Anda di halaman 1dari 94

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu

Tim Penyusun
Penulis isi: dr. Lala Foresta Valentine G
dr. Enny Nugraheni, M. Biomed
dr. Elvira Rosana
Perancang Sampul: Hamzah Pansuri, S.Pd

Dilarang keras mengutip, menjiplak, memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
ini serta memperjualbelikannya tanpa izin tertulis dari tim penyusun.

Bengkulu, Desember 2017


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaykum warohmatullahi wabarokatuh


Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala yang telah
melimpahkan nikmat, karunia, taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga
penulisan buku ajar Penuntun Praktikum Parasitologi Program Studi Kedokteran,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu (FKIK Unib)
dapat terlaksana. Sholawat dan salam semoga tersampaikan kepada Rosulullah
Muhammad Shollallahu ‘alayhi wasallam, beserta keluarga, sahabat dan para
pengembang risalah beliau hingga akhir zaman. Aamiin.
Dalam proses pendidikan dokter, pada tahap preklinik atau profesi kedokteran,
digunakan kurikulum berdasarkan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (UU Dikti) dan Perpres No. 8 tahun 2012 tentang KKNI. Berdasarkan
pasal 35 undang-undang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa Kurikulum
Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud dikembangkan oleh setiap Perguruan
Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap
Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak
mulia, dan keterampilan.
Buku ini merupakan panduan untuk melaksanakan mata kuliah praktikum
Parasitologi yang diselenggarakan di Program Studi Kedokteran FKIK Unib.
Penyusunan buku panduan praktikum ini merupakan sebuah proses pengawalan
implementasi kurikulum yang diterapkan di FKIK Unib. Buku ini akan menjadi
salah satu instrumentasi pendukung proses pembelajaran matakuliah praktikum
Parasitologi yang akan mengantarkan pada pencapaian kompetensi dasar yang
ingin dicapai pada setiap mata acara praktikum.
Penyelenggaraan praktikum parasitologi mencakup aspek kognitif, skill, dan
attitude sehingga buku penuntun praktikum ini dapat digunakan sebagai acuan
dalam menyelenggarakan praktikum yang lebih komprehensif. Buku ini akan
terus dikaji agar prosedur kerja yang dikembangkan dapat memenuhi kualifikasi
sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012.
Buku ini masih akan terus direvisi untuk pengembangan kualitas pembelajaran
praktikum Parasitologi di Program Studi Kedokteran FKIK Unib, dan disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga kami sangat
terbuka untuk menerima masukan dari berbagai pihak. Semoga buku panduan ini
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bengkulu, 15 Desember 2017


Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
INFEKSI IMUNOLOGI ............................................................................................................1
TUMBUH KEMBANG ...........................................................................................................17
KULIT DAN JARINGAN PENUNJANG...............................................................................28
GASTROINTESTINAL ..........................................................................................................35
GINJAL DAN CAIRAN TUBUH ...........................................................................................46
REPRODUKSI.........................................................................................................................54
SARAF JIWA ..........................................................................................................................60
PENGINDERAAN ..................................................................................................................68
RESPIRASI ..............................................................................................................................74
HEMATOONKOLOGI............................................................................................................80
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................91

ii
INFEKSI IMUNOLOGI

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Infeksi Imunologi, diharapkan mahasiswa


mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan


imunologi.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.
5. Membuat sediaan darah tipis dan tebal untuk pemeriksaan diagnostik malaria.

1 Plasmodium falciparum stadium Trofozoit (thin smear)


Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Sitoplasma lebih tebal
 Terlihat titik Maurer (chromatin
dots)  ditemukan pada infeksi
multipel

Parasit malaria
 Parasit berbentuk cincin tipis dan
acole (pada trofozoit muda), cincin
yang lebih tebal dan terkadang
ireguler (pada trofozoit matur)

1
2 Plasmodium falciparum stadium Trofozoit (thick smear)
Parasit malaria:
Parasit berbentuk cincin, cincin terbuka,
koma, tanda seru, sayap burung terbang

2
3 Plasmodium falciparum stadium Skizon (thin smear)
Jarang ditemukan pada sediaan darah tepi,
kecuali pada infeksi berat.

Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Terlihat titik Maurer (chromatin
dots)  ditemukan pada infeksi
multipel

Parasit malaria
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit
yang mengisi 2/3 eritrosit
 Terdapat pigmen berwarna hitam

4 Plasmodium falciparum stadium Skizon (thick smear)


Jarang ditemukan pada sediaan darah tepi,
kecuali pada infeksi berat.

Parasit malaria
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit
yang mengisi 2/3 eritrosit
 Terdapat pigmen berwarna hitam

3
5 Plasmodium falciparum stadium Gametosit (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar

Parasit malaria
 Berbentuk seperti pisang/sosis
 Mikrogametosit (jantan)  plasma
kebiruan, kromatin padat

 Makrogametosit (betina)  plasma


kemerahan, kromatin tersebar

Mikrogametosit

Makrogametosit

4
6 Plasmodium vivax stadium Trofozoit (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit membesar
 Terlihat titik Schuffner (chromatin
dots)

Parasit malaria
 Bentuk tidak beraturan, sitoplasma
tidak beraturan
 Bentuk cincin, besarnya 1/3 eritosit

7 Plasmodium vivax stadium Trofozoit (thick smear)


Parasit malaria
 Bentuk tidak beraturan, sitoplasma
tidak beraturan
 Bentuk cincin, besarnya 1/3 eritosit

5
8 Plasmodium vivax stadium Skizon (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit membesar
 Terlihat titik Schuffner (chromatin
dot)

Parasit malaria
 Pigmen berwarna coklat
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit

9 Plasmodium vivax stadium Skizon (thick smear)


Parasit malaria
 Pigmen berwarna coklat
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit

6
10 Plasmodium vivax stadium Gametosit (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit membesar
 Terlihat titik Schuffner (chromatin
dot)

Parasit malaria
 Berukuran besar, nyaris memenuhi
eritrosit
 Berbentuk oval atau bulat dengan
kromatin yang tersebar
Mikrogametosit

Makrogametosit
11 Plasmodium vivax stadium Gametosit (thick smear)
Parasit malaria
 Berukuran besar, nyaris memenuhi
eritrosit
 Berbentuk oval atau bulat dengan
kromatin yang tersebar

7
12 Plasmodium sp. stadium Sporozoit (sediaan kelenjar ludah nyamuk Anopheles
sp.)
 Halus, memanjang
 Runcing di kedua ujungnya

13 Cacing filaria (makrofilaria)


 Bentuk panjang, halus, warna putih
susu
 Ukuran 4-8 cm
 Cacing jantan ekor melingkar
 Cacing betina ekor lurus

