Anda di halaman 1dari 32

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga makalah KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT tentang “SYOK”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
nilai mata kuliah KEPERAWATAN GAWAT DARURAT.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada Yth :

1. Bpk.Ahmad Subandi, M.Kep., Sp.Kep.An selaku ketua STIKES AL-


IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
2. dr. Eko Priyono selaku Dosen Mata Kuliah KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT
3. Orang tua saya yang telah membantu baik moral maupun materi
4. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih belum


sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari
guru mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi saya untuk
lebih baik di masa yang akan datang.

Cilacap , 04 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
A. Definisi ......................................................................................................... 3
B. Macam-Macam Syok ................................................................................... 4
C. Penyebab .................................................................................................... 17
D. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 18
E. Penatalaksanaan ......................................................................................... 19
F. Diagnosis Syok ........................................................................................... 25
G. Komplikasi Syok ....................................................................................... 26
H. Asuhan Keperawatan Emergensi Klien Dengan Syok .............................. 26
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 27
A. Kesimpulan ................................................................................................ 27
B. Saran ........................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit
tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya
standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan respons time yang cepat dan tepat (KepMenKes, 2009).
Sebagai salah satu penyedia layanan pertolongan, dokter dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat agar dapat menangani kasus-
kasus kegawatdaruratan (Herkutanto, 2007; Napitupulu, 2015).
Salah satu kasus kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera
adalah syok. Syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai tidak
adekuatnya transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan
hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan
tahanan vaskuler sistemik, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian
ventrikel, dan sangat kecilnya curah jantung. Berdasarkan bermacam-macam
sebab dan kesamaan mekanisme terjadinya, syok dapat dikelompokkan
menjadi empat macam yaitu syok hipovolemik, syok distributif, syok
obstruktif, dan syok kardiogenik (Hardisman, 2013).
Syok hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah
secara akut (syok hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi di negara-negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi.
Salah satu penyebab terjadinya syok hemoragik tersebut diantaranya adalah
cedera akibat kecelakaan. Menurut World Health Organization (WHO) cedera
akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta kematian
diseluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai
6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok

1
hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai
36% (Diantoro, 2014).

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalahnya adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan syok ?
2. Apa saja macam-macam syok ?
3. Apa saja penyebab dari syok ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari syok ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari syok ?
6. Bagaimana cara mendiagnosis syok ?
7. Apa saja komplikasi dari syok ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan emergensi klien dengan syock ?

C. TUJUAN
Adapun tujuannya adalah mahasiswa mampu :
1. Memahami pengertian dari syok
2. Memahami macam-macam syok
3. Memahami penyebab dari syok
4. Memahami manifestasi klinis dari syok
5. Memahami penatalaksanaan dari syok
6. Memahami cara mendiagnosis syok
7. Memahami komplikasi dari syok
8. Memahami asuhan keperawatan emergensi klien dengan syok

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SYOK

A. DEFINISI
Shock adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif, kemudian
diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya
gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah
bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan shock. Seseorang dengan cidera
harus dikaji segera untuk menentukan adanya shock. Penyebab syok harus
ditentukan (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik shock).
(Bruner & Suddarth,2002).
Shock adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi
yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan,
dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian
Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan shock dan homeostasis,
shock adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan.
Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke
seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak
diperlukan. Shock merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang
agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi
intensif
Shock adalah sutu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan,
dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi, 2006). Shock
dapat didefinisikan sebagai gangguan system sirkulasi yang menyebabkan
tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Jaringan akan kehilangan
oksigen dan bisa cedera. (Az Rifki, 2006)

3
B. MACAM-MACAM SHOCK
1. Shock kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung).
a. Definisi
Syok kardiogenik adalah kondisi di mana jantung mengalami
gangguan secara mendadak, sehingga tidak mampu mencukupi
pasokan darah yang dibutuhkan oleh tubuh. Walaupun jarang terjadi,
kondisi ini umumnya merupakan komplikasi dari serangan jantung
dan membutuhkan pengobatan segera.
b. Penyebab
Disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik
ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu
menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan
perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan
mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit
jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung,
rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung,
kelainan katub atau sekat jantung.
c. Patofisiologi
Tanda dan gejala shock kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi
patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan
penurunan curah jantung yang ada pada gilirannya menurunkan
tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri
coroner berkurang sehingga asupan oksigen ke jantung untuk
memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik shock
kardiogenik adalah tekanan darah rendah , nadi cepat, dan lemah,
hipoksia otak yang termanisfestasi dengan adanya konfusi dan agitasi
penurunan keluaran urine, serta kulit yang dingin dan lembab.

