Anda di halaman 1dari 48

ANALISIS PELEDAKAN UNTUK MENDAPATKAN

FRAGMEN YANG DIINGINKAN PADA


TAMBANG BATUBARA

SEMINAR INDUSTRI

Oleh
IBNU ISDIANTO
710012193

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS)
YOGYAKARTA 2016
ANALISIS PELEDAKAN UNTUK MENDAPATKAN
FRAGMEN YANG DIINGINKAN PADA
TAMBANG BATUBARA

SEMINAR INDUSTRI

Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Kurikulum Jurusan Teknik
Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Oleh :
IBNU ISDIANTO
710012193

Yogyakarta, Januari 2016

Mengetahui Menyetujui
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan Dosen Pembimbing

(Ir. Ag. Isjudarto, MT) (Ir. Ag. Isjudarto, Mt)


NIK: 19730068 NIK : 19730068
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada kehadiran tuhan yang maha kuasa, yang
telah memberi rahmat karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan seminar
industri dengan baik. Penyusunan seminar industri ini dibuat sebagai salah satu
syarat untuk memenuhi kurikulum semester VIII pada jurusan Teknik
Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih


kepada :

1. Bapak Ir. H. Ircham, MT selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi


Nasional Yogyakarta.
2. Bapak Ir. Agustinus Isjudarto,MT. selaku ketua jurusan Teknik
Pertambangan serta dosen pembimbing seminar industri, yang telah
banyak memberikan bimbingan, semangat dan dorongan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan seminar dengan baik.
3. Orang tua yang selalu memberikan doa dan dorongan serta motifasi
secara moril dan materi.
4. Rekan-rekan seluruh Mahasiswa Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional Yagyakarta yang selalu memberi saran dan
semangat.

Penulis sadar bahwa seminar ini masih banyak kekurangan jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
diharapkan oleh penulis agar mendapatkan pengetahuan yang lebih luas lagi, guna
untuk memperbarui penulisan-penulisan yang selanjutnya agar lebih baik lagi,
semoga seminar industri ini bisa bermanfaat bagi kita semua, terutama diri saya.

Yogyakarta, Januari 2019

Penulis
SARI
Peledekan sendiri adalah salah satu metode yang digunakan untuk
pembongkaran matrial, Pada kegiatan penambangan. Ukuran keberhasilan
peledakan dapat dilihat dari ketercapaian target produksi, effisiensi bahan peledak,
fragmentasi yang dihasilkan dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Dalam kegiatan peledakan, karakteristik massa batuan yang harus
diperhatikan dalam rangka perbaikan fragmentasi batuan yaitu kekerasan batuan,
serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang akan diledakkan.
Kekerasan batuan pada umumnya dapat menentukan mudah tidaknya
batuan tersebut dihancurkan. Semakin keras batuan tersebut, maka semakin sulit
batuan tersebut dihancurkan, demikian juga batuan yang memiliki kerapatan
tinggi. Hal ini disebabkan karena batuan yang memiliki kekerasan tinggi
membutuhkan energi peledak yang lebih besar untuk dapat membongkarnya,
sehingga dibutuhkan bahan peledak yang lebih banyak.
Dalam kegiatan peledakan, ada 2 faktor yang mempengaruhi hasil
peledakan, yang pertama adalah Faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh
manusia diantaranya arah dan kemiringan lubang ledak, pola pemboran, Diameter
lubang ledak, geometri peledakan, pola peledakan, arah peledakan, waktu tunda,
sifat bahan peledak, pengisian bahan peledak. Faktor-faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh manusia diantaranya karakteristik massa batuan, pengaruh air
tanah, Kondisi cuaca.
Evaluasi geometri peledakan mempunyai pengaruh besar dalam proses
pemecahan dan pembentukan fragmentasi batuan. Penentuan geometri peledakan
mulai dari burden, spasi, panjang kolom isian, stemming, tinggi jenjang, sub
drilling, dan kedalaman lubang ledak harus memperhatikan karakteristik massa
batuan dan kondisi geologi setempat agar dapat memperoleh fragmentasi yang
diharapkan.
Hal lain yang mempengaruhi hasil peledakan adalah distribusi fragmentasi
hasil peledakan itu sendiri. Dimana semakin kecil distribusi fragmen akan
meningkatkan hasil peledakan, distribusi fragmentasi dipengaruhi oleh besarnya
powder factor. Dimana semakin besar powder factor maka persentase fragmentasi
kurang dari 100 cm akan semakin besar. Penggunaan bahan peledak yang sangat
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya lubang basah secara langsung akan
mempengaruhi fragmentasi yang dihasilkan.
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL.......................................................................... ............ i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
SARI............................................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR GAMABAR .................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii

BAB
I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Maksut dan Tujuan ................................................................... 1
1.3 Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah ....................................................................... 2
1.5 Metode Penilitian ...................................................................... 2
1.6 Manfaat Penulisan ..................................................................... 3

II DASAR TEORI ............................................................................... 4


2.1 Faktor-faktor yang dapat dikendalikan ..................................... 4
2.1.1 Arah dan kemiringan lubang ......................................... 4
2.1.2 Pola pemboran ............................................................... 6
2.1.3 Diameter lubang ledak ................................................... 6
2.1.4 Geometri peledakan ....................................................... 7
2.1.4.1 Jenjang (bench) ................................................. 8
2.1.4.2 Burden .............................................................. 8
2.1.4.3 Spasi .................................................................. 9
2.1.4.4 Stemming ........................................................... 9
2.1.4.5 Sub drilling........................................................ 10
2.1.4.6 Panjang kolom isian .......................................... 10
2.1.4.7 Tinggi jenjang .................................................. 10
2.1.5 Pola peledakan ............................................................... 11
2.1.6 Arah peledakan .............................................................. 12
2.1.7 Waktu tunda................................................................... 13
2.1.8 Sifat bahan peledak........................................................ 14
2.1.9 Pengisian bahan peledak................................................ 15
2.2 Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan ............................. 18
2.2.1 Karakteristik massa batuan ........................................... 18
2.2.2 Pengaruh air tanah ......................................................... 19
2.2.3 Kondisi cuaca ................................................................ 20
2.3 Frakmentasi batuan ................................................................... 20

III LANGKAH PELAKSANAAN PELEDAKAN UNTUK


MENDAPATKAN FRAGAMENTASI ............................................ 24
3.1 Faktor yang mempengaruhi fragmentasi hasil ledak ................. 27
3.1.1 Karakteristik Massa Batuan ........................................... 27
3.1.2 Kekuatan Batuan ........................................................... 28
3.1.3 Stuktur Geologi Batuan ................................................. 28
3.1.4 Air Tanah ...................................................................... 29
3.1.5 Priming (penyalaan awal) .............................................. 29
3.1.6 Pola Penyalaan............................................................... 30
3.1.7 Kemiringan lubang ledak .............................................. 30
3.1.8 Pola Pemboran .............................................................. 31
3.2 Kajian Untuk Tercapainya Fragmentasi .................................... 32
3.2.1 Evaluasi Geometri Peledakan ........................................ 33
3.2.1.1 Rasio Burden dan Spasi .................................... 33
3.2.1.2 Stemming .......................................................... 34
3.2.1.3 Kedalaman Lubang Ledak ................................ 35
3.2.2 Distribusi Fragman Hasil Peledakan ............................. 35
3.2.3 Pola Pemboran ............................................................... 36
IV PENUTUP ....................................................................................... 37
4.1 Kesimpulan ................................................................................ 37
4.2 Saran ....................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

