21341-Article Text-42826-1-10-20180207 PDF
21341-Article Text-42826-1-10-20180207 PDF
543 Nasional
Seminar Sulaiman Hukum
Volume 2 Nomor 1 Tahun 2016, 543-566
Pendahuluan
Membaca buku Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan
Rakyatnya, membuka kembali mata, setidaknya pada tiga hal utama
yang sangat penting bagi saya. Pertama, kecenderungan negara hukum
dewasa ini yang lebih mengutamakan bentuk daripada isi. Alat ukurnya
adalah karena negara hukum miskin kandungan mor al kemanusiaan.
Kedua, apa yang disebut sebagai negara modern, negara harus
menghadapi perluasan tugas publik, makanya tidak boleh berhenti pada
posisi negara formal. Modernitas dan industrialisasi melahirkan
*Surel: sulaiman.fh@unsyiah.ac.id
masalah-masalah sosial besar dan baru. Ketiga, apa yang disebut sebagai
hukum liberal, merasa tugasnya sudah selesai ketika berhasil membuat
hukum yang nondiskriminatif. Padahal titik ini justru persoalan
sebenarnya muncul setelah ini, yang mana ketika hukum diterapkan ada
persoalan yang namanya keadilan.1
Freidrich pernah mengingatkan bahwa hukum dan aturan
hukum perundang-undangan, harusnya adil, tapi kenyataannya,
seringkali tidak.2 Menyangkut dengan adil inilah, dalam sejumlah buku,
Satjipto Rahardjo selalu menyinggung mengenai posisi nilai liberal.
Kata ini sangat penting dan selalu disebut. Terkait dengan posisi dengan
negara hukum, Satjipto Rahardjo mengingatkan bahwa negara hukum
dibentuk hanya bertumpu pada bentuk atau format hukum, melainkan
melibatkan cara hidup atau kultur.3
Melirik pada konsep yang lebih luas. Dalam sejumlah literatur
yang lain, setidaknya terdapat lima macam konsep negara hukum di
dunia.4 Pertama, negara hukum menurut Quran dan Sunnah, atau oleh
Majid Khadduri disebut sebagai nomokrasi Islam.5 Menurut Afzal
Iqbal, masa demikian pernah berlangsung selama seribu tahun, terutama
ketika di Eropa sedang Abad Pertengahan.6 Kedua, negara hukum
menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan dengan rechtsstaat,
diterapkan di Belanda, Jerman, dan Perancis. Dalam hal ini, negara
dibatasi terlibat urusan kesejahteraan.7 Ketiga, konsep rule of law yang
diterapkan di negara-negara Anglo-Saxon, antara lain Inggris dan
Amerika Serikat. Dalam rule of law, supremasi hukum menjadi sesuatu
yang sangat esensial.8 Keempat, konsep socialist legality yang sebelumnya
diterapkan di Uni Soviet. Kelima, konsep negara hukum Pancasila.
1
Rahardjo, S. 2009. Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya. Yogyakarta:
Genta, hlm. 13.
2
Freidrich, CJ. 2008. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Cet. Ke-2. Penerjemah
Raisul Muttaqin. Bandung: Nusamedia, hlm. 239.
3
Ibid., hlm. 40.
4
Armia, MS. 2003. Perkembangan Pemikiran dalam Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya
Paramita, hlm. 31.
5
Azhary, MT. 2010. Negara Hukum Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya dilihat dari
Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini.
Cetakan ke-4. Jakarta: Predia Media Group, hlm. 63-75. Lihat juga, Khadduri,
M. 1955. War and Peace in the Law of Islam. Baltimore dan London: The John
Hopkins Press, hlm. 16.
6
Iqbal, A. 2000. Diplomasi Islam, Penerjemah Samson Rahman. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, hlm. xvii.
7
Thaib, D. 2000. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi. Yogyakarta:
Liberty, hlm. 22.
8
Asshiddiqie, J. 2004. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta: MK dan Pusat
Studi HTN FH UI, hlm. 124-129.
545 Sulaiman
Dari lima konsep ini, tidak semua bergantung pada nilai liberal.
Berangkat dari perkembangan tersebut, ada alasan tertentu yang
menyebabkan Satjipto Rahardjo berfokus pada nilai liberal. Hal yang
bisa ditangkap adalah pengaruh negara hukum Barat (rechtsstaat dan rule
of law) di Indonesia menjadi muaranya. Dengan pengalaman dijajah
oleh Eropa dalam waktu yang lama, memungkinkan proses transfer
hukum berlangsung mendekati sempurna.