8
14 Brugia malayi stadium mikrofilaria
 Ukuran 200-260 µ
 Ruang kepala  panjang = 2x
lebar
 Inti badan tidak teratur
 Sarung badan merah
 Ujung ekor  memiliki 1-2 inti
tambahan

15 Brugia timori stadium mikrofilaria


 Ukuran 7 x 280-310 µ
 Ruang kepala  panjang = 3x
lebar
 Inti badan tidak teratur
 Sarung badan pucat
 Ujung ekor  memiliki 1-2 inti
tambahan

9
16 Wuchereria bancrofti stadium mikrofilaria
 Ukuran 8 x 250-310 µ
 Ruang kepala  panjang = lebar
 Inti badan teratur
 Sarung badan pucat
 Ujung ekor  tidak memiliki inti
tambahan

17 Larva III cacing filaria


 Ukuran 1300 – 2000 µ
 langsing

10
18 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk malaria
 Spesimen  darah
 Deteksi antigen Plasmodium
 Plasmodium falciparum  protein
spesifik Hrp II Pf (Histidine rich
protein II P. falciparum)
 Plasmodium spp  Enzim LDH
(lactate dehydrogrnase)

Interpretasi:
 C  kontrol
 1  indikator utuk Plasmodium
falciparum
 2  indikator untuk Plasmodium
vivax
 Garis merah hanya di C  negatif
 Garis merah di C dan 1  (+)
infeksi Plasmodium falciparum
 Garis merah di C, 1, dan 2  (+)
infeksi Plasmodium falciparum
 Garis merah di C dan 2  (+)
infeksi Plasmodium vivax
19 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk filaria
 Spesimen  darah
 Deteksi antibodi IgG4 filariasis
Brugia sp.
 Menggunakan antigen rekombinan
 C  kontrol
 T  indikator untuk filaria
 Garis merah di C  negatif
 Garis merah di C dan T  (+)
filariasis

11
20 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk filaria
 Spesimen  darah
 Deteksi antigen Wuchereria
bancrofti
 Menggunakan Ab monoklonal
 C  kontrol
 T  indikator untuk filaria
 Garis merah di C  negatif
 Garis merah di C dan T  (+)
filariasis

21 Membuat sediaan apusan darah tebal malaria


Tujuan:
1. Mengidentifikasi keberadaan parasit malaria dalam darah
2. Memperkirakan derajat parasitemia

Alat yang digunakan:


 Blood lancet
 Kaca objek
 Pipet tetes
 Kapas alkohol
 Pinset

Bahan yang digunakan:


 Giemsa 5%  mewarnai sediaan
 Buffer pro Giemsa (BPG)  mempertahankan pH Giemsa
 Aquades  untuk melisiskan eritrosit, juga digunakan pada pembilasan di
akhir proses pewarnaan

12
Prosedur:
 Usapkan kapas alkohol pada jari tangan ke-3 atau ke-4 pada orang dewasa,
atau ibu jari kaki atau tumit pada bayi.
 Tusuk bagian yang sudah dibersihkan dengan kapas alkohol; darah yang
keluar pertama kali diusap dengan kapas kering, darah yang keluar selanjutnya
diteteskan di atas kaca objek sebanyak 1 tetes.
 Dengan menggunakan sudut kaca objek lain atau lidi, tetesan darah tadi
dilebarkan dengan gerakan memutar sampai dicapai ketebalan yang tepat.
Preparat yang baik adalah yang tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis. Salah
satu trik untuk memastikan ketebalan yang sesuai adalah dengan meletakkan
sediaan tesebut di atas kertas yang bertuliskan huruf cetak/koran; jika huruf
tersebut masih dapat terbaca dari balik kaca objek, maka ketebalan sediaan
dianggap cukup baik.
 Angin-anginkan sediaan tersebut hingga kering.
 Sediaan dialiri dengan aquades secara hati-hati.
 Sediaan diletakkan di atas rak dalam posisi miring supaya lebih cepat kering.
 Teteskan larutan Giemsa pada sediaan, tunggu 15-20 menit.
 Sediaan dialiri dengan aquades secara hati-hati.
 Sediaan diletakkan di atas rak dalam posisi miring supaya lebih cepat kering.
 Periksa sediaan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000 x untuk
mengidentifikasi keberadaan parasit malaria.

Interpretasi:
 Kepadatan tinggi  ditemukan > 20 parasit/lapangan pandang
 Kepadatan sedang ditemukan 2-19 parasit/lapangan pandang
 Kepadatan rendah  ditemukan ≤ 1 parasit/lapangan pandang

Kelebihan sediaan darah tebal:


 Dapat menemukan parasit lebih cepat karena volume darah yang digunakan
lebih banyak.
 Jumlah parasit yang ditemukan dalam 1 lapang pandang lebih banyak,
sehingga lebih mudah menemukan parasit pada kondisi infeksi ringan.

Kelemahan sediaan darah tebal:


Karena eritrositnya mengalami lisis sebelum pewarnaan, maka akan sukar
menentukan spesies parasit yang ditemukan.

13
22 Membuat sediaan apusan darah tipis malaria
Tujuan:
1. Mengidentifikasi keberadaan parasit malaria dalam darah
2. Menentukan spesies dan stadium parasit malaria yang menginfeksi

Alat yang digunakan:


 Blood lancet
 Kaca objek
 Pipet tetes
 Kapas alkohol
 Pinset

Bahan yang digunakan:


 Metanol  untuk memfiksasi apusan darah, agar eritrosit tetap utuh (tidak
lisis)
 Giemsa 5%  mewarnai sediaan
 Buffer pro Giemsa (BPG)  mempertahankan pH Giemsa
 Aquades  untuk melisiskan eritrosit, juga digunakan pada pembilasan di
akhir proses pewarnaan

Prosedur:
 Usapkan kapas alkohol pada jari tangan ke-3 atau ke-4 pada orang dewasa,
atau ibu jari kaki atau tumit pada bayi.
 Tusuk bagian yang sudah dibersihkan dengan kapas alkohol; darah yang
keluar pertama kali diusap dengan kapas kering, darah yang keluar selanjutnya
diteteskan di atas kaca objek sebanyak 1 tetes. Tetesan darah tersebut
diletakkan pada 2-3 mm dari ujung kaca objek. Gunakan kaca objek lain untuk
membuat apusan tetesan darah tadi. Kaca pengapus diletakkan di depan
tetesan darah dalam posisi memotong dengan sudut 30-45°di atas kaca objek.
 Kaca pengapus ditarik ke belakang sehingga tetes darah menyebar pada sisi
kaca tersebut.
 Dengan gerakan yang mantap, dorong kaca pengapus hingga terbentuk apusan
darah sepanjang 3-4 cm pada kaca objek. Darah harus habis sebelum kaca
pengapus mencapai ujung lain dari kaca objek. Apusan darah tidak boleh
terlalu tipis atau tebal, ketebalan dapat diatur dengan membuat sudut yang pas

