Anda di halaman 1dari 50

SAINS NATURAL

Jurnal Ilmiah Ilmu – ilmu Biologi dan Kimia


Volume 6 No. 2 Juli 2016

Pelindung :
Barijadi Prawirosastro

Penasehat :
Yunus Arifin, Ombo Satjadripradja

Penanggung Jawab :
RTM Sutamihardja

DEWAN REDAKSI

Ketua :
Supriyono Eko Wardoyo

Wakil Ketua :
Ridha Arizal

Anggota :
RTM Sutamihardja, Ridha Arizal, Adi Santoso, Oo Suprijana, Rudhy Gustiano,
Yoki Yuzar, Utut Widyastuti, Djadjat Tisnadjaja, Lilis Sugiarti

Redaksi Pelaksana :
Mamay Maslahat, Nia Yuliani, Srikandi, Mia Azizah, Dian Arrisujaya, Devy Susanty

Bendahara (Distribusi/Pemasaran) :
Mia Azizah

Tenaga Administratif :
Nurlela, Roby Alfian

Desain Cover :
Dian Arrisujaya

Penanggungjawab Website :
Dian Arrisujaya, Roby Alfian

Penerbit :
Himpunan Biologi Indonesia dan Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa

Kantor :
Kampus Universitas Nusa Bangsa
Jl. Raya K. H. Sholeh Iskandar Km. 4, Cimanggu, Tanah Sareal Bogor 16166
Telp. (0251) 8340217, 7535605 Fax. (0251) 7535605
Website : jsainsnatural.unb@gmail.com

Jurnal Sains Natural merupakan jurnal ilmiah yang memuat artikel hasil penelitian dan kupasan (review) dalam bidang
Biologi dan Kimia yang orsinil dan belum serta tidak dipublikasikan dalam media lain. Naskah dikirim ke kantor editor.
Naskah yang masuk akan melalui proses seleksi mitra bestari dan editor. Naskah yang dapat dimuat dengan perbaikan
akan dikirimkan kembali ke penulis untuk disempurnakan, sedangkan naskah yang tidak dapat dimuat hanya akan
dikembalikan jika disertai amplop balasan yang berperangko secukupnya. Informasi lengkap untuk pemuatan artikel dan
petunjuk penulisan tersedia disetiap terbitan. Calon penulis artikel yang memerlukan petunjuk penulisan artikel, dapat
menghubungi Redaksi Pelaksana Jurnal Sains Natural. Jurnal ini terbit secara berkala sebanyak dua kali dalam setahun
(Januari dan Juli). Harga eceran Jurnal adalah Rp50.000,-/ nomor atau berlangganan Rp 75.000,- /tahun untuk 2 nomor
(uang berlangganan dibayar di muka ).
Journal of Natural Science is a scientific journal containing research articles and analysis (review) in the field of Biology
and Chemistry of original and yet also not published in other media. The manuscript is sent to the office of the editor.
Manuscript received will be through the selectied partner process and editor. Scripts that can be loaded with the repair will
be sent back to the author to be refined, while the script which can not be loaded will be returned only if accompanied by a
stamped reply envelope. Complete information and instructions for loading article writing is available in every issue.
Prospective authors of articles that need help writing the article, please contact the Managing Editor of Journal of
Natural ringkasan
Mengutip Science. The
dan journal is published
pernyataan on a ulang
atau mencetak regular basis atau
gambar twicetabel
a year (January
dari jurnal ini and July)
harus Journals
mendapat ijinretail price
dari penulis.
is Rp 30.000, -/numbers or subscribe Rp 55.000, - / year for 2 numbers (subscription money paid in advance).
Produksi ulang dalam bentuk kumpulan cetakan ulang untuk keperluan apapun harus seijin salah satu penulis dan mendapat
lisensi dari penerbit. Jurnal ini diedarkan sebagi tukaran dan untuk perguruan tinggi, lembaga penelitian dan perpustakaan di
dalam dan luar negeri.
Citing a summary and a statement or reprint pictures or tables from this journal should get permission from the author.
Reproduced in the form of a collection of reprint for any purpose permission must be from one of the authors and get a license
from the publisher. The journal is distributed as an exchange and for universities, research institutions and libraries at home and
abroad.
KATA PENGANTAR

Penerbitan Jurnal Sains Natural Volume 6 No.2, Bulan Juli 2016 dapat
terlaksana berkat kerja sama semua pihak. Kami berharap isi dalam Jurnal Sains
Natural ini dapat menarik minat pembaca dan diambil manfaat serta kegunaan dari
hasil – hasil penelitian di dalamnya.
Pada terbitan ini membahas aspek – aspek Biologi dan Kimia diantaranya ,
Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) sebagai Parameter Kualitas Madu,
Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk
Sabun Mandi Cair, Kualitas Air Tanah di Kelurahan Pedurenan, Kecamatan
Mustikajaya, Bekasi Timur, Asam Amino dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit,
Tepung Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) dalam Pembuatan Gula Cair.
Kami mengharapkan masukan – masukan berupa kritik maupun saran yang
membangun yang ditujukan baik pada pengelola maupun para penulis jurnal ini.
Kepada semua fihak yang telah terlibat dalam penerbitan ini, pengelola mohon maaf
jika ada kesalahan – kesalahanyang tidak kami sengaja. Kami ucapkan terima kasih
terutama pada mitra bestari atas segala bantuannya sehingga terbitnya Jurnal Ilmiah
Sains Natural yang kami anggap kualitasnya sudah lebih baik dari Jurnal
terdahulunya siap untuk diakreditasi DIKTI.

Bogor, Juli 2016

Ketua Dewan Redaksi

i
ISSN 2086-3446

Jurnal Ilmiah Ilmu – ilmu Biologi dan Kimia

Volume 6 Juli 2016 Nomor 2


1. Uji Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) sebagai Parameter Kualitas Madu
Audi Rizki Koesprimadisari, Dian Arrisujaya, Resty Syafdaningsih.......................................... 44-51

2. Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk
Sabun Mandi Cair
Alvera Raisa, Srikandi, Richson P. Hutagaol............................................................................. 52-63

3. Status Kualitas Air Tanah di Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Mustikajaya, Bekasi Timur
Maulin Inggraini, Siti Nurfajriah, Pangeran Andareas.............................................................. 64-68

4. Pemisahan Asam Amino dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Kromatografi
Penukar Ion
Indah Rahmi Sari,Ade Ayu Oksari, Irma Kresnawaty................................................................ 69-76

5. Hidrolisis Asam pada Tepung Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) dalam Pembuatan
Gula Cair
RTM Sutamihardja, Nia Yuliani, Hana Laelasari, Devy Susanty............................................... 77-85

ii
UJI KANDUNGAN HIDROKSIMETILFURFURAL (HMF)
SEBAGAI PARAMETER KUALITAS MADU

Audi Rizki Koesprimadisari1), Dian Arrisujaya2)*, Resty Syafdaningsih1)


1)
Balai Besar Industri Argo
Jl. IR. H. Juanda No.11, Paledang, Bogor Tengah, Kota Bogor 16122
2)
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Nusa Bangsa Bogor
Jl. K.H. Soleh Iskandar Km. 4 Tanah Sareal Bogor 16166
*
e-mail: d1anarrisujaya@gmail.com

ABSTRACT
Hydroxymethylfurfural Content Test as Parameter Quality of Honey
Determination hydroxymethylfurfural (HMF) levels in honey had been done refer to method in SNI
3545:2013. Average of the HMF levels is 64,72 mg/kg whereas SNI decided maximal limit was 50 mg/kg so honey
quality is not good enough. To support testing result, calculation of reapeatabily with relative standard deviation
(RSD) Horwitz and accuracy with % recovery was done. The result of reapeatabilty showed that analyst
reapeatability was good because the relative standard deviation less than 2/3 RSD Horwitz. The result of accuracy
was good because both treatment gave recovery 89,28 % and 106,43 %, which in the range of acceptance recovery
test for analite concentration about 50 mg/kg.

Keywords : HMF, Hydroxymethylfurfural, Honey, Quality of Honey , Reapeatability, Accuracy

ABSTRAK
Penentuan kadar hidroksimetilfurfural (HMF) pada madu telah dilakukan dengan metode yang mengacu
pada SNI 3545:2013. Rata-rata hasil kandungan hidroksimetilfurfural adalah 64,72 mg/kg sedangkan batas maksimal
yang ditetapkan SNI adalah 50 mg/kg sehingga kualitas contoh madu tersebut kurang baik. Untuk menunjang hasil
pengujian, maka dilakukan perhitungan repeatabilitas dengan menggunakan Standar Baku Relatif (SBR) Horwitz dan
perhitungan akurasi menggunakan % perolehan kembali. Hasil perhitungan repeatabilitas menunjukkan bahwa
repeatabilitas analisis HMF baik karena nilai simpangan baku lebih kecil dari 2/3 SBR Horwitz. Perhitungan akurasi
pun menunjukan hasil yang baik karena kedua perlakuan memberi hasil perolehan kembali sebesar 89,28 % dan
106,43 %, yang masuk kedalam batas keberterimaan uji perolehan kembali untuk konsentrasi analit dalam contoh
sekitar 50 mg/kg.

Kata Kunci : HMF, Hidroksimetilfurfural, Madu, Kualitas Madu, Reapitabilitas, Akurasi

PENDAHULUAN Diantaranya yaitu apabila kadar sukrosa


madu naik, kadar enzim fluktuatif, kadar abu
Seiring maraknya peredaran madu fluktuatif, kandungan mineral turun,
palsu, masyarakat seharusnya memiliki perbedaan aroma dan rasa, dan kandungan
pengetahuan yang cukup terkait keaslian hidroksimetilfurfural (HMF) berubah.
madu. Secara kasat mata, menentukan HMF pada dasarnya adalah pecahan
keaslian madu memang sulit dilakukan. dari sukrosa dan fruktosa. Kandungan HMF
Namun, madu asli memiliki kandungan maksimal pada madu adalah 50 mg/kg. Jika
bahan kimia yang berbeda dengan madu lebih dari angka tersebut, dapat dipastikan
palsu. Dari kandungan-kandungan alami bahwa madu tersebut palsu atau dicampur
madu dan uji laboratorium mengenai karena adanya gula tambahan dari bahan
keberadaan zat-zat di dalam madu, kita yang dicampurkan. Dari segi perban-dingan,
dapat mengetahui keaslian madu. Terdapat glukosa pada madu asli cenderung lebih
beberapa indikasi dalam uji kuantitas yang banyak dibandingkan gula yang lain.
diperkirakan menandakan bahwa suatu Sedangkan pada madu palsu, kandungan
madu adalah madu palsu atau campuran. sukrosa cenderung lebih menonjol. Selain
45 | …………………………………………………….Uji Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) sebagai Parameter Kualitas Madu

itu, dengan pengujian kimia sederhana Madu asli juga memiliki aktivitas
menggunakan pH meter kita dapat menge- enzim diastase yang tinggi. Enzim merupa-
tahui keaslian madu. Madu yang diuji ter- kan senyawa kompleks yang tidak dapat
bukti asli apabila memiliki pH antara 3,4 dibuat oleh manusia. Enzim diastaste itu
sampai 4,5. Madu yang memiliki campuran sendiri merupakan enzim yang berfungsi
atau secara keseluruhan palsu, biasanya untuk mengubah karbohidrat kompleks atau
memiliki pH di atas atau di bawah kisaran polisakarida menjadi karbohidrat sederhana
tersebut yaitu pada angka 2,4 – 3,3 atau di atau monosakarida. Enzim ini secara alami
atas angka 5. berada di dalam madu dan sulit didapatkan
Kadar HMF dapat menjadi indikator dari bahan lainnya. Apabila madu yang
kerusakan madu oleh pemanasan yang diuji memiliki aktivitas enzim diastase
berlebihan atau karena penambahan gula minimal 3, maka madu tersebut adalah madu
invert (sebuah campuran bagian yang sama asli. Sedangkan pada madu palsu, aktivitas
dari glukosa dan fruktosa yang dihasilkan enzim ini hanya berkisar pada angka yang
dari hidrolisis sukrosa). Kedua perlakuan sangat rendah yaitu 0,005 hingga 0,1. Selain
tersebut akan meningkatkan kadar HMF itu terdapat pula enzim lain di dalam madu
(Winarno, 1982). Semakin lama penyim- yaitu invertase yang berfungsi untuk
panan menyebabkan kadar HMF pada madu memecah molekul sukrosa menjadi glukosa
semakin tinggi (White, 1994). dan fruktosa, glukosa oksidase yang
Kenaikan kadar HMF juga disebabkan berperan sebagai pembantu oksidasi glukosa
oleh suhu penyimpanan. Hal tersebut di- menjadi asam peroksida, peroksidase yang
dukung oleh hasil penelitian Almayanthy melakukan proses oksidasi metabolisme,
(1998) yang menunjukkan bahwa kadar serta lipase.
HMF madu yang disimpan pada suhu 28°C Madu mengandung banyak mineral
lebih tinggi dibandingkan pada suhu 3°C seperti natrium, kalsium, magnesium,
dan 5°C. Warna madu akan semakin gelap alumunium, besi, fosfor, dan kalium.
seiring meningkatnya kadar HMF karena Vitamin-vitamin yang terdapat dalam madu
oksigen dari udara akan mengoksidasi HMF adalah tiamin (B1), riboflavin (B2), asam
sehingga membentuk warna gelap pada askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam
madu (Bogdanov et al., 2004). pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K
Tingginya kadar HMF dalam madu (Suranto, 2004).
akan menurunkan kualitas madu karena Perbedaan nyata antara madu murni dan
kandungan HMF dalam memiliki ke- madu tidak murni terletak pada komposisi
terkaitan dengan beberapa karakteristik kimianya (Sutami, 2003). Terdapat
kimia madu lainnya seperti kadar air, pH, beberapa cara untuk mengetahui kemurnian
kadar asam bebas, kadar gula pereduksi, madu, salah satunya dapat dilakukan uji gula
serta aktivitas enzimatik dalam madu dengan cara Kromato-grafi Cair Kinerja
(Kowalski et al., 2013). Kadar maksimum Tinggi (KCKT) atau High Peformance
HMF dalam madu yang ditetapkan oleh Liquid Cromatografi (HPLC) (Ratnayani et
Codex Alimentarius dan European Union al., 2008).
adalah maksimum 40 mg/kg untuk madu Analisis kimia yang membutuhkan
yang berasal dari daerah beriklim subtropis tenaga ahli dan peralatan khusus, tidak
dan maksimum 80 mg/kg untuk madu yang semua orang dapat melakukannya, maka
berasal dari dearah beriklim tropis pengujian madu pada prakteknya di
(Bogdanov, 2011). lapangan sering diuji dengan cara-cara
SNI menetapkan kadar HMF dalam berdasarkan pengetahuan atas informasi
madu yakni tidak melebihi 50 mg/kg (SNI yang berhubungan di masyarakat walaupun
3545:2013). Selain itu pada beberapa pe- belum dapat dibuktikan keakuratannya.
nelitian menyebutkan bahwa HMF me- Beberapa cara yang sering digunakan
miliki sifat toksisitas, mutagenik dan masyarakat untuk menilai kemurnian madu
karsinogenik (Chi et al., 1998; Jankowski et antara lain menguji kemurnian madu seperti
al., 2002). menggunakan semut, perembesan madu bila
ditetes ke koran, korek api yang dicelupkan

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 44 – 51
Uji Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) sebagai Parameter Kualitas Madu……………………………………………………. | 46

dalam madu murni masih dapat menyala, Metode


berwarna kuning tua, madu akan 1. Analisis Hidroksi Metilfurufal
mengkristal jika diaduk ke dalam kuning a. Pembuatan Larutan Blanko
telur, menyimpan gas atau udara, tidak Akuades ditambahkan larutan Carrez I
membeku bila dimasukan ke dalam lemari dan Carez II masing-masing 0,50 mL hingga
es. Berdasarkan informasi tersebut berkem- batas volume 50 mL.
banglah beberapa cara pengujian kemurnian
madu. Pengujian tersebut belum teruji ke- b. Preparasi Sampel
efektifannya. Preparasi sampel dilakukan untuk
Ansori (2002) melakukan pengujian menjernihkan larutan dengan pengendapan
kemurnian madu yang ditambahkan dengan protein yang akan dianalisa menggunakan
sukrosa, fruktosa, glukosa dan gula aren spektro-fotometer UV. Sampel madu
dengan menggunakan uji bakar, uji rembes, sebanyak 5 gram dilarutkan dengan akuades
uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji larut, hingga volume 25 mL. Larutan sampel
dan dari kelima uji tersebut hanya uji larut ditambahkan larutan Carrez I dan Carrez II
yang paling akurat untuk menguji kemurnian masing-masing sebanyak 0,50 mL.
madu. Selain kelima uji tersebut masih Kemudian larutan ditambahkan akuades dan
banyak uji lainnya yakni uji kelarutan, uji dihomogenkan hingga volume 50 mL.
pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji ikan Larutan sampel disaring hingga jernih.
mentah, uji buih, dan uji iod yang telah Larutan sampel sebanyak 1 mL ditambahkan
diketahui akurasinya menggunakan beberapa akuades sebanyak 19 mL merupakan larutan
sampel madu palsu. A.
Madu memiliki banyak manfaat Larutan pembanding dibuat dari natrium
sehingga marak terjadi pemalsuan madu. bisulfit 0,2% 10 mL dan natrium bisulfit
Masyarakat perlu mengetahui kualitas madu 0,1% 9 mL dan dihomogenkan. Larutan
yang dikonsumsinya. Salah satunya dengan pembanding ini merupakan larutan B.
melakukan pengujian kandungan
hidroksimetilfurfural (HMF) dalam madu. c. Pengujian Sampel
Dari segi ilmu kimia, terdapat beberapa Larutan A dan larutan B dibaca
analisa yang bisa dilakukan untuk menggunakan spektrofotometer pada
mengetahui keaslian madu. Analisis karbon, panjang gelombang 284 nm dan 336 nm.
analisis mikroskopis, analisis HMF, analisis
polaritas cahaya merupakan beberapa uji 2. Perhitungan
yang biasa dilakukan untuk mengetahui Perhitungan konsentrasi hidroksi-
keaslian madu. Uji kimia yang dilakukan metilfurfural (HMF) dapat dilakukan dengan
adalah analisis hidroksi-metilfurfural menggunakan rumus yang terdapat pada SNI
(HMF). Pengukuran kadar HMF pada madu 3545:2013.
menggunakan spektro-fotometer, dan
pengolahan data hasil analisis
hidroksimetilfurfural meliputi Standar Baku
Relatif (SBR) Horwitz dan % perolehan
kembali atau recovery.

