Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cookies adalah jenis biskuit adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah
dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Ciri khas
cookies adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air
rendah (kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah. Apabila dikemas akan
terlindungi dari kelembaban dan memilik daya simpan yang lama (Afriyanti,
2013).
Cookies merupakan biskuit yang berbahan dasar tepung terigu.Tepung
terigu merupakan tepung atau bubuk yang berasal dari biji gandum.
Keistimewaan tepung terigu dibandingkan serealia lain yaitu kemampuannya
untuk membentuk gluten yang bersifat elastis pada saat dibasahi dengan air. Sifat
elastis gluten pada adonan menyebabkan kue tidak mudah rusak ketika dicetak
(Turisyawati, 2011)
Tepung terigu yang digunakan adalah jenis soft wheat yaitu tepung terigu
yang mempunyai kandungan protein 6%-8% dan mempunyai mutu yang baik
atau menggunakan tepung yang tidak mengandung protein sama sekali
karenadidalam pembuatan cookies tidak memerlukan pengembangan
(Fajiarningsih, 2013).
Masyarakat Indonesia saat ini banyak mengkonsumsi makanan yang
berbahan dasar terigu akibatnya kebutuhan terigu semakin meningkat.
Meningkatnya kebutuhan terigu berdampak pada tingkat konsumsi gandum di
Indonesia, negara Indonesia memenuhi kebutuhan gandum dengan mengimpor
dari negara lain.Ini membuktikan adanya ketergantungan pemerintah terhadap
impor. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan tersebut yaitu dengan
pengembangan pemanfaatan bahan pangan lokal (Putri, 2010)
Subsitusi tepung terigu dalam pembuatan makanan sangat bermanfaat
untuk mengurangi ketergantungan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan

1
2

gandum di Indonesia. Beberapa penelitian pengolahan cookies telah berhasil


melakukan substitusi terigu oleh beberapa tepung bahan pangan lokal, yaitu
diantaranya: Penelitian Septiana (2013), pada pembuatan cookies yang
disubstitusi tepung bonggol pisang ambon dengan perbandingan 80% tepung
terigu : 20% tepung bonggol pisang ambon memiliki daya terima yang lebih
disukai panelis. Dari hasil penelitian Nasrulloh (2015), dapat diketahui bahwa
parameter warna, tekstur dan rasa cookies substitusi tepung ubi jalar sebanyak
30% dan tepung terigu sebanyak 70% yang dihasilkan lebih disukai dari pada
substitusi yang lain. Pada penelitian Marizalni (2013), cookies dengan substitusi
tepung ampas tahu sebanyak 35% dan tepung terigu sebanyak 65% menghasilkan
cookies yang cukup baik dari segi tekstur, aroma dan rasa.Sedangkan pada
penelitian Delima (2013), cookies dengan substitusi tepung biji ketapang ditinjau
dari aspek warna, aroma, tekstur dan rasa yang sangat disukai masyarakat yaitu
substitusi biji ketapang sebesar 40% : 60% tepung terigu.
Salah satu produk pertanian Indonesia yang potensial untuk dijadikan
alternatif pengganti tepung terigu ialah tepung biji nangka. Nangka memiliki biji
yang dapat dijadikan tepung. Nangka memiliki kandungan kimia yang cukup
baik untuk dijadikan bahan pangan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2015, produksi nangka di provinsi Jambi sekitar 19.703 ton.
Nangka merupakan tanaman yang sangat cocok bila dibudidayakan di
Indonesia yang memiliki karakteristik daerah sesuai dengan pertumbuhan pohon
nangka. Nangka berbunga hampir sepanjang tahun dan tumbuh hampir di seluruh
wilayah Indonesia. Biasanya buah nangka yang matang dijadikan camilan segar
karena daging buahnya manis. Buah nangka memiliki banyak bahan buangan
seperti biji. Rata-rata tiap buah berisi biji yang beratnya sepertiga dari berat buah,
sisanya adalah kulit dan daging buah. Keuntungan penggunaan biji nangka antara
lain ialah harga buah nangka yang relatif murah, umumnya biji nangka
merupakan limbah buangan konsumen nangka (Qomari, 2013).
Potensi biji nangka (Arthocarphus heterophilus) yang besar belum
dieksploitasi secara optimal.Masih rendahnya pemanfaatan biji nangka dalam
3

bidang pangan hanya sebatas sekitar 10% disebabkan kurangnya minat


masyarakat dalam pengolahan biji nangka. Hal ini yang mendorong pengolahan
biji nangka dalam berbagai bentuk olahan, misalnya: untuk dibuat tepung yang
digunakan sebagai bahan baku industri makanan (campuran bahan makanan),
dapat digunakan sebagai bahan pembuatan dodol, yogurt, tempe dan menjadi
sereal instant bergizi (Nusa, dkk, 2014).
Biji nangka merupakan hasil sampingan dari buah nangka sehingga tidak
pernah mendapat perhatian khusus dalam penggunaannya. Upaya meningkatkan
kualitas dan nilai ekonomis biji nangka salah satunya diolah menjadi tepung biji
nangka. Tepung biji nangka dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti
terigu maupun bahan subtitusi terigu (Santoso, dkk, 2014).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka pada pengolahan
cookies terhadap mutu organoleptik dan nilai gizi”. Pengolahan cookies sebagai
pengembangan produk melalui perubahan bahan utama yaitu penggantian tepung
terigu dengan tepung biji nangka, diharapkan dapat meningkatkan konsumsi biji
nangka sekaligus menggantikan posisi terigu sebagai bahan baku cookies. Juga
sebagai bahan pangan alternatif yang berbahan baku lokal dan bernilai gizi tinggi
sehingga bisa digunakan untuk bahan intervensi gizi.
4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah penambahan tepung biji nangka sebagai substitusi tepung terigu
berpengaruh terhadap pengolahan cookies ditinjau dari mutu organoleptik dan
nilai gizi cookies?“