4
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung seperti
pada gagal jantung. Penggunaan kateter arteri pulmonal untuk
mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting
untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan
yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik
Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.
d. Diagnosis
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah
berdasarkan:
1) Keluhan Utama Syok Kardiogenik
a) Oliguri (urin < 20 mL/jam).
b) Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
c) Nyeri substernal seperti IMA.
2) Tanda Penting Syok Kardiogenik
a) Tensi turun < 80-90 mmHg
b) Takipneu dan dalam
c) Takikardi.
d) Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
e) Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
f) Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering
terdengar.
g) Sianosis.
h) Diaforesis (mandi keringat).
i) Ekstremitas dingin.
j) Perubahan mental.
2. Shock hipovolemik (akibat penurunan volume darah)
a. Pengertian
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum
ditandai dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh
terkandung dalam kompartemen intraselular dan ekstraseluler. Cairan

5
intra seluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan
cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen
intravascular dan intersisial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira
3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi
jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini
akanmenggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria
dgn berat badan 70 kg. Paling sering, syok hipovolemik merupakan
akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).
b. Patofisiologi Syok Hipovolemik
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan
mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem
hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang
berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2
lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan
tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada
sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan
kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan
menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk
menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk
yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok
hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Respon ini terjadi akibat peningkatanpelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh
baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh
darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan
mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi
perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.

6
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik
dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler.
Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang
selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah
hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya
membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu
vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron
dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi
aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan
meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH
dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap
penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor).
Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air
dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan
lengkung Henle.
c. Tanda dan Gejala
1) Gejala syok hipovolemik ringan
a) sakit kepala
b) kelelahan
c) mual
d) berkeringat banyak
e) pusing
2) Gejala syok hipovolemik berat
a) kulit dingin atau lembab
b) kulit pucat
c) pernapasan dangkal dan cepat
d) denyut jantung cepat
e) sedikit atau tidak ada urin yang dihasilkan
f) kebingungan
g) kelemahan

7
h) nadi lemah
i) bibir biru dan kuku
j) rasa melayang
k) hilang kesadaran
Jika terjadi pendarahan internal, maka akan disertai dengan gejala
berikut:
a) sakit perut
b) darah dalam tinja
c) BAB warna hitam (melena)
d) darah dalam urin
e) muntah darah
f) sakit dada
g) perut membesar
3. Shock distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah
berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus
simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-
kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu
1) Syok Neorugenik
a) Pengertian
disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat
vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara
mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf

8
(seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum
yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik
terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah
splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi
vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang
panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing
dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan,
umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara
spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan
syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab
yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan
hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik
dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi perifer.
b) Gejala Syok Neurogenik
Syok neurogenik merupakan keadaan gawat darurat yang
menyebabkan penurunan tekanan darah karena sirkulasi darah
yang tidak normal. Selain penurunan tekanan darah, syok
neurogenik juga akan mengakibatkan lemahnya detak jantung
dan penurunan suhu tubuh. Hal tersebut akan menimbulkan
gejala pusing, mual, muntah, pandangan kosong, pingsan,
mengeluarkan banyak keringat, gelisah, dan kulit pucat. Pada
tahap yang lebih berat lagi, penderita dapat mengalami sesak
napas, nyeri dada, dan bibir serta jari membiru (sianosis).
Gejala yang ditimbulkan oleh cedera saraf tulang
belakang dapat timbul segera akibat kerusakan langsung dari
saraf (primer), atau terjadi lambat hingga beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera (sekunder). Syok neurogenik

