Anda di halaman 1dari 7

2.

1 Asam Urat
2.1.1 Pengertian Asam Urat

Asam urat adalah asam berbentuk kristal yang merupakan produk akhir
dari metabolisme atau pemecahan purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu
salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh. Secara
alamiah purin terdapat dalam tubuh dan dijumpai pada makanan dari sel hidup,
yaitu makanan dari tanaman (sayur,buah, kacang-kacangan) maupun dari hewan
(daging, jeroan, ikan sarden). Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh,
karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat (Dhalimarta S,
2008).

Secara umum asam urat adalah sisa metabolisme zat purin yang berasal
dari makanan yang kita konsumsi. Purin sendiri adalah zat yang terdapat dalam
setiap bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup. Dengan kata lain,
dalam tubuh makhluk hidup terdapat zat purin ini, lalu karena kita memakan
makhluk hidup tersebut, maka zat purin tersebut berpindah ke dalam tubuh kita.
Berbagai sayuran dan buah-buahan juga terdapat purin. Purin juga dihasilkan dari
hasil perusakan sel-sel tubuh yang terjadi secara normal atau karena penyakit
tertentu (Hidayat, 2007)

2.1.2 Metabolisme Purin menjadi Asam Urat

Pembentukan asam urat dimulai dengan metabolisme dari DNA dan


RNA menjadi adenin dan guanin. Adenin kemudian dimetabolisme menjadi
hypoxanthine, selanjutnya hypoxanthine dimetabolisme menjadi xanthine.
Sedangkan guanin sendiri dimetabolisme menjadi xantine. Xantine hasil
metabolisme dari hypoxanthine dan guanin kemudian dirubah menjadi asam
urat dengan bantuan xanthine oxidase. Asam urat akan langsung diekresi
melalui glomerulus (Marks, D. et al.2000).
Gambar 1. Metabolisme purin menjadi asam urat (Silbernagl, 2009)

2.1.3 Patofisiologi

Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar dari
7,0 mg/dL) dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat.
Peningkatan atau penurunan kadar asam urat serum yang mendadak
mengakibatkan serangan gout. Apabila kristal urat mengendap dalam sebuah
sendi, maka selanjutnya respon inflamasi akan terjadi dan serangan gout pun
dimulai. Apabila serangan terjadi berulang-ulang, mengakibatkan penumpukan
kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap dibagian perifer
tubuh seperti ibu jari kaki, tangan, dan telinga (Smeltzer & Bare, 2001).

Pada kristal monosodium urat yang ditemukan tersebut dengan


imunoglobulin yang berupa IgG. Selanjutnya imunoglobulin yang berupa IgG
akan meningkat fagositosis kristal dengan demikian akan memperlihatkan
aktivitas imunologik (Smeltzer & Bare, 2001)

2.1.4 Jenis Asam Urat

1. Gout primer
Pada gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik).
Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya
produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya
pengeluaran asam urat dari tubuh (Ahmad, 2011).

2. Gout sekunder
Pada gout sekunder disebabkan antara antara lain karena meningkatnya
produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi makanan dengan kadar
purin tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun
asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk asam amino, unsur pembentuk
protein (Ahmad, 2011).

Produksi asam urat juga akan meningkat apabila adanya penyakit darah
(penyakit sumsum tulang, polisetemia), mengonsumsi alkohol, dan penyebab
lainnya adalah faktor obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar
trigiserin yang tinggi (Ahmad, 2011).

2.1.5 Kadar Normal Asam Urat


Kadar asam urat darah dibedakan menurut usia dan jenis kelamin.
Sebelum pubertas kadar asam urat pada laki-laki dan perempuan rata-rata 3,5
mg/dL. Setelah pubertas kadar asam urat pada laki-laki meningkat secara
bertahap dan dapat mencapai 5,2 mg/dL, sedangkan pada perempuan biasanya
tetap rendah karena memiliki hormon esterogen yang dapat mengeluarkan asam
urat dari dalam tubuh. Kadar asam urat pada perempuan mulai menunjukkan
peningkatan pada masa post menopause dan dapat mencapai 4,7 mg/dL. Kadar
asam urat normal pada laki-laki dewasa 3,4-7,0 mg/dL dan pada perempuan
dewasa 2,4-5,7 mg/dL. Asam urat yang beredar dalam darah tidak akan
menimbulkan penyakit jika kadarnya berada pada batas normal (Herliana, E.
2013).

