Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk
membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang
kemudian dikeluarkan dari tubuh. Tetapi pada kondisi tertentu karena adanya
gangguan pada ginjal, fungsi tersebut akan berubah. Gagal ginjal kronik
biasanya terjadi secara perlahan-lahan sehingga biasanya diketahui setelah
jatuh dalam kondisi parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan.
Gagal ginjal kronik dapat terjadi pada semua umur dan semua tingkat sosial
ekonomi. Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya
kematian sebesar 85 %.
Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia dan sekarang dikenal sebagai kondisi umum yang dikaitkan
dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan gagal ginjal kronis (CRF).
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yakni kronik
dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagl ginjal yang
progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal
ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kedua
kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal.
Meskipun ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua jenis gagal
ginjal ini, tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas dan akan
dibahas secara terpisah.
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit
parenkim ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus
urinarius juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya,
beberapa penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus (glomerulonefritis),
sedangkan jenis yang lain terutama menyerang tubuls ginjal (pielonefritis atau
penyakit polikistik ginajl) atau dapat juga mengganggu perfusi darah pada

1
parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila proses penyakit tidak dihambat,
maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan
jaringan parut.
Meskipun penyebabnya banyak, manifestasi klinis gagal ginjal kronik
sangat mirip satu sama lain karena gagal ginjal progresif dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan
kombinasi gangguan yang tidak pasti tidak adapat dielakkan lagi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian CKD ?
2. Apa saja klasifikasi CKD ?
3. Apa etiologi CKD ?
4. Bagaimana pathway terjadinya CKD ?
5. Apa manifestasi klinik terjadinya CKD ?
6. Apa saja komplikasi dari CKD ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penderita CKD ?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis pada kasus CKD ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan CKD secara
komprehensif.
Tujuan Khusus:
Setelah menyusun asuhan keperawatan ini diharapkan dapat :
1. Mengetahui pengertian CKD
2. Mengetahui klasifikasi CKD
3. Mengetahui Etiologi CKD
4. Mengetahui pathway terjadinya CKD
5. Mengetahui manifestasi klinik terjadinya CKD
6. Mengetahui komplikasi dari CKD
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penderita CKD
8. Mengetahui penatalaksanaan medis pada kasus CKD.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2014).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit gagal ginjal kronik
(PGK) atau sering disebut juga dengan gagal ginjal kronik (GGK) adalah
kerusakan pada ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang
racun dan produk sisa dari darah, dengan ditandai adanya protein dalam
urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus yang berlangsung selama 3
bulan (Black & Hawks, 2009).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya di eliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa (Suharyanto & Madjid,
2009).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Chronic kidney disease
(CKD) adalah kondidi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan
sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme
tubuh dan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam darah
atau urin.

B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG


(ml/mn/1.73m 2 )
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥ 90

3
normal atau ↑
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 60-89
atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 30-59
atau sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 15-29
atau berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo, 2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik
(SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Saluran kemih bagian atas : kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
b. Saluran kemih bagian bawah : hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

4
D. Pathway

Sumber : NANDA, 2015

E. Manifestasi Klinis
Menurut Suzzane (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan
tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan
gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin – angiotensin - aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum),
edema periorbital, friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kusmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal

5
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

F. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare
(2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa

6
2. Foto polos abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
6. Pemeriksaan radiologi jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks/jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan

9. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
10. Biopsi ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
11. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan kreatinin
Ureum dan kreatinin biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).

7
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk

2. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah
CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
3. Operasi
a. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

8
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG
nya yaitu:

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Musliha (2010), pengkajian merupakan pendekatan sistematik
untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses
pengkajian dibagi dalam dua bagian yakni :
a. Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan:
Airway (Jalan Napas)
Kaji:
1) Bersihan jalan nafas.
2) Ada/ tidaknya sumbatan jalan nafas.
3) Distress pernapasan.
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan napas, muntahan, edema laring.

9
Breathing (Pernapasan)
Kaji:
1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada.
2) Suara pernapasan melalui hidung atau mulut.
3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
Circulation (Sirkulasi)
Kaji:
1) Denyut nadi karotis.
2) Tekanan darah.
3) Warna kulit, kelembaban kulit.
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal.
Disability (Status Kesadaran)
Kaji:
1) Tingkat kesadaran.
2) Gerakan ekstremitas.
3) Glasgow Coma Scale (GCS), atau pada anak tentukan Alert (A),
Respon verbal (V), Respon nyeri/pain (P), Tidak berespon/un
responsive (U).
4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
Expossure
Kaji tanda-tanda trauma atau deformitas yang ada.
b. Pengkajian Sekunder
1) B1 (Breathing)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan
pada fase ini. Respons uremia didapatkan adanya pernafasan
kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di
sirkulasi.

2) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif,
TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi, nyeri dada
atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung
akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot

10
ventrikel. Pada sistem hematologi sering di dapatkan adanya
anemia.
3) B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet
syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)
Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder
dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus
saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi
dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri
kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit,
jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi. Didapatkan
adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi dan hipertensi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner, peningkatan bendungan
atrium
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O 2
dan nutrisi ke jaringan
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia mual muntah, pembatasan diet dan perubahan
membran mukosa mulut

11
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis
f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gagguan status
metabolik, pruritis.
3. Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan pertukaran gas 1. Observasi 1. Mengetahui
berhubungan dengan pernapasan dan pola napas
kerusakan alveolus sekunder pola napas pasien pasien
terhadap adanya edema 2. Berikan posisi 2. Memberikan
pulmoner, peningkatan nyaman rasa nyaman
bendungan atrium pada pasien
Tujuan : 3. Anjurkan pasien 3. Memberikan
Setelah dilakukan tindakan untuk istirahat rasa nyaman
keperawatan selama 3 x 24 yang cukup pada pasien
jam diharapkan pertukaran 4. Kolaborasi dengan 4. Membantu
gas efektif dengan kriteria dokter dalam mempercepat
hasil : pemberian terapi proses
1. Pasien dapat obat penyembuhan
memperlihatkan ventilasi
dan oksigenasi yang
adekuat
2. Bebas dari gejala distress
pernapasan
2. Gangguan perfusi jaringan 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui
berhubungan dengan umum dan vital keadaan umum
penurunan suplai O2 dan sign pasien dan vital sign
nutrisi ke jaringan pasien
Tujuan : 2. Berikan elevasi 2. Membantu
Setelah dilakukan tindakan pada waktu memperlancar
keperawatan selama 3 x 24 istirahat sirkulasi
jam diharapkan sirkulasi 3. Ajarkan teknik 3. Memberikan rasa
perifer tetap normal dengan relaksasi nyaman
kriteria hasil : 4. Kolaborasi dengan 4. Membantu
a. Denyut nadi perifer teraba dokter dalam mempercepat
kuat pemberian terapi proses
b. Warna kulit sekitar tidak obat penyembuhan
pucat atau sianosis
3. Kelebihan volume cairan 1. Kaji status cairan 1. Mengetahui
berhubungan dengan pasien kebutuhan
penurunan haluran urin dan cairan yang
retensi cairan dan natrium dibutuhkan oleh
Tujuan : tubuh pasien
Setelah dilakukan tindakan 2. Batasi masukan 2. Pembatasan

12
keperawatan selama 3 x 24 cairan cairanakan
jam diharapkan pasien dapat menentukan BB
mempertahankan berat tubuh ideal, haluaran
ideal tanpa kelebihan cairan urin, dan respon
dengan kriteria hasil : terhadap terapi
a. Tidak ada edema 3. Jelaskan pada 3. Pemahaman
b. Keseimbangan antara pasien dan meningkatkan
input dan output keluarga tentang kerjasama
c. TTV dalam batas pembatasan pasien dan
normal cairan keluarga dalam
pembatasan
cairan
4. Anjurkan pasien 4. Untuk
untuk mencatat mengetahui
penggunaan cairan keseimbangan
terutama input dan output
pemasukan dan
haluaran
5. Kolaborasi dengan 5. Membantu
dokter dalam mempercepat
pemberian terapi penyembuhan
obat pasien
4. Ketidakseimbangan nutrisi 1. Monitor mual dan 1. Gejala yang
kurang dari kebutuhan muntah menyertai
berhubungan dengan akumulasi
anoreksia, mual, muntah, toksin endogen
pembatasan diet dan yang dapat
perubahan membran mukosa mengubah atau
mulut menurunkan
Tujuan : pemasukan
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor berat 2. Mengetahui
keperawatan selama 3 x 24 badan berat badan
jam diharapkan pasien dapat pasien
mempertahankan masukan 3. Berikan makanan 3. Porsi lebih kecil
nutrisi yang adekuat dengan sedikit tapi sering dapat
kriteria hasil : meningkatkan
a. Menunjukan BB stabil masukan
atau meningkat makanan
b. Nafsu makan meningkat 4. Anjurkan keluarga 4. Meningkatkan
c. Tidak ada anoreksia, pasien untuk nafsu makan
mual, muntah memberikan pasien
makanan yang
disukai oleh
pasien
5. Kolaborasi dengan 5. Membantu
ahli gizi dalam dalam