14
antara kaca objek dan kaca pengapus, serta kecepatan menggeser kaca
pengapus. Semakin besar sudut atau semakin cepat gerakan menggeser maka
apusan darah yang dihasilkan akan semakin tipis. Jika sediaan terlalu tebal
dapat mengakibatkan eritrosit saling menutupi satu sama lain, sehingga
mempersulit pemeriksan. Jika sediaan terlalu tipis, eritrosit akan kehilangan
bentuk bikonkafnya.
 Angin-anginkan sediaan tersebut hingga kering.
 Fiksasi sediaan dengan metanol selama 2-3 menit.
 Teteskan larutan Giemsa pada sediaan, tunggu 15-20 menit.
 Sediaan dialiri dengan aquades secara hati-hati.
 Sediaan diletakkan di atas rak dalam posisi miring supaya lebih cepat kering.
 Periksa sediaan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000 x untuk
mengidentifikasi keberadaan parasit malaria.

Ciri sediaan yang baik:


 Tidak melebar sampai ke tepi kaca objek, panjangnya ½ - 2/3 panjang kaca
objek.
 Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian ini eritrosit
terletak berdekatan tanpa saling bertumpuk.
 Rata, tidak berlubang atau bergaris.
 Mempunyai penyebaran leukosit yang baik; tidak bertumpuk pada
pinggir/ujung sediaan.

Kelebihan sediaan darah tipis:


 Parasit berada di dalam eritrosit sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh
dan morfologi yang sempurna.
 Lebih mudah untuk menentukan spesies dan stadium parasit, serta perubahan
pada eritrosit yang terinfeksi parasit dapat terlihat jelas.
.
Kelemahan sediaan darah tipis:
 Pada infeksi ringan akan sukar menemukan parasit, karena volume darah yang
digunakan relatif sedikit.

15
16
TUMBUH KEMBANG

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Tumbuh Kembang, diharapkan


mahasiswa mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan tumbuh
kembang.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.
5. Membuat sediaan dan melakukan pemeriksaan tinja secara langsung.

1 Ascaris lumbricoides stadium cacing dewasa


 Bentuk bulat, silindris
 Warna putih kekuningan
 Ukuran 15-30 cm

17
2 Ascaris lumbricoides stadium telur yang dibuahi
 Bentuk bulat
 Ukuran 60 x 45 µ
 Warna coklat kekuningan
 Dinding tebal, terdiri dari 2 lapisan:
albuminoid dan hyalin
 Berisi 1 sel

18
3 Ascaris lumbricoides stadium telur matang
 Bentuk bulat
 Ukuran 60 x 45µ
 Warna coklat kekuningan
 Dinding tebal, terdiri dari 2 lapisan:
albuminoid dan hyalin
 Berisi larva
 Ditemukan di tanah

19
4 Necator americanus stadium cacing dewasa
 Bentuk silindris, seperti huruf S
 Saat reaksasi, anterior curvaturan
berlawanan dengan arah
lengkungan tubuh sehingga
menyerupai huruf S
 Warna kuning keabuan
 Ukuran ♀  9-11 x 0,35 mm
 Ukuran ♂  5-9 x 0,30 mm
 ♂ memiliki bursa kopulatriks di
ekor, digunakan untuk memegang
cacing betina saat kopulasi, di
dalamnya terdapat spikula yang
homolog dengan penis
 ♀ ekor runcing, tidak memiliki
caudal spine

20
5 Mulut Necator americanus
 Memiliki 1 pasang lempeng
pemotong yang tersusun dari benda
chitin (chitin plate)

6 Ancylostoma duodenale stadium cacing dewasa


 Bentuk agak melengkung, seperti
huruf C
 Saat relaksasi, curvaturan anterior
searah dengan lengkungan tubuh,
sehingga menyerupai huruf C
 Warna putih keabuan
 Ukuran ♀ 10-11 x 0,60 mm
 Ukuran ♂  8-11 x 0,45 mm
 ♂ memiliki bursa kopulatriks di
ekor
 ♀ ekor runcing, memiliki caudal
spine

21
7 Mulut Ancylostoma duodenale
 Memiliki 2 pasang taring

8 Telur cacing tambang


 Bentuk oval/elips
 Ukuran 56-60 x 40 µ
 Dinding telur tipis
 Isi telur 4-8 sel

22
9 Larva Rhabditiform cacing tambang
 Bentuk silisndris agak gemuk
 Ukuran 275 x 16 µ
 Esofagus 1/3 dari panjang tubuh
 Mulut terbuka, sempit, panjang,
aktif makan

10 Larva Filariform cacing tambang


 Bentuk langsing seperti jarum
 Ukuran 800 x 35 µ
 Esofagus ¼ panjang tubuh
 Mulut tertutup tidak aktif makan
 Ujung ekor runcing

11 Giardia lamblia stadium trofozoit


 Bentuk seperti buah pear, simetris
bilateral, bagian anterior membesar
dan bulat, bagian posterior ramping
 Ukuran 12 -15 µ
 Inti 2
 Terdapat aksostil
 Terdapat 2 blepharoplast
 Terdapat 4 pasang flagel
 Batil isap terletak di ½ - ¾ dari
permukaan ventral

23
12 Giardia lamblia stadium kista
 Bentuk elips
 Dinding kista memiliki kapsul
 Warna kuning coklat
 Ukuran 9-12µ
 Inti 2-4

24
13 Toxoplasma gondii stadium Takizoit
 Bentuk seperti bulan sabit
 Terletak di dalam atau luar sel
 Memiliki inti besar di bagian
tengah

14 ELISA untuk diagnosis Toxoplasma gondii


Spesimen: Serum
Prinsip: Deteksi IgG dan IgM Toxoplasma gondii

25
Hasil pengamatan:

K 0.440

C+ 1.158

C- 0.089

P1 1.861

Perhitungan indeks IgM dan IgG:


Kalibrasi  0,440/0,440 = 1
Kontrol (+)  1,158/0,440 = 2,632
Kontrol (-)  0,089/0,440 = 0,202

Pasien 1  1,861/0,440 = 4,229

Rekomendasi EUROIMMUN:
 Rasio < 0,8  negatif
 Rasio ≥ 0,8 - < 1,1  perbatasan
 Rasio ≥ 1,1  positif

Pasien 1  rasio ≥ 1,1 (yaitu 4,229)  positif terdeteksi IgG atau IgM

Diagnosis Toksoplasmosis akut dapat ditegakkan bila:


1. Titer IgM positif.
2. Titer IgG meningkat secara bermakna (4x lipat) pada pemeriksaan kedua kali
dalam jangka waktu > 3 minggu.
3. Konversi hasil pemeriksaan titer IgG dari negatif ke positif pada 2 kali
pmeriksaan di waktu yang berbeda.

15 Teknik pemeriksaan tinja secara langsung


Tujuan: untuk mengidentifikasi keberadaan telur atau larva cacing dalam feses

Alat yang digunakan:


 Kaca objek
 Kaca penutup
 Lidi
 Pipet

26
Bahan yang digunakan:
 Tinja
 Larutan lugol
 Aquades
 Larutan NaCl

Prosedur:
 Letakkan larutan NaCL atau lugol secukupnya di atas kaca objek.
 Ambil tinja dengan lidi sedikit demi sedikit (1-2 mm3), letakkan di atas kaca
objek yang sudah ditetesi larutan NaCl/lugol tadi.
 Hancurkan tinja hingga terbentuk suspensi yang homogen. Jika ada bahan
yang kasar (pasir atau sisa makanan), dikeluarkan/dibuang dari kaca objek.
 Tutup sediaan dengan kaca penutup.
 Periksa sediaan dengan mikroskop menggunakan pembesaran 100 x.

27
KULIT DAN JARINGAN PENUNJANG

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Kulit dan Jringan Penunjang, diharapkan
mahasiswa mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan pada
kulit dan jaringan penunjang lainna.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.
5. Mengetahui beberapa jenis serangga yang merupakan vektor penularan parasit.

1 Mulut Ancylostoma braziliense


 Mempunyai 2 pasang gigi
 1 pasang gigi medial berukuran
kecil
 1 pasang gigi lateral berukuran
besar

2 Mulut Ancylostoma caninum


 Mempunyai 3 pasang taring

28
3 Larva filariform cacing tambang
 Bentuk langsing seperti jarum
 Ukuran 800 x 35 µ
 Esofagus ¼ panjang tubuh
 Mulut tertutup tidak aktif makan
 Ujung ekor runcing

4 Ancylostoma duodenale stadium cacing dewasa


 Bentuk agak melengkung, seperti
huruf C
 Saat relaksasi, curvaturan anterior
searah dengan lengkungan tubuh,
sehingga menyerupai huruf C
 Warna putih keabuan
 Ukuran ♀ 10-11 x 0,60 mm
 Ukuran ♂  8-11 x 0,45 mm
 ♂ memiliki bursa kopulatriks di
ekor
 ♀ ekor runcing, memiliki caudal
spine

29
5 Necator americanus stadium cacing dewasa
 Bentuk silindris, seperti huruf S
 Saat reaksasi, anterior curvaturan
berlawanan dengan arah
lengkungan tubuh sehingga
menyerupai huruf S
 Warna kuning keabuan
 Ukuran ♀  9-11 x 0,35 mm
 Ukuran ♂  5-9 x 0,30 mm
 ♂ memiliki bursa kopulatriks di
ekor, digunakan untuk memegang
cacing betina saat kopulasi, di
dalamnya terdapat spikula yang
homolog dengan penis
 ♀ ekor runcing, tidak memiliki
caudal spine

30
6 Sarcoptes scabiei
 Ukuran ♀  0,35 mm
 Ukuran ♂  0,20 mm
 Kepala dsebut kapitulum
 Bagian badan berbentuk kantung
 Memiliki 4 pasang kaki pendek (2
pasang kaki depan, 2 pasang kaki
belakang)
 Memiliki ambulacra

7 Pediculus humanus capitis


 Bentuk lonjong, panjang > lebar
 Ukuran 2-3 mm
 Memiliki kuku kecil

31
8 Pediculus humanus corporis
 Bentuk lonjong
 Ukuran 3-4 mm
 Otot thorax jelas
 Memiliki kuku kecil

9 Phthirus pubis
 Bentuk hampir bulat
 Ukuran 1,5-2 mm
 Otot thorax tidak jelas
 Kuku besar dan kuat

10 Chrysomya bezziana
 Ukuran 6-11 mm
 Bagian tubuh: kepala, thorax,
abdomen
 Warna abdomen hijau/biru metalik

32
11 Posterior spirakel Chrysomya bezziana
 Terdiri dari 3 split gemuk seperti
mentimun

12 Sarcophaga sp.
 Bagian tubuh: kepala, thorax,
abdomen
 Memiliki gambaran pada abdomen
seperti papan catur

33
13 Posterior spirakel Sarcophaga sp.
 Terdiri dari 3 split langsing

34
GASTROINTESTINAL

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Gastrointestinal, diharapkan mahasiswa


mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan pada
saluran cerna.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.

1 Trichuris trichiura (cacing cambuk) stadium telur


 Ukuran 50 x 22 µ
 Bentuk oval menyerupai tempayan,
di kedua kutub terdapat operkulum
 Dinding sel berwarna coklat
kekuningan

35
2 Trichuris trichiura (cacing cambuk) stadium cacing dewasa
 Bagian anterior runcing seperti
cambuk
 Bagian posterior membesar
♀  35-50 mm, ekor membulat
 ♂  30-45 mm, ekor melingkar

36
Ujung anterior

Ujung posterior

37
3 Taenia saginata stadium cacing dewasa
 Panjang 4-8 m
 Memiliki 1000-2000 segmen tubuh

4 Skoleks Taenia saginata


 Bentuk bulat
 Ukuran 1-2 mm
 Memiliki batil isap 4 buah, bentuk
bulat
 Tidak memiliki rostelum

38
5 Skoleks Taenia solium
 Bentuk bulat
 Ukuran 1 mm
 Memiliki batil isap 4 buah, bentuk
bulat
 Memiliki rostelum dengan kait

6 Proglotid gravid Taenia saginata


 Bentuk persegi panjang
 Cabang uterus 15-30 buah
 Tidak ada lubang uterus
 Terdapat lubang genital di tepi
proglotid

39
7 Taenia saginata stadium telur
 Bentuk bulat
 Ukuran ± 35 µ
 Dinding tebal dengan struktur
radier
 Berisi embrio heksakan atau
onkosfer

8 Entamoeba histolytica stadium trofozoit


 Bentuk tidak beraturan
 Ukuran 20-40 µ
 Inti entamoeba
 Endoplasma bergranula halus dan
mengandung eritrosit
 Ektoplasma tampak dalam
pseudopodium

40
9 Entamoeba histolytica stadium kista
 Bentuk bulat
 Ukuran 15-22 µ
 Inti entamoeba
 Jumlah inti 4

41
10 Schistosoma japonicum stadium cacing dewasa
 ♂  panjangnya 12-20 mm,
memiliki 6-8 testis
 ♀  panjangnya 26 mm, ovarium
terletak di tengah tubuh
 Kulit tubuh halus, tidak ada
tuberkel

11 Schistosoma sp. stadium telur


 Bentuk bulat
 Ukuran 112-170 µ Schistosoma japonicum
 Warna transparan atau kuning
pucat
 Dinding dari hyalin
 Memiliki spina di salah satu kutub
 Berisi mirasidium

Schistosoma haematobium

42
Schistosoma mansoni

12 Schistosoma sp. stadium serkaria


 Bentuk lonjong
 Memiliki batil isap kepala dan batil
isap perut
 Ekor bercabang 2

43
13 Oncomelania hupensis lindoensis
 Hospes perantara Schistosoma
japonicum

14 Fasciolopsis buski stadium cacing dewasa


 Bentuk pipih seperti daun, tidak
bersegmen
 Ukuran 2-7,5 x 0,8-2 cm
 Tidak memiliki rongga tubuh
 Memiliki 2 batil isap,di mulut dan
perut
 Memiliki saluran pencernaan yang
buntu dan menyerupai huruf Y
terbalik
 Hermafrodit

44
15 Echinococcus granulosus stadium cacing dewasa
 Ukuran 3-6 mm
 Memiliki 3 skoleks dan 3 proglotid
 Proglotid terminal ketiga lebih
panjang dan lebar
 Skoleks berisi 4 batil isap dan
rostellum dengan 25-50 kait

45
GINJAL DAN CAIRAN TUBUH

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Ginjal dan Cairan Tubuh, diharapkan
mahasiswa mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan pada
saluran kemih.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.

1 Wuchereria bancrofti stadium mikrofilaria


 Ukuran 8 x 250-310 µ
 Ruang kepala  panjang = lebar
 Inti badan teratur
 Sarung badan pucat
 Ujung ekor  tidak memiliki inti
tambahan

2 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk filaria


 Deteksi antigen Wuchereria
bancrofti
 Menggunakan Ab monoklonal
 C  kontrol
 T  indikator untuk filaria
 Garis merah di C  negatif
 Garis merah di C dan T  (+)
filariasis

46
3 Schistosoma sp. stadium cacing dewasa
 Ukuran 12-26 x 0,3-0,5 mm
 Cacing jantang lebih besar daripada
cacing betina
 Cacing betina menempel di canalis
gynecophorus cacing jantan

4 Schistosoma haematobium stadium telur


 Ukuran 112-170 x 40-70µ
 Bentuk oval
 Terdapat duri lancip di posterior
 Berisi mirasidium

47
5 Plasmodium falciparum stadium Trofozoit (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Sitoplasma lebih tebal
 Terlihat titik Maurer (chromatin
dots)  ditemukan pada infeksi
multipel

Parasit malaria
 Parasit berbentuk cincin tipis dan
acole (pada trofozoit muda), cincin
yang lebih tebal dan terkadang
ireguler (pada trofozoit matur)

6 Plasmodium falciparum stadium Trofozoit (thick smear)


Parasit malaria:
Parasit berbentuk cincin, cincin terbuka,
koma, tanda seru, sayap burung terbang

48
7 Plasmodium falciparum stadium Skizon (thin smear)
Jarang ditemuka pada sediaan darah tepi,
kecuali pada infeksi berat.

Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Terlihat titik Maurer (chromatin
dots)  ditemukan pada infeksi
multipel

Parasit malaria
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit
yang mengisi 2/3 eritrosit
 Terdapat pigmen berwarna hitam

49
8 Plasmodium falciparum stadium Skizon (thick smear)
Jarang ditemuka pada sediaan darah tepi,
kecuali pada infeksi berat.

Parasit malaria
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit
yang mengisi 2/3 eritrosit
 Terdapat pigmen berwarna hitam

9 Plasmodium vivax stadium Trofozoit (thin smear)


Eritrosit
 Eritrosit membesar
 Terlihat titik Schuffner (chromatin
dots)

Parasit malaria
 Bentuk tidak beraturan, sitoplasma
tidak beraturan
 Bentuk cincin, besarnya 1/3 eritosit

50
10 Plasmodium vivax stadium Trofozoit (thick smear)
Parasit malaria
 Bentuk tidak beraturan, sitoplasma
tidak beraturan
 Bentuk cincin, besarnya 1/3 eritosit

11 Plasmodium vivax stadium Skizon (thin smear)


Eritrosit
 Eritrosit membesar
 Terlihat titik Schuffner (chromatin
dot)

Parasit malaria
 Pigmen berwarna coklat
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit

51
12 Plasmodium vivax stadium Skizon (thick smear)
Parasit malaria
 Pigmen berwarna coklat
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit

13 Plasmodium malariae stadium trofozoit


Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Tidak tampak titik-titik

Parasit malaria
 Sitoplasma melintang seperti pita
 Inti merah dan memanjang

52
14 Plasmodium malariae stadium skizon
Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Tidak tampak titik-titik

Parasit malaria
 Parasit mengisi seluruh eritrosit
 Jumlah merozoit 8-12 yang
tersusun seperti bunga
 Terdapat pigmen kasar di tengah

15 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk malaria


 Spesimen darah / serum / plasma
 Deteksi antigen Plasmodium
 Plasmodium falciparum  protein
spesifik Hrp II Pf (Histidine rich
protein II P. falciparum)
 Plasmodium spp  Enzim LDH
(lactate dehydrogrnase)

53
REPRODUKSI

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Reproduksi, diharapkan mahasiswa


mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan pada
sistem reproduksi dan kehamilan.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.
5. Membuat sediaan dan melakukan pemeriksaan apusan swab vagina untuk diagnosis
trikhomoniasis.