Gambar 2.1 Pemboran Dengan Lubang Ledak Miring Dan Lubang


Ledak Tegak .................................................................... 6
Gambar 2.2 Pola Pemboran ................................................................. 6
Gambar 2.3 Pola Peledakan Box Cut .................................................. 7
Gambar 2.4 Pola Peledakan Corner Cut .............................................. 8
Gambar 2.5 Pola Peledakan V-Cut...................................................... 10
Gambar 2.6 Proses Pecahnya Batuan Akibat Peledakan ..................... 14
Gambar 3.1 Booster dan Nodel Tube di Masukkan ke Dalam Luabng
Ledak ............................................................................... 24
Gambar 3.2 Pengisian Bahan Peledak Kedalam Lubang Peledak Dengan
Mengunakan Mobil Mixer Unit.. ..................................... 25
Gambar 3.3 Juru Ledak Memberi Informasi Kepada Pekerja dan Unit
yang lainya....................................................................... 26
Gambar 3.4 Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak
miring .............................................................................. 31
Gambar 3.5 Pola Pemboran Sejajar dan Pola Pemboran Selang-Seling 32
Gambar 3.6 Medel Burden dan Spasi Rancangan Peledakan ............. 34
Gambar 3.7 Kedalaman Lubang Ledak ............................................... 35
Gambar 3.8 Pola Pemboran Sejajar dan Pola Pemboran Selang-Seling 36
DAFTAR TABEL

Tabel Hal

Tabel 2.1 Bobot Nilai Tiap Parameter Dalam Penentuan Kreteria Massa

Batuan................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pekerjaan pada tambang terbuka dalam proses pemenuhan target produksi
yang telah ditentukan dan untuk mendapatkan fragmen batuan dengan ukuran
yang diinginkan, teknik peledakan sangatlah lumrah dipergunakan dalam tambang
terbuka. Pada umumnya ada dua tipe operasi pemecahan batuan yang dilakukan
dalam industri pertambangan, yaitu penetrasi batuan (rock penetration drilling,
cutting, boring, dll) dan fragmentasi batuan (rock fragmentation). Dalam penetrasi
batuan (pemboran, cutting dll) pada suatu lubang bor biasanya dilakukan secara
mekanik dan kadang-kadang termik atau hidrolik. Tujuan dari penetrasi batuan
untuk Penempatan bahan peledak atau keperluan lain yang memerlukan lubang
berukuran kecil.
Untuk mendapatkan fragmen batuan yang diinginkan pada saat ini
umumnya dilakukan evaluasi dengan sistem pengajuan geometri peledakan
sampai ketemu Powder Faktor idealnya dengan berbagai percobaan dilapangan,
kemampuan tergantung pada kapasitas produksi yang diinginkan dan ukuran
fragmen yang diharapkan, didasarkan pula pada pertimbangan teknik dan
ekonomi.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan penulis adalah:
1. Maksud
Maksud penulis adalah untuk memenuhi sistem kredit (SKS) di
semester VIII yang harus ditempuh untuk mendapatkan jenjang sarjana
S1 Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Yogyakarta.
2. Tujuan
Tujuan penulisan adalah untuk menambah wawasan, Kususnya tentang
peledakan, yang meliputi geometri peledakan, pola-pola peledakan,
untuk mendapatkan hasil fragmen yang diinginkan.

1.3 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang penulis bahas dalam penulisan seminar ini
membahas faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam peledakan untuk
mendapatkan fragmen batuan yang diinginkan dan teknis untuk mencapai
keberhasilan kegiatan untuk mendapatkan fragmen tersebut.

1.4 Batasan Masalah


Dalam penulisan seminar ini penulis membatasi permasalahan hanya pada
permasalahan geometri peledakan, pola-pola lubang ledak untuk menunjang
keberhasilan kegiatan peledakan untuk mendapatkan fragmen.

1.5 Metode Penilitian


metode yang diterapkan didalam penulisan seminar ini adalah studi
literatur, merupakan metode pengumpulan data terhadap literatur-literatur yang
berkaitan dengan materi yang dibahas dan mencari data sekunder antara lain:
1. Kegiatan penambangan yang terkait dengan pembahasan penulisan.
2. Karakteristik batuan yang terkait dengan pembahasan.
Studi ini didapat dari pencarian bahan-bahan pustaka yang diperoleh dari :
1. Perpustakaan.
2. Bulletin, brosur-brosur.
3. Gambar dan table.
4. Jurnal.
Metode download data merupakan metode yang dilakukan untuk
pengumpulan data. Dengan memanfaatkan internet untuk mendapatkan file atau
data yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas.

1.6 Manfaat Penulisan


Sebagai langkah awal untuk mengetahui proses pemboran lebih lanjut,
pembelajaran sebelum kerja serta memahami lebih lanjut hasil dari peledakan dan
pengamplikasian materi di tempat kerja. Dapat mengetahui faktor-faktor
peledakan dalam menunjang keberhasilan pemenuhan target produksi, salah
satunya dengan mendapatkan fragmen yang sesuai rencana produksi agar
mempermudah dalam proses selajutnya.
BAB II
DASAR TEORI

Peledakan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk membongkar dan


memisahkan bahan galian dari batuan induknya dengan menggunakan bahan
peledak. Hal ini dilakukan karena alat gali muat dianggap tidak efisien lagi untuk
menggali dan membongkar batuan tersebut. Tujuan kegiatan peledakan yaitu
untuk menghancurkan, melepas, ataupun membongkar batuan dari batuan
induknya dengan ukuran fragmentasi tertentu, untuk memenuhi target produksi
dan memindahkan batuan yang telah hancur menjadi tumpukan material yang siap
untuk dimuat ke dalam alat angkut. Dalam kegiatan peledakan, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi hasil peledakan faktor-faktor tersebut adalah:

2.1 Faktor-faktor yang dapat dikendalikan


Faktor tersebut dapat dikendalikan manusia lewat perancangan dan
perencanaan sebelum peleksanaan kegiatan peledakan dengan melihat kondisi
lokasi serta jenis batuan yang akan diledakkan.

2.1.1 Arah dan Kemiringan Lubang Ledak


Pada saat pembuatan lubang ledak arah pemboran ada 2 macam, yaitu :
1. Arah pemboran tegak.
2. Arah pemboran miring.
Untuk menentukan arah pemboran, perlu diperhatikan keuntungan dan
kerugian masing-masing arah pemboran.
1. Keuntungan dan kerugian dari sistem pemboran miring
a. Keuntungan dari sistem pemboran miring :
i. Fragmentasi dari hasil peledakan lebih baik dan seragam.
ii. Dinding jenjang dan lantai jenjang yang dihasilkan relative lebih rata.
iii. Mengurangi terjadinya pecahan berlebih pada batas baris lubang
tembak bagian belakang (back break).

b. Kerugian dari sistem pemboran miring :


i. Kesulitan dalam menempatkan sudut kemiringan yang sama antar
lubang ledak serta dibutuhkan lebih banyak ketelitian dalam
pembuatan lubang bor.
ii. Panjang lubang ledak dan waktu yang dibutuhkan untuk pemboran
lebih panjang.
iii. Mengalami kesulitan dalam pengisian handak.

Gambar 2.1 pemboran dengan lubang ledak miring dan lubang ledak tegak.
Sumber : www.google.co.id/search?=pemboran dengan+lubang+ ledak+
miring+dan+lubang+ledaktegak&hl. Di akses pada tanggal 20 januari 2016.

2. Keuntungan dan kerugian untuk sistem pemboran tegak


c. Keuntungan lubang ledak tegak adalah :
i. Pemboran dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih akurat.
ii. Untuk tinggi jenjang sama lubang ledak akan lebih pendek jika
dibandingkan dengan lubang ledak miring.
d. Kerugian lubang ledak tegak adalah :
i. Kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang (remnant toe)
besar.
ii. Kemungkinan timbulnya retakan ke belakang jenjang dan getaran
tanah lebih besar.

2.1.2 Pola Pemboran


Pola pemboran merupakan suatu pola dalam pemboran untuk
menempatkan lubang-lubang ledak secara sistematis. Pola pemboran ada 2
macam, yaitu :
a. Pola pemboran sejajar (parallel pattern) adalah pola pemboran dengan
penempatan lubang ledak dengan baris yang berurutan dan sejajar dengan
burden.
b. Pola pemboran selang-seling merupakan pola pemboran yang penempatan
lubang-lubang tembaknya selang-seling setiap kolomnya.

Gambar 2.2 Pola pemboran.