Keterangan:
BAHAN DAN METODE 126 : bobot molekul HMF
16830 : absortivitas molar HMF pada
Bahan dan Alat panjang gelombang 284 nm
Bahan yang digunakan yaitu madu, 1000 : mg/g
akuades, larutan Carrez I, larutan Carrez II, 10 : cL/L
natrium bisulfit 0,2%, dan kertas saring. 100 : gram madu yang dilaporkan
Peralatan yang digunakan yaitu 5 : bobot sampel dalam gram
neraca analitik, alat-alat kaca dan
spektrofotometer UV/Vis HP 8453.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 44 – 51
47 | …………………………………………………….Uji Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) sebagai Parameter Kualitas Madu

HASIL DAN PEMBAHASAN berfungsi untuk mengendapkan protein.


Larutan natrium bisulfit digunakan sebagai
Analisis hidroksimetilfurfural (HMF) pembanding. Hasil pengukuran konsentrasi
pada madu dilakukan dengan menggunakan HMF dapat dilihat pada Tabel 1.
metode spektrofotometri. Analisis HMF Dari tabel dapat dilihat konsentrasi rata-
dilakukan untuk mengetahui kualitas madu rata HMF yang didapat pada sampel madu
yang dipengaruhi oleh pemanasan yang lebih besar yaitu 64,72 mg/kg dari batas
berlebihan, penambahan gula invert dan maksimal yang ditetapkan SNI adalah 50
suhu penyimpanan madu. Kualitas madu mg/kg sehingga kualitas sampel madu
tidak dapat ditentukan hanya dengan analisis tersebut kurang baik. Perhitungan
HMF, tetapi perlu dilakukan analisis lainnya konsentrasi hidroksimetilfurfural terdapat
seperti aktivitas enzim diastase, kadar air, pada Lampiran 2.
gula pereduksi, sukrosa. Tingginya nilai HMF (64,72 mg/kg) bisa
Analisis HMF dapat memberikan disebabkan oleh kerusakan yang terjadi dari
informasi yang diperlukan untuk proses pemanasan madu setelah dipanen
memperkirakan total paparan panas dari maupun proses penyimpanan yang kurang
setiap jenis madu. Termasuk panas yang baik (terkena sinar matahari langsung).
digunakan dalam pengolahan, penyimpanan Penelitian yang dilakukan oleh Soleha
atau pengiriman. Madu yang baru dipanen (2015) membandingkan pengaruh suhu
pun sudah mengandung HMF dan tidak pemananasan dan lama penyimpanan
bergantung pada jenis madunya. terhadap kualitas madu asal Desa Terasa.
Analisis HMF ini menggunakan Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada
beberapa pereaksi yang memiliki fungsi Tabel 2.
tersendiri. Larutan Carrez I dan Carrez II

Tabel 1. Konsentrasi HMF pada Madu Dibandingkan dengan SNI 3545:2013


Ulangan Hasil Analisis (mg/kg)
1 60.63
2 59.71
3 65.46
4 65.95
5 66.21
6 66.65
7 68.44
Rata-rata 64.72
SNI 3545:2013 50.00

Tabel 2. Kadar HMF Madu Asal Desa Terasa Berdasarkan Lama Penyimpanan dan Waktu
Pemanasan
Sampel Perlakuan Kadar HMF (mg/kg)
S1 Penyimpanan 1 bulan 32,2063
S2 Penyimpanan 2 bulan 55,6775
S3 Penyimpanan 3 bulan 61,7024
S4 Penyimpanan 4 bulan 88,7168
S35 Pemanasan 35°C 54,8764
S90 Pemanasan 90°C 68,5644
S110 Pemanasan 110°C 182,3035
Sumber : Soleha, 2015

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 44 – 51
Uji Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) sebagai Parameter Kualitas Madu……………………………………………………. | 48

Tabel 3. Repeatabilitas Hasil Analisis Hidroksimetilfurfural (HMF)


Ulangan Hasil Analisis (mg/kg)
1 60.63
2 59.71
3 65.46
4 65.95
5 66.21
6 66.65
7 68.44
Jumlah : 517.77
Rata-rata : 64.72
SB : 3.0141
SBR perhitungan : SB/rata-rata x 100 %
SBR perhitungan : 4.66
SBR Horwitz : 2(1-0.5 log C)
SBR Horwitz : 8.5414
2/3 SBR Horwitz : 5.6943

Untuk menunjang hasil pengujian, dengan metode adisi (penambahan standar).


maka dilakukan pula perhitungan Dapat dilihat dalam persamaan berikut :
repeatabilitas dilakukan menggunakan
Standar Baku Relatif (SBR) Horwitz
dengan rumus 2(1-0.5 log C). Tujuan dari
pengulangan adalah untuk mengetahui
presisi data yang diperoleh oleh analis. Sampel yang akan dianalisis
Pengulangan dilakukan sebanyak tujuh kali ditambahkan sejumlah standar yang telah
karena percobaan keseksamaan dilakukan diketahui konsentrasinya lalu dilakukan
terhadap minimal enam replika sampel analisis bersama dengan sampel lainnya.
yang diambil dari campuran sampel dengan Selisih kedua hasil dibandingkan dengan
matriks yang homogen. Perhitungan konsentrasi yang sebenarnya. Dengan C1
repeatabilitas hasil analisis hidroksi- adalah konsentrasi dari analit dalam
metilfurfural terdapat pada Tabel 3. Dari campuran sampel + sejumlah tertentu
hasil yang didapatkan dapat disimpulkan analit, C2 adalah konsentrasi dari analit
bahwa repeatabilitas analisis HMF baik dalam sampel, dan C3 adalah konsentrasi
karena nilai simpangan baku lebih kecil dari analit yang ditambahkan kedalam
dari 2/3 SBR Horwitz. sampel. Hasil perhitungan perolehan
Perhitungan akurasi didapatkan dari % kembali dapat dilihat pada Tabel 4.
perolehan kembali atau recovery.
Perolehan kembali atau recovery dilakukan

Tabel 4. Persen Perolehan Kembali (% recovery)


Konsentrasi
Konsentrasi Rata-rata
Konsentrasi standar yang
Sampel sampel + Jumlah konsentrasi %
No standar yang ditambahkan
(gram) standar standar sampel Recovery
ditambahkan dalam sampel
(mg/kg) (mg/kg)
(mg/kg)
1 5.1381 116.85 58.39 89.28
0.2 mL 1500 ppm 64.72
2 5.9582 118.31 50.35 106.43

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 44 – 51
49 | …………………………………………………….Uji Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) sebagai Parameter Kualitas Madu

Batas keberterimaan uji perolehan analisis ini adalah kesalahan fotometri yang
kembali untuk konsentrasi analit dalam disebabkan oleh larutan yang terlalu pekat.
sampel sekitar 50 mg/kg adalah 80-110%. Dalam SNI 3545:2013 disebutkan bahw “
Uji perolehan kembali yang dilakukan dari Bila absorban lebih tinggi dari 0,6 untuk
dua kali perlakuan didapatkan hasil yang memperoleh hasil yang teliti, larutan
memenuhi syarat keberterimaan. Pengujian sampel diencerkan dengan air sesuai
pertama memberi hasil perolehan kembali kebutuhan. Demikian juga dengan larutan
sebesar 89,28% dan pengujian kedua pembanding (larutan referensi) encerkan
memberi hasil perolehan kembali sebesar dengan cara sama dengan menggunakan
106,43%. larutan NaHSO3 0,1% nilai absorban yang
Perbedaan hasil yang diperoleh dari diperoleh dikalikan dengan faktor
kedua pengujian tersebut dapat disebabkan pen encer n se el perhi n n”.
oleh beberapa faktor saat persiapan sampel, Prosedur kerja yang digunakan pun
diantaranya: sedikit berbeda dengan yang tercantum
a. Neraca yang tidak dalam kondisi baik pada SNI 3545:2013. Perbedaan ini terjadi
dan bersih saat penimbangan. Untuk saat proses pemipetan sampel dan
menghindarinya dapat dilakukan pengencerannya. Dalam SNI 3545:2013
pembersihan bagian pinggan neraca, jumlah sampel yang dipipet adalah 5 mL,
penempatan posisi gelembung udara namun pada pengerjaannya jumlah sampel
dibagian tengah lingkaran dan peneraan yang dipipet hanya 1 mL. Hal ini dilakukan
neraca sebelum digunakan. karena absorban yang didapatkan akan
b. Bahan kimia yang terkontaminasi. lebih dari 0,6 bila sampel dipipet sebanyak
Untuk menghindarinya dapat dilakukan 5 mL. Perbedaan pada proses pengenceran
dengan memberi label pada setiap bahan pun terjadi karena dalam SNI 3545:2013
kimia yang digunakan, mengambil jumlah akhir larutan yang akan dibaca pada
bahan kimia dengan peralatan yang spektrofotometer adalah 10 mL, jumlah
bersih dan menutup kembali bahan tersebut dikhawatirkan tidak mencukupi
kimia setelah digunakan. jika digunakan untuk membilas kuvet
c. Kesalahan saat pemipetan standar. spektrofotometer.
Untuk menghindarinya dapat dilakukan Pembacaan pada spektrofotometer
dengan bekerja secara teliti. dilakukan pada panjang gelombang 284 nm
d. Larutan yang kurang homogen. Untuk dan 336 nm, kedua panjang gelombang
menghindarinya dapat dilakukan dengan tersebut berada pada daerah radiasi UV.
melakukan penghomogenan larutan Untuk dapat dibaca pada daerah radiasi UV,
sampel dengan baik. sampel harus mengandung kromofor. Pada
e. Kesalahan saat proses pengenceran. HMF, yang menjadi kromofor adalah gugus
Untuk menghindarinya dapat dilakukan C=C dan C=O, sedangkan gugus hidroksi (-
dengan bekerja secara teliti dan OH) berperan sebagai auksokrom.
menggunakan gelas ukur dengan rentang
skala yang lebih kecil.
f. Peralatan yang kurang bersih. Untuk KESIMPULAN
menghindarinya dapat dilakukan dengan
membilas kembali peralatan yang akan Dari hasil analisis hidroksi-
digunakan menggunakan air suling atau metilfurfural (HMF) pada madu
larutan yang akan digunakan, dan bila menunjukkan nilai hidroksimetilfurfural
diperlukan peralatan yang kering maka melebihi batas persyaratan yang ditetapkan
setelah pembilasan dapat dilakukan oleh SNI 3545:2013. Hal tersebut
pengeringan dalam oven. menunjukan telah terjadi kerusakan pada
sampel madu yang dianalisis sehingga
Selain kesalahan saat persiapan madu tersebut memiliki kualitas yang
sampel, terdapat pula kesalahan yang dapat kurang baik. Kerusakan tersebut dapat
disebabkan oleh spektrofotometer. disebabkan oleh proses pemanasan madu
Kesalahan yang mungkin terjadi dalam setelah dipanen maupun proses

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 44 – 51
Uji Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) sebagai Parameter Kualitas Madu……………………………………………………. | 50

penyimpanan yang kurang baik (terkena madu kelengkeng dengan metode


sinar matahari langsung). kromatografi cair kinerja tinggi.
Perhitungan repeatabilitas dengan Jurnal Kimia. 2 (2) : 77-86.
menggunakan Standar Baku Relatif(SBR)
Soleha, R. M. 2015. Pengaruh Suhu
Horwitz dan akurasi dengan menggunakan
Pemanasan dan Lama Penyim-
% perolehan kembali atau recovery
panan Terhadap Kualitas Madu
menunjukkan nilai yang baik.
Asal Desa Terasa Berdasarkan
Kandungan 5-(Hidroksimetil)
Furan-2-Karbaldehida (HMF).
DAFTAR PUSTAKA
Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Almayanthy, D. 1998. Kualitas madu randu Alam, Universitas Hasanuddin.
pada suhu penyimpanan yang Makassar.
berbeda. Skripsi. Fakultas Peter-
Suranto, A. 2004. Khasiat & Manfaat
nakan, IPB. Bogor.
Madu Herbal. PT Agro Media
Ansori, F. M. 2002. Studi keakuratan Pustaka. Depok.
beberapa cara uji keaslian madu.
Sutami, A. 2003. Pengaruh waktu
Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil
penyimpanan dalam refrigerator
Ternak, Fakultas Peternakan, IPB.
terhadap komposisi kimia madu asli
Bogor.
dan madu palsu. Skripsi. Jurusan
Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI Ilmu Produksi Ternak, Fakultas
3545:2013 Madu. Peternakan, IPB. Bogor.
Bogdanov, S., K. Ruoff, L. P. Oddo. 2004. White, J. W. 1994. The role of HMF and
Physico-Chemical Methods For diastase assays in honey quality
The Characterisation Of Unifloral evaluation. Bee World. 75(3): 104-
Honeys: A Review. Apidologie. 117
35(2): 4-17.
Winarno, F. G. 1982. Madu : Teknologi,
Bogdanov, S. 2011. Honey as Nutrient and Khasiat dan Analisa. Ghalia
Food Function Food. Bee Product Indonesia. Jakarta.
Science.
Chi, W., C. B. Zhang, Y. H. Lao, L. Y.
Guo. 1998. Investigation of the
Restriction on The Formation of
HMF. J.Pharm. 14(1): 101-104.

Kowalski, S., M. Lukasiewicz, A. Duda-


Chodak, G. Ziec. 2013. 5-
Hydroxymethyl-2-Furfural Heat-
Induced Formation Occurance in
Food and Biotransfromation: a
Review. Polish Journal of Food
and Nutrition Science. 63 (4): 207-
225.
Ratnayani, K., N. M. A. D. Adhi S., I .G.
A. M. A. S. Gitadewi. 2008.
Penentuan kadar glukosa dan
fruktosa pada madu randu dan

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 44 – 51
51 | …………………………………………………….Uji Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) sebagai Parameter Kualitas Madu

Lampiran 1. Hasil Pembacaan Hidroksimetilfurfural (HMF) dengan Spektrofotom

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 44 – 51
OPTIMASI PENAMBAHAN MADU SEBAGAI ZAT ANTI BAKTERI
Staphylococcus aureus, PADA PRODUK SABUN MANDI CAIR

Alvera Raisa1), Srikandi2) *, Richson P. Hutagaol1)


1)
Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, UNB Bogor
2)
Progam Studi Biologi, Fakultas MIPA, UNB Bogor
Jl. K.H. Sholeh Iskandar Km. 4 Cimanggu, Tanah Sareal, Bogor 16166
Telp. 0251-8340217, 7535605
*e-mail: sriuus@yahoo.co.id

ABSTRACT

Optimization of the Addition of Honey as an agent of an Anti bacterial Agent


Staphylococcus aureus in Production of Shower liquid soap
The study was begun with making the basic shower liquid soap, then aditing the honey with a variety of
different concentrations. In this study, the addition of honey were 0%; 2,5%; 5%; 7,5%; 10%; 12,5% and 15%. After
that tested the effectiveness of antibacterial agent microbiology. Then analyzing physical and chemical properties of
liquid soap in accordance with SNI 06-4085-1996. The parameters tested were pH, viscosity, and density, test
quantity foam, and test preferences. Optimal concentration of the addition of honey in a liquid bath soap to be able to
inhibit the growth of Staphylococcus aureus are at the level of 10%. When compared with Triclosan soap, shower
liquid soap with the addition of honey 5% could compete with antibacterial properties of triclosan soap using a
concentration of 0.3%. The addition of honey with various concentrations of honey affect the physical and chemical
properties of liquid soap such as pH, viscosity, density, and the amount of foam.