9
sekunder ini biasanya terjadi akibat kerusakan pembuluh
darah di saraf tulang belakang.
c) Diagnosis Syok Neurogenik
Diagnosis dilakukan secara cepat dengan mengetahui
riwayat kejadian yang dapat menyebabkan syok neurogenik
dan melakukan pemeriksaan fisik kepada pasien, seperti
mengukur tekanan darah, menilai denyut nadi, serta suhu
tubuh. Syok neurogenik merupakan keadaan gawat darurat
yang harus segera ditangani untuk menghindari akibat yang
fatal.
Setelah keadaan pasien sudah stabil, untuk mengetahui
tingkat keparahan cedera yang dapat mengakibatkan syok
neurogenik, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, salah
satunya adalah CT scan. Dengan pemindaian ini, dokter dapat
melihat seberapa parah cedera yang terjadi dan mendeteksi
jika terjadi perdarahan dalam atau kerusakan lainnya.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah MRI, yang dapat
memperlihatkan struktur bagian dalam tubuh, terutama tulang
belakang.
2) Syok Anafilaktik
a) Pengertian
Syok anafilaksis merupakan suatu reaksi alergi tipe yang
fatal dan dapat menimbulkan “bencana”, yang dapat terjadi
dalam beberapa detik-menit, sebagai akibat reaksi antigen
antibody, pada orang-orang yang sensitive setelah pemberian
obat-obat secara parentral, pemberian serum / vaksin atau
setelah digigit serangga.
Reaksi ini diperankan oleh IgE antibody yang
menyebabkan pelepasan mediator kimia dari sel mast dan sel
basofil yang beredar dalam sirkulasi berupa fistamin, SRS-A,
serotonin dll.

10
b) Etiologi
Faktor pemicu timbulnya anafilaktik pada anak-anak, remaja,
dan dewasa muda adalah sebagian besar oleh makanan.
Sedangkan gigitan serangga dan obat-obatan menjadi pemicu
timbulnya reaksi ini pada kelompok usia pertengahan dan
dewasa tua. Reaksi anafilaksis juga dapat dipicu oleh agen
kemoterapi, seperti carboplatin, doxorubicin, cetuximab,
infliximab. Agen lain yang dapat menyebabkan reaksi ini
adalah radiocontrast media, latex yang biasa ditemukan di
sungkup, endotrakeal tube, cuff tensimeter, kateter, torniket,
udara yang terlalu dingin atau air yang dingin. Sensitivitas
host, dosis, kecepatan, cara, dan waktu paparan dapat
mempengaruhi reaksi anafilaksis, dimana paparan oral lebih
jarang menimbulkan reaksi.
c) Patofisiologi
Mekanisme umum terjadinya reaksi anafilaksis dan
anafilaktoid adalah berhubungan dengan degranulasi sel mast
dan basophil yang kemudian mengeluarkan mediator kimia
yang selanjutnya bertanggung jawab terhadap symptom.
Degranulasi tersebut dapat terjadi melalui kompleks antigen
dan Ig E maupun tanpa kompleks dengan Ig E yaitu melalui
pelepasan histamine secara langsung.
Mekanisme lain adalah adanya gangguan metabolisme
asam arachidonat yang akan menghasilkan leukotrien yang
berlebihan kemudian menimbulkan keluhan yang secara klinis
tidak dapat dibedakan dengan meknisme diatas. Hal ini dapat
terjadi pada penggunaan obat-obat NSAID atau pemberian
gama-globulin intramuscular.
d) Tanda dan Gejala
i. Kulit, subkutan, mukosa (80-90% kasus)
 Kemerahan, gatal, urtikaria, angioedema, pilor erection

11
 Gatal di periorbital, eritema dan edema, eritema
konjunctiva, mata berair
 Gatal pada bibir, lidah, palatum, kanalis auditori
eksternus, bengkak di bibir, lidah, dan uvula. Gatal di
genital, telapak tangan dan kaki.
ii. Respirasi (70%)
 Gatal di hidung, bersin-bersin, kongesti, rinorea, pilek
 Gatal pada tenggorokan, disfonia, suara serak, stridor,
batuk kering.dry staccato cough
 Peningkatan laju nafas, susah bernafas, dada terasa
terikat, wheezing, sianosis, gagal nafas.
iii. Gastrointestinal (45%)
Nyeri abdomen, mual, muntah, diare, disfagia.
iv. Sistem kardiovaskuler (45%)
 Nyeri dada, takikardia, bradikardia (jarang), palpitasi,
hipotensi, merasa ingin jatuh, henti jantung.
 Manifestasi primer pada jantung tampak dari
perubahan EKG yaitu Tmendatar, aritmia
supraventrikular, AV block.
v. Sistem saraf pusat (15%)
Perubahan mood mendadak seperti iritabilitas, sakit
kepala, perubahan status mental, kebingungan.
vi. Lain-lain
Metallic taste di mulut, kram dan pendarahan karena
kontraksi uterus.
e) Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, sangat penting untuk
mengetahui riwayat pajanan sebelum reaksi muncul. Kunci
diagnosis adalah adanya gejala yang muncul dalam menit atau
jam setelah terpapar dari pemicu dan diikuti oleh gejala yang
progresif dalam beberapa jam.