Sumber : http://miningforce. blogspot.co.id/2011/09/analisa-produktifitas-
peledakan-untuk.html. Di akses pada tanggal 29 Januari 2016

2.1.3 Diameter Lubang Ledak


Pemilihan diameter lubang bor tergantung pada tingkat produksi yang
diinginkan. Pemilihan ukuran lubang bor secara tepat adalah penting untuk
memperoleh hasil fragmentasi secara maksimal dengan biaya rendah. Diameter
lubang ledak berpengaruh pada penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak
yang digunakan pada setiap lubangnya.

Faktor-faktor yang mempegaruhi penentuan diameter lubang ledak antara lain :


1. Volume massa batuan yang akan dibongkar.
2. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian.
3. Tingkat fragmentasi yang diinginkan.
4. Mesin bor yang tersedia (hubungannya dengan biaya pemboran).
5. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan.

2.1.4 Geometri Peledakan


Kondisi batuan dari suatu tempat-ketempat yang lain akan berbeda
walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan
yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun
mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau
rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya.
Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampuan ledakan
(blastability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi
struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan
akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu, dibanding batuan yang sudah
ada rekahannya.
Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau Powder
Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai untuk setiap hasil
peledakan (kg/m3 atau kg/ton). Ash (1967) membuat suatu perhitungan pedoman
geometri peledakan jenjang berdasarkan pengalaman empiris yang diperoleh dari
berbagai tempat dengan jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda sehingga
Ash berhasil mengajukan rumusan-rumusan empiris yang dapat digunakan sebagai
pedoman untuk rancangan peledakan. Dalam pelaksanaan nanti ternyata hasil dari
cara perhitungan Ash harus selalu dicoba di lapangan untuk memperoleh
gambaran dan perubahan kearah geometri peledakan yang mendekati kondisi
sesungguhnya, percobaan dilapangan dilakukan dengan cara trial and error
sampai memperoleh geometri peledakan yang optimal. Dengan memahami
sejumlah rumus baik yang diberikan oleh para ahli maupun cara coba-coba akan
menambah keyakinan bahwa percobaan untuk mendapatkan geometri peledakan
yang tepat pada suatu lokasi perlu dilakukan. Karena berbagai rumus yang
diperkenalkan oleh para ahli tersebut merupakan rumus empiris yang berdasarkan
pendekatan suatu model.

2.1.4.1 Jenjang (bench)


Bentuk jenjang akan dipengaruhi oleh lubang ledak. Lubang ledak
miring akan memberikan jenjang miring dan sebaliknya jika lubang ledak lurus
maka jenjangnya juga lurus.

2.1.4.2 Burden (B)


Burden adalah jarak terdekat antara bidang bebas (free face ) dengan
lubang ledak atau kearah mana akan terlempar frakmentasi batuan yang
diledakkan. Untuk menghitung harga dari burden rasio (kb), harga burden rasio
dipengaruhi oleh jenis batuan yang akan diledakkan dan bahan peledak yang
dipakai, maka perlu penyesuaian burden rasio dengan perhitungan dari teori Ahs
(1967) yaitu :
kb = kbstd × Af1 × Af2
Dstd 1/3
Af = ( )
D
1/3
SG × (Ve)2
Af = ( )
SGstd × (Ve)std 2
Keterangan :
Af1 = faktor koreksi batuan.
Af2 = faktor koreksi bahan peledak.
Kb = burden rasio yang dikoreksi.
kbstd = burden rasio standar.
𝐷𝑠𝑡𝑑 = kerapatan batuan standar.
Gstd = spesifik grafity standar.
𝐷 = kerapantan batuan yang diledakkan.
𝐺 = spesifik grafity bahan peledak yang dipakai.

2.1.4.3 Spasi (S)


Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan
didalam satu baris diukur sejajar terhadap pit wel, dan diukur sejajar terhadap
dinding jenjang, besarnya spasi tergantung dari panjangnya burden, apabila spasi
lebih kecil dari burden cenderung mengakibatkan flay rokc yang terjadi akibat
pendeknya stemming. Untuk menentukan spasi, rumus yang digunakan menurut
Ahs (1967) yaitu:
S = Ks × B
S = spasing (ft).
Ks = spasing rasio.
B = burden (ft).

2.1.4.4 Stemming (T)


Stemming atau sumbatan lubang ledak adalah berguna untuk mengurangi
gas bertekanan tinggi terlepas ke udara secara prematur, bagian lubang peledak
yang tidak diisi oleh bahan peledak maka akan diisi dengan matrial penutup
seperti pada cutting hasil pemboran, pasir, tanah liat. Panjang stemming yang
sesuai dapat meningkatkan proses penghancuran dan pemindahan batuan.
Besarnya stemming tergantung pada besarnya burden, dan stemming ratio (kt).
Jarak stemming yang ideal dapat dihitung dengan mengunakan formula dari Ash
(1967) yaitu:
T = Kt × B
keterangan :
T = stemming (meter).
Kt = stemming ratio.
B = bueden (meter).
Stemming berfungsi juga mengurangi gas-gas yang timbul dari hasil peledakan
sehingga peledakan dapat menghasilkan energi yang maksimum.

2.1.4.5 Sub Drilling (j)


Penambahan kedalaman lubang bor diluar dari rencana lantai jenjang.
Sub drilling dibuat untuk membentuk lantai jenjang yang relatif rata saat
peledakan dilakukan, rumus yang digunakan menurut Ash (1990) adalah:
j = Kj × B
Dimana :
J = sub drilling (ft).
Kj = sub drilling ratio (0,2 – 0,3 ).
B = burden (ft).
Penggalian yang efesien membutuhkan lantai jenjang yang cocok dengan alat gali
karena lantai jenjang sangat dipengaruhi oleh besaran sub drilling. Sub drilling
optimal bervareasi terhadap:
1. Sifat massa batuan.
2. Energi ledak per meter lubang ledak.
3. Diameter dan kemiringan lubang ledak.
Sub drilling dapat bertambah sesuai dengan bertambahnya burden atau spasing.
Sub drilling yang berlebih dapat mengakibatkan :
1. Tidak efesienya pemboran dan jumlah bahan peledak.
2. Menambah getaran tanah.
3. Kehancuran yang berlebih (overbreak) pada lantai jenjang.
4. Gerakan kearah vertikal yang berlebihan dari batuan yang diledakkan.

2.1.4.6 Panjang Kolom Isian (pc)


Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang akan
diisi bahan peledak.

2.1.4.7 Tinggi Jenjang (H)


Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan
pengeboran dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh terhadap
hasil peledakan seperti fragmentasi batuan. Getaran tanah, lemparan batuan, hal
ini dipengaruhi jarak burden. Konya dan Walter merumuskan metode praktis
menentukan kedalaman lubang ledak bor bila stiffness ratio diatas 2 yang disebut
dengan “rule of five”rumus itu adalah
Lmin = 5 × De
Keterangan :
Lmin = tinggi jenjang minimum (minimum bench heinht).
De = diameter lubang ledak (diameter of exsplosive).

2.1.5 Pola Peledakan


Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang
ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada baris berikutnya ataupun antar
lubang ledak satu dengan lainnya. Pola peledakan ditentukan berdasarkan urutan
waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan. Berdasarkan arah
runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuan ke depan dan
membentuk kotak.

Gambar 2.3 pola ppeledakan Box Cut.


Sumber : http:// banti-indonesia.com/blog/pola-peledakan-tambang-terbuka. Di
akses tanggal 20 Januari 2016.

2. Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu
sudut dari bidang bebas.

Gambar 2.4 pola peledakan Corner Cut.


Sumber : http:// banti-indonesia.com/blog/pola-peledakan-tambang-terbuka. Di
akses tanggal 20 Januari 2016.

3. “V”Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk huruf V.
Gambar 2.5 pola peledakan V-Cut.
Sumber : http:// banti-indonesia.com/blog/pola-peledakan-tambang-terbuka. Di
akses tanggal 20 Januari 2016.
2.1.6 Arah Peledakan
Arah peledakan merupakan suatu penunjukan arah dimana terjadi
pemindahan batuan ataupun runtuhan batuan hasil peledakan yang kemudian
membentuk tumpukan. Arah peledakan dipengaruhi oleh struktur batuan, posisi
alat-alat dan jalan tambang serta posisi bangunan-bangunan maupun lingkungan
sekitar.