1 Mulut Necator americanus


 Memiliki 1 pasang lempeng
pemotong yang tersusun dari benda
chitin (chitin plate)

2 Mulut Ancylostoma duodenale


 Memiliki 2 pasang taring

54
3 Telur cacing tambang
 Bentuk oval/elips
 Ukuran 56-60 x 40 µ
 Dinding telur tipis
 Isi telur 4-8 sel

4 Larva Filariform cacing tambang


 Bentuk langsing seperti jarum
 Ukuran 800 x 35 µ
 Esofagus ¼ panjang tubuh
 Mulut tertutup tidak aktif makan
 Ujung ekor runcing

5 Toxoplasma gondii stadium Takizoit


 Bentuk seperti bulan sabit
 Terletak di dalam atau luar sel
 Memiliki inti besar di bagian
tengah

55
6 Toxoplasma gondii stadium Bradizoit
 Bentuk bulat
 Dinding tebal
 Berisi bradizoit
 Ukuran bervariasi, bisa mencapai
200 µ

7 Toxoplasma gondii stadium Ookista


 Bentuk oval
 Ukuran 10-13 µ
 Dinding rangkap
 Berisi 2 sporokista dan 4 sporozoit

8 Trichomonas vaginalis stadium trofozoit


 Bentuk seperti buah pear
 Ukuran 15-18 µ
 Inti 1, oval
 Flagel 4 buah di bagian anterior
 Terdapat aksostil
 Terdapat membran bergelombang

56
9 ELISA untuk diagnosis Toxoplasma gondii
Spesimen: Serum
Prinsip: Deteksi IgG dan IgM Toxoplasma gondii

Hasil pengamatan:

K 0.440

C+ 1.158

C- 0.089

P1 1.861

57
Perhitungan indeks IgM dan IgG:
Kalibrasi  0,440/0,440 = 1
Kontrol (+)  1,158/0,440 = 2,632
Kontrol (-)  0,089/0,440 = 0,202

Pasien 1  1,861/0,440 = 4,229

Rekomendasi EUROIMMUN:
 Rasio < 0,8  negatif
 Rasio ≥ 0,8 - < 1,1  perbatasan
 Rasio ≥ 1,1  positif

Pasien 1  rasio ≥ 1,1 (yaitu 4,229)  positif terdeteksi IgG atau IgM

Diagnosis Toksoplasmosis akut dapat ditegakkan bila:


4. Titer IgM positif.
5. Titer IgG meningkat secara bermakna (4x lipat) pada pemeriksaan kedua kali
dalam jangka waktu > 3 minggu.
6. Konversi hasil pemeriksaan titer IgG dari negatif ke positif pada 2 kali
pmeriksaan di waktu yang berbeda.

10 Cara pembuatan sediaan apusan cairan vagina untuk diagnosis Trikhomoniasis


Tujuan: mengidentifikasi keberadaan trofozoit Trichomonas vaginalis

Alat yang digunakan:


 Lidi kapas
 Tabung reaksi
 Kaca objek
 Kaca penutup

58
Bahan yang digunakan:
 Larutan NaCl
 Larutan Giemsa
 Metanol

Prosedur:
1. Ambil spesimen cairan vagina dengan swab berupa lidi kapas steril, masukkan
ke dalam botol yang berisi larutan NaCl. Spesimen harus segera diperiksa
dalam waktu kurang dari 2 jam.
2. Sediaan basah
 Kapas swab dioleskan pada kaca objek, lalu tutup dengan kaca
penutup.
 Amati sediaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100-400x,
identifikasi adanya trofozoit Trichomonas vaginalis yang bergerak
aktif.
3. Sediaan apus
 Kapas swab dioleskan pada kaca objek.
 Angin-anginkan sediaan tersebut hingga kering.
 Fiksasi sediaan dengan metanol selama 2-3 menit.
 Teteskan larutan Giemsa pada sediaan, tunggu 15-20 menit.
 Sediaan dialiri dengan aquades secara hati-hati.
 Sediaan diletakkan di atas rak dalam posisi miring supaya lebih cepat
kering.
 Periksa sediaan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000 x
untuk mengidentifikasi keberadaan parasit.

59
SARAF JIWA

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Saraf Jiwa, diharapkan mahasiswa


mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan pada
sistem saraf.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.

1 Toxoplasma gondii stadium Takizoit


 Bentuk seperti bulan sabit
 Terletak di dalam atau luar sel
 Memiliki inti besar di bagian
tengah

2 Toxoplasma gondii stadium Bradizoit


 Bentuk bulat
 Dinding tebal
 Ukuran bervariasi, bisa
mencapai 200 µ
 Berisi bradizoit

60
3 Pigmen Plasmodium falciparum dalam kapiler otak
Tampak pigmen kehitaman dalam
kapiler otak

4 Plasmodium falciparum stadium Trofozoit (thin smear)


Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Sitoplasma lebih tebal
 Terlihat titik Maurer (chromatin
dots)  ditemukan pada infeksi
multipel

Parasit malaria
 Parasit berbentuk cincin tipis
dan acole (pada trofozoit
muda), cincin yang lebih tebal
dan terkadang ireguler (pada
trofozoit matur)

61
5 Plasmodium falciparum stadium Trofozoit (thick smear)
Parasit malaria:
Parasit berbentuk cincin, cincin terbuka,
koma, tanda seru, sayap burung terbang

62
6 Plasmodium falciparum stadium Skizon (thin smear)
Jarang ditemuka pada sediaan darah
tepi, kecuali pada infeksi berat.

Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Terlihat titik Maurer (chromatin
dots)  ditemukan pada infeksi
multipel

Parasit malaria
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit
yang mengisi 2/3 eritrosit
 Terdapat pigmen berwarna
hitam

7 Plasmodium falciparum stadium Skizon (thick smear)


Jarang ditemuka pada sediaan darah
tepi, kecuali pada infeksi berat.

Parasit malaria
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit
yang mengisi 2/3 eritrosit
 Terdapat pigmen berwarna
hitam

63
8 Sistiserkus selulosae
 Cacing gelembung yang
terpotong
 Memiliki batil isap
 Memiliki beberapa kait

64
9 Proglotid gravid Taenia solium
 Panjang hampir sama dengan
lebar
 Jumlah cabang uterus 7-15 buah
pada satu sisi
 Lubang genital terletak di
pinggir proglotid

65
10 Taenia solium stadium telur
 Bentuk bulat
 Ukuran ± 35 µ
 Dinding tebal dengan struktur
radier
 Berisi embrio heksakan atau
onkosfer

11 ELISA untuk diagnosis Toxoplasma gondii


Spesimen: Serum
Prinsip: Deteksi IgG dan IgM Toxoplasma gondii

Hasil pengamatan:

K 0.440

C+ 1.158

C- 0.089

P1 1.861

66
Perhitungan indeks IgM dan IgG:
Kalibrasi  0,440/0,440 = 1
Kontrol (+)  1,158/0,440 = 2,632
Kontrol (-)  0,089/0,440 = 0,202

Pasien 1  1,861/0,440 = 4,229

Rekomendasi EUROIMMUN:
 Rasio < 0,8  negatif
 Rasio ≥ 0,8 - < 1,1  perbatasan
 Rasio ≥ 1,1  positif

Pasien 1  rasio ≥ 1,1 (yaitu 4,229)  positif terdeteksi IgG atau IgM

Diagnosis Toksoplasmosis akut dapat ditegakkan bila:


7. Titer IgM positif.
8. Titer IgG meningkat secara bermakna (4x lipat) pada pemeriksaan kedua kali
dalam jangka waktu > 3 minggu.
9. Konversi hasil pemeriksaan titer IgG dari negatif ke positif pada 2 kali
pmeriksaan di waktu yang berbeda.