Dalam perjalanannya, juga muncul ahli hukum Barat yang
menyebut Hindia Belanda juga memiliki hukum –yang oleh sebagian
besar kalangan di sana tidak menganggapnya sebagai hukum. Snouck
Hurgronje dan Van Vollenhoven adalah orang yang berjasa
menempatkan adat di Indonesia sebagai hukum melalui kacamata
ilmiah Eropa.9
Paper ini ingin beranjak dari optik kajian hukum dan
masyarakat, bukan dari tata negara. Dengan optik ini, berusaha ingin
dijawab perkembangan pengetahuan mengenai alasan di balik
perkembangan negara hukum. Di samping itu, alasan penting mengapa
pengaruh Eropa terhadap negara hukum tidak bisa dihindarkan bahkan
ketika negara sudah merdeka.
Alasan paling penting paper ini ditulis, bahwa hukum dan negara
hukum tiada henti dibincangkan oleh para pemikir. Sesuai dengan
perkembangan zaman, pendefinisian dilakukan berdasarkan pada
keadaan dunia zamannya. Perbedaan mengenai konsep ilmu hukum
abad ke-19 dan abad ke-20 bahkan abad ke-21 bisa dipahami sebagai
bagian dari perkembangan dunia. Ilmu hukum memberi respons untuk
9
Islami, MN. 2015. Hukum dan Kebebasan Berpikir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
hlm. 29-31. Ada sejumlah bahasan yang menarik diperbandingkan. Yamin.
―Kedudukan dan Peranan Hukum Adat dalam Pembinaan Hukum Nasional
menurut Soetandyo Wignjosoebroto: Tanggapannya terhadap MM.
Djojodigoeno‖, dalam Safitri, MA (Ed.). 2015. Hukum yang Lahir dari Bumi
Kultural Rakyat, Soetandyo Wignjosoebroto tentang Hukum, Sejarah dan Keindonesiaan.
Jakarta: Epistema dan Huma, hlm. 77 dst. Marwan, A dan Arizona, Y. ―Posisi
Hukum dalam Pemikiran Mochtar Kusuma atmadja‖, dalam Shidarta (Ed.).
2012. Mochtar Kusuma-Atmaja dan Teori Hukum Pembangunan. Eksistensi dan
Implikasi. Jakarta: Epistema dan Huma, hlm. 145 dst. Kurniawan, JA. ―Gagasan
Membangun (Kembali) Ilmu Hukum Adat Normatif: Konseptualisasi
Mohammad Koesnoe tentang Hukum Adat sebagai Dasar Hukum Nasional
Indonesia‖, dalam Kurniawan, JA. (Ed.). 2013. Mohammad Koesnoe dalam
Pengembaraan Gagasan Hukum Indonesia. Jakarta: Epistema dan Huma, hlm. 99
dst. Burns, P. ―Adat yang Mendahului Semua Hukum‖ dalam Davidson, JS dkk
(Ed.). 2010. Adat dalam Politik Indonesia. Jakarta: KITLV-Obor, hlm. 77-97.
Abubakar, L. 2013. Revitalisasi Hukum Adat sebagai Sumber Hukum dalam
Membangun Sistem Hukum Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum, 13 (2): 319-322.
Seminar Nasional Hukum 546
10
Rahardjo, S. ―(Ilmu) Hukum dari Abad ke Abad‖, dalam Oktoberina, SR dan
Safitri, N (Ed.). 2008. Butir-butir Pemikiran dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun
Prof. Dr. B. Arief Sidharta. Bandung: Refika Aditama, hlm. 29-31.
11
Wignjosoebroto, S. 2013. Hukum dalam Masyarakat. Yogyakarta: Graha Ilmu,
hlm. 138.
12
Ibid.
547 Sulaiman
13
Kusuma, RM. AB. 2004. Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Memuat Salinan
Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha2 Persiapan Kemerdekaan. Jakarta:
Badan Penerbit FH UI, hlm. 124.
Seminar Nasional Hukum 548
Selaras dengan hal tersebut, dalam rapat besar 15 Juli 2605 15,
Soekarno pernah menyebutkan:
14
Ibid.
15
Tarikh Sumera sama dengan masehi 1945.
16
Op. Cit., hlm. 349-350.
549 Sulaiman
21
Tanya, BL. Dkk. 2010. Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi. Cet. 3. Yogyakarta: Genta Publishing, hlm. 90-93.
22
Cahyadi, A dan Manullang, EF. 2008. Pengantar ke Filsafat Hukum. Cet.2. Jakarta:
Kencana Prenada Group, hlm. 59-60.