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka pada produk makanan
ringan/snack berupa cookies.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui mutu organoleptik terutama warna, aroma, tekstur dan rasa
cookies substitusi tepung biji nangka.
2. Mengetahui kandungan gizi cookies substitusi tepung biji nangka.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa ada peluang pembuatan cookies dari pemanfaatan biji
nangka sebagai substitusi tepung terigu sehingga dapat meningkatkan industri
rumah tangga dengan keanekaragaman bahan baku dan tetap mengandung
nilai gizi yang memadai.
2. Bagi Akademik
Dapat menambah referensi atau literatur terutama dalam disiplin Ilmu
Teknologi Pangan.
3. Bagi Peneliti
Bagi peneliti sendiri untuk memperluas wawasan dan pengetahuan
tentang teknologi pangan, serta untuk peneliti selanjutnya dapat dijadikan
bahan acuan dan masukan dengan variasi dan kombinasi yang lebih baik.
5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain
eksperimental. Penelitian ini memaparkan enam formula dengan variasi
perbandingan tepung terigu dan tepung biji nangka pada pengolahan cookies
yang diduga akan berpengaruh terhadap nilai gizi dan mutu organoleptik.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2018 di Laboratorium Kuliner
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi dan Laboratorium Peternakan
Universitas Jambi. Pengukuran mutu organoleptik melalui uji hedonik yaitu,
warna, aroma, tekstur dan rasa dengan bantuan 20 orang panelis. Nilai gizi dari
cookies substitusi tepung biji nangka yang dihasilkan didapat dengan cara
analisis proksimat di laboratorium meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak,
karbohidrat dan energi.

1.6 Keaslian Penelitian


Penelitian ini diteliti oleh peneliti tanpa adanya rekayasa atau manipulasi
ataupun mencontek karya orang lain. Terdapat beberapa penelitian atau jurnal
orang lain yang menjadi acuan yaitu:
1. Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea Batatas
L) Pada Pengolahan Cookies Terhadap Mutu Organoleptik, Nilai Gizi, dan
Indeks Glikemik, oleh Ahmad Nasrulloh, 2015. Persamaan penelitian adalah
untuk mengevaluasi mutu organoleptik dan mengetahui kandungan gizi
cookies. Perbedaan penelitian adalah pada tepung yang digunakan yaitu
tepung ubi jalar ungu dan untuk mengetahui nilai indeks glikemik.
2. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Tepung Ikan Gabus (Ophiocephalus
Striatus) Terhadap Mutu Organoleptik, oleh Nida Nurhasanah, 2016.
Persamaan penelitian adalah mengevaluasi mutu organoleptik pada cookies.
Perbedaan penelitian adalah pada tepung yang digunakan yaitu tepung ikan
gabus.
3. Pengaruh Substitusi Tepung Bonggol Pisang Ambon (Musa Paradisiaca)
Terhadap Tingkat Kekerasan dan Daya Terima Cookies, oleh Riska Septiana,
6

2013. Persamaan penelitian adalah untuk mengevaluasi daya terima cookies.


Perbedaan penelitian adalah pada tingkat kekerasan cookies dan tepung yang
digunakan yaitu tepung bonggol pisang.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cookies
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak
(lembek), berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang
potongannya bertekstur padat (Turisyawati, 2011). Cookies termasuk jenis
biskuit, yang biasanya mengandung kadar lemak dan gula yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis biskuit lainnya, seperti crakers dan wafer.Menurut
Subagjo (2007) dalam Santoso dkk (2014), Cookies adalah produk pastry yang
bahan dasarnya terdiri dari butter, gula, telur, dan terigu lalu diaduk hingga
tercampur rata, dicetak tipis dan ukurannya kecil-kecil di atas loyang pembakar,
dipanggang dengan panas rendah, hasilnya kering dan renyah.
Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar
aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat
mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum pada Tabel 2.1 berikut ini:
8

Tabel 2.1 Syarat Mutu Cookies Menurut SNI 01-2973-1992


No Kriteria Uji Satuan Keadaan
1 Bau, rasa, warna, tektur Normal
2 Kadar air %, p/b Maksimum 5
3 Kadar abu %, p/b Maksimum 2
4 Kadar protein %, p/b Minimum 9
5 Kadar lemak %, p/b Minimum 9,5
6 Kadar karbohidrat %, p/b Minimum 70
7 Kadar energi Kkal/100g Minimum 400
8 Bahan tambahan makanan sesuai SNI No 0222-N dan revisinya
5.1 Pewarna 722/NEW. KES/PER/IX/88 Tidak boleh ada
5.2 Pemanis buatan
9 Cemaran logam
6.1 Tembaga (Cu) mg/kg Maksimum 10.0
6.2 Timbal (Pb) mg/kg Maksimum 1.0
6.3 Seng (Zn) mg/kg Maksimum 10.0
10 Cemaran mikroba Koloni/gram Maksimum 1.0 X 10
8.1 Angka lempeng Tipis APM/gram Maksimum 20
8.2 Koliform APM/gram <3
8.3 Eschericia coli Koloni/gram Maksimum 1.0 X 102
Sumber :Badan Standarisasi Nasional (1992) dalam Nasrulloh (2015)

2.1.1 Bahan Baku Cookies


Menurut Nurhasanah (2016) bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan kue kering atau cookies antara lain :
1. Tepung Terigu
Pola umum penggunaan tepung terigu di Indonesia menunjukkan
bahwa sebanyak 79% digunakan oleh industri pengolahan pangan :
menghasilkan roti (34,4%), mie (20%), kue-kue basah (cakes) (11,5%),
kue-kue kering (cookies) (6,7%), dan makanan ringan lainnya (6,7%).
Selain itu, sebanyak 16% digunakan langsung untuk keperluan rumah
tangga, sedangkan industri non-pangan (industri kayu lapis)
membutuhkan sekitar 5% dari substitusi tepung terigu (Muchtadi, 2009).
9