13
pemenuhan pemenuhan
kebutuhan nutrisi nutrisi pasien
5. Intoleransi aktivitas 1. Monitor intake 1. Mengetahui
berhubungan dengan nutrisi status nutrisi
keletihan, anemia, retensi pasien
produk sampah dan prosedur 2. Beri bantuan 2. Membantu
dialysis dalam aktivitas pasien dalam
Tujuan : dan ambulasi melakukan
Setelah dilakukan tindakan aktivitas
keperawatan selama 3 x 24 3. Ajarkan teknik 3. Memberikan
jam diharapkan pasien dapat mengontrol posisi nyaman
mempertahankan masukan pernapasan saat pada pasien
nutrisi yang adekuat dengan aktivitas
kriteria hasil : 4. Kolaborasi dengan 4. Membantu
a. Mampu melakukan ahli fisioterapi pergerakan dan
aktivitas secara mandiri dalam pemberian mobilisasi
terapi pasien
6. Gangguan integritas kulit 1. Inspeksi kulit 1. Menandakan
berhubungan dengan terhadap area sirkulasi
gagguan status metabolik, perubahan warna, buruk atau
pruritis turgor, vaskuler, kerusakan yang
Tujuan : perhatikan dapat
Setelah dilakukan tindakan kadanya menimbulkan
keperawatan selama 3 x 24 kemerahan pembentukan
jam diharapkan integritas decubitus /
kulit pasien dapat terjaga infeksi
dengan kriteria hasil : 2. Ubah posisi 2. Menurunkan
a. Mempertahankan kulit sesering mungkin tekanan pada
utuh udem, jaringan
b. Menunjukan perilaku / dengan perfusi
teknik untuk mencegah buruk untuk
kerusakan kulit menurunkan
iskemia
3. Berikan lotion atau 3. Menghindari
krim pada kulit dekubitus pada
kulit
4. Anjurkan pada 4. Menurunkan
keluarga pasien iritasi dermal
untuk dan risiko
mempertahankan kerusakan kulit
linen kering
5. Kolaborasi dengan 5. Membantu
dokter dalam mempercepat
pemberian terapi penyembuhan
obat

14
4. Implementasi
Melakukan implementasi sesuai intervensi yang telah ditentukan sesuai
kondisi pasien

5. Evaluasi
Penilaian perkembangan hasil implementasi keperawatan yang
berpedoman pada tujuan dan kriteria hasil.
Hasil yang diharapkan menurut Muttaqim (2014), setelah pasien gagal
ginjal mendapatkan intervensi adalah:
1) Pola nafas kembali efektif
2) Peningkatan perfusi serebral
3) Tidak terjadi kelebihan volume cairan
4) Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
5) Peningkatan integritas kulit.

15
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. H
Pengkajian dilakukan pada :
Tanggal :
Waktu :
Identitas Pasien
1. Nama : Sdr. H
2. Usia : 23 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki- laki
4. Tanggal :
5. Diagnosa Medis : CKD

A. Assessment
Data Subyektif
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan badan terasa lemas dan berat dengan bengkak di kaki
kanan dan kaki kiri
2. Riwayat penyakit
a. Sekarang
Pasien mengeluh bengkak pada kedua kaki dan badan terasa berat,
pasien juga engatakan sering cegukan setelah bangun tidur terutama di
pagi hari selama 1 minggu . Pada hari ke 4 pasien cegukan terus
menerus dan pasien erasakan badan terasa berat dan engeluarkan urine
yang sedikit pada tanggal …jam…klien dibawa ke UGD RSUD
Salatiga oleh keluarga dan telah dilakukan peeriksaan oleh dokter
dengan dilakukan pengkajian pada pasien dengan hasil HP :
160/100mm/Hg, HR : 97x/menit, T : 36,7oC, RR : 20x/menit.
Hasil laboratorium pemeriksaan…
Telah diberikan terapi obat….
Kemudian pada hari ke 5 tanggal…jam…klien dipindahkan ke ruang
HD ( Hemodialisa ) untuk diberikan terapi lebih lanjut.
b. Dahulu
Keluarga/pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi
yang di derita oleh ayah dan ibu pasien sejak lama, dan ayah pun juga
memiliki penyakit diabetes yang sudah di derita sejak 2 tahun yang
lalu. Selain itu pasien mengatakan dulu sebelum sakit pasien jarang
minum air putih dan sering menahan air kencing dan pada sewaktu
bangun tidur pun pasien sering cegukan di pagi hari.

