PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cookies
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak
(lembek), berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang
potongannya bertekstur padat (Turisyawati, 2011). Cookies termasuk jenis
biskuit, yang biasanya mengandung kadar lemak dan gula yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis biskuit lainnya, seperti crakers dan wafer.Menurut
Subagjo (2007) dalam Santoso dkk (2014), Cookies adalah produk pastry yang
bahan dasarnya terdiri dari butter, gula, telur, dan terigu lalu diaduk hingga
tercampur rata, dicetak tipis dan ukurannya kecil-kecil di atas loyang pembakar,
dipanggang dengan panas rendah, hasilnya kering dan renyah.
Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar
aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat
mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum pada Tabel 2.1 berikut ini:
8
2. Gula
Gula penting dalam menghasilkan citarasa dan struktur cookies.
Fungsi gula yang digunakan memberikan pengaruh terhadap tekstur dan
warna cookies. Penggunaan gula yang tinggi dapat menyebabkan
adonan keras dan regas (mudah patah), daya lekat adonan tinggi, adonan
kuat dan setelah dipanggang bentuk cookies menyebar. Gula dapat
berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa gula yang dapat
ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa
(Yulianti, 2015).
3. Telur
Telur mengandung beberapa protein dan berfungsi untuk
membentuk karakteristik produk cookies. Telur mengandung protein
globulin yang berperan dalam proses aerasi pada saat pengadonan
biskuit. Protein ovomucin berfungsi untuk menstabilkan busa. Lemak
11
4. Lemak
Lemak dapat dibedakan menjadi dua yaitu lemak hewani
(mentega) dan lemak nabati (margarin). Lemak yang akan digunakan
harus disimpan pada suhu ruang. Lemak tidak dapat larut kedalam
bahan cair adonan. Untuk itu, agar lemak dapat stabil kedalam adonan
maka kremkan lemak dan gula secara bersama-sama. Lemak berfungsi
untuk menghalangi pembentukan gluten. Penggunaan lemak dapat
menghasilkan cookies (kue kering) yang empuk dan tahan lama.
5. Baking powder
Baking powder merupakan bahan pengembang yang umum
digunakan pada cake.Baking powder berfungsi sebagai pengembang,
untuk memperbaiki “eating quality”, memperbaiki warna crumb (lebih
cerah). Baking powder biasanya bereaksi pada saat pengocokkan dan
akan bereaksi cepat apabila dipanaskan hingga 40-500C. Komposisi
baking powder yaitu natrium bikarbonat (NaHCO3), asam atau garam
asam, bahan pengisi (filler).
Jenis-jenis baking powder :
1) Fast Acting : Bereaksi saat proses pengocokkan
2) Slow Actin : Bereaksi saat pemanggangan
3) Double Acting : Bereaksi saat pengocokkan dan pemanggangan
12
biasanya dilakukan pada loyang dan diberi jarak untuk menghindari agar
cookies tidak saling lengket. Sebelum dilakukan pencetakan perlu
dilakukan pendinginan terlebih dahulu selama 10 menit pada suhu 0 -
40C.Pendinginan dilakukan agar terjadi sedikit pengembangan pada
adonan. Alat yang digunakan untuk mencetak roti kering terbuat dari
alumunium yang mudah digunakan dan dibersihkan. Bentuk dan cetakan
kue kering bermacam-macam dan dapat disesuaikan dengan selera.
3. Proses Pemanggangan
Selama pemanggangan akan terjadi perubahan fisik maupun
kimia. Perubahan fisik meliputi mengembangnya gas dan menguapnya
air.Sedangkan perubahan kimia meliputi gelatinisasi pati, koagulasi
protein, karamelisasi gula, dan reaksi maillard.
Pengembangan akan terjadi tidak hanya sebagai hasil peningkatan
volume gas yang mudah dalam rongga udara, tetapi juga sebagai akibat
lebih lanjut dari pengembangan CO2, peningkatan uap air serta
hilangnya senyawa-senyawa yang mudah menguap. Koagulasi protein
dan gelatinisasi pati merubah sifat dinding sel berongga udara adonan
menjadi lebih permeable terhadap CO2. Pada proses pemanggangan
biasanya mengunakan suhu berkisar 150-1700C. Suhu pemanggangan
tidak boleh terlalu tinggi, agar penguapan berjalan perlahan-lahan
sehingga pemasakan terjadi rata.
