Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN


MATERNITAS
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Gawat Darurat I
Dosen :
Siti Jundiah., M.Kep

Disusun Oleh :S1 Keperawatan (Bcil)


Arfan Husid Ak.1.15.006
Melinda Julistya Ak.1.15.076
Novi Widian Ak.1.15.035
Rizky Apriyani Ak.1.15.040
Shiva Zakiyatul Ula Ak.1.15.095
Syahru Ramadan W Ak.1.15.100
Ulfah Deisya M AK.1.15.050

YAYASAN ADHI GUNA KENCANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
BANDUNG
Jl. Soekarno – Hatta No.754 Telp. (022) 7830768 Cibiru – Bandung
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga Penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Askep Pada Kegawatdaruratan Maternitas”.
Dalam penyusunannya, Penyusun memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,
karena itu Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang
tua dan segenap keluarga besar Penyusun,kepada seluruh Dosen mata kuliah Gawat Darurat I,
juga kepada teman-teman sekalian yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan
kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini
bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Dengan menerapkan dan menyusun materi yang ada dalam makalah ini, mahasiswa
diharapkan dapat memahami konsep dari Askep pada Kegawatdaruratan Maternitas.Serta sub-
sub materi lainnya yang bersangkutan dengan teori itu sendiri.
Meskipun Penyusun berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Bandung, Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kegawatdaruratan .............................................................................. 3
2.2 Konsep Kegawatdaruratan Maternitas ............................................................ 5
2.2 Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Maternitas ..................................... 5

BAB III
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 47
3.2 Saran ............................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama
kematian maternal dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan kedalam penyakit
hypertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi
sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang
dimengerti.
Di negara maju angka kejadian pre- eklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%.
Sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan pre-eklampsia dan eklampsia di negara
berkembang masih tinggi (Amelda, 2008).
Eklampsia merupakan penyebab dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal. Kejadian eklampsia di Negara berkembang berkisar 1 dari 100
hingga 1 dari 700 kelahiran. Di Indonesia pre eklampsia dan eklampsia berkisar 1,5 %
sampai 25 %. Koknifikan yang mengancam jiwa ibu akibat eklampsia adalah edema
pulmonalis, gagal hati dan ginjal, DIC, sindrom HELLP, dan perdahan otak.
Sindrom cairan ketuban adalah sebuah gangguan langka dimana sejumlah besar cairan
ketuban tiba – tiba memasuki aliran darah. Cairan ketuban berisi sampah yang dapat
menghambat pembuluh darah dan mencairkan darah yang mempengaruhi koagulasi. Hal
ini dapat terjadi bila ada buakaan pada dinding pembuluh darah dan dapat terjadi jika
kelahiran melibatkan tenaga, wanita tua, sindrom janin mati atau bayi besar. Kondisi ini
dapat mengakibatkan kematian ibu cepat.
Perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan adalah salah satu penyebab
kematian ibu melahirkan. Tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan adalah
perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan, hipertensi saat hamil atau pre
eklamasi dan infeksi. Perdarahan menempati prosentase tertinggi penyebab kematian ibu
(28%). Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan
oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10-60 %. (WHO).

1.2 RUMUSAN
1. Bagaimana Konsep Kegawatdaruratan Maternitas?
2. Bagaimana Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Eklampsi dan Preeklampsi?

1
3. Bagaimana Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Perdarahan Antepartum
(Plasenta previa dan Solutio Plasenta)?
4. Bagaimana Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Perdarahan Post Partum?
5. Bagaimana Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Embolisme Ketuban?
6. Bagaimana Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Abortus?
7. Bagaimana Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Kehamilan Ektopik
8. Bagimana Proses Asuhan Keperawatan pada Kegawatdaruratan Maternitas?

1.3 TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Konsep Kegawatdaruratan Maternitas
2 Untuk Mengetahui Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Eklampsi dan
Preeklampsi
3 Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan
Perdarahan Antepartum (Plasenta previa dan Solutio Plasenta)
4 Untuk Mengetahui Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Perdarahan Post
Partum
5 Untuk Mengetahui Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Embolisme Ketuban
6 Untuk Mengetahui Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Abortus
7 Untuk Mengetahui Konsep Kegawatdaruratan pada klien dengan Kehamilan Ektopik
8 Untuk Mengetahui Proses Asuhan Keperawatan pada Kegawatdaruratan Maternitas

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP KEGAWATDARURATAN MATERNITAS


2.1.1 Definisi Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba,
seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011).
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan
segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang
terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat
sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan
ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani
akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian
ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002).
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan
manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari)
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi
patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff,
Brousseau, 2006).
2.1.2 Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan
Kasus kegawatdaruratan obstetri ialah kasus yang apabila tidak segera ditangani akan
berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir. Secara umum terdapat 4
penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir dari sisi obstetri, yaitu
(1) perdarahan;
(2) infeksi sepsis;
(3) hipertensi dan preeklampsia/eklampsia; dan
(4) persalinan macet (distosia).
Persalinan macet hanya terjadi pada saat persalinan berlangsung, sedangkan ketiga
penyebab yang lain dapat terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Kasus

3
perdarahan yang dimaksud di sini adalah perdarahan yang diakibatkan oleh perlukaan
jalan lahir mencakup juga kasus ruptur uteri. Selain keempat penyebab kematian tersebut,
masih banyak jenis kasus kegawatdaruratan obstetrik baik yang terkait langsung dengan
kehamilan dan persalinan, misalnya emboli air ketuban, kehamilan ektopik, maupun
yang tidak terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan, misalnya luka bakar, syok
anafilaktik karena obat dan cidera akbita kecelakaan lalulintas.
Manifestasi klinik kasus kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam rentang yang
cukup luas.
1. Kasus perdarahan, dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud bercak
merembes, profus, sampai syok.
2. Kasus infeksi dan sepsis, dapat bermanifestasi mulai dari pengeluaran cairan
pervagianam yang berbau, air ketuban hijau, demam, sampai syok.
3. Kasus hipertensi dan preeklampsia/eklampsia,dapat bermanifestasi mulai dari
keluhan sakit/ pusing kepala, bengkak, penglihatan kabur, kejang-kejang, sampai
koma/pingsan/ tidak sadar.
4. Kasus persalinan macet, lebih mudah dikenal apabila kemajuan persalinan tidak
berlangsung sesuai dengan batas waktu yang normal, tetapi kasus persalinan macet ini
dapat merupakan manifestasi ruptur uteri.
5. Kasus kegawatdaruratan lain, bermanifestasi klinik sesuai dengan penyebabnya.
Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri secara dini sangat penting agar
pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat manifestasi klinik kasus
kegawatdaruratan obstetri yang berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas, mengenal
kasus tersebut tidak selalu mudah dilakukan, bergantung pada pengetahuan, kemampuan
daya pikir dan daya analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Kesalahan ataupun
kelambatan dalam menentukan kasus dapat berakibat fatal. Dalam prinsip, padad saat
menerima setiap kasus yang dihadapi harus dianggap gawatdarurat atau setidak-tidaknya
dianggap berpotensi gawatdarurat, sampai ternyata setelah pemeriksaan selesai kasus itu
ternyata bukan kasus gawatdarurat.
Dalam menanagani kasus kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama
(diagnosa) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang
tidak panik, walaupun suasana keluarga pasien ataupun pengantarnya mungkin dalam
kepanikan. Semuanya dilakukan dengan cepat, cermat, dan terarah. Walaupun prosedur
pemeriksaan dan pertolongan dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan hubungan
antara dokter-pasien dalam menerima dan menangani pasien harus tetap diperhatikan.
4
2.2 KONSEP PADA KEGAWATDARURATAN PREEKLAMPSI

2.2.1 Definisi
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat
pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan
kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai
preeklampsia yang berat (George, 2007).
Pre Eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, odem dan protein uria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya. Misalnya terdapat Molahydatidosa (Sarwono
: 2006)
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-
tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya
muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Mansjoer,2008 ).
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat
bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih.
2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5. Edema paru dan sianosis.
2.2.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Tetapi terdapat
suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :
1. Spasmus arteriola
2. Retensi Na dan air
3. Koagulasi intravaskuler