12
f) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan reaksi anafilaksis sebagai berikut.
 Evaluasi ABC
 Posisikan pasien dengan posisi elevasi ekstremitas atas
 Beri 02 100% 6-8 L/menit (distress nafas)
 Adrenalin 1:1000 larutan (1mg/ml) disuntikkan 0,3-0,5
ml IM atau 0,01 mg/kgBB Akses infus (14 atau 16
gauge) intravena dengan normal salin
 Bila tidak ada perbaikan, pemnerian adrenalin dapat
diulang 10-15 menit kemudian dengan dosis maksimum
0,5 mg untuk dewasa dan 0,3 mg untuk anak-anak
 Medikasi lini kedua yang dapat digunakan adalah H1
antihistamin seperti intravena chlorpheniramine (10 mg)
atau dipenhidramin (25-50 mg), cetirizine intra oral; β2
adrenergic agonists, seperti salbutamol inhaler (2,5 mg/3
mL); glukokortikoid seperti hydrocortison 100-500 mg
IM atau IV, metylprednisolon 125-250 mg IV, oral
prednisone.
 Observasi 2-3 kali dalam 24 jam dan hindari agen
penyebab.
3) Syok Septik
a) Pengertian
Shock septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa
organisme mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi
pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan
ketidakadekuatan perfusi jaringan yang mengancam
kehidupan (Brunner & Suddarth vol.3, edisi 8, 2002)
Menurut M. A Henderson (1992), Shock septik adalah
shock akibat infeksi berat dimana sejumlah besar toksin
memasuki peredaran darah. Escherichia coli merupakan
kuman yang sering menyebabkan shock ini. Secara umum
shock septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa

13
organisme mempunyai potensi untuk menyebabkan
reaksipejamu umum toksin. Hasilnya adalah keadaan ketidak
adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.
Shock septik sering terjadi pada:
 Bayi baru lahir
 Usia diatas 50 tahun
 Penderita gangguan system kekebalan
b) Patofisiologi
Yaitu respon imun yang membangkitkan aktivasi
berbagai mediator kimiawi mempunyai beberapa efek yang
menharah pada perembesan cairan dari kapiler, yang
mengarah pada shock , yaitu peningkatan permeabilitas
kapiler yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler
dan vasodilatasi. Sebelum terjadinya shock septik biasanya
didahului oleh adanya suatu infeksi sepsis.
Infeksi sepsis bisa bisebabkan oleh bakteri gram positif
dan gram negatif. Pada bakteri gram negatif yang berperan
adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma,
dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein)
yang disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting
dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi,
sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti
lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme.
Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga
mempercepat ikatan dengan CD14. Kompleks CD14-LPS
menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear
factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase (TK), protein kinase C
(PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan
diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14
terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll
like receptor-2 (TLR2).

14
Sedangkan pada bakteri gram positif, komponen dinding
sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan
(PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif
menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai
superantigen dan komponen dinding sel yang menstimulasi
imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II
dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T,
kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk
memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang
kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin
terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi
makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi
komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan
kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit
yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan
disfungsi/kegagalan organ multiple. Penyebaran infeksi
bakteri gram negative yang berat potensial memberikan
sindrom klinik yang dinamakan syok septik. Penyebab syok
septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri
tertentu dan akibat sitokinesis(zat yang dibuat oleh sistem
kekebalan untuk melawan suatu infeksi). Racun yang
dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan
dan ganggguan peredaran darah
c) Tanda dan gejala
Pertanda awal dari shock septik sering berupa penurunan
kesiagaan mental dan kebingungan yang timbul dalam waktu
24 jam atau lebih sebelum tekanan darah turun. Gejala ini
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan
darah dari jantung memang meningkat tetapi pembuluh darah
melebar sehingga tekanan darah menurun. Pernafasan menjadi
cepat sehingga paru-paru mengeluarkan karbondioksida yang

