Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PRE HOSPITAL

Esai Pengkajian Primer dan Sekunder pada pasien Trauma Cedera Kepala
Dosen pengajar: Ns. Bintari Ratih K., M.Kep. (BRK)

Nama : Firdaus Kristyawan


Nim : 186070300111012
Peminatan : Gawat darurat

Program Studi Magister Keperawatan


Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang
Pre hospital care adalah pelayanan gawat darurat yang dilakukan sebelum ke rumah sakit
(diluar rumah sakit) dimana merupakan saat pertama korban diberikan intervensi. Terkait proses
penanggulangan gawat darurat pre Hospital, tenaga kesehatan prehospital sebelum ke lokasi sudah
mengetahui sekilas kondisi pasien dari Call Center. Sehingga sebelum tenaga kesehatan kelokasi
kejadian, tenaga kesehatan sudah mempersiapkan peralatan yang ada untuk pertolongan kegawatan.
Kemudian proses selanjutnya yaitu pertolongan pertama. Pertolongan kegawatan yang diberikan
sesuai dengan temuan kondisi pasien berdasarkan asessment dari tenaga kesehatan. Intervensi yang
diberikan berlandaskan prioritas kegawatan pasien. Setelah keadaan pasien stabil, dilakukan proses
transportasi menggunakan ambulan hingga sampai di rumah sakit. Penanganan korban selama fase
prehospital menentukan kondisi pada pasien nantinya("PERMENKES RI," 2016; Suryanto, 2017).

Penjelasan diatas merupakan sistem pelayanan Gawat Darurat di Indonesia, khususnya pada
pre Hospital. Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas terkait pengkajian pre-Hospital pasien.
Pengkajian ini membantu tenaga kesehatan dalam mendata pasien kegawatan lebih akurat. Terkait
contoh kasus yang digunakan penulis adalah kasus trauma cedera kepala. Semoga bermanfaat.

 Pengkajian pada Prehospital

Pengkajian Prehospital adalah pengkajian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan pre hospital
(perawat ambulan/PSC) bertujuan membantu dalam mengetahui kondisi, penyebab, dan intervesi
segera yang bisa diberikan kepada pasien. Prinsip dari pengkajian Pre Hospital adalah cepat dan tepat
(berfokus pada pasien). Diketahui Pengkajian Pre Hospital memiliki empat pokok macam, diantaranya
yaitu: Scene assessment, Primary assessment, secondary assessment dan reassessment (pengkajian
ulang). Semua pengkajian ini saling berhubungan dan melengkapi.

Pengkajian lingkungan (Scene assessment), merupakan langkah awal bagi tenaga kesehatan
prehospital/perawat ambulan yang akan melakukan pertolongan ke lokasi kejadian. Adapun kegiatan
scene assessment secara berurutan yaitu:

a. 3 A yaitu Aman Diri (menggunakan perlindungan diri/APD), Aman lingkungaan (lihat


situasi dan lokasi yang berpotensi menimbulkan bahaya dan mengamankan orang-orang
yang ada disekitar tempat tersebut), Aman Pasien (pasien berada di tempat, dan posisi
aman)
b. Cek Kesadaran Pasien dengan AVPU.
A : Alert = sadar penuh
V : to Verbal = memberikan respon dengan rangsangan suara
P : to Pain = memberikan respon dengan rangsangan nyeri
U : unresponsive = tidak memberikan respon
Waktu hilangnya kessadaran merupakan hal pertama yang perlu diidentifikasi. Waktu
hilangnya kesadar (LOC) lost of Consciousness juga perlu dicatat.
c. Dilakukan Triage. Melakukan pengelompokan pasien sesuai prioritas kegawatan jika
korban atau pasien kegawatan berjumlah lebih dari satu. Jika satu pasien, berfokus pada
prioritas kegawatan.
d. meninjau kebutuhan alat dan bantuan tambahan sesuai kondisi dan jumlah pasien
e. Mengenali mekanisme kecelakaan (Ratih, 2018).

Dilanjutkan oleh pengkajian selanjutnya yaitu pengkajian primer. Pengkajian Primer dilakukan
setelah tindakan ekstrikasi jika pasien terjebak didalam kendaraan. Pengkajian primer berfokus pada
kondisi pasien yang mengancam nyawa (menggunakan prioritas ABCDE). Prioritas ABC dapat berubah
menjadi CAB jika pasien menunjukkan gejala tidak ada nadi dan tidak bernyawa.

Selain pengkajian ABC, pada pengkajian Primer terdapat beberapa pengkajian yang perlu
dilakukan. Pengkajian ini dapat diamati melalui inspeksi dan palpasi, diantaranya yaitu: pendekatan
secara umum, pengkajian status mental (kecemasan), dan temuan trauma yang tampak pada pasien.
Ketika pasien menunjukkan tanda-tanda tidak bernyawa (seperti tidak teraba nadi), berikan resusitasi
langsung dengan kompresi CPR, kemudian siapkan AED secepatnya. Meskipun masih dalam tahap
pengkajian, perawat ambulan dapat sekaligus memberikan pertolongan atau intervensi kegawatan
diwaktu yang sama, tergantung kondisi dari pasien kegawatan. Kemudian pengkajian primer yang
selanjutnya adalah prioritas Disability / ketidakmampuan fisik dan prioritas Exposure menggunting
pakaian untuk melihat jejas dan memberikan kenyamanan pada pasien seperti beri selimut.

Setelah pengkajian primer selesai, dilanjutkan dengan pengkajian Sekunder. Pengkajian ini
lebih difokuskan pada penyebab dari permasalahan yang terjadi. Berikut beberapa langkah pada
pengkajian sekunder yaitu: pemeriksaan status fisik, riwayat pasien, keluhan utama, dan pemeriksaan
(fisik head to toe). Terakhir adalah reassessment atau pengkajian ulang. Jika ada pengkajian-
pengkajian yang terlewat. (118, 2015; Ratih, 2018).

 Pengkajian Primer dan Sekunder pada pasien trauma cedera kepala

Cedera kepala adalah salah satu cedera yang cukup sering dialami oleh pasien trauma. Pada
hasil statistik di Amerika Serikat setiap tahunnya terdapat 1,4 juta orang mengalami cedera kepala.
Selain menjadi kasus trauma yang frekuensi orangnya paling sering, cedera kepala juga merupakan
salah satu cedera yang cukup berbahaya. Penyebabnya adalah cedera kepala membutuhkan
penanganan cepat dan waktu lama untuk menyembuhkan dan merehabilitasi kondisi pasien seperti
semula (Nayduch, 2014).

Adapun rangkaian pengkajian primer yang diperlukan untuk memeriksa pasien trauma cedera
kepala pada ranah Prehospital, yaitu

1. pengkajian ABC (pengkajian jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi),


a. Airway adalah jalan nafas, disini perawat ambulan melihat apakah ada benda asing
ataupun trauma yang menghalangi jalan nafas pasien.
Pegang kepala dan pakaikan neck collar jika dicurigai ada fraktur pada cervical.
Kecurigaan tersebut misalnya trauma kapitis yang menimbulkan penurunan
kesadaran, multi trauma dan terdapat jejas pada area antara clavicula hingga cranial.
Kemudian look, listen dan feel. Bila ada gurgling (suara berkumur) lakukan suction
jikalau ada alat atau miringkan. Bila ada snoring(mengorok) lakukan jaw thrust/chin
lift, dipertimbangkan penggunaan OPA dan NPA).
b. Breathing/pola nafas. Ada beberapa hal yang bisa diamati dari pola nafas, yaitu
frekuensi, ritme, volume, usaha bernafas, dan suara nafas ada dada.
Diketahui bahwa pola pernafasan ditentukan oleh fungsi dari otak tengah. Jika ada
penekanan atau cidera langsung pada batang otak dapat menyebabkan pola
perubahan pada respirasi.
Berikan oksigen bila ada masalah terhadap ABCD. Pilihan mask disesuaikan kebutuhan
pasien.
c. Circuler/sirkulasi, pemeriksaan dapat dilihat dari hasil Inspeksi, cek akral, nadi
cappilary test. Temuan masalah pada sirkulasi yaitu perdarahan baik eksternal
maupun internal. Jika perdarahan eksternal lakukan balut tekan (hati-hati pada
sumber perdarahan). Selain perdarahan permasalahan sirkulasi dapat dikaji dari
inspeksi kebiruan pada ekstremitas distal, Berkeringat dan lain-lain. Pemeriksaan ini
untuk membantu diagnosa hipovolemi (ditakutkan syock). (118, 2015; Nayduch,
2014).
d. Disability (pemeriksaan Status Neurologis)
Skor skala koma Glasgow/GCS, gangguan kesadaran, keluhan pasien (seperti sakit
kepala, mual, muntah, kejang sebelum tiba di rumah sakit), reaksi pupil, dan kekuatan
otot.
 GCS menjadi parameter pemeriksaan kesadaran dari klien. Pada pasien cedera
kepala, parameter ini bertujuan memberikan penilaian secara menyeluruh.
Tabel1.1 Tabel GCCS

Sumber: (118, 2015; Nayduch, 2014)


 Reaksi Pupil. Isokor atau Un-Isokor.
 Kekuatan otot motorik. Bandingkan kedua sisinya baik pasien sadar atau tidak
sadar.
e. Exposure
 Gunting pakaian jika perlu
 Memeriksa adanya luka atau jejas di tempat lain.
 Memberikan kenyamanan pada pasien (seperti memberi kehangatan melalui
pemberian selimut untuk mencegah Hipotermi).

2. Temuan trauma yang tampak

Ada banyak macam temuan pada trauma cedera kepala, yaitu:

 Pemeriksaan Inspeksi pada luka laserasi kepala. Jika tampak ada laserasi pada kulit kepala
maka sebaiknya dikaji dan diintervensi. Adanya laserasi kulit kepala dapat menyebabkan
perdarahan hebat, terutama pada pasien anak-anak. Intervensi balut tekan diperlukan jika
terjadi perdarahan.
Inspeksi pada bagian liang telinga dan lubang hidung, yang merupakan tanda dari fraktur
tulang basilar perlu dimonitoring.
 Inspeksi pada mata atau wajah (melihat bagian pupil mata rakun eyes dan memar), pada
Hidung (adanya mimisan/ deformitas), Beatle sign beatle sign (warna kehitaman belakang
telinga), Brill Hematom (kondisi dimana keluar darah pada hidung dan kedua mata diserta
lingkar biru pada kedua area mata) dan pada mulut (hilangnya gigi, malloclusion/kelainan
rahang atas dan bawah, jalan nafas/pembengkakan pada lidah).
 Pemeriksaan Palpasi pada daerah kepala mungkin dapat memperlihatkan adanya fraktur
tengkorak. Penekanan/ palpasi pada kepala jangan terlalu keras, kemudian pada bagian
gravitasi leher dapat diberikan pemindahan posisi sesuai petunjuknya. (118, 2015; Nayduch,
2014).
Adapun rangkaian pengkajian Sekunder pada pada pasien trauma cedera kepala, yaitu:

1. Pemeriksaan status fisik (TTV) seperti tekanan darah, nadi, suhu, RR, saturasi O2
2. Riwayat pasien ada dua pendekatan yaitu OPQRST (Onset, Provocation, Quality, Radiation,
Severity dan Timing) dan SAMPLE (Sign/symptoms, Allergies, Medication, Past Medical, Last
meal, Event prior) (Ratih, 2018). Menurut BTCLS 118, 2015 bisa menggunakan pendekatan
KOPAK untuk anamnesa riwayat (Keluhan,, Obat, Makan terakhir, Penyakit penyerta, Alergi,
kejadian). Pemeriksaan ini cukup penting untuk intervensi selanjutnya di rumah sakit. Data
riwayat dapat di kaji jika pasien sadar dan kooperatif. Jika tidak maka dapat menanyakan data
riwayat ke orang terdekat yang tinggal serumah dengan klien cukup lama atau keluarga klien.
3. Keluhan utama yang menjadi alasan mengapa EMS dipanggil.
4. Pemeriksaan fisik head to toe (DCAP BTLS)
Pemeriksaan fisik secara menyeluruh dari kepala hingga kaki. Wajah (mata, hidung, zygoma,
telinga, rahang atas dan bawah), leher (Pasang cervical collar untuk memfiksasi leher
perhatikan ukuran collar, atur kalung dan atur rambut yang menghalangi), Torak, Abdomen,
Pelvis, Ekstremitas (atas dan bawah), bagian punggung). Bagian-bagian tubuh tersebut
memerlukan pengkajian inspeksi, dan palpasi (perhatikan DCAP BTLS) untuk melihat
permasalahan pasien secara menyeluruh. DCAOP BTLS adalah deformitas, cuntusion,
abrasion, puncture, burns, tenderness, laceration, and swelling. Pemeriksaan auskultasi
dikususkan pada rongga dada dan abdomen (kecurigaan perdarahan interna dan masalah-
masalah lain) (118, 2015; Nayduch, 2014; White, 2015).

Demikian esai terkait pengkajian primer dan sekunder. Mohon maaf jika ada salah kata dari penulis.
Sekian dan terimakasih.

Daftar Pustaka

118, Yayasan Ambulan. (2015). Buku Panduan BT&CLS Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac
Life Support (A. D. Pusponegoro, S. Soedarmo, R. Suhartono & Z. A. Isma Eds.). Tangerang
Selatan: Ambulan Gawat Darurat 118.
Nayduch, D. (2014). Nurse to Nurse Perawatan Trauma. Jakarta: Selemba Medika.
PERMENKES RI § SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU, 19 Stat. 18 (2016).
Ratih, B (2018, 1 Oktober 2018). [Pre Hospital Assessment].
Suryanto. (2017). Prehospital Care in Indonesia: Preparation of the Nursing Workforce to Deliver an
Ambulance Service. Monash University, Australia.
White, T. W (2015). [Do a Primary and Secondary Survey Like a Rockstar].

Anda mungkin juga menyukai