
83

i ,

T. HAK GADAI TIDAK DAPAT DIBAGI-BAGI


Pasal 1160 K.U.H.Perdata
Hak gadai tidak .dapat dlbagl-bagi, artinya: hak gadai tidak menindih
bagian-bagian dari benda gadai - . benda jaminan - berdasarkan per-
imbangan hutangnya, tetapi menindih seluruh hutang dan setiap bagian
dari hutang menindih semua benda gadai - setiap bagian dari benda
jaminan ~ sebagai suatu keseiuruhan.

Sebuah contoh mungkin bisa menjelaskan.


Sering kali seorang debitur mempunyai gambaran kell.ru tentang hak
gadai, yaitu dia mengira, bahwa kalau ia melunasi setengah dari hutang-
nya, ia juga membebaskan setengah benda jaminannya. Jadi, kalau ia

162) Mljnssen-Verlen, hal. 97.


163) Pltio.hal.439.

130 Hukum Jaminen, Hak-hak Jam man Kabendaan


semula berhutang Rp 1.000.000,00 (satu rupiah), ^^emberikar)
sebagai jaminan 1 (satu) giwang, kemudian setelah lunas ia hutang lag)
sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan sebagai jaminsh ia berikah
giwang tadi lagi ditambah dengan 1 (satu) kalung berlian, maka kalau ia
rrtelunasi sebagian dari hutangnya, yaitu katakan saja Rp 1:000,000,00
(satu juta rupiah), maka biasanya ia mengira bahwa ia berhak untuk me-
nuntut kembali/pembebasan giwang atau kalungnya (salah satu). Ber-
dasarkan sifat gadai yang tidak dapat dibagi-bagi, maka pemegang-gadai
berhak untuk tetap menahan seluruh benda jaminan sampai hutangnya
dibayar lunas. Hal itu disebabkan oleh adanya prinsip seperti tersebut di
atas, yaitu bahwa:

setiap hutang (dan setiap bagian dari hutang) menindih setiap


bagian maupun seluruh benda jaminan sebagai satu kesatuan,
bukan sebagai benda berdiri sendiri-sendHt, sekalipun benda
jaminannya dapat dibagi-bagi.
Bahkan.kalau piutangnya sendiri merupakan piutang. yang,dapat dibagi-
bagi, tidak berarti, bahwa hal itu, membawa akibat, bahwa benda jaminan-
nya taiu juga dapat dibagi-bagi menurut perimbangan nilai tagihannya.
Kata-kata "sekalipun hutangnya diantara waris debitur maupun kreditur
dapat dibagi-bagi ' dalam Pasal 1160 K.U.H.Perdata menunjukkan adanya
1

pengoperan hutang atau tagihan berdasarkan alas hak umum kepada


para ahli warisnya. Sekalipun hutang debitur (pewaris) yang jatuh kepada
para ahli warisnya tefah dibagi-bagi atau tagihan kreditur (karena kreditur
meninggal) telah dibagi-bagi diantara para ahli warisnya,' tidakJah berarti.
bahwa benda jaminan dapat dibagi-bagi atau menjadi terbagi-bagi di
antara para ahli warisnya. Akibatnya ahli waris debitur (ahli waris pewaris)
yang telah melunasi bagian hutang (warisan) yang. jatuh padanya tidak
berhak untuk menuntut pembebasan sebagian dari jaminan. sebaliknya
ahli waris kreditur yang menerima pelunasan (dari debitur pewaris) se-
besar bagian warisannya, yang berupa sebagian dari {kesaiuruhan) tagih-
an, tidak boleh melepaskan benda jaminan untuk kerugian para kawan-
wariayang lain. Sekalipun demikian para pihak bebas untuk memperjanji-
kan lain. Pasal 1160 bersifat mengatur.

Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kabendaan 131


Qadai

U. HAPUSNYA GADAI
Hak gadai hapus:
a. Dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai. Ini
sesuai dengan sifat accessoir daripada gadai, sehingga nasibnya
bergantung kepada perikatan pokoknya.
Perikatan pokok hapus antara lain karena:
— pelunasan
- kompensasl
— novasi
- penghapusan hutang
b. Dengan terlepasnya. benda jaminan dari kekuasaan pemegang-
gadai.
Tetapi pemegang-gadai masih mempunyai hak untuk menuntutnya
kembali dan kalau berhasil, maka urKiang^mdang menganggap
perjanjian gadai tersebut tidak pemah terputus (Pasal 1152 ayat (3)
K.U.H.Perdata).
c. Dengan hapus/musnahnya benda jaminan.
d. Dengan dilepasnya benda gadai secara sukarela,
e. Dengan percampuran, yaitu dalam hai pemegang-gadai menjadi
pemilik barang gadai tersebut.
f. Kalau ada penyatahgunaan benda gadai oleh pemegang-gadai
(Pasal 1159 K.U.H. Perdata). Sebenarnya undang-undang tidak
mengatakan secara tegas mengenai hal ini. Hanya dalam Pasai
1159 dikatakan, bahwa pemegang-gadai mempunyai hak retensi,
kecuali kalau la menyalahgunakan benda gadai, dalam hal mana,
secara a coritrarto dapat disimpulkan, bahwa pemberi-gadai berhak
untuk menuntut kembali benda jaminan. Kalau benda jaminan ke
luar dari kekuasaan pemegang-gadai, maka gadainya menjadi
hapus.

122 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Qadai
Catatan:
Semua ketentuan mengenal gadai tidak beffaku bagi barang-
barang dagangan, sepanjang K.U.M.D. mengatumya sendiri;
juga tidak beriaku bag) bank-bank Pemerjntah. pemberi kredit,
sepanjang mereka mempunyai peraturan yang menyimpang,
yang disepakati antara Bank dan penerima, kredit Juga
jawatan Pegadaian mempunyai peraturan sendiri.
Sepanjang tidak diatur secara menyimpang, maka beriakulah
peraturan gadai menurut K,U.H.Perdata *.
t6

V. CONTOH AKTA GADAI DAN ANALISISNYA


DI bawah akan disajikan contoh akta perjanjian gadai dari di sana-sini di
mapa periu akan diberikan komentarnya. Mengingat akta perjanjian gadai
tidak terikat pada bentuk tertentu, maka perjanjian tersebut dapat baik
lisan maupun tertulis (dl bawah tangan maupun otentik). Pi bewail ini di-
sajikan contoh akta hutang-ptutang dengan dtssrtai perjanjian penjaminan
gadai.

Contoh kesatu:

PENGAKUAN HUTANG DENGAN GADAI BARANG


Nomor: 36
Pada hari ini Saptu, tanggal dua puluh satu Juni tahun seribu — : —
sembilan ratus sembHan puluh (21-06-1990), menghadap di hadap-
an saya, Kuroonto, Sarjana Hukum, notaris di Purwokerto, dengan -
dihadiri oleh saksi-sakai yang saya, notaris, kenal dan nama-nama-
nya akan disebutkan pada bagian akhir akta ini: -~—
1. Nyonya SUTINAH, semula bemama MARIE ZOET, janda, —
bertempattinggaldi jalan Setasiun Nomor 1000, Purwokerto,--
- pihak pertama (yang berhutang atau debttur), — - — — •

164) Veegens-Qppenhatrn, hal. 233.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabandaan 133


Qadai
2. Nyonya MINEM, semula bernama TAN MIN NIQ; janda.
bertempat.tjnggal.di.jalan Kledung Nomor 200, Purbailngga. --
— pihak kedua (yang menghutangkan atau .kreditur).
Para penghadap telah dikertal oleh Saya, notaris. Perighadap pihak
pertama/debfrur menerarigkan dalam surat inS merigakui telah
berhutahg kepada perighadap pihak kedua/kredttur Uang sebesar --
Rp 1.000:006,00 (satu juta rupiah) atas dasar hutang-pfutang,
}umlah uang mana tetah diterima oleh debitur sebeiurri — —
penandatanganan akta ini, — — " — - — — > -
- pengakuan mana dibenarkan oleh kreditur, dan para pihak —-
telah saHng eepakat.untuk menganggap dan menerima akta ~
ini beriaku juga sebagai tanda penerimaan uang tersebut. —
Komentar:
Perjanjian Utang-Piutang ini merupakah perjanjian pokok yang
berdiri sendiri; penyerahan dan penerimaan uang pinjaman
merupakan syarat adanya perjanjian utang-piutang. sebagai
perjanjian yang bersifat rill. -~
Selanjutnya para penghadap menerangkan, bahwa parapjhak
(para penghadap) telah sating sepakat untuk menetapkan
perjahji^h hutartg-piutahg hi dftutup dengan memakai syarat-syarat
dan janji-janji sebagai berikut:
Pasal 1 •. ,
Hutang sebesar Rp 1.000.000.00 (satu jutarupiah)tersebutharus -
dibayar kembali oleh debitur kepada kreditur dalam 10 (sepuluh) —
angsuran butanah berturut-turut, tiap arigsurah sebesar
Rp 100.000,00 (seratusriburupiah), untuk pertama kalinya"-
(angsuran pertama) akan terjadi pada tanggal dua puluh Jull tahun
seribu sembilan ratus sembitan puluh (20-07-1990),
Demikian selanjutnya tiap tanggal 20 (dua puluh) bulan-bulan
berikutnya, sehingga angsuran kesepuluh atau terakhir akan terjadi
pada tanggal dua puluh April tahun-seribu sembilan ratus sembilan
puluh satu (20-04-1991). -
134 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan
— -1

— Pasal 2 •
Atas hutang yangbevjumiah Rp 1.000:000,00 (satu juta rupiah) —
tersebut, atau Jfka tetah cfiangsur, atas sisanya dfkehakan bunga —
sebesar 3% (tiga persen) sebulah, yahg wajib dibayar oleh debitur
kepada kredfturtJap-sap bUlan bersama-sarria dengan angsuran —
hutang pokeWiya = —^—--—

- Pasal 3 — : ;

Segaia pembayaran harus dilakukan oleh debitur di kantor kreditur.

Pasal 4 •
Segala biaya penagihan di daiam maupun di luar Pengadilan, - —
termasuk juga biaya sita dan honor pengao&ra penagihan harus —
dibayar oteh debitur. >.—;
_ ~ Pasal S : •
Hutang sebesar Rp 1 000.00p,00 (satu juta rupiah)tersebutatau —
jika telah diangsur, sisanya, harus dibayar seketjka dan sekali
lunas: —, . -~.
a. jika debitur lalai memenuhi kewajiban pembayarannya
sebagaimana ditentukan di atas, dengan ketentuan, bahwa —
iewatnya jangka waktu seperti yang ditetapkan seperti
tersebut di atas saja sudah oukup membuktJkan kelalaian
debitur dan karenanya kalalaiannya tidak periu dibuktikan •—
lebih lanjut dengan surat juru sita atau surat lain yang
semaksud dengan Itu; •
b. jika debitur meninggat dunia, pailit atau ditaruh dalam
pengampuan (ouratele); —
e. jika atas harta benda yang berhutang ditaruh penyitaan;
d. jika benda gadai yang tersebut dl bawah ini seluruhnya atau
sebagiannya karena sebab apa pun hilang.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 135


^ ^ ^ ^

Kotntntafi
Keeemua persyaratan tersebut di atas diadakan demi ke-
anwian dan kemudahan kreditur di daiam mengambil pe-
lunasan atas kreditnya. Pasal 1238 merupakan ketentuan
hukum yang menambah (unsur naturaiia dari perjanjian) yang
memungkinkan bagi para pihak untuk mengadakan ketentuan
sendiri yang menyimpang. Dalam hal debitur meninggal dunia,
pailit atau ditaruh di bawah pengampuan, maka kreditur ber-
kepentingan agar tagihannya bisa ditagih dengan segera,
karena kalau ada penerimaan warisan secara beneficiair,
pismanggilari kreditur untuk penyelesalan tagihan dalam
kepailitan, maka kreditur berkepenuhgan agar tagihannya
disertskan dalam penyusunan urut-urutan prioritas tagihan
(rangregeiing).
Untuk itu tagihannya pada saat itu harus sudah matang untuk
ditagih (opeisbaar). Demikian puia kalau ada sita jaminan
yang merupakan permulaari dari suatu executie kreditur ber-
kepentingan, bahwa tagihannya sudah jatuh waktu, agar ia
dengan turut mengguggat debitur dan meletakkan sita atas
benda yang sama dan mungkin juga yang lain (Pasal 202,
PasaJ. 203 H.i.R.) dapat turut menlkmati hasS eksekusi secara
pond's-pond's dengan kreditur eksekutolr yang lain.
Apabila benda gadai hilang, maka hak gadai menjadi hapus
(Pasal 1152 ayat(3)), dengan aMbat, bahwa tagihannya kalau
hanya dijamin dengan benda gadai yang hitang saja tagihan-
nya menjadi tagihan konkuren dan karenanya kreditur se-
karang berkepentingan agar ia dapat segera menagih debitur-
nya, sebelum kreditur yang lain. Hal itu baru mungkin kalau
tagihannya sudah matang. Jtulah dasar mengapa para kreditur
umumnya memperjanjikan janji seperti tersebut di atas.

IBS Hukum Jamman, Hak-hak Jamman Kebendaan


: SS&i
• . — — — — Paaal 6
Untuk lebih menjamin, bahwa debitur akan melaksanakan semua -
kewajiban pembayarannya terhadap kreditur dengan baik dan
sebagaimana mestinya, baik untuk hutang yang sekarang ada
maupun yang di kemudian hari akan diadakan, terutama kewajiban
pembayaran sebagaimana disebutkan di atas, baik meliputi hutang
pokok, bunga, ongkos-ongkos maupun kewajiban-kewajiban yang -
lain, maka pihak pertama dengan ini menggadaikan dan
menyerahkan dari tangan ke tangan kepada pihak kedua, yang -----
menerangkan menerima gadai dan menerima penyerahan atas: —
A. Satu paaang giwang emas bermata beriian, yaitu
maslrig-masirig dengan 1 (satu) beriian putih di tengah
sebesar 1 (karat), dikelitingi-dengan 6 (eriam) beriian putih. —
maaing-masing sebesar 1/5 {satu periima) karat, kesemuanya
asahan/slijp Amsterdam (Amsterdams stijpsei), yang
masing-masing oteh para pihak ditaksir menurut harga pada
saat ini seharga Rp 3 000.000,00 (tiga juta rupiah).
B. Satu Uontin dari emas, bermata beriian putih muml asahan —
Amsterdam sebesar 1/2 (satu perdua) karat yang oleh para -
pihak ditaksir berharga Rp 1 fJOO.000,00 (sfilu juta rupiah), —
Komentan -
Di alas dikemukakan, bahwa perjanjian gadai diadakan untuk
lebih menjamin pelaksanaan kewajiban debitur berdasarkan -
perjanjian hutang piutang. Jadi perjanjian gadai dibuat untuk -
mendukung perjanjian hutang piutang. Dari sini tampak,
bahwa perjanjian gadai mengabdi diadakan demi kepentingan
atau dengan perkataan tain accessoir pada perjaniian
hutang-piutang sebagai perjanjian pokok.
Untuk adanya gadai, tidak cukup bahwa para pihak sepakat.
untuk menutup perjanjian gadai, tetapi benda-benda gadai
harus dikeluarkan dari kekuasaan 'pemberi-gadai dan dalam
contoh dl atas diwujudkan dalam bentuk penyerahan nyata
dari debitur-pemberi-gadai ke dalam tangan kreditur-
penerima/pemegang-gadai.
Hukum Jamtnan, Hak-hak Jamiran Kabendaan 137
&&!
Qadai barang-barang tersebut dilakukan dengan syarat-syarat
sebagai berikut: r

ad.l Pemegang*gadai dtwajibken menyimpan barang-barang


tersebut pada tempat yang aman.
ad£ Jlkafau barang4»rano;tersebut baik seluruhnya atau
sebaglannya, atas dasar apa pun, hilang, rriaka pemegang—
gadai dhvajtbkarf membayar kerugian kepada pemberi-gadai --
seharga yang sama dengan harga taksiran yang disepakati —
seperti tersebut'di atas. - — - — ^ 1

Komentar:
Uhat ketentuan Pasal .1157 K.U.H.Perdata. di mana
dikatakan, bahwa pada prinsipnya kradttur-pemegang-
gadal benanggung jawab atas keutuhan benda gadai
atas kehilangan dan kemerosotannilainya). ;

Disebutkann ya dengan tegas taksasi harga benda gadai


oteh para pihak adalah untuk mencegah. aengketa yang
barlarut-larut mengenai nilai dari benda jaminan, apabila
di kemudian hari ada tuntutan ganti rugi dari pihak
debitur-pemberi-gadai.
ad.3 Pemegang-gadai pribadi diperkenankan atas tanggung jawab
sendiri memakai barang-barang tersebut.
Pemegang-gadai tidak diperkenankan untuk meminjamkan —
benda gadai kepada orang lain. -~ —
Dalam hal terjadi pelanggaran mengenai hal ini, perjanjian —
gadai ini menjadi batal dan pemegang-gadai diwajibkan untuk
segera, dengan biaya pemegang-gadai sendiri,
mengembalikan benda gadai.kepada pambert-gadai.

Kortwntan
Pada prinsipnya pemegang-gadai tidak diperkenankan
untuk menggunakan benda gadai haknya bukan hak
untuk menikmati (bukan genotsrechten), tetapi untuk
memberikan jaminan (rasa aman, zekerheidsrechten),
taT Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Keber&aaii
Gadai
namun ketentuan. tersebut sebagai suatu ketentuan
yang bersHat menambah (aanvullendrecht) dapat dl-
simpangi dengan sepakat para pihak, seperti tampak di
atas.
Menurut Pass! 1159 selaftia pemegang-gadai tidak me-
hyaiahgunakart benda gadai, maka ia berhak untuk me-
nahannya sampai seluruh hutang debttur yang dijamin
dengan gadai, dibayar lunas. A contario berarti, kalau
pemegang-gadai menyaiahgunakan benda gadai ter-
masuk kalau ia menyaiahi apa yangtelahdisepakati ber-
sama mengenai penggunaaan benda gadai maka debitur
berhak untuk menuntut penyerahan kembali benda
gadai, apaiagi di atas, diperjanjikan secara tegas.
ad.4 Jikalau pemberi gadaitataimemenuhi kewajibannya, maka -—
pemegang-gadai d'rwajibkan urrtukmencaripembeli, dan
untuk itu-dlkuasakan untuk menjual benda gadai dengan — -
harga dan syarat-syarat yang umum beriaku dan dlanggap
balk oleh kreditur-pemegang-gadai, menerima uang hasil
penjualannya, dengan ketentuan, bahwa dari uang hasil
penjualan tersebut setetah dikurangi dengan ongkos-ongkos,
pertama-tama harus digunakan untuk rrielunasVmembayar —
hutang debltur-pemberi-gadal kepada kreditur dan jika ada
sisanya, menyerahkan sisanya kepada debitur-pemberi-gadai,

Katmntar:
Pada prinsipnya dalam gadai beriaku larangan untuk
memperjanjikan, bahwa apabila debitur wanprestasi,
benda jaminan akan otomatis menjadi milik kreditur-
pemegang-gadai (Pasal 1154).
Berdasarkan Pasal 1155 pemegang gadai demi hukum
tanpa periu memperjanjikannya mempunyai parate
eksekusi, tetapi penjualannya harus dilakukan di muka
umum (melaiui lelang).

Hukum Jaminan, Hak-nak Jaminan Kebendaan 139


Gadai ,
Orang kadang'leadangtidakmau repot untuk mengurus
penjualan melaiui kantor lelang, apaiagi kalau kebetulan
nllal benda jaminan tidak tinggi. Bisa-btaa habis untuk
ongkos. Juga ada benda tertentu yang akan menghasil-
kan lebih baik dalam penjualan di bawah tangan dari-
pada dileiangan. Itulah seperti tersebut di atas para pihak
adakalanya memperjanjikan kuasa untuk menjual di
bawah tangan.
ad.5 Jlkalau kreditur-pemegang-gadai mengoperkan piutangnya —
tersebut di atas melaiui cessie atau cara yang lain, maka
perjanjian gadai menjadi batal dengan sendlrinya dan
kredrtur-pemegang-gadai diwajibkan untuk menyerahkan
kembali benda gadai kepada debitur-pemberi-gadai, dan
dalam hal kreditur-pemegangrgadai tidak dapat menyerahkan
kembali benda gadai tersebut, maka kreditur wajlb untuk
membayar ganti-rugi kepada debitur-pemberi-gadai seharga -¬
yang sama dengan harga taksiran yang disepakati bersama -
tersebut di atas.

Komentar:
Dalam pengoperan melaiui cessie pada prinsipnya
tagihan tersebut sebagai perikatan pokoknya berpindah
berikut dengan semua accessoimya dari cedent kepada
cessionaris.
Namuntidaktertutup kemungkinan bagi para pihak untuk
memperjanjikan tain. Karena janji tersebut hanya meng-
ikat para pihak saja {Pasal 1315 jo Pasal 1340 ayat (2)),
maka dalam perjanjian antara para pihak periu diadakan
ketentuan sanksi yang diwujudkan dalam sejumlah uang
daiam hal ada wanprestasi. Hukumtidakdapat menjamin
pelaksanaan riii kewajiban prestasi yang berupa melaku-
kan atautidakmelakukan sesuatu.

140 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Qadai
•<" • • pasal 7 1
Mengenal perjanjian Ini dan segala akibatnya para pihak telah
memllih tempat kediaman hukum (domisili) yang umum dan tetap -
dlkantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri di Purwokerto. —

DEMIKIAN AKTA INI .

Dibuat dan diresmikan di Purwokerto, pada hari dan tanggal


sebagai tersebut di atas, dengan dihadiri oleh Tuan Umpomo dan -
Nyonya Maya, kedua-duanya karyawan Kantor Notaris dan
bertempat tinggal di Purwokerto sebagai saksi-saksi. —
Setelah akta ini saya, notaris, bacakan dihadapan para penghadap
dan para saksi, maka pada ketika itu juga para penghadap, para —
saksi dan saya. notaris, menandatanganinya.

Contoh kedua:

PENGAKUAN HUTANG DENGAN GADAI BARANG


Nomor: 37

Pada hari ini Saptu, tanggal dua puluh satu Jul! tahun seribu
sembilan ratus sembHan puluh (21 -07-1990), menghadap di
hadapan saya, Kurconto, Sarjana Hukum, notaris di Purwokerto, —
dengan dihadiri Oleh saksi-saksi yahg saya, notaris, kenai dan
nama-namahya akan disebutkan pada bagian akhir akta ini:
1. Nyonya SUTINAH, semula bernama MARIE ZOET, janda,
bertempat tinggal di jalan Setasiun Nomor 1000, Purwokerto, -
- pihak pertama (yang berhutang atau debitur), -r
2. Nyonya MINEM, semula bernama TAN MIEN NIO, janda,
bertempat tinggal di jalan Kledung Nomor 200, Purballngga, ~
- pihak kedua (yang mehghutangkan atau kreditur).
Para penghadap saya, notaris, kenaJ.
Penghadap pihak pertama menerangkan, bahwa pihak pertama —
benar-benar dan dengan sah berhutang kepada penghadap pihak
Hukum Jamman, Hak-hak Jamman Kebendaan 141
kedua atas dasar hutang-uang sebesar Rp 1.000.000.00 (satu juta
rupiah), jumlah mana telah diterima oleh pihak pertama dari pihak -
kedua sebelum penandatangan akta ini dan untuk penerimaan
uang tersebut para pihak sepakat untuk menerima akta ini beriaku -
puia sebagai tanda penerimaan (kultansl)-nya.
Komentar:
Seperti komentar pada contoh yang pertama. perjanjian
utang-ptutartgnya merupakan perjanjian rtil' dan' berdiri
sendiri sebagai perjanjian' pokok.
Para penghadap selanjutnya menerangkan, mereka (kedua pihak)
telah bersepakat. bahwa perjanjian hutang tersebut dilakukan dan
diterima dengan syarat-syarat dan keterituan-ketentuan (janji-janjl)
sebagai berikut: * ' —*

Pasal 1 j ' . •
Pihak pertama berjanji dan. oleh, karena itu rnengikatdiri untuk
membayar kembali hutangnya itu secara seketika dan sekaligus —
pada atau sebelum tanggal dua puluh satu Jull tahun serlbu
sembilan ratus sembilan puluh (21-07-1990). — —

Pasal 2
Pihak pertama berjanji dan karena itu mengikatdiri unjuk
membayar bunga sebesar 3% (tiga persen) setiap bulan dari
hutang pokok tersebut di atas, yang semuanya harus dibayar lunas
sekaligus bersamaan dengan pembayaran hutang pokok tersebut -
dl atas pada hari jatuh tempo, yaitu pada tanggal dua puluh satu —
Juli tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh satu (21-07-1991).
Pasal 3
Semua pembayaran harus dilakukan kepada dan di kantor pihak —
kedua di jalan Kledung Nomor 200, Purballngga tersebut dl atas, —
dengan catatan jika pihak pertama membayar metaui wesel (pos —
atau Bank), yang memang dibenarkarvo'lperbolehkan* maka
tanggal wesel yang bersangkutan beriaku. sebagai tanggal
142 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan
pembayaran, sedangkan real-rrya bertaku sebagai tanda
penerimaan uang (kuttansi^nya. --—-—-—»*«
_ , pasai 4 ———
Menyimpang dari ketenttMn tersebut daiarri Pasal 1 di atas pihak --
kedua berhak menagih piutangnya kepadarterhadap pihak pertama
dengan ssketifca dan sekaligus: — ^ ^ u *
jika pihak pertama meninggal dunia sebelum melunasi
hutangnya itu, *
'
- jika pihak pertama ditaruh di bawah pengampuan (curetele) —
atau karena/dengan cara apapun kehilangan hak untuk
mengurus harta~benda (kekayaan)-nya. --
jika harta benda (kekayaan) pihak pertama baik seluruh atau -
sebagaiannya secara apa pun di sita dan atau
— pihak pertama tkJak/kurang menepati (memenMhf)
janji-janjinya menurut akta ini.

! :— -Pasal.5 • " " - ••••• r r —

Semua biaya untuk menagih hutang menurut akta ini, antara lain —
biaya-biaya tegurarvperingatan dan honorarium kuasa/pehgacara -
pihak kedua, demikian puia biaya-biaya (ongkos-ongkos) lain yang
ada (atau mungkin timbul) sehubungan dengan hubungan.
hutangrpiutang tersebut di atas, harus dipikul dan dibayar oleh
pihak pertama. — -. -—

Pasal 6
Guna menjamin lebih kuat dan pasti, bahwa pihak pertama akan —
membayar semua hutangnya itu kepada pihak kedua dengan baik -
dan sebagaimana mestinya, sesuai dengan apa yang dijanjikan —
dalam/menurut akta ini, maka pihak pertama dengan ini member! -
jaminan gadai kepada pihak kedua, jaminan mana diterima baik —
oleh pihak kedua, sebagai berikut: •

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 143


Pedal
Pihak pertama dengan inr rnemberikan gadai kepada dan untuk —
kepentingan pihak kedua. yang dengan ini mertertrna gadai dari —
pihak pertama. yang berupa: 20 (dua puluh) helai/buah saham atas
tunjuk (aan toonder) Perseroan Terbatas "P.T. Siamet Banyumas". •
berkedudukan di Purwokerto, beserta dengantakwvdan tanda
dividen, dengan nomor mulai dan 10001 sampai dengan nomor —
100020, masing-masing bemilai nominal sebesar fip 100.000.00 —
(seratus ribu rupiah), kesemuanya dilakukan dan diterima dengan -
disertal penyerahan kepada pihak kedua dan semua hak yang oleh
hukum (undang-undang) diberikan kepada pemegang-gadai. — — 1

antara tain dan terutama hak untuk mengeluarkan suara dalam —


rapat pemegang/pemilik saham dan hak untuk menjual
saham-saham yang digadaikan itu, - —
- yaitu jika pihak pertama melalaikan atau tidak memenuhi
kewajibannya dengan baik dan sebagaimana mestlnya seperti
yang telah ditentukan daiam akta ini, 1

dengan tidak dfwajibkan memenuhi tindakan (prosedur) resmi
menurut hukum, baik di muka umum ataupun di bawah tangan, —
dengan ketentuan. jika penyerahan itu dilakukan secara di bawah --
tangan, harus dengan perantaraan 2 (dua) orang makelar.
Semua kuasa tersebut di atas tidak dapat ditarik kembali dan tidak
akan berakhfr oleh sebab-sebab sebagai yang ditetapkan dalam —
undang-undang atau peraturan hukum lainnya dan merupakan —
bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian hutang-pmtang
tersebut dl atas, yang tidak akan dibuat tanpa adanya •—•
kekuasaan-kekuasaan tersebut di atas. — — — •
Komentar:
Seperti di depan telah dkiraikan, penjaminan saham dilakukan
dengan penyerahan surat sahamnya dari pemberi-gadai
kepada kreditur-penerima-gadai. Sekalipun prinsipnya hak
milik masih tetap ada pada pemberi-gadai sebagai pemilik,
letapl praktis pemilik akan mendapat kesuiitan untuk menge-
luarkan suara dalam rapat umum anggota, karena ia tidak

144 Hukum Jeminen, Hak-hak Jaminan Kebendaan


• , 0*0*1
dapat membuktikan pemilikan sahamnya. SebaNknya peme-
gang-gadai bukan pemilik sekalipun saham-saham tersebut
ada padanya dan dari luar tampak sebagai pemilik dan
karenanya tidak berhak untuk mengeluarkan suara. Kesemua
kesuiitan seperti itu temyata dalam praktek diatasl dengan
memperjanjikan kuasa dari si pemberi-gadai. Jadi, kalau
pemegang-gadai turut dalam rapat umum pemegang saham
Perseroan tersebut dan mengeluarkan suara, maka suaranya
adalah suara pemilik sahamnya. hanya disalurkan melaiui
kuasanya.
Mengingat, bahwa saham-saham yang digadaikan adalah
saham-saham atas tunjuk (aan toonder), maka pemberitahuan
kepada Perseroan tidak periu.
Memperjanjikan kuasa untuk menjual di depan umum atau
. dan terutama di bawah tangan daiam hal debitur wanprestasi
sangat memudahkan kreditur untuk mengambil pelunasan,
karena mungkin ditempat kreditur tidak ada bursa ataupun
kalau ada, adakatanya penjualan saham-saham perusahaan
tertentu tidaklah mudah. Melaiui pendekatan secara pribadi
kepada para/saJah seorang pemegang saham yang lain
mungkin bisa menghasilkan lebih baik. Adanya makelar se-
bagai perantara penjualan di bawah tangan. cukup mamjamin
kepentingan pemberi-gadai.

PasaJ 7 '
Apabila terjadi penjualan sebagaimana dlmaksudkart dl atas, maka
atas hasil penjualan tersebut, se telah dipotong dengan segala
ongkos-ongkos, pihak kedua dikuasakan untuk menggunakannya -
untuk membayar kepada pmak kedua sendiri apa yang terhutang ~
dan harus dibayar oleh pihak pertama kepada pihak kedua
berdasarkan hutang piutang tersebut di atas, dengan ketentuan: —
apabila hasil penjualan saham-saham itutidakcukup untuk —
melunasi seluruh hutang yang wajib dibayar oleh pihak
pertama kepada pihak kedua, maka pihak pertama tetap
Qadai
bertanggung jawab dan wajfb untuk mernbayar sisa hutang —
tersebut — — '-—~* — 1

- sebalfknya apabila hasil penjualan saharn-sa'ham itu,
- setefah dikurangj dengan semua hutang yang wajib
dibayar sehubungan dengan penjualan tersebut, masih -¬
ada keJeblhannya, maka pihak kedua wajib untuk segera
menyerahkan kelebihan itu kepada pihak pertama.

= •••••• ••• Pasal 9


Biaya untuk menyelesaikan akta ini menjadi tanggungan dan akan
dibayar ofeh pihak pertama. — :
— :

> Pasal 10 > -—-^


Untuk segala urusan mengenai perjanjian 1n1 dengan segala
akibatnya, kedua pihak telah memilih tempat tinggal yang umum —
dan tetap dl Kantdr kepanlferaan Pengadilan Negeri di Purwokerto.

* DEMIKIAN AKTA INI; —

Dibuat dan diresmtkan dl Purwokerto. pada hari dan tanggal


sebagaitersebutdi atas, dengan dihadiri oleh Tuan Urripomo dan -
Nyonya Maya, kedua-duanya karyawan Kantor Notaris dan
bertempat tinggal di Purwokerto sebagai saksi-saksi. •
Setelah akta ini saya, notaris, bacakan dihadapan para penghadap
dan para saksi, maka pada ketika itu juga para penghadap, para —
saksidan saya, notaris menandatanganinya. *

******

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


BAB III
FIDUSIA 1

A. TIMBULNYA LEMBAGA FIDUSIA


1. Faktor yang Menimbulkan Kebutuhan Lembaga
Fidusia
Sudah dikatakan, bahwa pembagian benda menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata ke daiam 2 (dua) kelornpok .besar. yaitu benda
bergerak dan benda tidak bergerak/tetap, membawa pengaruh di daiam
cam pambebananriya. Benda-benda bergerak cara pembebanannya di-
tentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. dengan memakai
lembaga gadai, sedangkan untuk benda-benda tetap memakai sarana
hipotik. Mengenal cara-cara, syarat-syarat dan dri-dri pembebanannya
antara keduanya sangat berbeda.

Ciri perbedaan yang sangat menonjol - di luar wujud bendanya (benda


bergerak dan benda tetap) - adalah, bahwa dalam hal gadai benda jamin-
an harus diserahkan kepada kreditur pemegang-gadai atau pihak-ketiga
(Pasal 1152 K.U.H.Perdafa), sedangkan pada hipotik benda jaminan tetap
berada di dalam tangan pemberi hipotik {Pasal 1162. Pasal 1163 K.U.H.
Perdata).

Adanya keharusan menurut undang-undang agar benda gadai dikeluar-


kan dari kekuasaan pemberi gadai, di dalam praktek ada kalanya me-
ntmbuTkan kesuiitan bag) mereka yang membutuhken benda jaminan
untuk suatu hutang, sedangkan satu-satunya benda yang dipunyai; yang

165) Lenkapnya dulu adalah Fldudalra eig^dorrmverdarachL

Hukum Jamfnan^ Hak-hak Jaminan Kabendaan 147


dapat dijaminkan adalah harta bergerak yang kebetulan justru sangat di-
butuhkan untuk menjalankan usahanya, si yang membutuhkan bantuan
kredit tersebut
Contoh:
Seorang pengusaha as bungkus membutuhkan tambahan lemari
es (freezer untuk usahanya, tetapi uang kontan yang dimiliki tidak
cukup untuk membayar tunai lemari esyang ia butuhkan. Seorang
pedagang lemari es bersedia untuk menjual dengan kredit lemari
es yang dibutuhkan, asal diberikan uang rmlka (down payment)
sebagian dari harga penjualan dan atas sisanya kekurangannya
diberikan jaminan. Pengusaha estersebuttidak mempunyai barang
jaminan lain selain lemari-lemari es yang telah dipunyai dan yang
akan dibellnya. la bersedia menjaminkan iemari-lemari esnya untuk
jaminan hutangnya, tetapi mengingat benda tersebut merupakan
1

benda bergerak, maka lembaga jaminan yang harus digunakan


adalah gadai. Padahal syarat mutfak daiam gadai adalah, bahwa
barang gadai harus ke luar dari kekuasaan pemberi-gadai, sedang
barang-barang tersebut justru dtoutuhkan otehnya untuk usaha,
yang hasilnya akan dipakai untuk melunasi hutangnya. Lembaga
gadai tidak dapat memberikan jalan keluar yang ideal bag) mereka.

Di samping itu seorang pemberi kredit adakatanya tidak rnamsa cukup ter-
jamin oleh jaminan gadai. Kita di depan tetah melihat, bahwa pemegang-
gadai dalam hal-hal tertentu haknya untuk mengambil pelunasan atas
hasil penjualan benda gadai ada di belakang tagihan kreditur preferent
tertentu yang lain, seperti misalnya hak priveiege dari ffscus, atau di-
khawatlrkan adanya kemungkinan benda gadai terlepas dari tangsnnya
atau tangan pihak-ketiga pemegang-gadai.

Lebih lanjut pemegang gadai tidak mendapatkan periindungan yang


cukup kuat dalam hal benda gadaiterlepasdari tangannya bukan atas ke-
mauarwiya, yaitu sepertj yang disebutkan dalam Pasal 562 K.U.H.Perdata,
di mana pembelitertentu- yang beritikad baik - justru yang mendapat
periindungan dalam pasai tersebut. Pembefi suatu benda hasil eurian atau
suatu barang temuan ditempatpenjualan umum - yang beritikad baik -
memang hams menyerahkan kembali barang itu kepada pemilik barang
tersebut (Pasal 1977 ayat (2) K.U.H.Perdata), tetapi - daiam haj ia mem-
belinya dari pasar tahunan atau lelang atau dari pedagang yang memang
biasa memperdagangkaxt barang semacam itu - je berhak untuk tetap
memegang barang tersebut, sampai harga pembeifannya diganti oleh si
pemiflk (yang kehilangan).

Jaminan seperti Itu tidak diberikan kepada penerima-gadai yang beritikad


balk sekalipun.

Belum lagi mengenai masalah tempat penyimpanan barang-barang gadai,


yang oteh Bank-Bank di kota-kota besar dirasakan sebagai suatu kesuiit-
an. karena tidak adanya gudang-gudang yang cukup lues yang , mereka
nrnttld.

Karena , alasan-alasan semacam itu masyarakat membutuhkan suatu


lembaga Jamfnan yang lain daripada gadai - hipotik hanya untuk benda-
benda tetap -- yang 'di samping memungkinkan pemlnjam uang untuk
tetap menggunakan benda jaminannya, Juga memberikan periindungan
yang kuat kepada kreditur dalam upaya mendapatkan pelunasan piutang
dari debitur dikemudian hari.
i-

Dalam perkembangannya lebih lanjut - setelah berlakunya Undang-


Undang Pokok Agraria - digunakannya lembaga jaminan Fidusia (untuk
jaminan tanah dengan status hak pakal) didasarkan atas pertimbangan
yang lain lagi.

Jadi, sebab-sebab Fidusia tampil dalam praktek:


- Kebutuhan praktek akan jaminan yang kuat karena gadai kadang-
kadang kalah terhadap privelege
- Rlsiko atas barang gadai
Jaminan yang diberikan kepada pembefi yang beritikad baikaeperti
dalam Pasal 1977 ayat (2) jo 582 K.U.H.PerdatatidakmeUndungi
pemegang-gadai
- Masalah.tempat dari

Hukum JafMhan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


FldUSMf

- (01 kemudian hari sehubungan dengan beriakunya Undang-


Undang Pokok Agrana'untuk hak atas tanah tertentu),

2. Sejarah Perkembangan Lembaga Fidusia 166

Pada zaman Romawi pemberian jaminan untuk menjamin pelaksanaan


suatu perjanjian hanya dapat dilakukan dengan jalan mengafihkan hak
milik atas benda jaminan kepada kreditur, yang dinamakan Hducia cum
creditors.

Dari kata "cum creditors" kita sudah dapat mehduga; bahwa penyerahan
tersebut bukan dimaksudkan untuk sungguh-sungguh merupakan peraJih-
an pemilikan, tetapi hanya sebagai jaminan saja --- bukan untuk dimilikl
kreditur -- dan memang menurut lembaga tersebut kreditur tidak mem-
punyai kewenangan. penuh seperti yang dipunyai seorang pemilik. Setelah
debitur memenuhi kewajiban perikatannya, maka kreditur wajib untuk
menyerahkan kembali ke dalam pemilikan debiturnya. Karena debitur ber-
tindak dengan kepercayaan, bahwa kreditur - setelah debitur melunasi
kewajibannya - tidak akan mengingkari janjinya dengan tetap memiliki
benda jaminan (dan menganggap dirinya telah menjadi pemilik penuh
yang sah), maka hubungan seperti itu dinamakan hubungan yang di-
dasarkan atasfidesatau hubungan fiduciair.

Setelah di kemudian hari berkembang lembaga jaminan yang disebut


gadai dan hipotik, maka cara penjaminan seperti tersebut di atas'- fiducia
cum credHore - menjaditidakpopuler lagi dan hilang dari peredaran.

Pada akhir abad ke-19 muncul suatu keadaan yang menimbulkan suatu
kebutuhan akan lembaga jaminan yang lain daripada gadai, sekalipun
benda jaminannya merupakan benda bergerak. Pada mesa itu ada krisis
daiam bidang usaha pertanian sebagai akibat dari serangan hama,
sehingga para pengusaha pertanian membutuhkan bantuan modal yang

166) Pembicaraan mengenai hal Ini didasarkan atas tulisan Ft. Stuttertwjm "Kepastian
dan Ketktakpastien Perallhan Hak Milik Fiduciair" dalamtompendltirnHukum
Belanda, hal. 54.

tso Hukum Jaminan, Hak-hak JamTnan Kebafidaaft


mm
djh^apkan datang dari pihak Bank iBank pada mas$ 'Au hartyam$u ™$rii-
berikan kredit dengan Jaminan gadai.alat-alat pertanian yang, sulit untuk
dipenuhi, karena para pengusaha sendiri membutuhkan alat-alat tersebut
uhtuk menjatankan usahanya. Padahal banyak dari mereka yang tidak
dapat memberikan Jaminan hipotik, karena mereka: tidak mempunyai
tanah milik. Di samping itu Bank juga mensyaratkan jaminahiamfeahan di
samping hipotik. Keadaan inilah yang melahirkan lembaga Jaminan baru.
yang disebut Oogstverband (Ikatan Panen), dl mana'hasil panen dijadikan
jaminan sebagai jaminan tambaban. Karena hasil panen merupakan
benda bergerak, maka seharusnya - kalau belum lahlr lembaga Oogst-
verband - lembaga yang dipakai adalah gadai, dengan korisekuensihya,
bahwa benda gadai harus dikeluarkan dari kekuasaan pemberi jaminan.
Sekarang Oogstverband justru memungkinkan untuk adanya jaminan
benda bergerak yang tetap dalam kekuasaan pemberi jamman., tangkah
pertama untuk lahirnya lembaga Fidusia seperti yang sekarang kita kenal
tetah diambil.

Orang meHhat Oogstverband sebagai periuasan dari pada hak gadai me-
laiui campur tangan pembuat undang-undang. Karena benda jaminan di
dalam gadai dikuasai oleh penerima gadai, maka dikatakan, bahwa pene-
rima gadai mempunyai Pandfee^t - untuk membedakanhya dari Burgelijk
bezit yang selama ini kita kenal - dan karena pada Jaminan ikatan panen
(oogstverband) benda jaminannya benda bergerak, tetapi tidak diserah-
kan ke dalam kekuasaan penerima gadai, maka orang meriyebutnya
gadai tanpa penguasaan (bezttJoos pandrecht).

Untuk mengatasi krisis.dalam bidang pertanian, yang dialami juga oleh


Negeri Belanda, orang mencari jalan keluar yang lain. Mungkin karena
kekurangan-kekurangan dari Oogstverband sebagai pengalaman yang
tidak menguntungkan yang dialami di Indonesia, maka periuasan hak
gadai melaiui campur tangan pembuat undang-undang tidak diterima, ter-
masuk pendaftaran benda jaminan gadai. Dengan demikian, muncul suatu
keadaan, d) mana di satu pihak ada kebutuhan untuk dimungkihkannya
gadai tanpa menguasai benda jaminan, tetapi dilain pihak tidak meng-
hendaki adanya ketentuan baru tentang pendaftaran benda gadai. Jalan
keluamya ditemukan sendiri oleh praktek, yaitu melaiui lembaga yang
Hukum Jaminan, Hak-lM^ TS1
Beeaai \ .
sekarang kita kenal dengan Penyerahan Hak MNik Secara Kepercayaan
(Fiducfaire Efgandomsoverdracht atau disingkat Rdusia).

Setelah periakunya Undang-Undang Pokok Agraria, maka hipotik dan


kreditvertiand diusulkan oieh beberapa sarjana agar diterapkan sebagai
sararta penjamlnan hak atas tanah yang berstatus hak pakai, karena
dalam Penanaman Modal Asing Nomor 15 Tahun 1961, hipotik dan kredit-
verband hanya dapat dipakai untuk tanah dengan status hak milik, hak
guna bangunan dan hak guna usaha. Di dalam Undang-Undang Nomor
16 Tahun 1985 bahkan dengan tegas dikatakan, bahwa satuan rumah
susun yang berdiri di atas tanah milik bersama dengan status hak pakai
milik negara, dapat dijaminkan dengan Fidusia . 167

3. Fidusia dalam YurisprudensI


Lembaga Hukum tersebut di Negeri Belanda mendapat pengakuannya
dari Pengadilan melaiui arrest yang kemudian terfcenal dengan sebutan
Bierbrouwerij Arrest, tanggal 25 Januari 1929.

Periatfwanya:
Perusahaan Bier H. mempunyai tagihan sebesar f. 6000. (enam ribu.
gulden) terhadap warung kopi (coffiehuis) "X" (milik P.B.), yang di-
jamin dengan hipotik ke-4 dan sebagai jaminan tambahan telah
menjual sejumlah benda-benda bergerak yang termasuk dalam
inventaris warung kopi tersebut di atas, dengan janji, bahwa X
selanjutnya diperkenankan untuk memakainya (barang bergerak
inventaris yang telah dfjual tersebut) atas dasar pinjam-pakai, tetapi
dengan ketentuan, bahwa pihak H. berhak untuk mengakhlrinya

167) Dengan kehiarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1995 tentang Hak Tanggung-
an atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dehgart tanah - yang
selanjutnya akan disingkat menjadi Undang-Undang Hak Tanggungan - maka
redaksf Paaal 4 ayat (2) blaa menimbulkan keragu-raguan, yaitu apakah rumah
ausun yang berdiri dl alas tanah hak pakai atas tanah negara - yang menurut
ketentuan harus dkiaftar dan menurut sHatnya bisa {Jfptndarrtangankan dapat
dijaminkan melaiui Fidusia maupun hak tanggungan? (Pasai 4 ayat (2) fo Pasal 27
Undang-Undang Hak Tanggungan).

182 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


RdUgla
(mengakhlrt perjan|ian plnjam-pekainya), antara lain, dalam hai X
jatuh pailit. Kepada X diberikan hak untuk membeii kembali benda
bergerak tersebut di atas dengan jalan melunasi hutangnya, di
mana harganya akan dikompensir dengan pelunasan hutangnya.
Dalam perjanjian dttentukan, bahwa sebelum X mengembalikan
uang pinjaman, maka P.B. tidak berhak untuk menuntut:
- harga penjualan (Jual beii),
- hasil penjualan (dalam eksekusi},
- tidak berhak untuk membell kembali benda jaminan yang telah
dijuaf tersebut dl atas.
Ketika P.B. benar-benar pailit dan H telah membatalkan perjanjian pinjam
pakai tersebut di atas, maka H menuntut penyerahan benda-benda ber-
gerak tersebut atas dasar revindikasi.

Beberapa gejala yang muncul dalam peristiwa tersebut yang menarik


adalah:
ada jual bail benda bergerak, tetapi penyerahannya dilakukan
secara constitutum possessorium.
jual beii tersebut diikuti dengan pinjanvpakai bersyarat
- harga penjualan tidak dapat dituntut sebelum hutang dilunasi dan
daiam prakteknya hanya dapat dituntut melaiui kompensasl dengan
pelunasan hutan,
- kepada penjual diberikan hak untuk membeii kembali secara ber-
syarat dengan cara kompensasl seperti tersebut di atas,
- jual beii tersebut dimaksudkan hanya sebagai jaminan atas tagihan
penjual, dengan konsekuenslnya, kalau tagihan penjual sudah
lunas, maka benda jaminan diserahkan kembali ke dalam pemilik-
an penjual (pemilik asal), sebagai buntut dari penjualan kembali,
- benda tersebut tetap ada pada penjual, karena penjualan tersebut
sebenarnya dimaksudkan sebagai penjaminan. Padahal bendanya
benda bergerak dan ada ketentuan gadai yang mewajibkan benda
jaminan harus dikeluarkan dari kekuasaan pemberi jaminan.

Hukum Jamfnan, Hak-hak Jamman Kebendaan 1S3


Fltimta ,

Dalam keadaan seperti ftu, Pengadilan dihadapkan kepada beberapa


masalah, seperti:
apakah jual beti tersebut harus diterima sebagai jual-bell yang sah
dan apakah Bendanya— kalau syarat-syarat yang diperjanjikan di-
penuhi - mutlak menjadi rriitik perrtbeli/penerima-jaminan?
- mengingat, bahwa benda "jamlrian" adalah benda bergerak,
apakah konstruksl seperti tersebut dl atas tidak merupakan pe-
nyelundupan terhadap ketentuan gadai? dan karenanya perjanjian
penggadaian menjadi batal?
- apakah janji, bahwa kalau dipenuhi syarat-syarat seperti yang di-
perjanjikan sebelumnya, benda jaminan - sebagai konsekuensi
dari penjualan - otomatis menjadi milik penerima-jaminan, tidak
bertentangan dengan asas umum hukum jaminan?
Pengadilan Leeuwaarden mempertimbangkan:
168

- bahwa tuntutan H harus driolak atas dasar, bahwa perjanjian jual-


beli antara H dengan P.B. adalah batal, mengingat, bahwa jual-beli
tersebut hahyalah jual-beli serriu, padahal yahg sebenarnya ada,
adalah perjanjian (penjaminan) gadai, yang karena bertentangan
dengan Pasat 1152, harus dianggaptldak rmmgkin ada.
Sebaliknya Hof berpendapat lain tentang keabsahan perjanjian ter-
169

sebut dan mengabulkan tuntutan H.


H.R. 170
pada pokoknya memberikan pertimbangannya sebagai berikut:
bahwa para pihak dengan perjanjian tersebut di atas sebenarnya
bertujuan/bermaksud tidak tain untuk memberikan tambahan jamin-
an atas hipotik untuk hutang Pieter sebesar f. 6000 (enam ribu
gulden).

168) Diriujatdalarn arrest H.R. 25 Januari 1929.


169) Dalam arrest tersebut di atas, dimuat dalam Hoetink, hal. 142.
170) Dalam arrest tersebut di atas.

1S4 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kel>mdaan


aaBHHSS

- bahwa dengan demikian tujuan perjanpan adalah bahwa Inventaris il


Pieter menjadi jaminan hutang dan bahwa inilah kausa/oorzaak r
dari perjanjian tersebut, ,
- bahwafeausayang[demikian tidak terfarahg, '-
bahwa yang demikian tidak langsung bertentangan dengan keten- J
Utah gadai, karena di sini tidak dimaksudkan untuk menutup per-
janjian gadai dan yang demikian juga tidak bertentangan dengan
persamaan hak dari para kreditur, karena ketentuan yang mengatur
tentang itu hanya beriaku untuk benda-benda mlk debitur dan di
sini benda tersebut bukan milik debitur,
- bahwa di sini juga tidak dapat dikatakan ada penyelundupan
undang-undang,
- bahwa di sini tidak ada unsur meriggagaikan tujuan yang hendak
dicapai oleh undang-undang,
bahwa dan ketentuan Undang-Undang tentang Qadai kita tidak me-
nemukan dasar untuk menyimpuikan. bahwa secara umum ke-
semua kreditur {kreditur si berhutang) yang lain harus dijamin ter-
hadap penampilan yang menyesatkan, seakan-akan daiam suatu
penjamfnan hutang, hanya mungkin, kalau benda jaminan -- yang
berwujud benda bergerak - tidak berada pada si^pemberi jaminan,
- bahwa ketentuan yang mengandung asas persamaan antara. se-
sama kreditur tidak menutup kemungkinan, bahwa di luar yahg d.i-
tetapkan oieh undang-undang, ada kreditur tertentu yahg menik-
mati keunggulan/keuntungan yang lebih daripada kreditur yang
lain, asal tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang,
- bahwa telah nyata. bahwa perjanjian pinjam-meminjam uang
antara para pihak telah ditutup pada kira-kira tanggal 8 Agustus
1924 dan pada saat yang sama telah ditutup puia perjanjian pen-
jaminan; sedangkan satu-satunya perjanjian (penjaminan) yang ter-
sedia menurut undang-undang untuk barang-barang bergerak
(gadai) tidak dapat memenuhi kebutuhan para pihak dan karena-
nya tidak dapat dipakai,

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Fktuala

menolak kasasl.... \
Beberapa kesimpulan yang dapat kita tank adalah:
- dalam peristiwa di atas, sekalipun sebenarnya ada jual-beli dengan
hak untuk membeii kembali, tetapi H.R. mengabaikan adanya
konstruksi seperti Ttu dan sama sekali tidak menyinggungnya,
- penyerahan benda jaminan dalam perjanjian jual-belinya - dengan
hak membeii kembali -- dipandang/dimakeudkan sebagai penye-
rahan untuk penjaminan dan sekalipun benda jaminan. berwujud
benda bergerak, penyerahannya cukup dengan constftutum
possessortum dan yang demikian itu dengan tegas dinyatakan
tidak bertentangan dengan ketentuan tentang gadai.
Lembaga Fidusia di Indonesia untuk pertama kalinya mendapatkan peng-
akuan dalam keputusan HgH. tanggal 18 Agustus 1932 -- dalam 17£

perkara antara B.P.M. melawan Clignet dalam mana dikatakan, bahwa


titel XX Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memang mengatur
tentang gadai, akan tetapi tidak menghaiang-halangi para pihak untuk
mengadakan perjanjian yang lain daripada perjanjian gadai, bitamana per-
janjian gadai tidak cocok untuk mengatur hubungan hukum antara
mereka. Perjanjian Fidusia dianggap berstfat memberikan jaminan dan
tidak dimaksudkan'eebagal perjanjian gadai.

Jadi, menurut HgH, karena Fidusia bukan perjanjian gadai, maka tidak
wajib memenuhi unsur-unsur gadai . 173

B. FIDUSIA MENURUT PARA SARJANA


Tidak semua pihak setuju dengan pendirian H.R. seperti itu. Eggens dan
Meyers -- kemudian juga Drion - tidak dapat menerimanya dan
1 7 4

171} Diamuit infearinya dari tBTsebut di atas.


172) R.Subekti, "Jaminan-jaminan ...*, hal. 75.
173) Tercantum dalam perflmbangan PT Surabaya, tanggal 22 Marat 1951, sebagai
dimuat dalam H. 1652 Nomor 4 dan Nomor 5.
174) Kleyn, hal. 64.

156 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Fidusia
menganggap di sana ada "penyetewengan hukum" (f raus tegis) terhadap
ketentuan gadai dan di sampingrtudi sana ada kredrtur tertentu yang di-
untungkan (diberikan posisi yang lebih baik daripada kreditur konkuren
yang lain), sekalipun dari luar kreditur tersebut tampaknya berkedudukan
sama, karena kreditur lain - dari wujud luamya - tidak dapat mengetahui,
bahwa benda bergerak yang (tetap ada) pada pemberi jaminan sebenar-
nya bukan miffk (sepentihnya) dari pemegangriya lagi.

C. FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR


42 TAHUN 1999
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
JAMINAN FiDUSIA - yang untuk selanjutnya untuk ringkasnya akan saya
disebut: Undang-Undang Fidusia - maka pembuat undang-undang kita
sudah memilih untuk mengatur Fidusia dalam bentuk tertulis. Dikeluarkan-
nya Undang-Undang Fidusia merupakan pengakuan resrnl dari pembuat
undang-undang akan lembaga jaminan Fidusia, yang selama ini baru
memperoleh pengakuannya melaiui yurisptudenst. Dengan demikian,
maka untuk setanlutnya sudah tidak ada kesempatan lagi: untuk ber-
potemik mengenai setuju atau tidak setujunya kita akan lembaga jaminan
Fidusia sebagai suatu bentuk lembaga jaminan kebendaan yang'berdiri
sendiri di luar - dan karenanya lain dari - gadai.

Undang-Undang Fidusia - sebagai yang disebutkan dalam bagian


Menimbang sub G - bertujuan untuk memberikan suatu pengaturan yang
lebih lengkap dari yang selama ini ada dan sejalan dengan itu hendak
memberikan periindungan hukum yang lebih balk bagi para pihak yang
berkepentingan. Dalam Penjetasan atas Undang-Undang Fidusia pada
Bagian Umum I sub 3 dikatakan, bahwa Undang-Undang Fidusia seiain
hendak menampung kebutuhan praktek yang selama ini ada, juga hendak
memberikan kepastjan hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Sejalan dengan prinsip memberikan kepastian hukum, maka Undang-


Undang Fidusia mengambil prinsip pendaftaran jaminan Fidusia. Pen-
daftaran tersebut dOnrapkan memberikan kepastian hukum kepada pem-
beri dan penerima Fidusia maupun kepada pthak ketiga.
Hukum Jamman, Hak haaJwnlnaTf Kebendaan tS7
Ftdutfa
Pemberian sifat hak kebendaan kepada hak kreditur penerima Fidusia,
dapat diketuarkannya grosse sertifikat jaminan Fidusia, diberikannya hak
parate eksekusi dan diberikan status sebagai kreditur separatis menunjuk-
kan maksud pembuat undang-undang untuk memberikan kedudukan
yang kuat kepada kreditur.

Beberapa asas yang diangt dalam Undang-Undang Fidusia adalah:


- asas kepastian hukum;
- . asas perKteftaran;
- asas periindungan yang seimbang; f

- asas menampung kebutuhan praktek;


- asas tertulis otentJk;
asas pemberian kedudukan yang kuat kepada kreditur . 175

1. Beberapa Istilah
Agar pembicaraan kita menjadi lebih jeias, kita periu menyepakatj lebih
dahulu beberapa istJiah yang digunakan dalam Undang-Undang Fidusia.
Daiam hubungan-hukum pokoknya - perikatan pokok yang dijamin
dengan Fidusia -- ada figur kreditur dan debitur (Pasal 1 sub 8 dan sub 9
Undang-Undang Fidusia).

Pada perjanjian penjaminannya orang yang memberikan bendanya


sebagai jaminan, kita sebut pemberi-Fidusia (Pasal 1 sub S Undang-
Undang Fidusia), yang biasanya adalah debitur sendiri - disebut: debitur
pemberi-Fidusia - walaupun tidak tertutup kemungldnah bisa juga pihak-
ketiga. Dalam hai seperti itu kita sebut saja ada: pihak-ketiga pemberi
jaminan Fidusia (atau pihak-ketiga pemberi-Fidusia).

175} Ka/ena mengenai lembaga jaminan Fidusia berdasarkan Undang-Undang Fidusia


oleh penulis telah disusun buku terssndlff, yaftu Hukum Jamfnan, Hak jaminan
Kebendaan, Fidusia, maka untuk uraian yang lebih leogkap diperailahkan untuk
merribaca buku tersebut

158 Hukum Jamfnan, Hak4iakJamfnan Ktfwndaan


Fktuahi
Krediturnya -- yang menerima pemberian jaminan tersebut -^kJfesebufe
penerima-Fidusia (Pasal 1 sub 6 Undang-Undang Fidusia).

2. Perumusan Fidusia
Menurut PasaJ 1 sub 1 Undang.Undang Fidusia:
r

FIDUSIA adalah pengalihan hak kBpemHikw suatu benda, atas


dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak ke-
pemllikannya diaiihkan tersebut tetap dalam penguaaaan pemilik
benda.
Beberapa oiri yang tampak dalam perumusan tersebut antara tain:
pengalihak hak kepemillkan suatu benda
— atas dasar kepercayaan
- benda itu tetap daiam penguasaan pemilik benda.

3. Pengalihan HakMUik
Jadi, hak milik atas benda yang diberikan sebagai jaminan, diaiihkan oleh
pemiliknya kepada kreditur penerima jaminan, sehingga selanjutnya hak
milik atas benda jaminan ada pada kreditur penerima-jaminan.
Bahwa demikian itu maksudnya, bisa kita baca dalam Penjelasen atas
Pasal 17 Undang-Undang Fidusia dan kita slmpulkan dari ketentuan
Pasal 27 sub 3 Undang-Undang Fidusia. Gin inttah yang membedakan
lembaga jaminan Fidusia dari lembaga jaminan Gadai.

Pada gadai, benda jaminan - sepanjang penjaminan, itu berlangsung -


tetap menjadi milik debitur/pemberi-gadal. Dulu dengan konstruksi seperti
tersebut di atas - yaitu hak milik sudah pindah kepada kreditur --
Pengadilan menyatakan, bahwa daiam peristiwa seperti itu tidak ada
gadai dan yang panting, dengan konstruksi seperti itu,tidak,dianggap
sebagai ada maksud untuk menyejundupi ketentuan gadai Kalau dulu
pengakuan itu baru diberikan dalam yurisprudensi, maka sekarang
undang-undang sendiri sudah mengakui, bahwa lembaga Fidusia dengan
ciri seperti itu memang merupakan lembaga Jaminan tersendiri, di luar
gadai.
Hukum Jamman, Hatohak Jarrrfnan Kebendaan 159
4. Atas Dasar Kepercayaan
Penyebutan ori tersebut di atas oleh pembuat undang-undang langsung
diikutl dengan penyebutan ciri selanjutnya, yaitu "atas dasar kepercaya-
an".

Mengenai apa maksud kata-kata tersebut, tidak ada penjelasan secara


resmi. Of waktu yang fampau - sebelum muncufnya Undang-Undang
Fidusia - oleh doktrin kata-kata tersebut diberikan penafsiran, bahwa
walaupun disebutkan ada "penyerahan hak milik", tetapi penyerahan itu
sebenarnya bukan dtmasudkan untuk benar-benar menjadikan kreditur
pemilik atas benda jaminan, tetap) hanya mau memberikan 'hak jaminan"
saja kepada kreditur. Hal Itu adalah sesuai dengan maksud "penyerahan"
benda jaminan pada lembaga Fidusia, yang maksudnya tidak lain adalah
memberikan jaminan atas suatu tagihan.

Apakah demikian menurut Undang-Undang Fidusia? Temyata atas kata-


kata "atas dasar kepercayaan", tidak ada perijetasan resmi hal ftu dalam
Undang-Undang Fidusia. Walaupun demikian, mestinya dengan ber-
pegang kepada kata-kata "atas daaar kepercayaan" kits boleh menafsir-
kan, bahwa dengan penyerahan itu kreditur tidak "benar-benar menjadi
pemilik atas benda jaminan", karena - dengan berpegang kepada pe-
nafsiran yang selama ini beriaku - hal Itu berarti, bahwa pemberi-jaminan
percaya, bahwa kalau nanti hutang - untuk mana diberikan jaminan
Fidusia dilunasi, maka hak mifik atas benda jaminan akan kembatf kepada
pemberi-jaminan.

Jadi, kata "kepercayaan" di sana mempunyai art!, bahwa pemberi-jaminan


percaya. bahwa penyerahan "hak-mitik'-nya tidak dimaksudkan untuk
benar-benar menjadikan kreditur pemilik atas benda yang diserahkan
kepadanya dan bahwariantinyakalau kewajiban perikatan pokok untuk
mana diberikan jaminan Ftdusta - dilunasi, maka benda jaminan akan
kembali menjadi milik pemberi-jaminan.

Dengan demikian mestinya permasalahan lama tidak muncul lagi. Dulu


salah satu permasalahannya adalah bagaimana - sesudah ada penye-

160 Hukum Jaminan, HtfenakJammaeKabsiKfaan


rahan hak milik dari pemberi-jaminan - kedudukan kreditur terhadap
benda jaminan, apakah ia pemilik atau pemegang saja?
1
Kita tahu, bahwa di waktu yang lalu ada sebagian dari para sarjana yang
"berpendapat bahwa kreditur penerima-Fidusia ~ yang disebut fkfupiarius
— dengan penyerahan tersebut, selama penjaminan berjaian, benar-benar
tetah menjadi pemilik dad benda jaminan dengan hak-hak sebagai yang
dipunyai oleh seorang pemiflk' , tetapi di lain pihak ada yang berpen-
76

dapat, bahwa penerima-Fidusia terhadap pihak-kefiga berkedudukan


sebagai pemilik, sedang terhadap pemberi-Fidusia hanya berkedudukan
sebagai seorang pemegang jaminan gadai yang tidak menguaal benda-
nya (bezitloos pandrecht), karena para pihak memang tidak benar-benar
bermaksud untuk mengalihkan hak milik benda jaminan dan dalam
prakteknya para pihak mengadakan kesepakatan yang membatast hak-
hak kreditur sampai sejauh hak seorang pemegang jaminan . Di antara177

keduanya ada yang mengakui hak milik kreditur penerima-Fidusia, tetapi


dengan pembatasan-pembatasan. Kelompok yang terakhir iniiah yang
palingbanyakpenganutnya . 178

Pendapat-pendapat tersebut di atas membawa konsekwensinya sendiri-.


sendiri.

Kalau kita terima, bahwa dengan penyerahan penerima-Fidusia - melaiui


penyerahan, sepanjang penjaminan - menjadi pemilik dari benda jaminan
~ dengan hak-hak kebendaan yang meiekat pada hak milik - maka hal itu
akan membawa konsekuensi-konsekuensi yang ruwet. Sebaliknya, kalau
kita memandang penerima-Fidusia hanya berkedudukan sebagai pene-
rima jaminan seperti seorang pemegang-gadai, maka perikatan peh-
jaminannya ~ hubungan yang muncul dari perjanjian pemberian jaminan
Fidusia ~ bersifat accessoir pada suatu perikatan pokok untuk mana di-
berikan penjaminan, dengan konsekuenslnya, benda jaminan tidak bisa
diaiihkan tanpa peralihan perikatan pokoknya. Ini akan menyglitkan kita

176) Kieyn, hal. 66.


177) Pltlo, Hal. 457; vide parnrnbangan MA No. 1500K/Sip/1978tgl, 2-1-1980.
178) Kleyn, hal. 66.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamtnan Kebendaan 181


FMusta
memahami ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Fidusia, paling tidak
kalau dari ketentuan itu - secara a contrario - kita tafsirkan, bahwa
penerima-Rdusia bisa memfidusiakan kembali benda jaminan yang ia
terima dari pemberi-Fidusia . 179

Dari uraian di atas tampak, bahwa pembuat undang-undang tidak korvse-


kuen dengan perumusamya. Di satu pihak dikatakan ada penyerahan
"hak kepemilikan" - dan mestinya membuat si penerima penyerahan se-
bagai pemilik atas benda yang dfserahkan dan diterima olehnya - di lain
pihak ia menyatakan, bahwa "penyerahan" itu hanyaiah penyerahan
"secara kepercayaan ' saja. Di satu pihak mengatakan in* bukan gadai -
1

walaupun benda jaminannya (paling tktak untuk bagian terbesar) benda


bergerak ~ dengan ciri khasnya, bahwa benda jaminan - sepanjang pen-
jaminan -- sudah bukan milik debitUr/pemberi-jamihan lagi, tetapi di lain
pihak katanya tidak menjadikan kreditur penerima penyerahan sebagai
"pemilik" yang benar atas benda jaminan. Kesemuanya menjadi iebih 1

ruwet lagi, kalau dalam Pasal 21 Undang-Undang Fidusia dikatakan.


bahwa pemberi-Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang men-
jadi objek jaminan. Bukankah tindakan mengalihkan merupakan tindakan
pemilikan, yang pada asasnya hanya dipunyai oleh seorang pemilik saja?

Mahkamah Agung {MA.) sendiri di waktu yang lalu berpegang kepada


pendapat, bahwa kewenangan kreditur penerima Fidusia adalah setara
kewenangan yang dimilikl seorang yang berhak atas barang-barang
jaminan (zekerheidsgerechtigde) . 180

5. Tetap dalam Penguasaan Pemilik Benda


Kata-kata tersebut, sesuai dengan penafsiran doktrin yang selama ini
beriaku, maksudnya adalah, bahwa penyerahan itu dilaksanakan secara
constttutum possessorium. yang artinya, penyerahan "hak milik" dilakukan
dengan janji. bahwa bendanya sendiri secara physic tetap dUtuasai oleh.

179) Hal Ini akan kita bahasdi betakang nanti.


180) M.A 2-1-1980 No. 1500 K/Slp/1978. dimuat daiam Varta Peradllan tahun III nomor
34, Jul! 1988.

182 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Fklusia

pemberi-jaminan. Jadi, kata-kata "dalam penguasaarv'.diartikan tetap di-


1ft1

fjegang oteh pemberi-jaminan


-*rang diserahkan adalah hak yuridisnya atas benda tersebut. Dengan
demikian, hak pemanfaatannya (hak untuk memanfaatkan benda jaminan}
i'ttitap ada pada pemberi-jaminah. Dalam hal demikian maka hak milik
yuridisnya ada pada kreditur penerima-Fidusia,'sedang hak sosiat eko-
obmisnya ada pada pemberi-Fidysia . 182

.Berdasarkan sejarah perkembangan lembaga jaminan Fidusia kbnstruksi


penyerahan hak milik secara constitutum possessorium diadakan untuk
memenuhi kebutuhan akan praktek penjaminan benda bergerak, di mana
benda jaminan tetap ada dalam kekuasaan pemberi-jaminan. karena di-
btituhkan untuk kegiatan usaha pemberi-jaminan.

Dalam hal benda jaminan bukan barang dagangan, maka biasanya pem-
beri-jaminan selanjutnya disebutkan berkedudukan sebagai peminjam-
pakai saja, namun kalau benda jaminan berupa barang dagangan, yang
selama penjaminan berjalan akan tetap diperdagangkan oteh pemberi-
jaminan (Pasal 21 Undang-Undang Fidusia), maka kita akan mengalami
kesuiitan, kalau kita memberikan kedudukan sebagai peminjam^pakai. Di
•dalam Undang-Undang Fidusia tidak disebutkan secara jelas, bagaimana
kedudukan hukum pemberi-jaminan daiam peristiwa seperti itu,

Kata "pemilik benda'" daiam rangkaian kata-kata "dalam penguasaan


pemilik benda" rasanya kurang tepat, karena sesudah "hak miliknya" di-
serahkan kepada kreditur peneriam jaminan, tidak bisa lagi dikatakan.
bahwa pemberi-jaminan adalah tetap "pemilik" dari benda jaminan.

181) Demikian itu penafsiran yang selama ini beriaku; vide Pasal 18 sub 3c Perjanjian
Kredlr B.N.I/46 Model P.K.1.
18a) v. Oven, hat. 324.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 163


D. JAMINAN FIDUSIA
Dalam Pasal 1 sub 2 diberikan perumusan tentang JAMINAN FIDUSIA,
yaitu:
Hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupu
yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangun
an yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana di-
maksud daiam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang temp berada dalam pengusa'aan pemberi
fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang
memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima Fidusia te
hadap kreditur lainnya.

Kita coba telifj unsur-unsumya, yaitu:


- hak jaminan
- benda bergerak
- benda tidak bergerak. khsususnya bangunan
- tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan
- sebagai agunan
- untuk pelunasan hutang
- kedudukan yang diutamakan.

1. Hak Jaminan dan Hak yang Diutamakan


Sebagaimana dikatakan di depan, hak jaminan adalah hak-hak yang
memberikan kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik dari para
kreditur yang lain. Adapun yang dimaksud dengan kreditur yang lain
adalah para kreditur lain yang tidak telah memperjanjikan hak jaminan,
baik hak jaminan kebendaan maupun hak jaminan pribadi.

Hak jaminan di sini merupakan hak jaminan kebendaan, karena dalam


Fidusia, kreditur memperjanjikan suatu jaminan khusus atas suatu - atau
sekelompok - benda tertentu. atas mana ia didahulukan di dalam meng-
ambil pelunasan atas hasil eksekusi benda tersebut. Orang biasa me-
nyebut hak yang demikian sebagai hak preferen, sedang dalam Undang-

164 Hukum Jaminan. Hak-hak Jaminan Kabendaan


Undang Fidusia digunakan istilah "hak yang diutamakan" (Pasal 1. sub 2
Undang-Undang Fidusia) dan "hak yang didahulukan" (Pasal 27 Undang-
Undang Fidusia,).
Pemberian sifat seperti itu pada Fidusia .memang kadengaran agak
janggal, kalau kita terima, bahwa hak milik atas benda Fidusia - melaiui
.pengalihan hak kepemilikan- atas benda jaminan — sudah ada pada
kreditur penerima Fidusia. Bukankah kalau kita konsekuen, kita akan
mengatakan, bahwa kreditur penerima Fidusia menjual, benda miliknya
sendiri, dan adalah- logis, bahwa ia sendiri yang menerima uang hasil
penjualannya, sehingga tidak ada masalah preferensi.

2. Benda Bergerak
Bahwa benda objek jaminan Fidusia merupakan benda bergerak, adalah
sesuai dengan praktek yang selama ini ada. Justru karena benda yang di-
jaminkan merupakan benda bergerak, maka kita berhadapan dengan
ketentuan Pasal 1152 ayat (1) K.UH.Pefdata tentang gadai.

Penyebutan istilah "benda bergerak" memberikan petunjuk kepada kita,


bahwa Undang-Undang Fidusia masih mengikuti pembagian benda me-
nurut K.U.H.Perdata (Pasal 504 K.U.H.Perdata). Kalau semula pelaksana-
an lebih lanjut dari pembagian tersebut di daiam K.U^H.Perdata membawa
akibat, bahwa bagi masing-masing kelompok benda - bergerak dan tetap'
-- disediakan lembaga jaminannya sendiri-sendiri - gadai untuk benda
bergerak dan hipotik untuk benda tetap - maka kemudian muncul lem-
baga-lembaga* jaminan baru,'yaitu antara lain adanya lembaga jaminan
Fidusia, yang tersedia bagi benda-benda bergerak - ditambah dengan
bangunan-bangunan tertentu - dan hak tanggungan untuk benda-benda
yang berupa persil, yaitu tanah dan bangunan - serta karya seni -- yang
bersatu dan bendiri di atas tanah yahg bersangkutan.

3. Benda Tidak Bergerak Khususnya Bangunan


Yang disebut bangunan sudah tentu berdiri di atas sebidang tanah. Kalau
bangunan itu disebut "benda tidak bergerak" (Pasal 1 sub 2 Undang-

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 165


Fidusia
Undang Fidusia), maka sudah bisa diduga, bahwa bangunan tersebut ber-
sstu dengan tanahnya, atau dengan perkataan lain merupakan bangunan
permanen.
Kalau bangunan permanen, bisa dijaminkan tanpa tanahnya -- di atas
mana bangunan itu berdiri - turut-serta dijaminkan, maka kesimpufan kita
adalah, bahwa Undang-Undang Fidusia tJdak menganut asas asesi
seperti K.U.H.Perdata. Jadi, pembagian bendanya meogikuti pembagian
K.U.H.Perdata. tetapi asas asesinya tidak.

4. Tidak Bisa Dibebani Hak Tanggungan


Kita tahu, bahwa hak tanggungan objeknya adalah hak atas tanah, yang
berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai
atas tanah negara menurut'Undang-Undang Pokok Agraria (Pasal 4 sub 1
dan sub 2 Undang-Undang Hak Tanggungan). Untuk keiompok objek hak
tanggungan seperti tersebut di atas - berupa hak atas tanah •-- sudah
jelas tidak masuk dalam kelompok objek jaminan Fidusia. Yang periu di-
tinjau adalah keiompok yang lain, yaitu sebaga! yang disebut oleh Pasai 4
sub 4 Undang-Undang Hak Tanggungan, yang memungkinkan hak tang-
gungan meliputi bangunan yang bersatu dengan tanahnya. Dari kelompok'
bangunan yang berdiri di atas dan bersatu dengan tanah dengan status
seperti disebutkan di atas •• hak milik, hak guna usaha, hak guna bariguh,-
an dan hak pakai atas tanah negara - pasti bukan merupakan objek
Fidusia, karena bisa dibebani dengan hak tanggungan.

Dengan demikian. maka bangunan-bangunan permenen yang bisa di-


jaminkan dengan memakai lembaga jamman Fidusia adalah.bangunan-
bangunan yang tidak berdiri di atas tanah hak milik, hak guna usaha dan
hak pakai atas tanah negara, menurut Undang-Undang Pokok Agraria.,

Selanjutnya, ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Fidusia yang mengala-


kan, bahwa Undang-Undang Fidusia tidak beriaku terhadap hak tang-
gungan, hipotik alas kapal dan pesawat uoara, serta gadai adalah ber-
lebihan.

166 Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan


KJranya sudah dengan sendirinya Undang-Undang. Fidusia tidak beriaku
untuk lembaga penjaminan seperti itu.

Kata "yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan" dalam Pasal 1
sub 2 Undang-Undang Fidusia hendak memberikan penegasan, bahwa
semua benda yang bisa dijaminkan dengan memakai lembaga hak tang-
gungan, tidak bisa dijaminkan melaiui Fidusia, Belum cukup dengan itu,
dalam Pasal 3 Undang-Undang fidusia dltegaskan lagi, bahwa Undang-
Undang Fidusja tidak beriaku untuk hak tanggungan.

Dengan demikian. khusus terhadap bangunan-bangunan permanen, hak


.tanggungan labih didahulukan. sisanya -- yang' fidak bisa dijaminkan
dengan hak tanggungan -- baru bisa dijaminkan dengan Fidusia.

Bisa kita duga, bahwa syarat seperti itu dimaksudkan agar tidak terjadi
pengaturan secara tumpang tindih. Sekalipun demikian objek Fidusia dan
gadai bisa sama, yaitu benda-benda bergerak.
i

Untuk' mencegah keruwetan. maka dalam Pasal 3 Undang-Undang


Fidusia ditentukan, bahwa kalau para pihak sudah memillh lembaga
jaminan gadai, maka ketentuan Undang-Undang Fidusia tidak beriaku
atasnya.

5. Sebagai Agunan
Ciri ini harus kita baca dalam rangkaian dengan dri "hak jaminan", yang
mengajarkan kepada kita, bahwa penyerahan hak kepemiiikanatas benda
jaminan, hanyalah dimaksudkan sebagai jaminan saja, untuk memberikan
kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik karena ada suatu -
atau sekelompok - benda tertentus yang seoara. khusus dijaminkan, atas
mana kreditur preferen atas hasil eksekusi benda (benda-benda) yang
bersangkutan.

Jadi, bahwa maksudnya hanya sebagai agunan - sebagai jaminan - saja


sudah jelas. Yang menjadikan sulit adalah konstruksinya, yang berupa
"penyerahan hak kepernlllkan", yang tentunya membawa kita kepada
pikiran, bahwa yang menerima penyerahan mestinya jadi pemilik atas

Hukum Jaminan, Hak-hak Jam Irian Kebendaan 187


Fktuala
benda yang bersangkutan. Semuanya akan menjadi iebih jefas, kalau kita
tengokriwayattimbuinya lembaga jaminan Fidusia. yang - kalau kita msu
jujur - sebenarnya merupakan penyelundupan atas ketentuan Pasal 1152
ayat (1) K.U.H.Perdata tentang gadai. Karena hukum disusun dalam suatu
sistem, di mana di dalamnya tidak boleh ada pertentangan antara yang
satu dengan yang lain, maka dibuatJah konstruksi "penyeraha hak milik",
agar tampak lain dari gadai dan dengan demikian bisa masuk di dalam
sistimnya.

6. Untuk Pelunasan Suatu Hutang


Ciri ini memberi petunjuk kepada kita, bahwa perjanjian pemberian
jaminan Fidusia - sama seperti perjanjian penjaminan yang lain - me-
rupakan perjanjian yang berslfat accessoir. Ciri ini ditegaskan lagi dalam
Pasal 4 Undang-Undang Fidusia.

Perjanjian accessoir mempunyai ciri-ciri: tidak bisa berdiri sendiri, ada/


lahlmya, berpindahnya, dan berakhimya bergantung dari perjanjian
pokoknya.

Ciri seperti itu tampak dalam Pasal 19 Undang-Undang Fidusia, yang


mengatakan, bahwa pengalihan perjanjian pokok -• dalam mana diatur
hak atas piutang yang dijamin dengan Fidusia - mengak'ibatkan beralih-
nya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima Fidusia kepada
kreditur baru. Juga Pasal 25 Undang-Undang Fidusia menunjukkan ciri
seperti itu, karena di sana dikatakan, bahwa jaminan Fidusia hapus, kalau
hutang yang dijamin dengan Fidusia hapus.

7. Kedudukan yang Diutamakan


Sekalipun tidak disebutkan secara tegas, tetapi kita boleh menduga,
bahwa yang dimaksud dengan "diutamakan" adalah didahulukan dalam
mengambil pelunasan atas hasil eksekusi dari benda jaminan Fidusia
atau dengan perkataan lain, tagihan kreditur penerima' Fidusia adalah
tagihan preferen. Bahwa benar demikian maksudnya, kita bisa simpulkan
dari ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Fidusia, yang mengatakan,

168 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Fidusia
bahwa penerima Fidusia mempunyai hah yang didahulukan terhadap
kreditur lain. Sudah tentu kita berangkat dari pikiran. bahwa "yang di-.
utamakan" dengan "yang didahulukan-' adalah sama, Sejalan dengan itu,
1

maka kata-kata "kreditur lainnya" kita tafsirkan sebagai para kreditur


konkuren.

E. AKTA PENJAMINAN FIDUSIA


1. Bentuk Aktanya
Dalam Pasal 5 sub 1 Undang-Undang Fidusia ditetapkan, bahwa bentuk
akta pembebanan benda jaminan Fidusia harus dalam akta otentik, i.e.
Notariil. Menyimpang dari ketentuan Pasal 27 Peraturan Jabatan Notaris
- selanjutnya disebut P.J.N. - yang membolehkkan akta Notaris dibuat
dalam bahasa yang dikehendaki oleh para pihak, daiam Pasal 5 sub 1
tersebut di atas dikatakan, bahwa akta pemberian jaminan Fidusia harus
tertulis daiam bahasa Indonesia.

2. Isl Aktanya
Daiam Pasal 6 Undang-Undang Fidusia dltentukan minimum yang harus
termuat dalam akta jaminan Fidusia.

a. IdentHas pemberi dan penerima fidusia


Mengenai identitas pihak pemberi dan penerima Fidusia kiranya tidak
periu disebutkan lagi. mengingat aktanya merupakan akta Notariil dan
dalam suatu akta Notariil identitas para penghadap memang harus di-
sebutkan secara lengkap (vide Pasal 24 dan Pasal 25 P.J.N.).

b. Data perjanjian pokok


Sesuai dengan sifat accessoir daripada perjanjian penjaminan, maka kita
periu mengetahui dengan pasti perjanjian pokok untuk mana diberikan
penjaminan. Bukankah lahir/adanya, berpindahnya dan hapusnya perjanji-
an accessoir bergantung dari perjanjian pokoknya?

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Fidusia
c. Data benda Jaminan
Seperti dikatakan di depan, hak jaminan kebendaan muncul, kalau kredi-
tur memperjanjikan suatu jaminan khusus atas 1 (satu) atau sekelompok
benda tertentu, atas dasar mana ia oleh undang-undang didahulukan d<
dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi atas benda (benda-
benda) tersebut. Jadi, ada 1 (satu) atau sekelompok benda "tertentu"
yang secara khusus diperkatkan untuk menjamin tagihan kreditur. Adalah
logis sekali, bahwa di dalam akta pemberian jaminan Fidusia harus ada
uraian mengenai benda jaminan yang bersangkutan.

d. Nilai penjaminan
Nilai penjaminan adalah nilai/jumiah maksimal kreditur preferen atas hasil
eksekusi benda Jaminan. Hak preferen kreditur tidak bisa lebih dari jumiah
nilai penjaminan. .tetapi bisa kurang. Hal itu berkaitan dengan sifat
accessoir dari perjanjian penjaminan. Kalau hutang dalam perjanjian
pokok suatu ketika ~ atas dasar ciciian - menjadi berkurang,- maka jumlah.
maksimal hak preferen dari kreditur juga berkurang menjadi sama dengan
sisa tagihan. Ingat sifat accessoir dari perjanjian penjaminan.

Untuk jelasnya kita gambarkan sebagai berikut:


A (kreditur) punya tagihan terhadap B (debitur) sebesar
Rp 10.000.000,00<sepuluh juta rupiah) dan dijamin dengan jamin-
an Fidusia atas mesin X, Y dan Z. dan nilai penjaminan yang di-
pasang adalah Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Catatan:
blasanya - tidak harus - kreditur memasang nilai penjaminan
lebih dari tagihan pokoknya, karena ia mengantisipasi kemungkin-
an adanya tunggakan bunga dan denda,,yang bisa menjadikan
taglhan membengkak.
Kalau kredit Itu macet, dan besamya sisa tagihan pada saat itu
adalah Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah), make kreditur ber-
hak untuk mengambil lebih dahulu dari hasil eksekusi atas mesin X,
Y dan Z sampai sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah)

170 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


saja, walaupun jaminan yang dipasang adalah Rp 12.000.000,00
(dua betas juta rupiah).
Sebaliknya, kalau nilai penjaminan yang dipasang adalah kurang (lebih
kecil) dari besarnya tagihan kreditur, maka hak preferen kreditur maksimal
adalah sebesar nitai penjaminan. sedang untuk sisa tagihan. kreditur ber-
kedudukan sebagai kreditur konkuren.
Kalau dalam contoh tersebut di atas, kreditnya macet dan jumlah tagihan
- karena ada tunggekan bunga dan adanya denda - telah menjadi
Rp 15.000,000,00 (lima belas juta rupiah). maka hak preferen Kreditur
maksimal adalah Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Atas sisa
tagihan sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). kreditur berkedudukan
sebagai kreditur konkuren, sehingga ia harus' berbagf pond's-pond's
dfengan para kreditur konkuren yang lain debitur (Pasal 1132 K:U.H:
Perdata) atas hasil eksekusi harta lain dari debitur.

e. Tanggal dan nomor

Sekalipun dalam Pasal 6 Undang-Undang Fidusia tidak disyaratkan


penyebutan tanggal penjaminan dan nomor akta penjaminan, namun
karena akta itu disyaratkan harus dituangkan secara Notariil, maka ke-
semuanya itu sudah dengan sendiri ada, karena dl dalam Pasal 25 sub d
P.J.N. ada keharusan bagi Notaris untuk rrtenyebutkan tempat di mana,
hari, bulan dan tahun dari peresmian akta.

3. Nilai Benda Objek Jaminan


Syarat ini agak berlebihan. Untuk apa harus disebutkan besarnya nilai
objek jaminan? Kiranya berapapun besarnya nilai objek jaminan tkfak
mempengaruhi keabsahan dari pemberian jaminan yang bersangkutan.
Apaiagi. siapa yang harus menentukan itu? Kalau temyata nantl tidak
.sesuai dengan nilai yang sebenarnya. apa ada akibatnya? Siapa yang
harus menanggung akibat itu?

Hukum jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 171


Flduaie

F. HUTANG YANG DIJAMIN


Di sini yang dimaksud dengan hutang yang dijamin adalah kewajiban
prestasi perjanjian pokoknya.
Menurut Pasal 7 Undang-Undang Fidusia jaminan Fidusia bisa dipakai
untuk menjamin pelunasan hutang yang sudah ada maupun yang akan
ada, baik yang jumlahnya sudah ditentukan maupun yang pada saat
eksekusi nantinya dapat ditentukan. Untuk hutang yang disebutkan ter-
akhir di sana digunakan Istilah: "hutang yang akan timbul di kemudian hari
yang telah di perjanjikan".

Kata-kata: "hutang yang teiah ada", tertuju kepada hutang yang pada saat
pemberian jaminan Fidusia sudah ada, sedang kata-kata: "yang akan
timbul di kemudian hah" tertuju kepada hutang-hutang yang pada saat
pemberian jaminan Fidusia'diberikan belum ada, tetapi telah diperjanji-
kan. Jadi. Induk yang akan melahirkan hutang itu sudah ada tetapi telur-
nya (hutangnya) pada saat itu belum ada. Ini dimaksudkan untuk me-
nampung praktek yang selama ini banyak muncul, yaitu kredrt-kredit per
rekening koran.

Pada saat perjanjian kredit ditandatangani, debitur belum terhutang apa-


apa, karena dengan ditandatanganinya perjanjian kredit, kreditur baru me-
nyediakan suatu jumlah/plafon tertentu untuk dipakai (dipinjam) oleh
debitur. Nanti, kalau debitur benar-benar menggunakan kredit yang ter-
sedia, baru pada saat itu ada terhutang oleh debitur- Setiap waktu debitur
mempunyai uang, ia bisa segera mengembalikan kredit yang telah ia
ambil, baik sebagian maupun seluruhnya. Yang demikian itu dimaksudkan
agar debitur bisa mengurangi beban bunga yang harus ia tanggung.

Sudah bisa diduga, bahwa dalam peristtwa seperti tersebut di atas, besar-
nya hutang debitur setiap waktu bisa berubah-ubah, atau dengan perkata-
an lain "tidak tertentu". Yang demikian itu tidak menjadi halangan - demi-
kian Pasal 7 sub c Undang-Undang Fidusia -- asal nantinya pada saat
eksekusi jumlah itu dapat ditentukan. Memang, saat kreditur paling bututv

172 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Fidusia

untuk tahu besarnya hutang debitur adalah pada saat eksekusi, karena
kajau tidak, lalu berapa yang berhaktaambil sebagai pelunasan?
Ke dalam kelompok "hutang yang akan ada" termasuk Bank Garansl,
yang biasnya dljanjikan oleh bank kepada pihak-ketiga, untuk menjamin
hutang tertentu dari debitur, sampai sejumlah uang tertentu. •

G. FIDUSIA KEPADA LEBIH DARI 1 (SATU) PENE-


RIMA-FIDUSIA
Pasal 8 Undang-Undang Fidusia dengan tegas mengatakan, bahwa
Fidusia bisa diberikan kepada lebih dari 1 (satu) orang penerima-Fidusia.
Maksudnya adalah, bahwa benda jaminan Fidusia yang sama diberikan
sebagai jaminan kepada lebih dari 1 (satu) orang kreditur. Karena
penerima-Fidusia adalah kreditur yang mempunyai piutang (Pasal 1 sub 6
Undang-Undang Fidusia), maka dapat kita katakan, bahwa Fidusia dapat
dipakai untuk menjamin lebih dari 1 (satu) orang kreditur.

Yang tidak jelas adalah, apakah jaminan kepada lebih dari 1 (satu) orang
kreditur diberikan dalam 1 (satu) akta penjaminan Fidusia atau lebih?

Kalau penjaminan kepada lebih dari satu kreditur dituangkan dalam 1


(satu) akta penjaminan, tidak ada masalah, tetapi kalau hal itu dituangkan
dalam lebih dari 1 (satu) akta penjaminan, maka kita akan terbentur
kepada Pasal 17 Undang-Undang Fidusia.

Dari penjeiasan atas Pasal 8 Undang-Undang Fidusia, kita simpuikan,


bahwa yang dimaksud oleh Pasal 8 Undang-Undang Fidusia adalah pen-
jaminan yang dituangkan dalam 1 (satu) akta penjaminan. Hal itu kita
simpuikan dari kata-kata "kredit konsortium".

Bahwa jaminan itu bisa diberikan juga kepada kuasa atau wakll dari
penerima-Fidusia kiranya tidak periu disebut. Bukankah kuasa dan wakil
bertindak untuk dan atas nama prinsipal/yang dtwakili?

Yang panting adalah kuasa/wakil itu memenuhi semua syarat hukum


untuk bertindak sebagai kuasa/wakil,

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 173


Fidusia

H. OBJEK JAMINAN FIDUSIA


Objek jaminan Fidusia sebagai yang kita simpuikan dari Pasal 1 sub 2
Undang-Undang Fidusia dan sebagai yang ditentukan dalam Pasal 1 sub
4 dan Pasal 3 Undang-Undang Fidusia, mendapat penjabarannya lebih
lanjut dalam Pasal 9 Undang-Undang Fidusia yang mengatakan, bahwa:
Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap 1 (satu) atau lebih sapj
an atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada'
saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. .
Dari ketentuan tersebut kita tahu, bahwa objek jaminan Fidusia bisa 1
(satu) benda tertBntu atau lebih. Benda Jaminan itu bisa merupakan .benda
yang tertentu atau disebutkan berdasarkan jenis, misalnya kopi robusta A,
beras Cisadane.

Selanjutnya kita tahu, bahwa objek jaminan Fidusia meliputi, baik benda
berwujud maupun benda tidak berwujud, yaitu piutaag/tagihan dan tagih-
an.itu meliputi baik yang sudah ada maupun yang akan ada. Berbicara
tentang tagihan yang akan ada mengingatkan kepada kita akan per-
masalahan gadai atas tagihan atas nama, yang dalam prakteknya di-
laksanakan dengan cara mencedeer (cessie) tagihan yang bersangkutan
kepada kreditur. Karena cessie merupakan penyerahan tagihan atas .
nama, agar dengan itu tagihan menjadi hak dari kreditur/cessionaris,
maka Fidusia tagihan mempunyai persamaan dengan cessie tagihan.
Kedua-duanya merupakan penyerahan hak milik yang hanya dimaksud-
kan sebagai jaminan saja. Oleh karenanya di sini beriaku juga apa yang
sudah kita bahas di depan mengenai cessie sebagai jaminan.

Untuk menghindarkan kesuiitan dan keruwetan di kemudian hari, dalam


Pasal 10 Undang-Undang Fidusia sudah ditetapkan. bahwa jaminan
Fidusia meliputi semua hasil dari benda jaminan Fidusia dan juga klaim
assuransi.

174 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabandaan


Fidusia

I. PENDAFTARAN
1. Pendaftaran Jaminan Fidusia
Undang-Undang Fidusia menganut prinsip pendaftaran jaminan Fidusia.
Sekalipun di dalam Pasal 11 Undang-Undang Fidusia disebutkan "Benda"
yang dibebani jaminan Fidusia wajib didaftarkan, tetapi sebaiknya kita
baca "jaminan Fidusia" harus didaftarkan. karena dari ketentuan-ketentu-
an lebih ianjut, kita tahu, bahwa demikian ftulah yang dimaksud oleh pem-
buat undang-undang' . 83

2. Cara Pendaftaran
Pendaftaran dilakukan melaiui suatu permohonan yang ditujukan kepada
Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia - selanjutnya disingkat: K:P.F. -
yang untuk pertama kalinya akan diadakan di Jakarta, yang wiiayah kerja-
nya meliputi seluruh Indonesia (Pasai 12 sub 1 dan sub 2 Undang-
Undang Fidusia), tetapi nantinya akan didlrikan. di tampat-tempat tain,
paling tidak dl setiap ibukota propirisj (Pasal 12 sub 4 Undang-Undang
Fidusia jo. Keputusan Presiden, Nomor 139 Tahun 2000). Kantor
Pendaftaran Jaminan Fidusia berada di bawah Departemen Kehakiman
(Pasal 12 sub 3 Undang-Undang Fidusia).

Pendaftaran tersebut menganut asas spesialitas, sebagai yang kita lihat


dari syarat-syarat pendaftaran sebagai yang disebutkan dalam Pasal 13
sub 2 Undang-Undang Fidusia. yang pada asasnya sama dengan yang
disebutkan dalam PasaJ 6 Undang-Undang Fidusia, sedang mengenai
tanggal, nomor akta dan tempat kedudukan Notaris serta data perjanjian
pokoknya sudah dengan sendirinya terekam dan terpenurti, karena, di
dalam Pasal 2 sub 4 Peratuian Pemerintah Nomor 66 Tahun 2000 di-
syaratkan agar permohonan pendaftran dilengkapi dengan safinan akta
Notaris.

163) Sekalipun dalam penjelasan atas Pasal 11 Undang-Undang Fidusia sekali lagi
disebutkan tentang pendaftaran "benda' yang dibebani dengan jaminan Fidusia.
Selanjutnya baca J. Satrio, Fidusia, hal. 243 dan selanjutnya.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 175


Fidusia
Pendaftaran dicatat dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama
dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran (Pasal 14 sub 1
Undang-Undang Fidusia) dan tanggal tersebut akan rnernpuriyai dampak
hukum yang besar sekali, karena tanggal tersebut menentukan lahimya
jaminan Fidusia (Pasal 14 sub 3 Undang-Undang Fidusia}.

3. SertJflkat Jaminan Fidusia


a. Dikeluarkan dalam bentuk grosse
Sebagai keianjutan daripada pendaftaran jaminan Fidusia, maka oleh
K.P.F. dikeluarkan Serttfikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama
dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran, yangtentunyadi-
maksudkan sebagai bukti pendaftaran jaminan Fidusia.

Sertjfikat Jaminan Fidusia - sebagai yang diatur dalam Pasal 15 sub 1


Undang-Undang Fidusia - mempunyai ciri istimewa, karena sertjfikat
tersebut mengandung irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KE-
TUHANAN YANG MAHA ESA", yang berarti mempunyai kekuatan ekseku-
torial, sama seperti suatu keputusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan yang tetap (vide Pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 435
Rv.).

Bahwa undang-undang memungkinkan untuk dikeluarkannya grosse dari


akta-akta tertentu, sudah kita ketahui dari ketentuan Pasal 38 P.J.N.,
PasaJ 224 H.I.R. dan Pasal 14 Undang-Undang Hak Tanggungan. Dari
apa yang sudah disebutkan dalam ketentuan-ketentuan tersebut, maka
sekarang ada lagi grosse lain yaitu grosse Sertifikat Jaminan Fidusia.

Pencatuman irah-irah sebagai yang dimungklnkan oleh undang-undang


membawa konsekuensi, bahwa pemegang akta grosse berkedudukan
seperti orang yang sudah memegang keputusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan yang tetap. Yang periu diingat adalah, bahwa akta

176 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


FMuate
grosse tidak "sama" dengan suatu keputusan Pengadilan, tetapi mem-
punyai kekuatan sebagai suatu keputusan' perigadlian* . 84

Pelaksanaan atau eksekusi lebih lanjut daripada akta grosse adalah sama
dengan pelaksanaan suatu keputusan Pengadilan, yaitu sesuai dengan
ketentuan Pasal 200 H.I.R, berdasarkan flat eksekusi dari Ketua
Pengadilan.

b. Mengandung parate eksekusi


Di dalam Pasal 15 sub 3 Undang-Undang Fidusia disebutkan, bahwa
apabila debitur cidera janji, maka penerima-Fidusia mempunyai hak untuk
menjual atas kekuasaan sendiri.

Menjual atas kekuasaan sendiri di daiam -doktrin diarflkan: mempunyai


parate eksekusi, yaitu eksekusi yang seiaiu slap di tangan, karena pelak-
sanaan eksekusi melaiui parate eksekusi adalah di luar campur tangan
Pengadilan, tanpa harus mengikutj prosedur hukum acara. Kreditur ~
melaiui parate eksekusi -- seakan-akan seperti melaksanakan penjualan
atas harta miliknya dia sendiri, tinggal minta kepada juru lelang agar
melaksanakan lelang.

Kewenangan melaksanakan parate eksekusi - sesuai bunyi Pasal 15 sub


3 Undang-Undang Fidusia -- merupakan suatu kewenangan bersyarat,
yaitu harus dipenuhi syarat debitur telah wanprestasi. Kewenangan ber-
syarat seperti itu adalah pas sekali dengan kebutuhan kreditur, sebab
selama semua kewajiban dipenuhi oleh debitur dengan balk dan sebagai-
mana mestinya, kreditur tidak memerlukan eksekusi. Kreditur baru mem-
butuhkan kewenangan eksekusi kalau debitur wanprestasi. kebutuhan itu
dipenuhi oleh Pasal 15 sub 3 Undang-Undang Fidusia.

184) Vide Surat M.A. kepada Direksl Bank Indonesia No. KMA/237/IX/1986 tertanggal 3
September 1088 sebagai dimuat dalam makalah Refeowutan Sutantfo "Surat
Hutang Notariil dan Kuasa untuk Menjual". dimuat dalam Media Notarial No. 12 •
No. 13. Tahun IV, October 1989.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebendaan 177


ft*"*
J. HAPUSNYA FIDUSIA
Pasal 25 Undang-Undang Fidusia mengatakan, bahwa:
(1) Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut;
a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan Fidusia;
b. Pelepasan hak atas jaminan Fidusia oleh penerima
Fidusia
c. Musnahnya benda yang menjadi abjekjaminan Fidusia.
Ketentuan Pasal 25 sub 1a tersebut di atas merupakan konsekuensi logis
dari sifat jaminan Fidusia sebagai perikatan yang accessoir yang dimak-
sud dengan "perikatan yang dijamian" adalah "perikatan pokoknya". Jadi,
kata "hutang" di sini hams ditafsirkan luas, meliputi segala macam perikat-
an, karena pada asasnya lembaga jaminan bisa dipakai untuk menjamin
kewajiban prestasi yang timbul dari perikatan yang martapun.

Hapusnya perikatan, menurut Pasal 1381 K.U.H.Perdata bisa terjadi


karena:
- pembayaran
- penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penrtipan
- pembaharuan hutang (novasi)
- perjumpaan hutang atau kompensasl
- pembebasan hutangnya
musnahnya barang yang terhutang
- kebatatan atau pembatalan
bertakunya syarat batal, yang diatur dalam bab I buku ini
- Iewatnya waktu. yang hal mana diatur daiam suatu bab tersendirl
Kata "pembayaran' harus ditafsirkan luas, sehingga meliputi semua
pemenuhan kewajiban perikatannya.

Untuk pemenuhan kewajiban perikatan tertentu, debitur memeriukan kerja


samanya dari kedltur. Untuk mengatasi kemungkinan teriadinya peristiwa,

178 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Fktuala

df mana kreditur sengaja memperaulit pelaksanaan pemenuhan prestasi


debitur, maka diciptakanlah lembaga "penawaran pembayaran tunai dSkutl
dengan penitipan/consignatie" . 185

Pembaharuan hutang atau novas* mengakibatkan, bahwa perikatan lama


yang diperbaharat/dinovir menjadi hapus (vide Pasai 1413 K.U.H.
Perdata).
'Kompensasl juga membawa akibat, bahwa kedua perikatan yang diper-
Jumpakan/dikompensir menjadai hapus, untuk jumlah yang sama (vide
Pasal 1425 jo Pasal 1426 K.U.H. Perdata).

Percampurah hutang terjadi, kalau kuatltas sebagai kreditur dan debttur


bercampur pada 1 (satu) orang yang sama, dengan akibatnya perikatan
yang bersangkutan menjadi hapus, suatu konsekuensi yang logis, bukan-
kah tidak ada orang yang menagih dlrinya sendiri? Mengenai hal ini ada
pengaturannya dalam, Pasal 1436 K.U.H,Pardata, dalam mana dengan
tegas disebutkan akibatnya, yaitu piutangnya menjadi hapus.

"Pelepasan hak atas jaminan Fidusia" merupakan penjabaran prinsip


hukum perdata, yang mengatakan, bahwa dalam hai undarig-undang
memberikan kepada yang bersangkutan suatu hak atau periindungan
untuk kepentirtgannya, maka terserahlah kepada yang bersangkutan
untuk memanfaatkannya atau tidak. Lain hainya kalau undang-undang
bermaksud untuk melindungi kepentingan umum. Pelepasan hak atas
jaminan Fidusia harus dibedakan dari "perribebasan hutangnya" dalam
Pasai 1381 tersebut di atas, karena Pasai. 25 sub 1a berbicara tentang
jaminannya -- perikatan jaminannya -- sedang Pasal 1361 berbicara
tentang perikatan pokoknya.

Berdasarkan Pasal 1444 K.U.H.Perdata, kalau objek persetujuan musnah,


tidak lagi bisa diperdagangkan atau hilang, maka akibatnya, "hapuslah
perikatannya".

185) Selanjutnya silahkan baca J. Satrio. Hapusnya Perikatan, Buku 1, hal. 263 dan
selanjutnya.