5
Adapun teori-teori tersebut yang merupakan kemungkinan penyabab preeclampsia
adalah:
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang,
sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh
trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi
aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta
sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).
b. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I terjadi
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada
preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat
diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
c. Peran Faktor Genetik
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari
ibu yang menderita preeklampsia.
d. Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus
e. Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan
vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006).
f. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel
endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah
wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada
trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan
kemajuan kehamilan (Koerniawan, Drajat).
2.2.3 Klasifikasi Pre Eklamsia
1. Pre Eklamsi Ringan (PER)
a. Tekanan darah sistole 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6
jam.
b. Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan
6 jam.
c. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam 1 minggu.
6
d. Protein uria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif positif 1 sampai positif 2
pada urin katerer atau urin aliran pertengahan.
2. Pre Eklamsi Berat (PEB)
a. Tekanan darah 160 / 110 mmHg.
b. Oligouria, urin kurang dari 3 cc / 24 jam.
c. Protein urin lebih dari 3 gr / liter.
d. Keluhan subjektif : nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, odema
paru, dan sianosis gangguan kesadaran.
e. Pemeriksaan : kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina,
tromosit kurang dari 100.000 /mm. Peningkatan tanda gan gejala pre eklamsia berat
memberikan petunjuk akan terjadinya pre eklamsia.
Perbedaan preeklampsia ringan dengan preeklampsia berat, yaitu :
Efek Preeklampsia ringan Preeklampsia berat
Efek Maternal
Tekanan Darah Kenaikan TD sistolik pada angka ≥ Peningkatan menjadi ≥
30 mmHg atau lebih, kenaikan TD 160/110 mmHg pada dua
diastolik pada angka ≥ 15 mmHg atau kali pemeriksaan dengan
hasil pemeriksaan sebesar 140/90 jarak 6 jam pada ibu hamil
mmHg dua kali dengan jarak 6 jam. yang beristirahat di
tempat tidur.
Peningkatan BB Peningkatan BB > 0,5 Kg/minggu Sama seperti
selama trimester kedua dan ketiga preeklampsia ringan.
atau peningkatan BB yang tiba-tiba
sebesar 2 Kg/minggu kapan saja.
Proteinuria 300 mg/L dalam 24 jam atau > 1 g/L 5-10 g/L dalam jangka
secara random dengan memakai waktu 24 jam atau ≥ + 2
contoh urine siang hari yang protein dipstick.
dikumpulkan pada dua waktu
dengan jarak 6 jam secara terpisah
karena pengurangan protein dapat
bervariasi.

7
Edema Beberapa pembengkakan di mata, Edema umum,
wajah, jari, bunyi pulmoner tidak pembengkakan yang
terdengar. dapat dilihat pada mata,
wajah, jari, bunyi paru
bisa terdengar.
Refleks Hiperfleksi + 3, tidak ada klomus di Hiperfleksi ≥ + 3, klonus
pergelangan kaki. dipergelangan kaki.
Haluaran urin Keluaran sama dengan masukan, ≥ Oliguria, < 30 ml/jam
30 ml/jam. atau 120 ml/4jam.
Nyeri Kepala Sementara Berat
Gangguan Tidak ada Kabur
penglihatan
Iritabilitas Sementara Berat
Nyeri ulu hati Tidak ada Ada
Creatinin serum Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Peningkatan AST Minimal Jelas
Hematokrit Meningkat Meningkat
Efek pada janin
Perfusi plasenta Menurun Perfusi menurun, DJJ
deselerasi lambat.
Premature Tidak jelas Pada waktu lahir plasenta
placental aging terlihat lebih kecil
daripada plasenta normal.

2.2.5 Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan
darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan
dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme
8
arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman
199).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunniangham,2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon
terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan
dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit
syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan
nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler
meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan
tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia
dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,2005).
Perubahan pada organ :
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan
eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan
afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi
oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara
iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi endotel
disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003).
2. Metablisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui
penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita
preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan
hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna
air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,
sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan
protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi
kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal
(Trijatmo,2005).
9
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat
terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah
satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan
pada preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma,
diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah
dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan
(Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi
gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim
dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru-Paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema
paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia
atau abses paru (Rustam, 1998).
2.2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada ibu hamil dengan preeklampsia secara umum adalah sebagai
berikut, yaitu :
1. Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-
gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi,
edema dan proteinuria bertambah meningkat (Trijatmo, 2005).
2. Tanda Objektif
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan
sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari
140/90 mmHg. Tekanan darah pada preklamsia berat meningkat lebih dari 160/110
mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan
10
takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati,
hiperefleksia, pendarahan otak (Michael,2005).
Sedangkan berdasarkan klasifikasinya manifestasi klinis dari preeklampsia adalah
sebagai berikut, yaitu :
a. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut :
1) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan
riwayat tekanan darah normal.
2) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine
kateter atau midstearm.
b. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+
3) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
4) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Trombositopeni
7) Gangguan fungsi hati
8) Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
1) Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr% )
2) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
3) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
b. Urinalisis
1) Ditemukan protein dalam urine.
c. Pemeriksaan Fungsi hati
1) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
2) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
3) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
4) Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
11
5) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
6) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
d. Tes kimia darah
1) Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
2. Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus
lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
2.2.8 Penatalaksanaan
1. Preeklamsia ringan (PER)
a. Rawat jalan
1) Anjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur > 8 jam malam hari jika
susah tidur beri fenobarbital 3 x 30 mg / hari
2) Diberikan obat penunjang antara lain : vit b komplex, vit c / vit e dan zat besi
3) Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu kemudian untuk menilai perkembangan
kehamilan dan kesejahteraan janin..
4) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam)
b. Rawat tinggal
Kriteria untuk rawat tinggal bagi px yang telah diterapi dalam 2x kunjungan selang
1 minggu tidak ada perbaikan klinis / laboratorium
2. Preeklamsia berat (PEB)
a. Preeklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
1) Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji
kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :
a) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap
(selama tidak ada kontraindikasi)
2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi ringan
(kecuali ada kontraindikasi)

12
3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat
badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi
timbulnya lagi gejala
4) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan
dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan
5) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin,
maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu:
b. Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu
1) Penderita dirawat inap
a) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
b) Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
c) Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong
kanan dan 4 gr di bokong kiri
d) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
e) Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100 cc
dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia
antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc
f) Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
g) Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya
dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari
h) Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru
dan kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul
intravena Lasix.
i) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi
partus dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi dipakai oksitosin
(pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes
j) Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu
dilarang mengedan
k) Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan
yang disebabkan atonia uteri
l) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian
diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum
m) Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea.

13
2.2.9 Asuhan Keperawatan pada Kegawatdaruratan Preeklampsi
1. Pengkajian Primer
A. (Airway)
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas disebabkan adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift atau jaw trust
b) Suction atau hisap
c) Guedel airway atau OPA
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
B. (Breathing)
Kelemahan menelan atau batuk atau melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi atau
aspirasi, whezing, sonor, stidor atau ngorok, ekspansi dinding dada. Edema paru
terjadi dengan cepat pada pasien hamil yang mengalami PRHD atau pada pasien
yang menerima resusitasi cairan. Ronki basah kasar atau halus dapat
terauskultasi.
C. (Circulation)
Tekanan darah meningkat , hipertensi terjadi pada tahap lanjut, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian skunder
Pengkajian yang dilakukan terhadap preeklamsi berat antara lain
1) Identitas umum ibu : nama, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan, no CM,
diagnosa medis
2) Data riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
a. Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil
b. Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan
terdahulu
c. Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas
d. Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis
b) Riwayat kesehatan sekarang
a. Ibu menderita sakit kepala di daerah frontal
b. Gangguan visus : penglihatan kabur, skotoma, dan diplopia
c. Mual muntah tidak ada nafsu makan
14
a. Edema pada ekstremitas
b. Tengkuk terasa berat
c) Riwayat kesehatan keluarga
a. Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia ringan atau berat dan
eklamsia dalam keluarga
d) Riwayat perkawinan
a. Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun atau diatas
35 tahun.
3) Data Subjektif
a) Kenaikan berat badan yang timbul secara cepat dalam waktu yang singkat
menunjukkan adanya retensi cairan dan dapat merupakan gejala dini dari
preeklamsia. Pasien sadar akan edema yang menyeluruh, terutama
pembengkakan pada muka dan tangan. Keluhan yang umum dalah sesaknya
cincicn pada jari-jarinmya.
b) Sakit kepala : meskipun sakit kepala merupakan gejala yang relatif biasa selama
kehamilan, sakit kepala dapat juga menjadi gejala awal dari edema otak. Sebagai
konsekuensinya, tekanan darah passien harus ditentukan.
c) Gangguan penglihatan mungkin merupakan gejala dari preeklamsia dan dapat
menunjukkan spasme arteriolar retina, iskemia, edema, atau pada kasus-kasus
yang jarang, pelepasan retina.
d) Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas menunjukkan pembengkakan hepar
yang berhubungan dengan preeklamsia berat atau menandakan ruptur
hematoma subkapsuler hepar.
4) Data Objektif
a) Pemeriksaan Umum : Tekanan darah meningkat.
b) Pemeriksaan Fisik
a. Edema menunjukkan retensi cairan. Edema pada muka dan tangan
tampakanya lebih menunjukkan retensi cairan yang patologik.
b. kenaikan berat badan yang cepat merupakan suatu petunjuk dari retensi
cairan ekstravaskuler.
c. Pemeriksaan Retina : spasme arteriolar dan kilauan retina dapat terlihat.
d. Pemeriksaan toraks : karena edema paru merupakan satu dari komplikasi
serius dari preeklamsia berat, paru-paru harus diperiksa secara teliti.

15
e. Refleks tendon profunda (lutut dan kaki) : hiperefleksia dan klonus
merupakan petunjuk dari peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat dan
mungkin meramalkan suatu kejang eklampsia.
f. Pemeriksaan Abdomen : rasa sakit daerah hepar merupakan suatu tanda
potensial yang tidak menyenangkan dari preeklampsia berat. Pemeriksaan
uterus penting untuk menilai umur kehamilan, adanya kontraksi uterus dan
presentasi janin.
g. pemeriksaan Pelvis : keadaan serviks dan stasi dari bagian terbawah
merupakan pertimbangan yang penting dalam merencanakan kelahiran per
vaginam atau per abdominam.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan
pembukaan jalan lahir
b. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai darah perifer
d. Kelebihan volume cairan b/d kerusakan fungsi glomerolus skunder terhadap
penurunan cardiac output.
e. Gangguan eliminasi urin b/d gangguan filtrasi glomerulus : anuri dan oligouri.
f. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
4. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan
pembukaan jalan lahir
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat
mengantisipasi rasa nyerinya
Kriteria Hasil :
1. Ibu mengerti penyebab nyerinya
2. Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya
Intervensi :
1. Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan
tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
16
2. Jelaskan penyebab nyerinya
R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
3. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh
darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
4. Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/. untuk mengalihkan perhatian pasien
b. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
1. Ibu tampak tenang
2. Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
3. Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan ibu
R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian
pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa
2. Jelaskan mekanisme proses persalinan
R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi
emosional ibu yang maladaptif
3. Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif
4. Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang
secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati
c. Kelebihan volume cairan intertisial berhubungan dangan penurunan tekanan
osmatic, perubahan permibilitas pembuluh darah, retensi sodium dan air.
Tujuan : Volume cairan kembali seimbang
Intervensi :
1. Monitor dan catat intake dan output setiap hari

17
R/ : dengan memonitor intake dan output diharapkan dapat diketahui adanya
keseimbangan cairan dan dapat diramalkan keadaan dan kerusakan
glomerulus.
2. Monitor vital sign, catatan pengisian kapiler
R/ : Dengan memonitor vital sign dan pengisian kapiler dapat dijadikan
pedoman untuk pegganti cairan atau menilai respon dari kardiovaskular.
3. Monitor atau timbang berat badab klien
R/ : Dengan memonitor berat badan klien dapat diketahui berat badan yang
merupakan indicator yang tepat untuk mrnunjukan keseimbangan cairan
4. Observasi keadaan oedema
R/ : Keadaan oedema merupakan indicator keadaan cairan dalam tubuh
5. Berikan diit rendah garam sesuai dengan kolaborasi dengan ahli gizi
R/ : Diit rendah garam akan mengurangi terjadinya kelebihan cairan
6. Kaji distensi vena jugularis dan perifer
R/ : Retensi cairan yang berlebihan bisa dimanifestasikan dengan pelebaran
vena jugularis dan oedema perifer
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretika
R/ : Diuretika dapat meningkatkan filtrasi glomerulus dam menghambat
penyerapan sodium dan air dalam tubulus ginjal.

2.3 KONSEP PADA KEGAWATDARURATAN EKLAMPSI

2.3.1 Definisi
Eklampsia seringkali merupakan kelanjutan dari preeklamsia, yang ditandai dengan
tekanan darah tinggi setelah minggu ke-20 kehamilan. Jika preeklampsia memburuk dan
mempengaruhi otak, maka itu bisa menyebabkan kejang atau koma, dan pada fase ini
seseorang dikatakan eklampsia
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk
menjadi kejang (Helen varney; 2007)

18
Eklamsi adalah Penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil dan dalam
nifas dengan hipertensi, oedema dan proteinuria (Obtetri Patologi, R. Sulaeman
Sastrowinata, 1981 ).
2.3.2 Etiologi
Penyebab eklampsia belum diketahui secara pasti. Salah satu teori mengemukakan
bahwa eklampsia disebabkan iskemia rahim dan placenta (ischaemia uteroplacentae).
Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada mola hydatidosa,
hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga
pada penyakit pembuluh darah ibu, dibetes, peredaran darah dalam dinding rahim kurang,
maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau desidua yang menyebabkan vasospasme dan
hipertensi.
2.3.3 Manifestasi klinis
Serangan kejang pada pasien mungkin terlihat selama fase kejang atau keadaan koma
yang meliputi satu atau lebih kejang, gangguan lainnya yaitu selama kehamilan trimester
kedua akhir atau trimester ketiga, gejala – gejala yang berikutdapat meramalkan suatu
kejang eklampsia yaitu kenaikan berat badan akibat retensi cairan, pembengkakan muka
dan tangan, sakit kepala, gangguan visual, nyeri evigastrium, dengan atau tanpa nausea
dan vomitus dan keluaran urin yang berkurang.
2.3.4 Komplikasi
a. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
b. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia
c. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia
d. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya
apopleksia serebri
e. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim
f. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet)
g. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau
gagal ginjal

19
h. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai
tahap eklampsia.
2.3.5 Penatalaksanaan
a. Terapi Definitif
Prinsip-prinsep umum :
1) Bersihkan jalan nafas pasien dan berikan cairan intravena.
2) Mengontrol kejang.
3) Mencegah komplikasi-komplikasi hipertensi
4) Memantau tanda-tanda vital pasien secara ketat: tekanan darah, nadi, pernafasan,
suhu, keluaran dan refleks-refleks.
5) Mempersiapkan rencana kelahiran
6) Langkah-langkah khusus :
a) Membersihkan jalan nafas dan pemberian cairan intravena
Ventilasi yang adekuat itu esensi, jalan nafas harus bersih.Oksigen diberikan
melalui masker atau kateter hidung.Setiap sekresi dalam jalan nafas harus
dihisap dan pasien diatur posisinya untuk menghindari aspirasi muntah.Sebuah
bila yang dilapisi mengurangi trauma terhadap lidah.Cairan intravena yang
biasanya diberikan adalah dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat.
b) Mengontrol kejang
Magnesium sulfat merupakan obat anti kejang yang disukai oleh banyak ahli
kebidanan.Bolus 4g (20ml larutan 20%) disuntikan intravena dalam waktu tidak
kurang dari 3 menit. Pemberian ini segera diikuti dengan suntikan intramuscular
atau infus yang kontinu 1 sampai 2 g per jam.
Dosis intramuscular adalah 10g bolus diikuti dengan 5 g setiap 4 jam sepanjang
reflek patella masih ada, aliran urin mencapai 100ml atau lebih selama 4 jam
sebelumnya dan pernafasan tidak mengalami depresi (lihat preeklamsi).
Amobarbital atau fenobarbital dapat diberikan jika kejang atau agitasi menetap
walaupun pengobatan dengan magnesium sulfat (lihat serangan kejang pada
kehamilan). Diazepam (valium), 5-10 mg perlahan-lahan secara intravena
adalah obat anti kejang yang baik sekali yang lebih disenangi untuk pencegahan
atau pengobatan kejang postpartum. Selama persalinan diazepam telah
dihubungkan dengan meningkatnya risiko hipotonia janin.