Dari segi kekar batuan, maka arah peledakan yang baik untuk menghasilkan
fragmentasi batuan yang seragam digunakan arah peledakannya keluar sudut
tumpul perpotongan antara arah umum kedua kekar utama. Apabila arah
peledakannya keluar sudut runcing, maka akan terjadi penerobosan energi ledakan
untuk menghancurkan batuan, sehingga terbentuk fragmentasi batuan yang tidak
seragam dan cenderung menghasilkan banyak overbreak. Sedangkan dari segi
perlapisan batuan, untuk mendapatkan fragmentasi batuan yang baik, diterapkan
arah lubang ledak yang berlawanan arah dengan bidang perlapisan batuan kerena
energi ledakan akan menekan batuan secara maksimal.

2.1.7 Waktu Tunda


Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan untuk peledakan
antara baris yang depan dengan baris di belakangnya dengan menggunakan delay
detonator. Keuntungan melakukan peledakan dengan waktu tunda adalah :
a. Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik.
b. Mengurangi timbulnya getaran tanah dan flyrock.
c. Mengurangi jumlah muatan yang meledak secara bersamaan.
d. Menyediakan bidang bebas baru untuk peledakan berikutnya.
e. Arah lemparan dapat diatur.
f. Batuan hasil peledakan tidak menumpuk terlalu tinggi.
Tujuan penyalaan dengan waktu tunda adalah untuk mengurangi jumlah
muatan yang meledak dalam waktu yang bersamaan, dan memberikan tenggang
waktu pada material yang dekat dengan bidang bebas untuk dapat meledak secara
sempurna serta untuk menyediakan ruang atau bidang bebas baru bagi baris
lubang ledak berikutnya.

2.1.8 Sifat Bahan Peledak


Bahan peledak adalah suatu rakitan yang terdiri dari bahan-bahan
berbentuk padat, atau cair, atau campuran keduanya, yang apabila terkena suatu
aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya akan bereaksi dengan
kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang
sangat tinggi.
Sifat bahan peledak mempengaruhi hasil peledakan, diantaranya yaitu :
1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan (Strength) adalah Kekuatan suatu bahan peledak berkaitan dengan
kandungan energi yang dimiliki oleh bahan peledak tersebut dan merupakan
ukuran kemampuan bahan peledak tersebut untuk melakukan kerja, biasanya
dinyatakan dalam persen (%).
2. Kecepatan Detonasi (velocity of detonation = VOD)
Kecepatan detonasi (velocity of detonation = VOD) merupakan kecepatan
gelombang detonasi yang menerobos sepanjang kolom isian bahan peledak,
dinyatakan dalam meter/detik. Kecepatannya tergantung dari : jenis bahan
peledak (ukuran butir, bobot isi), diameter dodol (diameter lubang ledak),
derajat pengurungan (degree of confinement), penyalaan awal (initiating).
3. Kepekaan (Sensivity)
Kepekaan (Sensivity) adalah ukuran besarnya impuls yang diperlukan oleh
bahan peledak untuk mulai bereaksi dan menyebarkan reaksi peledakan
keseluruh isian. Kepekaan ini tergantung pada : komposisi kimia, ukuran
butir, bobot isi, pengaruh kandungan air, dan temperatur.
4. Bobot Isi Bahan Peledak (density)
Bobot isi bahan peledak (density) adalah perbandingan antara berat dan
volume bahan peledak, dinyatakan dalam gr/cm3. Bobot isi ini biasanya
dinyatakan dalam specific gravity (SG). stick count (SC) atau loading density
(de).

5. Tekanan Detonasi (Detonation Pressure)


Tekanan detonasi (Detonation Pressure) merupakan penyebaran tekanan
gelombang ledakan dalam kolom isian bahan peledak, dinyatakan dalam
kilobar (kb).
6. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistance)
Ketahanan terhadap air (Water Resistance) merupakan kemampuan bahan
peledak itu sendiri dalam menahan air dalam waktu tertentu tanpa merusak,
merubah atau mengurangi kepekaannya, dinyatakan dalam jam.
7. Sifat Gas Beracun (Fumes)
Sifat gas beracun (Fumes) adalah Bahan peledak yang meledak menghasilkan
dua kemungkinan jenis gas yaitu smoke atau fumes. Smoke tidak berbahaya
karena hanya terdiri dari uap atau asap yang berwarna putih. Sedangkan
fumes berwarna kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun, yaitu terdiri
dari karbon monoksida (CO) dan oksida nitrogen (Nox). fumes dapat terjadi
jika bahan peledak yang diledakkan tidak memiliki keseimbangan oksigen,
dapat juga jika bahan peledak itu rusak atau sudah kadaluwarsa selama
penyimpanan dan oleh sebab lain.

2.1.9 Pengisian Bahan Peledak


Jumlah pemakaian bahan peledak sangat mempengaruhi terhadap hasil
peledakan, terutama dengan tingkat fragmentasi yang dihasilkan. Hal yang
berpengaruh dalam pengisian bahan peledak dalam lubang ledak yaitu :

a. Konsentrasi Isian (Loading density)


Konsentrasi isian merupakan jumlah isian bahan peledak yang digunakan
dalam isian (PC) lubang ledak. Untuk menghitung lubang ledak maka harus
ditentukan dulu jumlah isian bahan peledak tiap meter panjang kolom isian
(loading density). Untuk menghitung loading density dapat digunakan rumusan
sebagai berikut :

De = 0,508 De2 (SG)

Dengan :
De = Loading density (Kg/m).
De2 = Diameter lubang tembak (inchi).
SG = Specific gravity bahan peledak yang digunakan.
Sehingga jumlah bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang ledak
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
E = de x PC
Dengan :
E = Jumlah bahan peledak tiap lubang ledak (Kg).
De = Loading density dari bahan peledak (Kg/m).
PC = Panjang kolom isian (m).

b. Powder Faktor (PF)


Didefenisikan menurut teori Ash sebagai perbandingan bahan peledak
yang dipakai dalam volume peledakan, dalam satuan (kg/𝑚3 ). Karena volume
peledakan dapat dikonversikan dengan berat maka pernyataan powder foktor bisa
pula menjadi jumlah bahan peledak yang digunakan sebagai berat peledak
(Kg/Ton), hubungan matematis antar bahan peledak dan jumlah batuan yang akan
diledakkan. Ada 4 cara dalam menyatakan powder foktor yaitu :
1. Berat bahan peledak per valume bantuan yang akan diledakkan
(𝐾𝑔/𝑚3).
2. Berat bahan peledak per berat batuan yang akan diledakkan (Kg/Ton).
3. Volume batuan per berat bahan peledak (𝑚3 /𝐾𝑔).
4. Berat batuan per bahan peledak (Ton/Kg).
Dari pengalaman powder foktor pada operasi penambangan dengan batuan yang
relatif solid dengan berkisar 0,30-0,60 kg/𝑚3 . Untuk powder foktor dirumuskan
dengan samhudi (1994).
E
powder foktor (pf) =
V
Ketengan :
Pf = powder fokter (Kg/𝑚3 ).
E = jumlah bahan peledak (Kg).
V = volume bahan peledak (𝑚3 ).
Untuk menghitung volume batuan yang diledakkan per lubang:
V=B×S×H
Keterangan :
V = volume (𝑚3 ).
B = burden (m).
S = spasing (m).
H = tinggi jenjang (m).
Tonase batuan yang terbongkar (W) digunakan rumus :
W = V × Dr
Keterangan:
W = berat batuan (kg).
V = volume (𝑚3 ).
Dr = berat jenis batuan (𝑘𝑔/𝑚3).

c. Specific Charge
Specific charge adalah jumlah bahan peledak yang diperlukan untuk
peledakan setiap volume batuan tertentu dinyatakan dalam (Kg/𝑚3 ). Secara
teoritis batuan akan pecah lebih kecil jika bahan peledak ditambah. Harga specific
charge dipengaruhi oleh burden dan sifat fisik batuan yang akan diledakkan.
jumlah bahan peledak ( ANFO+Detonator+Powergel)
Specific charge = Volume batuan yang diledakkan

Dimana :
W ANFO = Berat ANFO (E (Kg)).
W powergel = Berat Powergel (Kg/lubang).
W detonator = berat detonator (Kg/lubang).

d. Blasting Rasio
Blasting rasio adalah suatu bilangan bahwa jumlah pemakaian bahan
peledak yang digunakan untuk membongkar volume batuan yang diledakkan
(Kg/Ton) dalam satuan tertentu rumus yang dipergunakan.
Br = W/E
Keterangan:
Br = Blasting rasio (Kg/Ton).
W = Jumlah bahan peledak (Kg).
E = Berat batuan yang terbongkar (Ton).