16
c. Keluarga
Keluarga/pasien mengatakan dalam keluarga pasien memiliki riwayat
penyakit hipertensi yang di derita ayah dan ibu pasien sejak lama.
Keluarga pasien juga mengatakan sang ayah menderita diabetes sejak 2
tahun yang lalu.
d. Genogram

Data Obyektif
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : baik
b. Tingkat kesadaran : composmentis, EMV
c. Vital sign :
1) HP : 160/100 mm/Hg.
2) HR : 97 x/menit.
3) T : 36,7oC.
4) RR : 20 x/menit.
d. Pemeriksaan head to toe :
1) Kepala : Bentuk mesosephal
2) Mata : Simetris kanan/ kiri, konjuntiva anemis,
3) Hidung : Simertis kanan/ kiri, bersih, tidak ada polip,tidak
ada nyeri tekan pada hidung, tidak ada edema, fungsi penciuman
baik
4) Telinga: Simetris kanan/kiri, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
edema, tidak ada gagguan pendengaran, keadaan bersih
5) Mulut : Keadaan ulut bersih, tidak ada sariawan,
6) Leher : Keadaan leher bersih, tidak ada pembesaran tiroid,
tidak ada edema, ada sedikit nyeri tekan
7) Dada :
a) Jantung :
b) Paru- paru :
8) Abdomen :
9) Genitalia : Tidak terpasang DC, tidak ada gangguan
perkemihan
10) Ekstremitas :Atas :

17
Bawah :
e.
2. Pengkajian Pola Fungsional Kesehatan
a. Pola oksigenisasi :
b. Pola cairan dan elektrolit :
c. Pola nutrisi :
d. Pola eliminasi :
e. Pola keamanan dan kenyamanan
f. Pola personal hygine

g. Pola istirahat tidur


h. Pola aktivitas
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan Radiologi
4. Program Terapi
a. Infuse :
b. Injeksi :
c. Oral :
5.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
ginjal untuk mengekskresikan air dan natrium tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan anemia
3. Ketidakseimbangan nutrisi tubuh berhubungan dengan pembatasan intake
diit dan ketidakmampuan absobsi nutrien

C. Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Dx. Hasil
1 Setelah dilakukan 1. Observasi .. 1. Memantau..
tindakan keperawatan 2. Nursing 2. Mengetahui…
selama…x…jam, treatment… 3. Keluarga/pasien
diharapkan pasien 3. Edukasi… mengerti…
mampu… 4. Kolabosi… 4. Mempercepat
Dengan kriteria hasil : proses
1. Pasien penyembuhan…
mampu…
2. …

18
2 Setelah dilakukan 1. Observasi .. 1. Memantau..
tindakan keperawatan 2. Nursing 2. Mengetahui…
selama…x…jam, treatment… 3. Keluarga/pasien
diharapkan pasien 3. Edukasi… mengerti…
mampu… 4. Kolabosi… 4. Mempercepat
Dengan kriteria hasil : proses
1. Pasien penyembuhan…
mampu…
2. …

3 Setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
diharapkan pasien
mampu …

4 Setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 2x 24 jam
diharapkan pasien
mampu …

D. Implementasi dan Evaluasi


No.
Waktu Implementasi Respon TTD
Dx
Hari, tanggal 1,2,3 DS :
Jam DO :

19

E. Evaluasi Tindakan
No.
Waktu Evaluasi
Dx
H1 1,2,3 S :
O:
A:
P:

H2

20
H3

BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan kasus yang di alami oleh pasien di atas mengenai
penyakit yang di derita yaitu CKD yaitu adalah penyakit dengan
penurunan fungsi ginjal.Dari hasil pengkajian dan telah dilakukan
asuhan keperawatan Tn S mengalami CKD dalam derajat sedang
dimana kemampuan filtrasi pada ginjal yaitu 45% dari normal
90%-100%. Manifestasi yang di temukan pada pasien juga terjadi
bengkak pada kaki kanan dan kiri,CRT >2 detik, konjungtiva

21
tampak anemis,dan tekanan darah yang cenderung tinggi 160/100
mmhg

B. Saran
Dari kesimpulan yang telah di buat di atas dapat di sarankan bahwa
paseien harus dilakukan dialysis secara efektif untuk

22
23
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Kementrian kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika
Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan, Jakarta, Salemba Medika.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
Suharyanto & Madjid, 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan, Jakarta, Trans Info Media.

24

Anda mungkin juga menyukai