2.2 Nangka
Tanaman nangka termasuk tumbuhan tahunan (perennial). Dalam
sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman nangka di klasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Morales
14
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : A. heterophyllus
(Sumber: Rukmana, 2002).
Buah nangka memiliki bentuk panjang atau lonjong atau bulat, berukuran
besar dan berduri lunak. Buah terbentuk dari rangkaian bunga majemuk yang
dari luar tampak seolah-olah seperti satu sehingga disebut “buah semu”. Buah
nangka sebenarnya adalah tangkai bunga yang tumbuh menebal, berdaging dan
bersatu dengan daun-daun bunga membentuk kulit buah. Buah nangka yang
berukuran kecil, sebesar ibu jari orang dewasa disebut “babal”. Babal tersebut
menjadi buah nangka muda yang disebut “gori”. Buah muda (gori) lambat laun
mencapai ukuran maksimal dengan berat antara 20 kg – 25 kg dan akhirnya
matang dan disebut “buah nangka”. Daging buah nangka umumnya tebal,
berwarna kuning, dan kuning pucat, kuning kemerah-merahan atau jingga. Buah
nangka beraroma harum yang berasal dari kandungan senyawa etil-butirat, berair
dan rasanya manis (Rukmana, 2002).
Buah nangka yang umum dikonsumsi adalah nangka muda, nangka masak,
dan bijinya. Nangka muda memiliki komposisi mineral bagus, terutama
kalsiumdan fosfor, masing-masing sebesar 45 mg dan 29 mg per 100 gram.
Keunggulan lain dari nangka muda adalah mengandung karbohidrat
(11,3gram/100 gram) dan vitamin c (9 mg/100 gram). Keunggulan utama nangka
masak dibandingkan nangka muda dan biji nangka adalah memiliki kadar
vitamin A tinggi, yaitu 330 SI/100 gram daging buah. Selain itu, buah nangka
juga mengandung vitamin C dan vitamin B-kompleks. Mineral esensial yang
dibutuhkan tubuh, seperti kalsium, seng, besi, magnesium, selenium dan
tembaga, juga terdapat pada buah nangka. Kandungan kalium pada buah nangka
masak cukup baik, yaitu mencapai 303 mg/100 gram (Astawan, 2009).
Kalium dalam nangka efektif dalam mencegah penyakit jantung karena
dapat menurunkan tekanan darah. Gula alami seperti fruktosa dan sukrosa dalam
buah nangka menjadikannya sebuah energi dan tidak mengandung lemak jenuh
15
atau kolesterol. Nangka juga bermanfaat untuk kesehatan mata dan kulit, buah ini
mengandung vitamin A yang memelihara kesehatan mata dan kelembutan kulit
(Andri, 2013).
Tabel 2.3 Komposisi Nangka per 100 gram bahan yang dimakan
NO Komposisi Kimia Kandungan Gizi
1 Kalori 57 Kkal
2 Protein 2 gr
3 Lemak 0,4 gr
4 Karbohidrat 11,3 gr
5 Abu 0,9 gr
5 Kalsium 45 mg
6 Besi 0,5 mg
7 Fosfor 29 mg
9 Vit.C 9 mg
10 Air 85,4 gr
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009)
kuning agak lunak, kulit liat berwarna putih dan kulit ari berwarna cokelat
yang membungkus daging biji (Rukmana 2002).
Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 gram/100 gram),
protein (4,2 gram/100 gram), dan energi (165 kkal/100 gram), sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan potensial. Biji nangka juga
merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan mineral per 100 gram
biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi (1,0 mg)
(Astawan, 2009)
Biji nangka memiliki banyak kandungan yang bermanfaat, antara lain
mineral dan vitamin. Kandungan vitamin A, vitamin C, dan vitamin B1.