Keywords: Liquid Soap, Honey and bacteria Staphylococcus aureus

ABSTRAK
Penelitian dimulai dengan melakukan pembuatan dasar sabun mandi cair, kemudian dilakukan
penambahan madu dengan berbagai konsentrasi berbeda. Dalam penelitian ini dilakukan penambahan madu
sampai lebih dari 5% yaitu 0%; 2,5%; 5%; 7,5%; 10%; 12,5% dan 15%. Setelah itu dilakukan uji efektifitas
dari zat antibakteri secara mikrobiologi. Kemudian dilakukan analisis terhadap sifat fisika dan kimia sab un
mandi cair sesuai dengan SNI 06-4085-1996. Parameter yang diuji adalah pH, viskositas, dan berat jenis, uji
banyak busa, dan uji kesukaan. Konsentrasi optimal penambahan madu pada sabun mandi cair untuk bisa
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah pada taraf 10%. Bila dibandingkan dengan
sabun Triclosan, sabun mandi cair dengan penambahan madu 5% dapat menyaingi sifat antibakteri dari sabun
yang menggunakan Triclosan dengan konsentrasi 0,3%. Penambahan madu dengan berbagai konsentras i
berpengaruh kepada sifat fisika dan kimia dari sabun mandi cair seperti pH, viskositas, berat jenis, serta
jumlah busa.

Kata kunci : Sabun Mandi Cair, Madu dan Bakteri Staphylococcus aureus

PENDAHULUAN atau melalui mulut. Pada tahun 2003,


ilmuwan CDC telah menguji urin dari
Zat kimia yang umumnya diguna- 2.517 orang usia enam tahun ke atas.
kan pada sabun yang berfungsi sebagai Mereka menemukan bahwa triclosan dapat
bahan antibakteri salah satunya adalah ditemukan pada urin hampir 75% dari
Triclosan. Triclosan dalam pengapli- mereka yang diuji (CDC, 2009). Triclosan
kasiannya kemungkinan besar terserap merupakan senyawa sintetis yang dapat
melalui kulit atau mulut. The Centers for membahayakan kesehatan sehingga perlu
Disesase Control and Prevention (CDC) dicari bahan antibakteri lain yang berasal
telah memeriksa paparan bahan kimia dari alam.
terhadap lingkungan. Triclosan memiliki Madu dipilih sebagai bahan anti-
kemungkinan besar terserap melalui kulit bakteri yang berasal dari alam pengganti
53 | ………………..Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair

Triclosan karena aman digunakan dan 2. Uji Efektifitas Sabun Mandi


tidak memiliki efek samping. Madu Cair Madu sebagai Zat Anti-
bersifat higroskopis sehingga dapat me- bakteri terhadap Staphylococcus
nyebabkan sekresi kulit terhisap, dengan aureus
demikian kulit menjadi segar, halus, dan Uji efektifitas dilakukan secara
lembut. mikrobiologi dengan tahapan sebagai
Sebelumnya telah dilakukan pene- berikut :
litian mengenai uji aktifitas antibakteri a. Pembuatan Larutan Bakteri
madu terhadap bakteri Staphylococcus Staphylococcus aureus (Lay, 1994)
aureus. Hasilnya menun-jukkan bahwa Sebanyak 5 mL larutan NaCl 0,9% steril
madu dapat menghambat pertumbuhan disiapkan masing – masing di dalam
bakteri Staphylococcus aureus (Wasito, tabung reaksi. Bakteri Staphylococcus
et. al., 2008). aureus disuspensikan dengan mengguna-
kan jarum ose dari biakan bakteri pada
BAHAN DAN METODE media Nutrient Agar miring ke dalam
larutan NaCl 0,9% steril. Kekeruhannya
Bahan dan Alat disesuaikan dengan suspensi standar Mc
Bahan-bahan yang digunakan yaitu Farland 3. Kekeruhan larutan standar Mc
minyak kelapa, asam miristat, asam laurat, Farland 3 setara dengan konsentrasi
KOH, air, gliserin, tetrasodium EDTA, bakteri 9x10 8 koloni/mL. Kemudian
sodium metabisulfit, sodium lauryl eter diencerkan sebanyak 2 kali dengan larutan
sulfat (SLES), NaCl, Butyl Hydroxy NaCl 0,9% steril sampai di-peroleh
Toluena (BHT), madu bunga liar (madu konsentrasi bakteri 9x10 6 koloni/mL.
hutan) yang diperoleh dari Perum
Perhutani, media Nutrient Agar, larutan b. Uji Efektifitas Antibakteri Sampel
NaCl fisiologis, bakteri Staphylococcus Madu dan Sabun Mandi Cair Madu
aureus, aquadest. terhadap Bakteri Staphylococcus
Alat-alat yang digunakan yaitu gelas aureus Metode Difusi Agar (Brock &
piala, pengaduk, hot and magnetic stirrer, Madigan, 1991)
timbangan digital, pH meter, viskometer, Larutan nutrien agar dimasukkan dalam
piknometer, pipet volu-metrik, gelas ukur cawan petri dan masing-masing dicampur
250 mL, shaker, oven, inkubator, dengan 0,1 mL larutan bakteri
autoklaf, cawan petri, tabung reaksi, Staphylococcus aureus kemudian
bunsen, termometer, labu sem-prot, dihomogenkan. Kertas cakram steril
pinset, kertas cakram, alumunium foil. direndam dalam sampel madu dan sabun
mandi cair madu selama 15 me-nit.
Metode Kertas cakram yang sudah direndam
dalam sampel madu dan sabun mandi cair
1. Pembuatan Sabun Mandi Cair selama 15 menit, diletakkan di atas
Madu permu-kaan media menggunakan pinset
Proses pembuatan sabun mandi cair steril dan ditekan sedikit, ke-mudian
dimulai dengan mencairkan minyak diinkubasi pada suhu 37˚C sampai muncul
kelapa, asam miristat, asam laurat dan daerah ham-batan selama 24 jam.
BHT kemudian dicampurkan dengan Pengukuran zona hambatan dilaku-kan
larutan KOH pada suhu 70 - 80˚C. Setelah dengan mengukur diameter daerah jernih
homogen, ditambahkan larutan NaCl, menggunakan jangka sorong.
tetrasodium EDTA, sodium metabisulfit
dan SLES. Setelah terbentuk dasar sabun 3. Analisis Fisika dan Kimia
mandi cair, kemudian ditambahkan madu a. pH
dengan berbagai konsentrasi mulai dari 0; Sebanyak ±100 gram sampel sabun mandi
2,5%; 5,0%; 7,5%; dan 10,0% kemudian cair diukur pH dengan menggunakan pH
diaduk hingga homogen. meter, diamkan beberapa saat hingga
didapat pembacaan pH yang stabil.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair……………….. | 54

karet. Larutan diaduk selama 30 detik dan


60 detik menggunakan alat shaker 200
b. Kekentalan rpm. Volume busa dicatat setelah 30 detik
Sebanyak ± 200 gram sampel sabun mandi (Vo) dan 60 detik (Vs). Stabilitas busa
cair diukur ke-kentalan dengan ditunjukkan sebagai perbandi-ngan dari
menggunakan viscometer. Spindle yang volume busa pada 60 detik dan 30 detik.
diguna-kan adalah spindle 3 dengan
menggunakan kecepatan 12 rpm. Volume busa pada detik ke - 60 ( Vs )
c. Berat jenis Volume busa ( Vb ) 
Volume busa pada detik ke - 30 ( Vo )
Piknometer kosong ditimbang dan dicatat
sebagai a gram. Pik-nometer diisi dengan
aquadest dan ditimbang sebagai b gram. 4. Uji Penilaian/Organoleptik
Setelah itu piknometer dicuci dan Panelis dalam uji organolpetik ini
dikeringkan. Setelah kering, pik-nometer berjumlah 10 orang diminta tanggapan
diisi dengan sampel dan ditimbang pribadinya tentang kesukaan atau
sebagai c gram. sebaliknya terhadap tekstur, kebeningan
c - a gram sabun mandi cair, daya busa, dan after
Berat jenis ( g/ml )  feel (meliputi rasa gatal, perih, kering dan
b - a gram lain-lain setelah menggunakan produk).
d. Uji Banyak Busa Hasil penilaian panelis dinilai seperti yang
Sebanyak 50 mL larutan sabun (50%) tercantum pada Tabel 1.
dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL
kemudian ditutup dengan plastic dan

Tabel 1. Karakteristik Penilaian Uji Organoleptik


Parameter Uji Organoleptik
Nilai / Skala
Bentuk / Tekstur Warna Jumlah Busa
Sangat suka Sangat suka Sangat suka 7
Suka Suka Suka 6
Agak suka Agak suka Agak suka 5
Netral Netral Netral 4
Agak tidak suka Agak tidak suka Agak tidak suka 3
Tidak suka Tidak suka Tidak suka 2
Sangat tidak suka Sangat tidak suka Sangat tidak suka 1

12,00 12,40
Zona Hambat (mm)

10,50 10,37
9,00 9,40
8,63
7,50
7,00 6,90
6,00
4,50
3,77
3,00
0,0 2,5 5,0 7,5 10,0 12,5 15,0
Konsentrasi Penambahan Madu (%)

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Penambahan Madu dengan Zona Hambat

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
55 | ………………..Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair

HASIL DAN PEMBAHASAN pada sabun mandi cair merupakan


konsentrasi terbaik. Hal itu disebabkan
Antibakteri Sabun Mandi Cair Madu karena perlakuan penambahan madu pada
Hasil analisis sidik ragam taraf 7,5% dan 10% tidak berbeda nyata
menunjukkan bahwa perlakuan penam- pengaruhnya, sehingga dengan penamba-
bahan madu berpengaruh sangat nyata han madu dengan konsentrasi tersebut
terhadap zona hambat pertumbuhan dipilih sebagai konsentrasi terbaik.
bakteri Staphylococcus aureus. Grafik Sifat anti bakteri pada madu yang
hubungan antara konsentrasi penambahan lain disebabkan adanya suatu senyawa
madu dengan zona hambat dapat dilihat sejenis lisozim. Senyawa ini kini telah
pada Gambar 1. dikenal sebagai inhibine, semakin tinggi
Pada Gambar 1. dapat dilihat bahwa bilangan inhibine maka semakin kuat
terdapat hubungan antara konsentrasi antibiotiknya. Jumlah bilangan inhibine
penambahan madu dengan zona hambat ini ditentukan oleh jenis, umur, kondisi
yang dihasilkan. Zona hambat mengalami madu tersebut (Winarno, 1982). Lisozim
kenaikan yang cukup signifikan pada (mukopeptida N–asetil muramoil-
konsentrasi penambahan madu hingga 5%. hidrolase) atau juga dikenal dengan enzim
Sementara itu, pada kenaikan zona hambat muramidase adalah enzim yang dapat
dari 5% ke 7,5% tidak terlihat perubahan menghancurkan dinding sel bakteri
yang cukup signifikan. Pada hasil analisis dengan menghidrolisis ikatan glikosida β
sidik ragam, perlakuan penambahan madu (1-4) dari N–asetilmuramat (NAM) dan
pada produk sabun mandi cair N–asetilgilokosamina (NAG) dari lapisan
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata mukopolisakarida dalam dinding sel
pada taraf 1% sehingga dilakukan uji bakteri (Fleming, 1992).
Duncan untuk mengetahui perlakuan Sebagaimana enzim yang lain pada dasarnya
terbaik. Hasil uji Duncan perlakuan lisozim hanya bertugas sebagai katalisator
penambahan madu pada sabun mandi cair (biokatalisator) yang mem-percepat proses
dapat dilihat pada Tabel 2. pemutusan rantai ikatan glikolisis dalam
dinding sel bakteri. Rantai glikosida tersebut
Pada Tabel 2. dapat dilihat hasil uji tersusun atas N-asetiglukosamin (NAG) dan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) asan N-asetilmuramat (NAM). Struktur
untuk aktifitas antibakteri produk sabun rantai glikosida dinding sel bakteri dapat
mandi cair madu menyatakan bahwa dilihat pada Gambar 2.
penambahan madu antara 7,5% dan 10%

Tabel 2. Hasil Uji Duncan dan Notasi Zona Hambat


Konsentrasi Penambahan Madu (%) Rata-rata Notasi 5%
0,0 3,77 a
2,5 7,00 b
5,0 9,40 bc
7,5 10,37 cd
10,0 12,40 d
12,5 8,63 bc
15,0 6,90 b

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair……………….. | 56

Gambar 2. Struktur Rantai Glikosida pada Dinding Sel Bakteri

Untuk memulai proses pemutusan bakteri tersebut mati oleh sebab yang lain
dinding sel bakteri, lisozim membuat bentuk (Voet, et al., 1990).
ellipsoidal yang memiliki celah yang cukup Diameter zona hambat pertumbuhan
dalam sebagai sisi aktif untuk mengikat bakteri terjadi pada konsentrasi pe-
substrat. Di dalam celah tersebut terdapat nambahan madu mulai dari 12,5%-15%
bagian non polar dari cincin asam amino (Gambar 3). Penurunan diameter zona
yang mengikat bagian non polar dari hambat tersebut menunjukkan adanya
substrat. Selain itu juga terdapat bagian penurunan aktifitas antibakteri pada sabun
untuk mengikat asam asilamino dan gugus mandi cair madu.
hidroksil dari substrat dengan ikatan Aktifitas antibakteri sabun mandi
hydrogen. Celah lisozim terbagi menjadi 6 cair yang mendapatkan perlakuan pe-
sisi aktif A, B, C, D, E. dan F. Residu NAM nambahan madu juga dibandingkan
dari substrat hanya dapat dikat pada semua dengan sabun mandi cair yang meng-
sisi aktif. Letak rantai yang akan diputus gunakan zat antibakteri sintetis yaitu
oleh lisozim adalah pada sisi antara sisi D Triclosan dengan konsentrasi penam-
dan E. bahan sebesar 0,3% (sesuai ketentuan
Lisozim terdapat secara luas pada Badan POM, maksimal penggunaan
hewan dan dalam sejumlah kecil terdapat Triclosan pada sediaan kosmetika sebesar
pada jaringan tumbuhan (Jolles et al., 0,3%). Grafik perbandingan aktifitas
1974). Pada kedua sumber itu lisozim antibakterinya dapat dilihat pada Gambar
berfungsi sebagai bakterisida. Selain 4. Pada Gambar 4., dapat dilihat bahwa
sebagai penyebab utama bagi hancurnyaa pada zona hambat pertumbuhan bakteri
bakteri, Lisozim dapat juga membantu konsentrasi penambahan madu 5% dalam
menyelesaikan penghancuran dari sabun mandi cair dapat menyaingi sabun
beberapa jenis bakteri patogenik setelah mandi cair yang menggunakan Triclosan
0,3%.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
57 | ………………..Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair

0% 2,5% 5%

(a) (b) (c)


7,5% 10% 12,5%

(d) (e) (f)

15% MADU Triclosan

(g) (h) (i)

Gambar 3. Uji Antibakteri Sabun Mandi Cair konsentrasi madu (a) 0%, (b) 2,5%, (c) 5%,
(d) 7,5%, (e) 10%, (f) 12,5%, (g) 15% (h) madu, (i) triclosan

14
13 12,40
12 Sabun
11 10,37
9,40
Mandi Cair
10
Zona Hambat (mm)

8,83 8,83 8,83 8,83 8,83 8,63 8,83 8,83 Madu


9
8 7,00 6,90 Sabun
7 Mandi
6 Triclosan
5 0,3%
3,77
4
3
2
1
0
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15
Konsentrasi Penambahan Madu (%)

Gambar 4. Grafik Perbandingan Zona Hambat Sabun Mandi Cair Madu dengan Sabun Mandi
Cair Triclosan 0,3%

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair……………….. | 58

9,90
9,80 9,77
9,70
9,60 9,60
9,50 9,50

pH
9,40 9,36
9,30
9,25
9,20 9,18
9,10 9,13
9,00
0,0 2,5 5,0 7,5 10,0 12,5 15,0
Konsentrasi Penambahan Madu (%)

Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Penambahan Madu dengan pH

pH Sabun Mandi Cair Madu suksinat, glikolat, α–ketoglutarat, piruvat,


pH merupakan salah satu syarat mutu 2- atau 3–fosfogliserat, α- atau β–
dari produk sabun mandi cair. Hal ini gliserofosfat, Glukosa-6-fosfat (White,
karena jika pH sabun mandi cair terlalu 1975). Walaupun banyak asam yang
tinggi atau terlalu rendah maka dapat ditemukan pada madu, tetapi asam
merusak kulit. Nilai pH rata – rata dari glukonik didapatkan paling mendominasi.
sabun mandi cair yang dihasilkan Asam glukonik ini merupakan hasil
berdasarkan jumlah konsentrasi madu perubahan enzimatis glukosa oleh enzim
yang ditambahkan ke dalam produk dapat glukosa oksidase, yang disekresikan lebah
dilihat pada Gambar 5. dari kelenjar hipofaring, menjadi sebuah
Berdasarkan Gambar 5, dapat keseimbangan antara asam glukonik dan
diketahui bahwa dengan adanya glukonolaktone (White, 1960).
penambahan madu pada produk sabun
mandi cair mengakibatkan pH sabun Kekentalan Sabun Mandi Cair Madu
mandi cair semakin menurun.. Perubahan Kekentalan adalah shearing stress
nilai pH pada produk sabun mandi cair yang diberikan dalam luasan tertentu
disebabkan karena madu memiliki pH sewaktu diberikan kecepatan dalam
yang rendah yaitu sekitar 3,2–4,5 gradient normal pada area tersebut.
sehingga dapat menurunkan pH dari Viskositas merupakan salah satu
produk sabun mandi cair. Standar mutu parameter yang dilakukan dalam analisis
pH sabun mandi cair berdasarkan produk sabun mandi cair. Nilai viskositas
persyaratan mutu SNI 06-4085-1996 rata – rata dari sabun mandi cair yang
adalah 8–11. Penambahan madu hingga dihasilkan berdasarkan jumlah konsentrasi
konsentrasi 10% menghasilkan pH sabun madu yang ditambahkan ke dalam produk
mandi cair yang masih sesuai SNI 06- dapat dilihat pada Gambar 6.
4085-1996. Kekentalan sabun mandi cair madu
Madu mempunyai sifat asam. menurun seiring dengan meningkatnya
Keasaman madu dapat disebabkan oleh konsentrasi penambahan madu pada
ion H+ pada madu dan kandungan mineral produk sabun mandi cair (berbanding
yang cukup tinggi, selain itu keasaman terbalik). Besaran kisaran kekentalan dari
madu berasal dari kandungan asam produk sabun mandi cair menunjukkan
organik dan anorganik madu. Asam–asam bahwa sebenarnya tidak ada nilai
utama dari madu adalah asetat, butirat, kekentalan yang terbaik karena hal
format, glukonat/glukonik, laktat, malat, tersebut masih tergantung dari penerimaan
maleat, Oksalat, Pyroglutamat, sitrat, konsumen.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
59 | ………………..Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair

7000
6500 6417
6000

Viskositas (cPs)
5727
5500
5000 4933
4500
4280
4000
3500 3710
3380
3000 3037
2500
0,0 2,5 5,0 7,5 10,0 12,5 15,0
Konsentrasi Penambahan Madu (%)

Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Penambahan Madu dengan Kekentalan

Berat Jenis Sabun Mandi Cair Madu masih memenuhi standar mutu SNI yaitu
Berat jenis juga merupakan salah 1,01-1,10. Berat jenis sabun mandi cair
satu syarat mutu dari pembuatan sabun madu mengalami kenaikan seiring dengan
mandi cair. Analisis ini dilakukan untuk bertambahnya jumlah penambahan madu
mengetahui pengaruh penambahan madu pada sabun mandi cair. Hal ini disebabkan
terhadap berat jenis sabun mandi cair karena madu memiliki berat jenis yang
yang dihasilkan. Berat jenis rata – rata lebih besar dari base sabun mandi cair
dari sabun mandi cair yang dihasilkan (tanpa penambahan madu/0%). Menurut
berdasarkan jumlah konsentrasi madu SNI 01-3545-2004, madu memiliki berat
yang ditambahkan ke dalam formula dapat jenis berkisar antara 1,354–1,4164 g/mL,
dilihat pada Gambar 7. sehingga dengan adanya penambahan
Dari Gambar 7 diketahui bahwa berat madu maka berat jenis sabun mandi cair
jenis rata–rata sabun mandi cair yang akan bersinergi dengan berat jenis madu
dihasilkan berkisar antara 1,0469 –1,0878. yang mengakibatkan naiknya berat jenis
Hal ini menunjukkan bahwa berat jenis produk seiring dengan penambahan madu.
relatif sabun mandi cair yang dihasilkan

1,0950
1,0878
Berat Jenis (g/mL)

1,0850
1,0811
1,0750 1,0762
1,0689
1,0650 1,0646
1,0550 1,0554

1,0450 1,0469

1,0350
0,0 2,5 5,0 7,5 10,0 12,5 15,0
Konsentrasi Penambahan Madu (%)

Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Penambahan Madu dengan Berat Jenis

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair……………….. | 60

12,500
12,000
11,500 11,603

Tinggi Busa (cm)


11,000
10,750
10,500 10,363
10,000 10,127
9,867
9,500
9,000
8,500 8,313
8,000
7,500 7,640
7,000
0,0 2,5 5,0 7,5 10,0 12,5 15,0
Konsentrasi Penambahan Madu (%)

Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Penambahan Madu dengan Jumlah Busa

Busa Sabun Mandi Cair Madu khas membentuk busa (Suranto, 2007).
Busa terbentuk jika udara atau gas Nilai rata – rata kestabilan busa sabun
dikelilingi oleh lapisan cairan jernih mandi cair madu dapat dilihat pada Tabel
surfaktan atau asam lemak. Lapisan cairan 3.
ini disbut lamella busa. Grafik jumlah Kestabilan busa disebabkan karena
busa pada sabun mandi cair madu dapat besarnya tekanan gas dalam gelembung–
dilihat pada Gambar 8. gelembung busa yang bentuknya kecil.
Madu memiliki tegangan permukaan Gelembung-gelembung busa yang kecil
yang rendah sehingga sering digunakan itu cenderung untuk bersatu antar
sebagai campuran kosmetik. Tegangan sesamanya membentuk gelembung yang
permukaan madu bervariasi tergantung lebih besar. Kestabilan busa disebabkan
sumber nektarnya dan berhubungan karena adanya gaya tolak menolak
dengan zat koloid. Sifat tegangan elektrostatik antara lamella – lamella busa
permukaan yang rendah dan kekentalan yang saling berdekatan
yang tinggi membuat madu memilki cirri (Tauriestaningtyas, 1995).

Tabel 3. Nilai Rata – Rata Kestabilan pada Produk Sabun Mandi Cair Madu

Rata - Rata Tinggi


Konsentrasi Rata - Rata Tinggi Busa detik
Busa detik ke - 60 Kestabilan Busa (%)
Madu (%) ke - 30 (cm)
(cm)
0,0 7,64 6,73 88,09%
2,5 8,313 7,43 89,38%
5,0 9,867 8,65 87,67%
7,5 10,127 9,14 90,25%
10,0 10,363 9,29 89,65%
12,5 10,75 9,46 88,00%
15,0 11,603 10,53 90,75%

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
61 | ………………..Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair

Tabel 4. Rata-rata Penilaian Organoleptik Kategori Bentuk

Konsentrasi Rata-rata Parameter


Penambahan Penilaian Penilaian
Madu (%) Organoleptik
0 5,4 Suka
2,5 5 Agak suka
5 4,7 Agak suka
7,5 4,6 Agak suka
10 4,1 Netral
12,5 3,6 Netral
15 3,6 Agak tidak suka
Triclosan 0,3% 5,3 suka

Organoleptik Sabun Mandi Cair Madu indera penglihatan panelis. Warna sabun
cair menjadi salah satu pertimbangan
1. Bentuk konsumen dalam hal membeli produk
Bentuk atau tekstur sabun cair sabun mandi cair. Rata-rata penilaian
merupakan salah satu faktor yang menjadi panelis terhadap warna sabun mandi cair
pertimbangan konsumen dalam memilih dapat dilihat pada Tabel 5.
suatu produk dikarenakan pada umumnya
konsumen cenderung lebih memilih sabun 3. After feel (rasa lembap)
mandi cair yang bentuk atau teksturnya Madu merupakan salah satu bahan
agak kental. Bentuk atau tekstur sabun yang bersifat higroskopis, yaitu mudah
mandi cair yang kental mengindikasikan menyerap air dari udara sekitarnya, oleh
produk tersebut terkesan eksklusif. Rata- karena itu dapat digunakan sebagai
rata penilaian uji organoleptik kategori humektan (pelembap). Sifat higroskopis
bentuk dapat dilihat pada Tabel 4. ini disebabkan karena madu merupakan
larutan gula yang sangat jenuh
2. Warna (Gojmerac,1983). Rata-rata penilaian
Warna merupakan panjang panelis terhadap rasa lembap sabun mandi
gelombang cahaya yang memancar dari cair dapat dilihat pada Tabel 6.
sabun mandi cair dan dapat ditangkap

Tabel 5. Rata-rata Penilaian Organoleptik Kategori Warna

Konsentrasi Rata-rata Parameter


Penambahan Penilaian Penilaian
Madu (%) Organoleptik
0 2,1 Tidak Suka
2,5 4,2 Netral
5 5,6 Suka
7,5 6,1 Suka
10 5,5 Suka
12,5 4,5 Agak suka
15 4,2 Netral
Triclosan 0,3% 2 Tidak suka

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair……………….. | 62

Tabel 6. Rata-rata Penilaian Rasa Lembab

Konsentrasi Rata-rata Parameter


Penambahan Penilaian Penilaian
Madu (%) Organoleptik
0 2,9 Aga Tidak Suka
2,5 4 Netral
5 5,1 Aga Suka
7,5 5,5 Suka
10 4,5 Aga Suka
12,5 3,3 Agak tidak suka
15 3,5 Netral
Triclosan 0,3% Agak Tidak suka

KESIMPULAN Centers for Disease Control and


Prevention. 2009. Fourth National
Report on Human Exposure to
1. Konsentrasi optimal penambahan Environmental Chemicals.
madu pada sabun mandi cair untuk Department of Health and Human
bisa menghambat pertumbuhan Sevices.
bakteri Staphylococcus aureus adalah
pada taraf 7,5 -10%. Fleming, A. 1992. On a Remarkable
2. Sabun mandi cair dengan Bacteriolytic Element Found in
penambahan madu mulai dari 5% Tissues and Secretions. London
hingga 10% dapat memberikan zona Gojmerac, W. L. 1983. Bees, Beekeeping.
hambat yang sama atau lebih besar Honey and Pollination. The AVI
bila dibandingkan dengan sabun yang Publishing Co. Inc. Westport:
menggunakan triclosan dengan Connecticut.
konsentrasi penggunaan 0,3%.
3. Penambahan madu pada sabun mandi Jolles, P., I. Bernier, J. Berthou, D.
cair dapat menurunkan pH dan Charlemagne, A. Faure, J.
kekentalan dari produk tersebut. Hermann, J. Jolles, J. P. Perin, J.
Sedangkan penambahan madu dapat Saint-Blancard. 1974. From
meningkatkan nilai berat jenis dan lysozymes to chitinases: structural,
jumlah busa dari sabun mandi cair. kinetic, and crystallographic
studies. Academic Press. New
DAFTAR PUSTAKA York.
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Laboratorium. Rajawali Press.
1996. Standar Mutu Sabun Mandi Jakarta.
Cair. SNI 06-4085-1996. Dewan Suranto, A. 2007. Terapi Madu. Penebar
Standarisasi Nasional. Jakarta. Plus. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
1994. Standar Mutu Sabun Mandi Tauriestiningtyas, I., 1995. Pengaruh
.SNI 3532-1994. Dewan Penambahan Asam Oleat dan
Standarisasi Nasional. Jakarta. Gliserol Terhadap Beberapa
Ketetapan Fisik Sabun Cair.
Brock, T.D. and M. Madigan. 1991. Bioloy Skripsi. Sarjana Farmasi UI.
of Microorganisms, 6th edition. Jakarta.
Prentice Hall, Englewood Cliffs.
New Jersey.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
63 | ………………..Optimasi Penambahan Madu sebagai Zat Anti Bakteri Staphylococcus aureus, pada Produk Sabun Mandi Cair

Voet, D and J. G. Voet. 1990. carbohydrates, acidity and


Biochemistry. New York. diastase content. Journal of
Food Sci. 26(1): 63-71.
Wasito, H. 2008. Uji Aktivitas
Antibakteri Madu Terhadap White, J. W. 1975. Composition of honey
Bakteri Staphylococcus aureus. in Crane E (ed). Honey A
FMIPA Universitas Islam Comprehensive Survey.
Bandung. Bandung. Heinemann. London.
White, J. W., M. L. Riethof, I. Kushnir. Winarno, F. G. 1982. Madu: Teknologi,
1960. Composition of Honey. Khasiat dan Analisa. PT. Ghalia
VI. The effect of storage on Indonesia. Jakarta.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 52 – 63
STATUS KUALITAS AIR TANAH DI KELURAHAN PEDURENAN,
KECAMATAN MUSTIKAJAYA, BEKASI TIMUR

Maulin Inggraini*, Siti Nurfajriah, Pangeran Andareas


Prodi DIII Analis Kesehatan STIKes Mitra keluarga, Bekasi Timur 17113
*
e-mail: molinmool@gmail.com

ABSTRACT

Status of Ground Water Quality in The Village of Pedurenan, Mustikajaya District, East
Bekasi

Sanitation and poor hygiene practice and unsafe drinking water contributes to 88% of childhood deaths
from diarrhea in worldwide. For children who survive often suffer from diarrhea contribute to nutritional problems,
preventing children to be able to achieve their maximum potential. According to the Basic Health Research
(Riskesdas) in 2013, the incidence and prevalence of diarrhea for all age groups in Indonesia is 3,5% and 7,0%.
Respectively the incidence of diarrhea is closely associated with the quality of sanitation and groundwater used by
society. This study aimed to determine the quality of water used for sanitation especially groundwater, in Sub
Pedurenan, District Mustikajaya, East Bekasi. Results showed that groundwater quality inspection using the Most
Probable Number (MPN) in RW 02, Village and District Pedurenan Mustikajaya, there were 4 samples were
negative of coliform, and 25 coliform positive samples, with the highest number of 1100 cells / 100 mL. This indicates
that ground water for sanitation and groundwater of sampling locations are generally contaminated by coliform
bacteria.

Keywords: groun water, coliform, diarrhea, water quality, MPN

ABSTRAK

Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak aman berkontribusi terhadap 88%
kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Bagi anak-anak yang bertahan hidup, seringnya menderita diare
berkontribusi terhadap masalah gizi, sehingga menghalangi anak-anak untuk dapat mencapai potensi maksimal
mereka. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden dan prevalensi diare untuk seluruh
kelompok umur di Indonesia adalah 3,5% dan 7,0%. Kejadian diare sangat erat kaitannya dengan kualitas sanitasi dan
air tanah yang digunakan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air yang digunakan untuk
sanitasi serta air tanah khususnya di Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Mustikajaya, Bekasi Timur. Hasil
menunjukkah bahwa pemeriksaan kualitas air tanah menggunakan metode Most Probable Number (MPN) di RW 02
Kelurahan Pedurenan dan Kecamatan Mustikajaya, terdapat 4 sampel yang negatif coliform, dan 25 sampel positif
coliform, dengan jumLah tertinggi 1100 sel/100 mL. Hal ini mengindikasikan bahwa air tanah untuk sanitasi dan air
tanah di lokasi pengambilan sampel umumnya tercemar oleh bakteri coliform.

Kata Kunci: Air tanah, coliform, diarrhea, Kualitas Air, MPN

PENDAHULUAN daya manusia dan kemampuan produktif


suatu bangsa di masa yang akan datang.
Sanitasi dan perilaku kebersihan Air yang digunakan untuk sanitasi
yang buruk serta air minum yang tidak dapat tercemar dengan berbagai macam
aman berkontribusi terhadap 88 % kematian pencemar, salah satunya adalah pencemar
anak akibat diare di seluruh dunia biologis. Bakteri coliform merupakan
(UNICEF, 2012). Bagi anak-anak yang bakteri yang dikenal sebagai pencemar
bertahan hidup, seringnya menderita diare utama pada air. Bakteri coliform berasal
berkontribusi terhadap masalah gizi, dari tinja dan dapat mencemari lingkungan
sehingga menghalangi anak-anak untuk serta air yang dikonsumsi sehari-hari
dapat mencapai potensi maksimal mereka. apabila tidak diproses dengan baik sebelum
Kondisi ini selanjutnya menimbulkan dikonsumsi. Bakteri coliform merupakan
implikasi serius terhadap kualitas sumber bakteri gram negarif, tidak membentuk
spora, aerobik, dan aerobik fakultatif yang
65 | ………………………………………Status Kualitas Air Tanah Di Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Mustikajaya, Bekasi Timur

dapat memfermentasikan laktosa dengan dilakukan di RW 02 Kelurahan Pedurenan,


mengahasilkan asam dan gas (Widiyanti Kecamatan Mustikajaya, Bekasi Timur.
dan Ristiati, 2004). Bakteri ini dapat Pemeriksaan kualitas air dilaksanakan di
mengakibatkan diare pada anak-anak Laboratorium Bakteriologi STIKes Mitra
maupun orang dewasa, oleh karena itu Keluarga. Sampel diambil dari air keran
kehadirannya di dalam berbagai tempat dan dari penampungan air. Pengambilan
mulai dari air tanah, bahan makanan sampel air tanah dari keran dilakukan
ataupun bahan-bahan lain untuk keperluan dengan membuka mulut keran selama 5-10
manusia, tidak diharapkan dan bahkan detik, kemudian ditampung pada botol kaca
sangat dihindari. Diare adalah penyakit steril 250 mL. Sedangkan pengambilan
dengan gejala tinja atau feses berubah sampel air tanah dari bak penampungan air
menjadi cair dan penderitanya buang air tanah dilakukan menggunakan botol kaca
besar paling sedikit tiga kali dalam 24 jam steril 250 mL yang telah diikat dengan tali.
(UNICEF, 2009). Pengujian coliform pada air sampel dilaku-
Menurut hasil Riset Kesehatan kan dengan menggunakan metode MPN
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden dan (Harley dan Prescott, 2002). Suspensi air
prevalensi diare untuk seluruh kelompok sampel yang telah dihomogenkan dipindah-
umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 kan sebanyak 10 mL ke masing-masing
persen. Lima provinsi dengan insiden tabung seri pertama (3 tabung Lactose
maupun prevalensi diare tertinggi adalah Broth Double Strength/LBDS). Suspensi air
Papua, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi sampel dipindahkan sebanyak 1 mL ke
Barat, dan Sulawesi Tengah. Insiden diare masing-masing tabung seri kedua (3 tabung
pada kelompok usia balita di Indonesia Lactose Broth Single Strength/LBSS).
adalah 10,2 persen. Lima provinsi dengan Suspensi air sampel dipindahkan sebanyak
insiden diare tertinggi adalah (10,2%), 0,1 mL ke masing-masing tabung seri
Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), ketiga (3 tabung Lactose Broth Single
Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten Strength/LBSS). Selanjutnya semua tabung
(8,0%). Insiden diare dan prevalensi diare diinkubasi pada suhu 37º C selama 48 jam.
di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 Tabung positif dihitung dan dicocokkan
sebesar 2,5% dan 4,9%. Mengingat dengan tabel MPN. Analisis kualitas air
banyaknya insiden diare tersebut, maka akan kehadiran bakteri coliform dari uji
penting untuk mengetahui kualitas air untuk pendugaan dilakukan sesuai standar
sanitasi dan air tanah yang digunakan American Public Health Association
masyarakat. (APHA) dan dibandingkan dengan tabel
MPN. Tabel tersebut berfungsi untuk
BAHAN DAN METODE memperkirakan jumlah bakteri coliform
yang terdapat dalam 100 mL sampel air.
Bahan dan Alat Pembacaan hasi uji positif dilihat dari
Bahan yang digunakan dalam beberapa tabung uji yang menghasilkan gas
penelitian ini yaitu Air kran dan bahan- dan asam (3 seri tabung pertama, kedua,
bahan untuk metode MPN. dan ketiga).
Alat yang digunakan yaitu tabung
Lactose Broth Single Strength/LBSS,
inkubator, dan peralatan gelas. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Hasil pemeriksaan bakteri coliform


Pengambilan sampel dan pemerik- pada sampel air tanah di RW. 02 Kelurahan
saan air dilaksanakan dari tanggal 4 sampai Pedurenan, Kecamatan Mustikajaya disaji-
12 Februari 2016. Pengambilan sampel kan pada Tabel 1.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 64 – 68
Status Kualitas Air Tanah Di Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Mustikajaya, Bekasi Timur ……………………………………… | 66

Tabel 1. Hasil pemeriksaan sampel air tanah RW 02 Kelurahan Pedurenan, Kecamatan


Mustikajaya
pH Akhir
Suhu pH JumLah Sel/ 100
No. Sampel LBSS LBSS Ket
(oC) Awal LBDS mL
1 mL 0,1 mL
1 A 29 6 5,6 6 6,3 20 sel/ 100 mL Positif
2 B 27 6 5,2 5,2 5,7 43 sel/ 100 mL Positif
3 C 28 6 5,7 5,6 7,1 93 sel/ 100 mL Positif
4 D 26 6 5,1 5,4 6 460 sel/ 100 mL Positif
5 E 28 6 5,4 5,1 5,9 150 sel/ 100 mL Positif
6 F 29 6 5,6 5,2 4,5 1100 sel/ 100 mL Positif
7 G 28 6 5,1 5 5,2 1100 sel/ 100 mL Positif
8 H 31 6 5,7 6 5,7 1100 sel/ 100 mL Positif
9 I 31 6 5,6 5,6 5,5 1100 sel/ 100 mL Positif
10 J 29 6 5,5 5,4 5,9 240 sel/100 mL Positif
11 K 30 6 4,7 4,7 5,4 1100 sel/ 100 mL Positif
12 L 29 6 4,3 5,2 5,1 1100 sel/ 100 mL Positif
13 M 28 6 4,6 5,1 5,3 1100 sel/ 100 mL Positif
14 N 31 6 5,6 5,3 4,7 1100 sel/ 100 mL Positif
15 O 29 6 5,6 7 6,9 0 sel/ 100 mL Negatif
16 P 33 6 5,2 5,3 6,9 93 sel/ 100 mL Positif
17 Q 29 6 6,4 6,8 6,9 4 sel/ 100 mL Positif
18 R 28 6 5,2 6,3 6,8 93 sel/ 100 mL Positif
19 S 30 6 5 5,8 6,2 460 sel/ 100 mL Positif
20 T 28 6 5 5,4 5,9 75 sel/ 100 mL Positif
21 U 27 6 5 5,5 7 43 sel/ 100 mL Positif
22 V 27 6 5,6 7 7 4 sel/ 100 mL Positif
23 W 28 6 5,8 7 6,9 0 sel/ 100 mL Negatif
24 X 30 6 6,2 6,3 7,1 9 sel/ 100 mL Positif
25 Y 29 6 5,3 5,9 6,6 1100 sel/ 100 mL Positif
26 Z 29 7 5 6,3 7,3 43 sel/ 100 mL Positif
27 AA 28 6 5,3 6,4 7,2 43 sel/ 100 mL Positif
28 BB 29 6 6,8 6,9 7 0 sel/ 100 mL Negatif
29 CC 28 7 6,8 6,9 6,9 0 sel/ 100 mL Negatif

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 64 – 68
67 | ………………………………………Status Kualitas Air Tanah Di Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Mustikajaya, Bekasi Timur

Sampel air tanah diambil di RW.02 umum digunakan sebagai indikator


Kelurahan Pedurenan, Kecamatan penentuan kualitas sanitasi air. Tingkat
Mustikajaya dilakukan untuk melihat coliform yang tinggi mengakibatkan
adanya bakteri coliform. Metode yang peningkatan resiko kehadiran bakteri
digunakan untuk pemeriksaan bakterio- patogen lain yang biasa hidup di dalam
logis air yaitu metode MPN tabung ganda kotoran manusia dan hewan. Salah satu
3-3-3 pada media LBSS dan LBDS sesuai contoh bakteri patogen yang terdapat pada
dengan ketentuan baku mutu dari air terkontaminasi kotoran manusia dan
Permenkes No:416/ MENKES/Per/IX/1990 hewan adalah Eschericia coli. E. coli
tentang per-syaratan kualitas air bersih. merupakan bakteri penyebab gejala diare,
Permenkes tersebut menyatakan bahwa demam, keram perut dan muntah - muntah
syarat-syarat mikrobiologis untuk air tanah (Bambang, 2014).
adalam MPN coliform /100 cc sampel
adalah 0. Tabel 1 menunjukkan bahwa 29
sampel air yang telah dianalisis diperoleh KESIMPULAN
25 sampel air yang positif mengandung
bakteri coliform dan 4 sampel air tidak Berdasarkan hasil pengujian air
mengandung bakteri coliform. Hasil positif tanah di RW 02 Kelurahan Pedurenan dan
ditandai dengan terbentuknya gas dalam Kecamatan Mustikajaya, terdapat 4 sampel
tabung durham setelah inkubasi 3 x 24 jam yang negatif coliform, dan 25 sampel positif
pada suhu 35 ◦C. Hal ini membuktikan coliform, dengan jumLah tertinggi 1100
bahwa terjadi fermentasi laktosa oleh sel/100 mL.
bakteri golongan coliform. Bakteri coliform
termasuk ke dalam famili entero-
bacteriaceae. Bakteri enterobacteriaceae DAFTAR PUSTAKA
mempunyai 4 marga yaitu Escherichia,
Citrobacter, Enterobacter dan Klebsiella
(Harley dan Prescott, 2002). Bambang, A. G., Fatmawali, dan N. S.
Kojong. 2014. Analisis Cemaran
Pemeriksaan sampel air tanah Bakteri coliform dan Identifikasi
dilakukan di RW 02 yang memiliki Eschericia coli pada Air Isi Ulang
beberapa RT, diantaranya RT 01, RT 02, dari Depot di Kota Manado.
RT 03, dan RT 04. Berdasarkan hasil Pharmacon. 3(3): 2302 - 2493.
pengujian diperoleh bahwa seluruh sampel
air RT 01 dan RT 03 mengandung bakteri Harley, J. P. and L. M. Prescott. 2002.
coliform dengan jumLah tertinggi 1100 sel/ Laboratory Exercises in Micro-
100 mL air. Hal ini mengindikasikan bahwa biology. fifth edition. McGraw-Hill
air tanah telah tercemar dan tidak Companies.
memenuhi standar kualitas air bersih. Air
yang digunakan untuk kebutuhan sehari- Peraturan Menteri Kesehatan Republik
hari seperti memasak, minum, dan mandi Indonesia No. 492/MENKES/ PER/
harus terbebas dari coliform agar aman IV/2010. 2010. Tentang Persyaratan
untuk dikonsumsi. coliform merupakan Kualitas Air tanah.
bakteri yang hidup dalam usus manusia,
sehingga apabila air tanah mengandung RISKESDAS. 2013. Badan Penelitian dan
coliform merupakan indikator bahwa air Pengembangan Kesehatan Kemen-
tanah tersebut telah tercemar oleh tinja, hal terian Kesehatan RI.
ini mungkin dapat diakibatkan oleh
kesehatan lingkungan yang kurang baik, UNICEF. 2009. Diarrhoea: Why children
sumber air baku yang kurang baik dan are still dyingand what can be done.
sanitasi lingkungan yang tidak baik. Bakteri WHO.
coliform merupakan jenis bakteri yang

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 64 – 68
Status Kualitas Air Tanah Di Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Mustikajaya, Bekasi Timur ……………………………………… | 68

UNICEF. 2012. Air bersih, sanitasi dan coliform pada Depo Air Minum Isi
kebersihan. Ringkasan Kajian. Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal
Ekologi Kesehatan. 3 (1): 64 – 73
Widiyanti, N. L. P. M dan N. P. Ristiati.
2004. Analisis Kualitatif Bakteri

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 64 – 68
PEMISAHAN ASAM AMINO DARI LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN
KROMATOGRAFI PENUKAR ION

Indah Rahmi Sari1)*,Ade Ayu Oksari2), Irma Kresnawaty3)


1)
Alumni Program Studi Kimia FMIPA Universitas Nusa Bangsa Bogor
2)
Program Studi Biologi FMIPA Universitas Nusa Bangsa Bogor
3)
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI)
*
e-mail : indahrsari@yahoo.co.id

ABSTRACT

Separation of Amino acid from Liquid waste of Oil palm Factory with Ion Exchange
Chromatography

Research on Separation of Amino Acid Liquid Waste mills with Ion Exchange Chromatography was carried
out from October to November 2015. The results of hydrolysis of 6 N HCl results showed that the highest
absorbance reading was obtained at a concentration of eluent of 0,2 and 0,6 M NaCl, while the results of the
protease enzyme hydrolysis the highest absorbance reading at NaCl eluent 0,2 and 1 M. There was no significant
difference in the results of separation by ion exchange chromatography, showed that the concentration of NaCl
eluent is not very influential, so for subsequent analysis used only one concentration of the eluent. Results of linear
regression obtained was equal to 0,9946, these results indicate that the series standard amino acid lysine has a value
that is linear as it approaches 1. The amino acid levels obtained on the sample results LCPKS hydrolysis with 6 N
HCl which was about 0 to 8.82 ppm and samples of the protease enzyme hydrolysis of about 0 to 4.31 ppm. Amino
acid levels obtained were still far from the expected.

Keywords: Amino Acid, Oil Palm, Liquid Waste, Ion Exchange Chromatography

ABSTRAK

Penelitian mengenai Pemisahan Asam Amino dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Kromatografi
Penukar Ion telah dilaksanakan dari bulan Oktober sampai November 2015. Hasil hidrolisis HCl 6 N menunjukkan
bahwa pembacaan absorbansi tertinggi diperoleh pada konsentrasi eluen NaCl 0,2 dan 0,6 M, sedangkan hasil
hidrolisis enzim protease pembacaan absorbansi tertinggi pada eluen NaCl 0,2 dan 1 M. Tidak ada perbedaan yang
signifikan pada hasil pemisahan dengan kromatografi penukar ion ini, menunjukkan bahwa konsentrasi eluen NaCl
tidak terlalu berpengaruh, sehingga untuk analisis selanjutnya digunakan hanya satu konsentrasi eluen. Hasil regresi
linear yang diperoleh yaitu sebesar 0,9946, hasil tersebut menunjukkan bahwa deret standar asam amino lisin
mempunyai nilai yang linear karena mendekati 1. Kadar asam amino yang diperoleh pada sampel hasil hidrolisis
LCPKS dengan HCl 6N yaitu sekitar 0 – 8,82 ppm dan sampel hasil hidrolisis enzim protease sekitar 0 – 4,31 ppm.
Kadar asam amino yang diperoleh masih jauh dari yang diharapkan.

Kata Kunci: Asam Amino, Minyak Kelapa Sawit, Limbah Cair, Kromatografi Penukar Ion

PENDAHULUAN maupun bahan bakar (biodiesel).


Perkebunan kelapa sawit memiliki potensi
Salah satu komoditas perkebunan menghasilkan keuntungan besar sehingga
strategis Indonesia pada saat ini adalah banyak hutan dan perkebunan lama
tanaman kelapa sawit. Indonesia adalah dikonversi menjadi perkebunan kelapa
penghasil minyak kelapa sawit terbesar di sawit. Industri kelapa sawit merupakan
dunia dan penyebarannya antara lain di salah satu industri yang berkembang pesat
daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, pada dua dekade terakhir dan diproyeksikan
Kalimantan, dan Sulawesi. Kelapa sawit masih akan tetap menjadi salah satu sub
(Elaeis) adalah tumbuhan industri penting sektor perkebunan pada masa mendatang
penghasil minyak masak, minyak industri, (Hidayanto, 2007).
Pemisahan Asam Amino Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kromatografi Penukar Ion…………………………….. | 70

Proses pengolahan kelapa sawit produk bernilai ekonomi yang cukup tinggi.
menjadi minyak kelapa sawit akan Utomo dan Widjaja (2004) mengemukakan
menghasilkan limbah cair dalam jumlah bahwa kandungan nutrien dalam residu
yang cukup besar. Sebanyak 1 ton minyak LCPKS adalah lemak, protein dan
kelapa sawit menghasilkan 2,5 ton limbah karbohidrat.
cair pabrik minyak kelapa sawit Menurut Habib et al. (1997),
(Hidayanto, 2007). Limbah cair tersebut LCPKS mengandung asam amino esensial
berasal dari proses perebusan, klarifikasi seperti fenilalanin, metionin, leusin dan
dan hidrosiklon. Pengembangan industri lisin dalam jumlah tinggi, serta histidin dan
kelapa sawit yang diikuti dengan tirosin dalam jumlah kecil. Di samping itu,
pembangunan pabrik, dapat menimbulkan LCPKS juga mengandung sejumlah asam
dampak negatif terhadap lingkungan berupa amino non esensial seperti asam aspartat,
pencemaran terhadap lingkungan perairan. asam glutamat, serin, glisin dan sistein
Karakteristik limbah cair dari dalam jumlah tinggi. Asam amino inilah
kegiatan industri pabrik kelapa sawit seperti yang merupakan sumber nutrisi tambahan
Biological Oxygen Demand (BOD) sebesar bagi makhluk hidup. Aplikasi LCPKS
135,80 mg/L, Chemical Oxygen Demand memiliki keuntungan diantaranya adalah
(COD) sebesar 394,7 mg/L, Total Solid mengurangi terjadinya pencemaran ling-
suspensed (TSS) sebesar 271, 5 mg/L dan kungan, mengurangi biaya pengolahan
pH 4,1. Baku mutu BOD sebesar 100 mg/L, limbah cair dan sekaligus berfungsi sebagai
baku mutu COD sebesar 350 mg/L, baku sumber hara bagi tanaman kelapa sawit dan
mutu TSS sebesar 250 mg/L dan baku mutu nutrisi tambahan bagi pupuk dan pakan
pH 6,0 – 9,0 (Satria, 1999). Keadaan ini ternak.
menunjukkan bahwa angka-angka tersebut Asam amino sangat diperlukan oleh
berada di atas toleransi baku mutu yang tubuh karena merupakan prekursor berbagai
direkomendasikan, jika dibuang ke badan senyawa yang berperan penting baik
air akan mengganggu ekosistem serta sebagai nutrisi tubuh maupun untuk
kualitas kandungan air tanah karena mempertahankan kesehatan manusia dan
sebagian akan mengendap, terurai secara hewan. Industri dan volume pasar asam
perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, amino juga berkembang pesat dalam 20
menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan tahun terakhir. Menurut hasil studi yang
bau yang tajam dan dapat merusak dilakukan oleh Business Communication
ekosistem badan penerima (Alaerts, 1987; Company (Brown et al., 2005), pasar asam
Betty, 1996). Masalah lain yang timbul amino meningkat rata-rata 7 % per tahun
yaitu tidak semua industri kelapa sawit dan pada tahun 2009 akan mencapai nilai
dapat mengolah limbah sendiri atau dengan satu miliar Dolar Amerika. Dengan
kata lain tidak semua memiliki Instalasi demikian maka pemisahan asam amino dari
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang LCPKS akan memberikan dampak positif
memadai. Syarat IPAL yang memadai yaitu dalam mengatasi masalah pencemaran
harus memiliki proses oil separation tank, lingkungan dan memberikan nilai tambah
anaerobic reactor, aerobic reactor, settling kepada pabrik pengolahan minyak kelapa
tank, dan receiving tank (Rahardjo, 2005). sawit.
Pencemaran lingkungan yang Berdasarkan hasil penelitian Utomo
terjadi akibat Limbah Cair Pabrik Kelapa dan Widjaja (2004), menunjukkan bahwa
Sawit (LCPKS) ini dapat diatasi dengan produksi limbah perkebunan kelapa sawit
penanganan yang tepat, salah satunya secara fisik cukup potensial sebagai sumber
adalah memanfaatkan hasil sampingan yang pakan ternak dengan kandungan protein
terkandung didalamnya. Hasil sampingan kasar sebesar 12,63 %. Penelitian tentang
LCPKS yang memiliki potensi besar untuk limbah cair pabrik kelapa sawit lain yaitu
diolah dan dimanfaatkan adalah kandungan diaplikasikan untuk menghasilkan biogas.
bahan organik. LCPKS mengandung ber- Penelitian yang dilakukan oleh Mahajoeno
bagai senyawa yang berpeluang untuk dapat et al. (2007) menunjukkan bahwa total
diekstrak kembali dan dikemas menjadi produksi biogas tertinggi pada LCPKS

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 69 – 76
71 | …………………………….Pemisahan Asam Amino Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kromatografi Penukar Ion

sebesar 121 L dan residu dari biogas HCl 1 M. Beberapa saat didiamkan dan
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kran dibuka sehingga air akan menetes
organik non fitotoksin. secara perlahan (ditampung dalam tabung
reaksi). Kran ditutup ketika terbentuk
larutan jernih di atas matriks kolom (kolom
BAHAN DAN METODE tidak boleh kering) dan didiamkan beberapa
saat hingga matriks padat dan setimbang
Bahan dan Alat (Anonimous, 2014).

Bahan-bahan yang digunakan pada Pemisahan dengan Kromatografi


analisis ini yaitu sampel hasil hidrolisis Penukar Ion
LCPKS menggunakan HCl 6N dan enzim
protease, matriks: DEAE (Dietilamino- Sampel hasil hidrolisis LCPKS
etanol), buffer fosfat sitrat 20 mM pH 5,0; dengan HCl 6N dan enzim protease
NaCl, HCl 1 M, aquadest, piridin 10%, disiapkan masing-masing sebanyak 1 mL
ninhidrin 2%, dan larutan induk lisin 500 dan dilarutkan 1,5 mL larutan buffer fosfat
ppm. sitrat pH 5 dalam gelas piala 50 mL.
Alat-alat yang digunakan yaitu Sebanyak 0,5 mL sampel dimasukkan ke
kolom Syringe 5 mL dengan diameter 2,5 dalam kolom secara perlahan. Kran dibuka
cm dan tinggi 10 cm, botol vial 2 mL, statif lagi sampai semua sampel masuk ke dalam
dan clamp, pipet mikro 1000 μL, dan gel. Kolom dielusi dengan peningkatan
spektrofotometer UV/VIS merk Multiskan konsentrasi garam NaCl 0,2; 0,4; 0,6; 0,8
Go Double Beam versi 100.40. dan 1,0 M sebanyak 10 mL. Setiap sampel
yang keluar dari kolom ditampung pada 4
Persiapan dan Penyetimbang Kolom tabung reaksi (setiap botol berisi ±2,5 mL).
Setiap sampel diukur menggunakan
Kolom syringe, statif dan clamp spektrofotometer UV-VIS pada λ 280 nm.
disiapkan. Clamp dan statif yang sudah Grafik hasil kromatografi dibuat. Sampel
terpasang dihubungkan dengan kolom. Air dimasukkan dalam tabung reaksi dan
dimasukkan pada kolom dan ditempatkan ditutup dengan alufo kemudian dilakukan
kapas pada bagian dasar kolom. Kolom perlakuan pada tahap selanjutnya
diisi dengan 3 mL matriks DEAE (Anonimous, 2014).
Toyopearl yang telah dilarutkan dengan

(a) (b)

Gambar 5. (a) Kolom Syringe; (b) Pemisahan dengan Kromatografi Penukar Ion

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 69 – 76
Pemisahan Asam Amino Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kromatografi Penukar Ion…………………………….. | 72

Pengukuran Kadar Asam Amino ion Cl- akan menggantikan polipeptida atau
asam amino bermuatan negatif yang semula
Deret standar asam amino (0 – terikat pada DEAE, sehingga polipeptida
200 ppm) dan blanko dibuat dari larutan atau asam amino tersebut akan lepas dari
induk asam amino lisin 500 ppm. Sampel matriks DEAE. Hasil pemisahan ditampung
hasil kromatografi masing-masing dipipet dalam fraksi-fraksi dan diukur kadar asam
sebanyak 1 mL, kemudian masing-masing amino dengan spektrofotometer UV-VIS.
deret standar, blanko dan sampel hasil Hasil hidrolisis HCl 6 N
kromatografi dimasukkan dalam labu ukur menunjukkan bahwa pembacaan absorbansi
10 mL. Setelah itu ditambahkan 0,5 mL tertinggi diperoleh pada konsentrasi eluen
piridin 10% dan 0,5 mL ninhidrin 2%. NaCl 0,2 dan 0,6 M (Gambar 1), sedangkan
Dipanaskan dalam penangas air mendidih hasil hidrolisis enzim protease pembacaan
selama 20 menit sampai terjadi perubahan absorbansi tertinggi pada eluen NaCl 0,2
warna menjadi biru. Setelah dingin semua dan 1 M (Gambar 2). Tidak ada perbedaan
deret standar, blanko dan sampel yang signifikan pada hasil pemisahan
ditambahkan air suling hingga volume 10 dengan kromatografi penukar ion ini,
mL. Deret standar, blanko dan sampel menunjukkan bahwa konsentrasi eluen
diukur absorbansi menggunakan NaCl tidak terlalu berpengaruh, sehingga
spektrofotometer pada λ 625 nm. untuk analisis selanjutnya digunakan hanya
Konsentrasi tiap sampel dihitung dengan satu konsentrasi eluen. Faktor yang
cara (Hidayati, 2007): berpengaruh pada kromatografi penukar ion
ppm = x fp adalah kondisi pH pada resin dan sampel
(Underwood, 2001). Oleh karena itu, pada
Keterangan: penelitian ini ditambahkan buffer fosfat
ppm = konsentrasi sampel sitrat untuk mempertahankan kondisi pH
slope = hasil pembacaan pada grafik agar tetap asam yaitu pada pH 5. Pada
abs = absorbansi sampel kondisi asam, anion Cl- dari NaCl akan
fp = faktor pengenceran bertukar sempurna dengan asam amino
intercept = hasil pembacaan dari grafik bermuatan positif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Asam Amino
Pembacaan Absorbansi terhadap Sampel 1. Deret Standar Asam Amino Lisin
Hasil Pemisahan Kromatografi Penukar
Ion Pembuatan deret standar dilakukan
adalah untuk mengetahui konsentrasi
Kromatografi penukar ion larutan sampel dengan menggunakan
dilakukan untuk memisahkan asam amino
persamaan regresi. Deret standar diukur
dari sampel yang telah dihidrolisis absorbansinya dengan spektrofotometer UV
sebelumnya menggunakan HCl 6 N dan VIS pada λ 625 nm. Hasil regresi linear
enzim protease. Asam amino tersebut yang yang diperoleh yaitu sebesar 0,9946
kemudian akan dianalisis kadarnya. Elusi (Gambar 3), hasil tersebut menunjukkan
dilakukan oleh NaCl. Dalam hal ini bahwa deret standar asam amino lisin
digunakan teknik kromatografi penukar ion mempunyai nilai yang linear karena
(ion exchange). Kromatografi penukar
mendekati 1 (Harmita, 2004). Grafik deret
anion menggunakan fasa diam Dietil- standar menyatakan hubungan antara
aminoetanol (DEAE) dengan gugus aktif konsentrasi dengan absorbansi yang
N+(C2H5)2 dan eluen NaCl berbagai dihasilkan.
konsentrasi. Pada penambahan eluen NaCI,

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 69 – 76
73 | …………………………….Pemisahan Asam Amino Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kromatografi Penukar Ion

Gambar 1. Grafik Pembacaan Absorbansi Hasil Kromatografi Penukar Ion pada Sampel
Hidrolisis LCPKS dengan HCl 6 N.

Gambar 2. Grafik Pembacaan Absorbansi Hasil Kromatografi Penukar Ion pada Sampel
Hidrolisis LCPKS dengan Enzim Protease.

Keterangan:
Sumbu x : Konsentrasi NaCl yang mengelusi kolom.
Tanda A-D merupakan pengerjaan ulang sebanyak 4 kali.
Sumbu y : Pembacaan absorbansi pada spektrofotometer.

Gambar 3. Kurva Deret Standar Asam Amino Lisin

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 69 – 76
Pemisahan Asam Amino Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kromatografi Penukar Ion…………………………….. | 74

NH2

H2N CH2 CH2 CH2 CH2 CH COOH


Gambar 4. Struktur Asam Amino Lisin (Hart et al., 2003)

protease sekitar 0 – 4,31 ppm (Tabel 2).


Asam amino lisin dipilih sebagai Kadar asam amino yang diperoleh masih
larutan standar baku karena struktur asam jauh dari yang diharapkan. Suplemen pada
amino lisin sederhana yaitu memiliki satu pakan ternak membutuhkan asam amino
gugus karboksil dan amino primer, keseluruhan sekitar 7.140 ppm (Utomo dan
sehingga mudah untuk bereaksi dengan Widjaja, 2004).
ninhidrin. Semua asam amino yang Sampel hidrolisat asam dan enzim
ditemukan pada protein mempunyai ciri protease mengalami perubahan warna biru
yang sama, gugus karboksil dan amino keungungan setelah perlakuan pemanasan
diikat pada atom karbon yang sama. seperti pada deret standar, walaupun warna
Masing-masing berbeda satu dengan yang yang dihasilkan tidak sepekat deret standar.
lain pada gugus R, yang bervariasi dalam Reaksi antara ninhidrin dengan gugus
struktur, ukuran, muatan listrik, dan amino primer membentuk warna ungu yang
kelarutan dalam air. Beberapa asam amino disebut juga dengan ungu Ruhemann
mempunyai reaksi yang spesifik yang karena ditemukan oleh Siegfried Ruheman
melibatkan gugus R. Lisin merupakan asam pada tahun 1910 (Gambar 5). Prinsip dari
amino polar tanpa muatan pada gugus R reaksi ini adalah semua asam amino
(Hart et al., 2003). bereaksi dengan triketohidrindena hidrat
atau yang disebut ninhidrin untuk
2. Kadar Asam Amino pada Sampel membentuk aldehida yang lebih kecil
Hidrolisis LCPKS dengan HCl 6N dengan membebaskan karbon dioksida,
dan Enzim Protease amonia dan menghasilkan warna biru
keunguan. Intensitas warna ini
Kadar asam amino yang diperoleh menunjukkan konsentrasi asam amino
pada sampel hasil hidrolisis LCPKS dengan bebas, semakin pekat warna yang diperoleh
HCl 6N yaitu sekitar 0 – 8,82 ppm (Tabel semakin tinggi konsentrasi asam amino
1) dan sampel hasil hidrolisis enzim pada sampel (Rohman dan Sumantri, 2007).

Tabel 1. Kadar Asam Amino pada Sampel hasil hidrolisis LCPKS dengan HCl 6N
No Konsentrasi Eluen NaCl (M) Kadar Asam Amino (ppm)
1 0 0
2 0,2 2,74
3 0,4 3,27
4 0,6 8,82
5 0,8 3,79
6 1 3,43

Tabel 2. Kadar Asam Amino pada Sampel hasil hidrolisis LCPKS dengan Enzim Protease
No Konsentrasi Eluen NaCl (M) Kadar Asam Amino (ppm)
1 0 0
2 0,2 3,79
3 0,4 2,40
4 0,6 4,31
5 0,8 2,74
6 1 2,75

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 69 – 76
75 | …………………………….Pemisahan Asam Amino Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kromatografi Penukar Ion

Gambar 5. Reaksi antara Asam Amino dengan Ninhidrin (Hart et al., 2003)

Pembacaan absorbansi yang bernilai kecil, DAFTAR PUSTAKA


dimungkinkan karena nilai limit deteksi dan
limit kuantitasi pada alat spektrofotometer Alaerts, G. 1987. Metode Penelitian Air.
UV-VIS lebih besar daripada kadar asam Usaha Nasional. Surabaya.
amino yang terkandung dalam sampel.
Limit deteksi atau Limit of Detection Anonimous. 2014. Ion-Exchange
(LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam Chromatography. Workshop on
sampel yang dapat dideteksi serta masih Protein Purification and
memberikan respon yang signifikan Characterization: 12-13.
dibanding dengan blanko. Limit kuantitasi
atau Limit of Quantity (LOQ) adalah Betty, J. S. 1996. Penanganan Limbah
kuantitas terkecil analit dalam sampel yang Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
masih dapat memenuhi kriteria cermat dan
seksama (Harmita, 2004). Sensitivitas pada Brown, J. E., I. Janet, K. Bea, L. Ellen, M.
alat spektrofotometer UV-VIS juga dapat Maureen. 2005. Nutrition Through
menjadi pertimbangan yang menyebabkan the Life Cycle. Wadsworth. USA.
hasil pembacaan absorbansi sampel bernilai
kecil, sehingga setelah dihubungkan nilai Habib, M. A. B., F.M. Yusoff, S. M. Phang,
slope dan intercept dari deret standar hasil K.J. Ang, S. Mohamed. 1997.
kadar asam amino pun bernilai kecil. Nutritional values of chironomid
larvae grown in palm oil mill effluent
and algal culture. Aquaculture. 158:
95-105.
KESIMPULAN
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan
Asam amino dari limbah cair Validasi Metode dan Cara
pabrik kelapa sawit dapat dipisahkan Perhitungannya. Majalah Ilmu
dengan cara kromatografi penukar ion dan Kefarmasian. 1:117-135.
dielusi dengan NaCl berbagai konsentrasi.
Hasil pemisahan menunjukkan tidak ada Hart, H., L. E. Craine, D. J. Hart. 2003.
perbedaan yang signifikan dari konsentrasi Kimia Organik, Suatu Kuliah
eluen NaCl. Regresi linear yang didapat Singkat. Erlangga. Jakarta.
dari deret standar asam amino lisin sebesar
0,9946 menunjukkan bahwa linearitas alat Hidayanto. 2007. Limbah Sawit sebagai
masih masuk standar yaitu mendekati 1. Sumber Pupuk Organik dan Pakan
Kadar asam amino yang diperoleh pada Ternak. Seminar Optimalisasi Hasil
sampel hasil hidrolisis LCPKS dengan HCl Samping Perkebunan Kelapa Sawit
6N yaitu berkisar antara 0 – 8,82 ppm dan dan Industri Olahannya sebagai
pada sampel hasil hidrolisis enzim protease Pakan Ternak. Samarinda.
yaitu berkisar antara 0 – 4,31 ppm, hasil
yang didapat masih jauh dari yang Hidayati, A. 2007. Petunjuk Praktikum
diharapkan. Kimia Analitik Dasar I.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 69 – 76
Pemisahan Asam Amino Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kromatografi Penukar Ion…………………………….. | 76

Laboratorium Kimia Dasar FT IAIN


Walisongo. Semarang. Satria, H. 1999. Disain Instalasi Pengolahan
Air limbah Industri Minyak Kelapa
Mahajoeno, E., W. L. Bibiana, H. S. Sawit. Skripsi. Institut Teknologi
Surjono, Siswanto. 2007. Potensi Bandung. Bandung.
Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa
Sawit untuk Produksi Biogas. Underwood, A. L. 2001. Analisis Kimia
Biodiversitas. IX (1) : 48-55. Kuantitatif. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Rahardjo, N. 2005. Permasalahan Teknis
Instalasi Pengolahan Air Limbah Utomo, B. N dan E. Widjaja. 2004. Limbah
Pabrik Minyak Kelapa Sawit. Padat Pengolahan Minyak Sawit
Laporan Teknis. Jakarta. sebagai Sumber Nutrisi Ternak
Ruminansia. Jurnal Litbang
Rohman, A dan Sumantri. 2007. Analisis Pertanian. XXIII (1).
Makanan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 69 – 76
HIDROLISIS ASAM PADA TEPUNG PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea
batatas L.) DALAM PEMBUATAN GULA CAIR

RTM Sutamihardja1), Nia Yuliani2), Hana Laelasari1)*, Devy Susanty1)


1)
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Nusa Bangsa Bogor
2)
Program Studi Biologi FMIPA Universitas Nusa Bangsa Bogor
Jl. KH Soleh Iskandar KM 4 Cimanggu Tanah Sareal, Bogor 16166
*
e-mail: hanalaela@gmail.com

ABSTRACT
Acid Hydrolysis on The Starch Flour of white sweet potato (Ipomoea batatas L.) in Making of
Liquid Sugar
National sugar needs for both direct consumption and for industrial needs will continue to increase as the
population increases. According to Dirjenbun, in 2014 the national sugar demand reaches 5.7 million tons.
Consisting of 2.8 million tons of white crystalline sugar for direct community consumption and 2.9 million tons of
refined crystal sugar to meet industrial needs. White sweet potato can be used as raw material for making liquid
glucose through hydrolysis process with acid (HCl). The preparation of liquid glucose consists of two stages:
gelatinization stage and hydrolysis stage. Optimum hydrolysis was determined by variations in HCl concentration of
0.25; 0.5; and 0.75 N and time variations of 30, 60, and 90 minutes. The yield of sweet potato starch was 28.82% and
the highest yield of hydrolysis result of white sweet potato starch was 94.07% at acid concentration 0.75 N with
hydrolysis time 90 minutes.