2.1.6 Terapi Gout

1. Terapi Farmakologi

Pada terapi farmakologi gout dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
serangan akut menggunakan obat golongan NSAIDs, kolkisin dan kortikosteroid
dan terapi untuk gout kronis yang berfungsi menurunkan produksi asam urat
menggunakan golongan ukostastik seperti allopurinol dan obat golongan
urikosurik seperti probenecid dan benzobromarone. Mekanisme allopurinol
dengan menghambat enzim xantin oksidase yaitu enzim yang mensintesis asam
urat dari hipoxantin. (Lullmann et al., 2005; Burns et al., 2008).
Pada dasarnya terapi farmakologi gout memiliki beberapa efek samping
yang serius, sehingga banyak usaha yang dilakukan untuk menemukan alternatif
yang lebih aman dari obat-obatan tersebut terutama sumber-sumber yang berasal
dari alam (Haidari et al., 2008).

2. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk gout adalah dengan
cara modifikasi terhadap gaya hidup yaitu memberikan saran kepada pasien untuk
menurunkan berat badan, menghentikan konsumsi alkohol dan diet rendah purin
(Dincer et al., 2002; Murugaiyah, 2008). Selain itu pasien dianjurkan untuk 2
banyak minum air putih (minimal 2 liter sehari), membatasi asupan alkohol (bir),
menghindari stress fisik dan mental dan menghentikan penggunaan diuretika
golongan tiazid (Tjay & Rahardja, 2007).
Alkohol dapat meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat plasma
dapat menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh. Oleh karena itu orang yang
sering mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki kadar asam urat lebih tinggi
daripada orang yang tidak mengkonsumsi alkohol (Febry, 2008). Alkohol
merupakan makanan dan minuman yang diperoleh melalui proses fermentasi gula,
contohnya tape (Herliana, 2013).

2.1.7 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat


1. Metode Kolorimetri

Metode spektrofotometri digunakan dalam bidang kesehatan untuk analisis


kadar asam urat. Pada analisis asam urat dengan metode ini, asam urat dalam
serum direaksikan dengan asam fosfotungstat dalam suasana basa sehingga
menghasilkan larutan yang berwarna biru pada panjang gelombang 660 nm.
Analisis menggunakan metode spektrofotometri mempunyai beberapa kelemahan,
diantaranya memerlukan sampel dengan jumlah banyak, preparasi sampel rumit
dan lama, serta menghasilkan limit deteksi yang tinggi (Sewell, et al., 2002).

2. Metode enzimatik
Prinsip pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik pada reaksi utama
adalah memecah asam urat menjadi allantoin dan hidrogen peroksida dengan
bantuan enzim uricase. Selanjutnya pada reaksi indikasi menggunakan enzim
peroksidase membentuk quinoneimine berwarna merah. Intensitas warna yang
terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam urat. Nilai rujukan dengan
menggunakan metode enzimatik untuk laki-laki : 3,4 -7,0 mg/dL dan untuk
perempuan : 2,4 -5,7 mg/dL (Herliana, E. 2013). Dimana reaksi yang terjadi sebagai
berikut:

Urikase
Asam Urat + H2O + O2 Allantoin + CO2 + H2O2
Hidrogen
Peroksidase
DHBS + 4- aminoantipirin + 2H2O2 Quinoneimina + 3 H2O