12 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk malaria


 Spesimen darah / serum / plasma
 Deteksi antigen Plasmodium
 Plasmodium falciparum 
protein spesifik Hrp II Pf
(Histidine rich protein II P.
falciparum)
 Plasmodium spp  Enzim LDH
(lactate dehydrogrnase)

67
PENGINDERAAN

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Penginderaan, diharapkan mahasiswa


mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan pada
organ indera.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.

1 Toxoplasma gondii stadium takizoit


 Bentuk seperti bulan sabit
 Terletak di dalam atau luar sel
 Memiliki inti besar di bagian
tengah

2 Acanthamoeba sp. stadium trofozoit


 Ukuran 15-45µ
 Sitoplasma bergranul dan
memiliki banyak vakuol
 Inti besar, mengandung 1
kariosom sentral yang besar
 Memiliki duri seperti
pseudopodia (disebut
acanthapodia)

68
3 Loa loa stadium mikrofilaria
 Panjang  250-300 µ
 Lebar 6-8 µ
 Ruang kepala  panjang = lebar
 Inti badan besar dan tidak teratur
 Sarung badan berwarna merah
 Ekor  intinya sampai ke ujung
 Body curve  cenderung
kaku/rigid

4 Onchocerca volvulus stadium mikrofilaria


 Panjang  150-368 µ
 Lebar  5-9 µ
 Ruang kepala panjang = lebar
 Inti badan tidak teratur, tidak
mempunyai sarung
 Ekor melengkung dan runcing,
inti tidak sampai ke ujung ekor

5 Toxocara spp. stadium cacing dewasa


 Bentuk silindris
 Warna putih kekuningan
 Ukuran ♀  2,5-14,0 cm
 Ukuran ♂  2,5-8,5 cm
 Memiliki cervical alae (sayap di
bagian servikal)
 Ekor ♀ bulat meruncing
 Ekor ♂ digitiform (seperti posisi
tangan dengan jari yang sedang
menunjuk)

69
6 Toxocara spp. stadium larva
 Panjang = 290 -350 µ
 Lebar 75µ

7 Chrysops silaceae (vektor Loa loa)


 Ukuran hampir sama dengan
lalat rumah
 Warna coklat muda
 Memiliki gambaran khas pada
sayap

70
8 Simulium damnosum (vektor Onchocerca volvulus)
 Ukuran 2-3 mm
 Warna hitam
 Punggung bongkok
 Tipe mulut tusuk isap

9 Demodex folliculorum
 Panjang 300 µ
 Lebar 50 µ
 Bagian anterior tubuh terdapat
gnothostoma (mulut) dan
posodoma (4 pasang kaki
pendek)
 Bagian abdomen terdapat garis
transversal

71
10 ELISA untuk diagnosis Toxoplasma gondii
Spesimen: Serum
Prinsip: Deteksi IgG dan IgM Toxoplasma gondii

72
Hasil pengamatan:

K 0.440

C+ 1.158

C- 0.089

P1 1.861

Perhitungan indeks IgM dan IgG:


Kalibrasi  0,440/0,440 = 1
Kontrol (+)  1,158/0,440 = 2,632
Kontrol (-)  0,089/0,440 = 0,202

Pasien 1  1,861/0,440 = 4,229

Rekomendasi EUROIMMUN:
 Rasio < 0,8  negatif
 Rasio ≥ 0,8 - < 1,1  perbatasan
 Rasio ≥ 1,1  positif

Pasien 1  rasio ≥ 1,1 (yaitu 4,229)  positif terdeteksi IgG atau IgM

Diagnosis Toksoplasmosis akut dapat ditegakkan bila:


1. Titer IgM positif.
2. Titer IgG meningkat secara bermakna (4x lipat) pada pemeriksaan kedua kali
dalam jangka waktu > 3 minggu.
3. Konversi hasil pemeriksaan titer IgG dari negatif ke positif pada 2 kali
pmeriksaan di waktu yang berbeda.

73
RESPIRASI

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Respirasi, diharapkan mahasiswa mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan pada
sistem respirasi.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.

1 Entamoeba histolytica stadium histolitika


 Bentuk tidak beraturan
 Ukuran 20-40 µ
 Inti entamoeba
 Endoplasma bergranula halus
dan mengandung eritrosit
 Ektoplasma tampak dalam
pseudopodium

74
2 Entamoeba histolytica stadium kista
 Bentuk bulat
 Ukuran 15-22 µ
 Inti entamoeba
 Jumlah inti 4

75
3 Cacing filaria (makrofilaria)
 Bentuk panjang, halus, warna
putih susu
 Ukuran 4-8 cm
 Cacing jantan ekor melingkar
 Cacing betina ekor lurus

4 Brugia malayi stadium mikrofilaria


 Ukuran 200-260 µ
 Ruang kepala  panjang = 2x
lebar
 Inti badan tidak teratur
 Sarung badan merah
 Ujung ekor  memiliki 1-2 inti
tambahan

5 Brugia timori stadium mikrofilaria


 Ukuran 7 x 280-310 µ
 Ruang kepala  panjang = 3x
lebar
 Inti badan tidak teratur
 Sarung badan pucat
 Ujung ekor  memiliki 1-2 inti
tambahan

76
6 Wuchereria bancrofti stadium mikrofilaria
 Ukuran 8 x 250-310 µ
 Ruang kepala  panjang = lebar
 Inti badan teratur
 Sarung badan pucat
 Ujung ekor  tidak memiliki
inti tambahan

7 Larva III cacing filaria


 Ukuran 1300 – 2000 µ
 langsing

77
8 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk malaria
 Spesimen  darah
 Deteksi antigen Plasmodium
 Plasmodium falciparum 
protein spesifik Hrp II Pf
(Histidine rich protein II P.
falciparum)
 Plasmodium spp  Enzim LDH
(lactate dehydrogrnase)

Interpretasi:
 C  kontrol
 1  indikator utuk Plasmodium
falciparum
 2  indikator untuk Plasmodium
vivax
 Garis merah hanya di C 
negatif
 Garis merah di C dan 1  (+)
infeksi Plasmodium falciparum
 Garis merah di C, 1, dan 2  (+)
infeksi Plasmodium falciparum
 Garis merah di C dan 2  (+)
infeksi Plasmodium vivax
9 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk filaria
 Spesimen  darah
 Deteksi antibodi IgG4 filariasis
Brugia sp.
 Menggunakan antigen
rekombinan
 C  kontrol
 T  indikator untuk filaria
 Garis merah di C  negatif
 Garis merah di C dan T  (+)
filariasis