Hukum JemtoaR* J4sk?bak Jaminan Kebl»nd8S<r ' ' "~ 179


Perikatan Juga hapus karena "kebatalan" atau "pembatalan". "Kebatalan"
tertuju kepada "batai demi hukum" dan "pembatalan" tertuju kepada ke-
batalan berdasarkan tuntutan . 186

Perikatan dengan bersyarat, yang berupa syarat batal, adalah perikatan-


perlkatan, yang kalau terpenuhi syarat yang diperjanjikan membawa
akibat, bahwa perikatan berhenti, dengan akibat lebih lanjut, yaitu para
pihak kembali kepada keadaan semua seolah-olah tidak pernah ada
perikatan antara para pihak, demikian kata Pasal 1265 K.U.H.Perdata.

Mengenai Iewatnya waktu atau kedaluwarsa, dalam hukum kita mengenal


ada 2 (dua) macam, yaitu kedaluwarsa yang extirfctief dan yang aquisitief.
Lewatnya waktu yang dimaksud dalam Pasal 1381 tersebut di atas tentu-
nya adalah kedaluwarsa yang extjnctjef, yang menghapus perikatan
(Pasal 1946 jo Pasal 1967 - Pasal 1971 K.U.H.Perdata ).

Sehubungan dengan masalah hapusnya Fidusia Undang-Undang Fidusia


dalam Pasal 25 sub 2 menetapkan, bahwa:
Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan Fidusia tidak
menghapuskan ktaim asuransi sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 10 huruf b.

Sehubungan dengan hal Itu, maka kita periu menengok ketentuan Pasal
10 huruf b Undang-Undang Fidusia. Dalam pasai tersebut dftetapkan,
bahwa:
Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang
menjadi objek jaminan fidusia di asuransikan.
Dengan itu mau dikatakan, bahwa sekalipun perikatannya sendiri hapus,
namun uang santunan asuransi dianggap sebagai pengganti objek jamin-
an, sehingga sampai sejumah hutang debttur menjadi hak dari kreditur,
demikian penjelasan atas Pasal 10 huruf b dan Pasal 25 ayat (2) Undang-
Undang Fidusia).

186) Untuk masalah •kebatalan' dan "pembatalan* silahkan lebih lanjut baca J. Satrio.
Hapusnya Perikatan". Buku II, rial. 165.

180 Hukum Jamtrtan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Fktunia

K. KETENTUAN PENT1NG
Ada ketentuan penting dalam Undang-Undang Fidusia yang periu men-
dapat perhatian kita, yaitu:
Pasal 38 Undang-Undang Fidusia yang mengatakan, bahwa:
' Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-
undang ini, semua peraturan perundang-undangan mengenai
Fidusia tetap beriaku sampai dengan dicabut, dlganti atau diper-
baharui.
Jadi -- sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Fidusia --
maka semua ketentuan Fidusia berdasarkan hukum kebiasaan dan yuris-
prudensi tetap beriaku. In) berarti, bahwa ~ kalau memang dlkehendaki --
kita masih tetap boleh mengacu kepada ketentuan Fidusia yang lama.

Hal ini adalah sejalan dengan ketentuan Pasal 37 ayat <3) Undang-
Undang Fidusia, yang mengatakan:
Jika dalam jangka waktu sebagimana dimaksud daiam ayat (2)
tidak dilakukan penyesuaJan, maka perjanjian jaminan Fidusia ter-
sebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.

Jadi kalaupun perjanjian penjaminan Fidusia tidak dibuat dengan men-


dasarkan kepada ketentuan Undang-Undang Fidusia, asal saja tidak ber-
tentangan dengannya, perjanjian penjaminan itu tetap sah, hanya saja
bukan merupakan penjaminan Fidusia sebagaimana dimaksud oleh
Undang-Undang Fidusia, dengan konsekuensi logisnya, para pihak tidak
menikmatj periindungan dan kelebihan-kelebihan yang diberikan oleh
Undang-Undang Fidusia.

******
112 Hokum J«mlmnj Hak-hakJaminan Kabendaan
BAB IV
HIPOTIK
i *

A TIN JAUAN UMUM


Sesudah adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 - yahg biasa kita
sebut Undang-Undang Pokok Agraria atau disingkat U,U;P.A. - tetapi
sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas tanah dan benda-benda yang' berkaitan dengan
tanah , katau orang berbicara tentang hipotik, maka orang tidak dapat
187

melepaskan diri dari pembicaraan witting Hukum Agraria, karena Hak.


Tanggungan di mana hak atas tanah dipakai sebagai /amfnan suatu,
perikatan tertentu - diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Adapun
yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah suatu lembaga jaminan di
mana objek jaminannya adalah hak atas tanah-tanah tertentu menurut
Undang-Undang Pokok Agraria (Pasal 51 Undang-Undang Pokok
Agraria). Padahal, objek hipotik adalah benda tetap dan berdasarkan asas
accessie termasuk segala sesuatu yang bersatu atau dipersatukan
dengan tanah (Pasal 1162, PasaJ 1163 K.U.H.Perdata), yang sudah teritu
meliputi tanah dan - berdasarkan asas asesi - segala sesuatu yang ber-
satu atau dipersatukan dengan tanah.

Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria - pada bagian "memutus-


kan" -- Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata' Indonesia se-
panjang mengenai bumi, air serta kekayaan a(am yang lerkandung di
dalamnya telah dicabut, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik
yang masih beriaku pada saat mulai berlakunya undang-undang ini. Jadi,

187) Selanjutnya. disingkat menjadi U.U.H.T.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 188


Wpottfc •

pada waktu itu paling tidak untuk semantara, yang dimaksud dengan hak
tanggungan adalah hipotik.

Hal itu berarti, bahwa semua ketentuan yang ada di luar apa yang di-
sebutkan dalam bagian "memutuskan* .tersebut di atas -- jadi termasuk
ketentuan tentang hipotik -- masih tetap beriaku.

Sekarang dengan keluamya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996


tentang "Hak Tanggungan atas Tanah Beserta dengan Benda-benda yang
Berkaitan dengan Tanah", maka kita tahu, bahwa Undang-Undang Pokok
Agraria mempunyai lembaga hak jaminan atas tanah - dan .segala se-
suatu yang berkaitan dengan tanah - tersendiri dan tidak lagi memakai
lembaga jaminan hipotik, sehingga lembaga jaminan hipotik - dengan
seluruh peraturannya - untuk objek jaminan seperti tersebut di atas,
sekarang sudah tidak beriaku lagi.

B. OBJEK HAK TANGGUNGAN DAN HIPOTIK


Karena objek hipotik berdasarkan Pasal 1162 K.U.H.Perdata adalah
benda tetap -- yang meliputi benda tetap karena sifatnya, peruntukannya
dan undang-undang - maka dengan keluamya Undang-Undang Hak
Tanggungan, mestinya hipotik sebagai lembaga jaminan sudah tidak ber-
iaku lagi. Namun demikian, temyata ada benda yang lain yang tidak se-
cara tegas-tegas dimasukkan dalam kelompok benda tetap, tetapi lem-
baga jaminan yang dlsediakan oleh undang-undang atas benda itu adalah
hipotik, yaitu kapal-kapal yang volumenya lebih dari 20 m (dua puluh
3

meter kubik) (Pasal 314 K.U.H.D.) , Dengan demikian, kita tahu, bahwa
188

objek hipotik semula adalah benda tetap maupun kapal dengan volume
tertentu. Dengan keluamya Undang-Undang Hak Tanggungan, maka
ketentuan hipotik masih tetap beriaku, dengan objeknya kapal yang
volumenya lebih dari 20 m (dua puluh meter kubik).
3

188) Menurut Madam Dams Badrutzaman, pesawat udara juga dapat dijaminkan
dengan Jaminan hipoSk, vide Bab-bab.... hal. 113.

1S4 Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

Dengan keluamya Undang-Undang Hak Tanggungan, -maka sekarang


hipotik kehilangan sebagian besar dari peranannya, karena di waktu yang
lalu, lembaga hipotik untuk bagian yang terbesar digunakan untuk men-
jamfn tanah dan - berdasarkan asas asesi - segala sesuatu yang bersatu
atau dipersatukan dengan tanah.

Konsekuensirvya lebih lanjut adalah, bahwa dalam rangka pernbahasan


kita iebih lanjut mengenai hipotik, kalau undang-undang berbicara tentang
benda tetap dalam kaitannya dengan hipotik, maka sekarang kita tafsir-
kan. bahwa yang dimaksud adalah kapal atau benda-benda lain -- yang
bukan berupa tanah dan yang berkaitan dengan tanah - yang lembaga
jaminannya oleh undang-undang ditentukan adalah hipotik, seperti
pesawat udara.

Di daiam Pasal 3lSc ayat (1) K.U.H.D. ada suatu ketentuan Denting yahg
periu mendapat perhatian kita. yaitu penegasan, bahwa:
Terhadap hfpotik-hlpotik atas •kapal, sekadar itu dHzinkan oleh sifa
benda jaminan (maksudnya yang berupa: kapal, pen/, dari pen,),
. maka berlakulah juga ketentuan Pasal 1166, PasaJ 1169, Pasal
1171 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 1f75, 1176 ayat (2^ Pasai 1177,
Pasal 1178; Pasal 1180, Paeal 1186, Pasal 1187, Pasal 1189, Pasa
1190, Pasal 1193, Pasai 1197, Pasal 1199, Pasal 1205, Pasal 1207
• Pasal 1219, Pasal 1224. - Pasal 1227 K.U.H.Perdata.

Selanjutnya, dalam ayat (2)-nya dikatakan, bahwa:


Pasal 1185 dad kitab undang-undang tersebut beriaku juga, baik
terhadap persewaan maupun terhadap pencarteran menurut waktu
atas kapal yang dibebani dengan hipoiiki Apabila. kapafnya diper-
tanggungkan terhadap bahaya kebakaran atau laln-lain bahaya.
maka seiain dari itu, berlakulah juga Pasai 297 dan Pasal . 298
K.U.H.D.

Ketentuan tersebut dl atas hendak mengatakan, bahwa ketentuan umum


tentang hipotik beriaku atas hipotik kapal, tetapi khusus atas ketentuan-
ketentuan yang disebutkan di atas, penerapannya dilakukan dengan
memperhatfkan sifat dari benda jaminannya, yang berupa kapal. Artinya.
ketentuan-ketentuan tersebut hanya bisa diterapkan, sepanjang sesuai -
tidak bertentangan -'dengan sifat objeknya, yang berupa kapal.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan las


Hipotik

C. PERUMUSAN
Pembuat undang-urKlang ada memberikan perumusan tentang/ hipotik
dalam Pasai 1162 K.U.H.Perdata.

Dalam Pasal 1162 dikatakan, bahwa:


*
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas barang-barang tidak ber
gerak, untuk mengambil penggantian daripadanya 'bagi pelunasan
suatu perikatan.

Dari suatu perumusan yang baik,' kita boleh mengharapkan adanya


gambaran yang baik dari apa yang dirumuskan, melaiui cirjieiri khas --'
yang menonjol - yang ada dalam perumusan tersebut dalam hal ini para
sarjana rupa-rupanya menganggap perumusan yang diberikan oleh
undang-undang •-. tentang hipotik - kurang lengkap dan karenanya pada
umumnya memberikan perumusan yang lain' . 89

Perumusan yang diberikan para sarjana kurang lebih .adalah sebagai


berikut:
Hipotik adalah hak kebendaan atas benda tetap tertentu milik oran
lain, yang secara khusus diperikatkan, untuk memberikan kepad
1

suatutagihan,hak untuk didahulukan di daiam mengambil pe-


lunasan atas hasil eksekusi barang tersebut
Beberapa ciri yang menonjol dalam perumusan tereebut^periu mendapat-
kan perhatian.

1. Hipotik Sebagai Hak Kebendaan


Pasal 1163 K.U.H.Perdata
Undang-undang sendiri mengatakannya secara tegas, bahwa hak hipotik
merupakan hak kebendaan; lain halnya dengan gadai. di sana undang-'

189) P. Scholten, pada hal. 423, dengan tegas mengatakan; bahwa perumusan
undang-undang kurang lengkap. sedang Plifo pada hal. 426, tanpa komeniar
langsung memberikan saja perumusan lain, yang mengandung dri-tiri yang tidak
disebutkan dafam perumusan Pasal 1162. Demikian puia Vesgans-Oppenhetm.
dalam hal. 233.

188 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik
undang tidak mengatakannya secara tegas, tetapi kita menyimpulkarmya
dari Pasai 1152ayat (3) RU-HPe-data . 190

Pembuat undang-undang adakatanya. hendak melindungi, orang atau


kelompok otang-Qrang tertentu, yang dilakukan dengan cara. membuat
ketentuan hukum yang persifat mernaksa atau memberikan kesempatan
kepada orang atau pihak tertentu untuk menuntut pembatalan atas,per-
janjian yang ia tutup atau memberikan hak dengan sifat tertentu, seperti
hak kebendaan. Dengan memberikan sjfa.t hak kebendaan kepada hak
kreditur tertentu, maka pembuat undang-undang memberikan-postsi yang
kuat dan sangat menguntungkan kepada kreditur pemegang hak ke-
bendaan.

Salah satu ciri pokok daripada hak kebendaan adalah adanya droit de
suite, yaitu bahwa hak tersebut mengikuti bendanya — maksudnya benda
yang dibebani hipotik - tjdak pedult di tangan siapa ia berada (Pasal 1198
K.U.H.Perdata). Ciri ini ditegaskan dalam Pasal 1163 ayat (2) K,U,H.
Perdata:
benda itu tetap dibebani dengan hak tersebut (hak hipotik, tarnbah-
an pen.) ke dalam tangannya siapapun ia berpindah.
t

Khusus untiik hipotik atas kapal, Pasal 315b K.U.H:D. mengatakan:


Si berpiutang yang,piutangnya dijamin dengan,hipotik, dapat me-
laksanakan haknya atas kapal atau andil dalam kapal Itu, di dalam
tangan siapapun kapal itu berada:

Apa artinya itu? Perjanjian hjpptik, merupakan perjanjian yang djtutup


antara kreditur pemegang-hipotik dengan debitur pemberi-hipptik.
Sebenarnya berdasarkan asas hukum perjanjian, semua hak dan ke-
wajiban yang muncul dari suatu perjanjian hanyaiah hak - dan kewajiban
- yang relatif saja, yaitu hak tersebut. hanya dapat ditujukan dan mengikat
para pihak saja (vide Pasal 1315 jo Pasai 1340 ayat (1) K.U.H.Perdata).

190) Sri Soedewi M-S. menganggap, bahwa ketentuan-ketentuan hipotik masih beriaku
dan atas dasar itu menyimpulkan. bahwa otomatis hipotik sekarang masih tetap
mempunyai sHat hak kebendaan. vide "Hak Jaminan atas Tanah", rial. 15.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamfnan Kabendaan 187


Hipotik

Pada hak kebendaan justru Iain. Hak tersebut menglkutt bendanya ke


dalam tangan siapapun ia berpindah, dengan akibat. bahwa hak kreditur
pemegang-hipotik dapat juga ditujukan kepada pihak-ketiga. yaitu siapa
saja, dalam tangan siapa ia temukan bendanya. Maksud pemberian sifat
hak kebendaan kepada hak tilpdtjk akan tampak lebih jelas, kalau kits
membayangkan, bahwa benda hipotik masih tetap ada dalam tangan
pernberi-hipotlk dan pemberi-hipotjk masih tetap mempunyai kewenangan
untuk mengambil tindakan pemilikan (beschikking) atasnya. Dengan pem-
berian sifat hak kebendaan pada hak hipotik, maka beralihnya hak milik
atas benda-jaminan-hipotik tkJak mempengaruhi hak (Jaminan) yang di-
punyai pemegang-hipotik. Di sinilah letak perbedaan yang mencolok
dengan hak pribadi (persoonlijke rechten) yang hanya dapat ditujukan
kepada orang tertentu saja (pihak dalam perjanjian).

Pemberian sifat hak kebendaan oleh undang-undang kepada hak hipotik


memberikan pengamanan dan kedudukan yang kuat kepada kreditur
penerfma-hipofik. Pemberian sifat hak kebendaan (khususnya sifat droit
de suite) mempersangkakan. bahwa pemberi-hipotlk sebagai pemilik
benda jaminan tidak kehilangan kewenangannya (kewenangan beheer
dan beschikking) atas benda hipotik dan dengan demikian, sepanjang
hutang/kredit yang dijamin dengan hipotik berjalan, benda jaminan pada
asasnya masih dapat diperaiihkan ataupun dibebani lagi oleh pemiliknya
(pembari-hipotik). Walaupun demikian, - seperti yang sudah dikatakan di
depan ~ kedudukan kreditur-pemegang-hipotik tidak bahyak terpengaruh,
karena kalau pemberi hipotik menjual ~ atau dengan cara lain memindah-
tangankan ~ benda hipotik, hak pemegang-hipotik tetap mengikuti benda
hipotik, sedang kalau pemberi-hipotlk menjaminkan sekali lagi benda
. hipotik, maka berdasarkan sifat hak kebendaan yang'mengatakan; bahwa
hak kebendaan yang Lebih tua mempunyai kedudukan yang lebih tinggi,
kedudukan pemegang-hipotik yang pertama tetap kuat saja (Pasal 315
K.U.H.D.).

188 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Xebandaan


Hlpotft

2. Hipotik Atas Benda Tidak Bergerak


Mengenal hal Ini periu kita ingat, bahwa hipotik sebenarnya adalah lem-
baga yang diatur di dalam K.U.H.Perdata dan karenanya la merupakan
bagian dari suatu sistem. yaitu sistem yang mendasari semua pengaturan
fl.Wt atau K.U.H.Perdata. Sebagai konsekuensi dari asas pembedaan
benda ke daiam benda bergerak dan benda tidak bergerak, maka diatur-
(ah lembaga jaminan gadai untuk benda bergerak dan hipotik untuk benda
tidak bergerak. Dan mengenai apa yang dimaksudkan dengan benda-
benda tidak bergerak, undang-ondang pun telah memberikan penegasan-
nya {Pasal 506, Pasal 507 dan Pasal 508), dengan mengambil tanah
sebagai pokok dan berdasarkan asas accessie meliputi puia bangunan-
bangunan, tanaman-tanaman yang meiekat atau tertaham (nagelvast/
wortelvast) dan beberapa benda yang lain berdasarkan peruritukannya
(bBstemming). Namun, dengan keluamya Undang-Undang Hak Tang-
gungan, maka semua itu menjadi berubah total, sebab objek hipotik yang
berupa tanah dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah, sekarang
dikeluarkan dan menjadi objek hak tanggungan (Pasal 29 jo Pasal 1 sub 1
dan Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan).

Sebagaimana yang telah disebutkan- di depan. di luar benda tetap.


berdasarkan Pasai 314 ayat (2) K.U.H.D. lembaga hipotik juga dapat
dipakai sebagai lembaga jaminan, di mana objek jaminannya berupa
kapal dengan isi kotor paling sediklt20 m (dua puluh meter kubik) (Pasal
3

314 ayat(1) K.U.H.D.).

a. Kapal dan kapal iaut


Dalam Pasai 309 K.U.H.D. diberikan perumusantentangkapal. yaitu*
semua algt angkut air, dengan nama apa pun dan dari macam apa
pun juga.

Kita melihat pembuat undang-undang memberikan perumusan yang luas


sekali, sehingga bisa meliputi tongkang, barges dan dokapung' ;
91

191) Cieveringa, hal. 46.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 189


Hipotik

Selanjutnya, dalam Pasal 310 K.U.H.D. dikatakanyang dimaksud .dengan


kapal laut adalah:
semua kapal yang dipakai untuk peiayaran di laut a taw yang diper-
untukkan untuk itu.

Dl sini yang dipakai sebagai patokan adalah maksud penggunaan kapal


yang bersangkutan. Kata "diperuntukkan" tertuju kepada kapal-kapal
dalam pembangunan (vide Pasal,312 K.U.H.D.), karena pada saat pern-
bangunan, orang belum dapat mengatakan, TjaTrwa kapal Htu "dipakai
untuk peiayaran".

Suatu pembatasan penting periu mendapat perh&tian kita, yaitu:


- dalam Bab I .sampai dengan Bab IV Buku II K.U H.D. yang di-
;

maksud dengan kapal adalah semata-mata kapal laut (Pasal 310


ayat (2) KU.H.a)
bahwa kapal-kapal yang dimaksud dalam Pasal 314 tCUHLD. di-
batasi hanya untuk kapal-kapal Indonesia.
Adapun yang dimaksud dengan kapal Indonesia adalah kapal-kapal yang
dianggap sebagai demikian menurut undang-undang Indonesia.
Selanjutnya, dalam Pasal 312 dikatakan, bahwa: '
Sebuah kapal yang telah dibuat atau sedang dlbuat dl Indonesia,
dianggap sebagai sebuah kapal Indonesia, hingga saat penyerah-
annya kapal itu vleh si pembuat kepada dku atas tanggungan siap
kapal itu telah atau sedang dibuat, atau saat kapal itudipakainya
sendiri oleh si pembuat guna suatu peiayaran.

Dari ketentuan tersebut di atas ada beberapa .segi'yar^menank perhatian


I

kita, yaitu nasionalftas suatu kapal dalam pembangunan dikaitkan dengan


fakta, bahwa kapal Itu dibuat di Indonesia, yaitu' dengan memberikan
status sebagai kapal Indonesia, sampai kapal itu dlserahkan kepada
orang yang menyuruh pembuatan kapal tersebut, sepanjang orarig yang
menyuruh membangun itu adalah orang asing. Kalau si pemberi perintab
pembangunan kapal adalah orang Indonesia, maka kapal tersebut se-
lanjutnya tetap merupakan kapal Indonesia.

ISO Hukum Jaminan, H8k-hak Jaminan Kabendaan


Hipotik

Di dalam S.1934: 78, yang mengatur tentang Surat-Surat Laut dan Pas
Kapal, ada ketentuan yang bisa kita pakai sebagai patokan untuk me-
nentukan suatu kapal adalah kapal Indonesia, yaitu dalam Pasal 2 yang
mengatakan, bahwa:
Kapal laut Indonesia adalah kapaj laut ymg dirhmi oleh: • • •• i
a. warga negara Indonesia
b. paling sedikit 2/3 (dua pertgaj bagian dimtliki oleh seorang
warga negara Indonesia atau lebih, dengan syarat, bahwa
VJ pengurus admlnlstrasf usaha kapal (redarijj yang bersangkut-
an, kalau ada, adalah warga negara Indonesia dan bertempat
tinggal di Indonesia? . 02

Dengan demikian, benda.yang masih tetap menjadi objek hipotik adalah


kapal yang mempunyai volume 20 m (dua puluh meter kubik) atau lebih
3

dan pesawat udara dan untuk selanjutnya daiam tuHsan, daiam hal
193

undang-undang berbicara tentang "benda tetap", maka yang dimaksud


adalah kapal atau benda-benda lain yang memakai hipotik sebagai lem-
baga jaminan, di luar yang menjadi objek hak tanggungan.

b. Hipotik atas kapal


Dalam Pasal 314 K.U-H.D. dftetapkan, bahwa:
Kapal-kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit 20 m (dua 3

puluh meter kubik) isi kotor, dapat dib'ukukah di dalam suatu


register kapal menurut ketentuan yang akan dftetapkan daiam
suatu undang-undang.
Dalam undang-undang ini harus puia diatur tentang oara peralihan
hak miHk dan penyerahan akan kapal-kapal atau kapal dalam pern-
buatan yang dlbukukan dalam register kapal tersebut, dan andil-
, andll dalam kapal atau kapal dalam pembuatan seperti itu dapat
diletakkan hipotik.

192) Bunyi pasal tersebut ditafsirkan menurut keadaan sekarang.


193) Martam Da/us Badrulzarrtan, Bab-bab hal. 113. Karena penulis tidak punya
cukup data dan lltertur tentang hipotik pesawat udara, maka penulis hanya
membatasi did untuk membahas hipotik atas kapal saja.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 1«1


Hipotik

Alas kapal-kapal, yang disebutkan -dalam ayat keaatu, tidak dapa


diletakkan hak gadai. Alas kapal-kapal yang dibukukan tidak ber-
iaku Pasal 1977 Kitab Undang-Uhdang Hukum Perdata.
Kita tahu, bahwa kapal menurut sifatnya merupakan benda bergerak.
Kalau atas kapal-kapal sebagaimana yang. disebutkan dalam PasaJ 314
ayat (1) K.U.H.D. tjdak bisa diletakkan jaminan gadai (yide/ayat (4) ter-
sebut di atas), maka satu-satunya lembaga jaminan' yang bisa dipakai
untuk kapal-kapal seperti itu adalah hipotik. Dan hal itu dengan tegas
disebutkan dalam Pasal 314 ayat (3) K.U.H.D. Jadi, kata "dapat diletakkan
hipotik" bukan berarti bahwa untuk kapal-kapal sebagaimana yang di-
sebutkan dalam Pasal 314 ayat (1) K.U.H.D., dl samping lembaga hipotik,
masih tersedia lembaga jaminan lain. Ayat tersebut hanya mau mengata-
kan, bahwa kalau dikehendaki, maka atas kapal-kapal seperti itu bisa
diletakkan jaminan hipotik.

Karena hipotik pada asasnya adalah lembaga jaminan yang tersedia


kalau benda jaminannya berupa benda tetap (Pasai 1162 K.U.H. Perdata),
maka dengan disediakannya lembaga hipotik untuk jaminan kapal dengan
volume di atas 20 m (dua puluh meter kubik) mestinya berarti, bahwa
3

kapal-kapal seperti itu tentunya masuk dalam kelompok benda tetap


karena ditentukan oleh undang-undang (Pasai 314 ayat (3) K.UH.D.).
Apaiagi penyerahan kapal juga dilakukan dengan membalik nama akta
dalam suatu register, yang merupakan salah satu ciri penting benda tetap.
Namun, ternyata orang hanya berbicara tentang "yuridis mempedakukan
benda bergerak (kapal) seperti .benda tetap" atau menjaminkan kapal
dengan cara yang sama dengan orang menghipottkkan benda tetap . 194

Ada puia yang mengatakan, bahwa «esudah kapal-kapal itu didaftarkan,


maka kapal-kapal itu tidak mempunyai status yang sama lagi dengan
benda bergerak , tetapi tidak menegaskannya menjadi benda tetap.
198

Yang pasti Pasal 508 K.U.H.Perdata seharusnya ditambah dengan: kapal-

194) Pitta, hat. 33. dan hal. 468.


195) Mariam Darus Badruteaman, hal. 86.

192 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotft
kapal yang volume kotomya adalah 20 m (dua puluh meter kubik) atau
3

lebih ".
1

c. Yang tercakup daiam pengerHan kapal


Pasal 309 K.U.H.D.merumusksn kapal sebagai:
semua alat angkut dl atas air, dengan nama apa pun dan dari
macam apa pun.
Kecuali apabila dltentukan atau diperjanjikan lain, maka kapal itu
dianggap meliputi segala alat periengkapannya.
Yang dimaksud dengan alat-poflengkapan kapal iaiab segala
benda yang bukan suatu bagian daripada kapal itu sendiri, namun
diperuntukkan untuk seiamanya dipakai tetap dengan kapal itu.

Perumusan tersebut, dengan menyebutkan clri-ciri yang sangat sedikit


menjadikannya mempunyai cakupan yang sangat luas. Selanjutnya, dari
bunyi ayat (2)-nya tampak, bahwa ketentuan itu merupakan ketentuan
hukum yang bersifat merrambah. Dengan ketentuan ayat (2) tersebut di
atas, maka perlengkapan kapal yang ada daiam kapal kehilangan ke-
mandlriannya sebagai benda tependirl dan selanjutnya menjadi bagiari
dari kapal. Alat perlengkapan tersebut bukan bagian dari kapal itu sendiri,
karena semua yang dipersatukan dengan kapal sebagai benda pokok,
kehilangan kemandiriannya sebagai benda tersendiri dan berdasarkan
asas accessle terhisap menjadi 1 (satu) dengan pokoknya (Pasal 568
K.U.H.Perdata). Jadi, alat perlengkapan kapal yang tidak dipersatukan
dengan kapal ~ berdasarkan ketentuan tersebut di atas -- juga kehilangan
kemandiriannya sebagai suatu benda tersendiri, sehingga di sini ada
unsur accessie juga. Yang demikian itu dalam hal ini bukan karena benda-
nya dipersatukan, melainkan ditentukan oleh undang-undang sendiri . 197

196) v. Oven, dalam seri Asser, hal. 130.


197) Beekhuls, dalam seri Asser. hal. 48.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 103


Hipotik

d. Pendaftaran dan hipotik atas kapal


Adapun mengenai Undang-Undang tentang Pendaftaran Kapal sebagai-
mana yang disebutkan dalam Pasal 314 ayat (1) dan ayat (2) K.U.H.D.,
kita periu menengok kepada Pasai 24 S.1848:10 tentang Bapaling
omtrent de invoering van en den overgang tot de nieuwe wetgevfrtg -
selanjutnya disingkat Ov - yang mengatakan, bahwa ketentuan tentang
cara penyerahan dan pemberian benda tetap dengan cara pengumuman
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 616 dan selanjutnya, sampai
dengan Pasal 620 K.U.H.Perdata, dan ketentuan-ketentuan kitab undang-
undang mengenai cara peietakan dan penghapusan ikatan hypotheek,
dan pencoretan pendaftaran hypotheek, untuk samentara belum beriaku.
Selanjutnya, dikatakan bahwa ketentuan yang sekarang ada mengenai
hal-hal tersebut tetap beriaku, sampai mengenai hal itu ditentukan lain . 198

Dalam Pasal 48 Ov. ditentukan, bahwa ketentuan mengenai peralihan hak


milik dan penyerahan kapal-kapaj dan alat angkut parairan sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 315 (pasal lama) belum beriaku. Sehubungan
dengan ketentuan PasaJ 24 dan Pasal 48 Ov tersebut di atas, maka pada
saat bertakunya K.U.H.D. dalam tahun 1848, ketentuan pendaftaran yang
beriaku adalah S.1834: 27 tentang Ordonantie op de overschrijv'ng van
den eigendom van vaste goederen en het inschrijven van hypotheken op
dezelve in Indonesia (selanjutnya disingkat Oo.).

Selanjutnya, dengan S.1933: 46 jo S.1938: 2 ketentuan Pasal 30 dan


Pasal 48 Ov dinyatakan tidak beriaku lagi dan selanjutnya beriaku Per-
aturan Pendaftaran Kapal (Regeting van de teboekstelling van schepen
S.1933: 48 jo S.1938:1).

198) Pasal 24 S.1848: 10 berbunyi: Da voorschriften omtrent de wijze van levering of


opdracht van onroerende zaken door openbaarmaHng der acten. vefvat in art
615 en volgende tot en met art. 620 van hat BurgerHjk Wetboak. en de bepallngen
van dat wetboek betrekkalijk de wijzs van vestlging en opheffing van hypolhecaire
verbandan, en van doorhaling van hypothecair Inschrijvlng. zifflen vooftoplfl oulten
werking bltjven.
De thans aangaande die onderwerpen bestaande verordeningeri blljven fn stand,
tgtdat daaromtrent andea zal zljn bepaald.

194 Hokum Jamman, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Hipotik
Pasal 3 S.1933:48 mengatakan. bahwa-
(1) Pendaftaran kapal, penyerahan kapal yang telah terdattar
atau kapal dalam pembangunan dan saham-saham atas
kapal-kapal seperti itu dan atas hak-hak kebendaan atas
kapal atau saham atas kapal, pembebanan hipotik dan lain
hak-hak kebendaan atas kapal yang terdattar atau kapal
dalam pembangunan termasuk cessie tagihan yang dijamin
dengan hipotik atas kapal atau kapal dalam pembangunan
dan saham-tsaham atas kapal-kapal seperti itu atau kapal
dalam pembangunan, dilangsungkan dengan akta oleh pihak
atau para pihak yang bersangkutan,
(2) Minuta akta-akta tersebut secara beruruian sesuai dengan
saat pembuatannya, didaftar di dalam register dan ditanda-
tangani oleh pihak atau para pihak, Pejabat Batik Nama dan
Panilara.
(3) Apabila pihak atau para pihak tidak dapat menulis, maka hal
itu disebutkan dalam akta yang bersangkutan.
Dalam Pasal 2 S.1933: 48 ditetapkan, bahwa Gubernur Jenderal 199

wenang untuk menetapkan pejabat balik nama untuk daefah-daerah ter-


tentu. Ayat (2) pasal tersebut mengatakan, bahwa pejabat batik nama ter-
sebut akan dkJampingi oleh seorang pejabat, yang ditunjuk oleh atau atas
nama Gubernur Jenderal, dengan ketentuan, bahwa dl tempat-tempat di
mana ketua pengadilan karesidenan (residentterechter) bertindak sebagai
pejabat balik nama, ia akan dlbantu oleh panitera pengadilan yang ber-
sangkutan. Untuk pemasangan hipotik pejabat yang dimaksud adalah
pejabat di mana kapal yang bersangkutan didaftarkan (Pasal 24).

.Pasal 3 S.1933: 48 tersebut di atas mendapat penjabarannya lebih lanjut


dalam S.1947: 53, tenanggal 18 Maret 1947, yang dalam ketentuan
pertama ayat (2) menetapkan, bahwa:
sehubungan dengan akta-akta sebagai yang dimaksud dalam
Pasal 3 ordonansi 21 April 1834 (S. 1834 No. 48) ketentuan daiam
ayat pertama dengan ini dapat ditprapkan, dengan pengertian,
bahwa akta-akta tersebut dilaksanakan di hadapan kepala pe-
iabuhan/syahbandar (havenmeester), dalam wilayah siapa tarletak

199) Sekarang meeSnya Menteri Perhubungan.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 196


Hipotik

tempat kedudukannya, dengan didampingi ofeh pejabat yang mem


punyai pangkatyang tertinggi di daiam kantomya.

3. Hlpottk Atas Benda Orang Lain


Seperti juga pada gadai, hipotik hanya'dapat atas barang milik debitur
atau pihak-ketiga penjamin, pokoknya milik orang fain dari kreditur.

Syarat ini menglngatkan kepada kita, bahwa hipotik sebagai hak kebenda-
an adalah lain daripada hak etgendom, hak opstal dan lain hak kebenda-
an sejenis itu, yang memberikan kenikmatan atas sesuatu benda. Hak
hipotik sebagai hak kebendaan memberikan jaminan, jaminan atas suatu
piutang. Karena yang namanya piutang selatu merupakan taglhan ter-
hadap orang lain, maka benda yang menjadi jaminan logisnya adalah
milik orang lain juga. Maksudriya orang tain dari kreditur Walaupun
tampaknya syarat tersebut merupakan syarat yang agak berlebihan -
tampaknya tidak periu, - tetapi sehubungan. dengan adanya ketentuan
tentang subrogatie berdasarkan undang-undang (Pasal 1402 sub 2
K.U.H.Perdata), maka ada kemungkinan, bahwa hak milik dan hak hipotik'
nya atas suatu benda (yang sama) ada dalam 1 (satu) tangan (dalam
tangan 1 (satu) orang yang sama).

Pasal 1402 sub 2 mengatakan, bahwa subrogatie terjadi demi undang-


undang (otomatis) dalam hal:
- seorang pembeli benda tidak bergerak, memakai uang harg
pembelian benda tersebut, untuk melunasi kreditur, kepad
siapa benda itu dihipotikkan.

Subrogatie berdasarkan Pasai 1400 mendudukkan orang yang gesubro-


geerd (mendapatkan subrogatie) ke dalam kedudukan kreditur - orang.
yang dibayar tagihannya - terhadap debiturnya. la - daiam hal pem-
bayaran tersebut merupakan pelunasan - mengganttkan semua hak-hak
yang dipunyai si kreditur berdasarkan perikatan yang dipenuhi oiehnya -
terhadap si debitur, termasuk hak-hak istimewa, gadai dan hipotlknya . 200

200) Baca J. Satrio, Hapusnya Perikatan, bagian 1, hal. 210 dan selanjutnya.

196 Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

Dengan pembelian, ia menjadi pemilik dad benda jaminan yang dibeli


otehnya; dengan pembayaran kepada kreditur, Ia mengoper semua hak
kreditur terhadap debitur, termasuk hakrapotiknya,sehingga sekarang ia
berkedudukan sebagai pemegang-hipotik atas barang miliknya sendiri.

Masalahnya adalah:
Kalau hutang debitur dilunasi, bukankah perikatarmya menjadi
hapus (Pasal 1381 ayat (1))?
- Kalau perikatan pokoknya hapus, bukankah aecessoirnya turut
hapus? Dan karenanya hipotiknya hapus?
Kalau kita ikutj jalan pikiran tersebut, maka si pembeli, berdasarkan Pasal
1402 sub 2, tidak menjadi pemegang-hipotik, paling-paling mempunyai
hak-hak seperti yang dipunyai seorang pemegang-hipotik. Demikian itulah
ktra-Wra pendapat R.V.J. Batavia dalam putusanrrya tanggal 25-11¬
1927 . Akan tetapi, Hgh berpendapat lain. Daiam pertjmbangannya
201

antara lain dikatakan:


bahwa bukankah Pasal 1402 sub 2, tanpa syarat,, menempatkan
pembeli dalam kedudukan si kreditur (asal) pemegang-hipotik dan
karenanya ia menggantikan, tanpa kecuali, semua hak kreditur-asal
(zander uitzondering gesubrogeerd).
- menfmbang, bahwa dalam hal kreditur asaltidakmenjadi pemilik
persil dan karenanya tidak ada kebatalan hipotik karena percarn-
puran - seperti yang memang seharusnya terjadi dalam masalah
ini - maka subrogatie atas hak-hak yang dipunyai kreditur-(asal)-
pemegang-hipotik adalah mungkin dan memang terjadi, karena ia
(pembeli, kredttur-baru) yang seharusnya membayar kepada pen-
jual, tetah menggunakan uang pembayarannya untuk melunasi
tagihan kreditur-(asal)-pemegang-hipotik.
- bahwa karenanya pertlmbangan R.v.J. yang mengatakan, bahwa
hipotik telah menjadi hapus karena hapusnya perikatan pokok
adalah tidak benar, karena bukankah dengan pembayaran pembeli

201) R.vJ. Batavia, 25-11-1927, dimuat dalam T.12S: 279.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 197


Hipotik

(yang berdasarkan subrogatie menjadi kreditur baru) kepada


kreditur-(asai)-pemegang-hipotrk, tagihan mereka beserta dengan '
accesoimya berpindah kepada para pembeli (kreditur baru).
Dengan perkataan lain, HgH. berpendapat, bahwa dl sini pembuat
undang-undang sendiri mengadakan perkecualian atas asas "hipotik atas
benda milik orang lain". Pendapat HgH adalah sejalan dengan pendapat
Scholten .203

Sekalipun yang diperrnasalahkan di atas adalah mengenai benda tetap


yang berupa persil, tetapi kiranya tidak ada alasan untuk mengatakan,
bahwa hal itu tidak beriaku, kalau benda jaminannya kebetulan berupa
sebuah kapal dengan volume di atas 20 m (dua puluh meter kubik),
3

4. Hipotik Atas Barang Tertentu Asas Spesialltas dan


PuWisrtas
Berlainan dengan gadai, hipotik sekarang diletakkan atas kapal dengan
volume 20 m (dua puluh meter kubik) atau iebih (atau pesawat udara) -
3

tanpa harus menyerahkan benda jaminan tersebut ke dafam tangan kredi-


tur. Dengan demikian, ada bahaya yang besar, bahwa pemberi-jaminan
akan meiakukan tindakan-tindakan pemilikan atas benda jaminan, dan
pihak-ketiga yang tidak tahu adanya penjaminan bisa mengopernya
dengan itikad baik. Karena pada prinsipnya undang-undang melindungi
pembeti dengan itikad baik, maka kreditur bisa sangat dirugikan. Itulah
sebabnya, bahwa hipotik harus didaftarkan dalam suatu register/daftar
umum (Pasai 3 jo Pasal 7 dan Pasal 9 S. 1933: 48). Dengan adanya
pendaftaran, maka pembeli tidak dapat lagi mengatakan, bahwa ia tidak
tahu, bahwa benda yang ia bell sedang memikul beban - dan karenanya
beritikad baik - karena adaiah salahnya sendiri, bahwa ia lalai untuk
mengontrolnya di Kantor Pendaftaran.

202) Menurut P. Schotten, hak jaminan hipotik atas tanah milik sendiri dimungkinkan;
demlkan puia menurut Hukum Swls, vide p. Scholten, hal. 425.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik
Bahwa pendaftaran itu merupakan tindakan mendaftarkan jaminan atas
"benda tertentu" - yang tentunya dimaksudkan untuk memberikan ke-
pastian hukum - bisa kita lihat dari ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang pendaftaran.

Di dafam Pasai 5 S.1933:48 dftetapkan, bahwa:


(1) Akta tersebut (maksudnya akta yang dimaksud dalam Pasal 3
tersebut dl atas) harus memuat nama dan nama depan dan
alamat para pihak secara lengkap, penyebutan surat-surat.
yang menjadi dasar kewenangan para pihak untuk melang-
sungkan akta, suatu uraian mengenai kapalnya sesuai yang
dftetapkan dalam Pasai 11, beserta harga beii atau nilai kapal
yang bersangkutan. termasuk nitai hak atas kapal, atau dalam
hal hipotik atas kapal uang yang diplnjam disebutkan dengan
huruf.

Selanjutnya, dalam Pasal 11 ayat (2) peraturan yang sama dikatakan:


(2) Penyebutan kapal sebagai yang dimaksud oleh Pasal 5 me-
muat: nama, jenis dan fujuan pemakaian kapal, tanggal.
nomor dan tempat pengeluaran surat ukur, tempat dan tahun
pembuatan kapal, ukuran besar, isi bruto dalam m (meter 2

kubik) dan nama perusahaan pembuat, satu dan lain sesuai


dengan data-data yang terdapat dalam surat ukur.

Karena yang disebutkan di atas adalah minimum yang harus diiapoikan


kepada kantor pendaftaran, maka sudah tentu masih bisa mendaftarkan
janji-janji lain, seperti janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri (Pasal
1178 ayat (2)), janji sewa (Pasal 1185), janji untuk tidak dibersihkan (Pasal
1210) dan asuransi berdasarkan Pasal 297 K.tJ.H.D., kafau ada (Pasal
315c ayat (1) dan ayat (2) K.U.H.D.).

Dengan demikian, pendaftaran Hipotik pada kantor yang bersangkutan


menunjukkan dengan tepat benda jaminan mana (tertentu) yang dijamin-
kan dan subjek penjaminan. Itulah sebabnya dikatakan dianut asas
spesialitas di dalam hipotik.

Karena suatu pendaftaran pada asasnya dimaksudkan untuk kepentingan


umum, maka buku pendaftaran sifatnya terbuka untuk umum. dan karena-
nya dikatakan, bahwa hipotik menganut asas publisitas- Artinya: Setiap

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Htpotik

orang (publik) - mungkin dengan membayar sejumlah uang adminfstrasi


tertentu - berhak untuk metfhat buku daftar. Di sanalah letaknya per-
iindungan terhadap pihak-ketiga.

D. HIPOTIK ATAS HAK BAGIAN YANG TIDAK TER-


BAGI (ONVERDEELD A AND EEL)
Pasal 1166 K.U.H.Perdata
Menurut Pasal 1366 hipotik dapat puia diletakkan atas bagian yang tidak
terbagi dalam pemilikan suatu benda tidak bergerak milik bersama.
Sekarang tentunya ketentuan ini tertuju hanya terbatas pada pemilikan
bersama atas kapal (atau pesawat udara). Khusus untuk kapal kita bisa
menyimak Pasal 24 S.1933: 48. yang juga berbicara tentang hipotik atas
saham-saham atas kapal.

Di sini mau dikatakan, bahwa andil seseorang dalam suatu hak milik ber-
sama (mede-eigendom) atas kapal dapat puia dihipotikkan.

Pembuat undang-undang hanya mengatakan tentang hak bagian dalam


pemilikan bersama dan karenanya menimbulkan pertanyaan apakah
ketentuan itu beriaku untuk semua pemilikan bersama, .baik pemilikan
bersama yang bebas maupun yang terikat?

Kita mengenal 2 (dua) macam hak milik bersama, yaitu:


- hak milik bersama yang terikat (gebonden mede-eigendom) dan
- hak milik bersama yang bebas (vn'je mede-eigendom) 203

Kalau antara para pemilik bersama tidak ada hubungan hukum lain atas
benda milik bersama selain dari sekadar, bahwa mereka adalah sama-
sama pemilik atas benda .yang sama, kita katakan ada hak milik bersama
yang bebas. Mereka sewaktu-waktu dapat mengakhiri pemilikan bersama
tersebut.

203) J. Satrto, Pemisahan Boedel, hal. 19 dan selanjutnya.

200 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik
ffiSati pemilikan bersama tersebut timbul karena'suatu hubungan hukum
Jang tain (lain daripada sefcadar sama-sama menjadi pemilik serta atas
benda yang sama), dan atas pemilikan bersama tersebut beriaku per-
Wuran-peraturan khusus, yang didasarkan atas hubungan hukum prieadV
pribadi yang mempunyai hak milik bersama, maka kita sebut ada hak milik
bersama yang terikat

Contoh pemilikan bersama yang terikat ada dalam pemilikart bersama


atas dasar adanya perkawlnan (harta persatuan) atau sebagai akibat
dfcjlrikannya suatu perseroan.

, Pembubaran pemllikan-bersama (hak-milik-bersama) yang demikian


harus didahului dengan pemecahan dan pembagian dan yang demikian
baru mungkin, kalau ikatan yang mendasari hubungan pribadi-pribadi
daiam pemilikan bersama itu bubar, seperti dalam harta persatuan, kalau
perkawlnan bubar atau ada pisah meja dan ranjang, dan dalam perseroan
perdata kalau ada pembubaran perseroan . 204

Perkecualiannya ada pada pemilikan bersama atas dasar warisan (Pasal


1Q66) .205

Kalimat selanjutnya dari Pasal 1166 mengatakan, bahwa: "setelah benda


itu dibagi, maka hipotik tersebut hanyalah tetap meiekat di atas bagian
yang jatuh pada si berhutang yang memberikan hipotiknya, dengan tidak
mengurangi ketentuan Pasal 1341."

Orang menganggap ketentuan tersebut merupakan psnjabaran dari Pasal


1083 K.U.H.Perdata, di mana ditentukan. bahwa: "setiap wans diang-
206

gap seketika menggantlkan si meninggal dalam hak miliknya atas benda-


benda yang dibaglkan kepadanya atau yang secara pembelian diperoleh
berdasarkan Pasal 1076 K.U.H.Perdata. Dengan demikian, maka tidak

204) Loc. crt.


205) J. Satrio, Pendaftaran hak atas tanah dan kewenangan mengambil tindakan
pemilikan (beschikking). dimuat dalam Media Notarial, No. 3 th. II April 1987.
206) Pitlo, hal. 471; tetapi ada juga yang berpendapat, bahwa antara keduanya tidak
ada hubungan; vide P. Schotten. hat. 432.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebendaan 201


Hipotik

ada seorang pun dari ahli-waris dianggap pemah memperoleh hak milik
atas benda yang lainnya dari harta peninggalan" (yang dalam pembagian
tidak jatuh kepadanya). Di sana diatur prinsip, bahwa pembagian pada
pemilikan bersama yang terikat (pemilikan bersama karena pewarisan)
beriaku surur .207

Kalau kita menerapkan prinsip tersebut pada hipotik atas kapal, maka
hipotik hanya menindih bagian yang nantinya dalam pembagian jatuh
kepada pemberi-hipotik. Kalau pemberi hipotik tidak mendapat apa-apa
dalam pembagian, maka kemudian akan ternyata, bahwa tidak pemah
ada hipotik sejak semula. Sebaliknya, kalau dalam pembagian pemberi-
hipotlk menerima seluruh benda milik bersama, maka akan temyata.
bahwa hipotik sejak semula' meiekat pada seluruh benda hipotik. Sudah
jeias, bahwa prinsip seperti itu hanya bisa dlterapkan pada pemilikan ber-
sama yang terikat.

Pada pemilikan bersama yang bebas beriaku prinsip yang lain. Dalam
pembagian ditentukan bagian yang mana yang diberikan kepada masing-
masing di antara mereka dan pemisahan dan pembagian merupakan titel
peralihan. Sejak saat pembagian dan pemisahan, maka maslng-masing
menjadi pemilik tunggal atas bagian yang mulanya merupakan pemilikan
bersama. Konsekuenslnya, kalau pemilik-serta pada waktu sebelum pem-
bagian dan pemisahan menghipotikkan hak bagiannya dalam pemilikan
bersama, maka bagian yang dihipotikkan tetap dibebani hipotik. tidak
peduli dalam pembagian bagian tersebut jatuh kepada siapa. Kalau
pemberi-hipotik mendapatkan semua benda milik bersama. maka hipotik
tetap hanya menindih bagian yang dihipotikkan.

Yang juga penting daiam hipotik adalah, apakah hak milik atas benda
milik-bersarha dapat dialihkan/dioperkan? Hal itu berkaitan dengan masa-
lah eksekusi barang jaminan. Bukahkah hak jaminan akhimya -- dalam
hal debitur wanprestasi ~ diwujudkan dalam suatu penjualan di depan
umum? Dengan demikian, di sini periu kita tinjau, dalam pemilikan-

207) J. Salrio, Pemisahan Boedel, hal. 177danselanjiitnya.

202 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


rflpoWc

bersama yang manakah. seseorang bebas untuk mengoperkan hak


bagiannya di dalam pemilikan bersamanya?

Pada pemilikan bersama yang bebas memang diakui, bahwa orang yang
menjadi pemilik-serta bebas mengoperkan haknya, karena haknya atas
benda milik bersama adalah "tertentu"; maksudnya dapat ditentukan
berapa besarnya (misalnya 1/2 (satu perdua), 1/4 (satu perempat) dan
sebagainya).

Dl dalam pemilikan bersama yang terikat tidak mungkin, karena di sini


fkiak mungkin menyatakan besarnya andil masing-masing pemiiik-serta
pada masing-masing benda milik bersama; orang hanya dapat mengata-
kan andilnya atas keseluruhan harta bersama. Pada pemilikan-bersama
yang terikat orang hanya dapat mengoperkan andilnya dalam pemilikan-
bersama secara keseluruhan, tidak atas andilnya atas suatu benda ter-
tentu yang menjadi bagian dari keseluruhan pemilikan bersama. Karena-
nya, ini tidak cocok dengan asas Spesiaiitas dalam hipotik.

Dasar pikiran seperti tersebut di atas kita temukan dalam ketentuan Pas*
484 Rv. yang berbunyi:
Sekalipun demikian, hak bagian pemilik-serta atas benda tetap
suatu warisan, oleh kreditur pribadlnyatidakdapat dituntut untuk
dijual, sebelum boedel dipisahkan melaiui pembagian, pemisahan
mana, kalau ada alasan untuk itu. bisa dituntut olehnya.

Kata "dijual" di sini berarti dijual eksekusi; jadi ada penjualan secara ter-
paksa atas tuntutan kreditur.

Pasal tersebut dl dalam doktrin ditafsirkan luas, sehingga berbunyi. hak


bagian seorang pemilik-serta atas masing-masing benda dalam pemilik-
an-bersama yang terikat, tidak dapat diaiihkan sebelum boedel dipisah-
kan .
206

Para sarjana berpendapat, bahwa Pasai 1166 K.U.H.Perdata hanya bisa


diterapkan pada pemilikan bersama yang bebas saja.

208) J. Satrlo. Pemisahan Boedel, hal. 64-65.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kabendaan 203


Hipotik

Pertama-tama, pelaksanaan Pasal 1166 atas hak bagian daripada pe-


milikan bersama yang terikat, sebelum pembagian tidak mungkin, karena
pemilik-serta tidak dapat dikatakan mempunyai andil sebesar suatu
bagian sebanding tertentu dalam hak milik yang tidak terbagi atas tiap-tiap
barang tertentu, yang keseiuruhannya merupakan warisan yang bersang-
kutan. Paling-paling dapat dikatakan, bahwa semua pemilik-serta mem-
punyai hak milik atas seluruh warisan dan masing-masing pemilrk-serta
mempunyai suatu bagian sebanding tertentu atas keseluruhan'benda-
benda milik bersama. Padahal, dalam hipotik benda yang dijaminkan
harus tertentu (Pasal 5 jo Pasal 11 jo Pasal 11 ayat (2) S.1933:48).