23
Santoso, HMA. 2014. Hukum, Moral, dan Keadilan, Sebuah Kajian Filsafat Hukum.
Cet.2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm. 58-60. Lihat juga Suseno,
FM. 2002. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Cetakan Ke-12.
Yogyakarta: Pustaka Filsafat, hlm. 130. Praktek tanggung jawab terhadap rakyat
dengan baik sudah ada pada masa Umar bin Khattab, bahkan era Islam sudah
ada sebelum masa itu. Amiruddin, H. 2010. Republik Umar bin Khattab.
Yogyakarta: Total Media, hlm. 50.
24
Asshiddiqie, J. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga-lembaga Negara Pasca-
Reformasi. Jakarta: Sekretariat Jenderal MK, hlm. 330
551 Sulaiman
25
Diungkapkan Koesnadi dan Ibrahim (1988). Muntoha. 2009. Demokrasi dan
Negara Hukum. Jurnal Hukum, 16 (3): 384-385.
26
Rahardjo, S. 2006. Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya. Yogyakarta,
Genta Press, hlm. 36-37.
27
Asshiddiqie, J. 1998. Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Negara Kesejahteraan
dan Realitas Masa Depan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Jakarta: FHUI, 13 Juni,
hlm. 1-2.
28
Palguna, IDG. 2008. MK, Judicial Review, dan Welfare State. Jakarta: Sekjen MK,
hlm. 18.
29
Asshiddiqie, J. 2005. Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Serpihan
Pemikiran Hukum, Media, dan HAM. Jakarta: Penerbit KonPress, hlm. 54-55.
30
Konteks kajian Otong Rosadi sebenarnya sektor pertambangan dan kehutanan.
Disertasinya Inkorporasi Prinsip Keadilan Sosial dalam Pembentukan UU Kehutanan
dan UU Pertambangan Periode 1967-2009 (Jakarta: PDIH UI, 2010). Rosadi, O.
2012. Quo Vadis Hukum Ekologi dan Keadilan Sosial dalam Perenungan Pemikiran
(Filsafat) Hukum. Yogyakarta: Thafa Media, hlm. 32-34.
Seminar Nasional Hukum 552
Pengaruh Eropa
Dengan mengacu pada penjelasan di atas, tampak jelas bahwa apa yang
diatur dalam Pasal 1 UUD NRI Tahun 1945 tidak bisa diketam dengan
lantang sebagai konsep negara hukum Indonesia yang sama sekali tidak
ada pengaruh Eropa. Dalam penafsiran, terutama jika mengacu pada
teknik penafsiran yang sistematik, maka apa yang diatur dalam Pasal 1
ayat (3) mengenai ―Indonesia adalah negara hukum‖, maka hukum
yang dimaksud adalah hukum yang berkedaulatan rakyat, dengan
mengacu pada bentuk negara kesatuan dan sistem pemerintahan
republik.
Konsep yang dimaksudkan di atas, tidak bisa dipastikan tegas
murni berkeindonesiaan. Katakanlah model kedaulatan rakyat yang
disebut dalam ayat di atas, merupakan modifikasi yang dihasilkan dari
sejumlah dialektika Soekarno dan Soepomo, dan Hatta, dengan juga
ada pengaruh dari filsuf Eropa seperti Locke, Hobbes, dan
Montesqiueu.
Jika ditelusuri, pengaruh paling besar dalam negara hukum
Indonesia adalah Barat. Konsep negara hukum tersebut dimulai sejak
31
Samekto, A. 2015. Pergeseran Pemikiran Hukum dari Era Yunani Menuju
Postmodernisme. Jakarta: Konstitusi Press, hlm. 77-78.
32
Suseno, FM. 1999. Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern.
Cetakan Kelima. Jakarta: Gramedia, hlm. 83.
553 Sulaiman
33
Shiddiq, MS. Op. Cit., hlm. 33.
34
Rahardjo, S. ―Hukum Adat dalam negara Kesatuan Republik Indonesia,
Perspektif Sosiologi Hukum‖. Makalah yang disampaikan pada Lokakarya
Hukum Adat. Jakarta: MK, 4-6 Juni 2005.
35
Lihat juga, Poggi, G. 1990. The State: Its Nature, Development and Prospects.
Stanford, California: Stanford University Press, hlm. 19-33.
36
Rahardjo, S. ―Hukum Adat ..., 2005. Sejumlah tafsir negara hukum Indonesia,
dapat diperbandingkan dari sejumlah artikel. Simamora, J. 2014. Tafsir Makna
Negara Hukum dalam Perspektif Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Jurnal Dinamika Hukum. 14 (3): 547-561. Dayanto. 2013.