78
10 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk filaria
 Spesimen  darah
 Deteksi antigen Wuchereria
bancrofti
 Menggunakan Ab monoklonal
 C  kontrol
 T  indikator untuk filaria
 Garis merah di C  negatif
 Garis merah di C dan T  (+)
filariasis

79
HEMATOONKOLOGI

Setelah mengikuti praktikum parasitologi di modul Hematoonkologi, diharapkan mahasiswa


mampu:

1. Mengenal berbagai spesies parasit yang menyebabkan infeksi dan gangguan pada
hematologi.
2. Mengetahui stadium dan morfologi masing-masing parasit.
3. Mengidentifikasi bentuk infektif masing-masing parasit.
4. Mengidentifikasi bentuk diagnostik parasit dan menghubungkannya dengan gejala
klinik.

1 Necator americanus stadium cacing dewasa


 Bentuk silindris, seperti huruf S
 Warna kuning keabuan
 Ukuran ♀  9-11 x 0,35 mm
 Ukuran ♂  5-9 x 0,30 mm
 ♂ memiliki bursa kopulatriks di
ekor
 ♀ ekor runcing

2 Mulut Necator americanus


 Memiliki 1 pasang lempeng
pemotong yang tersusun dari
benda chitin (chitin plate)

80
3 Ancylostoma duodenale stadium cacing dewasa
 Bentuk agak melengkung,
seperti huruf C
 Saat relaksasi, curvaturan
anterior searah dengan
lengkungan tubuh, sehingga
menyerupai huruf C
 Warna putih keabuan
 Ukuran ♀ 10-11 x 0,60 mm
 Ukuran ♂  8-11 x 0,45 mm
 ♂ memiliki bursa kopulatriks di
ekor
 ♀ ekor runcing, memiliki caudal
spine

4 Mulut Ancylostoma duodenale


 Memiliki 2 pasang taring

81
5 Telur cacing tambang
 Bentuk oval/elips
 Ukuran 56-60 x 40 µ
 Dinding telur tipis
 Isi telur 4-8 sel

6 Larva Filariform cacing tambang


 Bentuk langsing seperti jarum
 Ukuran 800 x 35 µ
 Esofagus ¼ panjang tubuh
 Mulut tertutup tidak aktif makan
 Ujung ekor runcing

82
7 Plasmodium falciparum stadium Trofozoit (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Sitoplasma lebih tebal
 Terlihat titik Maurer (chromatin
dots)  ditemukan pada infeksi
multipel

Parasit malaria
 Parasit berbentuk cincin tipis
dan acole (pada trofozoit
muda), cincin yang lebih tebal
dan terkadang ireguler (pada
trofozoit matur)

83
8 Plasmodium falciparum stadium Trofozoit (thick smear)
Parasit malaria:
Parasit berbentuk cincin, cincin terbuka,
koma, tanda seru, sayap burung terbang

84
9 Plasmodium falciparum stadium Skizon (thin smear)
Jarang ditemuka pada sediaan darah
tepi, kecuali pada infeksi berat.

Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar
 Terlihat titik Maurer (chromatin
dots)  ditemukan pada infeksi
multipel

Parasit malaria
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit
yang mengisi 2/3 eritrosit
 Terdapat pigmen berwarna
hitam

10 Plasmodium falciparum stadium Skizon (thick smear)


Jarang ditemuka pada sediaan darah
tepi, kecuali pada infeksi berat.

Parasit malaria
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit
yang mengisi 2/3 eritrosit
 Terdapat pigmen berwarna
hitam

85
11 Plasmodium falciparum stadium Gametosit (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit tidak membesar

Parasit malaria
 Berbentuk seperti pisang/sosis
 Mikrogametosit (jantan) 
plasma kebiruan, kromatin padat

 Makrogametosit (betina) 
plasma kemerahan, kromatin
tersebar

Mikrogametosit

Makrogametosit

86
12 Plasmodium vivax stadium Trofozoit (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit membesar
 Terlihat titik Schuffner
(chromatin dots)

Parasit malaria
 Bentuk tidak beraturan,
sitoplasma tidak beraturan
 Bentuk cincin, besarnya 1/3
eritosit

13 Plasmodium vivax stadium Trofozoit (thick smear)


Parasit malaria
 Bentuk tidak beraturan,
sitoplasma tidak beraturan
 Bentuk cincin, besarnya 1/3
eritosit

87
14 Plasmodium vivax stadium Skizon (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit membesar
 Terlihat titik Schuffner
(chromatin dot)

Parasit malaria
 Pigmen berwarna coklat
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit

15 Plasmodium vivax stadium Skizon (thick smear)


Parasit malaria
 Pigmen berwarna coklat
 Parasit terdiri dari 2-24 merozoit

88
16 Plasmodium vivax stadium Gametosit (thin smear)
Eritrosit
 Eritrosit membesar
 Terlihat titik Schuffner
(chromatin dot)

Parasit malaria
 Berukuran besar, nyaris
memenuhi eritrosit
 Berbentuk oval atau bulat
dengan kromatin yang tersebar

Mikrogametosit

Makrogametosit

89
17 Plasmodium vivax stadium Gametosit (thick smear)
Parasit malaria
 Berukuran besar, nyaris
memenuhi eritrosit
 Berbentuk oval atau bulat
dengan kromatin yang tersebar

18 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test untuk malaria


 Spesimen  darah
 Deteksi antigen Plasmodium
 Plasmodium falciparum 
protein spesifik Hrp II Pf
(Histidine rich protein II P.
falciparum)
 Plasmodium spp  Enzim LDH
(lactate dehydrogrnase)

Interpretasi:
 C  kontrol
 1  indikator utuk Plasmodium
falciparum
 2  indikator untuk Plasmodium
vivax
 Garis merah hanya di C 
negatif
 Garis merah di C dan 1  (+)
infeksi Plasmodium falciparum
 Garis merah di C, 1, dan 2  (+)
infeksi Plasmodium falciparum
 Garis merah di C dan 2  (+)
infeksi Plasmodium vivax

90
DAFTAR PUSTAKA

1. Cook GC., Zumla AL. Manson’s Tropical Diseases. 22nd edition. ISBN:
9781416044703. 2008.
2. Rai SK, et al. Atlas of Medical Parasitology. Kobe University School of Medicine
Japan. 1996.
3. Sutanto Inge, et al. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 4th edition. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.

91

Anda mungkin juga menyukai