20
c) Terapi anti hipertensi
Hidralazini (apresoline) intravena direkomondasikan bila tekanan darah sistolik
lebih tinggi dari 170/180 atau diastolic 110/120 dalam usaha untuk mencegah
perdarahan vascular otak ( lihat preeklamasi).
d) Pemantauan keadaan pasien secara ketat
Masukan dan keluaran cairan dicatat setiap jam. Sebuah kateter foley di dalam
kandung kemih memberikan suatu pengukuran keluaran urin yang tepat. Terapi
cairan yang tepat berdasarkan pada kadar elektrolit dan keluaran urin. Penetuan
tekanan vena sentralis atau arteri pulmonalis membantu memperkecil risiko
edema paru yang berhubungan dengan kelebihan cairan.
2.3.6 Asuhan Keperawatan pada Kegawatdaruratan Eklampsi
1. Pengkajian Primer
1) Airway ( Jalan nafas )
Cek airway terlihat apa pasien mengigit lidahnya atau giginya sendiri untuk itu
buka menggunakan laringoskop untuk mencegah terjadinya sumbatan terhadap
jalan nafas.
2) Breathing ( Pernafasan )
Pernafasan yang terganggu akibat sebagian dari otot-otot yang kejang,
3) Circulation ( Sirkulasi )
Hipertensi menyebabkan terganggunya sistem kardiovaskuler yang
menyebabkan terjadi kejang kejang otot dari semua, dan mengganggu juga
sistem otak.
2. Pengkajian Sekunder
1) Data subjektif
Gejala saat ini
a) Serangan kejang : pasien mungkin terlihat selama fase kejang atau
keadaan koma yang mengikuti satu atau lebih kejang.
b) Gejala-gejala lain selama kehamilan kedua akhir atau trimester ketiga,
gejala-gejala yang berikut dapat meramalkan suatu kejang eklampsia :
kenaikan berat badan mendadak akibat retensi cairan, pembengkakan
muka dan tangan, sakit kepala, gangguan visual. Nyeri epigastrium atau
kuadran kanan atas dengan atau tanpa nausea dan vomitus, dan keluaran
urin yang berkurang.

21
2) Riwayat penyakit dahulu
Ciri khas pasien dengan eklampsia adalah nuliparta dan umur belasan
tahun.Catatan antenatal dapat menyingkap perkembangan yang mendadak atau
bertahap dari hipertensi, edema, kenaikan berat badan, dan albuminuria.
3) Data Objektif
a) Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan umum
Pasien biasanya tidak sadar atau setengah sadar segera setelah
suatu kejang eklampsia.Kejang yang khas ditandai oleh timbulnya
kontraksi tonik umum yang diikuti oleh fase kronik yang berkembang
ke koma.Biasanya gerakan-gerakan kejang dimulai sekitar mulut
dalam bentuk kedutan pada muka (facial twichings).Dalam beberapa
detik seluruh otot tubuh mengalami kontraksi yang rigid (muka
mengalami distorsi, mata menonjol, lengan fleksi, lengan mengepal,
dan tungkai tertarik).Setelah 15 sampai 20 letik otot-otot berkontraksi
dan relaksasi bergantian secara cepat.Gerakan otot dapat sedemikian
hebat sehingga lidah dapat tergigit oleh gerakan rahang yang hebat.
Bila pasien sadar kembali, biasanya ia mengalami disorientasi yang
letih selama beberapa saat. Tekanan darah meningkat, dan frekuensi
pernapasan biasanya meningkat dan sukar.Pada kasus-kasus
kesukaran bernapas yang berat pasien tampak sianosis.Retensi cairan
yang menyeluruh seringkali tampak jelas.Edema muka maupun edema
perifer pada tangan dan tungkai merupakan temuan yang umum.
Pemeriksaan retina dapat menyingkap penyempitan arteriolar
dan edema retina.Pemeriksaan toraks dapat menyingkap ronki kasar
di bagian paru bawah yang sering.Refleks patella dan kaki biasanya
hiperaktif.Klonus kaki merupakan temuan yang sering.
2. Pemeriksaan abdomen
Pengukuran tinggi uterus memberikan perkiraan umur
kehamilan janin.Presentasi janin harus ditentukan untuk
merencanakan kelahiran.Tonus uterus istirahat normal kecuali ada
hubungan dengan pelepasan plasenta.Kontraksi uterus intermiten
memberi kesan bahwa persalinan telah terjadi.Denyut jantung janin
22
biasanya ada kecuali pelepasan plasenta atau kejang telah
menyebabkan anoksia janin.
3. Pemeriksaan vagina
Turunnya bagian terbawah maupun keadaan serviks dievaluasi.
b) Tes Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap & apusan darah
Hematokrit seringkali menimgkat, menandakan hematokonsetrasi.Jika
hematokrit lebih rendah dari yang diperkirakan, kemungkinan adanya
anemia sebelumnya atau hemolisis perlu dipertimbangkan.
Pemeriksaan apusan darah tepi memperlihatkan sel-sel target, sel
helmet atau skitosit yang dihubungkan dengan suatu proses hemolitik.
2. Urinalisis
a. Sebuah kateter folley diinsersikan ke dalam kandung kemih dalam
usaha untuk mendapatkan contoh urin permulaan dan untuk
memantau urin yang keluar.Biasanya kandung kemih berisi
sejumlah kecil urin berwarna gelap yang mengandung protein 3+
atau 4+.
d. Golongan darah dan Rh
e. Darah harus dikirim ke bank untik dilakukan cocok silang pada
kasus yang memerlukan tindakan seksio sesarea dan pasien
memerlukan transfusi darah.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan
penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah)
b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan
pada plasenta
c. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
d. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
4. Intervensi Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi
organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
Intervensi:
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam.
23
b) Catat tingkat kesadaran pasien.
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia (hiperaktif, reflek patella dalam,
penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria).
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus.
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM.
b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin
berhubungan dengan perubahan pada plasenta
Intervensi :
a) Monitor DJJ sesuai indikasi.
b) Kaji tentang pertumbuhan janin.
c) Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta (nyeri perut,
perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun).
d) Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM.
e) Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST.
c. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
a) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
b) Jelaskan penyebab nyerinya
c) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS Timbul
d) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
d. Cemas berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan ibu
b) Jelaskan mekanisme proses persalinan
c) Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
d) Beri support system pada ibu

24
2.4 KONSEP PADA KEGAWATDARURATAN PLASENTA PREVIA

2.4.1 Definisi
Placenta Previa adalah keadaan dimana implantasi plasenta terletak pada atau didekat
servik sehingga menutupi sebagian atau seluruh leher rahim. Plasenta merupakan organ
yang menghubungkan ibu dan janin berfungsi untuk mentransfer oksigen dan nutrisi ke
janin.
2.4.2 Etiologi Placenta Previa
1. Pernah menjalani persalinan cesarean
2. Pernah mengalami prosedur C dan D untuk kegugurn atau abortus induksi
3. Pernah mengalami operasi atau instrumentasi di rongga rahim
4. Kehamilan multipel (kembar)
2.4.3 Penatalaksanaan Placenta Previa
Perhatikan beberapa kondisi sebagai berikut:
a. Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum
b. sebelum tersedia persiapan untuk seksio sesaria (pemeriksaan boleh dilakukan di
c. ruang operasi)
d. Pemeriksaan inspikulo secara hati-hati dapat menentukan sumber perdarahan berasal
e. dari kanalis servisis atau sumber lain (servisitis, polip, keganasan, laserasi atau
trauma).
f. Perbaikan kekurangan cairan atau darah dengan memberikan inf us cairan IV ( NaCl
0.9% atau Ringer Laktat)
g. Lakukan rujukan di tempat rujukan tersier
Terapi Ekspektatif
Supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasive.
1. Syarat terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
b. Belum ada tanda inpartu
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar haemoglobin dalam batas normal)