3. Metode Voltammetri

Metode voltammetri digunakan untuk analisis senyawa-senyawa yang


memiliki sisi aktif seperti asam urat, kreatin, dan kreatinin. Teknik analisis secara
voltammetri mempunyai banyak kelebihan diantaranya mempunyai sensitivitas
tinggi, limit deteksi yang rendah, waktu analisis cepat karena sedikit
membutuhkan preparasi sampel, dan dapat menganalisis dalam jangkauan
konsentrasi yang luas. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk menganalisis
analit yang bersifaf elektroaktif baik senyawa- senyawa golongan anorganik
maupun organik. Senyawa organik dapat dianalisis dengan metode voltammetri
berdasarkan pada kemampuan gugus fungsi mengalami reaksi oksidasi dan
reduksi pada permukaan elektroda (Wang, 2000).
Namun demikian, analisis asam urat menggunakan metode voltammetri
sering diganggu oleh senyawa lain yang mempunyai potensial berdekatan
dengan asam urat seperti asam askorbat (John, 2005). Hasil pengukuran dengan
voltammetri ditampilkan dalam bentuk voltammogram berupa arus (dalam
mikroamper) sebagai fungsi potensial yang dipasang pada elektroda kerja
(Mendham et al., 2000).
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, N. (2011). Cara Mencegah dan Mengobati Asam Urat dan Hipertensi.
Rineka Cipta, Jakarta.

Bare BG., Smeltzer SC. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC,
Jakarta.

Burn, M.A.C., B.G. Wells., T.L. Schwinghammer., P.M. Malone., J.M. Kolesar.,
J.C. Rotschafer and J.T. Dipiro. (2008), Pharmacotherapy: Principles and
Practice. The McGraw- Hilll Companies, USA.

Dalimartha, S. (2008). Resep Obat Untuk Asam Urat, Penebar Swadaya, Jakarta.

Dincer, HE., Dincer AP, Levinson DJ. (2002). Asymptomatic Hyperuricemia: To


Treat or Not To Treat. Cleveland Clinic Journal of Medicine.

Febry, A (2008). Ilmu Gizi untuk Praktisi Kesehatan, Graha ilmu, Yogyakarta.

Haidari, F., Keshavarz, S. A., Rashidi, M. R. & Shahi, M. M., (2008). Orange
Juice and Hesperetin Supplementation to Hyperuricemic Rats Alter
Oxidative Stress Markers and Xanthine Oxidoreductase Activity, J. Clin.
Biochem. Nutr., 45 (3), 285-291

Herliana, E., (2013), Penyakit Asam Urat Kandas Berkat Herbal, Agromedia
Pustaka, Jakarta.

Hidayat, R. (2009). Gout dan Hiperurisemia. Divisi Reumatologi Departemen


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

John, S.A., (2005), Simultaneous Determination of Uric Acid and Ascorbic Acid
Using Glassy Carbon Electrodes in Acetate Buffer Solution, Journal of
Electroanalytical Chemistry, 579:249-256
Lullmann H., Mohr K., Hein L., Bieger D. (2005). Color Atlas of Pharmacoloogy.
5th edition. Thieme Medical Publishers.

Marks, Dawn B, Allan D Marks and Collen M. Smith. (2000). Biokimia


Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis, EGC, Jakarta.

Mendham, J. and Jeney, R.C., (2000), Texbook of Quantitive Chemical Analysis


Chemistry, 6th editon, Singapore Addison Wesley, Longman Singapore

Murugaiyah, V. (2008). Phytochemical, Pharmacological and Pharmacokinetic


Studies of Phyllantus niruri Linn. Lignans as Potential Antihyperuricemic
Agents [Thesis], Universiti Sains Malaysia, Malaysia.

Sewell, A.C., Murphy, H.C., and Iies, R.A., (2002), Use of Proton Nuclear
Magnetic Resonance Spectroscopy in Detection and Study of Organic
Acidurias, Clin. Chem., 48, 357-359

Silbernagl, S. (2009). In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Wang, J., (2000), Analytical Electrochemistry, Wiley-VHC, Canada.

Tjay, T.H & Rahardja, K,. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai