Anda di halaman 1dari 7

KELOMPOK 2

1. Deatasya Tri Ananda NIM : 1605115242


2. Della Widya Ananda NIM : 1605115801
3. Devi Rahayu NIM : 1605111502

B. MATEMATIKA SEBAGAI ILMU DEDUKTIF

a. Definisi Deduktif

Deduktif atau deduksi berasal dari bahasa Inggris yaitu deduction yang berarti
penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang
umum. Berpikir deduktif adalah suatu metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus.

Dengan kata lain, pola pikir deduktif dapat pula diartikan sebagai proses berpikir yang
bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori, keyakinan) menuju hal khusus.
Berdasarkan sesuatu yang umum itu ditariklah kesimpulan tentang hal-hal yang khusus yang
merupakan bagian dari kasus atau peristiwa itu.

b. Matematika sebagai Ilmu Deduktif

Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran


(generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan yang lain, dimana lebih sering menggunakan metode induktif dan eksperimen.

Metode induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari hal khusus ke hal yang
umum. Metode ini bertolak belakang dengan metode deduktif . Sedangkan metode
eksperimen adalah metode yang mengandalkan hasil dari percobaan untuk menarik sebuah
kesimpulan.

Pola pikir dalam matematika sama dengan konsep pengertian deduktif itu sendiri,
yaitu membawa dari suatu hal yang umum ke hal-hal yang lebih detail atau khusus..
Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara
induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa di
buktikan dengan cara deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau
dalil itu dapat diterima kebenarannya sesudahnya dibuktikan secara deduktif.

Sebenarnya, menarik kesimpulan dalam matematika dapat dimulai dengan cara


induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus dapat
dibuktikan dengan cara deduktif.

Contoh

1. Contoh kasusnya adalah membuktikan bahwa 1 + 3 + 5 + ... + (2n-1) = n2

 Cara Induktif

Jika menggunakan cara induksi maka dapat dibuat beberapa dugaan dengan mencoba
jumlah beberapa suku sebagai berikut :

1=1

1+3=4

1+3+5=9

1 + 3+ 5 + 7 = 16,dan seterusnya

1 + 3 + 5 + ... + 99 = ???

Tampak bahwa jumlahan-jumlahan ini merupakan bilangan kuadrat sempurna. Sehingga


dapat diduga bahwa memang benar jika : 1 + 3 + 5 + ...
+ (2n-1) = n2
Tetapi dugaan ini merupakan jawaban menggunakan cara induktif, sehingga untuk
meggeneralisasikannya atau membuktikannya harus tetap menggunakan cara deduktif,
sebagai berikut :

 Cara Deduktif

Misalkan p (n) menyatakan 1 + 3 + 5 + ... + (2n-1) = n2.

a) P (1) adalah 1 = 12
b) Dimisalkan p (k) benar untuk suatu bilangan asli k,yaitu 1 + 3 + 5 + ... + (2k-1)
= k2 dan ditunjukkan bahwa p(k+1) benar,yaitu 1+3+5+...+ (2k-1) + (2k+1) =

(k+1)2.Hal ini ditunjukkan sebagai berikut : 1+3+5+...+(2k-1)+(2k+1)

=k2+2k+1 = (k+1)2 sehingga p(k+1) benar.jadi,p(n) benar untuk setiap


bilangan asli n.

Dari contoh ini terbukti bahwa untuk memperoleh suatu kesimpulan pada matematika tidak
cukup hanya dengan metode induktif. Karena setelah digunakan cara induktif masih perlu
pembuktian lagi dengan cara deduktif, atau dapat pula penarikan kesimpulan langsung
menggunakan cara deduktif.
2. Bilangan ganjil ditambah bilangan ganjil adalah bilangan genap. Misalnya kita ambil
beberapa buah bilangan ganjil, bai ganjil positif atau ganjil negatif yaitu 1, 3, -5, 7.

 Cara Induktif

+ 1 3 -5 -7
1 2 4 -4 6
3 4 6 -2 10
-5 -4 -2 -10 2
-7 8 10 2 14

Dari tabel diatas, terlihat bahwa untuk setiap bilangan dua ganjil jika dijumlahkan
hasilnya selalu genap. Pembuktian dengan cara induktif ini harus dibuktikan lagi dengan cara
deduktif.

 Cara Deduktif

Pembuktian secara deduktif sebagai berikut :

Misalkan :

a dan b adalah sembarangan bilangan bulat, maka 2a bilangan genap dan 2b bilangan genap
genap, maka 2a + 1 bilangan 2b + 1 bilangan ganjil.

Jika dijumlahkan :

(2a + 1 ) + (2b + 1) = 2a + 2b + 2

2a + 2b + 2 = 2 (a + b + 1)

Karena a dan b bilangan bulat maka (a + b + 1) juga bilangan bulat, sehingga 2 (a + b + 1)


adalah bilangan genap.

Jadi bilangan ganjil + bilangan ganjil = bilangan genap (generalisasi)


3. Jumlah ketiga sudut dalam sebuah segitiga sama dengan 1800.

Misalkan :

Siswa mengukur ketiga sudut sebuah segititga dengan busur derajat dan menjumlahkan
ketiga sudut tersebut, ternyata hasilnya sama dengan 1800. Walaupun proses pengukuran dan
penjumlahan ketiga sudut ini diberlakukan kepada segitiga-segitiga yang lain dan hasilnya
selalu sama dengan 1800, tetap kita tidak dapat menyimpulkan bahwa jumlah ketiga sudut
dalam sebuah segitiga sama dengan 1800, sebelum membuktikan secara deduktif.

Pembuktian secara deduktif sebagai berikut :

Garis a // garis b, dipotong oleh garis c dan garis d, maka terbentuk 1 , 2 , 3 , 4 , 5.

1 + 2 + 3 = 1800 (membentuk sudut lurus)

1 = 4 (sudut-sudut bersebrangan dalam)

3 = 5 (sudut-sudut bersebrangan dalam)

Maka : 1 + 2 + 3 = 4 + 2 + 5 = 1800

Karena 4 + 2 + 5 merupakan jumlah dari ketiga buah sudut pada sebuah segitiga, maka
dapat disimpulkan bahwa jumlah ketiga sudut dalam sebuah segitiga sama dengan 1800.

Kesimpulan yang didapat dengan cara deduktif ini barulah dapat dikatakan dalil atau
generalisasi.
c. Penerapan Pola Pikir Deduktif dalam Pembelajaran Matematika

Dalam pembelajaran matematika siswa diharapkan mampu berpikir deduktif, walaupun pada
kenyataannya siswa perlu diarahkan dengan pola pikir induktif. Pembelajaran matematika
terutama di jenjang SD/MI dan SMP/MTs masih sangat diperlukan pola pikir induktif.
Berarti dalam penyajian matematika di kedua jenjang pendidikan tersebut perlu dimulai dari
hal-hal yang khusus, misalnya contoh-contoh, secara bertahap menuju suatu simpulan atau
sifat yang umum. Simpulan dapat berupa suatu definisi atau teorema-teorema yang diangkat
dari hal-hal khusus tersebut.

Dalam mengenalkan konsep bangun datar, misalnya persegi, guru dapat menunjukkan
berbagai bangun geometri atau gambar datar kepada para siswa, dan mengatakan “ini adalah
persegi.” Selanjutnya menunjuk bangun lain yang bukan persegi dengan mengatakan “ini
bukan persegi.” Dengan demikian siswa dapat membedakan mana bangun yang berupa
persegi dan mana yang bukan. Ini merupakan langkah induktif atau mengikuti pola pikir
induktif (Soedjadi, 2000).

Setelah guru memberikan contoh-contoh, siswa kemudian dapat mengamati,


membandingkan, mengenal karakteristik, dan berusaha menyerap berbagai informasi yang
terkandung dalam kasus khusus tersebut. Melalui serangkaian proses ini, siswa akan
memperoleh “pengalaman” di benaknya yang nantinya dapat digunakan untuk memperoleh
kesimpulan atau sifat yang umum.
DAFTAR PUSTAKA

http://himatika.student.uny.ac.id/uncategorized/matematika-sebagai-ilmu-deduktif-dan-
penerapannya-dalam-pembelajaran-matematika/

http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-
MODES/MODEL_PEMBELAJARAN_MATEMATIKA/HAKIKAT_MATEMATIKA.pdf

Anda mungkin juga menyukai