Keywords: white sweet potato, Flour of white sweet potato, liquid sugar, acid hydrolysis

ABSTRAK
Kebutuhan gula nasional baik untuk konsumsi langsung maupun untuk kebutuhan industri akan terus
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Menurut Dirjenbun, pada tahun 2014 kebutuhan gula
nasional mencapai 5,7 juta ton yang terdiri dari 2,8 juta ton gula kristal putih untuk konsumsi masyarakat langsung
dan 2,9 juta ton gula kristal rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri. Ubi jalar putih dapat dijadikan bahan baku
pembuatan glukosa cair melalui proses hidrolisis dengan asam (HCl). Pembuatan glukosa cair terdiri dari dua tahap
yaitu tahap gelatinisasi dan tahap hidrolisis. Hidrolisis optimum ditentukan dengan variasi konsentrasi HCl yaitu
0,25; 0,5; dan 0,75 N dan variasi waktu 30, 60, dan 90 menit. Rendemen pati ubi jalar didapatkan sebesar 28,82% dan
rendemen glukosa tertinggi hasil hidrolisis pati ubi jalar putih sebesar 94,07% pada konsentrasi asam 0,75 N dengan
waktu hidrolisis 90 menit.

Kata kunci: Ubi jalar putih, Tepung Pati Ubi Jalar Putih, Gula cair, hidrolisis asam

PENDAHULUAN
Produksi gula dalam negeri disebut gula cair, mengandung D-glukosa,
semakin tidak mampu memenuhi ke- maltosa, dan polimer D-glukosa yang
butuhan konsumsi dalam negeri sejak tahun dibuat melalui proses hidrolisis pati. Proses
1986, sehingga kekurangan tersebut harus hidrolisis pati menjadi glukosa cair dapat
ditutupi dengan penyediaan gula impor dilakukan dengan berbagai metode, seperti
yang terus meningkat dari tahun ke tahun metode hidrolisis (Triyono, 2008). Menurut
(Zaini, 2008). Memperhatikan besarnya Mayasari (2007), hidrolisis dipengaruhi
kebutuhan tersebut, maka diperlukan bahan oleh beberapa faktor salah satunya adalah
alternatif pengganti gula kristal putih. waktu hidrolisis dan konsentrasi asam
Alternatif sumber pemanis non tebu adalah berpengaruh terhadap rendemen glukosa
pati-patian. Ubi jalar melalui proses cair. Berdasarkan latar belakang tersebut
hidrolisis dapat meng-hasilkan glukosa cair maka perlu dilakukan optimasi konsentrasi
yang dapat digunakan untuk pemanis asam dan waktu hidrolisis untuk men-
makanan. Glukosa cair atau sering juga dapatkan rendemen ubi jalar yang optimal.
Hidrolisis Asam pada Tepung pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) dalam Pembuatan Gula Cair…………………………… | 78

Tabel 1. Standar Mutu Glukosa Cair


No. Komponen Spesifikasi
1. Air Maksimum 20%
2. Kadar Abu (dasar kering) Maksimum 1%
3. Gula Reduksi sebagai D-Glukosa Minimum 30%
4. Pati Tidak ternyata
5. Logam Berbahaya Negatif
6. Sulfur Dioksida 40 ppm
7. Pemanis Buatan Negatif
8. Warna Tak Berwarna sampai Kekuningan
9. Jumlah Bakteri Maksimum 500 koloni/gram
10. Kapang Negatif
11. Khamir 50 koloni/gram
12. Bakteri Golongan Koliform Negatif
Sumber: SNI 01-2978-1992

Tabel 2. Kandungan Gizi dan Kalori Ubi Jalar Dibandingkan dengan Beras, Ubi Kayu, dan
Jagung per 100 g Bahan

Kalori Karbohidrat Protein Lemak Vitamin A Vitamin C


Bahan
(kal) (gr) (gr) (gr) (SI) (mg)
Ubi jalar merah 123 27,9 1,8 0,7 7000 22
Beras 360 78,9 2,8 0,7 0 0
Ubi Kayu 146 34,7 1,2 0,3 0 30
Jagung Kuning 361 72,4 8,7 4,5 350 0
Sumber: Harnowo et al (1994) dalam Zuraida dan Supriati, 2001

Glukosa cair merupakan cairan pendapat bahwa ubi jalar berasal dari
jernih dan kental yang mengandung D- Polinesia. Komposisi ubi jalar sangat
glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa tergantung pada varietas dan tingkat
yang diperoleh dari hidrolisis pati, seperti kematangan serta lama penyimpanan.
tapioka, sagu, pati jagung, dan pati umbi- Karbohidrat dalam ubi jalar terdiri dari
umbian. Hidrolisis dapat dilakukan monosakarida, oligosakarida, dan poli-
dengan cara kimia atau enzimatis pada sakarida. Ubi jalar mengandung sekitar 16 -
waktu, suhu, dan pH tertentu. Gula dari 40% bahan kering dan sekitar 70-90% dari
pati mempunyai rasa dan kemanisan hampir bahan kering ini adalah karbohidrat yang
sama dengan gula tebu (sukrosa), bahkan terdiri dari pati, gula, selulosa, hemi-
ada yang lebih manis. Gula tersebut dibuat selulosa, dan pektin. Komposisi nilai gizi
dari bahan berpati seperti ubi kayu, ubi ubi jalar dibandingkan dengan beras, ubi
jalar, sagu, dan pati jagung. Standar mutu kayu, dan jagung per 100 g bahan
glukosa cair yaitu mempunyai kadar tercantum pada Tabel 2.
padatan kering minimum 70% dan
dekstrosa ekuivalen minimum 20% (Tabel BAHAN DAN METODE
1.).
Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Bahan dan Alat
Lamb) merupakan salah satu komoditi
pertanian yang mempunyai prospek untuk Bahan kimia yang digunakan
dikembangkan di lahan yang kurang subur adalah HCl (0,25; 0,5; dan 0,75 N),
dan sebagai bahan olahan ataupun sebagai Na2CO3, karbon aktif/kaolin, NaOH 30%,
bahan baku industri. Menurut sejarahnya, petroleum eter, air suling, H2SO4 pekat,
tanaman ubi jalar berasal dari Amerika campuran selen, Luff Schrool, KI 30%,
Tengah tropis, namun ada yang ber-

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 77 – 85
79 | …………………………….Hidrolisis Asam pada Tepung pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) dalam Pembuatan Gula Cair

Na2S2O3, Pb-asetat, heksana, amilum, lalu dimasukkan ke dalam autovlave pada


lugol, dan resin penikar anion kation. suhu 121 ºC dengan tekanan 1 atm selama
Alat yang digunakan adalah 30, 60 dan 90 menit.
wadah penampung tepung, peralatan gelas, Glukosa cair yang terbentuk di cek
termometer, stopwatch, penangas air, pH-nya dan dinetralkan, lalu ditambahkan
neraca analitik, cawan poselen, kotak arang aktif sebanyak 0,5 gram dan
timbang, desikator, oven, tanur, pipet didiamkan selama satu jam kemudian
volumetri, kertas saring, soxhlet, disaring. Filtrat hasil penyaringan dialirkan
penampung lemak, corong, pH meter, ke dalam kolom resin anion dan kation.
autoclave, kolom resin penukar anion Sampel diuapkan di dalam evaporator pada
kation. suhu 100 ºC. Hasil dari evaporasi
Metode selanjutnya dilakukan pengujian untuk
parameter kimia.
Tahapan penelitian meliputi
pengolahan ubi jalar putih dijadikan tepung c. Uji Proksimat
pati. Tepung ubi jalar tersebut diproses
menjadi glukosa cair. Proses pembuatan untuk mengetahui kandungan gizi
gula cair dilakukan dengan hidrolisis asam dari glukosa cair yang telah dihidrolisis
dengan HCl. Konsentrasi asam yang maka dilakukan pengujian proksimat.
digunakan adalah 0,25; 0,5; dan 0,75 N. Pengujian proksimat meliputi: kadar air,
Waktu yang digunakan adalah 30, 60, dan kadar abu, kadar protein, kadar lemak,
90 menit. dan kadar karbohidrat.
a. Pembuatan Pati Ubi Jalar Putih
(Koswara, 2013) HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pembuatan pati dari ubi jalar a. Determinasi Tanaman Ubi Jalar
putih yaitu dengan cara mengupas dan Putih
membersihkan ubi jalar putih dari kulitnya,
kemudian ubi jalar putih yang sudah bersih Uji yang dilakukan sebelum
ditimbang dan diparut. Hasil dari parutan pembuatan gula cair dari ubi jalar putih
singkong ditambahkan air secukupnya, adalah uji determinasi. Determinasi dari
diperas dan disaring dengan kain saring. suatu tanaman bertujuan untuk
Hasil penyaringan didiamkan selama 8 jam mengetahui kebenaran identitas tanaman
untuk mengendapkan patinya. Air pada tersebut, apakah tanaman tersebut benar-
bagian atas dibuang sedangkan endapan benar tanaman yang diinginkan. Ubi
pati dicuci dengan air dan diendapkan lagi jalar yang dideterminasi adalah ubi jalar
beberapa saat. Pati yang diperoleh putih yang berumur sekitar 4 bulan.
selanjutnya dikeringkan menggunakan oven Hasil determinasi tanaman ubi jalar
pada suhu 60 ºC selama 72 jam, lalu putih didapatkan hasil berupa ubi jalar
diblender dan diayak. putih berjenis Ipomea batatas (L.) Lam.,
suku Convolvilacea.
b. Pembuatan Glukosa Cair (Devita,
2013 modifikasi) b. Pembuatan Pati Ubi Jalar Putih

Pembuatan glukosa cair terdiri dari Berdasarkan hasil pembuatan pati


dua tahap yaitu tahap gelatinisasi dan tahap ubi jalar putih, maka didapatkan
hidrolisis. Pertama-tama ditimbang 25 gram rendemen pati ubi jalar putih sebesar
tepung pati ubi jalar putih dalam 28,82%. Menurut Koswara (2013)
erlenmeyer, lalu ditambahkan air mendidih rendemen pati ubi jalar sebesar 25-30%,
sebanyak 75 mL. Setelah itu dipanaskan di nilai rendemen pati tersebut masih
atas penangas dengan suhu 60-70 ºC hingga masuk dalam kisaran rendemen pati ubi
terbentuk gel. Sampel di tambahkan HCl jalar putih.
(0,25; 0,5; dan 0,75 N) sebanyak 15 mL,

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 77 – 85
Hidrolisis Asam pada Tepung pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) dalam Pembuatan Gula Cair…………………………… | 80

Rendemen pati ubi jalar putih dapat digunakan untuk proses hidrolisis menjadi
di pengaruhi beberapa faktor, yaitu: gula cair. Hasil pengujian proksimat tepung
umur tanaman ubi jalar putih dan lama pati ubi jalar putih dapat dilihat pada
penyimpanan setelah panen. Umur Gambar 1. Berdasarkan hasil uji proksimat,
tanaman ubi jalar putih yang ideal untuk karbohidrat merupakan komponen utama
di panen sekitar 3,5-5 bulan sehingga pada Ubi Jalar putih dengan kadar 85,75%.
kandungan pati di dalamnya optimal. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa
Menurut Julianti (2011), untuk Ubi Jalar putih mengandung karbohidrat
mendapatkan pati ubi jalar putih yang yang tinggi. Dengan kadar karbohidrat yang
optimal maka setelah panen ubi jalar tinggi ini, maka Ubi Jalar putih memiliki
sebaiknya segera diolah dan tidak potensi yang cukup besar untuk dijadikan
dilakukan penyimpanan. Toleransi bahan baku gula cair. Semakin tinggi kadar
penyimpanan ubi jalar putih setelah karbohidrat suatu bahan makanan, maka
panen dapat dilakukan maksimum 7 kadar glukosanya juga akan banyak,
hari. Menurut Onggo (2006), sehingga memungkinkan untuk men-
karbohidrat di dalam ubi jalar berpotensi dapatkan rendemen glukosa yang tinggi
mengalami perubahan selama penyim- setelah hidrolisis.
panan, enzim amilase yang terdapat Kadar protein pada ubi jalar putih
pada ubi jalar putih dapat mengubah yaitu 0,96%. Menurut Winarno (2002),
karbohidrat menjadi glukosa secara kadar protein dapat mempengaruhi warna
alami, ketika ubi segar disimpan maka gula cair. Protein dan gula pereduksi dapat
karbohidrat dalam ubi segar akan bereaksi menghasilkan warna kuning
mengalami perubahan yang menye- kemerahan. Kandungan lemak di dalam
babkan kandungan pati ubi jalar akan tepung pati ubi jalar mempengaruhi kualitas
berkurang dan mempengaruhi rendemen dari tepung pati ubi jalar. Hal ini karena
pada pati ubi jalar. kadar lemak yang tinggi akan menimbulkan
ketengikan pada saat penyimpanan. Serat
c. Analisis Proksimat Tepung Pati Ubi kasar merupakan serat yang tidak dapat
Jalar Putih dihidrolisis oleh asam. Rendahnya nilai
serat kasar dapat menguntungkan dalam
Uji proksimat dilakukan untuk proses hidrolisis, karena sisa hasil hidrolisis
mengetahui kualitas dari tepung pati yang tidak akan banyak.

85,75
90
80
Persentase (%)

70
60
50
40
30
20 4,77 0,26 0,96 0,16 0,096
10
0

parameter uji
Gambar 1. Nilai Proksimat Tepung Pati Ubi Jalar Putih

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 77 – 85
81 | …………………………….Hidrolisis Asam pada Tepung pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) dalam Pembuatan Gula Cair

d. Rendemen Gula Cair


e. Gula Pereduksi
Banyaknya jumlah gula cair hasil
hidrolisis dapat diketahui dengan meng- Gula pereduksi merupakan gula
hitung rendemen yang dihasilkan. Nilai yang dapat mereduksi senyawa yang
rendemen gula cair dengan berbagai variasi mengandung logam bersifat oksidator. Hal
konsentrasi asam dan variasi waktu ini karena gula pereduksi mempunyai gugus
hidrolisis dapat dilihat pada Gambar 2. aldehid atau keton (Winarno, 2002). Gula
Rendemen tertinggi hasil hidrolisis pati ubi yang termasuk ke dalam gula pereduksi
jalar putih sebesar 94,07% pada konsentrasi adalah glukosa, maltosa, fruktosa dan
asam 0,75 N dengan waktu hidrolisis 90 laktosa. Berdasarkan Gambar 3, kadar gula
menit. Hal ini menunjukkan bahwa hampir pereduksi tertinggi sebesar 74,3% pada
seluruh pati ubi jalar putih terhidrolisis konsentrasi HCl 0,5 N dengan waktu
dengan sempurna. Nilai serat kasar yang hidrolisis 90 menit. Jika di bandingkan
rendah pada pati ubi jalar putih dengan kadar gula pereduksi SNI, kadar
menunjukkan kecilnya kandungan serat gula pereduksi ini masih memenuhi standar,
yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam batas terendah nilai gula pereduksi SNI
sehingga sisa hasil hidrolisis hanya sedikit. adalah 30%. Nilai gula pereduksi pada
Berdasarkan Gambar 2, waktu hidrolisis konsentrasi 0,75 N mempunyai nilai gula
berpengaruh pada nilai rendemen gula cair. pereduksi yang lebih kecil dibandingkan
Semakin lama waktu hidrolisis, rendemen dengan nilai gula pereduksi pada
gula cair yang dihasilkan semakin tinggi. konsentrasi asam 0,5 N, hal ini disebabkan
Konsentrasi HCl juga mempengaruhi karena terjadinya reaksi kebalikan dari
rendemen gula cair. HCl dengan kon- molekul glukosa dan maltosa membentuk
sentrasi yang lebih tinggi dan dengan waktu oligosakarida yang lebih tinggi yang
yang lebih lama menghasilkan rendemen bersifat non pereduksi. Berdasarkan hal
yang lebih tinggi. Triyono (2008) tersebut, maka untuk menghidrolisis pati
melaporkan jumlah rendemen gula cair menjadi gula cair paling baik dilakukan
yang dihidrolisis dengan HCl 0,1 N pada konsentrasi HCl 0,5 N dengan waktu
sebanyak 37,91% dan dengan meng- hidrolisis 90 menit.
gunakan HCl 0,2 N diperoleh rendemen
sebanyak 37,07%.