Kandungan mineral seperti kalsium (Ca), Fospor, mineral lainnya seperti
zat besi. Kandungan fosfor pada biji nangka merupakan yang tertinggi
dibanding makanan sumber karbohidrat lainnya. Jika dibandingkan dengan
berbagai jenis tanaman yang umum dipakai sebagai penghasil karbohidrat,
maka biji nangka tersebut termasuk memiliki kadar nutrisi yang relatif
potensial seperti: Kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi,
fosfor dan kadar air (Fairus, dkk, 2010).
17
Tabel 2.4 Komposisi Biji Nangka per 100 gram bahan yang dimakan
NO Komposisi Kimia Kandungan Gizi
1 Kalori 165 Kkal
2 Protein 4,2 gr
3 Lemak 0,1 gr
4 Karbohidrat 36,7 gr
5 Air 57,7 gr
6 Abu 1,3 gr
7 Kalsium 33 mg
8 Fosfor 200 mg
9 Besi 1 mg
10 Tiamin 0,2 mg
11 Vit. C 10 mg
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009)
dengan suhu 1100C selama kurang lebih 30 menit. Setelah direbus, biji
nangka dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji
nangka diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil) agar
memudahkan pada proses pengeringan (Fadillah, 2009: 4)
Proses pengeringan hingga menjadi tepung biji nangka, dilakukan
dengan beberapa cara antara lain dengan cara membiarkan bahan pangan di
bawah sinar matahari, yang dikenal dengan istilah pengeringan secara
alamiah atau dengan menggunakan panas buatan dalam bentuk udara yang
panas dari oven atau konstruksi pada alat pengering yang khusus untuk
pengering pada suatu bahan pangan.Pengeringan di terik matahari memang
bisa efektif,oleh karena suhu yang di capai sekitar (35-450C). Iklim di
wilayah tropis merupakan sumber energi yang sangat cukup potensial.
Selain itu juga dapat dikeringkan dengan mesin oven pengering Cabinet
Dryer dengan suhu 600C selama 2 jam. Proses pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air dalam biji nangka tersebut (Ishak dan Sarinah,
1995: 9 dalam Sari, 2012)
Beberapa kendala yang berpengaruh dalam proses pengeringan
diantaranya ialah suhu, kelembaban udara, lingkungan, kecepatan aliran
udara pengering, besarnya persentase kandungan air yang ingin dijangkau,
power pengering, efisiensi pada mesin pengering dan kapasitas
pengeringannya. Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan,
oleh karena permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa
diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju permukaan.
Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan, dilakukan dengan
memperhatikan kontak antara alat pengering dengan alat pemanas atau baik
berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya.
19
pembedaan) dan sensitifity test. Uji sensitivitas terdiri atas uji threshold, yang
menugaskan para panelis untuk mendeteksi level threshold suatu zat atau untuk
mengenali suatu zat pada level threshold nya.
Uji penerimaan juga disebut acceptance test atau preference test. Uji
penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu
bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Uji pembedaan mengemukakan
kesan akan adanya perbedaantanpa disertai kesan senang atau tidak maka pada
uji penerimaan, panelis mengemukakan tanggapan pribadikesan yang
berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap
sifat sensorik atau kualitas yang dinilai. Uji penerimaan ini termasuk uji
kesukaan (hedonik), uji mutu hedonik.
2.3.1 Panelis
Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam
penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan.
Panelis merupakan instrument atau alat untuk menilai mutu dan analisa
sensorik suatu produk. Dalam organoleptik dikenal beberapa macam panel.
Penggunaan panel-panel ini berbeda tergantung dari tujuan pengujian
tersebut (Ayustaningwarno, 2014). Ada enam macam panel yang bisa
digunakan, yaitu:
1) Panel Perorangan (Individual Expert)
Panel ini tergolong dalam panel tradisional atau panel kelompok
seni (belum memakai metode baku). Panel ini sudah lama digunakan
oleh industri tradisional seperti keju, pembuat wine, dan rempah-
rempah.Orang yang menjadi panel perseorangan mempunyai kepekaan
spesifik yang tinggi.Kepekaan ini merupakan bawaan lahir dan
ditingkatkan kemampuannya dengan latihan dalam jangka waktu lama,
dengan kemampuan ini, para panel perseorangan menjadi penting dalam
industri tertentu sehingga tarif menjadi mahal.