Kedua, pengoperan suatu andil dalam hak milik bersama yang terikat atas
suatu benda tertentu,tidakdimungkinkan dan karenanya juga tidak dapat
dihipotikkan .209

Dengan demikian, Pasal 1166 K.U.H.Perdata dan Pasal 314 ayat (3)
K.U.H.D. hanya beriaku untuk hipotik atas andil dalam pemilikan bersama
yang bebas saja.

Terhadap kemungkinan adanya kecurangan dalam pembagian pemilikan


bersama, yaitu dengan sengaja tidak memberikan kepada pemberi hipotik
bagian dari pemilikan bersama yang telah dihipotikkan, maka undang-
undang memberikan senjata kepada pemegang hipotik berupa Actio
Pauliana ex Pasai 1341.

E. HIPOTIK ATAS BARANG YANG SUDAH ADA


Pasal 1175
Hipotik hanya dapat diletakkan atas barang-barang yang sudah ada.
Dengan mengingat kepada ketentuan Pasal 314 ayat (3) jo Pasal 3
S.1933: 48, maka kapal-kapal yang sedang dalam pembangunan ter-
masuk dalam kelompok "sudah ada".

209) Hal seperti Itu bertentangan dengan Pasal 1160 K.U.H.Perdata, demikian
pendapat P. Schotten, hal. 432: juga PiBo pada hat. 177 berpendapat tidak bisa.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Htpomc

Ketentuan yang demikian merupakan penjabaran lebih lanjut dari asas


spesialitas, yang menghendaki adanya suatu pencatatan yang teliti
mengenai benda jaminan, sehingga pihak-ketiga tahu betul-benda mana
dan untuk jumlah berapa dibebani hipotik. Pendaftaran secara teliti dan
terbuka untuk umum, merupakan periindungan terhadap pihak-ketiga.
Hipotik atas "semua benda tetap yang sudah maupun yang akan dimiliki",
tidak dapat, dan karenanya batal demi hukum (Pasai 1175 K.U.H.
Perdata).

Di dalam Pasal1175 ayat(1) digunakan kata-kata "hipotik hanya dapat di-


letakkan atas barang-barang yang sudah ada": Ini berkaitan dengan
masalah penjaminan, yang - dalam hal debitur wanprestasi ~ ada
kemungkinan berbuntut suatu eksekusi atas benda jaminan. Kalau benda
hipotik beium ada, apa yang mau dieksekusi? Ketentuan Pasal 1175 ayat
(1) mengingatkan kita pada Pasal 1166 K.U.H.Perdata, yang mengatakan,
bahwa orang yang meletakkan hipotik haruslah orang yang memponyai
kewenangan mengambil tindakan pemilikan (beschikking) atas benda
jaminan. Jadi, sebenarnya yang dimaksud dengan kata-kata "barang yang
sudah ada" adalah "yang sudah dimllikj'' oleh pemberi-hipotik, sehingga
hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah menjadi
milik pemberi jaminan. Ini berkaitan juga dengan masalah asas spesialitas
dalam hipotik.

Namun, hendaknya kita ingat, bahwa orang membedakan antara tindakan


menjanjikan dan meletakkan hipotik (hypotheek vertenen dan hypotheek
vestigen).

Syarat kewenangan mengambil tindakan pemilikan baru dituntut pada


waktu orang meletakkan hipotik, sehingga pendapat orang tentang,
apakah pada saat pehandatanganan akta hipotik sudah merupakan
tindakan meletakkan hipotik ataukah nanti pendaftarannyabaru merupa-
kan tindakan seperti itu, mempunyai pengaruh yang sangat besar untuk
menetapkan, apakah Pasai 1175 dipenuhi atau dtlanggar.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 205


Hipotik

F. KEWENANGAN MENJANJIKAN HIPOTIK


Pasal 1175 ayat (2) K.U.H.Perdata
Untuk menjanjikan suatu hipotik, orang tidak disyaratkan harus sudah
menjadi pemilik atas barang-barang tersebut. Itu tampak jetas dari isi
Pasai 1175 ayat (2), di mana seorang Istri dalam perjanjian kawin dapat
mensyaratkan suatu jaminan hipotik atau seorang debitur menjanjikan
hipotik kepada krediturnya. Pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan
menunjuk benda-benda yang dipunyai oleh mereka, termasuk yang diper-
oleh sesudah janji itu diberikan. Jadi, pada saat menjanjikan, barang ter-
sebut mungkin belum menjadi miliknya. Hipotik pada saat tersebut belum
diletakkan, di sini baru dljanjikan. Orang boleh saja dalam suatu perjanjian
memperjanjikan suatu barang yang pada saat itu belum menjadi miliknya.
Kalau di kemudian hari ternyata benda tersebut tidak pemah menjadi
miliknya, maka hipotik tidak dapat diletakkan atasnya, Penyelesaiannya
bisa mengambil wujud ganti rugi. Dengan demikian,, ketentuan mengenai
kapan saat hak atas kapal beralih dalam suatu pengoperan (peralihan
hak) adalah penting sekali untuk menetapkan sejak kapan orang wenang
untuk memberikan hipotik.

Namun, di kemudian hari Vurisprudensi di negeri Belanda memungkinkan


adanya jaminan hipotik atas benda-benda tetap yang akan ada; jadi me-
nyimpang dari ketentuan Pasal 1175 ayat (1) °. Hal itu dilakukan guna
Z1

memenuhi kebutuhan di daiam praktek, yaitu untuk memungkinkan ada-


nya kredit hipotik. Pada kredit hipotik kepada debitur diberikan kredit
sampai suatu plafond tertentu, tetapi penyalurannya dilakukan secara ber-
tahap.

Yang sering kita danger, saiah satu wujudnya adalah kredit yang diberikan
dalam kaitannya dengan pembangunan suatu gedung, di mana kredit
yang diberikan dijamin dengan tanah pemberi-hipotik dan gedung yang
dengan uang kredit itu akan dibangun di atas tanah yang dijaminkan.

210) Sri Soedewi M.S., Hak Jaminan atas Tanah. hal. 38.

206 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Hipotik
ptfftflyaluran kredit diperjanjikan akan dilakukan secara bertahap, menurut
Ktahap tertentu selama proses pembangunan. Kredit seperti ini
nya disebut Bouwhypotheek . Walaupun yang sering kita dengar
211

Kioalah kredlt-hipotik dalam rangka pembangunan suatu gedung, tetapi


F^ranya tidak tertutup kemungkinan pemberian kredit seperti itu untuk
[tpernbangunan sebuah kapal, yang dilaksanakan sesuai dengan tahapan
L'psmbangunan kapal yang bersangkutan.

G. HIPOTIK DIBERIKAN UNTUK SUATU JUMLAH


TERTENTU
Pasal 1176 jo Pasal 5 S. 1933: 48

Pasal 1176 mengatakan, bahwa:


Suatu hipopk hanyalah sah, sekadar jumlah uang untuk mana ia
teiah diberikan, adalah tentu dan ditetapkan dalam akta.

Walaupun Pasal 5 S.1933:48 hanya berbicara tentang "modal/uang yang


dipinjam" (geleende kapitalen), namun sesuai dengan ketentuan Pasal
T176, jumlah untuk mana dipasang hipotik harus disebutkan dalam akta.
hipotik yang bersangkutan . Di negeri Belanda ada ketentuan khusus
212

Pasal 3181 ayat (1) K.U.H.D. yang mewajlbkan penyebutan jumlah hipotik
yang dipasang.

Artinya, dalam akta hipotik harus ditetapkan .sampai jumlah berapa jamin-
an hipotik diberikan oleh pemberi jaminan. In) berkaitan dengan asas
publisttas, di mana kepada pihak-ketiga diberikan kesempatan untuk
mengetahui tidak saja ada atau tidaknya beban, tetapi juga berapa besar-
nya beban benda jaminan yang bersangkutan. Di samping itu, jumfah ter-
sebut juga penting untuk menentukan, sampai jumlah berapa kreditur

211) Sri Soedewi M.S.. Hukum Bangunan, hal. 107.


212} Uhat contoh akta hipotik kapal buku M.I. Surachman, 'Peraturan Pendaftaran dan
Balik Nama Kapal (Regeling teboekstelling van schepen)", cetakan pertama, BuMt
Mas, Jakarta, 1988, hal. 76.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 207


Hipotik

berkedudukan sebagai kreditur preferent atas hasil eksekusi benda hipotik


yang bersangkutan.

Karena semula kreditur belum tahu berapakah klranya jumlah hutang


debitur pada waktu dla (dl kemudian hari) wanprestasi - jangan lupa yang
terhutang oleh debitur tidak hanya pokok hutang saja, tetapi termasuk-
semua tunggakan bunga dan denda, yang pada permulaan kredit tidak
dapat diperklrakan sebeiumnya -- maka kreditur biasanya mengambil
jumlah yang dianggap aman. Kalau dipasang jumlah yang besar memang
bagi kreditur lebih amah, tetapi biayanya juga menjadi mahal, sebab
semakin besar beban hipotik, semakin besar puia biayanya, dan debitur -
sebagai orang yang harus memikul biaya - tentunya keberatan, kalau
jumlah hipotik ditetapkan melampaui jumlah yang wajar. Sebaliknya, kalau
terlalu rendah ada kemungkinan tidak menutup seluruh tagihan kreditur,
sehingga dalam eksekusi ada sebagian tagihannya kreditur yang
preferent dan ada sebagian yang hanya berstatus tagihan konkuren.

Dengan demikian, sekalipun jumlahnya harus ditentukan, tetapi 'tidak


berarti, bahwa angka tersebut harus sama dengan jumlah kredit yang di-
ambil. Apaiagi pada masa sekarang, di mana kebanyakan pengambil
kredit minta agar kreditnya diberikan dalam bentuk kredit per rekening
koran, maka jumlah uang yang benar-benar terhutang oteh debitur setiap
saat bisa berubah-ubah terus.

Sehubungan dengan apa yang dikemukakan di atas, adanya kuasa me-


masang hipptik di samping adanya pemasangan secara nyata, sangat
menguntungkan bagi kreditur. Pada mulanya kreditur cukup memasang
hipotik sebesar plafond kredit saja. Kalau di kemudian hari dirasakan
kurang. maka dengan kuasa yang dipunyainya, la bisa memasang lagi
hipotik yang kedua atas persil jaminan yang sama.

208 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

H. HIPOTIK MELIPUTI SEGALA PERBAIKAN DAN


TAMBAHAN
Paaat 1165 K.U.H.Perdat»
Pasal 1165 - yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pasal 586
K.U.H.Perdata - dengan tegas menyatakan, bahwa hipotik meliputi
semua perbaikan yang terjadi pada benda jaminan sesudah hipotik di-
letakkan, termasuk segala sesuatu yang dnambahkan dan yang tumbuhdi
atas benda jaminan.

ini semua merupakan konsekuensi diartutnya asas accessie dalam K.U .H.
Perdata*. Semua-yang bersatu atau dipersatukan dengan benda pokok
diisap oleh benda pokok menjadi 1 (satu) benda, yaitu merigifcuti benda
pokoknya.

I. HIPOTIK SECARA KHUSUS DIPERIKATKAN


Hipotik adalah hak jaminan kebendaan yang diperjanjikan, berlainan
dengan priveiege yang ditentukan oleh undang-undang (demi hukum).

Pemasangan hipotik harus dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang di-


buat antara kreditur penerima-hipotfk dengan pemberi-hipotik Perjanjian
yang demikian itu, kalau mengenai kapal harus dibuat oleh dan di hadap-
an Syahbandar dengan didampingi pejabat yang mempunyai pangkat ter-
tinggi (Pasal 3 S.1933:48 jo sub 2 S.1947: 53) di tempat rJ mana kapal itu
didaftarkan (Pasal 24 S.1933: 48 jo S.1838: 2). Selanjutnya, Pasal 24
S.1933: 48 dengan jeias menetapkan, bahwa pemasangan hipotik dan
Iain-Iain-hak kebendaan dilakukan dengan menuangkannya dalam akta
yang ditandatanganl kedua betah pihak dan Pejabat Balik Nama. Dari
ketentuan mana bisa kita simpuikan, bahwa pemasangan hipotik didasar-
kan atas perjanjian.

Dalam hal berdasarkan ketentuan undang-undang atau suatu perjanjian,


ada kewajiban pada seseorang untuk memberikan jaminan hipotik kepada
orang lain, tetapi menolak untuk memberikan jaminan tersebut, maka

Hukum Jsmwan, h*k-to*JamfcwK*b*na**n


HlPOtJk .. . _ . .. ._ . . _. ...
keputusan Pengadllair.dapay menggamBcani ps^ujuan parn^sangap
hipotik orang tersebut, .dengan kekuatan hukum yang same, peakan-akan
orang itu sendiri telah memberikan persetujuan itu (Pasal 1171 ayat (2)
K.U.H.Perdata) . Akan tetapi, untuk kesemuanya itu disyaratkan adanya
213

undang-undang' atau suatu perjanjian yang mewajlbkan pemasangan


hipotik tersebut.

J. SIFAT ACCESSOIR PERJANJIAN HIPOTIK


Kata-kata "untuk mengambil penggantian dan padanya bagi pelunasan
suatu perikatan' dalam Pasal 1162 K.U.H,Perdata menunjukkan kepada
kita, bahwa hipotik - sama seperti semua perjanjian penjaminan yang lain
- tidak dapat berdiri sendiri, ia selalu dtkaitkan -- dengan sengaja — pada
perikatan lain, yang merupakan pokoknya (perikatan pokok) dan wujud'
nya selalu adalah tagihan (dalam art luas). Dalam S.1933: 48 kita simpui-
kan dari Pasal 5.

Sekalipun tagihan itu tidak selalu harus berupa suatu tagihan sejumlah
uang - hipotik pada asasnya dapat dipakai untuk menjamin setiap ke-
wajiban prestasi debitur - tetapi di daiam prakteknya hampir selalu df-
kaitkan dengan suatu hutang-uang tertentu. Itulah yang dikatakan, bahwa
hipotik merupatansuatu perjanjian acr^ssotf. den
- adanya bergahtung dari adanya perikatan pokok. yang berupa
tagihan,
- la mengabdl pada perikatan pokok. dengan konsekuenslnya:
— ia turut beralih dengan dioperkannya/beralihnya perikatan
pokpk (misalnya melaiui cessie dan subrogatie).
— ia menjadi hapus kalau perikatan pokoknya .berakhir atau
batal.
— ia tidak dapat diaiihkan secara terpisah dan perikatan pokok-
nya.

213) vkSe H.V.J. Surabaya 30 Marett927. dalamT.126 :41S danT.126:416.

210 Hukum Jaminan, Hate4wk-Jamtnan Kftbandsert


Hipotik

Perikatan pokoknya merupakan perikatan yang berdiri sendiri, tidak ber-


gantung dari perikatan lain, apaiagi dari accessoirnya. Dengan demikian,
hlpotiknya boleh batait tetapi perikatan pokoknya bisa tetap berjafari,
sekalipun mungkin selanjutnya kreditur hanya, berkedudukan sebagai
kreditur konkuren saja (kalau hipotik tersebut adalah satu-satunya jaminan
khusus).

K. HAK HIPOTIK DIDAHULUKAN


Pasal 1133 K.U.H.Perdata sudah menyebutkan, bahwa hipotik - dan
gadai serta privelege - merupakan hak yang didahulukan, bahkan pada
asasnya lebih didahulukan (tinggi) daripada priveiege (Pasal 1134 ayat (2)
K.U.H.Perdata), kecuali undang-undang menentukan lain. Hal Itu kita
simpuikan dari kata-kata "kecuali dalam haMial dl mana undang-undang
menentukan tain" (Pasai 1134ayat (2) K.U.H.Perdata).

"Hak untuk lebih' didahulukan" di sini artinya adalah hak untuk didahulu-
kan dl dalam mengambil uang pelunasan tagihannya atas hasil, eksekusi
barang tertentu, yang secara khusus dihipotikkan.

Pemegang Hipotik didahulukan dfbariding dengan kreditu^kreditur lain.


Akan tetapi. jangan lupa, ia didahulukan hanya untuk mengambil pelunas-
an dari hasil penjualan barang tertentu yang dihipotikkan saja.

Katau hasil penjualan benda jaminan tidak mencukupi untuk melunasi


piutangnya, maka untuk seieblhnya fa tetap berhak menagih dari debitur,
tetapi hanya sebagai kredftur konkuren saja. Namun jangantah ditafsirkan,
bahwa pemegang hipotik selalu bbfeh mengambil pelunasan berdasarkan
Pasal 1134 ayat (2) dengan rrienyirtglcrrkan semua kredftur yahg lain,
karena Pasal 1134 ayat (2) sendiri menentukan "kecuali dalam hal-hal dl
mana oleh undang-undang ditentukan sebaHknya". Undang-undang sen-
diri rrienunjuk adanya kemungkinan perkecualian/penyimpangan atas
asas dldahulukannya hipotik - dan gadai -- di atas privelege. dan per-
kecualian yang dimaksud adalah apa yang ditentukan daiam Pasai 1139
sub 1 dan Pasal 1149 sub 1 K.U.H.Perdata. Tagihan pajak perang (oorjog
belasting) ex. S.1924 - 391 jo Pasal 58 Kepailitan, Pasal 19 ayat (2) Ord.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 211


Hipotik

Pajak Peralfhan 1944 dan Pasal 21 Undang-Undang Momer 6 Tahun, 1983


jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan adalah salah satu contoh daripadanya . . 214

Khusus dalam kaitannya dengan hipotik atas kapal, kita periu memper-
hatikan ketentuan Pasal 316a ayat (3) K.U.H.D. yang dengan tegas me-
netapkan, bahwa:
Piutang-piutang yang diistimewakan didahulukan daripada hipotik
Adapun yang dimaksud dengan "piutang yang diistimewakan" adalah
piutang-piutang yang disebutkan dalam Pasai 316 K.U.H.D.

Sifat didahulukan/preferen merupakan sifat yang sangat penting, karena


dl sanaiah letak salah satu ciri pokok hak jaminan kebendaan dan karena-
nya juga merupakan ciri pokok hipotik Sekalipun hak kreditur pemegang-
hipotik mempunyai sifat seperti itu para kreditur pemegang-hipotik pada
(

umumnya di samping itu membuat janji-janji dalam akta hipotiknya yang


memberikan kepada mereka kedudukan yang sangat kuat sebagai per-
iindungan atas piutang-piutang mereka.

L. HIPOTIK TIDAK DAPAT DIBAGI-BAGI


Pasal1163
Satu ciri lag! dari hipotik adalah sifat tidak dapat dlbagi-baginya hipqtik.
Arti dari ciri "tidak dapat dibagi-bagi" adalah, bahwa setiap bagian dari
benda jaminan dapat dijual untuk dlambil hasilnya sebagai pelunasan
seluruh tagihan dan setiap rupiah dari tagihan menindih setiap bagian
benda jaminan maupun seluruh benda jaminan sebagai satu kesatuan.

Secara lebih sederhana dapat kita katakan, bahwa hak tagihan tidak
menindih menurut perimbangan pada bagian-bagian benda jaminan.

214) HgH. 9 JuH 1925. dimuat dalam T.126:27; HgH 30 Mai 1929; dimuat daiam T.131:
379 dan selanjutnya.

212 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Htpotfk

Mlsalfcam
Debitur mempunyai hutang sebesar Rp lO.uOO.drJo.oo (seputuh
Juta rupiah) dengan jaminan hipotik atas beberapa kapal seriMi
Rp 2^.000.000,00 (dua putuh juta rupiah). Kalau debttur menctcH
hutangnya, sehingga tinggal Rp 5.0uu\DW,0Q (lima juta njpJati),
beium berartis bahwa ia berhak menuntut pembebasan jamiriah
kapal senilai 1/2 x Rp 20.000 000,00, Sebab tagjban kreditur tidak
menindih menurut'perimbangan pada bagian-bagjan benda jamin-
an, maiahan sebaliknya, setiap rupiah tagihan kreditur menindih
setiap bagian-benda jaminan.

Hal itu membawa konsekuensi, bahwa dalam hipotik pada prinsipnya


tidak dfkenal roya partill, daiam arti pemberi-hipotik tidak dapat menuntut
roya sebagian dari keseluruhan jaminart hipotik, kalau! ia melunasi
sebagian hutangnya, walaupun benda jaminannya sendiri bisa dibagi-bagi
(deel-baar). Secara sukarela memang kreditur boleh mernbebaskan se-
bagian dari benda jaminan, asal benda tersebut merupakan benda yang
berdiri sendiri, artinya bukan merupakan bagian yang tidak terbagi dari 1
(satu) benda tertentu.

Akibatnya lebih lanjut, kalau debitur meninggal dunia dan warisannya di-
warisi oleh beberapa* orang ahli warisnya, maka mesklpun hutangnya
sendiri mungkin dibagi-bagi di antara para ahli warisnya, hipotiknya tetap
meiekat pada benda jaminan sebagai satu .kesatuan, sehingga kreditur
tetap dapat mengambil pelunasan untuk seluruh tagihannya atas-hasil
.penjualan benda jaminan.

M. PEMASANGAN HIPOTIK LEBIH DARI SEKALI


Pasal 315 K.U.H.D.
Alas benda jaminan hipotik, bisa dipasang jaminan hipotik lebih dari 1
»t*atu) kali. Undang-undang sendiri dengan jelas memperkenankannya;
tdemjkjan kita tafsirkan dari ketentuan Pasal 315 K.U.H.D., yang berbunyi:
Tkigkatan di antara segala hipotik satu sama tain, ditentukan oien
rii i hari pembukuannya. Hipotik-hipotik yang dibukukan pada hari yang
sama, mempunyaitingkatyang sama tinggi.
tkttm Jamman, Hak-hak Jaminan Kabendaan 213
Hfcxttk

Dalam peristiwa ada pemasangan hipotik lebih dart 1 (satu} kali, maka
hipotik yang didaftarkan paling awal ~ sesuai dengan ciri dari hak ke-
bendaan - lahir Iebih dahulu dan mempunyai. kedudukan yang lebih tinggi
daripada yangtimbulkemudian, dan, kita sebut hipotik peringkat pertama
atau disingkat hipotik pertama, dan hipotik yang dipasang di belakangnya
secara berurutan menjadi hipotik kedua, ketiga dan seterusnya.

Di samping Ku, periu dnrigaf, bahwa jaminan hipotik yang kedua, bisa
diberikan, balk kepada kreditur yang sama maupun kedttur lain. -

Selanjutnya, dari ketentuan tersebut di atas juga tersimpul, bahwa hipotik


lahir pada saat pandaftarannya.

N. LAHIRNYA HIPOTIK
Untuk menetapkan kapan hipotik lahir, ada baiknya kalau kita Ceritakah
urutan-urutan peristiwa sampai terjadinya pemasangan hipotik dan pen-
daftarannya.

Di daiam prakteknya yang paling banyak menggunakan lembaga hipotik


adalah Bank, dalam kaitarinya dengan kredit yang telah/akan diberikan.
Dengan demikian, umumnya - tetapi tidak selalu - hipotik berkaitan
dengan masalah hutang dan karenanya sebagai contoh di bawah Ini,
masalah hipotik kami kaitkan dengan hutang-plutang.

TahapI
Kreditur dan debitur berunding untuk menutup suatu perjanjian
kredit (hutarig-piutangj. Kreditur menjanjikan sejumlah uang pin-
jaman'dan debitur mehj&n|ikari jammariatas hufimgiiyi Perjanjian
• untuk menutup perjanjian hutang piutang tersebut dalam dunia per-
bankan lazim disebut perjanjian kredit, dalam mana disebutkan,
bahwa Bank (kreditur) menjanjikan suatu jumlah uang pinjaman ter-
tentu dan debitur menjanjikan benda jaminan. Dalam istilah per-
bankan sering juga dinamakan Perjanjian Membuka Kredit/Akad
Kredit. Di daiam Perjanjian Membuka Kredit, Bank mensyaratkan,
bahwa penerima kredit (debitur) baru dapat menarik kredit untuk.

214 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


pertama kalinya setefah dipenuhi syarat-syarat:... antara Iain peng-
ikatan atau penguasaan benda jaminan sebagaimana ditentukan
oleh Sank telah seiesai dilaksanakan * .
2 6

Perjanjian kredit (hutang-piutang) tersebut dapat dibuat, secara di


bawah tangan atau otentik. tidak ada syarat bentuk tertentu.
Dengan demikian, dengan ditahdatanganihya Perjanjian Membuka
Kredit be^urri berarti tefeH ada nutehg pada debitur. karenanya, ada
yang mengatakan, bahwa perjanjian membuka kredit -- sebagai
perjanjian yang bersifat kbnsensull dbligatoir -- baru merupakan
suatu pactum de cohtrahendO terhadap r^anjiah hutang-
piutang .216

Namun, apabila kita terima demikian, lalu apakah perjanjian hutang


piutangnya menjadi perjanjian yang , tidak tertulis, mengingat,
bahwa sesudah jaminan diberikan^ antara debitur dengan pihak
Bank, tidak dibuat suatu perjanjian pinjam uang lagi.
Mungkin lebih tepat, kalau Perjanjian Membuka Kredit diterima se-
bagai perjanjian bersyarat, artinya begitu syarat-syarat dipenuhi --
terutarha ~ uang diserahkan, maka perjanjian kredit tersebut men-
jadi perjanjian hutang-piutang. Dengan demikian, perjanjiannya
cukup 1 (satu), yaitu perjanjian membuka kredit tersebut.
Di atas dikatakan, bahwa penerima kredit baru boleh menarik Uang
pinjamannya setelah pengikatart atau penguasaan jaminan seiesai
dilaksanakan' "Perigikatan" di sini diartikan pemasangan hipotik,
sedangkan "penguasaan" artinya adalah memberikan kuasa, yaitu
kuasa untuk memasang hipotik.
•i
Dalam hal tidak langsung dipasang hipotik, yaitu dalam hal mereka
memllih memberikan kuasa untuk memasang hipotik, maka pem-
berian kuasa seperti itu harus dituangkan dalam suatu akta otentik,
yaitu akta notariil (Pasal 1171 ayat (2)K.U.H.Perdata).

215) Llhatfflmiu«rpefjan}l^ Pasal 21,


216) Madam Dams BadfulTaman, Baberaoa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit
Bank dengan jaminan hipotik aorta hambatan-hambatannya datarri praktek. hal.
23 dan seterusnya.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamimn Kebendaan


mpom

Tahap II
Para pihak dapat juga memilih langsung memasang hipotiknya,-
atau pemegang kuasa (notariil) untuk memasang hipotik, suatu
ketjka benar-benar melaksanakan pemasangan hipotJknya.
Akta hipotik dibuat dalam bentuk minut, dKandatangani oleh para
pihak, saksi, yang dilaksanakan di hadapan Pejabat .Batik Nama
(Pasal 3 jo Pasai 24 S.1933: 48 jo S.1938: 1 tentang Pendaftaran
Kapal) dan mmuta akta, secara berurutan dicatat daiam daftar
harlan, yang ditandatangan oleh para pihak dan Pejabat Balik
Nama.

Tahapir
Seteiah penandatanganan akta hipotik. maka selanjutnya dilak-
sanakan pendaftaran Ikatan jaminan hipotik.
Daiam Pasal 5 Peraturan Pendaftaran Kapal (S.1933:48 jo S.1938:
1) ditetapkan, bahwa akta yang bersangkutan harus memuat:
— nama, nama depan dan tempat tinggal para pihak secara
lengkap;
— menyebutkan surat-surat atas dasar mana mereka berhak
membuat akta;
— ureisn tentang kapal sesuai dengan Pasai 11, yaitu tentang
nama, jenis dan penggungaan kapal, tanggal, nomor dan
tempat pengeluaran surat ukur, tempat dan tahun pembuatan,
ukuran besarnya kapal, isi bruto dalam m (meter kubik) dan
3

merekdagang;
— "rrarga pembelian "atau riiiai kapal atau nilai hak atas kapal,
atau daiam hal ada hipotik hutang yang dijamin dengan kapal
diuraikan dengan huruf besar.
Dalam hal terjadi pembebanan benda tetap (atau balik nama), maka pada
minut maupun pada grosse surat kapemiHkan, di bagian bawah, dibubuhi
tanda tangan oleh pejabat Balik Nama (Pasal 22 S.1834: 27), dengan -
untuk pembebanan hipotik -- dibubuhi'catatan yang jelas, mengenai
tanggal dan nomor akta pengikatan jaminan, nama pemegang jaminan,
210 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabandaan
HlpeHfc

jumlah modal yang dipinjam diuralkan dengan huruf; satu dan lain dengan
ancaman denda yang sama untuk tiap pelanggaran sebagaimana yang
ditetapkan dalam pasai sebelumnya (PaSal 30 Ordonansi Balik Nama
Benda Tetap dan Pendaftaran Hypotheek atas Benda Tetap di Indonesia
5.1934:27).

Untuk semua hipotik tersedia suatu daftar. daiam mana hipotik didaftarkan
di bawah nomor yang berurutan, dengan catatan nomor minut adalah-
sama dengan nomor grosse (Pasai 24 S 1834:27).

Dalam Pasal 1179, Pasal 1180 dan Pasal 1181 B.W. jo Pasai 315
K.U.H.D. disebutkan, bahwa hipotik lahir pada saat, pendaftaran di daiam
register umum yang disediakan untuk itu. Dengan demikian, karena
hipotik lahir pada saat pendaftarannya, maka saat yang dipakai untuk
menentukan hak hipotik mana yang lebih tua adalah saat pendaftarannya.
Daiam Pasal 315 K.U.H.D. -- khusus untuk hipotik atas kapal -- dikatakan.
bahwa:
Tingkat di antara hipotik satu sama lain, ditentukan oleh hari,pern-
bukuan. Hlpotik-hipotik yang dibukukan pada hari yang sama,
mempunyai tingkat yang sama puia.

Daftar Umum yang memuat pendaftaran tersebut - sesuai dengan asas


publisitas yang telah kita sebutkan dl depan - prinsipnya terbuka untuk
umum, sehingga dapat kita simpuikan, bahwa pihak-ketiga baru mem-
punyai kesempatan untuk mengetahui adanya pembebanan pada kapal
yjang bersangkutan pada saat atau sesudah pendaftaran tersebut. Atas
dasar itu, maka orang menyimpulkah, bahwa bagi para pihak sendiri
(kredftur penerima-hipotik dan pemberi-hipotik) hipotik sudah iahjr pada
saat penandatanganan akta hipotik di depan Pejabat Balik Nama, sedang
bagi pihak-ketiga hipotik baru ada dan karenanya baru mengikat mereka
pada saat pendaftaran.
II

Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 217


Hipotik

O. SUB JEK HIPOTIK


Pasal 1163 K.U.H.Perdata
Hipotik hanya dapat diletakkaiVdipasang oleh orang yang dapat meng-
operkan/mernlndahtangankan benda jaminan.

Tindakan mengoperkan adalah tindakan pemilikan: jadi untuk dapat me*


letakkan hipotik orang tersebut harus cakap untuk bertmdaK dan mem-
punyai hak (kewenangan) mengambiltindatenpemilikan terhadap benda
jaminan tersebut, dalam mana termasuk tindakan mambebani, Tindakan
mambebani dapat dipandang sebagai permulaan dad suatu tindakan
pengoperan . karena suatu pembebanan bisa berekhir dengan suatu
217

pengoperan, dalam hal kreditur terpaksa menjual benda jaminan untuk


mengambil pelunasan. ,

Dengan demikian, syarat kewenangan untuk mengambil tindakan


beschikking dalam pembebanan hipotik berkaitan erat dengan kapan se-
seorang menjadi pemilik suatu benda tetap. Dengan perkataan, fain ber-
kaitan dengan kapan hak milik atas kapal berpindaff.

Di dalam Pasal 314 ayat(1) K.U.H.D. disebutkan, bahwa:


Kapal-kapal Indonesia, yang bemkuran paling sedikit 20 m (dua 3

puluh meter kubik) isi kotor, dapat dibukukan dalam suatu regi
kapal menurut ketentuan-ketentuan yang akan ditetapkan da
suatu undang-undang.
Ayat (2):
Dalam undang-undang ini harus puia diatur tentang cara peralih
hak milik dan penyerahan aftan kapal atau kapal-kapal dalam pem
buatan yang dibukukan dalam register kapal tersebut.

Dalam Pasal 21 Peraturan Pendaftaran Kapal (S.1933: 4@ jo S.1938: .1),


dikatakan, bahwa peralihan hak milik atau hak kebendaan lain atas kapal
dilakukan melaiui suatu akta penyerahan yang dilangsungkan di hadapan

217) p Scholten. hal. 434.

218 Hukum Jamlean, Hak-hak Jatnlnen Kabendaan


Mtpotik

Pejabat Balik Nama, di tempaVdi rtfans kapal itu didaftarkan, Jadi, pada
saat iiulah hak milik ataakapal barplndah kepada pemilik baru. .

Sekalipun atas kapal-kapal, yang terdattar, yang mempunyai ukuran 20 m 3

(dua putuh meter kubik) atau lebih dapat dijaminkan melaiui lembaga
jaminan hipotik. yang seberramya disediakan bagi benda-berida tetap,
tetapi kapat-kapat yang terdafarttu sendiri derigari itu Hdafc menjadi benda
tetap, tetapi -- sebagaimana dikemukakan di depan -- tetap' merupakan
benda bergerak. Namun demikian, karena kapal-kapal yang terdattar me-
1

rupakan benda terdattar, maka ketentuan Pasal 1977 ayat (1) K.U.H.
Perdata tidak beriaku atasnya dan atas kapal-kapal seperti itu beriaku
ketentuan penyerahan yang same seperti penyerahan benda,tetapi . 8

Penyerahannya, sesuai dengan Pasal 21 S.1933; 48, dilakukan dengan


membuat akta penyerahan di badapan Pejabat Balik Nama di tempat di
mana kapal itu didaftarkan, dalam akta mana pemilik menyatakan rneng-
operkan hak miflknya kepada lawan janjinya- Dengan demikian, balik
nama hanya dimaksudkan agar beriaku terhadap pihak ketiga.

P. KUASA MEMASANG HIPOTIK


Adakalanya Bank/kredttur tidak segera memasang hipotik ates benda
jaminan. la marasa cukup aman hanya dengan memegang kuasa untuk
memasang hipotfk dari pemberi Jamlrian. Pertimbangan-pertimbangan
kreditur untuk tidak segera memasang hipotik bisa rjernwtam-macam,
antara lain: 1

- prosesnya, dari mulai , penandatanganan akta hipotik sampai


selesainya pendaftaran memakan waktu. Keadaan yang demikian
itu sudah tentu tidak cocpk terutama untuk kredit. jahgka pendek.
- biayanya relatif lebih mahai dlbandingdengari pembuatan akta
Kuasa Memasang Hipotik, sehingga untuk kredit yang berjumlah
kecil akan dirasakan sangat memberatkan.

218) deveringa, hal. B5 dah hal. 87.

Hukum Jam (nan, Hak-hak Jamman Ksbandaan


Hlpotfk

' - Untuk nasabah-nasabah yang bonafide, yang sudah lama men|adi


langganan baik dari Bank, dirasakan tidak periu untuk segera me-
masang hipotiknya.
Bank/kredrtur sudah merasa cukup aman dengan adanya ke-
wenangan untuk, sewaktu-waktu, atas nama pemberi hipotik - ber-'
dasarkan kuasa memasang hipotik— langsung memasang hipotik
tanpa turut sertahya pemberi Jaminan. Pemasangan di sini nantinya
baru benar-benar dilaksanakan, kalau kredltur/Bank melihat per-
ubahan keadaan debitur yang dianggap membahayakan.

Vang penting untuk mendapat perhatian adalah bahwa tindakan men-


jaminkan merupakan tindakan pemilikan/beschlkking dan sesuai dengan
Pasal 1796 K.U.H.Perdata, untuk itu diperiukan suatu kuasa khusus,
dalam artinya secara khusus menyebutkan kewenangan untuk meng-
hipotikkan. Bahkan. adanya kewenangan untuk menjual kepada did pene-
rima kuasa sendiri — sekalipuntindakanmenjual mempunyai konsekuensi
yang lebih luas - belum berarti, bahwa penerima kuasa berhak untuk
menjaminkan . 219

Kuasa memasang hipotik blasanya dibuat dalam bentuk kuasa mutlak.-


Akan tetapi, "kuasa muttak" di sini tidak hanya dalam arti- tidak dapat di-
tarik kembali, tetapi juga tidak akan berakhir karena sebab yang ter-
cantum dalam Pasal 1813 K.U.H.Perdata. Jadi, kuasa mutlak di'sini diarti-
kan "tidak akan berakhir", dan maiahan disatukan dengan perjanjian
kredit/hutang-piutangnya.

Dalam kuasa memasang hipotik pada umumnya dicantumkan klausula:


Semua kekuasaan tersebut di atas tidak dapat dttarik kembali dan
merupakan bagian yangtidakdapat dipisahkan dari perjanjian
kradit/hutang-piutang ini, yang tanpa kekuasaan kekuasaan itu
tidak akan dibuat dan kuasa itu pun diberikan dengan melepaskan

219) Kpts. PT Surabaya No. 175/1963 Perdata, dimuat dalam Varfa Peradilan, Tahun
IV, Nomor 43. April 1989. hal. 112: lebih jelas lagi-kpts. PN Surakarta No. 521/
Pdtr1979. tgl. 10 Juli 1980 jo kpte. P.T. Semarang No. 232Vie81/P<a. tgk'7 Mai
1985 jo kpts. MA. No. 599 K/PdV1988, tgl. 26 November 1987, dimuat dalam
Varia PeradKan, Tahun IV, Nomor 30, November 1986.

220 Hukum Jamman, Hafe-hak Jamman Kabendaan


segala peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang yang
mengatur segala dasar dan sebab yang mengakhiri suatu kuasa.
Klausula seperti itu dianggap periu, sehubungan dengan ketentuan Pasal
1813K.U.H.Perdata, yang mengatur tentang berakhirnya suatu kuasa . 220

Pasai 1171 ayat .(2) mensyara&an, bahwa kdasa memasang hipotik harus
dibuat secara notariil. Syarat notariil tersebut dimaksudkan, agar untuk
suatu kuasa, yang mengandung konsekuensi yang.damjkian besarnya,
pemberi kuasa terilndung darttindakan-tindakanyang tenelu largesa-gesa
atau gegabah. Notaris dalam tlap-tiap akta yang dibuat di badapannya,-
wajib untuk memberikan penjelasan-penjelasan secukupnya- Dalam hai
kuasa tersebut rhengandung hak substitusi, maka kuasa substitusi ter-
sebuttidakperiu dikeluarkan dalam bentuk akta notarffl '. Di sini sudah
22

tidak ada keperluan periindungan terhadap pemberi kuasa lagi, karena


pemberian kuasanya ~ yang dibuat oleh. pemberi kuasa asal sendiri, --
sudah diberikan dalam bentuk notariil dan pada waktu itu dianggap sudah
mendapat penjelasan seperlunya dari notaris yang bersangkutan. Pada
umumnya di dalam praktek pemberian kuasa memasang. hipotik diwujud-
kan daiam bentuk pemyataan sepihak dari pemberi hipotik saja, Apakah
yang demikian itutidakmengandung suatu bahaya, karena kuasa seperti
itu merupakantindakanhukum yang sepihak bukan perjanjian - yang
dapat dilbaratkan .sebagai suatu penawaran. Suatu penawarari pada
asasnya dapat drtarik kembali sebelum pihak lain menyatakan merierima-
nya .222

220) Sebenarnya Pasal 1813 mengatur tentang berakhirnya'suatu pemberian


p e r i n t a h d a s i g B v i n g yang mengandung kuasa/voImachL tetapi mengingat kuasa
tersebut dalam pemberian perintaMastgeving e x Pasai 1792 K.U.H.Perdata
memegang peranan yang demikian pedflngnya, maka pemberian perintah/
lastgeving berakhir dengan berakhirnya kuasa. Undang-undang sendiri tidak
memberikan ketentuan umum tentang kapan suatu kuasa berakhir, tetapi para
sarjana umumnya menerima ketentuan undang-undang tentang berakhirnya
pembeiian perintah beriaku sebagai ketentuan ten*tang berakhirnya suatu kuasa:
vida W.C.L v.d. Qhnten, dalam sane Asser. 'Venaganwoordtglng an Rechts-
persoon', hal. 33.
221) HgH17Maret1927,dimuatdalarnT.12e:32.
222) v. Brakei, hal. 375.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 221


Hipotik

Apakah tambahan klausula :"tidak dapat drtarik kembali dan tidak akan
berakhir ....' sudah cukup kuat, bila dibandlhgkan dengan asas, bahwa
suatu penawaran dapat drtarik kembali sebelum diterima oleh pihak lain?

Mengingat, bahwa pemberian klausula seperti itu Justru untuk menyim-


pang dart asas seperti tersebut di atas, dan temyata tidak adanya iarang-
an untuk menylmpangi asas tersebut, maka kiranya kekhawatiran seperti
yang dikemukakan di muka tidak. periu. Namun demikian, tambahan per-
nyataan dart pihak pemberi-hipotik, bahwa semua kuasa yang diberikan
telah diterima oleh penerima-hipotik membantu membsrikan penegasan
mengenai hal itu.

Beberapa kelemahan pemberian jaminan dengan "kuasa mutlak" periu


diperhatikan.

Kreditur - selama belum ada pemasangan hipotik - hanya berkedudukan


1

sebagai kreditur konkuren saja. Daiam mengambil pelunasan atas hasil


penjualan benda yang dijaminkan' ia harus bersaing dengan kreditur
lainnya. Di samping itu, dalam hal ada sita jaminan'yang diletakkan oleh
kreditur yang lain, maka pemasangan hipotiktidakbanyak menoiong lagi:

Namun, pemasangan. hipotik rnejaluj kuasa memasang hipotik ada segi


keuntungannya juga* yaitu daiam hat kuasanya diberikan baik untuk me-
masang hipotik pertama, kedua dan selanjutnya. Keuntungannya adalah,
bahwa pemasangan hipotik pertama tidak pedu mengambil jumlah yang
terialu tinggi di atas jumlah kredit yang diberikan, mengingat biaya pe-
masangan hipotik diukur dari besarnya beban yang dipasang. Daiam hat
di kemudian hari, karena tunggakan bunga dan denda, jumlah hipotik
yang dipasang tidak mencukupi, maka melaiui kuasa yang sudah siap di
- tangan, kreditur dapat memasang hipotik yang kedua dan selanjutnya.

222 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


HhMtttk

Q. JANJI UNTUK MENJUAL ATAS KEKUASAAN


SENDIRI (BEDING VAN EIGENMACHTtG VER-
KOOP)
PaaaM 178 ayat {1)K>U.RPerdata
Di dalam pasal tersebut terdapat larangan adanya/dimualnya suatu janji
datam akta hipotik, yang menetapkan, bahwa dalam hal si debitur wan-
prestasi, si kreditur dengan sendirinya menjadi pemilik dari benda jaminan
yang bersangkutan. Larangan di sini adalah larangan yang bersffat umum.
dalam arti, pada waktu dibuatnya perjanjian hutang-piutang dengan jamin-
an hipotik, orang tidak diperkenankan membuat Janji seperti apa yang ter-
sebut dalam Pasal 1178 ayat (1). Adanya larangan yahg demikian dimak-
sudkan untuk melindungi debitur, yang adakalan'ya datang pada kreditur
daiam keadaan terjepit (butuh sekali uang), sehingga terpaksa menerima
saja syarat-syarat yang sebenarnya sangat memberatkan bagjnya.

Suatu hutang pada umumnya dijamin dengan benda jaminan yang mem-
punyai nilai di atas - sering kali jauh di atas ~ hutangnya. Kalau larangan
seperti. datam Pasal 1178 ayat (1) tidak diadakan, maka dikhawatirkan
adanya godaan rasa kigin memiliki benda jaminan yang besar, pada dirt
kreditur, sehingga dapat muncul suatu keadaan yang tidak wajar. yaitu di
mana dalam keadaan normal kreditur mengharapkan agar hutangnya
cepat- dilunasi - paling tidak mengharapkan agar hutangnya dapat di-
lunasi - tetapi sekarang mungkin kreditur malah mengharapkan agar
debitur tidak sanggup melunaslnya, sebab keadaan yang demikian itu
justru lebih menguntungkan kreditur. Lebih ekstrem lagi adalah dalam hal
kreditur justru mencari upaya agar debitur wanprestasi. Bukankah yang
demikian Itu justru menguntungkan baglnya?

Namun larangan tersebut hanya beriaku selama debttur betum- wan-


prestasi. Dalam hal debitur .sudah wanprestasi, maka larangan tersebut
tak beriaku lagi. Dengan wanprestasinya debitur, maka para pHak dspst/
boleh membuat suatu perjanjian, untuk, dengan menyerahkan benda
jaminari ke daiam pemiHkan kreditur, membebaskan debitur dari hutang-
hutangnya kepada kreditur.

Htifcurri Jaminan; Hafctok Jaminan KetMrtdaafl 223


Hipotik

Pasal 1178 Ayat (2)


Pasal 1178 ayat (2) B.W. intinya adajah: Pemegang Hipotik Panama di-
perkenankan membuat suatu janji, agar dalam hal debitur wanprestasi, ia
secara mutlak (onherroepelijk) dikuasakan untuk menjual benda jaminan
di depan umum dan mengambil peiunasan daripedanye- .
Pertama-tama, periu dipertiatJkan, bahwa janji yang demikian itu harus
dengan tegas dlnyatakan/Lain dengan Gadai/Pand di mana hak untuk
menjual (atas kekuasaan) sendiri diberikan demi hukum, artinya tanpa
para pihak harus memperjanjikan lebih dahulu. Janji tersebut memuat
suatu kuasa (kekuasaan) kepada kreditur untuk menjual dl depan umum
(dilelang), tetapi dengan syarat, bahwa kekuasaan yang demikian itu baru
ada kalau debitur sudah wanprestasi (jadi kuasa bersyarat).

Janji yang demikian hanya boleh dibuat oleh pemegang-hipotik pertama.


Kuasa tersebut merupakan suatu kuasa mufiak? Apa artinya? Kata "kuasa
muttak* di slnt adalah terjemahan dari kuasa yang "onherroepelijk", kuasa
yang tidak dapat ditarik kembali.
Tambahan kata "onherroepelijk/tidak dapat ditarik kembali" itu periu, ber-
hubung dengan Pasal 1813 K.U.H.Perdata, yang mengaturtentangber-
akhirnya kuasa, di mana ditentukan bahwa kuasa berakhir, antara lain,
dengan ditariknya kembali kuasa oleh pemberi kuasa. Kalau daiam akta
hipotik tidak dicantumkan kata-kata kuasa mutlak/onherroepeiijk, maka
debitur dapat dengan mudah membataikan kuasa yang telah diberikan
otehnya kepada kreditur.
Janji itu harus didaftarkan, dengan maksud agar janji yahg demikian itu
mengikat pihak ketiga (Pasal 1178 ayat<2) kalimat terakhir). Artinya, janji
yang diadakan antara kreditur dengan pemberi-jaminan, yang pada asas-
nya hanya menimbulkan hak pribadi - dan karenanya hanya mengikat
dan dapat ditujukan kepada orang tertentu saja (para pihak dalam per-
janjian) ~ sekarang dengan didaftarkan pada register pendaftaran hipotik
- berdasarkan ketentuan undang-undang - menjadi hak kebendaan,
mempunyai daya kerja terhadap pihak-ketiga yang bukan pihak daiam
perjanjian di atas. Kalau janji yang demikian itu tidak didaftarkan, maka ia
hanya mengikat kreditur dan pemberi-jaminan saja.

224 Hukum Jamman, Hak-oak Jaminan Kebendaan


Hipotik
DI dalam akta hipotik kapaltercantumktaiisulayar^ berbunyi:
"Penghadap dalam kedudukannya menerangkan puia, bahwa
hipotik ini diberikan dengan perjanjian-perjanjian yang lazim dibu
untuk hipotik pertama, termasuk parjanjian-perjanjian yang terse
dalam Pasal 1178, Pasal 1185, Pasal 1210 Kitab Undam-Vndan
Hukum Perdata dan Pasal 297 Kitab Undang+Uridang Hvfam
Pagang dan lagi puia dengan perfanjiafyperjanjian yang dipandang
balk oleh yang dlberi kuasa, tentang p^rjmpan^'rjanjian mana
yang berhutang mengetahui dan menyetujuihya"^.

Karena pelaksanaan hak kreditur berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) men-
dasarkan kepada kuasa, maka ia harus tunduk kepada ketentuan umum
tentang kuasa, kecuali dengan tegas dfsimpangl. Penytmpangannya
dalam Pasal 1178 ayat (2) adalah. bahwa .kuasa tersebut merupakan
kuasa yangtidakbisa ditarik kembali (pnherroepelijk). Namun, mengingat,
bahwa suatu kuasa tidak hanya berakhir kalau kuasa itu ditarik kembali.
tetapi bisa Juga karena sebab-sebab lain sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 1813 - di mana berakhirnya kuasa karena ditarik kembali
baru merupakan salah satu sebab saja - maka kiranya periu, bahwa dl
dalam akta hipotik ditambahkan, bahwa kuasa .tersebut- tidak akan ber-
akhir oleh sebab-sebab yang disebutkan dalam Pasal 1813. Bukankah
kita periu memikirkan, bagaimana kalau debitur mati,. dftdruh di bawah
pengampuan atau pailit? Bukankah kuasa tersebut menjadi batal
(berakhir), sekalipun pemberi kuasa tidak menarik kuasariya kembali?
Yang demikian itu dapat merugikan bagi kreditur.

1. Pelaksanaan Janji Menjual (Atas Kekuasaan) Sendiri


Dengan adanya janji ex Pasal 1178 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, maka dalam hal debitur wanprestasi, kreditur mempuhyai ke-
kuasaan untuk menjual benda jaminan di hadapah umum. Pelaksanaan
penjualan melaiui kuasa ex Pasal 1178 ayat (2), hendakriya dibedakan

223) Diambil dari contoh akta hipotik kapal yang tercnuat dalam buku M.t. Surahman.
Peraturan Pendaftaran dan Balik Nama Kapal (Regaling teboekstelling van
schepen). cetakan pertama, Perostakan Buklt Mas, Jakarta 1968.

Hukum Jamfnan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 225


Hipotik

dari penjualan ex grease akta (Pasal 30 S.1933:48), walaupun janji untuk


menjual atas kekuasaan sendiri tercantum dalam grosse ajfta hipotik: ^

Kreditur lebih senang menggunakan jalan ini daripada metalui eksekusi ex


grosse akta hipotik, yang iebih sutit Karenanya, orang rnenysbujkan
pelaksanaan hak kreditur ex Pasal 1178 ayat (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata sebagai eksekusi yang disederhanakan. Dalamiiai demi-
kian iatidakmenjual berdasarkan titel eksekuioriai, tetapi menjual ber-
dasarkan kekuasaan yang diberikan kepadanya berdasarkan janji yang di-
mungkkikan oleh Pasal 1178 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata sebagaimana tercantum dalam akta . hipotik. Sekarang sudah
jeias, bahwa menjual dengan cara seperti itu lain sekali dengan menjual
berdasarkan grosse, karena penjualan berdasarkan grosse adalah pen-
jualan berdasarkan titef eksekutorial.

Yang mempunyai kekuatan eksekutorial adalah grosse akta hipotik, dalam


mana ada janji ex Pasal 1178 ayat (2). Kita periu waspada untuk tidak
mencampuradukkan penjualan berdasarkan akta hipotik dan penjualan
berdasarkan kuasa ex Pasal 1178 ayat ;(2) K.U..H.Perdata,.