25
d. Janin masih hidup
2. Rawat inap, tirah baring dan berikan pemberian antibiotika profilaktif
3. Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan, letak dan
presentasi janin
4. Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous Fumarat per oral 60 mg
selama 1 bulan
5. Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan transfuse
6. Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien
dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam
untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika
terjadinperdarahan
7. Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi kehamilan.
a. Janin matur
b. Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi
c. Kelangsungan hidupnya (seperti anensefali)
d. Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
e. Memandang maturitas janin

2.5 KONSEP PADA KEGAWATDARURATAN SOLUTIO PLASENTA

2.5.1 Definisi
Solusio Plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat melekatnya yang normal pada
uterus sebelum janin dilahirkan (prematur) seluruhnya maupun sebagian.
2.5.2 Manifestasi Solusio Plasenta
1. Perdarahan disertai rasa nyeri
2. Darah berwarna merah kehitaman
3. Syok dan anemia
4. Dapat terjadi gawat janin atau hiang DJJ janin

26
5. Kurangnya pergerakan bayi dalam kandungan
6. Nyeri punggung dan nyeri perut
7. Rahim berkontraksi cepat terus menerus dan nyeri
2.5.3 Penatalaksanaan Solusio Plasenta
1. Terjadi perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) lakukan persalinan dengan segera
jika:
a. Pembukaan serviks lengkap, persalinan dengan ekstrasi vacuum
b. Pembukaan belum lengkap, persalinan dengan sektio seksaria. Pada setiapkasus
solution plasenta, waspadai terhadap kemungkinan terjadinyaperdarahan
pascapersalinan.
2. Perdarahan ringan atau sedang (dimana ibu tidak berada dalam bahaya) tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ) :
a. DJJ normal atau tidak terdengar , pecahkan ketuban dengan kokher :
1) Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
2) Jika serviks kenyal, tebal dan tertutup, persalinan dengan seksio seksaria
b. DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali/menit :
1) Lakukan persalinan dengan segera
2) Jika persalinan pervaginam tidak memungkinkan, persalinan diakhiri dengan
seksio seksaria
2.5.4 Asuhan Keperawatan pada Kegawatdaruratan Solutio Plasenta
1. Pengkajian Primer
Airway :
Pasien tidak mengeluh sesak, tidak ada nyeri dada, tidak terdapat suara nafas
tambahan, tidak ada secret.
Breathing
Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada penggunakan otot aksesori
pernapasan.
Circulation
conjungtiva anemis, acral dingin, Hb turun, muka pucat & lemas, nadi meningkat/
> 100x/menit.
2. Secondary Survey
a. Keadaan umum
1) Kesadaran : composmetis s/d coma
2) Postur tubuh : biasanya gemuk
27
3) Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
4) Raut wajah : biasanya pucat
b. Tanda-tanda vital
1) Tensi : normal sampai turun (syok)
2) Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
3) Suhu : normal / meningkat (> 37ºC)
4) RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
c. Pemeriksaan cepalo caudal
1) Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut
biasanya rontok / tidak rontok.
2) Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
3) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
4) Mata : conjunctiva anemis
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjungtiva anemis, acral dingin, Hb turun, muka pucat & lemas.
b. Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke
plasenta berkurang.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus di tandai terjadi
distress/pengerasan uterus, nyeri tekan uterus.
d. Gangguan psikologi (cemas) berhubungan dengan keadaan yang dialami.
e. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan.
f. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya berhubungan
dengan kurangnya informasi.
4. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjungtiva anemis, acral dingin, Hb turun, muka pucat & lemas.
Intervensi :
1) Catat ttv
2) Observasi perdarahan
3) Catat intake output
4) Kolaborasi pemberian infus
5) Kolaborasi pemberian transfusi darah

28
b. Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke
plasenta berkurang.
Intervensi :
1) Observasi frekuensi dan pola DJ janin
2) Kolaborasi pemberian O2

2.6 KONSEP PADA KEGAWATDARURATAN POST PARTUM

2.6.1 Definisi
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml pasca persalinan
setelah bayi lahir. (Ambar Dwi, 2010)
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah
kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital.
(Vicky Chapman, 2006)
Hemorargi Post Partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500cc atau lebih
dari traktus genetalia setelah melahirkan (Suherni, 2009: 128)
2.6.1 Tanda dan Gejala
a. Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera
setelah anak lahir (perarahan postpartum primer). Gejala yang kadang-kadang
timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin,
gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi
lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat,
lemah, menggigil.

29
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat
traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul:
Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali
pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
2.6.2 Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh
darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan
retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perineum.
Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada
tempat implementasinya yang akan menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi
otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan.
(I.B.G Manuaba, 2007).
2.6.3 Penatalaksanaan Perdarahan Persalinan
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi
dengan kuat, uterus harus diurut :
a. Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah
untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap
kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan

30
atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang
signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
b. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila
perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
c. Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama
berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan
uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan.
Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus,
mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
d. Berikan kompres es selama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko
mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk
setelah 12 jam.
e. Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18,
untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan
golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang
persalinan.
f. Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti
efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus
secara efektif
g. Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat
merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi
perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
h. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley
untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
i. Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila
terdapat tanda kegawatan pernafasan.
2.6.4 Asuhan Keperawatan Pada Kegawatdaruratan Perdarahan PostPartum
1. Pengkajian primer
1) Airway : tidak ada obstruksi
2) Breathing : tekanan darah tidak normal/ turun, pernafasan meningkat, nafas cepat,
nafas dalam dan dangkal
3) Circulation : tekanan darah tidak normal/ turun, nadi meningkat, suhu hangat,
kesadaran normal, sianosis, kapilary refill memanjang, kulit hangat, perdarahan
4) Dissability : badan lemah
31
5) Exposure : keluar keringat dingin
2. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas istirahat : Insomia mungkin teramat.
2) Sirkulasi : kehilangan darah selama proses post portum
3) Integritas ego : Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat kira-kira 3 hari
setelah melahirkan “post portum blues”
4) Eliminasi : BAK tidak teratur sampai hari ke 2 dan ke 5
5) Makan dan cairan : Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira sampai
hari ke 5
6) Persepsi sensori: Tidak ada gerakan dan sensori
7) Nyeri dan ketidaknyamanan : Nyeri tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi
diantara hari ke 3 sampai hari ke 5 post partum
8) Seksualitas:
a) Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun satu jari setiap
harinya
b) Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2
c) Payudara produksi kolostrum 24 jam pertama
3. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(perdarahan)
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan jumlah
hemoglobin
4. Intervensi Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(perdarahan)
Intervensi :
1) Berikan infus atau cairan intravena.
2) Berikan transfusi darah sesuai indikasi dokter.
3) Monitor intake dan output setiap 5-10 menit .
4) Monitor tanda-tanda vital.
5) Evaluasi kandung kemih
6) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap
terlentang

32
7) Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan
diatas simpisis.
8) Batasi pemeriksaan vagina dan rektum.
9) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian uterotonika ( bila perdarahan
karena atonia uteri )
10) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan jumlah
hemoglobin
Intervensi :
1) Monitor tanda vital tiap 5-10 menit.
2) Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit.
3) Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
4) Kolaborasi:
5) Monitor kadar gas darah dan PH
6) Berikan terapi oksigen.

2.7 KONSEP PADA KEGAWATDARURATAN EMBOLISME KETUBAN

2.7.1 Definisi
Embolisme ketuban atau Emboli cairan ketuban merupakan komplikasi persalinan
dan kelahiran yang jarang terjadi dan sering fatal. Bahan-bahan halus dari cairan
amnion akan menyebabkan obstruksi mekanik pada cabang paru bagian distalor-
2.7.2 Faktor predisposisisi.
Meliputi kelahiran yang cepat dan kacau dengan kontraksi uterus yang hipertonik
kelahiran yang tergesa-gesa multiparitas, kematian janin intrauterine, meconium dalam
cairan amnion, kelahiran operatif dan plasenta previa.