21
suara dari luar adalah dengan memiliki ruangan laboratorium yang jauh
dari keramaian.
3) Kedap Bau
Ruangan penilaian itu harus juga bebas dari bau-bauan asing atau
yang datang dari luar. Ruang pencicipan harus diusahakan jauh dari
ruang pengolahan, daerah pembuangan kotoran atau daerah yang
menghasilkan bau-bauan.
4) Suhu dan Kelembapan
Suhu ruangan harus dibuat tetap dan setinggi suhu kamar (20-
250C). Kelembapan diatur kira-kira 65%. Untuk mengatur suhu ruangan
biasanya digunakan sistem penyejuk udara (air conditioning).
5) Cahaya
Cahaya didalam ruangan sedapat mungkin tidak terlalu kuat, tetapi
juga tidak terlalu redup.
6) Dapur Penyiapan Contoh
Dapur tempat penyiapan contoh harus terpisah dari ruangan
pencicipan tetapi tidak terlalu jauh. Bau-bauan dari dapur tidak boleh
mencemari ruang pencicip.
Bahan-bahan cookies
BAB III
METODE PENELITIAN
Aroma:
sangat tidak suka=1
tidak suka = 2
agak suka = 3
suka = 4
sangat suka = 5
Tekstur:
sangat tidak suka=1
tidak suka = 2
agak suka = 3
suka = 4
sangat suka = 5
Rasa:
sangat tidak suka=1
tidak suka = 2
agak suka = 3
31
suka = 4
sangat suka = 5
Nilai Gizi Zat-zat penting yang terdapat Dihitung Oven, Air =…….gram Rasio
Cookies dalam cookies yang terdiri dari dengan furnace, Abu =…….gram
substitusi tepung terigu dengan analisis hasil Automatyc Protein = ……gram
tepung biji nangka. laboratorium Kjeldahl Lemak = …...gram
Analysis Karbohidrat = ……
System, fat gram
Analyzer. Energi = …….Kkal
3.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu:
Ha : Adanya pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka
terhadap mutu organoleptik dan nilai gizi.
3.6 Panelis
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil panelis agak terlatih yaitu
mahasiswa/i Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Baiturrahim Jambi sebanyak 20 orang yang sudah mengetahui dan pernah
mempelajari tentang pengujian organoleptik. Kriteria panelis meliputi:
Mahasiswa/i Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi,
bersedia menjadi panelis, dalam kondisi fisik dan psikis sehat dan mengetahui
dan pernah mendapat materi pengajaran organoleptik.
34
Biji Nangka
Pencucian
(dengan air bersih)
Pengupasan kulit
(dengan pisau)
Pengayakan
(dengan ayakan lubang 60 mesh)
Perlakuan:
Tambahkan tepung terigu Substitusi tepung terigu dan tepung biji
dan tepung biji nangka nangka (dalam 100 gram campuran)
sesuai perlakuan A1= 100% tepung terigu
A2= 85% : 15% (85 g tepung terigu +
15 g tepung biji nangka)
A3= 82,5% : 17,5% (82,5 g tepung
Tambahkan baking powder terigu + 17,5 g tepung biji nangka)
¼ sdt dan tepung maizena A4= 80% : 20% (80 g tepung terigu +
20 gram. 20 g tepung biji nangka)
A5= 77,5% : 22,5% (77,5 g tepung
terigu + 22,5 g tepung biji nangka)
Kocok kembali hingga rata A6 = 75% : 25% ( 75 g tepung terigu +
dengan mixer selama 15 menit 25 g tepung biji nangka)
Dinginkan
(𝑥 – 𝑦)
Kadar air (%b/b) = (𝑥 − 𝑎 ) x 100%
Keterangan:
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
a = berat cawan kosong (g)
b. Analisis Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995)
Cawan porselin dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian
didinginkan di dalam desikator.Setelah dingin ditimbang, sampel
sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur
hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Pengabuan
dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama suhu 4000C lalu
dilanjutkan pada suhu 5500C, kemudian didinginkan di dalam
desikator lalu ditimbang. Perhitungan:
W2
Kadar Abu (%b/b) = W1 x 100%
Keterangan:
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat abu (g)
c. Analisis Kadar Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak ± 0,1 g (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl
0,01N/0,02N) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30
ml. Lalu ditimbang 2 gram K2SO4, 50 mg HgO, 2 ml H2SO4 pekat
dan batu didih. Sampel didekstruksi (dididihkan) selama 1-1,5 jam
hingga jernih, lalu didinginkan. Lalu ditambahkan 2 ml air secara
perlahan dan didinginkan kembali. Cairan hasil dekstruksi (cairan x)
dipindahkan ke dalam alat destilasi dan bilas labu dengan air. Air
bilasan juga dipindahkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml
berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (Methylen red : Methylen blue
= 2:1) diletakkan di ujung kondensor alat destilasi dengan ujung
selang kondensor terendam dalam larutan H3BO3. Cairan X
41
Keterangan:
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat lemak (g)
42
d. Entry data
Data dimasukkan sesuai dengan kode yang telah dibuat sebelumnya.
e. Cleaning data
Dilakukan pengecekan data yang sudah dimasukkan sehingga apabila
ada kesalahan pada saat memasukkan data dapat segera diperbaiki.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
agak disukai. Selanjutnya substitusi tepung biji nangka 0%, 15%, 17,5%
dan 25% akan menghasilkan warna yang disukai.
Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari
penyebaran spectrum sinar. Selain itu, warna bukan merupakan suatu zat
atau benda melainkan suatu sensasi seseorang karena adanya rangsangan
dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indera penglihatan. Warna
merupakan atribut mutu yang pertama kali dinilai dengan penerimaan suatu
produk makanan karena warna dapat dipengaruhi penilaian seseorang akan
produk makanan tersebut. Apabila suatu produk makanan memiliki
kandungan gizi tinggi, rasa enak dan tekstur baik tetapi warna tidak disukai
maka akan menurunkan minat seseorang terhadap produk makanan tersebut
(Fitriasari, 2010)
4.5
3.95
4 3.65
3.5 3.6
3.4
3.5 3.2
W 3
a 2.5
r
2
n
a 1.5
0.5
0
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung
Biji Nangka dengan Warna Cookies Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa cookies biji nangka yang
paling disukai adalah perlakuan dengan perbandingan antara 82,5% tepung
terigu dan 17,5% tepung biji nangka dengan skor nilai rata-rata 3,95.
48
77,5:22,5 75:25
Gambar 4.2 Penampakan Cookies Biji Nangka dengan Tingkat Substitusi Tepung
Biji Nangka 0%, 15%, 17,5%, 20%, 22,5%, dan 25%.
4.1.2 Aroma
Hasil uji dengan One Way Anova menunjukkan aroma cookies biji
nangka tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara masing-masing
perlakuan, ditandai dengan nilai P > α (0,05) yaitu 0,202 (Lampiran 4).
Perlakuan ini menghasilkan aroma yang sama satu sama yang lain,
dapat diketahui bahwa aroma cookies substitusi tepung biji nangka antara
0%, 15%, 17,5%, 20%, 22,5% dan 25% tidak ada perbedaan yang nyata
pada taraf 5%. Hal ini dikarenakan tepung biji nangka memiliki aroma khas
49
yang tidak tajam. Lebih dominannya aroma khas cookies yang ditimbulkan
dari bahan dasar seperti margarin, gula dan telur, sehingga tidak
memberikan perbedaan aroma pada cookies substitusi tepung biji
nangka.Cookies substitusi tepung biji nangka 0%, 15% dan 25%
menghasilkan aroma yang agak disukai. Selanjutnya substitusi tepung biji
nangka 17,5%, 20% dan 22,5% akan menghasilkan aroma yang disukai.