2.2 Faktor-Faktor yang Tidak Dapat Dikendalikan


Faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia diantaranya adalah:

2.2.1 Karakteristik Massa Batuan


Dalam kegiatan pemboran dan peledakan, karakteristik massa batuan yang
harus diperhatikan dalam rangka perbaikan fragmentasi batuan yaitu kekerasan
batuan, serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang akan diledakkan.
Kekerasan batuan pada umumnya dapat menentukan mudah tidaknya batuan
tersebut dihancurkan. Semakin keras batuan tersebut, maka semakin sulit batuan
tersebut dihancurkan, demikian juga batuan yang memiliki kerapatan tinggi. Hal
ini disebabkan karena batuan yang memiliki kekerasan tinggi membutuhkan
energi peledak yang lebih besar untuk dapat membongkarnya, sehingga
dibutuhkan bahan peledak yang lebih banyak.
Elastisitas batuan adalah sifat batuan untuk kembali kebentuk semula
setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut dihilangkan. Sifat kuat tekan
dan tarik juga dapat digunakan untuk menentukan mudah tidaknya batuan tersebut
dihancurkan.
Tabel 2.1 Bobot Nilai Tiap Parameter Dalam Penentuan Kreteria Massa Batuan.
1. ROCK MASS DESCRIPTION (RMD) RATING
1.1 Powder/friable 10
1.2 Blocky 20
1.3 Totally massive 50
2. JOINT PLANE SPACING (JPS) RATING
2.1 Close (< 0,1m) 10
2.2 Intermediate (0,1 - 1,0 m) 20
2.3 Wide (>1,0 m) 50
3. JOINT PLANE ORIENTATION (JPO) RATING
3.1 Horizontal 10
3.2 Dip out of face 20
3.3 Strike normal to face 30
3.4 Dip into face 40
4. SPECIFIC GRAVITY INFLUENCE (SGI) SGI = 25 X 1,638 - 50 = -9
5. HARDNESS (H) 1,5
Sumber : Laporan Akhir PT. Karya Putra Utama Coal.

2.2.2 Pengaruh Air Tanah


Kondisi air tanah dapat mempengaruhi kecepatan reaksi bahan peledak
dan akan mengurangi energi peledak sehingga sebagai akibatnya akan dihasilkan
tingkat fragmentasi yang rendah.
Bahan peledak seperti ANFO yang memiliki ketahanan buruk terhadap
air, bila terkontaminasi dengan air akan mempengaruhi energi ledak yang
dihasilkan sehingga fragmentasi yang dihasilkan menjadi buruk. Untuk mengatasi
pengaruh air tanah tersebut, dapat dilakukan dengan menutup lubang ledak pada
saat hujan atau dengan membungkus bahan peledak yang akan dimasukan ke
dalam lubang ledak dengan bahan kedap air.

2.2.3 Kondisi Cuaca


Kondisi cuaca mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan
pembongkaran batuan, hal ini berkaitan dengan jadwal kerja waktu kerja efektif
rata-rata. Dalam suatu operasi peledakan, proses pengisian dan penyambungan
rangkaian lubang-lubang ledak dilakukan pada cuaca normal, dan harus
dihentikan manakala cuaca mendung (akan hujan).
Untuk daerah yang curah hujannya tinggi maka biasanya digunakan bahan
peledak yang tahan terhadap air dan detonator yang digunakan mempunyai
ketahanan lebih besar untuk menghindari pengaruh petir, semua itu demi
kelancaran proses peledakan dan disamping itu akan menjamin keamanan para
pekerja.

2.3 Fragmentasi Batuan


Pemecahan batuan yang dilakukan untuk mendapatkan fragmentasi batuan
pada peledakan dimulai sebelum massa batuan mengalami pergerakan.
Mekanisme pecahannya, Pada batuan, akibat energi peledakan dapat dibagi dalam
3 tahapan yaitu : dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading

1. Proses pemecahan batuan tingkat satu (dynamic loading)


Pada saat bahan peledak diledakkan didalam lubang ledak, maka temperatur
dan tekanan yang tinggi. Hal ini menimbulkan adanya gelombang kejut
(shock wave) yang merambat menjauhi lubang ledak dengan kecepatan
antara 3000-5000 m/detik, sehingga menimbulkan tegangan tangensial yang
mengakibatkan adanya rekahan menjari mengarah keluar di sekitar lubang
ledak.
2. Proses pemecahan batuan tingkat dua (quasi-static loading)
Tekanan sehubungan dengan shock wave yang meninggalkan lubang ledak
pada proses pemecahan tingkat 1 adalah positif. Apabila shock wave
mencapai bidang bebas (free face) akan dipantulkan kemudian berubah
menjadi negatif sehingga menimbulkan gelombang tarik (tensile wave).
Karena gelombang tarik ini lebih besar dari kekuatan gelombang tarik
batuan, maka batuan akan pecah dan terlepas dari batuan induknya
(spalling) yang dimulai dari tepi bidang bebasnya.

Gambar 2.6 Proses Pecahnya Batuan Akibat Peledakan.


Sumber : http://slideplayer.info/slide/3256276/.mekanisme pecahnya batuan. Di
akses tanggal20 januari 2016

3. Proses pemecahan batuan tingkat tiga (release of loading)


Karena pengaruh tekanan dan temperatur gas yang tinggi akan retakan
lingkar yang terjadi pada proses awal akan meluas secara cepat yang
diakibatkan oleh kekuatan gelombang tarik dan tekanan lingkar. Massa
batuan yang ada didepan lubang ledak akan terdorong oleh terlepasnya
kekuatan gelombang tekan tinggi dari dalam lubang ledak, sehingga
pemecahan batuan yang sebenarnya akan terjadi.

Untuk mengetahui distribusi ukuran fragmentasi digunakan rumus indek


Keseragaman dan karakteristik ukuran, sebagai berikut :

B W A−1 Pc
n = ( 2,2 − 14 ) × (1 − ) × (+1 )×( )
D B 2 Pl

X
XC = ( 1
(0,693)n

Perhitungan prosentase bongkah adalah sebagai berikut :

X n
R = 100 [e(XC) ]

keterangan:

R = persentasi passing (%).


X = ukuran rata-rata fragmentasi (cm).
Xc = ukuran fragmentasi yang diprediksi (cm).
n = konstanta keseragaman Rassin-Rammler.
B = burden (m).
W = standart deviasi pemboran (m).
L = tinggi jenjang (m).
D = diameter lubang ledak (mm).
Pc = panjang isian peledak per lubang (m).
A = rasio spasing terhadap burden (S/B).

Untuk memperkirakan hasil fragmentasi batuan bisa di pergunakan rumus


yang dikemukakan oleh Kuz-Ram (1973).

V 0,8 0,167
E −0,63
x̅ = A ( ) × Q ×( )
Q 115
Keterangan:

̅
X = Ukuran rata – rata fragmentasi batuan (m).
A = Faktor batuan.
V = Volume batuan yang terbongkar (m3).
Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak (kg).
E = Relatif Weight Strength (ANFO = 100).

Peledakan yang berhasil apabila banyaknya batuan hasil peledakan lebih


besar dari batuan hasil peledakan yang berupa bongkah (boulder), dimana jumlah
bongkah batuan yang dihasilkan 10 % menurut Mc.gregor (1967).