33
2.7.3 Gejala :
Dipsneu akut, syok dengan perdarahan pervagina yang hebat, gejala lain yang
mungkin mencakup nyeri dada, kejang, sukar tidur, ansietas, batuk dan vomitus
2.7.4 Penanganan
Terapi krusial meliputi resusitasi ventilasi dan bantuan sirkulasi dan koreksi defek
yng khusus : atoniauteri, defek koagulasi dan spasme, arterioler paru. Oksigen selalu
merupakan indikasi, intubasi dan tekanan akhir ekspirasi postif (PPEP) mungkin
diperlukan.
2.7.5 Asuhan Keperawatan pada Kegawatdaruratan Embolisme Ketuban
1. Primery Survey
a. Airway (Jalan Nafas)
pengkajian jalan nafas bertujuan menilai apakah jalan nafas paten (longgar) atau
mengalami obstruksi total atau partialsambil mempertahankan tulang servikal.
sebaiknya ada teman anda (perawat) membantu untuk mempertahankan tulang
servikal. pada kasus non trauma dan korban tidak sadar, buatlah posisi kepala
headtilt dan chin lift (hiperekstensi) sedangkan pada kasus trauma kepala sampai
dada harus terkontrol atau mempertahankan tulang servikal posisi kepala.
pengkajian pada jalan nafas dengan cara membuka mulut korban dan lihat: apakah
ada vokalisasi, muncul suara ngorok; apakah ada secret, darah, muntahan; apakah
ada benda asing sepertigigi yang patah; apakah ada bunyi stridor (obstruksi dari
lidah). apabila ditemukan jalan nafas tidak efektif maka lakukan tindakan untuk
membebaskan jalan nafas.
b. pengkajian breathing (pernafasan)
pengkajian breathing (pernafasan) dilakukan setelah penilaian jalan nafas.
pengkajian pernafasan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi. bila diperlukan
auskultasi dan perkusi. inspeksidada korban: jumlah, ritme dan tipepernafasan;
kesimetrisan pengembangan dada; jejas/kerusakan kulit; retraksi intercostalis.
palpasi dada korban: adakah nyeri tekan; adakah penurunan ekspansi paru.
auskultasi: bagaimanakah bunyi nafas (normal atau vesikuler menurun); adakah
suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, pleural friksionrub. perkusi,
dilakukan di daerah thorak dengan hati hati, beberapa hasil yang akan diperoleh
adalah sebagai berikut: sonor (normal); hipersonor atau timpani bila ada udara di
thorak; pekak atau dullnes bila ada konsolidasi atau cairan.

34
c. pengkajian circulation (sirkulasi)
pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilai kemampuan
jantung dan pembuluh darah dalam memompa darah keseluruh tubuh. pengkajian
sirkulasi meliputi: tekanan darah; jumlah nadi; keadaan akral: dingin atau hangat;
sianosis; bendungan vena jugularis.
d. riwayat kesehatan
1) sebuah. riwayat medis yang lalu: kelahiran sebelumnya, komplikasi
sebelumnya
2) riwayat saat ini: durasi kehamilan (minggu), apakah kelahiran tunggal atau
ganda diharapkan.
3) tanda vital, menilai kontraksi
4) manajemen umum : evaluasi dan pertahankan jalan napas, sediakan oksigen
dan dukung ventilasi sesuai kebutuhan. (han and pettker, 2015)
3. Diagnose Keperawatan
a. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema pulmonal.
b. ansietas berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada diri sendiri dan janin.
c. resiko perdarahan berhubungan gangguan koagulasi.
d. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan
hipovelemia,penurunan aliran dari vena.
4. Intervensi Keperawatan
a. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema pulmonal.
noc:
a) mempunyai fungsi paru dalam batas normal
b) memiliki ekspansi paru yang simetris
c) po2 dalam normal
d) tidak menggunakan otot bantu dalam bernafas
nic:
manajemen jalan nafas
a) atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi
b) atur posisi mengurangi dispnea
c) identifikasi kebutuhan pasien terhadap pemasangan oksigen
d) auskultasi suara nafas
e) pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan

35
b. ansietas berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada diri sendiri dan janin.
noc:
1) ttv dalam batas normal
2) menunjukkan untuk berfokus pada pengetahuan kesehatan yang dialami
3) mampu menggunakan teknik relaksasi mengatasi ansietas
nic:
penurunan ansietas
1) sediakan informasi factual menyangkut diagnosis
2) instruksikan pasien tantang penggunaan teknik relaksasi
3) jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan
4) damping pasien dan berikan ketenangan serta rasa nyaman.
5) damping pasien selama prosedur untuk meningkatkan keamanan dan
mengurasi rasa takut
c. resiko perdarahan berhubungan gangguan koagulasi heparinisasi.
noc:
luaran darah dalam batas normal
nic:
a) observasi tanda vital, tanda-tanda perdarahan seperti petechiae, ekimosis,
perdarahan gusi, rembesan pada luka penusukan yang berlebihan, melena,
hematuria
b) berikan heparin dalam dosis yang aman melalui cara pemberian yang tepat
c) evaluasi pasca dialysis akan adanya rembesan dan lamanya waktu pembekuan
d) kaji kadar ureum pre dialysis untuk mengantisipasi perdarahan
e) kaji kadar hb, koreksi dulu bila memungkinkan.
f) kaji clotting time dan bleeding time.
d. resiko penurunan perfusi jaringan jantung
noc:
a) cardiac output dalam batas normal
b) ttv dalam batas normal
nic:
a) pantau tanda-tanda vital.
b) kaji tekanan arteri rata-rata,kaji krekels,dan perhatikan frekuensi pernapasan.
c) lakukan tirah baring pada ibu dengan posisi miring ke kiri jika tidak ada
kontraindikasi.
36
d) kaji perubahan sensori cemas,depresi,dan penurunan kesadaran

2.8 KONSEP PADA KEGAWATDARURATAN ABORTUS

2.8.1 Definisi
Abortus menurut WHO adalah pengeluaran embrio atau janin yang berat badannya
500 gram atau kurang, yang setara dengausia kehamilan sekitar 22 minggu. Dalam
praktik, abortus lebih sering dideskripsikan sebagai keguguran (abosrtus) untuk
menghindari terjadinya distres, karena bebrapa wanita menghubungkan istilah abostus
dengan terminasi kehamilan yang disengaja. Masalah awal kehamilan (abortus). (Chris
Brooker, 2008).
2.8.2 Etiologi
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi, kelainnan pertumbuhan hasil konsepsi dapat
menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi
dikeluarkan, gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena:
1. Faktor kromosom terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom
seks
2. Faktor lingkungan endometrium terjadi karena endometrium belum siap untuk
menerima implantasi hasil konsepsi, selain tu juga karena gizi ibu yang kurang
karena anemia atau terlalu pendeknya jarak kehamilan
3. Pengaruh luar seperti, infeksi endometrium, hasil konsepsi yang dipengaruhi oleh
obat dan radiasi, faktor biologis, kebiasaan ibu (merokok, alkohol, kecanduan obat)
b. Kelainan plasenta : infeksi pada plasenta, gangguan pembuluh darah, hiertensi
c. Penyakit ibu :
1. Penyakit infeksi seperti tifus abdominalis, milaria, pneumonia dan sifilisi
2. Anemia
3. Penyakit menahun seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, DM
4. Kelainan Rahim

37
2.8.3 Klasifikasi
1. Abortus iminens
a. Definisi
Abortus iminens, atau abortus mengancam, adalah ancaman keluarnya hasil
konsepsi yang ditandai oleh adanya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dengan atau tanpa kontraksi uterus, dan belum disertai serviks.
Pada keadaan ini kehamilan masih mungkin diupayakan untuk dipertahankan.
b. Gejala :
Gejala abortus imnens adalah : ibu hamil kurang dari 20 minggu, mengalami
perdarahan per vagina, yang kadang-kadang disertai rasa mulas (tidak selalu ada),
pada pemeriksaan in spekulo : tidak ada dilatasi serviks.
c. Tindakan :
Tidak perlru pengobatan khusus atau tirah baring total, jangan melakukan
aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual, jika perdarahan berhenti lakukan
asuhan keperawatan antenatal seperti biasa. Lakukan penilaian jika perdarahan
terjadi lagi. Perdarahan terus berlangsung nilai kondisi janin ( uji kehamilan atau
USG) lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain.
2. Abortus Insipiens
a. Definisi
Abortus insipiens, atau abortus yang sedang berlangsung, ditandai oleh
perdarahan pervagina pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan hasil
konsepsi masih di dalam uterus, namun telah terjadi dilatasi serviks uteri. Hal ini
berarti bahwa kehamilan sudah tidak dapat berhenti bila hasil konsepsi yang masih
ada di dalam uterus dibersihkan.
b. Gejala :
Perdarahan pervagina pada kehamilan kurang dari 20 mingg, disertai rasa mulas
yang sering dan kuat. Pada pemeriksaan in spekulo : terdapat dilatasi serviks,
terlihat darah keluar dari ostium uteri eksternum.
c. Tindakan :
Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan tranfusi
darah. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan
kuretase. Setelah itu beri obat-obat uterotonika dan antibiotika.

38
3. Abortus inkompletus
a. Definisi
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih terdapatnya sisa hasil konsepsi yang tertinggal
di dalam uterus. Pada keadaan sisa hasil konsepsi, karena apabila hal ni tidak
ddilakukan maka perdarahan akan terus terjadi.
b. Gejala :
Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis, perdarahan mendadak
banyak menimbulkan keadaan gawat, terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi,
dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma), pada pemeriksaan dalam :
kana;lis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
menonjol dari ostium uteri eksternum.
c. Tindakan :
Tindakan pada abortus inkompletus sama dengan tindakan abortus insipiens
yaitu: Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan
tranfusi darah. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode
digital dan kuretase. Setelah itu beri obat-obat uterotonika dan antibiotika.
4. Abortus kompletus
a. Definisi
Adalah keluarnya seluruh hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu.
b. Gejala :
Keluarnya gumpalan darah pervagina pada ibu hamil dengan usia kehamilan
kurang dari 20 minggu, perdarahan masih ditemukan, tetapi tidak banyak, uterus
tekah mengecil, pada pemeriksaan in spekulo ostium uteri telah menutup,
gumpalan yang telah keluar merupakan hasil konsesi atau jaringan janin yang
lengkap dengan selaputnya.
c. Tindakan :
Biasanya pasien yang mengalami abortus kompletus tidak perlu perawatan
khusus. Bila pasien mengalami anemia, berikan sulfas ferrosus, lakukan konseling
untuk mencegah terjadinya infeksi.

39
5. Abortus infeksius
a. Definisi
Adalah keluarnya hasil konsepsi yang disertai infeksi saluran reproduksi. Pada
keadaan ini biasanya masih terdapat hasil konsepsi di dalam uterus. Bila tidak
ditangani dengan baik dapat mengakibatkan sepsis dan kematian ibu.
b. Gejala :
Biasanya terjadi karena penanganan abortus inkompletus yang tercemar,
misalnya dengan memasukan alat yang tidak steril ke dalam uterus, gejal abosrtus
infeksius adalah : adanya tanda dan gejala abosrtus, biasanya abostus inkompletus,
panas, takikardi, perdarahan pervagina yang berbau, uterus membesar, lembek dan
nyeri tekan.
c. Tindakan :
Abortus septik harus dirujuk ke rumah sakit, penanggulangan infeksi,
tingkatkan asupan cairan, bila perdarahan banyak maka lakukan transfuse darah,
dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotik atau lebih cepat lagi
bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
2.8.4 Asuhan Keperawatan pada Kegawatdaruratan Abortus
1. Pengkajian Primer
a. Airway : Kaji kepatenan jalan nafas dengan look, listen, feel serta kaji suara nafas
apakah snoring, gurgling, stridor, wheezing atau ronchi.
b. Breathing : Kaji pola nafas apakah bernafas spontan/tidak, nafas cepat/lambat.
Kaji apakah ada sesak nafas/tidak, gerakan dinding dada simetris/asimetris, pola
nafas teratur/tidak, auskultasi bunyi nafas normal/tidak, kaji frekuensi nafas serta
penggunaan otot bantu pernafasan.
c. Circulation : pada pasien abortus terdapat perdarahan pervaginam yang banyak
sehingga dapat menimbulkan syok, pasien tampak pucat, akral dingin, tekanan
darah mungkin menurun, nadi teraba cepat dan kecil, pasien tampak meringis atau
kesakitan karena nyeri
d. Disability : pada pasien abortus kemungkinan terjadi kesadaran menurun,
syncope, pasien tampak lemah.
2. Pengkajian Sekunder
a. Biodata Identitas Pasien :Nama, alamat, agama, suku/bangsa, umur,nama
suami,pekerjaan dan pendidikan pasien.

40
b. Keluhan Utama pada pasien dengan abortus, kemungkinan pasien akan datang
dengan keluhan utama perdarahan pervagina disertai dengan keluarnya bekuan
darah atau jaringan, rasa nyeri atau kram pada perut. Pasien juga mungkin
mengeluhkan terasa ada tekanan pada punggung.
c. Riwayat kesehatan
3. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko syok hemoragik berhubungan dengan perdarahan pervagina
b. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri pada perut, terasa kram, terasa ada tekanan pada punggung,
c. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin dan granulosit
d. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi.
4. Intervensi Keperawatan
a. Risiko syok hemoragik berhubungan dengan perdarahan pervagina
Tujuan : diharapkan syok tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1) Kesadaran pasien CM
2) Tanda vital normal
3) Syncope tidak terjadi
4) Perdarahan tidak terjadi
Intervensi :
1) Observasi Keadaan Umum pasien
R: dengan mengobservasi KU pasien dapat di ketahui apakah pasien jatuh
kedalam keadaan syok atau tidak
2) Observasi tanda tanda vital
Rasional ; penurunan tekanan darah atau denyut nadi yang tidak normal
mengindikasikan adanya tanda syok dengan mengobservasi
3) Observasi kesadaran pasien
Rasional : kesadaran pasien dapat diketahui apakah pasien mengalami syncope
atau tidak dengan mengobservasi
4) Observasi tanda-tanda perdarahan, jumlah, warna, adanya stolsel/gumpalan
Rasional : tanda-tanda perdarahan dapat dilakukan penanganan segera apabila
perdarahan terjadi sehingga terhindar dari syok
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan fisiologis

41
Rasional : cairan fisiologis berfungsi untuk resusitasi guna mencegah
kehilangan cairan lebih banyak lagi transfuse
b. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri pada perut, terasa kram, terasa ada tekanan pada punggung,
pasien tampak meringis.
Tujuan :
1). diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria evaluasi :
1) Pasien melaporkan nyeri berkurang.
2) Pasien tampak rileks.
3) Tanda vital normal.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri pasien
Rasional : Tingkat nyeri pasien dapat dikaji menggunakan skala nyeri
ataupun deskripsi.
2) Observasi tanda vital
Rasional : tekanan darah terutama akan meningkat bila pasien merasa nyeri.
3) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance
mengatasi nyeri.
4) Ajarkan metode distraksi.
Rasional : Menggalihkan perhatian pasien terhadap nyeri
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik mengurangi nyeri dan membantu pasien merasa rileks.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin dan granulosit
Tujuan:
1). diharapkan tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan.
Kriteria hasil:
1) Suhu 37-38 C
2) Tidak tampak tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau.

42
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart
keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin
merupakan tanda infeksi;
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan.
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang
lebih luar.
3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.
4) Lakukan perawatan vulva
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat
menyebabkan infeksi.
5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi.
Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik
infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala
infeksi.
6) Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama sesama
masa perdarahan.
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan
ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system
reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.
d. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi.
Tujuan:
Kriteria hasil :
1). kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi
perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih
buruk.
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandung,
Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ
reproduksi
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal.
43
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi
klien.
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat
mutlak sangat diperlukan.
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
Rasional : Menilai kondisi umum klien.