100 94,07
90

80
77,29
71,49
67,34
70 63,67
60
rendemen (%)

47,92
50
39,06
40
32,84 34,55
30

20

10

30 menit 60 menit 90 menit

waktu hidrolisis
0,25 N 0,5 N 0,75 N
Gambar 2. Rendemen Gula Cair dengan Variasi Konsentrasi Asam dan Waktu Hidrolisis

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 77 – 85
Hidrolisis Asam pada Tepung pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) dalam Pembuatan Gula Cair…………………………… | 82

80 74,3
69,75
70

Konsentrasi gula pereduksi (%)


62,94 62,56
60 56,46
50
41,97
40 33,23
30,7 31,37
30
20
10
0
30 menit 60 menit 90 menit
Waktu Hidrolisis

0,25 N 0,5 N 0,75 N

Gambar 3. Konsentrasi Gula Pereduksi dengan Variasi Konsentrasi Asam dan Waktu
Hidrolisis

Tabel 3. Karakteristik Fisika Glukosa Cair


Waktu Konsentrasi Parameter
(menit) (N) Bau Rasa Warna
0,25 Khas Manis Kuning (+)
30 0,5 Khas Manis Kuning (+)
0,75 Khas Manis Kuning (+)
0,25 Khas Manis Kuning (+)
60 0,5 Khas Manis Kuning (+)
0,75 Khas Manis Kuning (+)
0,25 Khas Manis Kuning (+)
90 0,5 Khas Manis Kuning (++)
0,75 Khas Manis Kuning (++++)
SNI 01-2978-1992 Tidak berbau Manis Tidak berwarna

Berdasarkan hasil rendemen dan baik maka hidrolisis pati dilakukan pada
nilai gula pereduksi yang didapatkan, nilai konsentrasi HCl 0,5 N selama 90 menit.
rendemen yang tinggi tidak berbanding
lurus dengan nilai gula pereduksi hasil f. Karakteristik fisika
hidrolisis. Pada hidrolisis pati dengan
konsentrasi HCl 0,75 N selama 90 menit, Karakteristik fisika glukosa cair
didapatkan nilai rendemen tertinggi, akan terdiri dari beberapa pengujian, yaitu uji
tetapi nilai gula pereduksi mengalami rasa, bau, warna, dan rendemen glukosa
penurunan. Nilai gula pereduksi didapatkan cair yang terbentuk (Tabel 3). Pada
pada hidrolisis pati dengan konsentrasi HCl umumnya glukosa cair yang dihasilkan
0,5 N selama 90 menit. Berdasarkan hasil dengan hidrolisis menggunakan HCl
tersebut, untuk mendapatkan gula cair yang memiliki aroma khas dengan rasa manis.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 77 – 85
83 | …………………………….Hidrolisis Asam pada Tepung pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) dalam Pembuatan Gula Cair

Menurut SNI 01-2978-1992, glukosa cair warna biru tua sampai hitam setelah
yang baik seharusnya tidak memiliki penambahan pereaksi lugol. Hasil positif
aroma, manis, dan tidak berwarna. Warna pada uji lugol menandakan adanya
glukosa cair yang dihasilkan yaitu kuning. kandungan pati. Uji lugol untuk gula cair
Penggunaan konsentrasi HCl yang lebih hasil hidrolisis dengan konsentrasi asam
tinggi pada waktu hidrolisis yang lama 0,75 N dan waktu hidrolisis 90 menit
(90 menit), memberikan warna kuning memberikan nilai yang negatif, karena
yang lebih pekat. warna yang terbentuk hasil penambahan
pereaksi lugol pada gula cair berwarna
g. Uji Kualitatif Kandungan Pati kuning terang. Pembentukan warna
tersebut dapat menunjukkan bahwa
Uji kualitatif kandungan pati pada proses hidrolisis telah sempurna, karena
gula cair dari ubi jalar putih dilakukan pati yang terkandung telah diubah
dengan pereaksi lugol (Gambar 4). Hasil seluruhnya menjadi gula cair
positif pada uji lugol adalah terbentuknya

Gambar 4. Hasil Uji Kualitatif Pati dengan Pereaksi Lugol

80 69,99
70
60
kadar (%)

50
40
27,13
30
20
10 1,70 0,39 0,18
0
Kadar air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar
karbohidrat
parameter uji
Glukosa cair optimal SNI Glukosa cair

Gambar 5. Hasil Uji Proksimat Gula Cair

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 77 – 85
Hidrolisis Asam pada Tepung pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) dalam Pembuatan Gula Cair…………………………… | 84

h. Proksimat Gula Cair Kerusakan protein tersebut dapat


dikarenakan suhu yang terlalu tinggi.
Gula cair hasil hidrolisis kemudian di uji
proksimat. Hal ini bertujuan untuk 4) Kadar Lemak
mengetahui kandungan gizi yang terdapat Berdasarkan pada Gambar 5, kadar
pada gula cair. Hasil dari uji proksimat pada lemak pada gula cair sebesar 0,18%.
gula cair dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil tersebut, gula cair
mengandung lemak yang kecil,
1) Kadar Air sehingga ketika di konsumsi berlebihan
Pengujian kadar air pada gula cair tidak akan membahayakan bagi
dilakukan untuk menentukan kandungan air kesehatan. Nilai kandungan lemak pada
yang terdapat dalam gula cair. Kadar air gula cair hasil hidrolisis lebih tinggi
didapatkan sebesar 27,13%, hasil ini lebih dibandingkan pada pati tepung ubi jalar
besar dibandingkan dengan kadar air SNI putih. Hal ini dapat disebabkan oleh
yang digunakan, karena pada proses terdapatnya lemak pada bahan
evaporasi air yang terkandung di dalam gula tambahan sehingga nilai lemak pada
masih belum banyak yang menguap. gula cair bertambah sedikit
Tingginya kadar air pada gula cair akan
berpengaruh pada tingkat kekentalan gula 5) Kadar Karbohidrat
cair. Untuk mendapatkan kadar air yang Berdasarkan Gambar 5, nilai kadar
lebih kecil, maka waktu yang dibutuhkan karbohidrat pada gula cair didapatkan
untuk evaporasi harus ditambah. sebesar 69,99%. Nilai kadar karbohidrat
pada gula cair lebih rendah di
2) Kadar Abu bandingkan dengan nilai kadar
Nilai kadar abu pada gula cair karbohidrat pada pati ubi jalar sebesar
didapatkan sebesar 1,70%, nilai tersebut 85,75%. Penurunan karbohidrat sebesar
lebih tinggi dari nilai SNI yang digunakan 18,38%dapat terjadi karena karbohidrat
yaitu sebesar 1,0%. Nilai tersebut pada pati ubi jalar telah dihidrolisis
menunjukkan bahwa kandungan mineral menjadi gula cair sehingga kandungan
atau bahan anorganik di dalam gula cair karbohidratnya berkurang.
tinggi. Hal ini dapat disebabkan pada
proses pembuatan gula cair terdapat KESIMPULAN
penambahan bahan anorganik yang dapat Berdasarkan hasil penelitian dan
mempengaruhi nilai kadar abu. Na 2CO3 pembahasan , maka dapat disimpulkan
merupakan bahan kimia yang digunakan bahwa ubi jalar putih dapat di jadikan
dalam penetralan gula cair, Na 2CO3 akan bahan baku pembuatan gula cair
bereaksi dengan HCl membentuk NaCl melalui proses hidrolisis dengan asam
yang merupakan garan anorganik yang (HCl). Rendemen pati yang didapat
dapat mempengaruhi nilai kadar abu. sebesar 28,82%, dengan rendemen gula
cair tertinggi sebesar 94,07% pada
3) Kadar Protein konsentrasi asam 0,75 N waktu
Kadar protein pada gula cair hidrolisis 90 menit, kadar gula
didapatkan sebesar 0,39%. Kadar protein pereduksi tertinggi di dapatkan pada
untuk gula cair belum mempunyai SNI konsentrasi asam 0,5 N dengan waktu
sehingga nilai kadar protein masih belum hidrolisis 90 menit sebesar 74,30%.
bisa dibandingkan dengan standar mutu. Gula cair hasil hidrolisis tidak
Nilai kadar protein pada gula cair memenuhi syarat SNI 01-2978-1992
dibandingkan dengan kadar protein dilihat dari parameter warna dan bau
tepung pati yang dihidrolisis lebih kecil. gula cair.
Hal ini dapat disebabkan adanya protein
yang rusak pada saat proses hidrolisis.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 77 – 85
85 | …………………………….Hidrolisis Asam pada Tepung pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) dalam Pembuatan Gula Cair

DAFTAR PUSTAKA “Cilembu” Selama Penyimpanan.


Skripsi. Program Studi Budidaya
Pertanian. Universitas Padjajaran.
Devita, C. 2013. Perbandingan Metode
Bandung.
Analisis Menggunakan Enzim
Amilase dan Asam dalam Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-
pembuatan Sirup Glukosa dari Pati 2978-1992: Gula Cair.
Ubi Jalar Ungu. Skripsi. Fakultas
Triyono, A. 2008. Karakteristik Gula
MIPA. Universitas Negeri
Glukosa dari Hasil Hidrolisis Pati
Semarang. Semarang.
Umbi Jalar (Lpomea batatas) dalam
Julianti, E. 2011. Karakteristik Umbi dan Upaya Pemanfaatan Pati Umbi-
Pati Dua Varietas Umbi Jalar Putih umbian. Prosiding Seminar
Berbagai Dosis Pupuk Kalium. Nasional 2008. B2PTTG-LIPI.
Skripsi. Program Studi Teknik Subang.
Pangan. Universitas Sumatera
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan
Utara.
Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Koswara, S.2013. Pengolahan Ubi Jalar. Jakarta.
Departemen Ilmu dan Teknologi
Zaini, A. 2008. Pengaruh Harga Gula
Pangan dan Seafast Center IPB,
Impor Harga Gula Domestik dan
IPB. Bogor.
Produk Gula Domestik Terhadap
Mayasari, T. S. 2007. Pengaruh Lama Permintaan Gula impor di
Hidrolisis Dan Konsentrasi Asam Indonesia. EPP Vol 5 No:2 hal 1-9.
Terhadap Rendemen Dan Mutu Skripsi. Program Studi Agribisnis
Sirup Glukosa Dari Pati Pisang Fakultas Pertanian Universitas
Kepok (Musa Paradisiaca L.). Munawarman. Samarinda
Skripsi. Departemen Teknologi
Zuraida N dan Y. Supriati. 2001. Usahatani
Pertanian, Fakultas Pertanian,
Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan
Universitas Sumatera Utara
Alternatif dan Diversifikasi Sumber
Onggo, T. M. 2006. Perubahan Komposisi Karbohidrat. Buletin AgroBio. 4(1):
Pati dan Gula Dua Jenis Ubi Jalar 13-23.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 6, No.2, Juli 2016, 77 – 85
UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para pakar/mitra


bestari/rekan setara yang telah diundang sebagai penelaah oleh Jurnal Sains
Natural dalam Volume 6 No. 2, Tahun 2016. Berikut ini adalah daftar nama
pakar/mitra bestari/rekan setara yang berpartisipasi :

1. Dr. Rudhy Gustiano, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor
2. Prof. Dr. RTM Sutamiharja., M.Ag (Chem)
3. Dr. Padmono, Universitas Nusa Bangsa, Bogor
4. Drs. Agus Taufik, M.Si., Akademi Kimia Analis (AKA), Bogor
5. Prof. Dr. Supriyono Eko Wardoyo., Universitas Nusa Bangsa, Bogor
6. Djadjat Tisnadjaya, Drs., M.Tech, LIPI, Bogor
7. Dr. Ridha Arizal, M.Sc., Universitas Nusa Bangsa, Bogor
PETUNJUK BAGI CALON PENULIS

1. Umum
a) Penulis artikel ilmiah adalah siapa saja yang berlatar belakang, berkecimpung atau berminat
dalam bidang Biologi dan kimia
b) Tanggung jawab atas isi tulisan yang dimuat tetap berada pada penulis
c) Tulisan belum pernah diterbitkan di Jurnal Ilmiah lainnya
2. Penampilan
a). Dianjurkan artikel kurang lebih antara 10-13 halaman cetak 1 spasi,
b). Artikel dengan format : font (huruf) Times New Roman (12 pt-bold untuk judul utama, 11 pt-
bold untuk sub judul, 9 pt-normal untuk isi abstrak dan foot note, 11 pt-bold untuk setiap
judul bab dan 11 pt-normal untuk isi tulisan)
c). Judul utama dan judul bab semua menggunakan huruf besar (capital letter).
3. Gaya Penulisan
a) Menerima artikel ilmiah berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris
b). Judul artikel tidak boleh lebih dari 12 kata dalam tulisan berbahasa Indonesia, atau 10 kata
tulisan berbahasa Inggris
c). Nama-nama penulis tanpa gelar atau jabatan dan kepangkatan yang disandangnya, dengan
mencantumkan alamat lembaga tempat kegiatan penelitian, serta alamat korespondensi kalau
berbeda dengan lembaga tersebut berikut alamat e-mail kalau ada, langsung di bawah nama
penulis
d). Artikel harus disertai satu paragraf abstrak berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris (berkisar
75-250 kata) lengkap disertai nama pengarang dan judul artikel, abstrak ditutup dengan
keywords yang terdiri dari 5 kata kunci menyangkut naskah yang ditulis.
e). Naskah harus lengkap dengan : Judul, Nama Penulis, Afiliasi, Abstrak, Pendahuluan, Bahan
dan Metode ( dalam bahan dan metode penelitian ini dikemukakan bahan-bahan yang
digunakan serta prosedur penelitian untuk menguji hipotesis secara empiris), Hasil dan
Pembahasan (dalam hal ini dikemukakan hasil penelitian termasuk pengujian hipotesis serta
dibahas mengapa hal itu terjadi dengan membandingkan antara hasil faktual dengan teori
yang ada), Kesimpulan dan saran (dalam hal ini dikemukakan intisari hasil penelitian serta
saran yang dapat dikemukakan baik secara praktis maupun guna laksana) dan Daftar Pustaka
(meliputi : nama pengarang, tahun penerbitan, judul buku/jurnal lengkap, Nama
publikasi/penerbit, nomor publikasi, dan halaman (untuk jurnal), Daftar pustaka disusun
berurut berdasarkan abjad sesuai dengan nama belakang pengarang.
4. Substansi (Isi artkel)
a). Artikel berupa :
Laporan hasil penelitian ilmiah (antara lain: survey, studi kasus, percobaan/eksperimen) atau
hasil kajian teoritis yang ditujukan untuk memajukan teori yang ada atau mengadaptasi teori
pada suatu keadaan setempat, dan atau hasil penelaahan teori dengan tujuan mengulas dan
menyintesis teori-teori yang ada
b). Seyogyanya ada ketuntasan penggarapan (tidak hanya mengulang penelitian sejenis
sebelumnya, tidak memermutasikan metodologi dan obyek, tidak memecah suatu satu
persoalan penelitian dalam serangkaian tulisan).
c). Tidak menerima artikel yang hanya bersifat ulasan (review).
d). Tidak ada plagiarisme antara lain adalah menyalin hasil kerja orang lain tanpa menuliskan
sumber, termasuk karya yang dipublikasikan dan karya mahasiswa, kalau terbukti ada maka
artikel akan ditolak dan penulis akan dimasukan pada black list kami
e) Seyogyanya jangan terlalu sering pengarang mengacu pada diri sendiri (self citation)
f). Seyogyanya sumber acuan primer (artikel dalam berkala ilmiah, dissertasi, tesis, dokumen
paten, karya-karya ilmiah klasik orisinal) tidak kurang dari 40%
g). Seyogyanya pengacuan pada karya ilmiah 10 th terakhir tidak kurang dari 5%.

Anda mungkin juga menyukai