Rekonstruksi Paradigma Pembangunan Negara Hukum Indonesia Berbasis
Pancasila. Jurnal Dinamika Hukum. 13 (3): 449-508. Luthan, S. 2012. Dialektika
Hukum dan Moral dalam Perspektif Filsafat Hukum. Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum. 19(4): 507-509.
Seminar Nasional Hukum 554
37
Shiddiq, MS. Opt. Cit., hlm. 34.
38
Ibid. hlm. 35
555 Sulaiman
39
Azhari, dalam Husni Jalil. 2004. Eksistensi Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945.
Disertasi. Bandung: Pascasarjana Universitas Padjadjaran, hlm. 61.
40
Ibid.
41
Soemantri, S. 1985. Ketetapan MPR(s) Sebagai Salah Satu Sumber Hukum Tata
Negara. Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 2.
Seminar Nasional Hukum 556
42
Purwadi, P, dkk. 2015. Konsekuensi Transplantasi Hukum Terhadap Pancasila
Sebagai Norma Dasar Dan Hukum Lokal. Jurnal Justisia. 91 (3). 2015.
43
Rahardjo, S. ―Pembangunan Hukum di Indonesia dalam Konteks Situasi
Global‖, dalam Dimyati, K. (Ed.). 2000. Problema Globalisasi Perspektif Sosiologi
Hukum, Ekonomi, dan Agama. Surakarta: Universitas Muhammadyah Press, hlm.
6.
44
Winarno, B. 2014. Dinamika Isu-isu Global Kontemporer. Jakarta: Buku Seru, hlm.
148.
45
Budiono, T. 2005. Globalisasi Ekonomi dan Reposisi Hukum Negara. Jurnal
Studi Pembangunan Interdisiplin. 17(2-3): 275-277.
46
Budiyanto. 2008. Hukum Indonesia dalam Perspektif Kesejarahan dan
Modernisasi Hukum Nasional. Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat. 5(2):2008.
Solly Lubis menyebutkan globalisasi dan pembangunan jangka panjang kedua
merupakan dua tren perkembangan (global dan nasional) yang serempak
mempengaruhi futuristic view dalam penggarisan kebijakan politik strategi
nasional. Lubis, S. ―Hukum Nasional dalam Rangka Pembangunan Jangka
Panjang Kedua‖, dalam Widnyana, IM dkk (Ed.). 1995. Bunga Rampai
Pembangunan Hukum Indonesia. Bandung: Eresco, hlm. 8-10.
47
Koesnoe, M. ―Hukum Dasar Kita dan Hukum Tidak Tertulis‖, dalam Widnyana
IM dkk (Ed.). 1995. Bunga Rampai Pembangunan Hukum Indonesia. Bandung:
Eresco, hlm. 174.
557 Sulaiman
58
Radhie, TM. ―Pembangunan Hukum Nasional dalam Perspektif Kebijakan‖,
Makalah Seminar Hukum. Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia, 19-21 Oktober 1987.
59
Setiardja, AG, 2007. Filsafat Pancasila Bagian I. Cetakan XV. Semarang: Penerbit
Universitas Diponegoro, hlm. 1.
60
Kartohadiprojo, S. dalam Sidharta, BA.
Seminar Nasional Hukum 560
Jalan Rekonseptualisasi
Ada satu hal yang harus selalu diingat bahwa rule of law dan rechsstaat,
memiliki akar konseptual dan konteks yang berbeda. Menurut
Soetandyo, doktrin rechtsstaat masuk ke De Nederlands-Oost-Indie ketika
diundangkan Reglement Op Het Beleid der Regering van Nederlands-Indie
tahun 1854. Waktu itu, doktrin rechtsstaat sudah dipahami dalam
konteks liberalisme Revolusi Perancis. Sedangkan ketika peralihan dari
abad ke-20 menuju ke-21, Amerika menganut paham pragmatisme
muncul aliran realisme hukum dalam sejarah hukum konsep rule of law
telah terpahamkan dengan warna yang utilitarian dan mengejar
kemanfaatan umum.63
Perspektif sejarah yang kuat untuk menjelaskan konteks politik
hukum suatu doktrin atau ajaran tersebut menjadi penting. Lebih-lebih
bila melengkapinya dengan sudut pandang bahwa hukum dan sistem
hukum Indonesia tak bisa dilepaskan dari pengaruh kolonial yang cukup
lama menguasai kelembagaan politik berikut dengan pengaruh kultural
atas eksistensi dan bekerjanya hukum hingga saat ini.64
61
Sidharta, BA Op. Cit. Dalam pandangan Barda Nawawi Arief, ada lima nilai yang
tidak bisa dipisahkan berkaitan dengan Pancasila, yakni ketuhanan, kemanusiaan,
kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Arief, BN. 2012. Pembangunan
Sistem Hukum Nasional (Indonesia). Semarang: Pustaka Magister, hlm 12-13.