Menurut de Mann (1989) dalam Apriliyanti (2010), dalam industri
pangan pengujian aroma atau bau dianggap penting karena cepat dapat
memberikan hasil penilaian terhadap produk terkait diterima atau tidaknya
suatu produk. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau tersebut
bersifat mudah menguap, sedikit larut air dan lemak.
4.5
3.95
4 3.7
3.55 3.45
3.5 3.35 3.25
A 3
r 2.5
o
2
m
a 1.5
0.5
0
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung
Biji Nangka dengan AromaCookies Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa aroma cookies biji
nangka yang paling disukai adalah perlakuan dengan perbandingan antara
80% tepung terigu dan 20% tepung biji nangka dengan skor nilai rata-rata
3,95.
50
4.1.3 Tekstur
Hasil uji dengan One Way Anova menunjukkan tekstur cookies biji
nangka tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara masing-masing
perlakuan, ditandai dengan nilai P > α (0,05) yaitu 0,069 (Lampiran 5).
Perlakuan ini menghasilkan tekstur yang sama satu sama yang lain,
dapat diketahui bahwa aroma cookies substitusi tepung biji nangka antara
0%, 15%, 17,5%, 20%, 22,5% dan 25% tidak ada perbedaan yang nyata
pada taraf 5%. Hal ini dikarenakan tekstur tepung biji nangka yang halus,
kering, dan tidak menggumpal seperti tepung terigu sehingga semakin
banyak substitusi tepung biji nangka tidak memberikan perbedaan tekstur
pada cookies biji nangka.Cookies substitusi tepung biji nangka 15% dan
25% menghasilkan tekstur yang agak disukai. Selanjutnya substitusi tepung
biji nangka 0%, 17,5%, 20% dan 22,5% akan menghasilkan tekstur yang
disukai.
Tekstur bahan pangan merupakan kumpulan dari sejumlah karakter
yang berbeda, yang dirasakan oleh bermacam-macam anggota tubuh
manusia. Apriliyanti (2010) menyatakan tekstur merupakan sensasi tekanan
yang dapat diamati dengan menggunakan mulut (pada waktu digigit,
dikunyah dan ditelan), ataupun dengan perabaan dengan jari.
51
4.5
3.8 4
4
3.5 3.5
3.5 3.2 3.25
T
e 3
k 2.5
s
2
t
u 1.5
r
1
0.5
0
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung
Biji Nangka dengan TeksturCookies Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa tekstur cookies biji
nangka yang paling disukai adalah perlakuan dengan perbandingan antara
80% tepung terigu dan 20% tepung biji nangka dengan skor nilai rata-rata
4,00.
4.1.4 Rasa
Hasil uji dengan One Way Anova menunjukkan rasa cookies biji
nangka terdapat perbedaan yang signifikan diantara masing-masing
perlakuan, ditandai dengan nilai P < α (0,05) yaitu 0,001. Uji lanjut Tukey
menunjukkan bahwa nilai optimal rasa terdapat pada cookies substitusi
80% tepung terigu dengan 20% tepung biji nangka (Lampiran 6).
Hasil uji lanjut (Uji Tukey) menunjukkan bahwa substitusi tepung biji
nangka mempengaruhi rasa cookies. Perlakuan ini menghasilkan rasa yang
berbeda satu sama yang lain (Tabel 4.1)
52
0.5
0
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung
Biji Nangka dengan RasaCookies Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa rasa cookies biji nangka
yang paling disukai adalah perlakuan dengan perbandingan antara 80%
tepung terigu dan 20% tepung biji nangka dengan skor nilai rata-rata 4,20.
54
3.9
3.80 3.81
3.8
3.7
3.6 3.52
3.46
Penerimaan
3.5
3.4
3.31
3.3 3.25
3.2
3.1
3
2.9
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka
Gambar 4.6 Grafik Hasil Rata - rata Antara Keseluruhan Perbandingan Tepung
Terigu dan Tepung Biji Nangka Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa parameter aroma,
tekstur dan rasa cookies substitusi tepung biji nangka sebanyak 20% yang
dihasilkan lebih disukai dari pada substitusi yang lain. Namun parameter
warna menunjukkan bahwa cookies substitusi tepung biji nangka sebanyak
17,5% lebih disukai dari pada substitusi yang lain. Untuk itu diperlukan
penambahan warna seperti penambahan gula aren, pandan dan lain-lain
agar warna cookies biji nangka pada tingkat substitusi tepung biji nangka
20% dapat diterima dan disukai oleh masyarakat.
Tetapi dengan adanya proses pengolahan dapat meningkatkan aroma dan citarasa
suatu produk makanan.
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi suatu bahan
pangan atau produk makanan, sepertikadar protein, lemak dan karbohidrat.
Informasi kandungan gizi suatu produk sangat penting untuk mengetahui jumlah
energy yang terdapat pada produk. Komposisi gizi per 100 g produk olahan
cookies substitusi tepung biji nangka beberapa formula dapat dilihat pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4 Komposisi Gizi per 100 g Produk Olahan Cookies Substitusi
Tepung Biji Nangka Berdasarkan Perbandingan
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka
Komposisi
100:0 85:15 82,5:17,5 80:20* 77,5:22,5 75:25
Air (g) 7,35 6,01 8,71 7,04 6,93 6,52
Abu (g) 0,67 0,94 0,85 0,68 0,56 0,67
Protein (g) 10,93 9,65 10,53 8,33 8,32 8,77
Lemak (g) 19,80 19,59 19,61 21,42 21,49 21,55
Karbohidrat (g) 61,23 63,78 60,28 62,50 62,67 62,47
Energi (kkal) 466,84 470,03 459,73 476,1 477,37 478,91
Keterangan: *Perbandingan cookies yang paling disukai
Kebutuhan terhadap energi dan zat-zat gizi tergantung pada berbagai faktor,
seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktifitas fisik (Almatsier,
2010). Takaran saji cookies untuk satu kali konsumsi sebanyak 5 keping (±20
gram). Komposisi zat gizi cookies per takaran saji dapat dilihat pada Tabel 4.4.
57
Tabel 4.5 Komposisi Gizi per Takaran Saji Produk Olahan Cookies
Substitusi Tepung Biji Nangka Berdasarkan Perbandingan
Perbandingan
Berat Komposisi Gizi per Takaran Saji
Tepung Terigu
per
dan Tepung
Takaran Protein Lemak Karbohidrat Energi
Biji Nangka
Saji (g) (g) (g) (g) (kkal)
(%)
100:0 2,18 3,96 12,24 93,36
20
(4,3%) (7,2%) (3,7%) (4,6%)
85:15 1,93 3,91 12,75 94
20
(3,8%) (7,1%) (3,9%) (4,7%)
82,5:17,5 1,96 3,92 12,05 91,94
20
(3,9%) (7,1%) (3,7%) (4,5%)
80:20* 1,66 4,28 12,50 95,22
20
(3,3%) (7,7%) (3,8%) (4,7%)
77,5:22,5 1,66 4,29 12,53 95,47
20
(3,3%) (7,8%) (3,8%) (4,7%)
75:25 1,75 4,31 12,49 95,78
20
(3,5%) (7,8%) (3,8%) (4,7%)
Keterangan: *Perbandingan cookies yang paling disukai
Angka di dalam kurung adalah persen AKG (angka kecukupan gizi)
berdasarkan diet 2000 kalori, yaitu protein 50 g, lemak 55 g dan karbohidrat
325 g
4.2.6 Energi
Berdasarkan hasil penelitian nilai gizi (Tabel 4.4), diperoleh bahwa
energicookies yang paling disukai secara organoleptik (perbandingan
80%:20%) yaitu 476,1% (bb). Kadar energi tersebut lebih rendah dari
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang substitusi tepung terigu
dengan tepung biji nangka pada pengolahan cookies terhadap mutu organoleptik
dan nilai gizi maka dapat disimpulkan:
1. Substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka berpengaruh terhadap
mutu cookies secara organoleptik.
2. Substitusi 80% tepung terigu dan 20% tepung biji nangka pada pengolahan
cookies terhadap mutu organoleptik menghasilkan aroma, tekstur dan rasa
yang paling disukai.
3. Kandungan gizi cookies substitusi 80% tepung terigu dan 20% tepung biji
nangka terdiri dari kadar air 7,04% (bb), kadar abu 0,68% (bb), kadar protein
8,33% (bb), kadar lemak 21,42% (bb), kadar karbohidrat 62,50% (bb), dan
energi 476,1% (bb).
63
5.2 Saran
1. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk dapat berinovasi
dalam membuat suatu produk makanan dan penelitian ini dapat dijadikan
sebagai referensi berbisnis kuliner.
2. Bagi akademik
Dapat menambah buku-buku tentang teknologi pangan sehingga dapat
dijadikan sebagai referensi dan tambahan dalam melakukan penelitian.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Saran untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang metode untuk membuat produk inovasi makanan baru dari olahan
tepung biji nangka, sehingga bukan hanya cookies saja tetapi produk-produk
makanan lain yang dapat diterima oleh masyarakat.
64
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti. (2013). Cookies Ikan Gabus Sebagai Makanan Tambahan Untuk Ibu
Hamil Trimester II. Jurnal. Universitas Lampung, Lampung.
Apriliyanti, T. (2010). Kajian Sifat Fisikokimia Dan Sensori Tepung Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea Batatas Blackie) Dengan Variasi Proses Pengeringan. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Astawan, M. (2009). A-Z Ensiklopedia Gizi Pangan Untuk Keluarga. Dian Rakyat,
Jakarta.
Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Tahunan
Indonesia. BPS Statistics. Indonesia.
Djaafar, T.F. dan S. Rahayu. (2007). Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian,
Penyakit Yang Ditimbulkan Dan Pencegahannya. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Yogyakarta.
Fatkurahman, R., W. Atmaka, dan Basito. (2012). Karakteristik Sensori Dan Sifat
Fisikokimia Cookies Dengan Substitusi Bekatul Beras Hitam (Oryza Sativa
L.) Dan Tepung Jagung (Zea mays L.). Jurnal. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Fitriasari, R.M. (2010). Kajian Penggunaan Tempe Koro Benguk (Mucuna Pruriens)
Dan Tempe Koro Pedang (Canavalia Ensiformis) Dengan Perlakuan
Variasi Pengecilan Ukuran (Pengirisan Dan Penggilingan) Terhadap
Karakteristik Kimia Dan Sensoris Nugget Tempe Koro. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Mahmud, M.K., dkk. (2009). Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Gramedia,
Jakarta.
Nasrulloh, A. (2015). Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Ubi jalar Ungu
(Ipomea Batatas L) Pada Pengolahan Cookies Terhadap Mutu
Organoleptik, Nilai Gizi, dan Indeks Glikemik. Skripsi. Program Studi Ilmu
Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim. Jambi.
Nurbaya, S.R. dan T. Estiasih. (2013). Pemanfaatan Talas Berdaging Umbi Kuning
(Colocasia Esculenta (L.)Schott) Dalam Pembuatan Cookies. Jurnal.
Universitas Brawijaya. Malang.
Nurhasanah, N. (2016). Pengaruh Substitusi Tepung Terigu Dan Tepung Ikan Gabus
(Ophiocephalus Striatus) Terhadap Mutu Organoleptik Cookies. Skripsi.
Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim.
Jambi.
Nusa, M.I., M. Fuadi, dan S. Fatimah. (2014). Studi Pengolahan Biji Buah Nangka
Dalam Pembuatan Minuman Instan. Jurnal. Universitas Muhammadiyah.
Sumatera Utara.
66
Putri, S. (2010). Substitusi Tepung Biji Nangka Pada Pembuatan Kue Bolu Kukus
Ditinjau Dari Kadar kalsium, Tingkat Pengembangan Dan Daya Terima.
Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Rohayati. (2012). Pemanfaatan Tepung Biji Nangka Pada Pembuatan Bolu Kukus
Ditinjau Dari Tingkat Pengembangan Dan Daya Terima. Skripsi. Program
Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim. Jambi.
Soekarto, S.T. (1985). Penilaian Organoleptik Utama Industri Pangan Dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.