15
berlebihan dan kadarnya didalam darah menurun. Gejala awal
berupa menggigil hebat suhu tubuh yang naik secara cepat,
kulit hangat dan kemerahan denyut nadi yang lemah dan
tekanan darah yang turun naik. Pada stadium lanjut suhu
tubuh sering turun sampai dibawah normal. Tanda dan gejala
yang lain seperti:
 Demam tinggi
 Vasodilatasi
 Peningkatan HR
 Penurunan TD
 Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat Vasodilatasi)
Bila shock memburuk beberapa organ mengalami kegagalan
seperti:
 Ginjal: produksi air kemih berkurang
 Paru-paru: gangguan pernafasan dan penurunan kadar
oksigen dalam darah
 Jantung: penimbunan cairan dan pembengkakan. Bisa
timbul bekuan darah didalam pembuluh darah.
Factor resiko terjadinya shock septik:
 Penyakit menahun (kencing manis, kanker darah saluran
kemih-kelamin, hati, kandungan empedu, usus, infeksi,
pemakaian antibiotic jangka panjang dan tindakan medis
atau pembedahan.
d) Penatalaksanaan
Untuk mengatasi syok septik, penanganan yang akan
diberikan oleh dokter mencakup:
 Pemberian oksigen dan alat bantu pernapasan
Ketika mengalami syok septik, dokter akan
memberikan tambahan oksigen menggunakan alat bantu
pernapasan, seperti nasal kanul atau intubasi edotrakeal,
agar jaringan tubuh tidak mengalami kekurangan
oksigen.

16
 Pemberian cairan
Untuk mengembalikan volume cairan tubuh yang
terganggu saat terjadi syok septik, pasien akan
diberikan cairan infus. Pemilihan jenis cairan dan jumlah
cairannya akan disesuaikan dengan kondisi pasien serta
pertimbangan dokter.
 Memberikan obat peningkat tekanan darah
Pada syok septik, keadaan hipotensi biasanya tidak
membaik hanya dengan pemberian cairan infus, sehingga
dokter juga akan memberikan obat-obatan untuk
meningkatkan tekanan darah, seperti vasopressin.
 Memberikan antibiotik
Pada syok septik, pemberian antibiotik diperlukan
untuk mengatasi infeksi bakteri yang menjadi
penyebabnya. Jenis antibiotik yang diberikan akan
disesuaikan dengan jenis bakteri yang menginfeksi
tubuh.

C. PENYEBAB
Syok bisa disebabkan oleh :
1. Pendarahan (syok hibovolemik)
2. Dehidrasi (syok hipovolemik)
3. Serangan jantung (syok kardiogenik)
4. Gagal jantung (syok kardiogenik)
5. Trauma atau cedera berat
6. Infeksi (syok septic)
7. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
8. Cedera tulang belakang (syok neuroganik)
9. Sindroma syok toksik

17
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis syok adalah
1. Syok Hipovolemik
Manifestasi klinik dari syok adalah hipotensi, pucat, berkeringat dingin,
sianosis, kencing berkurang, oligouria, ganggua kesadaran, sesak nafas.
(Tambunan Karmel, dkk, 1990, hal 6).
2. Syok Septik/ Syok Bakteremik
a. Fase Hiperdinamik/ Syok panas (warm shock)
Gejala dini:
1) Hiperventilasi
2) Tekanan vena sentral meninggi
3) Indeks jantung naik
4) Alkalosis
5) Oligouria
6) Hipotensi
7) Daerah akral hangat
8) Tekanan perifer rendah
9) Laktikasidosis
b. Fase Hipodinamik:
1) Tekanan vena sentral menurun
2) Hipotensi
3) Curah jantung berkurang
4) Vasokonstriksi perifer
5) Daerah akral dingin
6) Asam laktat meninggi
7) Keluaran urin berkurang
3. Syok Neurogenik
Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bradikardi, sesudah
pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Pengumpulan
darah di dalam arteriol, kapiler, dan vena, maka kulit terasa agak hangat
dan cepat berwarna kemerahan.

18
4. Syok Kardiogenik
a. Pasien tidak sadar atau hilangnya kesadaran secara tiba- tiba.
b. Sianosis akibat dari aliran perifer berhenti
c. Dingin

E. PENATALAKSANAAN
1. Langkah- Langkah Pertama Menangani Syok
Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut Alexander
R H, Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94)
a. Posisi Tubuh
1) Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara
umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan
meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2) Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita
jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali
untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk
memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk
membebaskan jalan napas.
3) Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka,
atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi
tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari
rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh
muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah
meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari
terjadinya asfiksia.
4) Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang
datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala
lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5) Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya
penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.
6) Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita
telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah

19
balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat.
Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita
menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
b. Pertahankan Respirasi
1) Bebaskan jalan napas.
Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2) Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan
nafas (Gudel/oropharingeal airway).
3) Berikan oksigen 6 liter/menit
4) Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
c. Pertahankan Sirkulasi Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari
satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi
urin, dan (CVP).
2. Penatalaksanaan Syok Berdasarkan Jenisnya
a. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW
(1989, hal 993-1002) adalah Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik
setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun
parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1) Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat
lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik
vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan
tekanan darah.
2) Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
a) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap
bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang
tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak
jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan
buka mulut.

20
b) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan
bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke
mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang
disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami
sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-
obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,
krikotirotomi, atau trakeotomi.
c) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri
besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi
jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan
bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan
protokol resusitasi jantung paru. Thijs L G. (1996 ; 1 – 4)
a) Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk
penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak,
intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit
sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan
pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
b) Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian
adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan
aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan
0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
c) Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100
mg atau deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi
penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik
atau syok yang membandel.
d) Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur
intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan
ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi

21
syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan
tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis
laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan
koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas
keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan
permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila
memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4
kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada
syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan
20– 40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan
larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama
dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu
dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau
dextran juga bisa melepaskan histamin.
e) Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita
syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat
meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka
penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus
semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan
transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih
tinggi dari jantung.
f) Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat
dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama
kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat
terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di
rumah sakit semalam untuk observasi.
b. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
1) Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada
penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan

22
panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena
akan sangat berbahaya.
2) Pemberian Cairan
a) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar,
mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya
aspirasi cairan ke dalam paru.
b) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi
atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala
(otak).
c) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan
tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan
bila penderita menjadi mual atau muntah.
d) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan
pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk
mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan
intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
e) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus
seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin
diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang,
darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan
air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan
berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik.
Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid
memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang,
sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah
yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah
diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya
dengan darah lengkap.
f) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah
pemberian cairan yang berlebihan.

23
g) Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah
pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung.
Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri.
h) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan
ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan
organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan
pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, “Swan
Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.
c. Penatalaksanaan Syok Neurogenik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian
vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah
vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan
untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
Penatalaksanaannya menurut Wilson R F, ed.. (1981; c:1-42) adalah
1) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki
(posisi Trendelenburg).
2) Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya
dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress
respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube
dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi
distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat
menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3) Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc
bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah,
akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.

24
4) Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan
obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra
bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
a) Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang
terjadi takikardi.
b) Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam
menaikkan tekanan darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi
perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung
Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa
pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat
yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik
c) Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang
diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat
menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer

F. DIAGNOSIS SYOK
Syok merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan diagnosis
cepat agar penanganannya dapat segera dilakukan. Syok dapat didiagnosis
dengan melihat gejala yang muncul, serta melihat tanda-tanda klinis, seperti
denyut jantung yang cepat dan lemah, serta tekanan darah yang menurun.
Setelah aliran oksigen kembali normal dan pasien sudah stabil,
pemeriksaan lanjutan akan dilakukan untuk mendeteksi penyebab dan tipe
syok yang diderita pasien. Dokter dapat melakukan serangkaian pemeriksaan,
seperti:
1. Tes darah
2. Foto Rontgen
3. Elektrokardiografi
4. Endoskopi
5. CT scan
6. MRI

25
G. KOMPLIKASI SYOK
Syok dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian. Beberapa kondisi
yang dapat muncul akibat syok adalah:
1. Gangguan ginjal
2. Henti jantung
3. Aritmia
4. Gangguan pada otak

H. ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENSI KLIEN DENGAN SHOCK


1. Pastikan jalan nafas adekuat, berikan bantuan nafas
2. Kaji penyebab perdarahan
3. Kaji manifestasi shock; TD sistolik/diastolik menurun, pols cepat/lemah,
respirasi cepat, kulit dingin/cepat, haus, kelelahan, perubahan tingkat
kesadaran
4. Pertahankan posisi klien dengan bahu dan kepala elevasi (jika tidak ada
trauma kepala)
5. Selimuti klien dan pertahankan kehangatan
6. Gunakan sentuhan dan komunikasi verbal
7. Beri medikasi segera sesuai keperluan

26
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Syok digolongkan menjadi 3 yaitu syok kardiogenik (berhubungan
dengan kelainan jantung), syok hipovolemik ( akibat penurunan volume
darah), dan syok distributif dibagi lagi menjadi syok anafilaktik (akibat
reaksi alergi), syok septik (berhubungan dengan infeksi), syok
neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
1. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa
dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya
penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama
jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade
jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
2. Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai
dengan penurunan volume intravascular.
3. Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah
berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
a. syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal,
b. syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi
transfusi, alergi sengatan lebah
c. syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn
dan > 65 tahun, malnutrisi

B. SARAN
1. Diharapkan perawat dapat mengetahui tindakan yang tepat jika
menemukan pasien syok.

27
2. Diharapkan mahasiswa mampu memahami macam-macam syok agar
nanti saat praktek mahasiswa sudah mengetahui tindakan apa yang
seharusnya dilakukan.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Austen, K.F, : Systemic Anaphylaxix in Man JAMA, 192 : 2 .1965.


2. Cook, D.R. Acute Hypersensitivity Reaction to Penicillin During general
Anesthesia : Case Report. Anesthesia and Analgesia 50 : 1, 1971.
3. Currie, TT. Et al, Severe Anaphylactic Reaction to Thiopentone : Case
report,British Medical Journal June 1966.
4. HauptMT ,Fujii TK et al (2000) Anaphylactic Reactions. In :Text Book
ofCritical care. Eds : Ake Grenvvik,Stephen M.Ayres,Peter R,William
C.Shoemaker 4th edWB Saunders companyPhiladelpia-Tokyo.pp246-56
5. Kern R,A. Anphylactic Drug Reaction JAMA 6 :1962.
6. http://fmipa.umri.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/Unida-Putri-syok-
kardiogenik-dan-penaganannya.pdf diakses jum’at 04 Oktober 2019 jam
00:22
7. http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-
content/uploads/2017/03/PGD04_Syok-Q.pdf diakses jum’at 04 Oktober
2019 jam 00:22
8. Koury SI, Herfel LU . (2000) Anaphylaxis and acute allergic reactions. In
:International edition Emergency Medicine.Eds
:Tintinalli,Kellen,Stapczynski 5th ed McGrraw-Hill New York-Toronto.pp
242-6
9. Martin (2000) In: Fundamentals Anatomy and Physiology,5th ed pp.788-9
10. Petterson,R and Arbor A. Allergic Energencies. The Journal of the
American Medical Association 172 : 4,1960.
11. Prof dr A.Husni Tanra, PhD, SpAn, KIC
Bagian Anestesiologi dan Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin-Makassar
12. Rehatta MN.(2000). Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan. In :
Update on Shock.Pertemuan Ilmiah Terpadu.Fakultas Kedoketran
Universitas Airlangga Surabaya.
13. Sanders,J.H, Anaphylactic Reaction Handbook of Medical Emergencies,
Med.Exam. Publ.Co,2 nd Ed.154 : 1978.

29
14. Shepard, D.A. and Vandam.L,D. Anaphylaxis Assiciated with the use of
Dextran Anesthesiology 25: 2, 1964.
15. Van-Arsdel,P,P ,: Allergic Reaction to Penicillin, JAMA 191 : 3, 1965.

30

Anda mungkin juga menyukai