62
Sidharta, BA dan Kusumaatmaja, M. 2000. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung:
Alumni.
63
Wiratraman, RHP. ―Dehumanisasi, Negara Hukum, dan Konstitusionalisme di
Indonesia: Melacak Jejak Pemikiran Soetandyo Wignjosoebroto Soal
Ketatanegaraan‖, dalam Safitri, MA (Ed.). 2015. Hukum yang Lahir dari Bumi
Kultural Rakyat, Soetandyo Wignjosoebroto tentang Hukum, Sejarah, dan
Keindonesiaan. Jakarta: Epistema dan HuMA, hlm. 65. Lihat juga,
Wignjosoebroto, S. 1994. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional: Suatu Kajian
tentang Dinamika Sosial-Politik dalam Perkembangan Hukum Selama Satu Setengah
Abad di Indonesia, 1840-1990. Jakarta: RajaGrafindo Persada, hlm. 457.
64
Ibid.
561 Sulaiman
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan. Pertama, negara
hukum Indonesia berangkat dari konsep rechtsstaat, yang dipengaruhi
juga oleh rule of law. Keduanya sudah disadari pengaruh sejak ketika
pembahasan UUD dilakukan oleh BPUPKI Tahun 1945. Dari awal,
pendiri bangsa sudah mempersiapkan sejumlah dasar pijakan yang kini
dapat ditemui dalam nilai Pancasila. Kedua, dalam perkembangannya,
pengaruh Barat juga tidak mungkin diketam, antara lain terjadi melalui
transplantasi baik struktur maupun ide. Hal ini antara lain terjadi karena
tekanan melalui industrialiasasi dan globalisasi yang menyebabkan
terjadinya modernisasi hukum. Padahal modernisasi hukum menjadi
ruang bagi nilai liberal menusuk dalam peraturan perundang-undangan,
yang dari awal cara berpikir seharusnya berpijak pada jatidiri berpikir
bangsa Indonesia. Ketiga, jalan rekonseptualisasi penting adalah dengan
meneguhkan secara konkrit negara hukum Indonesia yang berbasis
Pancasila. Rekonseptualisasi dimulai dengan cara melihat negara
hukum Indonesia melalui kacamata yang memungkinkan cara hukum
tersebut ditemukan, bukan dengan kacamata lain yang bernilai liberal.
Daftar Pustaka
70
Muntoha. 2009. Demokrasi dan Negara Hukum. Jurnal Hukum. 16 (3): 379-395.
563 Sulaiman
Tanya, BL. Dkk. 2010. Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang
dan Generasi. Cet. 3. Yogyakarta: Genta Publishing.
Thaib, D. 2000. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi.
Yogyakarta: Liberty.
Wignjosoebroto, S. 1994. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional: Suatu
Kajian tentang Dinamika Sosial-Politik dalam Perkembangan Hukum
Selama Satu Setengah Abad di Indonesia, 1840-1990. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Wignjosoebroto, S. 2013. Hukum dalam Masyarakat. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Winarno, B. 2014. Dinamika Isu-isu Global Kontemporer. Jakarta: Buku
Seru.
Wiratraman, RHP. ―Dehumanisasi, Negara Hukum, dan
Konstitusionalisme di Indonesia: Melacak Jejak Pemikiran
Soetandyo Wignjosoebroto Soal Ketatanegaraan‖, dalam Safitri,
MA (Ed.). 2015. Hukum yang Lahir dari Bumi Kultural Rakyat,
Soetandyo Wignjosoebroto tentang Hukum, Sejarah, dan Keindonesiaan.
Jakarta: Epistema dan HuMA.
Yamin. ―Kedudukan dan Peranan Hukum Adat dalam Pembinaan
Hukum Nasional menurut Soetandyo Wignjosoebroto:
Tanggapannya terhadap MM. Djojodigoeno‖, dalam Safitri, MA
(Ed.). 2015. Hukum yang Lahir dari Bumi Kultural Rakyat, Soetandyo
Wignjosoebroto tentang Hukum, Sejarah dan Keindonesiaan. Jakarta:
Epistema dan Huma.