A. Pengertian Aksiologi
Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi: nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang
prinsip-prinsip nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno,
terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi
aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.1 Aksiologi dipahami sebagai
teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut John Sinclair, dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik,
sosial dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan
sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.2 Menurut
Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang di peroleh.3
Aksiologi dibagi kepada tiga bagian menurut Sumantri, yaitu: (1) Moral Conduct
(tindakan moral), bidang ini melahirkan disiplin ilmu khusus yaitu “ilmu etika” atau nilai
etika. (2) Esthetic Expression (Ekspresi Keindahan), bidang ini melahirkan konsep teori
keindahan atau nilai estetika. (3) Sosio Political Live (Kehidupan Sosial Politik), bidang
ini melahirkan konsep Sosio Politik atau nilai-nilai sosial dan politik.4 Aksiologi adalah
suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam
kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian manusia. Socrates
berpendapat bahwa masalah yang pokok adalah kesusilaan, tetapi semenjak masa hidup
socrates masalah hakikat yang-baik senantiasa menarik banyak kalangan dan dipandang
bersifat hakiki serta penting untuk dapat mengenal manusia.5
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari
sudut kefilsafatan. Sejalan dengan itu, Sarwan menyatakan bahwa aksiologi adalah studi
tentang hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan
kebenaran). Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi dari nilai-
nilai etika dan estetika.
1
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), hlm. 36
2
Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu diakses tanggal 25
April 2018
3
S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1996), hlm. 234
4
Ibid.,hlm. 340
5
Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat. (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1986), hlm. 325
6
Filsafat Pendidikan, dalam http://dedihendriana.wordpress.com/2012/02/10/filsafat-pendidikan, di
akses tanggal 26 April 2018
7
Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006), hlm. 37
8
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Baya Madya Pratama. 1997), hlm. 70-71
9
Sahabuddin, Filsafat Pendidikan suatu Pengantar kedalam Pemikiran, Pemahaman, dan Pengamalan
Pendidikan Bersendikan Filsafat (Ujung Pandang: Program Pascasarjana IKIP, 1997), hlm. 191-196
10
Djuberansyah Indar, Filsafat Pendidikan (Surabaya: Karya Abdi Tama, 1994), hlm. 136.
11
Jalaluddin dan Abdullah Idi, op. cit., hlm. 87.
12
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Pengantar Mengenai Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi
Offset, 1990), hlm. 15
13
Uyoh Sadulloh, Op. Cit., hlm. 38-39
14
Ibid., hlm. 40
15
K. Bertens. Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 25.
16
Hadi Masruri, filsafat sains dalam Al Qur’an, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 114
17
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakata: Kencana, 2008), hlm. 2