2.9 KONSEP PADA KEGAWATDARURATAN KEHAMILAN EKTOPIK

2.9.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah terjadinya implantasi (kehamilan) diluar kavum uteri.
Kebanyakan kehamilan ektopik di tuba, hanya sebagian kecil di ovarium, kavum
abdomen, kornu. Kejadian kehamilan ektopik ialah 4,5-19,7/1000 kehamilan. Beberapa
faktor risiko yaitu radang pelvik, bekas ektopik, operasi pelvik, anomalia tuba,
endometris dan perokok.Gejala trias yang klasik ialah : amenorrhea, nyeri perut dan
perdarahan pervaginam. Padakondisi perdarahan akan ditemukan renjatan, dan nyeri
hebat di perut bawah. Uterus mungkin lebih besar sedikit, dan mungkin terdapat massa
tumor di adneksa. Dengan USGkehamilan intrauterin akan dapat ditentukan, sebaliknya
harus dicari adanya kantong gestasi atau massa di adneksa/kavum douglas. Bila USG
ditemukan kantong gentasi intrauterin (secara abdominal USG), biasanya kadar BhCG
ialah 6500 iu; atau 1500 iu bila dilakukan USG transvaginal. Bila ditemukan kadar seperti
itu dan tidak ditemukan kehamilan intrauterin, carilah adanya kehamilan ekstrauterin.
2.9.2 Manifestasi Klinis Kehamilan Ektopik
1. Sakit pada perut bagian bawah yang biasanya terjadi di 1 sisi
2. Nyeri pada tulang panggul
3. Perdarahan ringan dari vagina
4. Pusing atau lemas
5. Mual dan muntah disertai nyeri
6. Nyeri pada bahu

44
7. Rasa nyeri atau tekanan pada rektum saat buang air besar
8. Terjadi perdarahan hebat saat tuba falopi robek memicu hilangnya kesadaran
2.9.3 Penatalaksanaan
Bila ditemukan keadaan abdomen akut maka tindakan terbaik ialah hemostasis KET.
Jenis tindakan yang akan diambil, harus memperhitungkan pemulihan fungsi kedua tuba.
Bila ibu masih ingin hamil maka lakukan salpingostomi. Bila kondisi gawatdarurat, tidak
ingin hamil lagi, robekan tidak beraturan, terinfeksi, perdarahan tak dapat dikendalikan
maka lakukan salpingektomi. Pada umumnya akan dilakukan prosedur berikut ini :
a. Pasang infus untuk substitusi kehilangan cairan dan darah
b. Transfusi Hb < 6g%, Bila tidak segera tersedia darah, lakukan autotransfusi
c. selama prosedur operatif
d. Lakukan prosedur parsial salpingektomi atau eksisi segmental yang dilanjutkan
e. dengan salpingorafi (sesuai indikasi)
f. Lakukan pemantauan dan perawatan pascaoperatif
g. Coba infus dan transfusi setelah kondisi pasien stabil
Pada kehamilan ektopik belum terganggu, kondisi hemodinamik stabil, massa < 4 cm
dan tidak ada perdarahan intraabdomen maka pertimbangkan pemberian MTX.
Keberhasilan manajemen MTX dapat mencapai 80%. Berikan 50 mg MTX dan lakukan
observasi BhCG yang akan menurun tiap 3 hari. Setelah 1 minggu, lakukan USG ulang,
bila besar kantong tetap dan pulsasi, atau B-hCG meningkat > 2 kali dalam 3 hari.
Berikan penjelasan pada pasien tentang risiko/keberhasilan terapi konservatif dan segera
lakukan terapi aktif. Bila pasien tak mampu mengenali tanda bahaya, sebaiknya rawat
inap untuk observasi. Pada perdarahan hebat dan massif intraabdomen dimana pengganti
belum cukup tersedia dan golongan darah yang langka maka pertimbangkan tindakan
transfuse autolog. Isap darah dengan semprit 20 ml, lakukan penyaringan dan kumpulkan
dalam labu darah berisi antikoagulan, kemudian transfusi kembali ke pasien.
2.9.4 Asuhan Keperawatan pada Kegawatdaruratan Kehamilan Ektopik
1. Primary Survey
a. Airway
Kaji kepatenan jalan nafas
b. Breathing
Kaji pola nafas
c. Circulation
Tampak pucat, akral dingin, TD turun, nadi cepat dan kecil
45
d. Disability
Pasien tampak lemah
2. Secondary surevy
a. Riwayat terlambat haid
b. Tanda gejala kehamilan muda
c. Aminore
d. Nyeri bahudan seluruh abdomen
3. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan b.d ruptur
b. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler
4. Intervensi Keperawawan
a. Defisit volume cairan b.d ruptur
Intervensi :
1) Observasi ttv
2) Pantau input dan output cairan
3) Pemeriksaan hb
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian cairan iv
b. Perubahan perfusi jaringan b.dpenurunan komponen seluler
1) Observasi ttv
2) Pertahankan suhu lingkungan
3) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian oksigen

46
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
kasus kegawatdaruratan obstetri secara dini penting agar pertolongan yang cepat dan
tepat dapat dilakukan. Kegawatdaruratan dalam bentuk obstetri diantaranya:
1. Preeklampsia Berat
gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari
hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan
vaskuler atau hipertensi sebelumnya, gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)
2. Eklampsia
suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi
kejang (Helen varney; 2007)
Penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil dan dalam nifas
dengan hipertensi, oedema dan proteinuria (Obtetri Patologi, R. Sulaeman
Sastrowinata, 1981 ).
3. Plasenta previa
Placenta Previa adalah keadaan dimana implantasi plasenta terletak pada atau
didekat servik sehingga menutupi sebagian atau seluruh leher rahim. Plasenta
merupakan organ yang menghubungkan ibu dan janin berfungsi untuk mentransfer
oksigen dan nutrisi ke janin
4. Solutio Plasenta
Solusio Plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat melekatnya yang normal
pada uterus sebelum janin dilahirkan (prematur) seluruhnya maupun sebagian.
5. Embolisme Ketuban
Embolisme ketuban atau Emboli cairan ketuban merupakan komplikasi
persalinan dan kelahiran yang jarang terjadi dan sering fatal.
6. Perdarahan
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah
kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital.
(Vicky Chapman, 2006).

47
7. Abortus
Abortus menurut WHO adalah pengeluaran embrio atau janin yang berat
badannya 500 gram atau kurang, yang setara dengausia kehamilan sekitar 22 minggu.
Dalam praktik, abortus lebih sering dideskripsikan sebagai keguguran (abosrtus)
untuk menghindari terjadinya distres, karena bebrapa wanita menghubungkan istilah
abostus dengan terminasi kehamilan yang disengaja. Masalah awal kehamilan
(abortus). (Chris Brooker, 2008).
8. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah terjadinya implantasi (kehamilan) diluar kavum uteri.
Kebanyakan kehamilan ektopik di tuba, hanya sebagian kecil di ovarium, kavum
abdomen, kornu. Kejadian kehamilan ektopik ialah 4,5-19,7/1000 kehamilan.

3.2 SARAN
Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat
perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu merawat pasien secara
komprehensif dan optimal. Dan perawat juga harus bekerjasama dengan tim kesehatan
lain (dokter, ahli gizi, psikoatri dan pekerja sosial) dalam melakukan perawatan /
penanganan pasien hamil disertai dengan plasenta.

48
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat. Chrisdiono. 2003. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Benson, Ralph C. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi
Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics international
edition. 21 st edition. Page 619-663.
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisologis dan Patologis. Jakarta:
Salemba Medika.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC.
Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta:
Media Ausculapius.
Sudinaya, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidannan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta EGC
Triatmodjo. 2005. Ilmu Kandungan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta.
4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wiknjosastro Hanifa, Ilmu Kebidanan. 2009. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardo.

Anda mungkin juga menyukai