Sedangkan didalam perhitungan tingkat fragmentasi batuan di lapangan, dapat


dilakukan dengan beberapa metode perhitungan, yaitu dengan cara pemisahan.
BAB III
LANGKAH PELAKSANAAN PELEDAKAN UNTUK MENDAPATKAN
FRAGMENTASI

Peledakan merupakan tahap akhir yang digunakan dalan siklus pengeboran


dan peledakan (drill and blast). Setelah lubang bor dibuat, juru ledak akan
memeriksa setiap lubang bor untuk memastikan kedalaman lubang tersebut
sebelum dilakukan pengisian bahan peledak. Setelah juru ledak mengetahui
kondisi lubang, juru ledak mulai mengisi dengan primer (detonator + booster)
dan bahan peledak sesuai dengan kandungan air di dalam lubang peledakan.

Gambar 3.1 booster dan nodel tube di masukkan ke dalam luabng ledak.
Sumber : https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=ta3211-6-rancangan-
peledakan-jenjang-81-638&btnG. Di akses 20 April 2016.

Primer akan diletakan kira-kira dengan jarak dua meter dari dasar lubang
yang dimaksut untuk memastikan bahwa bahan peledak yang dituangkan kedalam
lubang ledak ini menutupi primer dengan sempurna agar hasil ledak sesuai dengan
fragmen yang diinginkan dan juga akan berpengaruh dengan kondisi lantai.
Pengisian bahan peledak ke dalam lubang ledak disesuaikan dengan desain yang
diperoleh dari drill and blast engineering. Rata-rata jumlah isian dipengaruhi oleh
kekerasan batuan yang tercermin dari jarak spasing dan burden antar lubang yang
sudah di bor. Dari klasifikasi yang didasarkan ketahanan terhadap air, exsplosive
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu ANFO, energen, dan powergel.

Sebelum pengisian, sebelum pengisian harus diperiksa terlebihdahulu


apakah lubang dalam kondisi basah atau kering, pemeriksaan ini penting untuk
penentuan pengunaan bahan peledak yang sesuai dengan kondisi lubang. Jika
lubang basah hingga ketinggian air mencapai lebih dari dua meter dari dasar
lubang, juru ledak akan mengisinya dengan powergel. Sedangkan bila lubang
ledak itu kering maka juru ledak akan mengisinya dengan ANFO.

Gambar 3.2 pingisian bahan peledak kedalam lubang peledak dengan


mengunakan mobil mixer unit.
Sumber : https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=ta3211-6-rancangan-
peledakan-jenjang-81-638&btnG. Di akses 20 April 2016.

Apabila ketinggian air di dalam lubang mencapai 2 meter ataupun kurang


juru ledak akan mengisinya lubang ledak dengan energen, yaitu campuran antara
amulsion dan bahan bakar solar. Kadang kala lubang yang berisi air juga dapat
mengunakan ANFO yang diisikan dalam plastik yang berguna untuk menahan air
yang mengalir masuk kedalam lubang, kendati demikian air yang berada di dalam
lubang harus dikeringkan terlebihdahulu dengan memompa dengan pompa kusus.

Selanjutnya untuk menutup lubang ledak yang sudah terisi oleh bahan
peledak dipergunakan gravel. Dengan ukuran butir sekitar 3 cm, penutup ini juga
berfungsi untuk menahan energi ledak dari bahan peledak yang sudah diisi
sebelumnya, agar energi ledak tidak terbuang keluar dari lubang ledak karna hal
ini dapat mempengaruhi fragmentasi matrial yang diledakan. Proses berikudnya
setelah pengisian lubang ledak adalah penentuan arah ledakan yang ditentukan
dari pengaturan surface time delay. Pengaturan ini biasanya tergantung dari
kondisi lapangan yang dipengaruhi oleh posisi alat angkut, ketersedian bidang
bebas, posisi jaringan listrik di sekitar area peledakan, dan sebagainya. Prosedur
jarak aman untuk alat adalah 250 meter dan 500 meter untuk orang.

Gambar 3.3 juru ledak memberi informasi kepada pekerja dan unit yang lainya.
Sumber : https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=ta3211-6-rancangan-
peledakan-jenjang-81-638&btnG. Di akses 20 April 2016.

Sebelum peledakan dilakukan, semua pihak yang terkait akan


mendapatkan informasi untuk memindahkan ataupun mengamankan alat dan
kariawan dari area peledakan. Setelah semua pihak telah menyatakan bahwa alat
dan orang telah keluar dari area peledakan, juru ledak akan memastikan kambali
bahwa area tersebut sudah aman untuk diledakan. Dan dilanjutkan untuk
melakukan peledakan, setelah peledakan dilakukan juru ledak akan memeriksa
area yang di ledakan untuk memastikan bahwa semua lubang sudah meledak.
Peledakan dinyatakan selesai setelah juru ledak sudah menyatakan semua lubang
sudah meledak. Berikut semua pihak akan diberi informasi pelaksanaan peledakan
sudah selesai dan siap untuk bekerja kembali.

3.1 Faktor yang Mempengaruhi Fragmentasi Hasil Ledak


Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk
yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan,
dimana material yang memiliki ukuran seragam lebih diharapkan daripada
material yang banyak berukuran bongkah. Tingkat fragmentasi yang kecil
akan menambah produktivitas, mengurangi keausan dan kerusakan peralatan
sehingga menurunkan biaya pemuatan, pengangkutan dan proses berikutnya,
dalam beberapa pekerjaan juga akan mengurangi secondary blasting.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fragmentasi hasil peledakan
adalah :

3.1.1 Karakteristik Massa Batuan


Pada suatu proses peledakan densitas dan kekuatan (strength) dari batuan
mempunyai hubungan yang cukup erat. Secara umum batuan yang mempunyai
densitas yang rendah dapat lebih mudah dihancurkan dengan faktor energi yang
lebih rendah, sedangkan batuan yang mempunyai densitas yang lebih tinggi
memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil fragmentasi yang
memuaskan. Pada massa batuan yang mempunyai densitas yang tinggi, ada
beberapa cara untuk memastikan energi peledakan yang sedang berlangsung
cukup untuk menghancurkan batuan :
a. Menambah diameter lubang ledak, agar tekanan yang terjadi pada
lubang ledak dapat ditingkatkan dengan adanya penambahan ANFO.
b. Mengubah geometri peledakan dan rangkaian pola penyalaan.
c. Memilih material stemming yang cocok, agar energi peledakan
dapat terdistribusi pada massa batuan secara sempurna.

3.1.2 Kekuatan Batuan


Kuat tekan dan kuat tarik merupakan parameter awal untuk menentukan
suatu proses peledakan. Semakin tinggi harga dari kuat tekan dan kuat tarik dari
batuan, maka batuan tersebut akan semakin susah untuk dihancurkan. Mudstone
yang terdapat di daerah tersebut misalnya mempunyai kuat tekan rata-rata 18,17
MPa dan kuat tarik rata-rata 1,92 MPa lebih mudah dihancurkan daripada
sandstone dengan kuat tekan rata-rata 20,4 MPa dan kuat tarik rata-rata 2,13 MPa.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa harga kuat tarik lebih rendah dari kuat
tekan, oleh karena itu retakan-retakan yang terjadi pada massa batuan akibat
proses peledakan yang sedang berlangsung lebih banyak disebabkan oleh
tegangan tarik yang dihasilkan dari proses peledakan yang bersangkutan.

3.1.3 Stuktur Geologi Batuan


Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan suatu
operasi peledakan adalah struktur geologi. Adanya ketidakmenerusan dalam sifat
batuan akan mempengaruhi perambatan gelombang energi dalam batuan. Jika
perambatan energi melalui bidang perlapisan, maka sebagian gelombang akan
dipantulkan dan sebagian lagi akan dibiaskan dan diteruskan, karena adanya
sebagian gelombang yang dipantulkan maka kekuatan energi peledakan akan
berkurang. Kekar atau joint merupakan suatu rekahan pada batuan yang
tidak mengalami pergeseran pada bidang rekahannya didalam massa
batuan yang memiliki sifat ketidakmenerusan (discontinuities) yang juga
merupakan bidang lemah. Jika batuan yang diledakkan terdapat banyak
kekar, maka hasil peledakannya akan membentuk blok-blok dengan mengikuti
arah kekar-kekar yang ada maka dapat dipastikan fragmentasi batuan yang
dihasilkan menjadi tidak seragam. Untuk mengatasi hal tersebut maka
arah peledakan harus disesuaikan dengan arah dan kemiringan umum dari kekar
tersebut. Disamping itu bidang bebas yang terbentuk juga cenderung mengikuti
arah kekar tersebut, oleh sebab itu arah bidang bebas dari jenjang perlu
disesuaikan dengan arah kekar yang ada. Berdasarkan hasil analisis kekar
dengan menggunakan program Dips versi 5.0 diperoleh arah dan kemiringan
umum kekar yaitu kekar mayor N 272°E/64° dan kekar minor N
150°E/76°. Menurut R.L. Ash (1967) untuk menyesuaikan arah peledakan
dengan arah kekar yang ada, bidang bebas diambil sejajar dengan perpotongan
kedua kekar dan menentukan arah peledakan kearah sudut tumpul dari
perpotongan kedua kekar tersebut, sehingga didapatkan arahpeledakan untuk
optimalisasi fragmentasi yaitu N 31°E dan N 211°E.

3.1.4 Air Tanah


Kondisi air tanah sangat mempengaruhi proses peledakan, adanya air
menyebabkan bahan peledak harus mengubah air disekitarnya menjadi uap air
selama proses detonasi. Jika kandungan air tanah pada suatu daerah
blok peledakan sangat tinggi, bahan peledak (ANFO) kemungkinan tidak
akan meledak atau rusak dan akan terjadi misfire. Untuk mengatasi hal ini bahan
peledak perlu dibungkus dengan bahan yang tahan air sebelum dimasukkan ke
lubang ledak atau jika lubang ledak sudah terisi air maka air dikeluarkan dengan
udara bertekanan tinggi dari kompresor. Selain dengan membungkus bahan
peledak ANFO dengan kantong plastik, masalah air dalam lubang ledak juga
dapat diatasi dengan mengganti bahan peledak ANFO dengan HANFO (heavy
ANFO) yaitu campuran antara ANFO dengan emulsi dengan perbandingan
tertentu.

3.1.5 Priming (penyalaan awal)


Hal yang penting mengenai penyalaan awal adalah letak primer dalam
kolom bahan ledak. Umumnya primer pada atau dekat level (bootem priming).
Bootem priming mempunyai keuntungan :
1. Memperbaiki fragmentasi.
2. Mengurangi masalah toe, lantai yang baik, Permukaan yang lebih bersih.
3. Mengurangi suara, batu terbang dan overbreak pada permukaan.
4. Lebih sedikit terjadi cut off dan gagal ledak.

3.1.6 Pola Penyalaan


Urutan dimana lubang ledak dinyalakan dan interval waktu antar detonasi
berikutnya mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja peledakan
secara keseluruhan, kinerja peledakan produksi hanya dapat dioptimalkan
bila isian diledakkan dalam suatu urutan yang terkendali pada selang yang sesuai.
Alokasi waktu tunda yang optimum untuk suatu peledakan bergantung pada
beberapa faktor dianyaranya :
1. Sifat massa batuan (rock mass properties).
2. Geometri peledakan.
3. Diameter, kemiringan dan panjang lubang ledak.
4. Karakteristik bahan peledak.
5. Sistem inisiasi.
6. Jenis dan lokasi primer.
7. Batasan lingkungan.
8. Hasil yang diinginkan.(fragmentasi)

3.1.7 Kemiringan Lubang Ledak


Kemiringan lubang ledak secara teoritis ada dua, yaitu lubang ledak tegak
dan lubang ledak miring. Rancangan peledakan yang menerapkan lubang ledak
tegak, maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih sempit,
sehingga kehilangan gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang
bagian bawah, hal ini dapat menyebabkan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang.
Gambar 3.4 Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak miring
Sumber : http//:Analisis fragmentasi peledakan, 2014. DI Akses tanggal 28 Maret
2016.
Sedangkan pada peledakan dengan lubang ledak miring akan membentuk
bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya
batuan dan kehilangan gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil.

3.1.8 Pola Pemboran


Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan
menempatkan lubang-lubang bor secara sistematis. Berdasarkan letak lubang bor
maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu pola
pemboran sejajar (paralel pattern) dan pola pemboran selang-seling (staggered
pattern). Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang bor yang
saling sejajar pada setiap kolomnya, sedangkan pola pemboran selang-seling
adalah pola dengan penempatan lubang bor secara selang-seling pada setiap
kolomnya.

Gambar 3.4 Pola Pemboran Sejajar dan Pola Pemboran Selang-Seling.


Sumber : http://miningforce.blogspot.co.id/2011/09/analisa-produktifitas-
peledakan-untuk.html. Di akses 21 Januari 2016.

Pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih mudah diterapkan


dilapangan, tetapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan
pola pemboran selang-seling lebih sulit penanganannya di lapangan
namun fragmentasi batuannya lebih baik dan seragam, hal ini
disebabkan karena distribusi energi peledakan yang dihasilkan lebih optimal
bekerja dalam batuan. Setelah operasi pemboran dan peledakan dilakukan, banyak
dijumpai fragmentasi batuan yang tidak bisa langsung dimuat ke dalam oleh alat
gali muat ke alat angkut, sehingga menghambat proses pemuatan dan
pengangkutan. Karenanya perlu dilakukan kajian ulang terhadap geometri
peledakan yang ada, dengan mempertimbangkan jenis batuan yang akan
diledakkan, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan dalam
peledakan untuk mendapatkan fragmen batuan yang diinginkan.

3.2 Kajian Untuk Tercapainya Fragmentasi


Berdasarkan masalah yang ada dan tujuan yang ingin dicapai maka perlu
merujuk ke beberapa teori peledakan;
geometri peledakan mulai dari burden (B), spacing (S), stemming (T), subdrilling
(J), kedalaman lubang ledak (L).
Kbterkoreksi ×De
B = 12

S = Ks x B
T = Kt x B
J = Kj x B
H =L–J
L = KL x B
PC =L–T

Keterangan :
Ks = spasing rasio.
Kt = stemming rasio.
Kj = sub drilling rasio.
Pc = panjang kolom isian.
3.2.1 Evaluasi Geometri Peledakan
Ukuran geometri peledakan mempunyai pengaruh besar dalam proses
pemecahan dan pembentukan fragmentasi batuan. Penentuan geometri peledakan
mulai dari burden, spasi, panjang kolom isian, stemming, tinggi jenjang, sub
drilling, dan kedalaman lubang ledak harus memperhatikan karakteristik massa
batuan dan kondisi geologi setempat agar dapat memperoleh fragmentasi yang
diharapkan.

3.2.1.1 Rasio Burden dan Spasi


Perubahan ukuran burden dan spasi akan mempengaruhi ukuran
fragmentasi hasil peledakan. Apabila ukuran burden diperbesar maka gelombang
tekan akan menempuh jarak yang lebih jauh dan waktu yang lebih lama untuk
mencapai bidang bebas (free face). Setelah mencapai free face, gelombang
tersebut dipantulkan sebagai gelombang tarik kemudian gelombang tarik ini akan
berasosiasi dengan gelombang tekan berikutnya dalam waktu yang lama sehingga
rekahan radial yang ditimbulkan terlalu kecil. Hal ini akan menyebabkan gas - gas
bertekanan tinggi hasil peledakan sulit untuk membongkar rekahan radial tersebut
ke arah bidang bebas, sehingga fragmentasi yang dihasilkan berukuran besar.
Sebaliknya, apabila jarak burden diperkecil maka gelombang tekan akan
menempuh jarak yang lebih dekat dan waktu yang lebih cepat untuk mencapai
free face sehingga ukuran fragmentasi yang dihasilkan relatif kecil. Dengan
demikian, umunya penerapan ukuran burden dan spasi saat ini yaitu 8 m dan 9 m
tetapi belum dikatakan baik karena perambatan gelombang detonasi yang
dihasilkan dari lubang ledak sampai ke free face menjadi lama dan membuat
asosiasi antar gelombang menjadi tidak maksimal. Ukuran burden dan spasi di
lokasi sebaiknya selalu dilakukan percobaan diperkecil sehingga fragmentasi
yang dihasilkan berukuran lebih kecil tetapi akan meningkatkan penggunaan
bahan peledak per lubang.
Gambar 3.6 Medel burden dan spasi rancangan peledakan.
Sumber : http://minetutor.blogspot.co.id/2012/10/flashback-teori-singkat-teknik-
peledakan-tambang.html. Di akses 23 Januari 2016.

3.2.1.2 Stemming
Ukuran stemming juga memiliki peranan penting dalam menjaga distribusi
energi peledakan tetap seimbang antara daerah yang terisi bahan peledak dan
daerah yang tidak terisi bahan peledak. Jika stemming terbongkar terlalu cepat
karena tidak termampatkan dengan baik maka gas yang dihasilkan oleh bahan
peledak yang meledak di dalam lubang ledak akan keluar dan tekanannya akan
berkurang (loose energy) sehingga tidak cukup kuat untuk membuat rekahan dan
memecah batuan.
Akibat terjadinya loose energy ini adalah fragmentasi yang dihasilkan
berukuran besar. Pada umumnya digunakan material drill cutting sebagai
stemming untuk mengunci gas peledakan di dalam lubang ledak. Material drill
cutting ini cukup baik untuk digunakan sebagai stemming di lokasi peledakan
karena tekanan yang dihasilkan oleh proses peledakan tertahan baik sehingga
terjadi keseimbangan energi di dalam lubang ledak dan membuat perambatan
energi yang dihasilkan sampai ke free face menjadi optimal.
3.2.1.3 Kedalaman Lubang Ledak
Dilihat dari Ukuran alat gali muat terkecil yang dipergunakan kemampuan
alat gali muat dipengarahi oleh tinggi lantai kerja (front). Alat gali muat dapat
berkerja optimal dengan tinggi lantai kerja sesuai dengan peralatan dimensi
terkecil yang dimiliki perusahaan. Maka kedalaman lubang ledak akan
mempengaruhi bukan hanya pada hasil fragmen saja, tetapi juga mempengaruhi
pada alat gali muat serta lantai kerja. Dari presentasi hasil perolehan peledakan
juga akan berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh penerapan kedalaman lubang
ledak yang berbeda-beda karna umumnya perusahaan melakukan peledakan
menyesuaikan dengan target elevasi yang telah direncanakan.

Gambar 3.7 Kedalaman lubang ledak.


Sumber : http://www.slideshare.net/dienztinginpulank/perencanaan-peledakan.
Di akses 21 Januari 2016.

3.2.2 Distribusi Fragman Hasil Peledakan


Hal lain yang mempengaruhi hasil peledakan adalah distribusi fragmentasi
hasil peledakan itu sendiri. Dimana semakin kecil distribusi fragmen akan
meningkatkan hasil peledakan, distribusi fragmentasi dipengaruhi oleh besarnya
powder factor. Dimana semakin besar powder factor maka persentase fragmentasi
kurang dari 100 cm akan semakin besar. Karena powder factor yang digunakan
setiap kali peledakan berbeda maka distribusi fragmentasi juga berbeda.
Penggunaan bahan peledak yang sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya
lubang basah secara langsung akan mempengaruhi fragmentasi yang dihasilkan.

3.2.3 Pola Pemboran


Selain itu pola pemboran juga mempunyai peran dalam keberhasilan untuk
tercapainya target fragmen yang diharapkan. Untuk menempatkan lubang-lubang
ledak secara sistematis.
Jika mengunakan pola pemboran sejajar terdapat ronggo area yang tidak
terkena energi ledakan yang lebih besar, dibandingkan dengan pola selang-seling
hal tersebut perludiperhatikan.

Gambar 3.8 Pola Pemboran Sejajar dan Pola Pemboran Selang-Seling.


Sumber : http://miningforce.blogspot.co.id/2011/09/analisa-produktifitas-
peledakan-untuk.html. Di akses 21 Januari 2016.

Perlu adanya ujicoba di lapangan dalam setiap pola untuk mendapatkan


hasil peledakan yang maksimal yang disesuaikan dengan karakteristik batuan
setempat.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
fragmen hasil peledakan berdasarkan pembahasan maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Penentuan burden dan spasi perlu percobaan di lapangan dengan panjang


spasi dan burden yang berbeda akan menemukan jarak ideal untuk
melakukan peledakan di lokasi tambang tersebut.
2. Besarnya nilai perolehan dipengaruhi oleh kedalaman lubang ledak dan
distribusi fragmentasi hasil peledakan.
3. Hasil prediksi ukuran fragmentasi dengan metode Kuz-Ram menunjukkan
bahwa target fragmentasi bisa tercapai, dengan salalu melakukan
percobaan di lapangan untuk mendapatkan persamaan yang ideal dalam
setiap perhitunganya dan hasil yang di peroleh saat peledakan.
4. Geometri yang direncanakan akan berjalan dengan baik apabila
penerapannya di lapangan sesui dengan perencanaan artinya operasi
peledakan di lapangan harus benar – benar diawasi oleh blasting
supervisor.
5. Pola pemboran dan juga pola peledakan tidak tepat dalam peledakan akan
mempengaruhi fragmen yang diinginkan, karna salah dalam penerapan
pola pemboran dan pola peledakan akan mendapatkan fragmen batuan
dengan ukuran yang besar, dalam hal ini peledakan dapat dikatakan tidak
berhasil.
DAFTAR PUSTAKA

Ash, R.L, 1990, “Design of Blasting Round, Surface Mining”, B.A. Kennedy
Editor, Society for Mining, Metallurgy, and Explotion, Inc. Page. 565-584.
Ash. R.L. (1963). The Mechanics of Rock Breakage. Cleveland : Pit and Quarry
Magazine.
Cunningham, C.V.B., (1983) , The Kuz-Ram Model for Prediction of
Fragmentation From Blasting, First International Symposium on Rock
Fragmentation by Blasting, Lulea, Swede.
Hemphill b., Gary, “Blasting Operation”, First Edition, Mc. Graw Hill Inc.
New York
http://www.academia.edu/19641587/7_Kajian_Teknis_Operasi_peledakan_untuk
_Meningatkan_Nilai_Perolehan_Hasil_Peledakan_di_Tambang_ diakses
pada tanggal 5 Oktober 2015.
http://jurnal.itats.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/10.-Afellyn.pdf diakses pada
tanggal 3 Januari 2016.
https://id.scribd.com/doc/78869962/SKRIPSI-4TAMBANG. diakses pada tanggal
8 Oktober 2015.
http://blog.unsri.ac.id/download/83.pdf, diakses pada tanggal 30 Oktober 2015.
http://www.amazon.com/BlastingPrinciplesOpenMiningVolumes/dp/9054104589,
diakses pada tanggal 29 Oktober 2015.
https://www.isee.org/store/product/196-blasting-principles-for-open-pit-mining
diakses 20 Februari 2016
HustrulidW.,1999, Blasting Principles For Open Pit Mining. Colorado School of
Mins, Golden, Colorado, USA.
Jimeno C.L. and Jimeno E.L., 1995, Drilling and Blasting of Rocks,
Balkema/Rotterdam/Brookfield.
Koesnaryo.S., 1988, Bahan Peledak dan Metode Peledakan, Fakultas Tambang
UPN “Veteran” Yogyakarta.
Koesnaryo. S., 2001, Rancangan Peledakan Batuan, Fakultas Tambang UPN
“Veteran” Yogyakarta.
Konya C.J., 1995, Blast Design, Intercontinental Departement, Montville, Ohio.
Konya C.J. and Walter E.J., 1990, Surface Blast Design, Prentice Hall,
Englewood Cliffs, New Jers.
Langefors U., and Kihlstrom, B., “The Modern Technique of Rock Blasting”,
Second Edition, A Heelsted Press Book John Willey & Sons, New
York,1973.
Saptono Singgih, 2006, Teknik Peledakan, Jurusan Teknik Pertambangan,
Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yo1.
Samhudi, “ Teknik Peledakan “, Departemen Pertambangan dan Energi,
Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Pusat Pengembangan Tenaga
Pertambangan, 1994.

Anda mungkin juga menyukai