Klasifikasi jenis tepung terigu yang pertama yaitu tepung terigu


protein tinggi, yang mengandung kadar protein 11%-13%. Kedua
protein sedang, yang mengandung protein antara 8%-10%. Ketiga
adalah tepung terigu protein rendah, yang mengandung kadar protein
6%-8%.
1. Tepung protein tinggi (hard wheat)
Tepung protein tinggi (hard wheat) adalah tepung terigu yang
mengandung 11%-13% protein. Tepung ini cocok untuk membuat
roti dan produk bakery yang dikembangkan dengan ragi. Tepung ini
biasanya berwarna krem, terasa kering bila dipegang, tidak
menggumpal kalau digenggam dan mudah menyebar kalau ditabur.
2. Tepung protein sedang (medium wheat)
Tepung protein sedang (medium wheat)adalah tepung terigu
yang mengandung 8%-10% protein. Tepung ini kurang cocok bila
digunakan untuk pembuatan cake atau bolu, biskuit, cookies,
dancrakers. Tepung ini biasanya mempunyai warna yang lebih putih,
mudah menggumpal jika digenggam, demikian juga kalau ditabur
tidak mudah menyebar karena ada gumpalan-gumpalan kecil.
3. Tepung terigu protein rendah (soft wheat)
Tepung terigu protein rendah (soft wheat)adalah tepung terigu
yang mengandung 6%-8% protein. Tepung ini biasanya digunakan
untuk membuat adonan yang bersifat renyah sangat cocok untuk
membuat kue kering (cookies).
10

Tabel 2.2 Komposisi Tepung Terigu per 100 gram


NO Komposisi Kimia Kandungan Gizi
1 Kalori 333 Kkal
2 Protein 9 gr
3 Lemak 1 gr
4 Karbohidrat 77,2 gr
5 Serat 0,3 gr
6 Abu 1 gr
7 Kalsium 22 mg
8 Fosfor 150 mg
9 Besi 1,3 mg
10 Air 11,8gr
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009)

2. Gula
Gula penting dalam menghasilkan citarasa dan struktur cookies.
Fungsi gula yang digunakan memberikan pengaruh terhadap tekstur dan
warna cookies. Penggunaan gula yang tinggi dapat menyebabkan
adonan keras dan regas (mudah patah), daya lekat adonan tinggi, adonan
kuat dan setelah dipanggang bentuk cookies menyebar. Gula dapat
berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa gula yang dapat
ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa
(Yulianti, 2015).

3. Telur
Telur mengandung beberapa protein dan berfungsi untuk
membentuk karakteristik produk cookies. Telur mengandung protein
globulin yang berperan dalam proses aerasi pada saat pengadonan
biskuit. Protein ovomucin berfungsi untuk menstabilkan busa. Lemak
11

pada kuning telur yang mengandung fosfolipid berfungsi sebagai bahan


pengemulsi dan pengeras.
Telur yang digunakan untuk pembuatan adonan dapat berupa telur
utuh atau sebagian, yaitu bagian kuning atau putihnya saja. Fungsi telur
dalam adonan untuk membantu proses pengembangan volume adonan,
menambah warna kuning pada produk serta menimbulkan flavor dan
rasa gurih (Pamungkas, 2008).

4. Lemak
Lemak dapat dibedakan menjadi dua yaitu lemak hewani
(mentega) dan lemak nabati (margarin). Lemak yang akan digunakan
harus disimpan pada suhu ruang. Lemak tidak dapat larut kedalam
bahan cair adonan. Untuk itu, agar lemak dapat stabil kedalam adonan
maka kremkan lemak dan gula secara bersama-sama. Lemak berfungsi
untuk menghalangi pembentukan gluten. Penggunaan lemak dapat
menghasilkan cookies (kue kering) yang empuk dan tahan lama.

5. Baking powder
Baking powder merupakan bahan pengembang yang umum
digunakan pada cake.Baking powder berfungsi sebagai pengembang,
untuk memperbaiki “eating quality”, memperbaiki warna crumb (lebih
cerah). Baking powder biasanya bereaksi pada saat pengocokkan dan
akan bereaksi cepat apabila dipanaskan hingga 40-500C. Komposisi
baking powder yaitu natrium bikarbonat (NaHCO3), asam atau garam
asam, bahan pengisi (filler).
Jenis-jenis baking powder :
1) Fast Acting : Bereaksi saat proses pengocokkan
2) Slow Actin : Bereaksi saat pemanggangan
3) Double Acting : Bereaksi saat pengocokkan dan pemanggangan
12

2.1.2 Proses Pembuatan Cookies


Menurut Smith (1972) dalam Turisyawati (2011) proses pembuatan
kue kering atau cookies dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses
pencampuran, pencetakan dan pemanggangan.
1. Proses Pencampuran
Pencampuran merupakan salah satu tahapan yang paling penting
dalam pembuatan kue kering atau cookies. Adonan diaduk agar semua
bahan dapat dicampurkan dengan baik. Cara pencampuran bahan ada 2
yaitu pertama adalah creaming yaitu mencampur lebih dahulu lemak
dan gula bersama baru dimasukkan tepungnya. Cara kedua disebut all in
methodyaitu mencampurkan semua bahan menjadi satu hingga
homogen.Pembentukan kerangka kue kering atau cookies diawali
selama pencampuran.
Ada 2 metode pencampuran secara creaming yaitu two stage
method dan three stage method. Pada two stage method, semua bahan
selain tepung dan baking powder dicampur selama 4-10 menit,
kemudian dilakukan pencampuran kedua dengan menambahkan tepung
dan baking powder, three stage method yang digunakan dalam creaming
terdiri atas :
1) Pencampuran shortening, gula, susu dengan kecepatan putaran
tinggi selama 3-7 menit.
2) Penambahan garam, telur dan air dengan kecepatan sedang selama
1-3 menit.
3) Pencampuran dilanjutkan dengan dimasukkannya tepung dan
leaveningagent dengan kecepatan putaran rendah selama 3-10
menit. Setelah homogen lalu dilakukan pencetakan dan
pemanggangan.
2. Proses Pencetakan
Pencetakkan dimaksudkan untuk memperoleh produk cookies
dengan bentuk yang seragam dan meningkatkan daya tarik. Pencetakan
13

biasanya dilakukan pada loyang dan diberi jarak untuk menghindari agar
cookies tidak saling lengket. Sebelum dilakukan pencetakan perlu
dilakukan pendinginan terlebih dahulu selama 10 menit pada suhu 0 -
40C.Pendinginan dilakukan agar terjadi sedikit pengembangan pada
adonan. Alat yang digunakan untuk mencetak roti kering terbuat dari
alumunium yang mudah digunakan dan dibersihkan. Bentuk dan cetakan
kue kering bermacam-macam dan dapat disesuaikan dengan selera.
3. Proses Pemanggangan
Selama pemanggangan akan terjadi perubahan fisik maupun
kimia. Perubahan fisik meliputi mengembangnya gas dan menguapnya
air.Sedangkan perubahan kimia meliputi gelatinisasi pati, koagulasi
protein, karamelisasi gula, dan reaksi maillard.
Pengembangan akan terjadi tidak hanya sebagai hasil peningkatan
volume gas yang mudah dalam rongga udara, tetapi juga sebagai akibat
lebih lanjut dari pengembangan CO2, peningkatan uap air serta
hilangnya senyawa-senyawa yang mudah menguap. Koagulasi protein
dan gelatinisasi pati merubah sifat dinding sel berongga udara adonan
menjadi lebih permeable terhadap CO2. Pada proses pemanggangan
biasanya mengunakan suhu berkisar 150-1700C. Suhu pemanggangan
tidak boleh terlalu tinggi, agar penguapan berjalan perlahan-lahan
sehingga pemasakan terjadi rata.
2.2 Nangka
Tanaman nangka termasuk tumbuhan tahunan (perennial). Dalam
sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman nangka di klasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Morales
14

Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : A. heterophyllus
(Sumber: Rukmana, 2002).
Buah nangka memiliki bentuk panjang atau lonjong atau bulat, berukuran
besar dan berduri lunak. Buah terbentuk dari rangkaian bunga majemuk yang
dari luar tampak seolah-olah seperti satu sehingga disebut “buah semu”. Buah
nangka sebenarnya adalah tangkai bunga yang tumbuh menebal, berdaging dan
bersatu dengan daun-daun bunga membentuk kulit buah. Buah nangka yang
berukuran kecil, sebesar ibu jari orang dewasa disebut “babal”. Babal tersebut
menjadi buah nangka muda yang disebut “gori”. Buah muda (gori) lambat laun
mencapai ukuran maksimal dengan berat antara 20 kg – 25 kg dan akhirnya
matang dan disebut “buah nangka”. Daging buah nangka umumnya tebal,
berwarna kuning, dan kuning pucat, kuning kemerah-merahan atau jingga. Buah
nangka beraroma harum yang berasal dari kandungan senyawa etil-butirat, berair
dan rasanya manis (Rukmana, 2002).
Buah nangka yang umum dikonsumsi adalah nangka muda, nangka masak,
dan bijinya. Nangka muda memiliki komposisi mineral bagus, terutama
kalsiumdan fosfor, masing-masing sebesar 45 mg dan 29 mg per 100 gram.
Keunggulan lain dari nangka muda adalah mengandung karbohidrat
(11,3gram/100 gram) dan vitamin c (9 mg/100 gram). Keunggulan utama nangka
masak dibandingkan nangka muda dan biji nangka adalah memiliki kadar
vitamin A tinggi, yaitu 330 SI/100 gram daging buah. Selain itu, buah nangka
juga mengandung vitamin C dan vitamin B-kompleks. Mineral esensial yang
dibutuhkan tubuh, seperti kalsium, seng, besi, magnesium, selenium dan
tembaga, juga terdapat pada buah nangka. Kandungan kalium pada buah nangka
masak cukup baik, yaitu mencapai 303 mg/100 gram (Astawan, 2009).
Kalium dalam nangka efektif dalam mencegah penyakit jantung karena
dapat menurunkan tekanan darah. Gula alami seperti fruktosa dan sukrosa dalam
buah nangka menjadikannya sebuah energi dan tidak mengandung lemak jenuh
15

atau kolesterol. Nangka juga bermanfaat untuk kesehatan mata dan kulit, buah ini
mengandung vitamin A yang memelihara kesehatan mata dan kelembutan kulit
(Andri, 2013).
Tabel 2.3 Komposisi Nangka per 100 gram bahan yang dimakan
NO Komposisi Kimia Kandungan Gizi
1 Kalori 57 Kkal
2 Protein 2 gr
3 Lemak 0,4 gr
4 Karbohidrat 11,3 gr
5 Abu 0,9 gr
5 Kalsium 45 mg
6 Besi 0,5 mg
7 Fosfor 29 mg
9 Vit.C 9 mg
10 Air 85,4 gr
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009)

2.2.1 Biji Nangka


Biji nangka ialah biji yang berasal dari buah nangka yang berukuran
besar dan berbentuk bulat lonjong, permukaan kulit buah kasar dan
berduri.Pohon nangka dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 10-20
meter.Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur tiga tahun. Panjang
buah sekitar 30-90 cm. Biji nangka berbentuk bulat sampai lonjong,
berukuran kecil lebih kurang panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5 cm
dengan berat berkisar 3 hingga 9 gram. Biji nangka berkeping dua, jumlah
rata – rata biji setiap buah nangka adalah 30 hingga 50 biji, dan rasio berat
biji terhadap buah sekitar sepertiga dimana sisanya adalah kulit dan daging
buah (Djaafar, 2007).
Biji nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil dan
berkeping dua. Biji terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna
16

kuning agak lunak, kulit liat berwarna putih dan kulit ari berwarna cokelat
yang membungkus daging biji (Rukmana 2002).
Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 gram/100 gram),
protein (4,2 gram/100 gram), dan energi (165 kkal/100 gram), sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan potensial. Biji nangka juga
merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan mineral per 100 gram
biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi (1,0 mg)
(Astawan, 2009)
Biji nangka memiliki banyak kandungan yang bermanfaat, antara lain
mineral dan vitamin. Kandungan vitamin A, vitamin C, dan vitamin B1.
Kandungan mineral seperti kalsium (Ca), Fospor, mineral lainnya seperti
zat besi. Kandungan fosfor pada biji nangka merupakan yang tertinggi
dibanding makanan sumber karbohidrat lainnya. Jika dibandingkan dengan
berbagai jenis tanaman yang umum dipakai sebagai penghasil karbohidrat,
maka biji nangka tersebut termasuk memiliki kadar nutrisi yang relatif
potensial seperti: Kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi,
fosfor dan kadar air (Fairus, dkk, 2010).
17

Tabel 2.4 Komposisi Biji Nangka per 100 gram bahan yang dimakan
NO Komposisi Kimia Kandungan Gizi
1 Kalori 165 Kkal
2 Protein 4,2 gr
3 Lemak 0,1 gr
4 Karbohidrat 36,7 gr
5 Air 57,7 gr
6 Abu 1,3 gr
7 Kalsium 33 mg
8 Fosfor 200 mg
9 Besi 1 mg
10 Tiamin 0,2 mg
11 Vit. C 10 mg
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009)

2.2.2 Tepung Biji Nangka


Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara
pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar
air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari
pengolahan produk setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk
industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan
biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu
proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan
disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi
dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba
praktis (Widowati, 2009).
Proses pembuatan tepung bji nangka mengalami beberapa tahap
pengolahan agar dihasilkan tepung yang berkualitas dan tidak bau. Proses
pertama dalam pembuatan tepung biji nangka adalah dengan pencucian biji
nangka. Setelah dicuci, biji nangka direbus untuk menghilangkan bau,
18

dengan suhu 1100C selama kurang lebih 30 menit. Setelah direbus, biji
nangka dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji
nangka diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil) agar
memudahkan pada proses pengeringan (Fadillah, 2009: 4)
Proses pengeringan hingga menjadi tepung biji nangka, dilakukan
dengan beberapa cara antara lain dengan cara membiarkan bahan pangan di
bawah sinar matahari, yang dikenal dengan istilah pengeringan secara
alamiah atau dengan menggunakan panas buatan dalam bentuk udara yang
panas dari oven atau konstruksi pada alat pengering yang khusus untuk
pengering pada suatu bahan pangan.Pengeringan di terik matahari memang
bisa efektif,oleh karena suhu yang di capai sekitar (35-450C). Iklim di
wilayah tropis merupakan sumber energi yang sangat cukup potensial.
Selain itu juga dapat dikeringkan dengan mesin oven pengering Cabinet
Dryer dengan suhu 600C selama 2 jam. Proses pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air dalam biji nangka tersebut (Ishak dan Sarinah,
1995: 9 dalam Sari, 2012)
Beberapa kendala yang berpengaruh dalam proses pengeringan
diantaranya ialah suhu, kelembaban udara, lingkungan, kecepatan aliran
udara pengering, besarnya persentase kandungan air yang ingin dijangkau,
power pengering, efisiensi pada mesin pengering dan kapasitas
pengeringannya. Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan,
oleh karena permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa
diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju permukaan.
Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan, dilakukan dengan
memperhatikan kontak antara alat pengering dengan alat pemanas atau baik
berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya.
19

Tahap selanjutnya adalah menggiling potongan biji nangka yang


telah dikeringkan sampai menjadi butiran-butiran halus, menggunakan
blender kering ataupun alat penggiling lain seperti mesin penepung beras.
Butiran-butiran halus tersebut kemudian diayak dengan saringan berukuran
lubang 60 mesh dengan tiga kali pengayakan sehingga menghasilkan
tepung yang diinginkan (Sari, 2012).

2.3 Uji Organoleptik


Menurut Soekarto (1985), pengujian organoleptik merupakan pekerjaan tim
kerja sama yang diorganisasikan secara rapi dan berdisiplin serta dalam suasana
bersemangat dan bersungguh-sungguh tetapi santai. Suasana demikian harus
dapat diciptakan agar data penilaian dapat diandalkan sehingga dapat dianalisis
dan diinterpretasi.
Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau penilaian sensorik
merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkanpanca indera manusia
untuk mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan,
minuman ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam
pengembangan produk (Ayustaningwarno, 2014).
Penilaian organoleptik terdiri dari enam tahapan yaitu menerima produk,
mengenali produk, mengadakan klarifikasi sifat-sifat produk, mengingat kembali
produk yang telah diamati dan menguraikan kembali sifat inderawi produk. Uji
organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk karena
berhubungan langsung dengan selera konsumen.Kelemahan dan keterbatasan uji
organoleptik diakibatkan beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan,
manusia yang dijadikan panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik
dan mental sehingga panelis menjadi jenuhdan kepekaan menurun, serta dapat
terjadi salah komunikasi antara manejer dan panelis.
Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembeda
(discriminative), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif(affective test).
Pengujian diskriminatif terdiri atas dua jenis yaitu uji difference test (uji
20

pembedaan) dan sensitifity test. Uji sensitivitas terdiri atas uji threshold, yang
menugaskan para panelis untuk mendeteksi level threshold suatu zat atau untuk
mengenali suatu zat pada level threshold nya.
Uji penerimaan juga disebut acceptance test atau preference test. Uji
penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu
bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Uji pembedaan mengemukakan
kesan akan adanya perbedaantanpa disertai kesan senang atau tidak maka pada
uji penerimaan, panelis mengemukakan tanggapan pribadikesan yang
berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap
sifat sensorik atau kualitas yang dinilai. Uji penerimaan ini termasuk uji
kesukaan (hedonik), uji mutu hedonik.

2.3.1 Panelis
Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam
penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan.
Panelis merupakan instrument atau alat untuk menilai mutu dan analisa
sensorik suatu produk. Dalam organoleptik dikenal beberapa macam panel.
Penggunaan panel-panel ini berbeda tergantung dari tujuan pengujian
tersebut (Ayustaningwarno, 2014). Ada enam macam panel yang bisa
digunakan, yaitu:
1) Panel Perorangan (Individual Expert)
Panel ini tergolong dalam panel tradisional atau panel kelompok
seni (belum memakai metode baku). Panel ini sudah lama digunakan
oleh industri tradisional seperti keju, pembuat wine, dan rempah-
rempah.Orang yang menjadi panel perseorangan mempunyai kepekaan
spesifik yang tinggi.Kepekaan ini merupakan bawaan lahir dan
ditingkatkan kemampuannya dengan latihan dalam jangka waktu lama,
dengan kemampuan ini, para panel perseorangan menjadi penting dalam
industri tertentu sehingga tarif menjadi mahal.
21

Keistimewaan seseorang pencicip ini adalah dalam waktu singkat


ia dapat menilai suatu hasil dengan tepat bahkan dapat menilai pengaruh
dari macam-macam perlakuan, misalnya bahan asal, macam-macam
cara pengolahan, ia mampu mengenali penyimpangan rasa paling kecil
sekalipun yang mungkin tidak dapat dikenali dengan alat. Orang ini
mempunyai kepekaan seperti seorang ahli musik yang dapat mengenali
masing-masing unsur bunyi instrument dan penyimpangan bunyi serta
penyebab penyimpangan hanya dari pendengaran (Soekarto, 1985).
2) Panel Perseorangan Terbatas (Small Expert Panel)
Panel perseorangan terbatas terdiri dari beberapa panelis (2-3
orang) yang mempunyai keistimewaan dari rata-rata orang biasa. Pada
panel tersebut sudah digunakan alat-alat objektif sebagai control. Selain
mempunyai kepekaan tinggi, panel juga mengetahui hal-hal yang terkait
penanganan produk yang diuji serta cara penilaian indera modern. Cara
ini dapat mengurangi ketergantungan kepada seseorang dalam
mengambil keputusan, tetapi kadang antar panel tidak sepakat. Panel
perseorangan terbatas mempunyai tanggung jawab sebagai penguji,
mengetahui prosedur kerja dan membuat kesimpulan dari hal yang
dinilai.
3) Panel Terlatih (Trained Panel)
Panel terlatih merupakan panelis hasil seleksi dan pelatihan dari
jumlah panel (5-10 orang atau 15-20 orang). Seleksi pada panelis
terlatih umumnya mencakup hal kemampuan untuk membedakan cita
rasa dan aroma dasar, ambang perbedaan, kemampuan membedakan
derajat konsentrasi, daya ingat terhadap cita rasa dan aroma.
4) Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih merupakan sekelompok orang berkemampuan
rata-rata yang tidak terlatih secara formal, tetapi mempunyai
kemampuan untuk membedakan dan mengkomunikasikan reaksi dari
22

penilaian organoleptik yang diujikan.Jumlah anggota panel tidak terlatih


berkisar antara 25 sampai 100 orang.
Jika panel terlatih biasanya untuk menguji perbedaan (difference
test), maka panel tak terlatih umumnya untuk menguji kesukaan
(preference test). Demikian juga dalam hal pemilihan anggota, panel
terlatih diambil dari pegawai, sedangkan panel tak terlatih diambil dari
luar.Pemilihan yang dilakukan bukan terhadap kepekaan calon anggota
tetapi pemilihan itu lebih mengutamakan segi sosial seperti latar
belakang pendidikan, asal daerah kelas ekonomi dalam masyarakat dan
sebagainya (Soekarto, 1985).
5) Panel Konsumen (Consumen Panel)
Panel konsumen dapat dikategorikan sebagai panelis tidak terlatih
yang dipilih secara acak dari total potensi konsumen disuatu daerah
pemasaran. Dalam hal ini, jumlah panel yang diperlukan cukup besar
(sekitar 100 orang) dan juga memenuhi kriteria seperti umur, jenis
kelamin, suku bangsa dan tingkat pendapatan dari populasi pada daerah
target pemasaran yang dituju.
6) Panel Agak Terlatih (Semi-Trained panel)
Diantara panel terlatih dan tidak terlatih terdapat suatu panel yang
disebut panel agak terlatih.Panel ini tidak dipilih menurut prosedur
pemilihan panel terlatih, tetapi juga tidak diambil dari orang-orang
awam yang tidak mengenal sifat-sifat sensorik dan penilaian
organoleptik. Panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat sensori
dari contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar
latihan. Tetapi latihan-latihan yang diterima tidak cukup intensif dan
tidak teratur, karena itu belum mencapai tingkat sebagai panel terlatih.
Termasuk kedalam kategori panel agak terlatih adalah sekelompok
mahasiswa atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau
hanya kadang-kadang.
23

Panelis untuk panel agak terlatih jumlahnya terletak diantara


panelis terlatih dan panelis tidak terlatih.Jumlah itu berkisar antara 15-
20 orang. Makin kurang terlatih makin besar panelis yang diperlukan
(Soekarto, 1985).

2.3.2 Persyaratan Calon Panelis


Dalam pemilihan panelis perlu diperhatikan beberapa faktor yaitu :
(Soekarto, 1985)
1) Orang yang akan dijadikan panelis harus ada perhatian terhadap
pekerjaan penilaian organoleptik. Syarat ini penting karena
menggunakan orang yang tidak ada perhatian dan tidak tertarik dengan
pekerjaan penilaian organoleptik akan menyebabkan penilaian yang
keliru atau salah arah.
2) Calon bersedia dan mempunyai waktu untuk melakukan penilaian
organoleptik. Orang yang terlalu sibuk dan tidak dapat melepaskan
pikirannya dari pekerjaan diragukan kemampuannya menjalankan
penilaian organoleptik dengan baik.
3) Calon panelis mempunyai kepekaan yang diperlukan. Panel dengan
anggota-anggota yang tidak cukup mempunyai kepekaan akan tidak
mampu memberikan penilaian yang dipercaya. Sebaliknya panel dengan
semua anggota yang terlalu peka akan hasil penilaiannya akan menjadi
tidak realistik atau terlalu jauh menyimpang dari kesan konsumen pada
umumnya. Misalnya panel dengan semua anggota panel yang terlalu
peka terhadap rasa asin akan menghasilkan produksi pengolahan yang
hambar, tidak cukup garam. Produk demikian tentu tidak akan disukai
konsumen.
24

2.3.3 Laboratorium Penelitian Organoleptik


Laboratorium penilaian organoleptik adalah suatu laboratorium yang
menggunakan manusia sebagai pengukuran berdasarkan kemampuan
penginderaan. Pengukuran ini menggantungkan pada kesan-kesan atau
reaksi kejiwaan (psikis) manusia dengan jujur, spontan dan murni tanpa
dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar atau faktor kecenderungan (bias).
Dalam tempat ini proses penginderaan diharapkan berlangsung secara
wajar dan optimal.
Suasana yang penting dalam tempat penilaian itu ialah kebersihan,
ketenangan, menyenangkan, kerapihan, teratur serta cara penyajian yang
estesis. Hal paling utama dalam laboratorium penilaian organoleptik adalah
ruang pencicipan, tempat para anggota panelis dapat melakukan penilaian.
Unsur-unsur lain yang juga penting dalam laboratorium ini ialah
ruang penyiapan contoh dapur, ruang panelis, ruang tunggu dan ruang
pertemuan para panelis. Peralatan dan sarana yang penting dalam
laboratorium penilaian organoleptik yaitu peralatan dan sarana untuk
penyiapan, penyajian, dan peralatan komunikasi antara penyaji dan panelis.
Untuk menjamin suasana tenang seperti tersebut diatas, diperlukan
persyaratan-persyaratan khusus didalam laboratorium penilaian
organoleptik (Soekarto, 1985).
1) Isolasi
Untuk menjamin keadaan tenang, hendaknya laboratorium itu
terpisah dari kegiatan-kegiatan lain. Perlu disediakan ruang khusus
untuk pencicipan yang tenang. Ruang itu hendaknya terpisah dari
keramaian proses pengolahan, keramaian ruang pertemuan dan jauh dari
keramaian lalu lintas
2) Kedap Suara
Ruangantempat bilik-bilik pencicipan harus dibangun kedap suara
(soundproof). Cara yang paling murah untuk mengurangi pengaruh
25

suara dari luar adalah dengan memiliki ruangan laboratorium yang jauh
dari keramaian.
3) Kedap Bau
Ruangan penilaian itu harus juga bebas dari bau-bauan asing atau
yang datang dari luar. Ruang pencicipan harus diusahakan jauh dari
ruang pengolahan, daerah pembuangan kotoran atau daerah yang
menghasilkan bau-bauan.
4) Suhu dan Kelembapan
Suhu ruangan harus dibuat tetap dan setinggi suhu kamar (20-
250C). Kelembapan diatur kira-kira 65%. Untuk mengatur suhu ruangan
biasanya digunakan sistem penyejuk udara (air conditioning).
5) Cahaya
Cahaya didalam ruangan sedapat mungkin tidak terlalu kuat, tetapi
juga tidak terlalu redup.
6) Dapur Penyiapan Contoh
Dapur tempat penyiapan contoh harus terpisah dari ruangan
pencicipan tetapi tidak terlalu jauh. Bau-bauan dari dapur tidak boleh
mencemari ruang pencicip.

2.4 Uji Hedonik dan Uji Mutu Hedonik


2.4.1 Uji Hedonik
Uji kesukaan juga disebut uji hedonik.Dalam uji hedonik panelis
diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya
ketidaksukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka
atau sebaliknya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya.
Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal
“suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat suka, sangat suka,
suka, agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu “tidak suka” dapat
mempunyai skala hedonik seperti: amat tidak suka, sangat tidak suka,
tidak suka, agak tidak suka. Diantara agak tidak suka dan agak suka,
26

kadang-kadang ada tanggapan yang disebut sebagai netral, yaitu bukan


suka tetapi juga bukan tidak suka (neither like or dislike) (Soekarto, 1985).
Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan
skala yang dikehendakinya. Tabel 2.5 menunjukkan contoh-contoh skala
hedonik dengan berbagai rentangan. Diluar contoh itu banyak lagi bentuk
skala hedonik dalam uji kesukaan (Soekarto, 1985).
Tabel 2.5 Contoh Skala Hedonik dengan Skala Numeriknya
7 Skala Hedonik 5 Skala Hedonik
Skala
Skala Hedonik Skala Numerik Skala Hedonik
Numerik
Amat sangat senang 7
Sangat senang 6 Sangat suka 5
Senang 5 Suka 4
Agak senang 4 Agak suka 3
Netral 3 Tidak suka 2
Agak tidak senang 2 Sangat tidak suka 1
Tidak senang 1

Dalam penganalisisan skala hedonik ditransformasi menjadi skala


numerik dengan angka menaik menurun tingkat kesukaan. Dengan data
numerik ini dapat dilakukan analisis statistik. Dengan adanya skala
hedonik itu sebenarnya uji hedonik secara tidak langsung juga dapat
digunakan untuk mengetahui perbedaan. Karena hal ini, maka uji hedonik
paling sering digunakan untuk menilai komoditi jenis atau produk
pengembangan secara organoleptik.
27

2.4.2 Uji Mutu Hedonik


Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan
suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk.
Kesan baik buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Karena itu, beberapa
ahli memasukkan uji mutu hedonik kedalam uji hedonik (Soekarto, 1985).
Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekesar kesan suka atau
tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik-buruk dan
bersifat spesifik seperti empuk-keras untuk daging, pulen-keras untuk nasi,
renyah-lembek untuk mentimun. Rentangan skala hedonik ekstrim baik
sampai ekstrim jelek (Soekarto, 1985).
Skala hedonik pada uji hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik.
Jumlah skala juga bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang
diinginkan dan sensivitas antar skala. Macam-macam skala uji terlihat pada
tabel 2.6 seperti halnya pada uji kesukaan pada uji mutu hedonik, data
penilaian dapat ditransformasi dalam skala numerik dan selanjutnya dapat
dianalisa statistik untuk interpretasinya.
Tabel 2.6 Contoh Skala Mutu Hedonik dan Skala Numeriknya
8 Skala berarah dua 5 Skala berarah dua
Skala Skala
Skala Hedonik Skala Hedonik
Numerik Numerik
Hebat 4 Empuk luar biasa 9
Sangat bagus 3 Sangat empuk 8
Bagus 2 Empuk sedang 7
Agak bagus 1 Agak empuk 6
Sedang 0 Agak keras 5
Agak buruk -1 Keras sedang 4
Buruk -2 Sangat keras 3
Sangat buruk -3 Keras luar biasa 2
Sumber: Soekarto, 1985.
28

2.5 Kerangka Teori


Adapun kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pembuatan cookies substitusi tepung biji nangka

Bahan-bahan cookies

Pencampuran tepung terigu


Pencampuran secara
dan tepung biji nangka sesuai
bertahap: gula, mentega,
persen perbandingan
air dan tepung terigu