2. Teori Mandaat
Kaiau kredrtur-pemegang-hipotik melaksanakan penjualan benda jaminan
di depan umum atas dasar haknya ex Pasal 1178 ayat (2), maka ada
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan itu yang periu mendapat
perhatian dan penyelesaian.

Masalah:
Dalam hal kreditur menjual benda jaminan atas kekuasaan sendiri,
apakah ia menjual berdasarkan kuasa dari debitur, ataukah ia me-
laksanakan haknya sendiri berdasarkan janji yang termuat dalam
akta hipotik?

226 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik
H.R dulu" berpendapat, bahwa pemegang-hipotik dalam hai
demikian melaksanakan kekuasaan yang diberikan oleh pemberi-
htpotik berdasarkan kuasa. yang diberikan di daiam akta hipotik.
Bukankah Pasal 1178 ayat (2) dengan togas menyatakan "secara
mutlak dikuasakan", yang tidak lain merupakan pemberian kuasa
dari pemberi kuasa kepada pemegahg-hipotik. Pemegang-hipotfk
dalam penjualan merupakan lasthebber dari pemilik barang jamin-
an. Teori demikian itu disebut: TEORI MANDAAT.

Contohnya:
Sekalipun contoh ini adalah mengenai hipotik atas persil, tetapi
karena prinsipnya hipotik atas persil dan kapal - di negeri Belanda
dan pada waktu yang lampau di Indonesia - adalah sama, maka
contoh di bawah ini cukup reievan untuk dikemukakan.
Keputusan H.R. tanggal 30 Mel 1924 dalam perkara antara J.J.W.
Kaat melawan A.L.G. Hoefnagets dan HJ.P. Hoefnagels.
Masalahnya adalah demikian:
Hb. meminjam uang dari, antara lain, Wi dan memberikan jaminan
hipotik atas sebuah persil X milik Hb., dan dalam akta hipotik
antara lain diperjanjikan, bahwa Hb. tidak diperkenankan me-
nyewakan persil itu lebih dari 3 (tiga) tahun berturut-turut Janji
mana didaftarkan. Persil X mliik Hb. tersebut kemudian - karena
debitur (Hb.) wanprestasi - dilelang oleh kreditur pemegang-
hipotik dan dibeli oleh Kl. Temyata pada waktu pinjaman berjalan,
persil X (milik Hb.) tersebut di luar tan dan persetujuan kreditur ~
dan secara .bertentangan (melanggar) dengan janji-janji hipotik -
oleh debitur telah disewakan kepada Hfn. untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun. Kl., berdasarkan syarat-syarat jual-beli dalam
pelelangan, telah mengoper hak-hak kreditur pemegang-hipotik,
dan tentunya termasuk hak-hak kreditur untuk menuntut pembatal-
an perjanjian antara debitur dengan Hfn., yang dibuat secara ber-
tentangan dengan janji hipotik, yang notabene telah didaftarkan.

224) RSchO«en,hal.485;Pitlo,hal,499;v.Overi.hal.ie8.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

Pengadilan Maastricht menyatakan tidak dapat menerima gugatan Kl.,


atas dasar, bahwa kalau pemegang-hfpoSk mau menggunakan haknya ex
Pasal 1185, la harus mengguhakannya pada saat jual-beli dilakukan dan
karena iatidaktelah melakukannye, maka sekarang haknya telah gugur.

Daiamtingkatbanding Hot dihadapkan kepada masalah:


- apakah pembeli suatu persli yang dibebani hipotik dj mana -
pemegang hipotiknya mensyaratkan janjf-janjt ex Pasai 1178 dan
Pasal 1185 dan telah menjualnya di depan umum - mempunyai
hak untuk menuntut pembatalan sewa-menyewa dan pengosongan
terhadap si penyewa, jika pemilik (yang menyewakan). teiah me-
nyewakan persil tersebut secara bertentangan dengan janji ex
Pasal 11857
- jika tidak, apakah pembeli mempunyai hak tersebut, seandainya
, pemegang-hipotik, dalam akta jual-beli. menyerahkan hak-haknya,
yang dipunyai olehnya berdasarkan PasalH78 kepada pembeli?
- apakah dalam (casus ini, ada penyers^arVpehgoperah hak-hak
pemegang hipotik?

Hot berpendapat
Atas pertanyaan pertama
pemegang hipotik yang menjual benda jaminan atas dasar Pasal
1178 telah melakukan hal itu sebagai lasthebbervkUBsa dari
pemilik/pemberi-hipotik. Karena perjanjian sewa-menyewa dibuat
oleh pemilik/pemberi-hipotik sendiri (dengan penyewa), maka ia
(pemilik-asal) tidak dapat rherribatalkannya secara sepihak.
Dan kalau la sendiri tidak dapat, maka kuasanya pun tidak dapat
dan karenanya hak seperti itu tidak dioper oleh pembeli. sehingga
pembeli tidak mempunyai hak untuk menuntut pembatalan.

Atas pertanyaan kedua Hof menjawab:


- Ya; karena dalam hal ini pemegang-hipotik mempunyai' hak, baik
untuk menjual atas nama pemberi-hipotik maupun hak untuk atas
namanya sendiri - di luar campur tangan pemberi-hipotik - mem-

Hukwn Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hk^ofifc

batalkan sewa-menyewa yang telah ditutup secara bertentangan


dengan Pasal 1185 B.W. dan kalau ia mengoperkan hak-hak ter-
sebut secara teg as dalam akta jual-beli kepada pembeli, maka
pembeli mempunyai hak untuk membatalkannya juga.

Atas pertanyaan ketiga


- Tidak; karena pembeli - Kl. -- yang menganggap telah mengoper
hak-hak ex Pasai 1185, mendasarkah haknya semata-mata atas
dasar syarat-syarat petelangan, yang dalam Pasal 7 menentukan.
bahwa "pembeli oleh kreditur-pemegang-hipotik didudukkan dalam
Semua hak yang dipunyai olehhya, yang dapat dilaksanakan untuk
menggugat atau untuk membatalkan perjanjian sewa-menyewa
yang telah dibuat secara bertentangan dengan ketentuan akta
hipotjk yang dibuat di hadapan saya, notaris".

Ketentuan Pasal 7 tersebut ada di dalam perjanjian yang ditutup antara


pembeli dan pemilik-penjual dan karena pemilik-penjual tidak dapat mem-
batalkan (secara sepihak) perjanjian yang dibuat olehnya sendiri. maka ia
pun tidak dapat. mengoperkarinya kepada si pembeli. Kaiaupun kita
terima, bahwa dalam Pasal 7 pemegang-hipotik tidak bertindak sebagai
lasthebber (kuasa) dari pemilik, tetapi bertindak untuk mengoperkan
haknya sendiri, tetap saja tidak menjadikan pembeli mempunyai hak untuk
menuntut pembatalan, karena dalam akta lelang, pemegang-hipotik
bukan pihak yang bertindak untuk dirinya sendiri.

Atas dasar itu, gugatan Kl dinyatakan tidak dapat diterima.


Jadi, seharusnya kreditur pemegang-hipotik bertindak dalam 2 (dua)
kuairtas. yaitu sebagai kuasa dari pemberi-hipotik menjual dan menyerah-
kan benda hipotik (Pasai 1178 ayat (2)) dan untuk diri sendiri mengoper-
kan semua hak'yang dipunyai olehnya sebagai pemegang hipotik.

Dari apa yang dikemukakan di atas kita lihat, bahwa Hof berpendapat,
bahwa dalam suatu penjualan benda jaminan di depan umum ex Pasal
1178, pemegang hipotik bertindak selaku kuasa dari pemilik/pemberi-
hipotik.

Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan 229


Hipotik

H.R. ketika dihadapkan kepada masalah tersebut mempertlmbangkan


sebagai berikut
Tujuan janji ex Pasal 11-78 ayat (2) adalah memberikan wewenang
kepada pemegang-hipotik agar, daiam hal debitur wanprestasi,
dapat menjual benda-jaminan di depan umum sebagai wakil
(vertegenwoordiger) dari pemilik guna mengambil pelunasan dari-
padanya;
- Dengan demikian, pemegang-hipotik yang menjual berdasarkan
PasaJ 1178 ayat (2), bertindak selaku wakil dari pemilik, bukan atas
dasar hak-hak pemegang-hipotik sendiri, dan karenanya kepada
pembeli ia tidak dapat mengoperkan hak-hak Iebih banyak dari-
pada yang dipunyai si pemilik.
Dengan demikian, menurut H.R. keputusan Hot adalah benar, yaitu dalam
hal pemilik tidak mempunyai wewenang untuk membatalkan perjanjian
sewa-menyewa yang dia sendiri tutup, maka pemegang hipotik pun tidak
mengoper wewenang yang seperti itu.

Sekarang kita melihat, bahwa walaupun teori mandaat tampaknya


memang benar, tetapi di dalam pelaksanaannya lebih lanjut - sebagai-
mana nanti akan kita lihat di betakang -- dapat menimbulkan keganjilan
dan kesulitan-kesulHan. Itulah sebabnya para sarjana pada urhumnya
tidak dapat menglkuti teori mandaat dan menyusun teori lain, yang meng-
anggap. dalam hal kreditur pemegang-hipotik menjual berdasarkan Pasal
1178 ayat (2), pemegang-hipotik melaksanakan. penjualan benda jaminan
atas dasar kekuasaannya sendiri. Teorinya ini dinamakan TEORI EKSE-
KUSI YANG DISEDERHANAKAN.

3. Teori Eksekusi yang Dlsederhanakan


Katanya, coba lihat kalau terjadi penjualan karena debitur wanprestasi
dan kreditur melaksanakan penjualan berdasarkan kuasa ex Pasal 1178
ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. apakah penjualan yang
demikian itu memang merupakan kehendak dari pemberi-hipotik?

230 Hukum Jamfnan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

Kalau kita mengikuti teori mandaat maka dl sin) pemilik benda-jamlnan


memberikan kuasa kepada pemeoang-bipotik untuk menjual.

Seakan-akan inisiatrf penjualan datang dari pemilik, orang yang memberi-


kan kuasa menjual adalah orang yang menyuruh menjual; seakan-akan
penerima kuasa - seperti pada pemberian kuasa pada umumnya - 1

mewakili kepentingan pemiilk-pemberi-kuasa. Akan tetapi, kenyataannya


sering kali tidaklah demikian. Pemilik terpaksa menjual benda jaminan.
sekalipun harus disertai tangis dan air mate . Penjualan tidak feer-
225

gantung dari suka atau tidak sukanya pemilik. Pemberian kuasa dalam
bentuk kuasa mutlak biasanya -- lain dari kuasa biasa pada umumnya -
diberikan justru untuk kepentingan penerima kuasa. Adalah lebih cocdk
kalau dalam peristiwa demikian penjual dianggap sebagai melaksanakan
haknya sendiri,tidakbergantung dari kehendak pemilik, ia tidak mewakili
- kepentingan - pemilik, walaupun harus diakui adanya keisttmewaan-.
keistimewaan' tertentu, karena di sini penjualan adalah penjualan oleh
kreditur atas barang-barang orang lain, sehingga menunjukkan oiri-ciri
penjualan executorial juga.

Selanjutnya, di dalam penjualan di depan umum - dalam prakteknya --


kredituriaih yang menentukart syarat-syarat peletangan. Kalau ia hanya
kuasa saja dari pemilik, maka .tanpa adanya kuasa khusus untuk me-
nentukan syarat-syarat pelelangan, pemiliklah seharusnya yang ber-
wena'ng untuk menentukannya. Kemudian, kuasa ex Pasal 1178 Pasal
2 aoaiah kuasa mutlak (onherroepelijk) Malam arti tidak dapat ditarik
kembali; tetapi ada yang beranggapan "onherroepelijk" di Sini berarti tidak
dapat berakhir. Bahwa benar demikian itu tafsirannya, tampak dalam
suatu peristiwa di mana pemberi kuasa meninggal dunia, sehfngga se-
harusnya kuasanya menjadi ,gugur, tetapi ternyata H.R. menolak konse-
kuensi yang demikian . 226

225) pitto. hal. 500; v. Oven juga mengatakan, bahwa penjualan oleh pemegang-hipotik
berdasarkan Pasal 1178 aval (2) bagaJmanapun mempunyai sifat eksekusi; vide
hai. 192.
226) Pitto. hal. 501.

Hukum Jamman, Hak-hak Jamman Kebendaan 231


Hipotik

Atas dasar apa yang disebutkan di atas, patut untuk dlpertanyakan,


apakah ciri-cirt tersebut tidak bertentangan dengan ciri kuasa? Demikian
Vegeens-Oppenheim . 227

Kata onherroepelijk secara harfiah berarti tidak bisa ditarik kembali; oleh
siapa? Oteh pemberi kuasa. Dan kaiaupun pendukung teori mandaat
menyatakan, bahwa kesemuarrya itu didasarkan atas kuasa mutlak yang
diperjanjikan, maka Schotten menjawab. tidak ada ketentuan undang-
228

undang yang mernberikan akibat hukum yang barbeda antara kuasa biasa
dan kuasa mutlak Maiahan, kalau difthat dari tujuannya, sebagaimana di
atas, sama sekali tidak ada tempat bagi lastgeving (pemberian kuasa): Di
samping Itu, bukankah janji ex Pasal 1178 ayat (2) tetap meiekat sekali-
pun bendanya berpindah tangan?

Dalam hal pembeli benda-jaminan wanprestasi, maka pemegang-hipotik,


mempunyai wewenang untuk membatalkan jual beii berdasarkan Pasal
1286 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kalau benar pemegang-
hipotik hanya kuasa saja dari pemilik, maka seharusnya yang berwenang
untuk membatalkan adalah pemberi-kuasa/pemtlik.

Syarat yang harus dipenuhi untuk mengadakan janji menjual atas ke-
kuasaan sendiri adalah, bahwa janji tersebut harus diadakan "pada waktu
diberikannya hipotik" (Pasal 1178 ayat (2)), yang berarti, bahwa janji
demikian, yang diberikan di kemudian hari - sesudah pembuatan akta
hipotik - tidak beriaku. Dengan perkataan lain, ia harus dicantumkan
dalam akta hipotik

4. Parate Eksekusi
Keistjmewaan dari hak pemegang-hipotik ex Pasal 1178 ayat (2) K.U.H,
Perdata adalah, bahwa ia bisa menjual barang-barang jaminan - sesudah

227) Veegens-Oppenrielm. hal. 247.


228) Hal. 486.

232 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


HfpotJk
debitur wanprestasi ~ tanpa metalui prosedur penyitaan lebih dahulu * 2 5

dan karenanya tanpa meiibatkan juru sita -- tanpa perantara atau rain
Hakim, pokoknya seolah-olah la meJefang barangnya sendiri. Bahkan, ia
tak periu menggunakan grosse akta hipotiknya.

. Kalau tadi dl depart kita katakan bahwa hukum eksekusi diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, maka di sini pemegang-
hipotik main di luar Hukum Acara. Dapat dibayangkan, bahwa di dalam
praktek pemegang-hipotik mestinya jarang menggunakan sarana ekse-
kusi melaiui grosse akta hipotik, karena ia mempunyai sarana yang iebih
murah, lebih sederhana dan lebih siap untuk setiap waktu diterapkan . 230

Itulah sebabnya maka dikatakan bahwa pemegang-hipotik mempunyai


sarana pengambiian pelunasan yang, tidak hanya lebih didahulukan,
tetapi juga lebih sederhana. la mempunyai v seperti pemegang gadai,
dan sekarang juga pemegang hak tanggung dan penerima Fidusia -•
parate eksekusi, karena ia mempunyai janji ex Pasal 1178 ayat (2), yang
setiap waktu siap untuk digunakan dalam hal debttur wanprestasi. Dikata-
kan mempunyai sarana eksekusi yang siap di tangan - paraat -- karena
kalau debitur wanprestasi, maka justru kewenangan eksekusi ex Pasal
1178 ayat (2) beriaku. Padahal, kreditur pemegang-hipotik baru mem-
punyai kepentingan untuk eksekusi kalau debitur wanprestasi. Bukankah
kalau debitur memenuhi semua janjinya dengan tertib, kreditur tidak periu
berpikir tentang eksekusi?

Pada perjanjian hutang-piutang yang dijamin dengan hipotik, pada umum-


nya kreditur menuntut dibuatkan grosse akta pengakuan hutang. Akan
tetapi, kalau kita mellhat, bahwa kreditur lebih suka untuk mengambil
'pelunasan tagihannya berdasarkan haknya ex Pasal 1178 ayat (2). lalu di
manakah gunanya grosse-akta pengakuan hutang? ,

Cleveringa, hal. 149.


230) Stein mengatakan. bahwa itulah sababnya pemegang-hipotik yang pertama tidak
terlalu membutuhkan titel eksekutoriai dibanding dengan pemegang-hipotik yang
lebih rendah; vide Hypotheek. hal. 171.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebendaan 23?


I
Hipotik

Gunanya tetap ada, yaitu dalam hal penjualan berdasarkan Pasal 1178
ayat (2), tidak menghasilkan cukup untuk menutup seluruh tagihan
kreditur - misalnya karena adanya penurunan nilai jaminan ~ sehingga
untuk sisa tagihan kreditur sekarang berkedudukan sebagai kreditur
konkuren saja, maka berdasarkan grosse-akta pengakuan hutang yang
dipunyai olehnya ia dapat menyita sisa kekayaan debiturnya, tanpa ia
untuk itu harus meminta keputusan Pengadilan lebih dahulu. Irigat ia
menyita bukan dalam kedudukannya sebagai pemegang-hipotik - benda
hipotik sudah habis dijual - tetapi sebagai kreditur yang memegang
grosse-akta pengakuan hutang . Akan tetapi. ini baru tahap penyitaan.
231

untuk eksekusi ia tetap periu meminta izin Ketua Pengadilan.

Dengan sarana tersebut ia menyingkat waktu dan ongkos juga. ia dapat


langsung mengadakan penyitaan - melaiui juru sita - dan rriemohon per-
setujuan eksekusi dari Hakim (Pasal 224 H.I.R. dan Pasal 440 Rv.).

Di atas dikatakan "mestinya" pemegang-hipotik akan menggunakan


sarana Sx Pasal 1178 ayat (2), karena kenyataannya Bank-bank Peme-
rintah menyerahkan kredltnya yang macet kepada Panitia Urusan Piutang
Negara. Lembaga tersebut memberikan sarana yang lebih mudah bagi
mereka untuk mengatasi kredit-kredit yang macet. Selain itu,-memang ada
kewajiban pada mereka untuk menyerahkan semua kredit macet kepada
Panitia Urusan Piutang Negara. Kemudahan seperti itu tidak diberikan
kepada Bank swasta.

Akan tetapi, Bank-bank Swasta pun jarang menggunakan kekuasaan


yang diberikan oleh Pasal 1178 ayat (2), karena mereka masih lebih
senang menyelesaikan kredit macetnya dengan cara yang dianggap lebih
luwes, yaitu biasanya kepada debitur dipersilakan untuk mencari pembeli
sendiri; pelaksanaan penjualan dilakukan di bawah pengawasan kreditur
dan uang penjualannya dibayarkan untuk melunasi hutang debitur kepada
kreditur.. Penjualan secara lelang dikhawatirkan tidak menghasilkan harga
yang cukup memadai.

231) Pitlo, hal. 499.

234 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


HlpotJk

Walaupun demikian, janji ex Pasal 1178 ayat (2) merupakan sarana yang
sangat ampuh bagi kreditur, kalau jalan yang lebih luwes tidak bisa di-
tempuh.

Meiihat uraian seperti tersebut di atas, mestinya kreditur mempunyai


kedudukan yang baik, karena adanya periindungan yang diberikan oleh
hukum. Bayangkan, kalau kreditur hams menempuh penagihanriya me-
laiui prasedur gugat biasa, berapa tama ia harus menunggii sampai ia
memperoleh suatu keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang
tetap. Namun. kesemua ketentuan yang secara teoretis memberikan
jaminan posisi yang baik kepada kreditur sekarang dalam pelaksanaan-
nya menghadapi banyak kendala, sehingga sebagian dari jaminan
kreditur menjadi suatu llusi saja. Mengenai hal ini akan kita bicarakan
pada waktu kita membahas tentang grosse-akta. Dalam kenyataan pelak-
sanaan hak-hak kreditur yang dengan jelas disebutkan daiam Pasal 1178
ayat (2) mengalami hambatan karena. Juru-Leiang (Kantor Lelang Negara)
-- paling tidak di waktu belakangan ini - pada umumnya tidak berani me-
laksanakan lelang tanpa adanya "fiat eksekusi" dari Ketua Pengadilan
Negeri . Kalau sekarang hak seperti itu dianggap terialu besar dan ber-
232

bahaya bagi debitur, maka sebaiknya diberikan suatu pegangan yang


ley as mengenai masalah tersebut.

Kita hendaknya juga harus mengingat, bahwa pelaksanaan penjualan


melaiui parate eksekusi yang dimaksudkan agar dapat teriaksana dengan
cepat, juga mempunyai segi-segi keuntungannya, karena dengan cepat-
nya eksekusi dilaksanakan ,'berkembangnya jumlah bunga yang harus di-
bayar oleh debitur juga dapat dicegah. apaiagi banyak ongkos yang juga
dapat dlhemat.

232) MP. Hutagalung, Eksekusi Hipotik dart Kepastian Hukumnya, dimuat dalam
•Hukum dan Pembangunan*. No. 6, Tahun XX. Desember 990. hal. 562: T.M.
Syakur Mahmud, Keynote Address Bank Indonesia pada loka karya Eksekusi
Hipotik dan Kepastian Hukumnya. IB September 1990 di Jakarta.
Belakangan dan seorang pengacara di Jakarta, penulis mendapat khabar. bahwa
parate eksekusi hak tanggungan sudah mulai bisa berjalan.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kabendaan 235


Hipotik

5. Hak dan Kewajiban dalam Suatu Pelelangan Berdasar-


kan Janji untuk Menjual Atas Kekuasaan Sendiri
Dalam penjualan barang jaminan dalam suatu pelelangan, pemegang-
hipotik cukup hanya memberikan jaminan (vrijwaren), bahwa ia memang.
wenang untuk menjual, sedangkan pemiliktidakwajib menjamin apa-apa,
karena kalau pemilik harus memberikan jaminan seperti pada penjualan
biasa (Pasal 1491 K.U.H.Perdata), maka akan terja'di suatu kejanggalan,
yaitu orang harus memberikan jaminan atas suatu penjualan yang dilaku-
kan di luar kehendaknya. Absahnya perjanjian jual-befi dalam pelelangan
diukur dari hubungan antara pembeti dengan pemegang hipotik.

Kalau kita ikuti teori mandaat, maka seharusnya yang menjadi ukuran
adalah hubungan antara pembeli di satu pihak dan pemegang-hipotik dan
pemilik di lain pihak, karena pemegang-hipotik hanya kuasa saja dari
pemilik: Kalau demikian, maka konsekuenslnya talah, bahwa kalau pemilik
melakukan penipuan (bedrog), maka perjanjian bisa dibatalkan. Kenyata-
annya H.R. dalam Arrestnya tanggal 14-3-1882 (W 4755) tidak menerima
konsekuensi yang demikian dan menganggap; bahwa untuk sahnya per-
janjian, yang dipakai sebagai patokan adalah hubungan antara pembeli
dan pemegang-hipotik. Di dalam suatu penjualan berdasarkan kuasa,
maka konstruksi yuridisnya adalah pemilik menjual (sendiri) benda jamin-
an - dengan memakai tangan penerima kuasa ~ kepada pembeli dan
karenanya pembeli mengoper semua hak dari pemilik, sedang figur
pemegang-hipotik sebagai perantara tersingkir sama sekafl, Akan tetapi,
kenyataannya H.R. tidak mau menerima konsekuensi seperti itu, seperti
ternyata dari arrest tanggal 14-3-1882 tersebut di atas .
233

6. Cara Penjualan
Bagian akhir Pasal 1178 ayat (2) menyebutkan, bahwa penjualan benda
jaminan (dl depan umum) harus dilakukan dengan .cara-eara yang dl-
tetapkan'dalam Pasal 1211. Dalam Pasal 1211 dikatakan, bahwa penjual-

233) P. Scholten. hal. 199.

236 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

an harus dilakukan menurut kebiasaan setempat, di hadapan, seorang


pejabat. Di daiam pasal tepsebut selanjutnya disebutkan, bahwa dalam hal
penjualan terjadi secara sukarela, maka janji untuk tidak dibersihkan
(Pasal 1210), yang selalu diperjanjikan oleh peraegans-hipotik (lihat
klausula akta hipotik di atas) beriaku, sehingga pembeli tidak dapat mints
pembersihan . 334

Masalahnya adalah, apakah dalam hal pemegang hipotik menjual benda


jaminan berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) ada penjualan secara sukarela?

Menurut Teori Mandaat memang ada penjualan sukarela, karena peme-


gang-hipotik menjual berdasarkan kuasa yang la perdlen dari pemilik.
Jadi, sebenarnya pemilik sendiri yang menjual melaiui tangan penerima
kuasa. Menurut Teori Eksekusi yang disedemanakan di sini ada penjualan
terpaksa. Mengenai hal ini akan dibicarakan nanti pada waktu membahas
janji untuk tidak dtberefhkan.

R. MASALAH GROSSE
Belakangan ini orang ribut mempeTmasalahkan grosse akta, hal ttu
tampak dari banyaknya tulisan dan seminar mengenai masalah tersebut.
Pembicaraan mengenai masalah tersebut mempunyai kaitan dengan
pembicaraan kita tentang hukum jaminan, karena di dalam hipotik kita
juga mengenal lembaga yang berkaitan dengan masalah grosse, yaitu
grosse-akta pengakuan hutang dan grosse-akta-hipotik. Karena orang
sering kali kabur dalam membedakan antara penjualan ex Pasal 1178
ayat (2) (parate eksekusi) dengan penjualan berdasarkan grosse, maka
pembicaraan mengenai kedua hal tersebut sengaja dilakukan secara
berurutan. agar menjadi lebih jsias.

^^fosse-akta mempunyai kaitan yang erat dengan masalah jaminan.


karena ia merupakan sarana yang memudahkan dan karenanya mem-
buka kemungkinan yang iebih lobar bagi kreditur untuk mendapat pa-.
• lunasari tagihannya.

5EM) Pfflo, hal. 635.

' Jamman, Hak-hak Jaminan Kabendaan , 237


Hipotik

Sebelum kita berbicara lebih lanjut mengenai masalahtersebut,kita periu


lebih dahulu mengerti apa itu grosse-akta dan apa maksudnya.

1. Arti Grosse
Akta-grosse adalah salinan akta autentik, yang pada bagian atasnya di-
berikan judul "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA", yang dapat dleksekusi sebagaimana layaknya suatu ke-
putusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan hukum yang pasti;
demikian kurang lebih arti yang diberikan oleh doktrin .
235

Akta yang demikian - sekarang, berdasarkan ketentuan Pasal 224 H.I.R,,


dengan fiat dari Ketua Pengadilan - dapat dieksekusi, karena penetapan
adanya hak-hak dl dalam suatu akta yang demikian, yang telah dibuat
dalam bentuk tertentu di hadapan seorang pejabat umum yang oleh
undang-undang dinyatakan wenang untuk itu, memberikan cukup jaminan
yang dapat dipercaya untuk disejajarkan dengan suatu keputusan
Hakim . 238

Sekarang kita tahu, bahwa akta-grosse:


- berbentuk akta autentik,
- mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan pengadilan.
- diberikan kekuatan seperti itu atas dasar, bahwa pejabat yang me-
netapkan hak yang ada dalam akta yang bersangkutan, mem-
punyai integritas yang tinggi.
Jadi, akta yang bisa dikeluarkan dalam bentuk grosse adalah akta otentik
dan mengenai. apa yang dimaksud dengan akta otentik, dalam Pasal 1868
K.U.H.Perdata telah diberikan perumusannya. yaitu:
"Suatu akta yang dibuat dalam bentuk sebagai yang ditentu
oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan seomng pejab
umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta itu dibua

235) Stein mengatakan: "Da grosse levert de executorial titel op, waarmee de
schuldeiser beslag kan leggen.
23E) Star Busman, hal. 9.

238 a Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


I

Hlpotfk

Lembaga Hukum 'akta otentik" adalah lembaga hukum Perdata Barat


(K.U.H.Perdata}. la merupakan pelengkap, dari Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (B.W.). Pejabat yang diberikan tugas dan wewenang
untuk membuat akta-akta autentik adalah notaris, kecuali untuk akta-akta
tertentu yang memang d'tkecualikan atau diwajtbkan puia kepada pejabat
yang lain. Hal itu tampak dari Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (S.1860:
3), yang berbunyi:
"Notaris adalah Pejabat Umum satu'-satunya yang wenang untuk
membuat akta-akta otentik. tentang semua tindakan-tindakan, per-
janjian-perianjian dan keputusan-keputusan, yang dibaruakan oteh
pemndang-undangan umum atau dikehendaki oleh yang ber-
kepentingan, bahwa hal itu dituangkan dalam suatu akta autentik,
menjamin tanggalnya, menyimpan akta-aktanya dan mengeluarkan
grosse, salinan-salinan dan kutipan-kutipannya; semuanya itu
kalau pembuatan akta-akta seperti itu, oleh pemndang-undangan
umum, tidak telah puta difugaskan atau dikhususkan kepada
pejabat-pejabat atau orang lain".

Selanjutnya, di dalam Pasal 38 P.J.N, dikatakan, bahwa:


"Hanya notaris yang di hadapannya telah dibuat suatu akta, atau
pengganti sementaranya, atau pemegang minutanya yang sah.
berhak untuk mengeluarkan grosse satinan dan kuttpan dari akta
tersebut".

Pasal tersebut periu kita kaitkan dengan Pasal 40 P.J.N., yang mengata-
kan, bahwa:
"Kecuali dalam hal-haf yang disebut pemndang-undangan umum.
notaris tidak boleh memberikan grosse. dan seterusnya*.

Dengan demikian, kita sekarang tahu, bahwa yang berhak membuat akta
otentik adalah notaris atau pejabat lain yang ditunjuk oteh perundang-
237

undangan umum, sedangkan yang berhak mengeluarkan grosse-akta


adalah notaris saja dan itu pun dibatasi hanya notaris yang di hadapannya
tetah dibuat akta yang akan dikeluarkan grossenya, pengganti sementara

237) Stein mengatakan, bahwa grosse akta hipotflc memberikan titel eksekutorial
karena ia merupakan akta notariil (Oe grosse van da hypotheek akte levari, daar
deza een notarial* akte Is ): vide Hypotheek, hal. 170.

ttukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 239


Hipotik

notaristersebut,atau notaris yang diserahi memegang minuta akta yang


akan dikeluarkan grossenya.

Keistimewaan akta otentik dapat kita baca dalam Pasal 1870 B.W,
Dl daiam pasal tersebut ditetapkan, bahwa:
"Suatu akta -autentik memberikan di antara para pihak beserta
mris-ahli warisnya atau orang yang mendapatkan hak daripad
mereka, suatu bukti yang sempuma tentang apa yang dimuat
daiamnya",

Kita mellhat, bahwa kepada seorang notaris diberikan kepercayaan yang


sangat besar oleh negara, sehingga aktanya memberikan bukti yang
sempuma dan ia bahkan berhak untuk mengeluarkan salihah aktanya
daiam bentuk grosse.

2. Luasnya Kewenangan Notaris Mengeluarkan Akta


Grosse
a. Notaris berhak mengeluarkan grosse semua akta yang
mengandung kewajiban obllgatoir tertentu
Setelah kita tahu, bahwa Lembaga Notarial merupakan lembaga pe-
lengkap dari K.LLH.Perdata (B.W.) dan akta notariil, kepada orang-orang
tertentu. memberikan bukti yang sempuma serta yang diberikan dalam
bentuk grosse, memberikan kekuatan sebagai suatu keputusan Pengadfc
an, maka kita sekarang periu menlnjau akta notariil yang mana saja yang
bisa diberikan daiam bentuk grosse. Hai iniiah - di samping masalah
mengenai cara melaksanakan grosse-akta - yang menjadi pokok per-
masalahan grosse-akta, yang belakangan ini banyak dibicarakan orang.

Dari ketentuan-ketentuan Peraturan Jabatan Notaris yang disebutkan di


atas, tidak tampak batasan yang dikehendaki oleh pembuat undang-
undang dan orang dapat menyimpuikan, bahwa notaris berhak untuk
mengeluarkan grosse untuk semua akta perjanjian obligatoiryang dibuat
dl hadapannya; R. Soegondo Notodisoerio mengatakan, bahwa "Meski
pun grosse yang dikeluarkan oleh notaris blasanya mengenai transaksl-
transaksi yang menyangkut utang-piutang, namun karena undang-undang

240 Hukum Jaminan, Hak-hakJSmlnan Kebendaan


Hipotik

tidak mengadakan pembatasan mengenai pengetuaran grosse tadl, jadi


mungkin saja dikeluarkan grosse untuk transaksi-transakai atau akta-akta
lainnya " .238

Dari apa yang telah dikemukakan di depan, prang bisa mendapat kesan,
bahwa grosse-akta hanya diperlukan dalam kaftannya dengan eksekusi
yang sederhana. Daiam kenyataannya grosse masih mempunyai keguna-
an yang lain, seperti yang dikemukakan oleh Retnewulan Sutanbo 239

dengan menunjuk kepada Pasal 1888 ayat (1) B.W. yang berbunyi:
"Dalam hal alas hak yang asli tidak ada lagi, maka grossenya
memberikan kekuatan pembuktian yang sama dengan aslinya*.
Jadi, di sini tidak bicara tentang kekuatan executoriaal, tetapi hanya
"kekuatan bukti yang sama" dengan aslinya. Selanjutnya. ia menunjuk
kepada tullsan Pftio daiam bukunya Tentang Bukti dan Kedaluwarsa. yang
mengemukakan, bahwa:
"Harap diingai bahwa ada akta notaris yang grossenya tidak dapa
memberikan kekuatan eksekutorial oleh karena tidak ada yang
dapat dieksekusi. Saya Ingat pada akta penyerahan barang tidak
bergerak yang aeapkali berisikan kuitansi untuk harga penjualan
pada surat wasiat dengan mana orangtidakpemah dapat meng-
eksekusi sesuatu, oleh karena pemenuhan syarat yang paling periu
untuk mendapatkan hak bagi penagih hibah wasiat, yaitu matiny
pewaris,tidaktemyata dari wasiat itu. Walaupun demikian, orang
dapat juga memperoleh grosse dari akta ini. Keuntungan satu-satu-
, nya adalah daya pembuktian dari grosse itu (Pasal 1926 ayat (1)
B.W. Bid. (1889B.W. Ind.)** . 0

• 'Dengan uralan tersebut ia hendak membuktikan, bahwa Notaris mem-


punyai kewenangan yang tuas untuk mengeluarkan grosse-akta.

Barf apa yang telah dikemukakan di atas, kita tahu, bahwa notaris mem-
-punyai kewenangan yang luas untuk mengeluarkan grosse-akta, tetapi hal

238} Dalam bukunya. Hukum Notarial di Indonesia, hal. 200.


239) Dalam makalahnya. Surat Hutang Notariil dan Kuasa untuk menjual, dimuat dalam
Media Notarial No. 12-13, Tahun ke IV aiaobar 1989, hal. 22.
240} Ibid.

Jaminan, Hak-hak Jamfnan Kabendaan 241


Hipotik

itu belum berarti, bahwa semua grosse-akta notaris dapat dilaksanakan


seperti suatu keputusan pengadilan, sebab untuk itu harus dilihat dulu
apakah ada tersedia sarananya untuk itu?

b. Grosse-akta notariil yang beriai kewajiban membayar


sejumlah uang mempunyai kekuatan executorlaal
Mengingat, bahwa K.U.H.Perdata sebagai hukum materiil, pelaksanaan-
nya lebih lanjut diatur dalamfleglementop de Rechtsvordering (Rv) -
sebagai hukum formilnya - maka kita periu menengok ke sana, untuk
241

mengetahui, bagaimana pelaksanaan dari ketentuan mengenai akta-


grosse diatur lebih lanjut. Dalam Pasal 440 Rv. dikatakan:

"Kepada grosse akta-akta hipotik dan akta notaris, yang


dung suatu kewajiban membayar sejumlah uang tertentu
buat di dalam wilayah Indonesia, dan di atas dicantumk
kata (sekarang) "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHA
YANG MAHA ESA", dan di samping itu kepada keputusan
arbiter dan Iain-Iain surat perintah Pengadilan yang telah
kan exeeutoir, yang diberikan untuk hai-hal sebagaiman
ditentukan daiam undang-undang dan dalam bentuk sebag
yang'disebutkan dalam Pasal 435, diberikan kekuatan yan
sebagai suatu keputusan Pengadilan, dan ketentuan-ke
PasaJ 435, Pasal 436 ayat (1.) dan Pasal 439 juga beriaku
(terjemahan bebas dari pen.)".

Selanjutnya, Pasal 439 Rv. sebagai peraturan pelaksanaan Pasal 440 Rv.
mengatakan, bahwa:

"Penyerahan suatu Keputusan Pengadilan kepada Juru Sita


waarder), yang pelaksanaannya kita kehendaki, membe
kepada pejabat yang bersangkutan, kekuasaan Untuk me
kan keseluruhan eksekusi, atas dasar keputusan yang bers
an, kecuali dalam hal sandera, yang untuk itu disyaratkan
suatu kuasa khusus."

241) Yang manuiut Soegortdo Notodfsoerio belum pemah dlcabut atau dibajalkan.
op.cit. hal. 196.

242 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

Dari ketentuan-ketentuantersebutdl atas kita sekarang tahu, bahwa:


- paling tidak akta-akta tertentu dapat dikeluarkan dalam. bentuk
grosse, yaitu Akta Hipotik dan Akta notariil yang berisi suatu ke-
wajiban membayar sejumlah uang,
- akta-grosse mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan Peng-
adilan,
- pelaksanaannya cukup dengan menyerahkannya kepada Juru
Sita .
242

Di dalam H.I.R. juga terdapat ketentuan yang sejiwa dengan itu, yaitu apa
yang tertulis dalam PasaJ 224. Hanya bedanya di sana disebut tentang
grosse-akta hipotik dan "surat pengakuan hutang notariil" (notarieele
schuldbrieven), sedang dalam Pasal 440 Rv. ditulis akta hipotik dan
"grosse-akta notaris yang mengandung kewajiban membayar sejumlah
uang". Menurut riwayatnya, semula Pasal 440 Rv. mempunyai redaksi
yang sama dengan Pasal 224 H.I.R,, tetapi Pasal 440 Rv dengan S.1908-
522 telah diubah sehingga berbunyi seperti sekarang ini, sedang Pasal
224 H.I.R. - mungkin karena dianggap tidak ada atau kurang urgeritie-nya
- tidak mengalaml perubahan sampai sekarang . 243

Memang di waktu dahulu secara teoretis tidak tertutup kemungkinan,


bahwa akta-grosse sebagai lembaga K.U.H.Perdata, pelaksanaannya di-
lakukan dengan menggunakan ketentuan H.I.R., yaitu dalam hal para
pihaknya adalah bukan orang-orang yang tunduk pada K.U.H.Perdata,
tetapi dalam prakteknya orang-orang itu. untuk tindakan hukum yahg dl-
< sebutkan dalam akta yang bersangkutan, menyatakan menundukkan diri
atau dianggap menundukkan diri pada Hukum Perdata dan Hukum

242) Juru sita yang dimaksud adalah juru sita yang diangkat berdasarkan PasaJ 139
R.O. dan juru sita yang demikian merupakan pejabat umum yang mempunyai
kedudukan yang mandlri. yangtidakperiu memperhatlkan. perintah-perfmari atau
petun|uk-petunjuk dari pejabat atau instansi yang lain; vide Wawan Setiawan
dalam makalahnya: Periindungan Hukum Bagi Kreditur. dimuat dalam Media
Noiartat, No. 5. Tahun ke II, October 1987.
Tan A Sioe dalam: Grosse-Akta Notaris, dimuat dalam Media Notarial, Edlsi
Khusus, Oktober 1986, hal, 19.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 243


Hipotik

Dagang Banal, sehingga pelaksanaannya tetap menggunakan ketentuan


Rv. . Oleh karena juru sita yang diangkat berdasarkan Pasal 193 R.O,
244

sekarang sudah tidak ada lagi, maka pelaksanaan eksekusi dari semua
grosse-akta notaris harus melaiui Ketua Pengadilan Negeri."^ . 45

"Akta notariil yang berisi suatu kewajiban membayar sejumlah uang"


sumbemya (kausanya) bisa bermaeam-macam; bisa berupa kewajiban
membayar berdasarkan perjanjian jual beii, hutang piutang atau sewa-
menyewa, yang dituangkan dalam akta notariil. Jadi, grosse akta peng-
akuan hutang berisi kewajiban membayar sejumlah uang tertentu dan
kausanya bisa bermacam-macam. Kata "pengakuan hutang" dalam Pasal
224 H.I.R. dl sini ditafsirkan luas. Apaiagi kata-kata pada Pasal 224 H.I.R.
- seperti juga pada Pasal 440 Rv., yang diduga mempunyai arti yang
sama - tidak mengandung kata-kata "semata-mata berisi" (uftsluitend
inhoudende) pengakuan hutang saja atau kewajiban membayar sejumlah
uang . Para penganut pendapat ini pada umumnya sekaligus juga ber-
246

pendapat, bahwa jumlah hutang tidak harus merupakan jumlah yang


pastf. Bisa saja pada mulanya jumlah hutang belum past), asal nanti pada
waktu akan dieksekusi dapat dibuktikan besarnya jumlah yang terhutang.
Juga, tidak menjadi halangan kalau pada waktu akan dilaksanakan ekse-
kusi jumiah hutang, atas dasar adanya cicltan, telah berubah dan tidak
lagi sesuai dengan yang tercantum dalam surat hutang. Pendapat yang
demikian itu cocok dengan Pasal 1176 ayat (2) B.W. yang memungkinkan
adanya jaminan hipotik untuk hutang bersyarat dan hutang yang jumlah-
nya belum tertentu. Apaiagi penafsiran seperti itu memenuhi kebutuhan
praktek perkreditan, di mana sekarang sebagian besar kredit diberikan
atas dasar/per rekening koran . 247

244) pp.cft,hal.20.
245) mkt
246) Ting Swan Tlong, dalam: Catalan tentang Kekuatan Eksekutorial Grosse-Akta
Pengakuan Hutang Notarial, dimuat dalam Media Notartat, edisi khusus. Oktober
1 s e e , hal. 67.
247) EdNSiswoko, dalam: Grosse-Akta dan Pelaksanaannya; Soetamo Soedja dalam:
Qrossa-Akta Pengakuan Hutang; Oe Slang D|le dalam: Grasse-Akte; Rudni
Prasetya dalam: Masalah Akte Notariil Pengakuan Hutang yang Berkekuatan
Eksekusi Titel.

244 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


c. Pendapat yang sempit grosse akta pengakuan hutang
murni
Namun, sejak tahun 1951, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 1
Tahun 1951, Hukum Acara yang beriaku untuk beracara di Pengadilan
Negeri - baik bagi mereka yang tunduk pada Hukum Adat maupun yang
tunduk pada K.U.H.Perdata adalah H.I.R. Harus diakui, bahwa semula
H.I.R. tidak dimaksudkan untuk menjadi Hukum Formil daripada K.U.H.
Perdata. Namun, mengingat, bahwa di kemudian hari kenyataannya di-
tentukan sebagai demikian, maka mau tidak mau kita periu mentnjau
pengaturan H.I.R. mengenai akta-grosse, karena bageJmanapun Hukum
Formil turut menentukan arti dan luas daripada suatu ketentuan hukum
matertil.

Dalam Pasal 224 H.I.R. disebutkan, bahwa:


"Surat grosse dari akta Hipotik dan surat hutang, yang dibuat di
hadapan seorang Notaris di Indonesia (notarieele schuldbriev&n)
dan yang pada bagfari atasnya (menurut ketentuan sekarang)
mengandung kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KE-
TUHANAN YANG MAHA ESA", diberikan kekuatan yang sama
dengan suatu keputusan Hakim. Jika akta yang demikan tidak di-
penuhi secara sukarela, maka pelaksanaannya dilakukan dengan
perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, dalam
wilayah mana debitur bertempat tinggal, berada atau telah memiah
tempat tinggal hukumnya, menurut cara sebagaimana yang disebut
daiam pasal-pasal sebelumnya pada bagian ini, namun dengan
ketentuan, bahwa penyanderaan hanya boleh dilakukan setelah
ada keputusan yang membolehkan untuk Itu. Jika pelaksanaannya
untuk seluruhnya atau sebagian daripadanya, berada di Juar
wilayah daripada Pengadilan Negeri, yang Ketuanya memberikan
perintah seperti itu, maka harus diturut peraturan-peraturan Pasal
195 ayat (2) dan selanjutnya (terjemahan bebas oleh pen.)".

Jadi, ketentuan H.I.R. yang mengatur mengenai akta apa yang bisa dilak-
sanakan sebagai grosse, tidak berbeda dengan ketentuan tersebut di
atas, hanya kalau daiam Rechtsvordering dikatakan tentang "akta notariil
yang berisi suatu kewajiban untuk membayar sejumlah uang" (notarieele
akten inhoudende de verplichting tot voldoening eener gektsom), dalam

Hukum Jamman, Hak-hak jaminan Kebendaan 245


Hipotik

H.I.R. disebut tentang 'surat hutang yang dibuat dl hadapan seorang


notaris (notarieele schuldbrieven)".

Sebenarnya keduanya dapat mempunyai arti yang sama, tetapi pihak


Pengadilan temyata telah memberikan arti/penafsiran yang lain. Pihak
Mahkamah Agung Indonesia sekarang mengartikan "notarieele schuld-
brieven" daiam arti yang sempit, yaitu hanya "surat-surat pengakuan
hutang yang sepihak" saja, Jadi ditafsirkan seakan-akan dl sana tertulis
"eenzijdige notarieele schukJbrieveri".

Mengenai hat tersebut Mahkamah Agung telah mengeluarkan pemyataan


sebagai berikut:
"Mengenai hat grosse periu diperhatikan, bahwa Pasal 22
bersifat llmltatif; yang boleh dibuatkan akta-grosse ada
Akta Hipotik dan akta-akta yang bersifat pengakuan hutan

Selanjutnya, Mahkamah Agung (M.A.) menegaskan pendiriannya dengan


mengatakan, bahwa grosse-akta ex Pasal 224 H.I.R. di luar akta hipotik
harus berupa akta autentik, hanya berisi suatu pengakuan hutang dengan
perumusan suatu kewajiban uhtuk membayar/meiunaskan sejumlah uang
tertentu. Hat itu berarti, bahwa dalam suatu akta-grosse tidak boleh di-
tambahkan persyaratan-persyaratan lain, terlebih lagi apabila persyarat-
an-per$yaratan tersebut berbentuk perjanjian. Maiahan, pemberian irah-
irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA" pada perjanjlan-perjanjian - jual-befi, perjanjian kredit dan sebagai-
nya yang dibuat dalam bentuk pengakuan hutang - dianggap sebagai
suatu penyalahgunaan. Mungkin yang dimaksud di sini adalah perjanjian
jual-beli atau perjanjiari kredit yang di dalamnya mengandung pengakuan
hutang. Orang lalu menafsirkan, bahwa pengakuan hutang dalam grosse-
akta sekarang harus berupa pernyataan sepihak, tidak boleh berupa per-
janjian. Selanjutnya Mahkamah Agung (M.A.) mensyaratkan puta, bahwa

248) Retnowulan Sutarrtfo, op.dt

246 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Htpottk

besarnya jumlah uang yang harus ditunaskan sudah past), dan tidak ada
lagi sesuatu alasan hukum bagi debitur untuk menyangkal hutangnya * 24

Pendirian seperti ini dikemukakan lagi secara tegas oleh Prof. Z. Asikin
Kusumah Atmadja, S.H. 250

Kesimpulannya, suatu grosse-akta pengakuan hutang yang menurut


pihak Mahkamah Agung memenuhi syarat dan karenanya mempunyai
kekuatan executoriaal adalah:
1. berisi pengakuan murni,
2. berupa pemyataan sepihak.
3. besar hutang pasti.

Mengenai syarat yang pertama (berisi pengakuan mumi) Mahkamah


Agung (M.A.) telah menegaskan pendirian dalam arrestnya Nomor 3309
K/Pdt/1985, tertanggal 29 Juli 1987, di mana dikatakan:
meskipun surat pengakuan • hutang R1. tersebut, berkepaia
"Demi Kaadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dan
untuk eksekusinya menurut Pasal 224 H.I.R. harus.dilakukan me
laiui Hakim {Pengadilan Negeri), namun dari isinya, surat pengak
an hutang tersebut bukan murni pengakuan hutang,tetapimerupa-
kan perjanjian hutang piutang, .

249} Vide sural Ketua Muda M.A.R.I. Urusan Peradilan Umum Bidang Hukum Perdata
tertulis, Kowil Jawa, No. 213/229/05/IJ/Um-Tu/Pdt, tarlanggal 16 April 1985 yang
ditujukan dan sebagai jawaban kepada Bapak Soatamo So«a, pengacara di
Jakarta dan surat No. 133/154/86/tlAJm-Tu/Pdt:ttrtanggaf18 Marat 1986 yang
ditujukan dan sebagai'jawaban kepada pihak Direksf B.N.I. 1946. Jakarta,
kedua-efuariya dimuat dalam Media Notarial Edisl Perkertalani Jul! 1986.
Purwoto S. Qandasubrata dalam pidato pembukaan temu wbara 'Hukum Jaminan
di Indonesia" mengatakan (13). bahwa pada perjanjian kredit yang pertama
apabila perfiitungan kreditur tentang besarnya sisa hutang debitur dapat
drterima/dlsetujul oleh debitur seharusnya tidak ada masalah untuk dapat
di eksekusi dengan segera
250) Dalam "Pengertian Akta-Grosse' dimuat dalam Media Notariat Edisi Khusus,
Oktober 1986, haJ.60-
251) Dlniuat dalam Varia Peradilan. Tahun III. No. 30, Maret 198B, hat. 38.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 247


Dengan demikian, mengenai akta-akta notariil yang mana yang bisa di-
berikan dalam bentuk grosse, sekarang ada 3 (tiga) macam pendapat.
yaitu:
- pendapat para notaris pada umumnya, yang mehdasarkan pada
ketentuan-ketentuan Peraturan Jabatan Notaris: semua akta yang.
mengandung suatu kewajiban obligator dapat diberikan salinan
dalam bentuk grosse,
- berdasarkan Pasal 440 Hv. semua akta notariil yang mengandung
suatu kewajiban membayar sejumlah uang tertentu, yang dikeluar-
kan dalam bentuk grosse mempunyai kekuatan eksekutorial,
- pendapat dari Mahkamah Agung Indonesia, hanya akta pengakuan
hutang notariil yang dibuat secara sepihak dapat dikeluarkan
dalam bentuk grosse dan mempunyai kekuatan eksekutorial.
Jelas kita periu membedakan antara kewenangan notaris untuk menge-
luarkan grosse-akta dan grosse-akta mana saja yang mempunyai kekuat-
an eksekutorial.

Tujuan diberikan kekuatan sebagaimana tersebut di atas adalah untuk


memudahkan kreditur mengambil pelunasan atas piutangnya dan secara
tidak langsung meringankan beban pengadilan. Kreditur tidak periu mulai
berperkara dengan mengajukan gugatan seperti pada perkara-perkara
biasa, tetapi ia seakan-akan - mengenai apa yang disebutkan dalam
akta-grosse yang bersangkutan - sudah mendapat keputusan Pengadilan
yang sudah mempunyai kekuatan yang tetap.

3. Grosser Akta Hipotik


Baik di dalam Pasal 224 H.I.R; maupun Pasal 440, diatur tentang kekuat-
an eksekutoriai dari grosse-akta hipotik (dan grosse-akta pengakuan
hutang).

Dalam Pasal 1171 K.U.H.Perdata dikatakan, bahwa


"Hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik. ke
dalam haJ-hal yang oteh undang-undang secara tegas ditentu
lain."

248 Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebendaan


Hipotik

Perhatikan kata "oleh undang-undang", dari kata-kata mana kita dapat


menyimpulkan, bahwa penyimpangan hanya dlbenarkan dengan
"undang-undang".

Dengan demikian, - berdasarkan atas apa yang sudah diurafkan di depan


- dapat kita katakan, bahwa, baik menurut Pasal 440 RV. maupun Pasal
224 H.I.R., akta*yang bisa dikeluarkan dalam bentuk grosse adalah akta
autentik. Autentik dalam PasaJ 1171 sabenamya adalah dalam arti akta
notariil . Namun, pasal tersebut (Pasal 1171) pada waktu dlundangkan
252

belum dapat beriaku, maka pejabat di hadapan siapa akta hipotik harus
dilaksanakan adalah Pejabat Balik Nama, sebagaimana yang dimaksud
daiam S.1933:48 jo sub 2 S.1947:53 adalah Syabbandar.

Tujuan diberikan kekuatan sebagai tersebut di atas adalah untuk me-


mudahkan kreditur mengambil pelunasan atas piutangnya dan secara
tidak langsung meringankan beban pengadilan. Kreditur tidak periu mulai
berperkara dengan mengajukan gugatan seperti pada perkara-perkara
biasa, tetapi ia seakan-akan - mengenai apa yang disebutkan dalam
akta-grosse yang bersangkutan - sudah mendapat keputusan Pengadilan
yang sudah mempunyai kekuatan yang tetap.

S. UPAYA PERLINDUNGAN KREDITUR PEMEGANG-


HIPOTIK
Kreditur pemegang-hipotik tentunya merasa piutangnya terjamin pelunas-
annya, karena baginya tersedia suatu benda milik pemberi-jaminan, yang
sewaktu-waktu, dalam hal debitur wanprestasi, dapat dijual di depan
umum dan ia didahulukan dalam mengambil pelunasan dari hasil penjual-
an tersebut. Semakintingginilai jaminannya, semakin ia terjamin. Sebalik-
nya kalau nilainya merosot, jaminannya menjadi berkurang, Tingginya
nilai jaminan memberikan tekanan (pressi) yang lebih besar terhadap

252) PaaaM868 K.U.H.Pardata jo Pasal 1 P.J.N.; Stein, hal. 170.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 249


Hipotik

pemberi-jaminan agar hutang, untuk mana diberikan jaminan, dilunasi.


Karenanya^ kreditur pemegang-hipotik sangat berkepentingan akan tetap
tingglnya nilai benda jaminan.

Untuk itu dibutuhkan pengamanan-pengamanan, agar pemberi-jaminan


tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa rnengakibatkan
turunnya nilai benda jaminan. Karena, sekalipun benda jaminan yang ber-
sangkutan telah dijaminkan, hal itutidakberarti, bahwa atas benda ter-
sebut si pemilik (pemberi-jaminan). telah kehilangan hak-haknya untuk
mengambil tindakan-tindakan pemilikan, apaiagi tindakan pengurusan.
Hal Itu tampak dari adanya wewenang pemilik benda jaminan (pemberi-
jaminan) untuk membebani benda-benda yang bersangkutan dengan
hipotik kedua dan selanjutnya (Pasal 1181 K.U.H.Perdata dan Pasal 315
K.U.H.D.), bahkan menjualnya kepada orang lain (Pasal 1198, Pasal 1199
K.U.H.Perdata jo Pasal 315 b K.U.H.D.).

Walaupun demikian, kedudukan kreditur pemegang-hipotik pada asasnya


tidak menjadi lebih jelek, karena hak pemegang-hipotik merupakan hak
kebendaan, dan sebagai demikian kedudukannya masih dilindungi oleh
asas hak kebendaan yang mengatakan, bahwa hak kebendaan. mengikuti
bendanya ke dalam tangan siapapun ia berpindah (Pasal 1163 ayat (2)
K.U.H.Perdata jo Pasal 315b K.U.H.D.) dan hak kebendaan yang lahir
lebih dahulu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi (Pasal 1181 K.U.H.
Perdata jo Pasal 315 K.U.H.D.).

1. Janji untuk Tidak Menyewakan (Huurbeding)


Kalau terhadap tindakan pemilikan dari pemberi-jaminan, kreditur
(pemegang-hipotik) memerlukan periindungan, apakah ia juga memerlu-
kan periindungan terhadap tindakan-ttridakari pengurusan dari pemilik
(pemberi-jaminan)? Bukankah tindakan pengurusan ada katanya justru
dipertukan untuk memelihara benda-jaminan demi kepentingan kedua
belah pihak?
Sudah tentu ha! itu bergantung dari pertanyaan, apakah suatu tindak
pengurusan dari pihak pemberi-jaminan terhadap benda-jaminan bisa
merugikan kreditur?
250 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan
Hipotik

Tindakan menyewakan benda-jaminan memang merupakan tindakan


pengurusan dan ternyaja tindakan seperti itu memang bisa merugikan
kredttur, kaiau penyewaan itu atau caranya atau tamanya waktu sewa,
mempengaruhi nilai jual persil jaminan. Pada umumnya suatu benda yang
sedang disewakan — apaiagi untuk jangka waktu yang lama -- mengu-
rangi minat pembeli dalam suatu telangi Kalau demikian. maka patut.
bahwa kepada kreditur hargs diberikan peluang untuk melindungi dirinya
terhadap kemungkinan kerugian sebagai akibat ulah debttur/pemberi-
jaminan, yang menyewakan benda jaminan atau menyewakan dengan
cara atau untuk jangka waktu tertentu.

Periu diperhatikan adanya ketentuan Pasal 315 b ayat {2} K.U.H.D.. yang
dengan tegas menyatakan, bahwa di dalam sewa yang diatur dalam
Pasal 1185 K.U.H.Perdata. termasuk pen-charter-an kapal menurut waktu.

a. Pasal 1185 K.U.H.Perdata


Dalam pasal tersebut di atas, undang-undang dengan tegas memberikan
kesempatan kepada kreditur pemegang-hipotik: untuk memperjanjikan
janji-sewa, dengan mana kekuasaan pemberi-jaminan dibatasi kekuasa-
annya untuk menyewakan benda-jaminan.
Pembatasan itu berwujud:
- larangan sama sekali untuk menyewakan;
- pembatasan mengenal cara penyewaan;
- pembatasan mengenai lamanya penyewaan;
- pembatasan mengenai perjanjian uang muka sewa.
Kita tahu, bahwa pada asasnya semua hak dan kewajiban yang muncul
dari suatu perjanjian bersifat relatjf. dalam arti hanya bisa ditujukan
kepada orang tertentu saja. yaitu para pihak dalam perjanjian, dengan
perkecualjannya apa yang diatur dalam Pasal 1576 K.U.H.Perdata, yang
mengatakan, bahwa pada asasnya jual-beli tidak memutuskan sewa-
menyewa, yang kemudian ditafsirkan luas sehingga meliputi "semua
pengoperan" tidak memutus sewa.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 251


Hipotik

Untuk mengatasi hat tersebut, di dalam Pasal 1185 K.U.H.Perdata di-


sebutkan, bahwa kalau janji seperti tersebut dl atas didaftarkan, maka janji
itu mengikat pihak-ketiga, artinya mempunyai daya-kerja terhadap pihak-
ketiga. Dengan pendaftaran janji tersebut - yang termust dalam akta
hipotik - pada Kantor Pendaftaran Hipotik, maka pihak-ketiga tidak bisa
lagi mendasarkan kepada rfikad baik - dengan mengemukakan, bahwa ia
tidak tahu adanya janji seperti itu - karena barangsfapa lata) untuk melihat
dan memperhatikan beban-beban yang menindih dan janji-janjl yang
mengikat benda jaminan datam buku daftar hipotik, ia harus memikul
risiko sendiri. Terhadap semua perjanjian sewa yang bertentangan
dengan janji-sewa, kreditur berhak untuk menuntut pembatalannya.

Sekalipun demikian periu dfperbatikan, bahwa kreditur juga tidak boleh


menyafahgunakan hak yang dipunyai olehnya berdasarkan Pasai 1185
K.U.H.Perdata. Untuk setiap tuntutan pembatalan perjanjian sewa kreditur
harus benar-benar mempunyai kepentingan untuk itu.

Dalam hal terjadi peianggaran, yang berupa penerimaan uang muka sewa
oleh pemilik (pemberi-jaminan) dan perjanjian sewa yang bersangkutan
atas tuntutan keditur dibatatkan, maka penyewa berhak untuk menuntut
kembali uang mukanya dari pemilik (pemberi-jaminan) ^ .2 3

Setiap pemegang-hipotik - jadi tidak dibatasi hanya sampai pemegang-


hipotik pertama saja - berhak untuk memperjanjikan janji-sewa ex Pasal
1185 K.U.H.Perdata.

Kalau kreditur pemegang-hipotik lupa untuk memperjanjikan janji-sewa,


masih ada jalan bagi kreditur menuntut pembatalan perjanjian sewa yang
merugikan dirinya melaiui actio Pautiana ex Pasal 1341 K.U.H.Perdata.
Namun demikian. syarat pembuktjannya adalah tidak mudah, sehingga
sering kali tidak banyak rnenolong. Kiranya adalah lebih mudah untuk
mencari pertolongannya melaiui Pasal 1347 K.U.H.Perdata, karena janji-
sewa merupakan janji yang selalu diperjanjikan dalam akta hipotik.

253) Veegens-Oppenhelm. hal. 252.

252 Hukum Jamfnan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

b. Pelaksanaan janji-sewa
Sekalipun teoretis janji itu harus secara khusus diperjanjikan oleh kreditur
dan pemberi-jaminan, dalam prakteknya, karena janji seperti itu seiatu di-
masukkan dalam akta hipotik, dan akta hipotik dalam prakteknya sudah
dituangkan dalam akta standar, maka dapat dikatakan,, bahwa kreditur
tidak pemah lupa memperjanjikan janji sewa.

Daiam contoh akta hipotik kapal, sebagaimana yang dikemukakarii oleh


M.I; Surachman " disebutkan:
2

Penghadap dalam kedudukannya menerangkan puia, bahwa


hipotik ini dibarikan dengan penanjian-penanjian yang iazim dibua
untuk hipotik pertama, termasuk perjanjian-petjan^an yang disebu
dalam Pasal 1178, Pasal 1185 dan Pasal 1210 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dan Pasal 297 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang dan lagi puia perjanjian-perjanjian yang dipandang
baik oteh yang dlberi kuasa, tentang penanjian-perjanjiafi mana
yang barutang mengetahui dan menyetujumya.

Periu diingat, bahwa kreditur baru mempunyai kepentingan, bahwa benda


jaminantidaksedang terikat sewa, pada saat kreditur hendak melaksana-
kan eksekusi atau melaksanakan penjualan di depan umum berdasarkan
kewertangannya ex Pasal 1178 ayat (2) K.WH.Perdata

Sehubungan dengan hal itu, daiam prakteknya -- tetapi hanya sepanjang


penyewaan itu adalah mengenai persil saja, karena penulis tidak mem-
punyai data tentang praktek persewaan kapal - kreditur, selama kreditnya
berjalan lancar, sering kali tutup mata terhadap pelanggaran .janji sewa
yang dilakukan oleh pemilik/pemberi-jaminan. Penutupan perjanjian sewa
itu sendiri bisa menguntungkan kreditur, karena setiap pernasukan uang
ke dalam kas debitur, bisa memperiancar pengembaltan kredit. Namun
periu diperiiatikan mengenai apa yang dikemukakan di atas, yaitu kreditur
tutup mata, pura-pura tidak tahu; jadi la memang tidak pemah secara
tegas-tegas memberikan persetujuannya. Bam nanti kalau kredit debitur

254) Uhatnal.77.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebendaan 253


Hipotik

I macet dan kreditur hendak melaksanakan eksekusi atau menjual ber-


dasarkan Pasal 1178 ayat (2) K.U.H.Perdata, maka kreditur akan melak-
sanakan haknya berdasarkan Pasal 1185 K.U.H.Perdata untuk menuntut
pembebasan benda jaminan dari Ikatan sewa.

c. Permasalanan
Pembicaraan tersebut di atas mengingatkan kita kepada apa yang telah
dikemukakan di depan, yaitu tentang pelaksanaan parate eksekusi dalam
kaitannya dengan janji-sewa. Apakah kalau pemegang-hipotik, sebelum
melaksanakan penjualan di depan umum, tidak telah menuntut pelepasan
objek jaminan dari ikatan sewa {pembatalan perjanjian sewa-menyewa),
pembefMeiang boleh menurut pelepasan itu berdasarkan janji yang talari
dibuat oleh kreditur pemegang-hipotik?

Kita lihat dulu, apakah sesudah lelang, pemegang-hipotik, dengan men-


dasarkan atas janjinya berdasarkan Pasal 1185 K.U.H.Perdata. berhak
menuntut pembatalan perjanjian sewa?

Kalau kita berbicara tentang sesudah lelang, maka hal itu berarii bahwa
juaHetang telah teriaksana, dan dalam hal demikian berarti, bahwa
kreditur pemegang-hipotik telah mengambil pelunasan dari hasil eksekusi.
dengan konsekuenstnya hutang-piutang antara kreditur dengan debitur
telah lunas. Karena hutang ~ yang merupakan perikatan pokoknya -
untuk mana diberikan penjaminan, telah lunas, maka semua accessoirnya
- semua jaminan-jaminannya ~ telah hapus puia. Dengan demikian,
kalau kreditur sendiri sudah tidak mempunyai.hak-hak lagi dari Ikatan
jaminannya, bagaimana pembeli bisa menurut pembatalan perjanjian
sewa? Hak kreditur berdasarkan Pasal 1185 K.U.H.Perdata diberikan
dalam kualitasnya kreditur sebagai pemegang-hipotik.

Kita coba mellhat kalau kita ikuti Teori Mandaat.


Pemegang-hipotik - dengan mendasarkan kepada Pasal 1178 ayat (2)
K.U.H.Perdata, berdasarkan kuasa mutlak - sebagai kuasa dari pemilik
(pemberi-hipotik) menjuaMelang objek-jaminan. Dalam penjualan ber-

254 Hukum Jaminan, Hak-hak Jamtnan Kebendaan


Hipotik

dasarkan kuasa sebenarnya yang terjadi adalah bahwa pemilik sendiri,


melaiui kuasanya, menjual benda miliknya, Jadi, pemilik sendiri meletak-
kan kewajiban atas dirinya sendiri.

Pembeli-lelang mengoper hak-hak pemilik dan karena berdasarkan Pasa!


1576 K.U.H.Perdata, sewa-menyewa yang adatidakberakhir karena ada-
nya penjualan atas benda-sewa, sehingga pembeli-lelang sebagai pemilik
baru terikat kepada perjanjian sewa yang telah ditutup oleh pemilik-asal
dengan penyewanya. Jadi, berdasarkan Teori Mandaat pembeli-lelang
tidak bisa minta pembatalan perjanjian sewa dan H.R. pun berpendapat
demikian.

Sekarang, kalau pemegang-hipotik terlanjur tidak minta pembatalan per-


janjian .sewa, sedang penjualan di depan umum sudah terjadi, bagat-
manakah kita bisa menolong pembeli menuntut pembebasan benda-
jaminan dari ikatan sewa.

Jalan keluar yang ditempuh dalam praktek cukup lucu. Pemegang-hipotik


menganjurkan agar pembeli jangan melunasi dulu harganya, Berdasarkan
alasan wanprestasi dari pihak pembeli, maka pemegang-hipotik minta
pembatalan penjualan. Sesudah penjualan batal, maka pemegang-hipotik
memperoleh kembali hak-haknya yang semula ada padanya. Sesudah itu,
ia meleiang sekali lagi benda-jaminan, tetapi. dengan menuntut pembatal-
an perjanjian sewa lebih dahulu. Pembeli sekali lagi membeii benda-
jaminan.

2. Janji Asuransi
Sudah dikatakan di depan, bahwa kreditur pemegang-hipotik berkepen-
tingan agar benda jaminannya tetap mempunyai nilai jual yang tinggi.
Malapetaka kebakaran - dan untuk kapal tenggelamnya kapal - adalah
salah satu bentuk kerugian yang sangat ditakutj oleh pemegang-hipotik.

Memperhiturigkan kemungkinan terjadinya malapetaka seperti itu, maka


kreditur biasa memperjanjlkap dengan pemberi-jaminan, bahwa benda-
jaminan. diasuransikan/dlpertanggungkan terhadap bahaya-bahaya ter-
tentu. Dan dalam hal benda jaminan diasurasikan, maka kreditur diberi ke-
Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 255
Hipotik

sempatan ~ melaiui Pasal 297 K.U.H.O. - untuk memperjanjikan, bahwa


daiam hal benar-benar terjadi malapetaka sebagai yang diasuransikan,
uang santunan asuransi -- sampai sebesar hutang debitur — akan diterima
oleh kreditur pemegang-hipotik sebagai pengganti benda-jaminan. Dalam
prakteknya perusahaan asuransinya ditentukan oleh kreditur, kecuafi
kalau benda-jaminan sebelumriya sudah diasuransikan dan kreditur tidak
kebaratan dengan perusahaan asuransi yang bersangkutan. Di dalam
polls yang bersangkutan kreditur - kebanyakan Bank - minta dicantum-
kan Banker's clause. Kita mengenal - umpama saja - B.N.I. '46 clause.
Kita melihat. bahwa janji asuransi tercetak dalam contoh akta hipotik kapal
tersebut di depan. *

3. Janji untuk Tidak Dibersihkan dan Masalah Pem-


bersihan
a. Tuntutan pembersihan
Pasal 1210 K.U.H.Perdata mengatakan:
"Siapa yang membeii benda yang dibebani hipotik, baik pada sua
pelelangan atas perintah Hakim maupun dalam penjualan secar
suka rela, dapat menuntut supaya persil yang dibeli itu dibebaska
dari segala beban hipotik yang maiabihl harga pembelian, denga
mengmdahkan aturan-aturan yang diberikan daiam pasaLpasal
yang berikut".

Pertama-tama, yang periu mendapat perhajian adalah kata-kata "pada


suatu pelelangan atas perintah hakim" dan "dalam penjualan secara
sukarela".

Kesan yang timbul dari pasal tersebut adalah, bahwa hak pembeli untuk
menuntut pembersihan ada, baik pada penjualan lelang eksekusi maupun
pada penjualan sukarela, sekalipun tidak di depan umum (tidak melaiui
lelang). Namun, sebenarnya yang dimaksud adalah hanya pada penjual-
an lelang saja, baik lelang eksekusi maupun lelang sukarela. Jadi, pasal
tersebut baru beriaku - dan karenanya pembeli baru mempunyai hak me-

256 Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

nuntut pembersihan -- kalau ada penjualan secara lelang . Lelangrtye


bisa karena merupakan pelaksanaan suatu eksekusi ataupun sukarela.
Mungkin bagi para remaja sekarang, sulit membayangkan ada penjualan
sukarela (atas kehendak sendiri) melaiui suatu lelang, tetapi di waktu yang
lalu, hal demikian adalah kejadian yang biasa. Hanya saja, kalau
mengenai benda tetap memang jarang sekali terjadi. Penjualan secara
lelang eksekusi bukan peristiwa aneh. Adanya ketentuan, bahwa hanya
dalam lelang saja pembeli berhak menuntut pembersihan adalah logis
sekali, karena dalam penjualan secara sukarela, kemungkinan adanya
kecurangan dad pemilik (penjual) dengan jalan bersekongkol dengan
pihak pembeti dalam mempermainkan harga, tidak dapat dteegah.

Umpama saja penjual bersekongkol dengan pembeli untuk pura-pura me-


nutup jual bell dengan harga yang murah sekali. sehingga pembeli dapat
benda yang memikul jaminan dengan harga di bawah pasaran dan
dengan menuntut pembersihan ia mendapatkan benda-jaminan tersebut
bebas dari beban-beban hipotik. Selisih antara harga yang ditutup dengan
harga/nitai yang sebenarnya (harga riil) bisa dibagi antara mereka berdua.
Di sini pemegang hipotik bisa dirugikan. Kemungkinan terjadinya
kompromi seperti tersebut di atas dalam penjualan di depan umum (retatif)
kecil. Dalam penjualan secara lelang - sekalipun belum dapat menutup
sama sekali kemungkinan kecurangan ~ kesempatan seperti itu cukup
kecH .256

Kemudian, masalah seperti tersebut dl atas baru muncul, kalau benda-


jaminan mempunyai nilai-jual yang lebih kecil dibanding dengan hutang
debitur untuk mana benda tersebut dipakai sebagai jaminan. Lebih besar-
nya hutang debitur bisa terjadi, baik terhadap 1 (satu) orang kreditur
pemegang-hipotik saja maupun karena adanya beberapa orang kreditur
pemegang-hipotik yang mempunyai tagihan yang dijamin dengan benda-
jaminan yang sama.

255j Pftlo. hal. 534; Stein, Hypotheek, hal. 178.


256} IbU.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 257


Hipotik

Misalnya:
- A berhutang kepada Bank X sejumlah Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah) dengan jaminan sebuah kapal yang nitaihya
semula ditaksir Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), tetapi
kemudian, disebabkan usaha peiayaran sedang lesu, nilainya me-
rosot, sehingga hanya bemilai Rp 300.000.600,00 (tiga ratus juta
rupiah) saja.
atau A mempunyai hutang pada .Bank Y sejumlah
Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dijamin dengan hipotik
pertama atas sebuah kapal yang bemilai Rp 400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah), kemudian A meminjam lagi kepada Bank
Z sejumlah Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan
jaminan hipotik kedua atas kapal yang sama.
Dalam kasus seperti tersebut di atas. kalau sampai terjadi ada penjualan
kapal-jaminan di muka umum, maka si pembeli yang menuntut pem-
bersihan hanya cukup membayar harga pembeliannya saja dan ia mene-
rima kapal yang bersangkutan bebas dari beban hutang.

Umpama saja kapal diatas, dalam- pelelangan laku dengan harga


Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), maka pembeli dapat menuntut
agar sfsa-slsa bebannya yang menindih kapal yang drbelinya, dibersihkan/
diangkat. Tentunya dengan mendasarkan kepada Pasal 1210 ayat (1)
K.U.H.Perdata. Jadi, pembersihan di sini maksudnya adalah pembersihan
dari sisa beban hipotik yang menindih kapal yang dlbeli oleh pembeli,
yang jumlah metebjhi harga pembelian.

b. Manfaat pembersihan
Kalau seandainya tidak ada ketentuan seperti yang tercantum dalam
Pasal 1210 ayat (1) K.U.H.Perdata - dan karenanya pembeli tidak dapat
menuntut mensyaratkan pembersihan - maka akibatnya - dalam peris-
tiwa yang sama seperti dalam contoh di atas - adalah:
- Setelah pembeli membayar harga lelang sejumlah
Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), maka kapal tersebut

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kobendaah


HlpOtfk

maaih menartgguhg sisa beban hipotik sebanyak


Rp l00.00rj.Q0Qs00 (Seratus juta rupiah).
- Jadi, pembeli memperoleh hak miHk atas kapal si A, tetapi dengan
menariggung sisa beban Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pemilik-baru (pembeli) sekarang berkedudukan sebagai pihak
ketjga-penjamtn (pihak-ketiga pemberi-hipotik) atas sisa hutang
penjual (A) kepada krediturnya, karena dulu hutangnya dijamin
dengan kapal yang sekarang dlbeii oleh pemiiik-baru/pembeli,
padahal hipotik merupakan hak kebendaan, sehingga hak hipotik
• kreditur mengikuti bendanya, yang sekarang menjadi milik pembeli/
pemilik baru.
Harap diingat, bahwa sisa hutang tetap merupakan hutang A, tetapi
sisa hutang itu sekarang dijamin dengan kapal milik pembeli/
pemilik-baru.
- Kalau debitur maupun pembelj tidak bersedia melunasi sisa hutang:
yang Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) - dan. karenanya
debitur wanprestasi - maka kreditur pemegang-hipotik akan men-
jual sekali lagi kapal jaminan.
Kemungkinannya sekarang:
- - Dalam penjualan berikut, Q - sebagai pemenang lelang - mem-
• • beHrtya dengan harga Rp 3fJ0.GK»;0Q©,G0 (tiga fetusluta rupiah).
Maka kreditur pemegang-hipotik mengambil pelunasan lebih
dahulu sebanyak Rp 100.000.000.00 (seratus juta rupiah), dan
sisanya sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) diberi-
kan kepada pemilik, i.e. pembeli pertama di atas. -
"* Atau pemilik (pembeli pertama) turut lelang lagi dan mendapatkan-
nya (menang lelang lagi dalam lelang kedua) dengan harga
Rp 300,000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), maka ia hanya wajib
membayar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) saja kepada
kreditur pemegang-hipotik dan sekarang kapal miliknya bebas dari
beban-beban hipotik.

Jan^tnan; Hak-hak Jaminan Kebendaan 259


Hipotik

Dalam contoh di atas kita melihat. kalau tidak ada. Pasal 1210 ayat (1)
K.U.H.Perdata, maka pembeli rugi Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah). Kalau dalam pelelangan pembeli harus menanggung risiko me-
mikul sisa beban yang menindih benda yang dHelang, maka bisa-bisa
tidak ada pembeli yang mau membeii benda lelang dalam suatu lelang,
apaiagi yang dibebani hipotik. Siapa yang paling rug!? Tentu saja para
pemegang-hipotik, karena ia justru orang yang paling mengharapkan agar
piutangnya btsa dilunasi dan kemungkinan paling akhir akan adanya
pelunasan justru tertetak dalam wewenangnya untuk menjual di depan
umum dan mengambil pelunasan lebih dahulu dari hasil penjualan itu.
Jadi, ketentuan Pasal 1210 ayat (1) K.U.H.Perdata, yang pada permulaan
tampaknya adalah semata-mata untuk kepentingan pembeli, pada akhir-
nya adalah untuk kepentingan pemegang-hipotik juga. Hak pembeli untuk
minta pembersihan hanya dapat dimajukan dalam penjualan di depan
umum. Jadi, prinsipnya dalam suatu penjualan di muka umum pembeli
boleh minta dibersihkan. Tuntutan untuk dibersihkan boleh dimajukan oleh
pembeli dalam penjualan di muka umum, baik karena suatu penjualan
terpaksa (dalam eksekusi) maupun atas dasar sukarela, asal penjualan
dilakukan dengan mengindahkan syarat-syarat dalam Pasal i2J1 dan
Pasal 1212 K.U.H.Perdata.

c. Syarat untuk tuntutan pembersihan dalam penjualan secara


sukarela
Pasal 1211 K.U.H. Perdata
Kalau penjualan itu terjadi secara sukarela, maka pembeti .nanya* bojeh
menuntut pembersihan, kalau dipenuhi syarat-syarat sebagaimana yang
dttsntukan oleh undang-undang.

Syaratnya - dalam Pasal 1211 K.U.H.Perdata - adalah bahwa:


- penjualan dilakukan di depan umum,
- dengan mengindahkan kebiasaan-kebiasaan setempat, dan
- di hadapan pejabat umum,

260 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


HfpoBk

- rancana penjualan hams dfberttahukan kepada para kreditur, yang


telah dkiaftar, daiam waktu 1 (satu) bulan sebefum dilaksanakan.
Selarijutnya, Pasal 1Z12 K.U.H. Perdata mensyaratkan:
pembeli daiam waktu 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan harus
minta daftar tingkatan kreditur kepada. Pengadilan untuk pembagi-
an uang hasil penjualan.

d. Janji untuk tidak dibersihkan

Pasal 1210 Ayat (2) K.U.H.Perdata


Sebagaimana telah dikatakan di depan, atas dasar adanya kekhawatiran
dari pembentuk undang-undang, bahwa penjual (pernberi-hipotik) meng-
adakan persekongkoian dengan pembefi, maka tuntutan pembersihan
hanya dibenarkan daiam penjualan di depan umum. Namun, seperti
sudah dikatakan di depan, penjualan di depan umum pun belum menutup
sama sekali kemungkinan adanya kecurangan dari penjual. karena dalam
penjualan tersebut penjual memegang peranan yang besar sekali: la yang
menentukan saat/moment penjualan, cara penawaran, mulai dari kapal-
Jamlnan yang mana penjualan dimulai (kalau ada iebih dari 1 {satu) kapal-
jaminan) dan Iain-Iain.

Periu diingat, bahwa yang namanya penjual bisa pemilik/pemberi-jaminan


maupun kreditur pemegang-hipotik. Kalau penjualnya adalah pemilik/
pemberi-jaminan sendiri, maka kreditur pemegang-hipotik periu mendapat
periindungan juga.

Untuk menghindari' kemungkinan posisi pemegang-hipotik yang tidak


menguntungkan karena adanya fakta-fakra seperti itu, Pasai 1210 ayat (2)
K.U.H.Perdata memberikan kemungkinan bagi pemegang-hipotik yang
pertama, untuk memperjanjikan, bahwa daiam hal terjadi penjualan'se-
cara sukarela -- di depan umum sekalipun - persil tersebut tidak akan di-
bersihkan dari sisa-sfsa beban. Perhatikan, bahwa penjualan itu merupa-
kan "penjualan lelang .secara sukarela"; jadi penjuafnya adalah pemilik/
pemberi-jaminan sehdiri.

Mikum Jaminan. Hak-hak Jaminan Kebendaan 281


Hipotik

Maksud kata-kata "tidak akan dibersihkan" adalah, bahwa kapal tersebut


tidak akan .dibersihkan dari sisa-sisa beban yang melebihi harga penjual-
an (dari sudut pembeli, yang melebihi harga pembelian).

Janji yang demikian itu dinamakan "janji untuk tidak dibersihkan" (beding
van niet zuivering) dan harus diadakan. pada waktu membuat akta hipotik.

Yang dapat membuat janji yang demikian itu hanya' pemegang-hipotik-


pertama saja, Janjj tersebut harus didaftarkan -- dan memang selalu di-
daftarkan, karena termaktub di dalam akta hipotik -- -agar'mengikat pihak
ketiga. Karena janji. itu selalu dimuat dalam akta hipotik, maka dalam
prakteknya setiap kredltur-pemegang-hipotik memperjanjikan janji seperti
itu. "Mengikat pihak-ketiga" di sini berarti, bahwa adanya janji itu, sekali-
pun hanya diperjanjikan oleh kreditur dan pemberi-tiipotik, namun setelah
didaftarkan, bisa ditujukan kepada pihak-ketiga.

Kesimpulannya:
'kalau kits hubungkan Pasal 1210 dengan Pasal 1211 K.U.H.
Perdata, maka kalau antara kreditur dan pemberi-jaminan ada di-
perjanjikan janji untuk tjdak dibersihkan, maka tuntutan pembersih-
an hanya bisa dilakukan oleh pembeli pada penjualan eksekusi di
muka umum saja.

e. Penjualan sukarela dan terpaksa (eksekusi)


Kapan suatu penjualan dikatakan' penjualan sukarela dan kapan penjual-
an karena terpaksa?

Suatu penjualan dikatakan merupakan penjualan sukarela kalau inisiatit


penjualan datang dari pemilik/pemben-hipotik, dan penjualan adalah ter-
paksa, kalau inisiatrf penjualan datang dari kreditur/para kreditur peme-
gang-hipotik; dengan perkataan lain penjualan atas dasar suatu eksekusi.

Masalah;
Kalau pemegang-hipolik menjual persil-jaminan atas dasar Pasal
1178 ayat (2) K.U.H. Perdata, apakah di sini ada penjualan Sukarela

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

atau terpaksa? Ketentuan ini penting berhubung dengan adanya


Pasai 1210 ayat (1) K.U,H.Perdata,
Kalau kita ikuti pendapat/Teori Mandaat, maka pemegang-hipotik
menjual berdasarkan kuasa dari pemilik/pemberi-hipotik, Di sini
pemegang-hipotik hanya berkedudukan sebagai kuasa/lasthebber
dari pemilik/pemberi-hipotik saja. '

Kesimpulannya:
Penjualan ex Pasal1178 ayat (2) K.U.H.Perdata adalah penjualan
sukarela. Karena penjualannya dianggap sukarelaa maka janji
untuk tidak dibersihkan beriaku. Ini membawa konsekuensi yang
tidak menguntungkan, baik bagi pembeli maupun pemegang
hipotik.
Sedangkan kalau kita ikuti pendapat Teori Eksekusi yang disederhanakan.
maka pemegang-hipotik menjual berdasarkan haknya sendiri dari penjual-
an tersebut tidak bergantung dari kehendak pemilik/pemberi-hipotik.
maiahan bertentangan dengan kehendaknya. Jadi, di sini ada penjualan
umum karena terpaksa.

Kalau kita ikuti pendapat yang kedua. maka "janji urttuk tidak dibersBikan"
tidak beriaku di sini. Pembeli sekarang terlindung dari slaa-sisa beban
hipotik yang melebihi harga pembelian, kalau ia menuntut pembersihan.

Adanya- cara berpikir yang demikian mempunyai pengamh yang besar


terhadap kemungkinan terjualnya persil yang dihipotikkan, ksfrena pembeli
1

merasa dirinya teriindungi dan yang demikian itu pada akhirnya meng-
untungkan si penjual sendiri. Bukankah penjual mengharapkan agar persil
tersebut laku terjual? Dari- sini saja sudah tampak, bahwa adalah tidak
logis kalau dalam penjualan seperti itu, justru janji untuk tidak dibersihkan,
yang dibuat oleh pemegang-hipotik pertama, akan diterapkan. Bukankah
dengan demikian' janji tersebut, yang dibuat oleh pemegang-hipotik-
pertama, akan merugikan dirinya sendiri? Di samping itu, menurut Pttlo , 257

257) Pftlo. hal. 536.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 263


HIpcMK

hak jaminan hanya dapat dilaksanakan sekali saja dan karenanya peme-
gang-hipotik tidak dapat menjual benda jaminan yang sama berkali-kali.

Kalau pemegang-hipotik telah menjual benda-jaminan berdasarkan Pasal


1178 ayat (2) K.U.H.Perdata dan menerima pembayaran dari pembeli,
maka ia tidak dapat menjualnya sekali lagi, kalau temyata hasil penjualan
tidak menutup tagihannya. Dalam teori mandaat seakan-akan hal yang
demikian bisa terjadi, karena janji untuk tidak dibersihkan beriaku. se-
hingga sisa beban masih selalu meiekat pada benda jaminan.

Konsekuensi-konsekuensf yang seperti Itulah yang menyebabkan para


sarjana menentang Teori Mandaat

T. AKIBAT HIPOTIK TERHADAP PIHAK-KETIGA


Pasal 1198 K.U.H.Perdata
Pasal tersebut menegaskan cirt-ciri hipotik sebagai hak kebendaan,
dengan menyatakan bahwa: kreditur pemegang-hipotik yang hipotiknya
telah didaftarkan, mempunyai hak hipotik atas benda jaminan tidak pedull
di tangan siapa benda tersebut berada. Dl sini tampak salah satu ciri
pokok hak kebendaan. yaitu sifat droit de suit dari hak hipotik.
Berbicara tentang pasal tersebut kita periu Ingat bahwa:
- Jaminan hipotik bisa diberikan oleh debitur maupun pihak-ketiga
pemberi-hipotik.
Pemberi-hipotik tfdak kehilangan hak-haknya untuk meiakuken
tindakan-tindakan pemH^an/beschikking atas benda-jaminan.
Hendaknya juga dllngat, bahwa pads hipotik - lain daripada gadai --
benda-jaminan tetap berada dalam tangan pemberi-hipotik.

Dengan demikian, maka hipotik dapat berkaitan dengan kepentingan


pihak-ketiga.

264 HUkamJwmnm Hak-hak Janriiwi l


Hipotik

1. Hipotik dan Pihak-Ketiga Pemegang/BezJtter


Pasal 1190 K.U.H.Perdata
Kreditur-pemegang-bipptik berhak untuk, setelah memberikan sommatie
kepada debitur, menjual benda jaminan yang dikuasai oteh pihak-ketiga
(derden bezitter).

Untuk itu harus dlpematikan fdrmalitas-formaiitas sebagaimana yang


ditentukan dalam Pasal 495, Pasal 504 dan Pasal 547 Rv. Hak kreditur
yang seperti itu adalah sesuai dengan asas hak hipotik yang tidak dapat
dibagi-bagi dan hak hipotik sebagai hak kebendaan.

Pemegang-hipotik pada asasnya boleh memlllh salah satu atau seluruh


benda-jaminan untuk dijual, tidak peduii apakah benda tersebut ada
dalam tangan debitur/pemberl-jaminan atau ada daiam tangan pihak-
ketiga Terhadap asas tersebut (Pasal 1199 K.U.H. Perdata) ada per-
kecualiannya, yaitu seperti yang disebut daiam PasaJ 1200 K.U.H.
Perdata:

Pihak-ketiga-bezitter benda-jaminan, berhak untuk metawan (verzetteri)


penjualan, asal ia dapat menunjukkan, bahwa masih ada benda-jaminan
lain - yang ada dalam kekuasaan debttur ~ yang juga dihipotikkan untuk
menjamin hutang yang sama, dan nilainya tampak nyata cukup untuk
menutup hutang debitur.
Perhatikan syarat-syarat Pasal 1200 K.U.H.Perdata yaitu:
- Ada benda-jaminan lain daiam kekuasaan (bezit) debitur.
- Atas benda-jaminan tersebut juga diletakkan hipotik
- Hipotik tersebut untuk menjamin hutang yang sama dengan hutang
yang dijamin dengan bendaiaminanyang ada dalam tangan pihak-
ketiga (bezitter).
- • Nilai benda-jaminan tersebut nyata-nyata cukup untuk melunasi
hutang debitur. Sebab kalau nilainya tidak cukup, benda-jaminan
yang ada dalam tangan pihak-ketiga, toh akhirnya juga harus dijual.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamfnan Kebendaan 2B5


HJPQtJk

Kemungkinan yang lain adalah, bahwa satu-satunya benda-jaminan atau


sebagian daripadanya berada dalam tangan pihak-ketiga. Berdasarkan 1

asas hipotik tidak dapat dibagi-bagi dan asas hak kebendaan, maka kredi-
tur tetap berhak untuk menjual benda-jaminan tersebut — setelah debitur
wanprestasi ~ baik sebagian maupun seluruhriya. Dalam hal demikian
bagi pihak-ketiga bezitter masih ada kemungkinan untuk menghaiang-
halangi penjualan, dengan jalan secara sukarela membayar hutang-
hutang debitur. Pembayaran (pelunasan) tersebut dapat dikonstruksikan
sebagai pembelian benda jaminan, di mana harga pembelian tersebut
dibayarkan kepada kreditur-pemegang-hipotfk, seperti yang dimaksud
oleh Pasal 1402 sub 2 K.U.H. Perdata. Akibat pelunasan seperti itu adalah,
bahwa pihak-ketiga bezitter dianggap telah membeii benda-jaminan, se-
hingga ia sekarang menjadi pemilik benda-jaminan yang dipegang oleh-
nya, sedangkan akibat lain adalah, bahwa ia sekarang - kalau seluruh
kredit debitur terlunasi - mendapat subrogasi (gesubrbgeerd) atas semua
hak yang dipunyai kreditur terhadap debitur, termasuk hak-hak istimewa
(dan gadai) serta hak hipotiknya . Cara pencegahan penjualan seperti
358

itu berfaku puia untuk kasus seperti tersebut dl atas, di mana pihak-ketiga
menguasai salah satu benda yang dijaminkan- ,

2. Perimbangan Besarnya Beban Hipotik


Masalah yang muncul adalah, kalau pihak-ketiga bezitter-yang-membayar
sekarang menjadi kreditur dengan jaminan persithya sendiri dan
(sekaligus) persil lain yang dlmiliki debitur, berapakah besarnya hipotik
yang menindih benda-jaminan yang ada dalam pemilikan debitur?

Pasal 1202 K.U.H.Perdata mengatakan:


"Setelah dikurangi bagiahhya dalam imbangan terhadap harg
seluruhnya daripada semua benda yang diperikatkan, "
Yang artinya: Sebanding dengan nilai jaminan milik debitur terhadap nilai
keseluruhan benda-jaminan sebelum dilunasi.

258) J.Satrio, Hapusnya Perikatan, Bagian I, hal. 210 dan selanjutnya.

266 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hipotik

Contohnya:* * 5

Ada hipotik untuk menjamin hutang sejumlah Rp 400.000.000,00


(empat ratus juta rupiah). Untuk hutang tersebut ada jaminan hipo-
tik atas kapal debitur sebesar Rp 70.000.000,00 (tujuh puluh juta
rupiah) dan atas kapal pihak-ketiga sebesar Rp 490.000.000,00
(empat ratus sembilan puluh juta rupiah). Uhtuk rhehghalang-
halarigi eksekusi, pihak kefjga membayar uang sebesar
Rp 400:000.000,00 (empat ratus juta rupiah) kepada kreditur.
dengan akibat hutahg menjadi lunas. Sekarang ia rhempunyai
tagihan terhadap debitur (berdasarkan Pasai 1206 K.U.H.Perdata)
sebesar Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan
berdasarkan Pasal 1402 K.U.H.Perdata mendapat subrogasi
(gesubrogeerd) atas hak hipotik kreditur lama sebesar
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), yaitu: Rp 70^00.000,00:
Rp 560.000.000,00 x Rp 40.000,000,00.

Jumlah Rp 560.000.000,00 adalah jumlah nilai selunjh benda-jaminan,


yaitu Rp 7O.0O0.0O0.00 + Rp 490,000.000,00.
70.000.000,00/560.000.000,00 X Rp.400.000.000,00 =
1/8 XRp 400.000.000,00 * Rp 50.000.000,00.
Hipotik yang menindih kapal debitur untuk tagihan pihak-ketiga (kreditur-
baru) = Rp 50.000.000,00

U. BERAKHIRNYA HIPOTIK
Hipotik berakhir karena:
- Hapusnya perikatan pokok.
Ini sesuai dengan sifat accessoir daripada hipotik, sehingga nasib-
nya bergantung dari perikatan pokoknya.
Suatu perikatan hapus/herakhir karena:
— pembayaran

259) PiBo. hal. 528.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 267


Htpotfk

— penawaran pembayaran yang djlkuti dengan consognatie


— novatie
— percampuran hutang
— pembebasan hutang
Demikian itu dikatakan oleh Pasal 1381 K.U.H.Perdata. Pembayar-
an sebagian daripada hutang tidak manyebabkan perikatan pokok
(umumnya berupa hutang-piutang) menjadi hapus dan karenanya
hipotik pun tidak menjadi hapus, juga tidak untuk sebagian. Yang
demikian itu juga cocok dengan asas tidak dapat dibagi-baginya
hipotik (Pasal 1163 K-U.H.Perdeta).
Khusus untuk hipotik atas kapal, dalam Pasal 26 S.1933: 48 jo
S.1947:12 disebutkan, bahwa:
(1) Hipotik dicoret/dihapus pencataiannya oleh pembantu
Syahbandar ataa permohonan dari yang berkepentingan
dengan menunjukkan grosse pengakuan hutang yang dijamin
dengan hipotik yangtelahdiberi tanda lunas atau suatu per-
nyataan dari pemegang-hipotik, bahwa ia menyetujui pen-
coretan.
(3) Pencoretan juga terjadi, kalau sebagai pengganti surat-surat
yang disebut dalam ayat (1} dan ayat (2) di atas, ditujukan
keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang
pasti, dalam mana ada perintah pencoretan.
- Dilepaskannya hak hipotik.
Setiap orang bebas untuk menggunakan atau tidak menggunakan
hak yang dipunyainya, termasuk untuk melepaskan hak tersebut.
Biasanya pelepasan dilakukan dengan cara memberitahukan
kepada debitur
Walaupun tidak ada disyaratkan bentuk tertentu untuk pelepasan
hak hipotik, tetapi mengingat bahwa pemberi-jaminan mempunyai
kepentingan untuk meroya beban hipotik atas persilnya, maka
sudah tentu pemberi-hipotik membutuhkan suatu surat'pemyataan
tertulis dari pemegang-hipotik.
Khusus untuk hipotik atas kapal, lihat ketentuan Pasal 26 ayat (1)
S.1933: 48 jo S.1947:12 tersebut di atas.

288 Hukum Jamman, Hak-hak Jamfnan Kebendaan


Hipotik

- Musnahnya benda/hak yang dihipotikkan.


- Berakhirnya hak pemberi-hipotik seperti yang disebutkan dalam
Pasai 1169 K.U.H.Perdata.
- Berakhirnya Jangka waktu pemberian hipotik.
- Terpenuhinya syarat batal dalam akta hipotik.
Karena pencabutan hak.
- Benda jaminan dicabut haknya demi kepentingan umum.
Karena adanya penetapan tingkat-tingkatan kedudukan kreditur
oleh Hakim (rangregeling) .260

V. LIKU-LIKU ROYA
Adanya prinsip, bahwa hipotik tidak dapat dibagi-bagi. adakalanya meng-
haruskan kita untuk berhati-hatj dalam meroya beban hipotik.
Adakalanya hipotik diletakkan sekaligus atas beberapa benda-jaminan
untuk menjamin hutang debitur. Kalau terjadi, bahwa debitur - dengan
persetujuan dan kreditur - hendak menggantj salah satu benda-jaminan
dengan benda-jaminan lain, maka kita periu melaksanakannya dengan
prosedur yang aman, tanpa harus membahayakan tagihan/kredit kreditur.
Hendaknya diingat, bahwa dalam hipotik pada asasnya tidak dikenal roya
partiil dengan akibatnya, kalau hipotik yang pertama dihapus, maka berarti
beban hipotik atas seluruh benda-jaminan, yang disebutkan dalam hipotik
yang pertama, dihapus, termasuk beda-jaminan yang tidak akan diganti.
Yang demikian sangat membahayakan kreditur, karena sementara hipotik-
baru belum dipasang lagi, maka kreditur hanya dijamin dengan jaminan
umum saja. Konkretnya umpama saja, kredit dijamin dengan 3 (tiga) kapai
x, kapal y, dan kapal z. Kapal x - sebagai jaminan - hendak dttukar
dengan kapal m. Atas kapal-kapal yang masih tetap hendak dipakai se-
bagai jaminan ~ yaitu kapal y dan kapal z ~ harus sekali lagi dipasang
hipotik kedua. Atas kapal m dipasang hipotik pertama. Sesudah itu, baru

260) Undang-undang dalam Pasal 1209 hanya menyebutkan 3 (tiga) alasan


berakhirnya hipotik, tetapi Pitfo dalam hal. 532 menambahnya.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 269


Hipotik

beban hipotik atas keseluruhan kapal-kapal jaminan hipotik yang pertama


- yaitu kapal x, kapal y dan kapal z - diroya (dari beban hipotik pertama).
Hipotik, kedua yang menindih kapal-kapal y dan z,: dengan hapusnya
hipotik yang pertama, otomatis najk menjadi hipotik pertama- Dengan
demikian, maka kredit sekarang dijamin dengan hipotik pertama atas
kapal y, kapal z dan kapal m.

270 Hukum jamman, Hak-hak Jaminan Kebandaan


HafcTanggungan

BAB V
HAK TANGGUNGAN

A. PENGANTAR
Pada tanggal 9 April 1996 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1936 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah, .yang untuk selanjutnya akan disebut
sebagai ~ dan memang dalam kehidupan sehari-hari terkenal dengan
sebutan - HAK TANGGUNGAN, dan undang-undangnya kita singkat
menjadi Undang-Undang Hak Tanggungan.

B. HUBUNGAN HAK TANGGUNGAN DENGAN


HIPOTIK (DAN CREDIETVERBAND)
Dari sebutannya saja kita sudah bisa menduga, bahwa lembaga jaminan
tersebut berkaitan dengan tanah, atas daW mana'adalah ''regis kalau
orang kemudian mempertanyakan, lalu bagaimana hubungannya dengan
Hipotik dan Credietverband, yang selama ku - sebelum adanya Undang-
Undang Hak Tanggungan ~ mempunyai persil - tanah dan segala se-
suatu yang bersatu atau dipersatukan dengan tanah -- sebagai jaminan ?

Dalam Pasal 29 Undang-Undang Hak Tanggungan kita temukan jawaban-


nya. Dikatakan:
• Dengan berlakunya undang-undang ini, ketentuan mengenai
Credietvemarid sebagaimana tersebut dalam staatsblad 1908-542
jo staatsblad 1909 - 586 dan staatsblad 1909 - 584 sebagaimana
yang telah diubah dengan staatsblad 1937 -199 jo staatsblad 1937
- 191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana disebut
dalam Buku It Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia
sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas

Hukum Jaminan, Hak-hak jaminan Kebendaan 271


Hak Tanggungan
tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengantanahdinyata-
kan tidak beriaku lagi,
Kalau dari nama/judul Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 kita tetah
menyimputkan objek pengaturannya seperti tersebut di atas, maka kalau
kita hubungkan itu dengan kata-kata "sepanjang mengenal tanah dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak beriaku lagi"
daiam Pasal 29 Undang-Undang Hak Tanggungan, kiranya bisa kita
simpuikan, bahwa Undang-Undang Hak Tanggungan bermaksud untuk
menggantikan hipotik, tetapi hanya sepanjang objeknya adalah tanah dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Jadi, dengan tetuarnya
Undang-Undang Hak Tanggungan, lembaga hipotik tidak dinyatakan di-
hapus.

Adalah beriainan sekali pengaruh ketentuan Pasal 29 tersebut di atas


terhadap credietverband, karena di sana dengan tegas dikatakan, bahwa
ketentuan-ketentuan tentang credietverband untuk selanjutnya sudah
tidak beriaku lagi. Dengan demikian, untuk selanjutnya - mengenai objek
jaminan ~ hak tanggungan sudah tidak ada kaitan apa-apa dengan
credietverband. - -

C. OBJEK HIPOTIK SEBELUM UNDANG-UNDANG


HAK TANGGUNGAN
Tentunya terpikir oleh kita, lalu lembaga hipotik -dttinjau dari sudut objek-
nya - masih punya peran untuk jaminan seperti apa?

Di waktu yang lalu, hipotik objeknya adalah benda tetap sebagai jaminan
dan benda tetap menurut K.U.H.Perdata meliputi benda tetap karena sifat-
nya, karena peruntukannya dan karena undang-undang (Pasal 506, Pasal
507 dan Pasal 508 K.U.H.Perdata).

Benda tetap karena sifatnya adalah tanah dan semua yang bersatu atau
dipersatukan dengan tanah. Yang bersatu dengan tanah adalah umpama
saja pohon-pohon yang tumbuh dengan akarnya menancap dalam tanah
(Pasal 506 sub 3 K.U.H.Perdata), sedang yang dimaksud dengan yang
dipersatukan dengan tanah adalah umpamanya bangunan-bangunan
272 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan
Hak Tanggungan

permanen di atas tanah yang bersangkutan. (Pasai 506 sub 1 K.U.H.


Perdata). Orang biasa memberikan ciri "dengan akamya menyatu dengan
tanah (wortelvast)" atau "dipersatukan secara permanen (nagervast, tidak
dapat dilepas tanpa merusak, Pasal 506 sub 5 anak kalrmat terakhir
K.U.H.Perdata)".

Benda tetap karena peruntukannya adalah benda-benda, yang menurut


sifatnya sebenarnya merupakan benda bergerak. tetapi benda tersebut
oteh pemiliknya dalam pemakaiarmya dihubungkan dengan tetap. Di sini
tidak disyaratkan. bahwa benda tersebut dipersatukan dengan tanah se-
demikian sehingga tidak bisa dilepas tanpa merusak '. karena kalau
26

benda itu dipersatukan secara demikian. maka benda tersebut termasuk


dalam benda tetap karena sifatnya . Yang biasa dikemukakan sebagai
262

contoh adalah mesin-mesin dalam pabrik.

Benda tetap menurut undang-undang adalah hak-hak kebendaan atas


benda tetap sebagaimana yang disebutkan daiam Pasal 508 K.U.H.
Perdata.

Di luar benda tetap sebagaimana yang disebutkan di atas. yang juga men-
jadi objek hak jaminan hipotik adalah kapal-kapal Indonesia yang mem-
punyai ukuran paling sedikit 20 m (dua puluh meter kubik) (Pasal 314
3

K.U.H.D.).

D. OBJEK HAK TANGGUNGAN


Objek hak tanggungan sebagaimana yang kita simpuikan dari judul
Undang-Undang Hak Tanggungan mendapat penegasannya dalam Pasal
4 Undang-Undang Hak Tanggungan. yang mengatakan, bahwa:

261) Beekhuls. dalam Saris Asser. Zakanrecht, Algwneen Dee), hal. 67. menga&kari
bahwa benda tetap karena peruntukannya adalah benda-benda yang menurut
pandangan masyarakat dimaksudkan untuk mengabdi secara tetap kepada benda
tetap tertentu. tanpa harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari benda tetap yang
bersangkutan.
262) Pitlo, hal. 37.

Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan 273


Hak Tanggungan

(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan hak tanggungan
adalah:
hak milik
- hak guna usaha
hak guna bangunan
(2) Selain hak-hak atastanahsebagaimana dimaksud pada ayat
(1), hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan
yang beriaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat d
pindahtangankan dapat juga dibebani dengan hak tanggung
an ^.
2

Walaupun tidak disebutkan secara tegas, tetapi mengingat hak tanggung-


an merupakan bagian dari pengaturan Undang-Undang Pokok Agraria
(vide Pasal 51 Jo Pasal 57 Undang-Undang Pokok Agraria). maka kifanya
bisa kita simpuikan,. bahwa hak-hak atas tanah yang menjadi objek hak
tanggungan, sebagaimana yang disebutkan di atas. adalah hak-hak a t a s
tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria . 264

Di samping itu, menurut Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggung-


an:
(4) Hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah
berikut bangunan. tanaman, dan hasil karya yang telah ada
dan akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-
nya, dan yang merupakan rnilik pemegang hak atas tanah
yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam akta
pemberian haktanggunganyang bersangkutan.

Jadi, selain tanah. bangunan. tanaman dar hasil karya yang merupakan
satu kesatuan dengan tanahnya dapat jadi objek hak tanggungan.
Perhaft'kan baik-baik syarat "merupakan satu kesatuan" dengan tanahnya.

263) Di dalam penjelasan dikatakan, bahwa sekalipun dalam Pasal 43 Undang-Undang


Pokok Agraria ditentukan. bahwa untuk memindahtangankan hak pakai atas tanah
negara diperlukan izin dari pejabat yang berwenang, namun menurut sifatnya hak
pakai itu memuat hak untuk memindahtangankan kepada pihak. lain. Ian yang
diperlukan hanyalah berkaitan dengan persyaratan apakah penerima hak
memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak pakaL
264) Di dalam penjelasan atas Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan
ditegaskan. bahwa memang yang dimaksud adalah hak-hak alas tanah menurut
Undang-Undang Pokok Agraria.

274 Hukum Jaminan, +iak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan

Namun, periu diperhatikan dengan baik, bahwa penyebutaenya adalah:


"juga dapat dibebankan "pada hak atas tanah berikut dari cara
penyebutan mana kita tahu, bahwa bangunan, tanaman dan hasil karya
itu hanya bisa menjadi objek hak tanggungan, kalau tanah- di atas mana
bangunan itu berdiri, tanaman itu tumbuh dan hasil karya Itu berada, Juga
dijaminkan dengan hak tanggungan. Benda-benda di luar tanah, yang
disebutkan dalam Pasai 4 ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan tidak
bisa dijaminkan dengan hak tanggungan terlepas dari tanahnya.

Penyebutan "yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut"


mengingatkan kita kepada syarat "dipersatukan secara permanen (nagel-
vast)" dan "dengan akar tertancap dalam tanah (wortelvast)" pada hipotik,
Jadi, walaupun Undang-Undang Pokok Agraria menganut asas hukum
adat {Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria), dan karenanya menganut
asas pemisahan horizontal, namun di sini disyaratkan harus merupakan
satu kesatuan dengan tanahnya. Kalau kita biasa membayangkan apa
yang menjadi satu kesatuan dengan tanah adalah apa yang berada di
atas tanah, maka menurut penjelasan atas Pasal 4 ayat (4) Undang-
Undang Hak Tanggungan. temyata meliputi juga bangunan yang ada di
bawah permukaan tanah. seperti basement. Jadi, yang ada di bawah
tanah hanya meliputi bangunan - atau bagian dari bangunan -- yang ada
di bawah tanah. dan ada hubungannya dengan tanah yang ada di atas-
nya. Karenanya, tambang dan mineral tidak termasuk di dalamnya.

Adapun yang dimaksud dengan hasil karya dalam Pasal 4 ayat (4)
Undang-Undang Hak Tanggungan. menurut penjelasannya, adalah misal-
nya candi, patung. gapura. relief yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah yang bersangkutan.

Dari contoh "hasil karya" yang diberikan dalam pasal tersebut di atas. kita
tahu, bahwa mesin-mesin yang dftempatkan - dan dimaksudkan untuk di-
gunakan secara permanen -- dalam bangunan parmanen yang dijaminkan
dengan hak tanggungan - berlainan dengan dulu pada waktu masih di-
gunakan lembaga hipotik ~ sekarang tidak termasuk dalam objek hak
tanggungan.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 27S


Hak Tanggungan

E. OBJEK HIPOTIK SEKARANG


Sekarang - sesudah berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan --
maka objek hipotik adalah kapal dan kapal terbang saja . 265

Mesin-mesin yang duiu termasuk daiam benda tetap karena peruntukan-


nya, walaupun sekarang tidak bisa dijaminkan dengan memakai lembaga
jaminan hak tanggungan, tidak bisa lagi dijaminkan dengan hipotik.
karena mesin-mesin itu baru menjadi benda tetap karena peruntukannya,
karena ia dikaitkan dengan benda tetap karena sifatnya, yaitu tanah.
Padahal, tanah sekarang hanya bisa dijaminkan melaiui hak tanggungan.

Dengan demikian, hipotik sekarang kehilangan sebagian besar dari


perannya, karena di waktu yang lalu. bagian terbesar lembaga jaminan
hipotik dipakai untuk benda tetap yang berupa tanah dan yang dipersatu-
kan dengan tanah.

F. TUJUAN UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN


Sebagaimana disebutkan di atas, Undang-Undang Hak Tanggungan me-
rupakan pelaksanaan lebih lanjut dari apa yang diamanatkan oleh Pasal
51 Undang-Undang Pokok Agraria dan hal itu mendapat penegasannya
dalam sub b dan sub e, bagian menimbang, pada pembukaan Undang-
Undang Hak Tanggungan.

Di dalam bagian menimbang pada huruf a Undang-Undang Hak


Tanggungan dikatakan, bahwa masyarakat kita membutuhkan suatu lem-
baga jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum.
Selanjutnya. pada bagian c dikatakan. bahwa lembaga jaminan hipotik
dan credietverband sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
kegiatan perkreditan. Di samping itu, Undang-Undang Hak Tanggungan
juga menampung hak atas tanah lain, yang selama ini bukan merupakan

265) Moriam Darua Badrutzaman. Bab-bab tentang Hipotik, hal. 115 - hal. 11£. Penulis
tidak mempunyai ketentuan tentang hipotik atas pesawat udara.

276 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Hate Tanggungan

objek hak jaminan hipotik maupun crrjdiatverbanb!, yaitu hak pakai atas
tanah tertentu, yang wajib dldaftar dan dapat diaNhkan.
Dengan demikian, kita mestinya boleh berharap, bahwa ketentuan-
ketentuan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan maupun pelaksana-
annya di daiam praktek, akan memberikan kedudukan yang iebih kuat
kepada para pihak dalam perjanjian penjaminan dan suatu kepastian
hukum yang lebih besar mengenai hak-hak mereka daripada yang telah
diberikan oleh lembaga hipotik.

Dengan tujuan seperti itu, maka Undang-Undang Hak Tanggungan me-


nyingkirkan ketentuan-ketentuan tentang hipotik dan mengatumya sendiri.
Mengingat. bahwa baik hipotik maupun hak tanggungan adalah sama-
sama lembaga jaminan dan objek kedua-duanya - dengan tanah sebagai
pokok - adalah mirip satu sama lain, maka kita boleh menduga. bahwa isi
ketentuan-ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan - walaupun
sudah tentu tidak persis sama - adalah juga mirip satu sama tain. Dan
memang, kalau kita simak lebih teliti, maka - di luar perbedaan-perbeda-
an tertentu - ada banyak sekali persamaan antara kaduanya.

Janji-janji yang biasa atau selalu diperjanjikan dalam hipotik, juga diberi-
kan pengaturannya di daiam Undang-Undang Hak Tanggungan, hanya
saja di sini ditambah dengan janji-janji baru. Akan tetapi, janji-janji yang
baru pun -- yang ditambahkan tersebut ~ sebagian merupakan janji-janji
yang ditambahkan pada lembaga hipotik di negeri Belanda dan karenanya
kalau kita boleh menduga, Undang-Undang Hak Tanggungan mengambil
oper dari ketentuan hipotik di negeri Belanda .266

Sehubungan dengan hal tersebut, mengingat bahwa kita belum banyak


mempunyai pengalaman dalam pelaksanaan Undang-Undang Hak
Tanggungan dan belum mempunyai yurispudensi tetap mengenai' segi-
segi hukum Undang-Undang Hak Tanggungan, maka untuk sementara -
sepanjang tidak bertentangan dengan bunyi dan maksud serta tujuan

266) Bandingkan dengan janji-janji- hypotheek yang disebutkan oleh Stem dalam
bukunya Zekerheidsrechten. Hypotheek. hal. t02 dan selanjutnya.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 277


Hak Tanggungan

Undang-Undang Hak Tanggungan - kita masih akan menafsirkan ketentu-


an-ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan menurut pengalaman
dan yurisprudensi hipotik. Dan karena di depan kita telah mambahas
banyak segi hipotik, maka untuk pembahasan bagian-bagEantertentu dari
Undang-Undang Hak Tanggungan yang mengatur hal yang sama dengan
hipotik, kita tidak periu membahasnya lagi, tetapi cukup dengan mereverlr-
nya ke bagian hipotik,

Lalu, mengingat bahwa untuk Undang-Undang Hak Tanggungan penulis


telah menyusun 2 (dua) buku, yaitu Hukum Jaminan, Hak Jaminan
Kebendaan, Hak Tanggungan, bagian 1 dan It, maka di sini kita akan
membahas yang pokok-pokok saja, sedang untuk tinjauan yang lebih rinci
pemoaca dipersliakan membaca buku-buku tersebut.

G. . CIRI-CIRI HAK TANGGUNGAN


Ciri-ciri hak tanggungan bisa kita lihat daiam Pasal 1 sub 1 Undang-
Undang Hak Tanggungan, suatu pasal yang hendak merhbertkan pe-
rumusan tentang hak tanggungan, yang antara lain menyebutkan ciri:
- hak jaminan;
- atas tanah berikut atau tkSak berikut benda-benda lain yang me :

rupakan kesatuan dengan tanah yang bersangkutan;


- untuk pelunasan suatu hutang;
- memberikan kedudukan yang diutamakan.

1. Hak Jaminan
Hak jaminan di sini merupakan hak jaminan kebendaan, karena pada hak
tanggungan • ada benda tertentu atau sekelompk benda tertentu yang
secara khusus dlperikatkan sebagai jaminan.

Seperti sudah disebutkan di depan, hak jaminan memberikan suatu


kedudukan yang lebjh baik kepada kreditur yang memperjanjikannya.
Leblh baik di sini diukur dari kreditur-kreditur yang tidak memparianjikan
hak jaminan khusus, yaitu para kreditur konkuren, yang pada asasnya

278 Hukum Jamfnan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


berkedudukan sama tinggi, sehingga mereka harus bersaing satu sama
lain untuk mendapatkan pelunasan atas hasil eksekusi harta debitur
(Pasal 1131 K.U-H.Perdata). Karena kita belum mempunyai ketentuan
umum tentang hukum Jaminan. maka Untuk sementara sebagai dasarriya
kita pakai Pasal 1132 KU.H.Perdata.

Di samping itu, hak jaminan kebendaan juga memberikan kemudahan


kepada kreditur yang bersangkutan untuk mengambil pelunaean; karena
kepada kreditur diberikan hak parate eksekusi (vide Pasal 6 Undang-
Undang Hak Tanggungan). Kita tahu parate eksekusi merupakan eksekusi
yang disederhanakan, karena tidak periu. mengikuti, ketentuan hukum
acara.

2. Atas Tanah Berikut atau Tidak Berikut Benda-benda


Lain yang Merupakan Satu Kesatuan dengan Tanah
yang Bersangkutan
Kita tahu, bahwa yang menjadi pokok objek hak tanggungan adalah hak
atas tanahnya. Di samping itu, kalau tanahnya dijaminkan, maka jaminan
itu bisa diperjanjikan meliputi puia benda-benda yang bersatu dengan
tanah yang bersangkutan.

Periu diperhatikan, bahwa syarat penting yang disebutkan di sana adalah.


bahwa benda-benda itu harus merupakan satu kesatuan dengan tanah-
nya dan secara khusus diperjanjikan masuk dalam penjaminan. Hal itu
berarti, bahwa Undang-Undang Hak Tanggungan tidak menganut asas
asesi, karena sekalipun bersatu dengan tanahnya, tetapi tidak dengan
sendirinya terbawa oleh tanahnya ke dalam penjaminan. Hal ini merupa-
kan konsekuensi dari dianutnya prinsip hukum adaf daiam Undang-
Undang Pokok Agraria (Pasal 5), walaupun yang namanya hukum adat
tidak harus sama dengan hukum adat pada zaman 50 (lima puluh) atau
100 (seratus) tahun yang lalu. Apakah benar kite sekarang -- sesudah
rumah-rumah di desa - berupa bangunan permanen masih menganut
'prirtsip pemisahan horizontal? 'Apakah selama ini - sebelum lahimya
Undang-Undang Hak Tanggungan - tidak telah berkembang suatu

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 279


Hak Tanggungan

kebiasaan untuk selalu rnemperjahjikan pembebanan meliputi puia benda-


benda yang bersatu dengan tanahnya?

Benda-benda yang turut dijaminkan itu bisa milik debitur sendiri maupun
milik pihak-ketiga (Pasal 4 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Hak
Tanggungan). Kalau pemberi-jaminan adalah debitur sendiri. maka yang
bersangkutan disebut debitur pemberi hak tanggungan, sedang kalau
pemberi-jaminan adalah pihak-ketiga, maka yang bersangkutan disebut
pihak-ketiga pemberi hak tanggungan.

3. Untuk Pelunasan Hutang


Di sini tampak sifat accessoir dari suatu perikatan jaminan, karena ia
mengabdi pada suatu perikatan pokok tertentu yang dijamin, yang pada
asasnya bisa berupa kewajiban perikatan apa saja, tetapi pada umumnya
berupa perjanjian hutang-piutang atau kredit. Perikatan pokoknya merupa-
kan perikatan yang berdiri sendiri. tidak bergarttung dari perikatan
jaminannya.

Perikatan pokoknya yang dijamin bisa 1 (satu) atau lebih (Pasai 5


Undang-Undang Hak Tanggungan) dan bisa meliputi perikatan pokok
yang sudah ada pada saat pemberian-jaminan maupun yang akan timbul
di kemudian hari (Pasal 3 Undang-Undang Hak Tanggungan).

Misalnya perikatan pokoknya adalah perjanjian kredit per rekening koran


atau perikatan pokoknya adalah sekaligus 2 (dua), misalnya kredit per
rekening koran y dan kredit pemilikan rumah z, kedua-duanya dijamin
dengan benda jaminan mfltk pemberi-jaminan.

Sesuai dengan sifat accessoir suatu perikatan, maka adanya, berpindah-


nya dan hapusnya perikatan jaminan, bergantung kepada perikatan
pokoknya (Pasal 16 jo Pasai 18 Undang-Undang Hak Tanggungan). Kalau
perikatan pokoknya beralih, maka perikatan jaminannya turut berpindah.
apabila perikatan pokoknya hapus. maka perikatannya juga hapus.
Perikatan jaminan baru lahir atau mempunyai daya kerja, kaiau perikatan
pokoknya sudah lahir.

Hvhum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Hak Tanggungan

4. Memberikan Kedudukan yang Diutamakan


Walaupun undang-undang tidak memberikan penieiasan resmi mengenai
apa yang dimaksud dengan "kedudukan yang diutamakan" daiam Pasai 1
ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan , tetapi dengan mengingat
267

akan kedudukan pemegang-hipotik dalam K.U.H.Perdata sebagai kreditur


preferen, kiranya kita boiah menduga, bahwa yang dimaksud dengan
"kedudukan yang diutamakan" adalah sama dengan "kedudukan sebagai
kreditur preferen".

"Kedudukan sebagai kreditur preferen' berarti, bahwa kreditur yang ber-


1

sangkutan didahulukan di dalam mengambil pelunasan atas hasil ekse-


kusi benda pemberi-jaminan tertentu — yang dalam hubungannya dengan
hak tanggungan - secara khusus diperikatkan untuk menjamin tagihan
kreditur. Dengan demikian, kedudukan sebagai kreditur preferen baru
mempunyai peranannya dalam suatu eksekusi. Itu pun kalau harta debitur '
tidak cukup untuk memenuhi semua hutangnya.

Kalau benar seperti tersebut di atas maksud pembuat undang-undang.


maka kita meiihat pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 1 ayat (1)
tersebut dalam Pasal 20 ayat (1b) Undang-Undang Hak Tanggungan.
yang terletak pada Bab V tentang Eksekusi Hak Tanggungan. yang ber-
bicara tentang:
"... untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan
hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya.
Kata "hak mendahulu" kalau kita hubungkan dengan peristiwa "eksekusi"
tentunya berarti "didahulukan" dalam mengambil pelunasan atas hasil
eksekusi dan benda atau benda-benda yang dijaminkan. Jadi, keduduk-
an kreditur pemegang hak tanggungan kita sebut sebagai "diutamakan".
sedang pelaksanaan haknya kita sebut "didahulukan".

267) Yang ada adalah penjelasan umum dalam Bagian Umum 3a. yang ada
penyebutan tentang kedudukan yang "diutamakan* atau "mendahulu*, tanpa
penjelasan lebtt lanjut

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 281


Hak Tanggungan

Didahulukan dari "kreditur lain", sekalipun juga tidak diberikan penjelasan


lebih lanjut oleh undang-undang, namun kita kiranya -- sekali' lagi ber-
dasarkan pengalaman kita mengenai hipotik - boleh menduga, bahwa
yang dimaksud adalah didahulukan terhadap kreditur konkuren, dan dasar
pemlkiran kita adalah Pasal 1132 jo Pasal 1133 K.U.KPerdata. '

Selanjutnya. tidak bisa mengatakan, bahwa pemegang hak tanggungan


selalu didahulukan dari semua kreditur yang lain, karena kalau kita ber-
pegang kepada ketentuan Pasal 1134 jo Pasal 1139 sub 1 dan Pasal 1149
sub 1 K.U.H.Perdata, maka adakalanya pemegang hak tanggungan harus
mengalah terhadap hak tagih tertentu yang diistimewakan {privelege).
Sudah tentu kalau kita menyejajarkan hak tanggungan dengan hipotik,-
karena kita- belum mempunyai ketentuan umum/undang-undang yang
mengatur tentang Jaminan pada umumnya.

H. HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK KEBENDAAN


KaiaU' pembuat undang-undang hendak memberikan kedudukan yang
kuat kepada seorang kreditur, maka hal itu adakalanya dilakukan dengan
memberikan sifat hak kebendaan kepada hak kreditur yang bersangkutan.
Hak kebendaan mempunyai ciri-ciri:
- • mempunyai hubungan langsung dengan bendanya;
dapat ditujukan kepada siapa saja dalam tangan siapa ditemukan
bendanya;
- mempunyai droit de suite;
yang lahir lebih dahulu mempunyai kedudukan lebih tinggi;
-. dapat diaiihkan .268

Dari ciri-ciri tersebut di atas, dalam kaitannya dengan pembicaraan kita.


yang paling penting adalah ciri droit de suite (Pasal 7 Undang-Undang
Hak Tanggungan) dan ciri "yang lahir lebih dahulu mempunyai kedudukan
lebih tinggi" (Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Hak Tanggungan)

268) Sri Soedewi Masichoen Sofwan. Hukum Benda. hal. 25 dan selanjutnya.

282 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan

Kelebihan kreditur pemegang hak kebendaan tampak nyata, kalau kita


sadari, bahwa pengikatan jaminan hak tanggungan didasarkan: perjanjian
antara kreditur pemegang hak tanggungan dengan pemberi hak tang-
gungan. Padahal, suatu perjanjian pada asasnya hanya menimbulkan hak
dan kewajiban yang relatif saja, yang hanya bisa ditujukan dan mengikaf
para pihak dalam perjanjian saja (vide Pasal 1315 jo Pasal 1340 K.U.H.
Perdata), dengan. konsekuensinyasemua ketentuan dan janji-janji dalam
perjanjian pengikatan jaminan tidak mengikat pihak-ketiga.

Kalau ~ sebagaimana disebutkan di depan - seorang debitur pada asas-


nya, selama hutang berjalan, tidak kehilangan haknya untuk mengambil
tindakan pemilikan atas harta benda. miliknya - termasuk, yang sudah
secara khusus dijaminkan -T maka kalau hak kreditur tidak diberikan
269

sifat hak kebendaan. maka pemberi-jaminan dengan mudah dapat mem-


buat hak kreditur mubazir. yaitu dengan mengalihkannya kepada pihak-
ketiga. Atas kerugian kreditur, yang timbul dari tidak dipenuhinya kewajib-
an dan janji-janji pemberi-jaminan, memang bisa diminta ganti rugi dan
pemberi-jaminan. tetapi tagihannya adalah tagihan konkuren dan tagihan
yang semula dijamin dengan jaminan khusus sekarang juga - dengan
berallhnya hak milik atas benda jaminan menjadi tagihan konkuren
Kalau demikian hainya,-maka jaminan hak tanggungan - dan semua
jaminan kebendaan khusus yang lain - tidak banyak artinya bagi kreditur.

Dengan memberikarr sifat hak kebendaan atas hak tanggungan. maka


kreditur tidak periu khawatir, bahwa benda jaminan oleh pemberi-jaminan
dioperkan kepada pihak-ketiga, karena hak kreditur ~ sebagai hak ke-;
bendaan - mengikuti benda jaminan ke dalam tangan siapapun benda
tersebut dipindahtangankan (Pasal 7 Undang-Undang Hak Tanggungan).
Dalam hal terjadi peralihan seperti itu, maka pihak-ketiga yang mengoper
benda jaminan, dengan sendirinya berkedudukan. sebagai pihak-ketiga
pemberi-jaminan terhadap kreditur.

269} Karenanya, masih bisa menjaminkan lagi (Pasai 5 Undang-Undang Hak


Tanggungan)' dan untuk melindungi kreditur terhadap kewenangannya untuk
mengalihkan benda jaminan, maka diberikan sifat hak kebendaan atas nak
kreditur seperti yang teteanturn-dalam Pasal 7 Undang-Undang Hak Tangtfungari

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 283


Hak Tanggungan

Jugs, kalau benda jaminan dijaminkan sekali lagi oleh pemberi-jaminan,


kedudukan kreditur tidak menjadi lebih jelek, karena hak kebendaannya
yang lahir lebih dahulu, mempunyai kedudukan yang lebihtinggidan hak
kebendaan kreditur lain yang lahir belakangan (Pasal 13 ayat (5) tersebut
di atas).

I. HAK TANGGUNGAN TIDAK DAPAT DIBAGI-BAGI


Hak tanggungan, seperti juga hak hipotik, mempunyai ciri "tidak bisa
dibagi-bagi". Semua uralan di depan tentang hak hipotik sebagai hak yang
tidak bisa dibagi-bagi pada asasnya beriaku juga untuk hak tanggungan,
tetapi dengan memperhatikan perkecuallan-perkecuallannya sebagai-
. mana yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Tang-
gungan. Jadi, sekalipun pada asasnya sama, tetapi di dalam Undang-
Undang Hak Tanggungan ada penyimpangannya atas prihsip tersebut di
atas, yaitu kalau diperjanjikan oleh para pihak.

Pasal 2 Undang-Undang Hak Tanggungan menetapkan:


(1) Hak tanggungan mempunyai sifattidakdapat dibagi-bagi.
kecuali jika diperjanjikan dalam akta pemberian hak tanggung
an sebagimana dimaksud dalam ayat (2).

Jadi. prinsipnya hak tanggungan bersifattidakdapat dibagi-bagi- Namun


demikian, kepada para pihak diberikan kesempatan untuk memperjanjikan
yang sebaliknya. maksudnya memperjanjikan, bahwa hak tanggungan
bisa -dibagi-bagi. Memperjanjikannya harus dalam akta pemberian hak
tanggungan, disusul kemudian atau dibuat dalam akta lain tidak bisa.

Pemberian kesempatan untuk memperjanjikan "hak tanggungan yang


bersangkutan bisa dibagi-bagi" adalah untuk memungkinkan pembebasan
sebagian dari objek jaminan hak tanggungan dari ikatan Jaminan, sejalan
dengan pelunasan hutang secara angsuran, demikian kita baca dari Pasal
2 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan. Jadi. ada kesempatan untuk
memperjanjikan pembebasan ikatan jaminan secara bertahap sejalan
dengan pelunasan bertahap atas hutang, untuk mana diberikan jaminan.
Dengan perkataan lain, di sini diperjanjikan kemungkinan roya partiil.

284 Hukum Jamfnan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan

Roya sebagian dari hak tanggungan menyisakan hak tanggungan masih


menindih sisa objek jaminan.
Sekalipun tkJak disebutkan secara tegas-tegas, tetapi adalah logis, bahwa
memperjanjikan roya partHi-hanya mungkin, kaiau benda jaminan bisa
dibagi-bagi menjadi beberapa unit benda yang bisa berdiri sendiri-sendtrl.
Bahwa demikian itu maksudnya. tampak dalam penjelasan atas PasaJ 2
ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan dan contoh yang diberikan di
sana.

Dan bunyi Pasal 2 sub (1) tersebut di atas kita tahu, bahwa ketentuan ter-
sebut bersifat menambah (aanvullend), sehingga kalau para pihak tinggal
diam, maka ketentuan tersebut mengikat, dalam arti tidak bisa dibagi-bagi.
Penyimpangannya harus diperjanjikan dengan tegas.

J. PARATE EKSEKUSI
Pasai 6 Undang-Undang Hak Tanggungan mengatakan:
Apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas ke^
kuasaan sendiri melaiui pelelangan umum sarta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Dari pembicaraan kita di depan pada bagian hipotik, kita tahu, bahwa
yang namanya "menjual atas kekuasaan sendiri" adalah parate eksekusi.
Pada lembaga hipotik hak untuk kreditur untuk menjual objek Hipotik di
depan umum atas dasar parate eksekusi, didasarkan atas Pasai 1178
ayat (2) K.U.H.Perdata, yang menimbulkan banyak polemik, sehubungan
dengan redaksi Pasal 1178 ayat (2), yang mendasarkan kepada kuasa
mutlak yang diberikan oleh pemberi-hipotik kepada pemegang-hipotik.
Dengan mendasarkan kepada adanya "kuasa" (mutlak), maka hak-hak
kreditur tunduk kepada ketentuan umum tentang kuasa, yang dalam
prakteknya, terutama di waktu yang lalu, sehubungan dengan pelaksana-
an janji sewa. membawa banyak kendala. Para sarjana dan belakangan
juga pihak Pengadilan menerima, bahwa pelaksanaan penjualan ex Pasal
1178 ayat (2) K.U.H.Perdata adalah penjualan eksekusi dan dalam

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 285


Hak Tanggungan

peristiwa seperti itu, kreditur pemegang-hipotik melaksanakan haknya


sendiri.

Kita metihat, bahwa redaksl Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan


adalah lain sekali dengan redaksl Pasal 1179 ayat (2) tersebut di atas,
karena hak parate eksekusi pemegang hak tanggungan di dalam Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan tidak didasarkan atas perjanjian pem-
berian kuasa, tetapi diberikan ex lege, sehingga semua permasalahan
parate eksekusi yang timbul karena sifat-sitat/ciri-ciri kuasa tidak akan
muncul lagi di sini.

Harap diingat, bahwa hak parate eksekusi yang diberikan dalam Pasai 6
Undang-Undang Hak Tanggungan, sama seperti juga yang diperjanjikan
melaiui Pasal 1178 ayat (2) K.U.H.Perdata, adalah kewenangan yang ber-
syarat, yaitu hak tersebut baru ada kalau debitur sudah wanprestasi.

K. PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN


HAK TANGGUNGAN
Seperti setiap perjanjian yang lain, dalam perjanjian pemberian hak tang-
gungan ada 2 (dua) pihak yang saling berhadapan, yaitu kreditur. yang
setelah pemberian hak tanggungan akan disebut pemegang hak tang-
gungan dan pihak pemberi hak tanggungan, yang bisa debttur sendiri atau
pihak-ketiga, sehingga mereka akan disebut debitur pemberi hak tang-
gungan atau pihak-ketiga pemberi hak tanggungan.

1. Pemberi Hak Tanggungan


Dalam Pasal 8 disebutkan, bahwa;
(1) Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau
badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melaku-
kan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang
bersangkutan.

Penyebutan "orang perseorangan" atau "badan hukum" adalah berlebitv


an, karena daiam pemberian hak tanggungan objek yang dijaminkan pada
pokoknya adalah tanah, dan menurut Undang-Undang Pokok Agraria,

286 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan

yang bisa mempunyai hak atas tanah adalah balk orang perseorangan
maupun badan hukum (vide Pasai 21, Pasal 30, Pasal 36, dan Pasal 45
Undang-Undang Pokok Agraria). Untuk masing-masing hak atas tanah,
sudah tentu pemberi hak tanggungan sebagai pemilik hak atas tanah
harus memenuhi syarat pemilikan tanahnya. seperti ditentukan sendiri-
sendiri dalam undang-undang.

Selanjutnya syarat. bahwa pemberi hak tanggungan harus mempunyai


kewenangan untuk mengambil tindakan hukum atas objek yang dijamin-
kan adalah kurang lengkap, karena yang namanya tindakan hukum bisa
meliputi, baik tindakan pengurusan (beheersdaden) maupun tindakan
pemilikan (beschikkingsdaden), padahal tindakan menjaminkan merupa-
kan tindakan pemilikan (bukan pengurusan), yang tidak tercakup oteh
tindakan pengurusan. Jadi, lebih baik disebutkan, bahwa syaratnya
adalah pemberi. hak tanggungan harus mempunyai kewenangan tindakan
pemilikan atas benda jaminan.

Kewenangan tindakan pemilikan itu baru disyaratkan pada saat pendaftar-


an hak tanggungan (Pasal-8 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan).
Jadi, tidak tertutup kemungkinan, bahwa orang menjanjikan hak tang-
gungan pada saat benda yang akan dijaminkan belum menjadi miliknya.
asal nanti pada saat pendaftaran hak tanggungan, benda jamfnan telah
menjadi milik pemberi hak tanggungan. Ini merupakan upaya pembuat
undang-undang untuk menarnpung kebutuhan praktek, di mana orang
bisa menjaminkan persil, yang masih akan dibeli dengan uang kredit dan
kreditur.

2. Penerima/Pemegang Hak Tanggungan


Penerima hak tanggungan, yang sesudah pemasangan hak tanggungan
akan menjadi pemegang hak tanggungan - yang adalah juga kreditur
dalam perikatan pokok - juga bisa orang perseorangan maupun badan
hukum. Di sinitidakada kaitannya dengan syarat pemilikan tanah. karena
pemegang hak tanggungan memegang jaminan pada asasnya tidak

Hukum Jamfnan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 2S7


Hak Tanggungan

dengan maksud untuk nantinya -- kalau debitur wanprestasi - memiliki


persil jaminan . Yang harus memenuhi syarat pemilikan nantinya adalah
270

pembeli dalam eksekusi.

L. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN


Pemberian hak tanggungan harus dituangkan dalam akta Pejabat Pem-
buat Akta Tanah. demikian kita simpuikan dari Pasal 10 ayat (2) Undang-
Undang Hak Tanggungan. Kita katakan kita "simpuikan" karena sebenar-
nya dari redaksl Pasal 10 ayat (2) tersebut kita tidak membaca kata-kata
dari mana kita bisa menyimpulkan. bahwa ketentuan tersebut merupakan
ketentuan hukum yang-bersffat memaksa. Namun demikian. kalau kita
menganggap, bahwa ketentuan tersebut merupakari pelaksanaan lebih
lanjut dari suatu ketentuan umum yang tertuang .dalam Pasal 19 Peratur-
an Pemerintah "Nomor 10 Tahun 1961. di mana ada kata-kata "harus di-
buktikan dengan suatu akta yang dibuat di hadapan Pejabat yang di-
tunjuk" dan Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. yang
mengatakan tentang:

"jika dibuktikart dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembua


Akta Tanah yang berwenang...",
maka kesimpulan seperti tersebut di atas kiranya bisa diterima . 271

1. Yang Wajib Dimuat dalam Akta Pemberian Hak


Tanggungan
Di dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dikatakan.
bahwa yang wajib dicantuman dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan -
selanjutnya disingkat A.P.H.T. -- adaiah:
nama dan identitas para pihak;

270) Vide Pasal 12 Undang-Undang Hak Tanggungan.


271) Sekalipun harus diakui ada kejanggalan di sana, karena kalau belul seperti jalan
pikiran tersebut di atas. maka di sana ada ketentuan umum yang berbentuk
Peraturan Pemerintah, tetapi dilaksanakan dengan ketentuan yang berbentuk
undang-undang.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Taiiggungan

- domisili para pihak atau domisili pilihan bagi mereka yang ber-
domislil dl luar negeri;
penyebutan jefas hutang yang dijamin;
- nilai tanggungan;-
uraian mengenai objek hak tanggungan.
Bahwa nama dan identitas para pihak dalam perjanjian pemberian hak
tanggungan hams disebutkan adalah suatu syarat yang logis. Tanpa
identitas yang jelas, Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak tahu siapa yang
menghadap kepadanya, dan karenanya tidak tahu siapa yang menanda-
tangani aktanya, apakah penghadap cakap bertindak, apakah la mem-
punyai kewenangan bertindak terhadap persil jaminan dan sebagaihya.
Hal itu berkaitan dengan masalah kepastian hukum dan asas spesialitas
daripada hak tanggungan.

Kalau tidak tahu domisill para pihak, bagaimana kita bisa tahu dl mana
debitur harus melaksanakan kewajibannya dan di mana gugatan kreditur
harus di majukan.

Kewajiban penyebutan secara jelas hutang, untuk mana diberikan jamin-


an, merupakan konsekuensi dari kedudukan perjanjian pemberian jamin-
an sebagai perjanjian yang accessoir pada suatu perjanjian pokok.
Karena suatu perjanjian accessoir, adanya, berpindahnya dan berakhirnya
bergantung pada perjanjian pokok, maka sudah terrtu identitas perjanjian
pokoknya penting sekali untuk perjanjian accessoimya.

Yang dimaksud dengan "nilai tanggungan" adalah besarnya beban tang-


gungan yang dipasang (yang menindih) benda jaminan. yang merupakan
bates maksimum kreditur pemegang hak tanggungan preferen atas hasil
eksekusi objek hak tanggungan yang bersangkutan* . 72

Uraian mengenai objek hak tanggungan seperti juga penyebutan semua


ciri-ciri lain tersebut di atas daiam A.P.H.T. - berkaitan erat dengan asas

272) Apa yang dfkemukakan pada bagian hipotik mengenal beban hipotik beriaku juga
dlsini.

Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebendaan 289


Hak Tanggungan

spesialitas hak tanggungan, agar orang dapat mengetahui dengan pasti,


benda mana yang sedang memtkul tanggungan, besarnya tanggungan,
identitas para pihak, dan perjanjian pokoknya, untuk mana diberikan hak
tanggungan.

2. Yang Dapat Dlcantumkan dalam A.P.RT.


Yang dimaksud dengan "yang dapat dimuat dalam A.P.H.T." dalam Pasal
12 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan adalah janji-janji yang
biasanya ~ atau bahkan dalam praktek selalu - diperjanjikan, di luar yang
dtwajibkan, diperjanjikan dan dimuat dalam A.P.H.T. Kalau yang wajib
dimuat dalam A.P.H.T. merupakan esensialia hak tanggungan, maka yang
disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan
merupakan naturalia daripada hak tanggungan.

Janji-janji tersebut bebas untuk diperjanjikan atau tidak, namun yang pasti
pada asasnya janji-janji itu tidak dengan sendirinya/demi hukum beriaku
bagi para pihak. Bergantung dari diperjanjikan atau tidak. Walaupun
teoretis para pihak bisa lalai/lupa untuk memperjanjikannya, namun
karena dalam prakteknya janji-janji itu sudah tercetak dalam blangko,
yang wajib digunakan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. maka janji-janji
itu praktis tidak pemah ketinggatan daiam A.P.H.T

Seperti juga pada hipotik, kepada para pihak dalam perjanjian pemberian
hak tanggungan juga secara tegas-tegas diberikan kesempatan untuk
memperjanjikan janji-janji. seperti yang disebutkan daiam Pasal 11 ayat
(2) tersebut di atas, yang kita sebut janji-janji hak tanggungan.

Janji-janji yang dimaksud merupakan upaya kreditur untuk sedapat


mungkin menjaga agar objek jaminan tetap mempunyai nilai yang tinggi,
khususnya nanti pada waktu eksekusi. Karenanya, sedapat mungkin
semua kemungkinan mundurnya nilai objek jaminan, sebagai akibat dari
uiabnya pemberi jaminan atau karena suatu malapetaka, dianttsipasi.

290 Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Hak Tanflflunoan

Janji-janji tersebut meliputi:

a, Jen}) sewa
Dalam Pasal 12 ayat (2a) Undang-Undang Hak Tanggungan disebut
sebagai:
Jan}} yang mombatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk
menyewakan objek hak tanggungan dan/atau menentukan atau
mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang muka,
kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang
hak tanggungan.

Ketentuan tersebut bisa kita bandingkan dengan Pasal 1165 K.U.H.


Perdata, yang sudah kita bicarakan dalam kaitannya dengan hipotik.

Sekalipun dalam Pasal 11 ayat (2) tersebut di atas, tidak ada dikatakan
tentang pendaftaran janji itu - seperti pada Pa'sal 1185 - agar beriaku ter-
hadap pihak-ketiga, namun karena ketentuan tersebut dibuka dengan
kata-kata "daiam akta pemberian hak tanggungan", maka oleh pembuat
undang-undang, peristiwa pendaftaran sudah diperkirakan akan terjadi.
mengingat memang ada kewajiban untuk pendaftaran hak tanggungan
(Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan). Dengan pendaftaran tentu-
nya diberikan akibat "beriaku terhadap pihak-ketiga", sekalipun tidak se-
cara tegas disebutkan. karena demikian itulah akibat yang umum diterima.

b. Janji untuk tidak mengubah bentuk atau susunan objek


jaminan
Janji ini merupakan janji yang semula pada hipotik belum dikenal, tetapi di
Negeri Belanda telah ditambahkan Pasal 1223 a pada B.W. yang meng-
atur tentang hipotik, yang memberikan kewenangan kepada kredftur
pemegang hipotik untuk membatasi kewenangan pemberi jaminan untuk
mengubah bentuk dan susunan objek jaminan.

Ketentuan tentang larangan "perubahan bentuk atau susunan objek


jaminan" mestinya tertuju kepada bentuk atau susunan suatu bangunan
atau gedung, atau karya sen), Dan yang namanya perubahan bentuk atau

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 291


Hak Tanggungan

susunan suatu gedung/bangunan atau karya sent, tentunya merupakan


tindakan yang sengaja diambil. yang bisa membawa akibat menjadi lebih
baik/indah atau lebih buruk atau bahkan amburadul. Mengantisipasi ke-
mungkinan perubahan yang menjadikan objek jaminan menjadi turun nilai
jualnya, maka kreditur pemegang hak tanggungan diberikan kesempatan
untuk memperjanjikan, bahwa pemberi jaminan tidak akan meiakukan per-
ubahan bentuk maupun susunan objek jaminan. kecuali ada izin tertulis
dari pemegang hak tanggungan.

Karena yang namanya perubahan itu bisa mulai dari yang sangat ringan
sampai yang bersifat total, maka adalah patut, kalau hak kreditur ber-
dasarkan janji tersebut di atas, yang bisa sangat membatast kebebasan
pemilik atas hartanya sendiri, hanya boleh dilaksanakan terhadap per-
ubahan-perubahan yang cukup berarti saja . 273

c. Hak mengeiota objek hak tanggungan

Karena objek hak tanggungan pada pokoknya adalah tanah. dan benda-
benda yang berkartan dengah tanah. sedang yang dimaksud dengan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah adalah bangunan. tanaman
dan karya seni, maka janji pengelolaan objek hak tanggungan mestinya
tertuju kepada gedung yang dikomersialkan atau suatu perkebunan. Hak
pengelolaan baru bisa muncul, selain kalau diperjanjikan, juga sesudah
debitur wanprestasi dan dengan syarat, harus ada penetapan Ketua
Pengadilan.

Jadi. di satu pihak kreditur berkepentingan. bahwa objek jaminan tetap


mempunyai nilai yang tNiggf dan untuk itu adakaianya status, bahwa objek
jaminan masih tetap memberikan hasil yang baik (misalnya sebuah hotel)
bisa membaritu tercapainya pengharapan kreditur. Akan tetapi. di lain
pihak, hak seperti itu sangat mengurangi hak pemilik jaminan. Disyaratkan
adanya ketetapan Ketua Pengadilan kiranya merupakah upaya periin-
dungan kepentingan pemberi jaminan yang layak.

273) Stein.Hypotheek.haJ.nO.

292 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggunflart

d. Janji penyelamatan
Dalam Pasal 11 ayat (2d) Undang-Undang Hak Tanggungan dikatakan:
Janji yang memberikan kepada pemegang hak tanggungan untuk
menyelamatkan objek hak tanggungan. jika hai itu diperlukan
untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk meneegah hapusnya atau
dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan karena
tidak dipanuhi atau diianggamya ketentuan undang-undang.

• Janji tersebut untuk rnudahnya kita sebut saja*. janji penyelamatan.


Kita bisa menduga, bahwa klausula seperti tersebut dl atas diperlukan
pemegang hak tanggungan, karena ada kemungkinan, kalau pemberi hak
tanggungan, yang kebetuian adalah pihak-ketiga, merasa bahwa hutang
debitur sudah tidak bisa dipenuhi oleh debitur dan nilai jual objek jaminan
tidak jauh berbeda - apaiagi kalau kurang - dari jumlah tagihan kreditur.
maka ia akan bersfkap masa bodoh terhadap benda jaminan miliknya.
karena ia merasa bagaimanapun akhimya akan dieksekusi juga. Dan
tanggung jawabnya juga hanya .sebatas nilai benda jaminan yang telah
diberikan. Bukankah.ia sebagai pihak-ketiga pemberi jaminan. terhadap
hutang debitur, hanya mempunyai haftung saja?

Pencegahan untuk hapus atau dibatalkannya hak atas objek jaminan di-
perlukan untuk hak-hak atas tanah yang bersifat terbatas. PembBri jamin-
an - seperti .dalam kasus tersebut di atas - bisa saja bersikap acuh.
karena merasa bagaimanapun adalah tidak menguntungkan bagi dirinya
untuk mempertahankan hak atas objek jaminan. Kreditur periu memper-
janjikan kuasa agar ia bisa, atas nama pemberi jaminan. mengajukan per-
mohonan perpanjangan hak atas objek jaminan pada waktu diperlukan.
dan untuk memenuhi syarat undang-undang agar bisa mempertahankan
hak atas objek jaminan.

Klausula/janji penyelamatan, sekalipun di negeri Belanda tidak diatur


dalam undang-undang, namun dalam praktek notaris sudah biasa diper-
janjikan .
274

274) Slein, Hypotheek. hal. 127.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 293


Hak Tanggungan

e. Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri


Kewenangan seperti tersebut di atas di dalam doktrin disebut parate
eksekusi; jadi di sini dibahas mengenai janji parate eksekusi.

Sungguh suatu hal yang aneh kalau pembuat undang-undang daiam


Pasal 11 ayat (2e) Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan kesem-
patan kepada pemegang hak tanggungan untuk dalam A.P.H.T, memper-
janjikan hak untuk, daiam hal debitur wanprestasi, menjual objek jaminan
atas kekuasan sendiri. Mengapa? Karena - seperti sudah dikatakan di
depan - hak parate eksekusi sudah diberikan ex lege dalam Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan. Kalau hak (kewenangan) seperti itu
demi hukum sudah diberikan kepada pemegang hak tanggungan, untuk
apa kita hams memperjanjikannya lagi? Paling-paling ~ sekalipun
sebenarnya tidak periu ~ pemegang hak tanggungan hanya menegaskan
saja haknya dalam A.P.H.T.. bukan memperjanjikannya. Lebih aneh lagi
adalah, bahwa dl dalam blangko A.P.H.T hak parate eksekusi maiah
disebutkan sebagai buntut dari pemberian kuasa dari pemberi jaminan.

Sekalipun dalam Pasal 6 maupun Pasal 11 ayat (2e) Undang-Undang Hak


Tanggungan disebutkan tentang pemegang hak tanggungan pertama.
tetapi hendaknya dlingat, bahwa kedudukan sebagai pemegang hak
tanggungan peringkat pertama itu dlukumya pada saat akan melaksana-
kan eksekusi, sehingga bisa saja kreditur pada waktu mendaftarkan
jaminan, ia ada pada peringkat di bawah nomor 1 (satu), tetapi nanti pada
saat akan melaksanakan eksekusi, karena pergeseran peringkat, bisa
telah menjadi pemegang hak tanggungan peringkat pertama.

f. Janji untuk tidak diberalhkan


Pasal 11 ayat (2f) Undang-Undang Hak Tanggungan berburiyi:
Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama.
bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak
tanggungan.

294 Hukum Jamman, Hak-hak Jamman Kabendaan


Hak Tanggungan

Artj "pembersihan" di sini adalah pembersihan dari sisa-sisa beban yang


melebihi harga penjualan/pembelian . Maksudnya, kalau beban yang
275

menindih objek jaminan temyata iebih besar dan uang hasil penjualan,
maka ada sisa beban yang tetap menindih objek jaminan.

Contohnya, kalau kreditnya adalah Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta


rupiah) dan beban yang dipasang adalah Rp 100-000.000,00 (seratus juta
rupiah), maka kalau persil jaminan hanya laku Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah), maka dengan pembayaran sebesar Rp 50 000.000,00
(lima puluh juta rupiah) ada sisa hutang dan sisa beban sebesar
Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) yang tetap menindih objek
jaminan. Beban yang dipasang merupakan batas maksimal kreditur
preferen atas hasit eksekusi objek jaminan, yang tidak bisa lebih dari
tagihan kreditur. Pembeli dalam eksekusi tersebut di atas mendapat hak
milik atas persil jaminan dengan harga Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), tetapi dengan memikul beban sebesar Rp 30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah).

Janji yang mirip dengan yang tersebut di atas juga kita terhui dalam Pasal
1210 K.U.H.Perdata, dalam kattarmya dengan jaminan hipotik. Dikatakan
mirip —tJddk sama - karena isinya ternyata bertainan sekali. Dalam Pasal
1210 K.U.H.Perdata pemegang-hipotik memperjanjikan dari pemberi-
hipotik, bahwa objek hipotik tidak akan dibersihkan dari sisa-sisa beban
hipotik yang melebihi harga penjualan/pembelian dalam suatu penjualan
secara sukarela, yang tidak dilakukan di depan umum. Janji seperti itu
diperjanjikan oleh kreditur-pemegang hipotik sehubungan dengan adanya
ketentuan Pasal 1210 K.U.H.Perdata, yang mengatakan, bahwa:
Siapa yang tetah membeii benda yang dibebani (maksudnya
dibebani hipotik, penj.pen.), baik pada suatu pelelangan atas
perintah Hakim, maupunkarena penjualan secara sukarela dengan
suatu harga yang ditetapkan dalam uang, dapat menuntut supaya
persil yang dibeli itu dibebaskan dari segala beban hipotik yang
melebihi harga pembelian, dengan mengindahkan aturan-aturan
yang diberikan daiam pasal-pasal berikut.

275) Bahwa demikian itu maksudnya, bisa kita simpuikan dari penjelasan atas Pasal 11
sub St Undang-Undang Hak Tanggungan.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 265


Hak Tanggungan

Karena adanya ketentuan seperti tersebut di atas, maka kepada kreditur


diberikan kesempatan untuk melindungi dirinya dari kemungkinan kerugi-
an yang tidak patut, dengan memperjanjikan "janji untuk tidak dibersih-
kan" sebagai yang diatur dalam Pasal 1210 ayat (2) K.U.H.Perdata.

Jadi, janji seperti itu diadakaiUdiperjanjikan demi melindungi kepentingan


dari kreditur pemegang-hipotik,

Daiam Pasal 11 ayat (2e) keadaannya terballk. Di sana dikatakan tentang


"janji yang "diberikan" oleh pemegang hak tanggungan pertama"; jadi di
sana yang berjanji adalah kreditur pemegang hak tanggungan pertama,
dan tentunya tertuju kepada pemberi hak tanggungan, karena dalam per-
janjian pemberian hak, tanggungan para pihaknya adalah pemberi dan
pemegang hak tanggungan saja, Jadi, di sini ada janji dari pemegang hak
tanggungan pertama kepada pemberi hak tanggungan, bahwa objek hak
tanggungan tidak akan dibersihkan dari sisa beban tanggungan yang
melebihi harga penjualan . 276

Yang menjadi sulit untuk dimengerti adalah kalau memang demikian


maksud pembuat undang-undang, maka tentunya janji seperti itu diada-
kan untuk kepentingan pemberi hak tanggungan. Lalu. apa untungnya
pemberi hak tanggungan memperjanjikan, janji seperti itu dari pemegang
hak tanggungan? Apa untungnya pemilik - yang adalah pemberi hak
tanggungan -- kalau beban itu -- sesudah objek hak tanggungan dijual-
lelang - tetap melekat/manindih pada benda "yang semula" adalah
miliknya? Dalam situasj seperti itu paling-paling yang bisa memetik ke-
untungan dari tidak dibersihkannya objek hak tanggungan dari sisa beban
justru pemegang hak tanggungan sendiri, termasuk pemegang hak tang-
gungan yang tingkatnya lebih rendah dari yang melaksanakan eksekusi.
Jadi, redaksl Pasal 11 ayat (2f) seharusnya bukan "janji yang diberikan
oleh pemegang hak tanggungan pertama", mefainkari pemegang hak
tanggungan pertama "memperjanjikan" -- minta ditetapkannya suatu janji,
memperjanjikan suatu hak - bahwa objek hak tanggungan tidak akan

276) Baca penjelasan atas Pasal 11 ayat (2f) Undang-Undang Hak Tanggungan.

296 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan

dibersihkan. Kalau sesuai dengan reaksi. pemegang hak tanggungan


pertama memberikan suatu "janji", maka yang mendapat keuntungan
mestinya iawan janjinya, yaitu pemberi hak tanggungan. Apa untungnya?
Anehnya dalam bJangko A.P.H.T. tertulis:
Pihak kedua sebagai pemegang haktanggunganpertama atas
objek hak tanggungan tidak akan memberslhkan hak tanggungan
tersebut, kecuali dengan persetujuan dari pemegang hak tang-
gungan kedua dan seterusnya^ walaupun sudah dleksekusi untuk
pelunasan piutang pemegang haktanggunganpertama.
•Jadi sekarang temyata, janji itu diadakan demi keuntungan pihak-ketiga,
yaitu pemegang hak tanggungan yang kedua atau yang lebih rendah
perlngkatnya. Apa cara yang ditempuh untuk mencapai hal itu ~ me-
lindungi pihak-ketiga pemegang hak tanggungan yang iebih rendah -
sudah benar? Kalau yang memperjanjikan adalah pemberi dan pemegang
hak tanggungan, maka mestinya.janji-janji yang ada hanyalah untuk
mereka saja sebagai para pihak di dalam suatu perjanjian. Kalaupun
karena janji itu termaktub dalam A.P.H.T. dan telah didaftarkan, hal itu'
tidak berarti, bahwa pihak-ketiga bisa menikmati hak-hak dari suatu per-
janjian di mana ia bukan pihak. Daiam peristiwa seperti itu yang benar
adalah, bahwa hak-hak para pihak bisa ditujukan kepada pihak-ketiga.

Apakah tidak lebih tepat, kalau untuk mencapai tujuan seperti itu tidak di-
tempuh melaiui "janji" dalam A.P.H.T., tetapi dituangkan daiam suatu ke-
tentuan umum dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, yang menyata-
kan, bahwa sisa beban-beban yang melebihi uang hasil penjualan tidak
akan dibersihkan, kecuali dengan persetujuan dari pemegang hak tang-
gungan yang lebih rendah perlngkatnya.

g. Janji untuk tidak melepaskan hak atas objek hak tanggung-


an
Dalam penjelasan dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan tindakan
"melepaskan" adalah tindakan sukarela. Kalau kita ingat, bahwa objek hak
tanggungan pada pokoknya adalah tanah, maka klranya janji di sini lebih
tertuju kepada pelepasan hak atas tanah yang bersifat terbatas; dengan

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan
cara membiarkan haknya tidak diperpanjang. Ini merupakan usaha per-
iindungan intern kreditur terhadap pemberi hak tanggungan, sedang per-
iindungan ekstem terhadap pihak-ketiga, kreditur bisa bertumpu pada
Pasal 1341 K.U.H.Perdata melaiui actio Pauliana.

h. Janji ganti-rugl

Dalam Pasal 11 ayat (2h) Undang-Undang Hak Tanggungan pemegang


hak tanggungan memperjanjikan, bahwa kalau ada ganti rugi yang di-
terima oleh pemberi hak tanggungan, yang timbul karena dilepaskannya
hak pemberi hak tanggungan atas objek hak tanggungan atau karena
adanya pencabutan hak demi kepentingan umum, maka ganti rugi itu
akan menjadi hak pemegang hak tanggungan.

Jadi, kalau di atas diperjanjikan, bahwa pemberi hak tanggungan tidak


akan melepaskan haknya atas objek hak tanggungan secara sukarela,
maka di sini diperjanjikan, kalau sekalipun demikian hak itu dilepafckan -
atau ada pencabutan hak demi kepentingan umum - maka ganti ruginya
akan menjadi hak pemegang hak tanggungan.

Bahwa janji ini mengikat pemberi hak tanggungan, kirahya tidak ada yang
mempermasalahkan. Akan tetapi, apakah janji ini mengikat pihak-ketiga.
pihak yang memberikan ganti-rugi, dalam arti apakah ta wajib membayar-
kan ganti-rugi itu kepada pemegang hak tanggungan den bukan kepada
pemberi hak tanggungan?

Pertama, periu dipertanyakan, apakah dengan janji seperti itu, pemegang


hak tanggungan sudah mempunyai hak untuk menerima uang ganti rugi
itu langsung dari pihak-ketiga? Bahwa kalau pemberi hak tanggungan
menerima ganti rugi, uang itu - sesuai dengan janji tersebut - harus
diberikan kepada pemegang hak tanggungan sudah pasti, tetapi bahwa
pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk menerima - apaiagi
menuntut - langsung dari pihak-ketiga sama sekali tidak tampak dari
bunyi janji tersebut di atas. Sama sekali tidak tampak ada kata-kata,
bahwa ganti-rugi itu "akan diterima" oleh pemegang hak tanggungan.
Yang tertulis justru "yang diterima pemberi hak tanggungan".

298 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan

Kedua, apakah karena janji itu— bersama-sama dengan A.RH.T.-rnya -


didaftarkan, pihak-ketiga terikat untuk memberikan ganti-rugi itu langsung
kepada pemegang hak tanggungan?

Suatu pendaftaran mempunyai 2 (dua) fungsi. Bagi kreditur fungsinya


adalah haknya yang terdattar bisa ditujukan kepada pihak-ketiga dan
pihak-ketiga tidak ada kesempatan lagi untuk mengemukakan itikad baik.
Barangsiapa lalai untuk memperhatikannya, harus memlkul risiko sendiri.
Kalau dikatakan. bahwa haknya hanya untuk menuntut pembayaran gantj-
rugi yang telah diterima oleh pemberi hak tanggungan, maka hak itu tidak
bisa ditujukan kepada pihak ketiga.

Bagi pihak-ketiga fungsinya adalah untuk menghindarkan dirinya meng-


hadapi hal-hal yang tidak tampak dari luar. Kalau hak itu terdattar, maka
pihak-ketiga bisa meneliti ciri-ciri dan beban-beban yang meiekat pada
hak yang terdattar. Itulah sSbabnya, bahwa pihak-ketiga yang akan me-
laksanakan transaksi yang menyangkut hak yang terdaftar; periu men-
ceknya lebih dahulu dalam daftar, untuk menghindarkan diri dari kerugian.
Akan tetapi, adalah sama sekali tidak berdasar, kalau pihak-ketiga mau
memberikan ganti-rugi harus terikat kepada janji yang dibuat oleh para
pihak dalam A.P.H.T. Di sini pihak-ketiga tidak menghadapi kemungkinan
kerugian hanya atas dasar, bahwa objek yang diganB-rugi sedang me-
mikul hak tanggungan. Lain halnya kalau seperti pada klausula Bank
(Banker's Clause) yang berkaitan dengan asuransi, di mana perusahaan
asuransi mengikatkan diri - dengan persetujuan pemberi-jaminan - untuk
membayar santunan asuransi langsung kepada Bank.

Adalah lebih tepat kalau dalam Pasal 11 ayat (2h) Undang-Undang Hak
Tanggungan ditentukan, bahwa uang ganti rugi atas dasar dilepaskannya
atau dicabutnya hak atas objek hak tanggungan menjadi hak dan akan
diterima langsung oleh pemegang hak tanggungan, dan akan diperhitung-
kan sebagai pelunasan atau sebagai pembayaran sebagian dari hutang
debitur (kalau dengan pembayaran itu hutang debitur belum lunas).
Dengan demikian, uang ganti rugi hak atas objek hak tanggungan di-
anggap sebagai penganti objek hak-tanggungan.

Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kabondaan 289


Hak Tangoungan

Kelemahan tersebut di atas rupanya dtsadari oleh penyuaun blangko


A.P.H.T. dan karenanya di dalam akta yang bersangkutan diperjanjikan
kuasa dari pemberi kepada pemegang hak tanggungan untuk menuntut
dan menagih serta menerima ganti-rugi .... dari Pemerintah dan/atau
pihak-ketiga lainnya. Walaupun demikian, masih ada kekurarigannya,
yaitu bahwa kuasa itutidakdiperjanjikan sebagai kuasa mutlak.
t

I. Janji asuransi

Pasal 11 ayat (21) Undang-Undang Hak Tanggungan mengatakan tentang:


Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hak
tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek hak tanggung-
an diasuransikan.

Pasai ini bisa kita bandingkan dengan Pasal 297 K.U.H.D., yang terkenal
dengan sebutan janji asuransi dan sudah biasa (atau bahkan selalu) di-
perjanjikan dalam akta hipotik, tetapi dengan perbedaan yang mencolok,-
yaitu bahwa dalam Pasal 297 K.U.H.D. dengan tegas dikatakan. bahwa
kalau ada diperjanjikan oleh para pihak dan telah diberitahukan kepada
pihak asuransi, bahwa uang santunan asuransi akan dianggap sebagai
ganti hipotik, maka pihak asuransi wajib memperhitungkan uang ganti-rugi
itu dengan kreditur pemegang-hipotik. Jadi. tegas disebutkan, bahwa
pembayaran itu akan langsung diserahkan kepada pemegang-hipotik.

Dalam Pasal 11 ayat (2i) tidak tampak hak pemegang hak tanggungan
untuk menerima apaiagi menuntut langsung dari pihak asuransi. Kalau
kita baca radaksinya seperti apa adanya, maka hak pemegang hak tang-
gungan hanya bisa ditujukan kepada pemberi hak tanggungan saja. yaitu
kalau pemegang hak tanggungan menerima uang ganti rugi asuransi. ia
wajib untuk membayarkannya kepada pemegang hak tanggungan untuk
djperhitungkan dengan hutangnya.

Kekurangan itu diperbaiW dalam blangko A.P.H.T. dengan menyatakan


adanya kuasa dari pemberi kepada pemegang hak tanggungan 'untuk
menerima seluruh atau sebagian uang ganti kerugian asuransi yang ber-
sangkutan sebagai pelunasan hutang debitur". Kewenangan untuk mene-
300 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan
Hak Tanggungan
rirrta diberikan, tetapi kewenangan untuk menagih tidak diperjanjikan.
Selain dari itu, sama dengan yang sudah dikatakan di atas, kuasa itu tidak
diberikan dalam bentuk mutlak, sehingga setiap saat bisa saja ditarik
kembali.

j. Janji pengosongan
Janji ini isinya adalah janji dari pemberi hak tanggungan, bahwa ia akan
mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tang-
gungan. Sudah bisa diduga, bahwa klausula ini dimaksudkan agar
kreditur tidak sullt mendapatkan pembeli lelang dan bahwa pembeli-lelang
merasa lebih mantap, pada waktu Ikut lelang. bahwa ia akan mendapat-
kan persil jaminan daiam keadaan kosong. dalam arti tanpa penghuni dan
barang-barang milik pihak-ketiga.

Walaupun demikian, janji seperti ini sebenarnya tidak periu, karena pada
asasnya dalam setiap eksekusi, persil tereksekusi harus diserahkan
dalam keadaan kosong kepada pembeli-lelang . 277

k. Janji mengenai seitifikat hak atas tanah objek hak


tanggungan.
Sebenarnya berdasarkan ketentuan Pasal 22 sub 4 Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961, setelah pembebanan, maka sertjfikat hak atas
tanah dikembalikan kepada yang berhak (maksudnya pemilik tanah yang
dibuktJkan dengan sertifikat yang bersangkutan), sedang kreditur me-
megang sertifikat hak jaminan yang bersangkutan, i.e. sertjfikat hak tang-
gungan.

Akan tetapi, dalam prakteknya, kreditur memperjanjikan untuk. selama


hutang berjalan ~ di samping sertifikat hak tanggungan ~ juga memegang
sertifikat hak atas tanah jaminan. Hal itu dilakukan sehubungan dulu ada

277) vide Pasai 200 sub 11 H.I.R. dan Pasal 11 ayat (11) Undang-Undang Nomor 49
Tahun 1960 L.N. i960 -156. vide Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Pengadilan Buku II. hal. 148.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebendaan 301


Hak Tanggungan

ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. yang


mewajlbkan juru letang untuk - pada lelang hak-hak atas tanah yang
sudah didaftarkan - menyampaikan sertifikat hak tanah yang bersangkut-
an kepada Kantor Pertanahan. Karena kreditur takut akan mendapat
kesuiitan dalam melaksanakan eksekusi, kalau sertjfikat hak atas tanah-
nya tidak tersedia di tangan kreditur (untuk diserahkan kepada juru
lelang), maka dibuatlah janji seperti tersebut di atas.

Oi kemudian hari. syarat seperti yang disebutkan dalam Pasal 24 Peratur-


an Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tidak beriaku mutlak lagi, dan dalam
Pasal 41 sub a1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan.
bahwa:
(4) Kepaia Kantor Letang menolak melaksanakan lelang. apabila:
a. mengenai tanah yang sudah terdattar atau hak milik atas
rumah susun:
1. kepadanya tidak diserahkan sertifikat asll hak yang
bersangkutan, kecuali dalam hal lelang eksekusi
yang dapat tetap dilaksanakan walaupun sertifikat
asli hak tersebut tidak diperoleh Pejabat Letang dari
pemegang haknya;

Di samping itu. untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melaiui


lelang disampaikan kepada kantor lelang, kutipan risalah lelang yang ber-
sangkutan dan sertifikat hak milik atas satuah rumah susun dan hak atas
tanah yang dHelang, jika bidang tanah yang bersangkutan sudah terdattar
atau dalam hal sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang
eksekusi, sudah cukup kalau disertai surat keterangan dari kepaia kantor
lelang mengenai aiasan tkfak diserahkannya sertifikat tersebut.
Jadi, mestinya sekarang ketentuan Pasal 22 sub 4 Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 bisa dijalankan sebagaimana mestinya, tetapi
dalam kenyataannya, kreditur—yang sudah biasa memperjanjikan meme-
gang sertjfikat persil jaminan - tetap saja memperjarijikan untuk meme-
gang sertifikat yang bersangkutan seperti yang sudah-sudah. Apaiagi
undang-undang sendiri memang memperbolehkan kreditur memperjanji-
kan janji seperti itu.

302 Hukum Jaminan, Hak-hak jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan

Konsekuenslnya adalah, bahwa dengan praktek seperti yang ada


sekarang, praktis hampir tidak mungkin ada pemegang hak tanggungan
kedua dan seianjutnya yang *>ukan sekaligus berkedudukan sebagai
pemegang hak tanggungan yang pertama Juga. Bukankah untuk itu
- sertifikatnya harus diserahkan untuk mencatat hak tanggungan yang ber-
sangkutan padahat sertifikat Itu dipegang pemegang hak tanggungan
yang pertama- Hanya ada kemungkinan »kecil sekafi. bahwa pemegang
hak tanggungan yang pertama mau meminjamkan sertifikatnya untuk
dipasang hak tanggungan kedua demi keuntungan kreditur lain.

Juga, hampir tidak mungkin ada pihak-ketiga. yang sebagai akibat dari
pembelian objek hak tanggungan berkedudukan sebagai pihak-ketiga
pemberi hak tanggungan, karena sama seperti tersebut di atas. sertifikat-
nya dipegang oleh pemegang hak tanggungan pertama, dengan per-
kecualian pembeli letang, yang tidak bisa menuntut pembersihan sisa
beban.

I. Janji memiliki
Dalam Pasal 12 Undang-Undang Hak Tanggungan ada larangan. bahwa
kreditur memperjanjikan, bahwa objek hak tanggungan akan menjadi milik
kreditur, kalau debitur wanprestasi. Janji seperti ini biasa disebut "milik
beding". Ketentuan Pasal 12 tersebut di atas bisa kita bandingkan dengan
Pasal 1178 ayat (1) K.U.H.Perdata, yang kurang lebih mempunyai redaksl
yang sama dan memang mempunyai tujuan yang sama . Karenanya, 278

semua komentar sekitar Pasat 1178 ayat (1) tersebut dl depan juga ber-
iaku dl sini.

M. KEWAJIBAN PENDAFTARAN
Salah satu perwujudan pemberian kepastian hukum, sebagaimana yang
disebutkan dalam bagian menimbang pada pembukaan Undang-Undang
Hak Tanggungan. adalah adanya kewajiban pendaftaran hak tanggungan

278) Kita simpuikan dad penjelasan atas Pasal 12 tersebut dl atas.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 303


Hak Tanflgunqan

sebagai perwujudan dari asas pubiisitas, walaupun prinsip yang sama


juga sudah diterapkan pada hipotik, Dalam hal ini ada perbedaan antara
pendaftaran hipotik dengan hak tanggungan. Perbedaannya adalah,
bahwa dalam Undang-Undang Hak Tanggungan ditetapkan batas waktu
pelaksanaan pendaftaran tersebut, yaitu paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah penandatanganan A.RH.T. Kewajiban pendaftaran diletakkan di
atas pundak Pejabat Pembuat Akta Tanah, di hadapan siapa A.P.H.T.
ditandatangani. dengan ketentuan, bahwa peianggarannya menimbulkan
akibat hukum administratif sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 23
Undang-Undang Hak Tanggungan.

Pendaftaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 Undang-


Undang Hak Tanggungan adalah pendaftaran'dalam Buku Tanah Hak
Tanggungan dan dalam daftar bUku tanah hak atas tanah yang ber-
sangkutan, yang terdapat pada kantor Pertanahan setempat.

Caranya adalah dengan mengirimkan 1 (satu) exemplar A.P.H.T dan


warkahnya ke kantor Pertanahan setempat.

Yang periu sekali untuk mendapat perhatian kite adalah, bahwa menurut
Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan. tanggal pendaftaran
adalah hari ke-7 (ketujuh) setelah penerimaan lengkap surat-surat yang
diperlukan bagi pendaftaran. Ketentuan hari ke-7 (ketujuh) adalah ke-
tentuan tetap, bukan merupakan ketentuan maksimal atau selambat-
lambatnya suatu pembebanan didaftarkan.

Jadi, sekalipun pada saat menyampaikan permohonan pendaftaran,


semua syarat pendaftaran sudah dipenuhi, tetap saja pendaftaran baru di-
lakukan pada hari ke-7 (ketujuh) tsrhitung sejak penerimaan lengkap per-
mohonan dan warkahnya, Padahal, menurut Pasai 13 ayat (5) Undang-
Undang Hak Tanggungan, hak tanggungan baru lahir pada tanggal buku
tanah hak tanggungan.

304 Httfcum Jaminan, Hak-hak Jamman Kabendaan


Hak Tanggungan

Mengapa periu dipermasalahkan? Permasalahannya adalah, bagaimana


kalau terjadi, A.P.H.T. sudah setesai ditandatangani, berkas permohonan
dan warkah lengkap sudah dikirimkan , tetapi sebelum hari yang ke-7
279

(ketujuh) masuk sita jaminan? Hak siapa yang didahulukan? Harap di-
ingat, bahwa setelah sita dijatuhkan dan didaftarkan, maka berlakulah
ketentuan Pasai 199 H.I.R.

N. SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN


Sebagai bukti pendaftaran hak tanggungan, kepada pemegang hak
tanggungan diberikan Sertifikat Hak Tanggungan (Pasai 14 ayat (5)
Undang-Undang Hak Tanggungan). Sertifikat hak atas tanahnya, mestinya
sesuai dengan ketentuan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961, dikembalikan kepada pemilik hak atas tanah yang ber-
sangkutan. Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Hak
Tanggungan seperti itu puia prinsipnya, tetapi drtambahi kata-kata "kecuali
apabila diperjanjikan lain", yang menunjukkan bahwa ketentuan tersebut
bersifat menambah dan karenanya para pihak dapat - dan dalam praktek-
nya hampir selalu - menyimpanginya dengan menentukan lain.

Sertifikat hak tanggungan demi hukum ~ jadi tanpa diminta - diberikan


irah-irah "Demi Keadiian berdasarkan Ketuhanari Vang Maha Esa" oleh
Kantor Pertanahan dan pemberian irah-irah seperti itu dimaksudkan agar
sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan sebagai suatu grosse
akta , yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
280

Dalam Pasal 224 H.I.R. dikatakan, bahwa:


Suatu grosse akta hipotik dan surat pengakuan hutang. yang di-
buat di hadapan Notaris di Indonesia dan yang bagian atasnya
memakai perkatan "Demi Keadiian Berdasarkan Ketuhanan Yang

279) Sasuai ketentuan PasaJ 30 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan
Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
280) Pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman
menetapkan. bahwa peradilan dilakukan 'Demi Keadiian Berdasarkan Ketuhanan
yang Maha Esa*.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kebendaan 305


Hak Tanggungan

Maha Esa" mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan


Hakim '.20

Dalam doktrin akta grosse seperti itu ditafsirkan sebagai "yang telah mem-
punyai kekuatan yang tetap . Jadi, menurut Pasal 224 H.I.R., yang bisa
282

mempunyai kekuatan sebagai grosse hanya akta hipotik dan akta peng-
akuan hutang yang dibuat secara Notariil saja. Kalau dipenuhi syarat yang
disebutkan di sana, maka grosse akta tersebut mempunyai kekuatan yang
sama dengan suatu keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuat-
an yang tetap . 283

Ketentuan Pasal 224 H.I.R. tersebut mengingatkan kita kepada Pasal 41


P.J.N., yang juga berbicara tentang grosse yang mempunyai kekuatan
yang sama dengan suatu keputusan Pengadilan.

Walaupun irah-irah yang dicantumkan dalam sertifikat hak tanggungan


tidak memenuhi syarat Pasal 224 H.I.R., namun di dalam penjelasan atas
Pasal 14 Undang-Undang Hak Tanggungan dikatakan, bahwa pemberian
irah-irah seperti tersebut di atas dimaksudkan agar sertifikat hak tang-
gungan mempunyai kekuatan eksekutorial, sehingga kalau debitur wan-
prestasi, sertifikat hak tanggungan siap untuk dieksekust seperti halnya
suatu keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap
(Pasal 14 sub 3 Undang-Undang Hak Tanggungan). Jadi. bukan sama
dengan suatu keputusan Pengadilan, melainkan mempunyai kekuatan
yang sama dengan suatu keputusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan yang tetap. Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan yang tetap siap untuk dilaksanakan.

281) Lihat |uga Pasal 440 Rv.


282) Ditafsirkan dari kata-kata dalam Pasal 224 H.I.R.. demikian juga pendapat
Sudlkno Martokusumo, hal. 214.
283) Selanjutnya. baca surat MA Nomor 133/154/86/11/UM-TU/Pdt tartanggal IBMaret
1986; surat MA Nomor147/168/86/1l/Um-TU/Pdt tartanggal 1 April 1986; surat MA
Nomor 213/229/05/1l/UM-TU/Pdt tBrtanggal 16 April 1985, semuanya dimuat
dalam Media Notariat Edisi Perkenalan 1 Jull 1986. Selanjutnya baca Kpts. M.A.
Nomor 1520 k/Pdt/1984 tartanggal 31 Mel 1986, dimuat dalam Himpunan
Yurlsprudensi Indonesia yang penting untuk praktek sehari-hari. Landmark
Decisions. jilkJ 3 dari Sudargo Gautama.

306 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan

Tampaknya kenyataan, bahwa sertifikat hak tanggungan tidak memenuhi


syarat grosse akte sebagai yang disebutkan dalam Pasal 224 H.I.R. mau
diatasi dengan tambahan kata-kata "... dan beriaku sebagai pengganti
grosse akte hypotheek sepanjang mengenai tanah" sebagai yang kita
baca dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan

Tambahan kata-kata "dengan menggunakan lembaga parate eksekusi


sesuai dengan hukum acara" di dalam penjelasan atas Pasal 14 ayat (2)
dan ayat (3) adalah sangat membtngungkan.

Seperti sudah diuraikan didepan pada waktu berbicara tentang parate


eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan maupun
Pasal 1178 ayat (2) K.U.H.Perdata (pada waktu membagas tentang
hipotik). parate eksekusi merupakan pelaksanaan eksekusi hak kreditur
atas objek jaminan, tanpa (di luar) melaiui ketentuan hukum acara, tanpa
penyitaan, tanpa melibatkan juru sita. tanpa izin Pengadilan. Kreditur me-
laksankan hak parate eksekusi seperti ja mejual benda miliknya sendiri.

Pada pelaksanaan eksekusi berdasarkan grosse. posisi kreditur lain


sekali. Sama seperti orang yang telah meriang perkara, sama seperti
pihak yang telah memegang keputusan Pengadilan yang memenangkan
dirinya, pemegang grosse akta', hanya bisa melaksanakan haknya dengan
fiat ekesekusi dari Ketua-Pengadilan (Pasal 200 H.I.R.), di bawah pimpin-
an Ketua Pengadilan (Pasal 224 H.I.R. dan Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman). semua-
nya dengan mengindahkan ketentuan hukum acara (Pasai 197. Pasal 198
dan Pasal 200 K.I.R.).

O. KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN


Berlainan dengan Pasal 1171 ayat (2) K.U.H.Perdata. yang menetapkan,
' bahwa kuasa untuk memberikan hipotik harus dibuat dengan suatu otentik
- dalam arti Notariil - maka dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak
Tanggungan ditetapkan, bahwa:

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 307


Hak Tanggungan

(1) Surat Kuasa membebankan hak tanggungan wajib dibuat


dengan akta Notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah
dan *»*

Pertama-tama, dari kata "wajib" dalam Pasal 15 ayat (1) tersebu.1 di atas.
kita tahu, bahwa ketentuan tersebut bersifat memaksa dan karenanya
tidak bisa disimpangi dengan sepakat para pihak.

Kedua, bahwa kepada para pihak terbuka piiihan untuk memberikan


kuasa tersebut secara Notariil atau melaiui akta Pejabat Pembuat Akta
Tanah. Kalau dipilih Notariil, maka akta yang bersangkutan sudah tentu
harus memenuhi semua persyaratan untuk sahnya suatu akta Notaris,
sebagaimana yang ditetapkan dalam P.J.N.

Kalau dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka mengingat
Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta terikat kepada
wilayah kerjanya dan letak objek jaminan terletak , maka menjadi
285 286

pertanyaan, apakah untuk S.K.M.H.T., wilayah kerja Pejabat Pembuat


Akta Tanah. juga mempengaruhi kewenangannya untuk melangsungkan
S.K.M.H.T.?

Di dalam syarat-syarat yang harus dipenuhi/termuat. sebagaimana yang


disebutkan dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan,
tidak ada syarat, bahwa wilayah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah, di
hadapan siapa kuasa itu dibuat, harus meliputi wilayah di mana objek hak
tanggungan itu terletak. Apaiagi adalah tidak logis, kalau untuk S.K.M.H.T.
kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah harus dibatasi sampai seluas
wilayah kerjanya, karena kuasa itu pada umumnya nantinya tidak akan di-
laksanakan untuk menandatangani A.P.H.T. di hadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah yang bersangkutan, tetapi di hadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah lain, yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah. Jadi. pemberian
kuasa tidak ada kaitannya dengan letak tanah, karena bukan merupakan

284) Surat kuasa untuk membebankan hak tanggungan untuk selanjutnya, untuk
rlngkasnya, akan kita sebut saja S.K.M.H.T.
285) Vide P.M.A. Nomor 10 Tahun 1961.
286) Pasal3P.MANomor15Tahun1961.

308 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan


Hak Tanggungan

transaksi tanah. Suatu kuasa justru sangat dibutuhkan, kalau letak tanah
berjauhan dengan tempat tinggal si pemilik. Kalau dekat, mungkin adanya
kuasa tidak dibutuhkan atau pada umumnya kebutuhan itu tidak terlalu
besar.

Sehubungan dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan, ada


beberapa syarat yang harus dipenuhi.

S.K.M.H.T. harus merupakan kuasa yang khusus memuat kuasa untuk


membebankan hak tanggungan. dalam arti tjdak boleh dicampur dengan
kuasa atau akta lain. Sudah tentu maksudnya adalah hanya untuk mem-
bebankan hak tanggungan "dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembebanan hak tanggungan", atau menurut istilah K.U.H.
Perdata "hanya mengenai satu kepentingan tertentu" (Pasai 15 ayat (1)
sub a Undang-Undang Hak Tanggungan jo Pasal 1795 K.U.H.Perdata).
Kuasa itu, menyimpang dari ketentuan umum tentang kuasa (Pasal 1803
K.U.H.Perdata) tidak boleh dilimpahkan (disubstitusikan) kepada orang
lain (Pasal 15 ayat (1) sub b)dan harus menyebutkan dengan jelas objek
hak tanggungannya, jumlah hutangnya dan nama-nama dan identitas
debitur, apabila pemberi hak tanggungan bukan debttur sendiri (Pasal 15
ayat (1) sub c). Ini semua tentunya balk demi kepastian hukum, untuk
melindungi kepentingan para pihak dan pihak-ketiga.

Selanjutnya, menyimpang dari ketentuan umum tentang kuasa (Pasal


1813 K.U.H.Perdata). S.K.M.H.T. dibuat dalam bentuk kuasa mutJak.
dalam arti'tidak berakhir karena sebab-sebab apa pun. kecuali kuasa itu
telah dilaksanakan atau masa berlakunya -- sebagai yang disebutkan
dalam ayat (3) dan ayat (4) - telah berakhir (Pasal 15 ayat (2) Undang-
Undang Hak Tanggungan).

Suatu ciri lain yang istimewa adalah, bahwa terhadap tanah-tanah yang
sudah terdattar, S.K.M.H.T. harus sudah digunakan dalam waktu 1 (satu)
bulan sejak diberikan (Pasai 15 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggung-
an). Bahwa suatu kuasa bisa dibatasi jangka waktunya, bukan merupakan
hal yang aneh, mengingat berdasarkan kebebasan berkontrak orang
boleh memperjanjikan apa saja, asal tidak bertentangan dengan hukum

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 300


Hak Tanggungan
yang bersifat memaksa, ketertiban umum. kesusilaan dan kepatutan.
Namun, di sini pembatasannya justru ditentukan oleh undang-undang dan
bisa kita duga, bahwa pembatasan waktu itu dimaksudkan agar
S.K.M.H.T. tidak dibiarkan tetap dalam bentuk kuasa, dan hak tanggungan
benar-benar dilaksanakan pemasangannya. Dengan perkataan lain, hak
tanggungan pada asasnya-wajib untuk dipasang (dilaksanakan pem-
bebanannya). Ini menjadi aneh. karena yang namanya hak itu pada asas-
nya diserahkan kepada si .empunya hak untuk menggunakannya atau
tidak hak itu, di sini malah menjadi kewajiban; jadi namanya "hak" tang-
gungan, tetapi isinya "kewajiban" tanggungan. Kewajiban itu tampak dari
sanksinya, yaitu batal demi hukum (Pasal 15 ayat (6) Undang-Undang
Hak Tanggungan).

Perkecualian jangka waktu diberikan untuk tanah-tanah yang belum ter-


daftar, yang memerlukan waktu untuk mengkonversi dan/atau mendaftar-
kannya, yang diberikan keionggaran sampai 3 (tiga) bulan sejak pemberi-
an kuasa (Pasal 15 ayat (4)).

Semua ketentuan batas waktu S.K.M.H.T. tersebut di atas tidak beriaku


terhadap kredtt-kredit tertentu, yang akan diatur tersendiri dalam per-
undang-undangan.

P. HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN


Dalam Pasal 18 Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan sebab-
sebab hapusnya hak tanggungan. yaitu karena:
- hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan;
- dilepaskannya hak tanggungan oteh pemegang hak tanggungan:
- pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat
oleh Ketua Pengadilan Negeri;
- hapusnya hak atas fanah yang dibebani hak tanggungan.
Dasar yang disebutkan pertama tersebut di atas adalah sesuai dengan
sifat accessoir dari suatu jaminan. Yang dimaksud dengap "hutang"
adalah hutang dalam perikatan pokok. sedang "hapus" di sini berarti tidak

310 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Hak Tanggungan

ada perikatan lagi, yang bisa terjadi tidak hanya karena pembayaran saja
(pelunasan), tetapi meliputi semua sebab yang disebutkan dalam Pasal
1381 K.U.H.Perdata, Kalau perikatan pokoknya hapus maka accessoirnya
juga demi hukum hapus.

Hak tanggungan merupakan hak yang diberikan dan dipunyai oteh


kreditur berdasarkan perjanjian dan undang-undang. Adalah logis, bahwa
hak itu boleh digunakan atau tidak, atau bahkan untuk dHepaskan oleh
kreditur. Kesemuanya itu adalah sesuai dengan prinsip suatu hak. Pem-
buat undang-undang menetapkan bentuk pelepasan hak tersebut, yaitu
harus dibuat dalam bentuk (pemyataan) tertulis, yang dibuat oleh peme-
gang hak tanggungan dan ditujukan kepada pemberi hak tanggungan
(Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan).

Yang dimaksud dengan pembersihan adalah pembersihan dari sisa beban


hak tanggungan yang menindih objek hak tanggungan. Kalau sisa beban
hak tanggungan dibersihkan, maka tidak ada lagi beban tanggungan yang
meiekat pada objek hak tanggungan. Pembersihan bisa terjadi dalam
suatu penentuan peringkat kreditur dalam suatu kepailitan (kepailitannya
pemberi jaminan), tetapi yang dimaksud di sini adalah tuntutan pem-
bersihan yang datang dari seorang pembeli-lelang. Pada asasnya
seorang pembeli objek hak tanggungan dalam suatu lelang - baik lelang
eksekusi maupun sukarela - dapat minta pembersihan objek hak
tanggungan yang dihellnya dari sisa beban, yang jumlahnya melebihi
harga pembelian (Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan),
sehingga pembeli-lelang akan menjadi pemilik objek lelang bersih dari'
segala beban .287

Namun yang namanya "minta", kesemuanya bergantung dari kesediaan


pemegang hak tanggungan, apaiagi sudah biasa dan selalu pemegang
hak tanggungan memperjanjikan, bahwa tidak akan ada pembersihan
tanpa persetujuan dari pemegang hak tanggungan kedua dan selanjut-
nya, karena klausula seperti sudah tercetak dalam A.P.H.T. Jadi, ketentu-

267) Jadi beda sekali dengan ketentuan Pasal 1210 K.U.H.Perdata, dl mana pembeli
letang berhak menuntut pembersihan.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan 311


Hak Tanggungan

an Pasal 19 ayat (1) tampaknya tidak bakal banyak manfaatnya. Yang


masih bisa menolong adalah fakta, bahwa jarang ada pemegang hak
tanggungan lain selain pemegang hak tanggungan yang pertama. Kalau
ada blasanya krediturnya adalah sama.

Dalam Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan dikatakan.


bahwa kalau tidak ada kesepakatan mengenai pembersihan antara peme-
gang hak tanggungan yang pertama dengan pemegang hak tanggungan
yang lebih rendah, maka pembeli dapat minta Ketua Pengadilan Negeri
menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan letang di-
antara para kreditur. Periu diingat, bahwa masalah pembersihan baru
retevan, kalau hasil eksekusi objek hak tanggungan tidak cukup untuk
memenuhi tagihan para kreditur.

Kita tahu, bahwa berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Hak


Tanggungan kewenangan menentukan pembersihan ada di tangan
kreditur pemegang hak tanggungan peringkat pertama. Kaiaupun dla ber-
sedia, ia masih periu mendapat kesepakatan dari pemegang hak tang-
gungan yang peringkatnya ada di bawahnya. Hal itu berarti, bahwa peme-
gang hak tanggungan yang peringkatnya di bawah pemegang hak tang-
gungan yang melaksanakan eksekusi, berhak untuk meiawan pembersih-
an. Kalau ia meiawan (verzet), maka kita bisa menyimpulkan, bahwa hasil
eksekusi tidak bisa memenuhi tagihannya.

Tapi kalau pemegang hak tanggungan yang ada di bawah tidak setuju
dengan pembersihan, maka pembeli-lelang berhak minta agar Pengadilan
menetapkan pembagian hasil lelang berdasarkan posisi para kreditur. Ini
sama dengan Pengadilan menetapkan peringkat para kreditur (rang
regettng). Akibat dari penetapan peringkat kreditur terhadap hasil eksekusi
adalah, bahwa yang berkedudukan sebagai kreditur yang lebih tinggi me-
nerima iebih dahulu. Jadi, kalau hasil eksekusinya hanya cukup untuk me-
lunasi tagihan kreditur pemegang hak tanggungan yang pertama, maka
yang ada di bawahnya tidak mendapat apa-apa. Jadi, hastlnya sama saja,
apakah pemegang hak tanggungan yang ada di bawah meiawan pem-
bersihan atau tidak.

312 Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kabandaan


Hak Tanggungan

Ketentuan Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan kedengar-


an aneh. karena katanya pembersihan objek hak tanggungan tidak dilaku-
kan oleh pembeli, apabila pembelian dilakukan dengan jual-beli secara
sukarela dan dalam A.P.H.T. telah diperjanjikan, bahwa hak tanggungan
tidak akan dibersihkan dari sisa beban yang melebihi harga pembelian.

Keanehan pertama adalah, dalam Undang-Undang Hak Tanggungan tidak


ada dikatakan, bahwa pembeli bisa "melakukan pembersihan"; jadi tidak
periu ada pemyataan seperti tersebut dalam Pasal 19 ayat (4). Pembeli
hanya bisa "minta" kepada pemegang hak tanggungan agar persil yang
dibeli oleh pembeli-lelang dibersihkan.

Keanehan kedua, dalam semua perjanjian - jadi tidak hanya kalau dalam
perjanjian jual-beli sukarela -- kalau sudah diperjanjikan, bahwa persil
objek jaminan tidak akan dibersihkan, dan janji itu telah didaftarkan --
daiam pembebanan hak tanggungan memang didaftarkan karena termuat
dalam A.P.H.T. yang didaftarkan ~ maka semua pihak, termasuk
pihak-ketiga tidak bisa menuntut pembersihan.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabendaan 313


Hak Tanggungan

314 Hukum Jaminan, Hak-hak Jamman Kabendaan


Buku-buku a Tiillsan-Uillsan yg. Plainggunn, daiam Buku Ini

BUKU-BUKU DAN TUUSAN-TULISAN


YANG DISINGGUNG DALAM BUKU INI

Apeldoom, L.v., "InlekJing tot de studie van het Nederlandse


Recht", cetakan ke-11, W.E.J. Tjeenk Wlllink.
Zwolle, tahun 1952.
Badrulzaman, Mariam "Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian
Darus, Kredit Bank dengan Jaminan Hipotik Serta
Hambatan-hambatannya dalam Praktek di
Medan", Alumni, Bandung, 1983.
Beekhuis. J.H., Serie Asser, "Handleidlng tot de Beoetening van
het Nederlands Burgelijkrecht," cetakan ke-
sepuluh, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle 1975.
Brakel, 5.v., "Leerboek van het Nederlandse Verbintenissen-
recht", Jilid I, cetakan ketiga, W.E.J. Tjeenk
Willink, Zwolle, 1948.
Busman, C.W. Star, "Hoofdstukken van Burgelijke Rechtsvordering".
penerbitan baru, De Erven F. Bonn N.V..
Haarlem, 1955-
Eggens, J., "Oneigelijk Pandrecht (Nieuwe Rechtsspraak)",
dalam Verzamekle Privaatrechtelijke Opstellen,
Noordhof - Kolff N.V., Batavia C.
Gandaprawira, D., "Pengaturan Hukum tentang Gadai (Pand),"
dalam Seminar Hukum Jaminan, tanggal 9 s.d.
11 Oktober 1978 di Vogyakarta. B.P.H.N.
Depkeh. kerja sama dengan Fakultas Hukum
Gama, Binacipta, Yogyakarta.

Hukum Jamman, Hak-hak Jaminan Kebondaan 316


Buku-buku & Tuliaan-tuilgan yq. Djatnggung dalam Buku ml
Gandasubrata, "Penerapan Hukum Jaminan di Indonesia",
Purwoto S., pidato pembukaan Temu Wicara "Hukum Jamin-
an di Indonesia", yang diseienggarakan pada
tanggal 3 September 1987 oleh Center for
Management Technology.
Gautama, Soedargo, "Perhjkah Dihidupkan Kembali Lembaga
Sandera?" dalam Hukum dan Keadiian, Nomor
2, Januari/Februari 1970.
Grinten. W.C.L. "Vertegenwoordiging en Rechtspersoon, De
van der, Vertegenwoordiglng," Serie Asser, "Handleiding
tot de Beoefening van het Nederlands Burgelijk-
recht", cetakan keempat. W.E.J. Tjeenk Willink.
Zwolle, 1973.
Hutagalung, Mura P., "Eksekusi Hipotik dan Kepastian Hukumnya", di-
muat dalam "Hukum dan Pembangunan", Nomor
6, Tahun XX, Desember 1990.
Hoetink, H.R., "Arresten over Burgelljk Recht*. cetakan ke-
deiapan H.D. Tjeenk Willink & Zoon N.V.,
Haarlem 1951. .
Kartono, "Hak-hak Jaminan Kredit", cetakan kedua,
Pradnya Paramita, Jakarta 1977.
Kleyn, W.M., "Ichtisar Hukum Benda Belanda" dalam Com-
pendium Hukum Belanda, dikeluarkan di bawah
Yayasan Kerja Sama llmu Hukum Indonesia -
Negeri Belanda di s Gravenhage.
Kleyn. W.M., "Pengakuan atas Milik Fiduciair sebagai
Jaminan". dalam Compendium Hukum Belanda.
Kusuma Atmaja, Z. "Pengertian Akta Grosse", dimuat dalam Media
Asikln, Notariat Edisi Khusus, Oktober 1986.'

316 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Buku-fauku a Tulatan-tultoan yg. DWnggung dalam Buku Ini
Mahmud, T.M. Sjakur, "Keynote Address Bank Indonesia pada Loka-
karya Eksekusi Hipotik dan Kepastian Hukum-
nya", 18 September 1990 di Jakarta.
Mees.TJ, Dorhout, "Kort begrip v.h. Ned. Handelsrecht". cetakan
kedua. De Erven F. Bohn N.V., Haarlem 1956.
Mfjnssen, F.H.J. - Serie Asser. "Handleiding tot de Beoefening van
Veltan, A.A. v., het Nederlands Burgelijkrecht", Zakenrecht,
Zekerheidsrechten, cetakan kesebelas, W.E.J.
Tjeenk Willink, Zwolle, 1986.
Meyers, E.M., "Algemene Leer van het Burgelljk Recht", jilid I,
De Algemene Begrippen van het Burgelljk
Recht, Universitaire Pars Leiden. 1948.
Niwan, Lely,- "Pengaturan Hukum tentang Bentuk-bentuk
Jaminan Kebendaan Lainnya' dalam Seminar
Hukum Jaminan tanggal 5 sampai dengan
tanggal 11 Oktober 1978. B.P.H.N., Depkeh
bekerja sama dengan Gama, Binacipta.
Notodisoerjo, "Hukum Notarial di Indonesia, Suatu Penjeias-
Soegondo. an", cetakan pertama, CV Rajawali, Jakarta.
Oey Hoey Ttong, "FkJucia Sebagai Jaminan, Unsur-unsur Perikat-
an", Ghalia Indonesia, Jakarta.
Oven, A.v., Serie Asser, "Handleiding tot de Beoefening van
het Nedelands Burgelljk Recht", Bagian II,
Zakenrecht, Bijzonder Deel, Bagian Kedua,
Zekerheidsrechten, cetakan kesembilan, Tjeenk
Willink. Zwolle, 1967.
Pitlo, A., "Het Zakenrecht naar het Nederlands Burgelljk
Wetboek", H.D. Tjeenk Willink S Zoon N.V.,
Haarlem tahun 1949.

Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kabanoaan 317


Buku-buku St Tuliaan-Uillsan yg. EHsingguna dalam Buku ini
Prtlo, A. - Burght. "Hukum Waris", Buku I, seri Pitlo. diterjemahkan
Gregory.d.. oleh F. Tengker, S.H..C.N., PT Citra Aditya
Baktj, Bandung, 1995.
Poll, R.A.v.d., "Hak-Hak Jaminan," dalam Compendium Hukum
Belanda.
Prasetya. Rudhi, "Masalah Akta Notariil Pengakuan Hutang yang
Berkekuatan Eksekusi Titel", dimuat dalam
Media Notariaat Edisi Khusus - Oktober 1986.
Projodikoro, Wirjono, "Hukum Perdata tentang Hak-hak atas Benda",
cetakan ketiga, PT Pembimbing Masa. Jakarta.
1963.
Salmond, SirJohn, 'Jurisprudence", dilanjutkan oleh Glanville L.
Williams, cetakan ke X, Sweet and Maxwall. Lmt,
London tahun 1947.
Satrio, J.. "Hukum Pribadi", Bagian I. Persoon Alamiah, PT
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.
Satrio, J., "Hukum Waris", cetakan kedua, Alumni,
Bandung. 1992.
Satrio, J., "Hukum Waris", tentang Pemisahan Boedel, PT
Citra Aditya Bakti. Bandung, 1993.
Satrio, J., "Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak
Tanggungan". Buku I. PT Citra Aditya Bakti.
Bandung, 1997.
Satrio, J.. "Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak
Tanggungan", Buku II, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung. 1998.
Satrio. J., "Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan.
Fidusia". PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 2002.

318 Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Buku-buku a Tulisan-tuttaan yg. Dtalngoung dalam Buku hi)
Satrio, J.. "Hukum Perikatan, tentang Hapusnya-Perikat-
an", Bagtan 1. PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996.
Satrio, J., "Hukum Perikatan, tentang Hapusnya Perikat-
an", Bagtan 2, Alumni, Bandung, 1996.
Satrio, J., • "Hukum Harta Parkawinan", cetakan pertama,
PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
Satrio, J.. "Pendaftaran Hak atas Tanah dan Kewenangan
Mengambil Tindakan Pemilikan (Beschikking)''/
dalam Media Notariat No. 3 Th. II April 1987.
Schotten, P.. Serie Asser, "Handleiding tot de Beoefening van
het Nederiandsch Burgelijk Recht", jilid pertama.
Inieiding Personenrecht cetakan kelima.
Zwotte - W.E.J. Tjeenk Willink. 1923.
Schotten. P., Serie Asser, jilid kedua, "Zakenrecht", cetakan
keenam, Zwolle - W.E.J. Tjeenk Willink. 1927.
Setiawan, Wawan, "Periindungan Hukum bagi Kreditur". dimuat
dalam Media Notariat, No. 5, Tahun Ke II,
Oktober 1987.
Siad, Noor Aziz, "Qadai di Kotamadya Surabaya", tidak diterbit-
kan.
Sidharta, P.H., "Mengapa Orang Lebih Condong Menyelesaikan
Tuntutan-tuntutan Perdata di Luar Pengadilan".
dimuat dalam Hukum dan Keadiian. Nomor 1
tahun ke II, November/Desember 1970.
Siswoko, Edhi, "Grosse Akta dan Pelaksanaannya", dimuat
dalam Media Notariat Edisi Khusus - Oktober
1986.
Soedewi, Sri M.S. Ny. "Hukum Perdata: Hukum Benda", cetakan ke-
empat, Liberty, Yogyakarta, 1981.

Hukum Jaml nan, Hak-hak Jaminan Kabsndaan 319


Buku-buku a- TuHaan-tuHaan yg. Dl»lrtgnung dalam Buku Ini

Soedewi, Sri M.S., Ny., "Hukum Perdata: Hak Jaminan atas Tanah",
cetakan keempat, Liberty Yogyakarta, 1981.
Soedewi, Sri M.S, Ny., "Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok
Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan",
ditulis dalam rangka kegiatan B.P.H.N. berupa
proyek penulisan karya ilrrriah, cetakan pertama,
Liberty, Yogyakarta, 1980.
Soedewi, Sri M.S., Ny., "Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan
Bangunan", cetakan pertama, Liberty, Yogya-
karta, 1982.
Soedja, Soetamo, "Grosse-Akte Pengakuan Hutang", dimuat dalam
Media Notariat Edisi Khusus, Oktober 1986.
Stein, P.A., "Zekerheidsrechten, Hypotheek", cetakan ketiga,
Kluwer - D'eventer, 1986.
Stutterheim, R., "Kepastian dan Ketidakpastian Peralihan Hak
Milik Fidudair", dalam Compendium Hukum
Belanda.
Subekti, R., "Suatu Tinjauan tentang Sistem Hukum Jaminan
Nasional*, dalam Seminar Hukum Jaminan,
B.P.H.N. Departemen Kehakiman, Pen. Bina-
cipta, 1981.
Subekti, R., "Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit
Menurut Hukum Indonesia", cetakan ketiga,
Alumni. Bandung, 1986.
Subekti, R., "Kaitan Undang-Undang Perkawlnan dengan
Penyusunan Hukum Waris", kertas kerja Simpo-
sium Hukum Waris Nasional di Jakarta, tanggal
10-12Februarl1983.
Sutanuo. Retnowulan, "Surat Hutang Notariil dan Kuasa untuk
Menjual". dalam Media Notariat, Nomor 12 -13,
Tahun IV, Oktober 1989.

aao Hukum Jamman, Hak-hak Jamman Kabandaan


Tan A Sioe, "Grosse-Akta Notaris", dimuat dalam Media
Notariat Edisi Khusus, Oktober 1966.
Ting, Swan Tiong, "Catalan tentang Kekuatan Eksekutorial Grosse-
Akta Pengakuan Hutang Notarial", dalam Media
Notariat Edisi Khusus, Oktober 1986.
Tobing, G.H.S.L, "Lembaga Jaminan (Khusus Hipotik dan
Flducia), dalam Media Notariat. Nomor 5 tahun II
- Oktober 1987.
Veagans, J.D. dan "Sonets van het Nederlands Burgelljk Recht", jilid
pppenheim, A.S., kedua, Rechten op Zaken, cetakan kedua.
Haarlem, H.D. Tjeenk Willink & Zoon. 1919.
Vinogradoff, sir Paul, Common Sense in Law", direvtsi oleh H.G.
Hanbury, cetakan kedua. Oxford University
Press, London - New York - Toronto.
Vollmar, H.F.A., "Nederlands Burgelijk Recht", jilid kedua, Zaken
en Erfreeht, cetakan kedua, W.E.J. Tjeenk
Willink, Zwolle, 1951.
Wiraatmadja, Rasjim, Pengikatan Jaminan Kredit Perbankan", diterbit-
kan oleh PT Bank N.I.S.P.

******

HttkUmJafnfcan, Wsfefeak Jandnen Kebendaan


1 *

Buku-buto a TtiBw^^ yg. Dtemoouno dalam Buku Ini

322 Hukum Jainman, Hak-hak Jamman Kabeodaan


DAFTAR KEPUTUSAN PENGADILAN

Daftar Keputusan Pengadilan Negeri


kota nomor tanggal pada halaman |
Surakarta 521 /PdtV1979 ' 10Jdli 1980 220 |

Daftar Keputusan Pengadilan Tinggi


kota nomor tanggal pada halaman I
Medan ' 2/1951 16-06-1952 71 |
Surabaya 158/1950 22-03-1951 156 ]
Surabaya 175/1983 Perdata 19-03-1984 220
Semarang, 232/1981/Pdt 07-06-1985 220 j
Daftar Keputusan Mahkamah Agung
tanggal nomor pada halaman j
07-10-1972 401 K/Sip/1972 114. I
26-11-1975 883 K/Sip/1974 101 j
16-09-1975 1148 K/Sip/1972 114 •j
10-02-1976 262 K/Slp/1975 114
26-11-1976 883 K/Slp/1974 114. 115
02-01-1980 1500K/Sip/1978 161, 162
26-11-1987 599K/Pdt/1988 220

Hukum Janrinan, Hak-hak Jaminan Kebandaan 323


Daftar Keputuaan Pangadfian

Daftar Keputuaan Landraad


jkota tanggal pada halaman
| Makasar 10 Oktober 1925 44

Daftar Keputusan Read van Juatutje

kota tanggal pada halaman


Surabaya 30-03-1927 210 • •
| Batavia 25-11-1927 197

Daftar Keputuaan Hooggerechshof Batavia

Tanggal pada halaman ''


09-07-1925 37, 212
17-03-1927 221
30-05-1929 37
18-07-1929 95

Daftar Keputusan Rechtfaank

kota tanggal pada halaman


Utrecht 18-12-1912 W.9435 60

Daftar Keputusan Hot


kota tanggal pada halaman
's Hertogenbosch 09-11-1916 W.10103 49
Amsterdam 03-02-1926 W. 11487 95

324 Hukum Jamman; Hak-hak Jamman KeUcndaan


fortarKapu*^ Persian

Daftar Keputusan Hooge Raad

tanggal pada halaman


25-02-1898 W.7090 112
12-12-1908- W.8785 73
27-02-1914 NJ.1914,545 107 _j
J 03-04-1925 NJ.1925,612 70 j
01-11-1929 NJ.1929, 1745 90
125-01-1929 NJ.1929,616 154
04-02-1932 NJ.1932,491 54
29-12-1933 NJ.1934,343 119
07-04-1938 NJ.1938,503 45 |
|21-02-1941 NJ.1941,411 77

Hukum Jamirtan, Hak-hak Jaminan Kebendaan


Daftar Kaputuaart Pengadilan

326 Hu*umJanWnan,l^-nai( Jaminan Kebendaan

Anda mungkin juga menyukai