A1 = 100% tepung terigu


Cookies substitusi
A2 = 85% tepung terigu : 15%
tepung biji nangka
tepung biji nangka
A3 = 82,5% tepung terigu : 17,5%
tepung biji nangka
Tujuan Penelitian: A4 = 80% tepung terigu : 20%
1. Menentukan nilai gizi tepung biji nangka
(Kadar air, kadar abu,
protein, lemak, karbohidrat A5 = 77,5% tepung terigu : 22,5%
dan energi) tepung biji nangka
2. Mutu organoleptik (warna, A6 = 75% tepung terigu : 25%
aroma, tekstur dan rasa)
tepung biji nangka

Sumber : Nasrulloh (2015)


Gambar 2.1Kerangka Teori Penelitian
29

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Substitusi tepung terigu dan


tepung biji nangka.
A1 = 100% tepung terigu Mutu Organoleptik
A2 = 85% tepung terigu : 15% (warna, aroma, tekstur
tepung biji nangka dan rasa)
A3 = 82,5% tepung terigu :
17,5% tepung biji nangka
A4 = 80% tepung terigu : 20%
Nilai Gizi
tepung biji nangka
(kadar air, kadar abu,
A5 = 77,5% tepung terigu :
protein, lemak,
22,5% tepung biji nangka
karbohidrat dan energi)
A6 = 75% tepung terigu : 25%
tepung biji nangka

(Variabel Independen) (Variabel Dependen)


Dari bagan di atas diketahui variabel independen dan variabel bebas pada
penelitian ini adalah perbandingan tepung terigu dan tepung biji nangka yaitu
dengan 6 perbandingan berbeda.Sedangkan variabel dependen atau variabel
terikatnya ada dua variabel yaitu mutu organoleptik (warna, aroma, tekstur dan
rasa) dan nilai gizi (energi, protein, lemak dan karbohidrat).

3.2 Definisi Operasional


30

NO Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala


1 Independen
Substitusi Penggantian bahan baku utama Penimbangan Timbangan Cookies dengan Nominal
tepung terigu pengolahan cookies berupa analitik perbandingan
dan tepung biji tepung terigu dengan bahan tepung terigu dan
nangka pengganti yang dapat dijadikan tepung biji nangka
adonan cookies berupa tepung
biji nangka. Perbandingan
antara:
A1 = 100% tepung terigu
A2 = 85% tepung terigu
:15%tepung biji nangka
A3 = 82,5% tepung terigu :
17,5%tepung biji nangka
A4 = 80% tepung terigu
:20%tepung biji nangka
A5 = 77,5% tepung terigu :
22,5%tepung biji nangka
A6 = 75% tepung terigu : 25%
tepung biji nangka
2 Dependen
Mutu Kesan penerimaan yang Uji Hedonik Kuesioner Warna: Interval
Organoleptik diteima oleh alat indera panelis sangat tidak suka=1
terhadap (warna, aroma, tekstur tidak suka = 2
dan rasa) dari objek yang agak suka = 3
diamati yaitu cookies substitusi suka = 4
tepung biji nangka sangat suka = 5

Aroma:
sangat tidak suka=1
tidak suka = 2
agak suka = 3
suka = 4
sangat suka = 5

Tekstur:
sangat tidak suka=1
tidak suka = 2
agak suka = 3
suka = 4
sangat suka = 5

Rasa:
sangat tidak suka=1
tidak suka = 2
agak suka = 3
31

suka = 4
sangat suka = 5

Nilai Gizi Zat-zat penting yang terdapat Dihitung Oven, Air =…….gram Rasio
Cookies dalam cookies yang terdiri dari dengan furnace, Abu =…….gram
substitusi tepung terigu dengan analisis hasil Automatyc Protein = ……gram
tepung biji nangka. laboratorium Kjeldahl Lemak = …...gram
Analysis Karbohidrat = ……
System, fat gram
Analyzer. Energi = …….Kkal

3.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu:
Ha : Adanya pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka
terhadap mutu organoleptik dan nilai gizi.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kuliner Sekolah Tinggi Ilmu
kesehatan Baiturrahim Jambi dan Laboratorium Peternakan Universitas Jambi
pada bulan Agustus 2018.

3.5 Desain Penelitian


Desain pada penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang
menghasilkan suatu produk baru yang akan diamati dan diuji sehingga diperoleh
mutu organoleptik dan nilai gizi.
3.5.1 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
32

a. Pada pembuatan tepung biji nangka


1) Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung biji nangka
adalah biji nangka dan air.
2) Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung biji nangka
yaitu timbangan kasar, pisau, baskom, baki plastik, telenan, blender
dan alat penyaring.
b. Pada pengolahan cookies
1) Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengolahan cookies adalah
tepung terigu merek Segitiga biru, tepung biji nangka, gula,
margarine, telur, tepung maizena dan baking powder.
2) Alat
Alat yang digunakan dalam pengolahan cookies adalah oven,
timbangan, gelas ukur, mixer, spatula, loyang, plastik, rolling pin,
kertas roti, pisau, baki, mangkuk adonan, dan pencetak kue.
c. Pada uji hedonik
1) Bahan
Bahan yang akan digunakan untuk uji hdonik adalah cookies
tepung biji nangka dan air mineral.
2) Alat
Alat yang digunakan untuk uji hedonik adalah piring kecil
berwarna putih polos untuk wadah penyajian sampel, sendok sebagai
alat makan cookies tepung biji nangka, formulir/kuesioner uji
organoleptik.
33

3.5.2 Rancangan Percobaan


Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan enam perlakuan
berbeda dalam perbandingan tepung terigu dan tepung biji nangka:
A1 = 100% tepung terigu (kode : 345)
A2 = 85% tepung terigu : 15% tepung biji nangka (kode : 525)
A3 = 82,5% tepung terigu : 17,5% tepung biji nangka (kode : 723)
A4 = 80% tepung terigu : 20% tepung biji nangka (kode : 476)
A5 = 77,5% tepung terigu : 22,5% tepung biji nangka (kode : 631)
A6 = 75% tepung terigu : 25% tepung biji nangka (kode : 963)
Sedangkan bahan tambahan lain diberikan sama banyaknya untuk
setiap perlakuannya. Selanjutnya cookies yang dihasilkan dari setiap
perlakuan tersebut disajikan sebanyak ± 10 gram, kemudian diujikan
kepada 20 orang panelis agak terlatih untuk mendapatkan hasil
organoleptiknya melalui uji hedonik, sehingga akan diperoleh data
mengenai nilai terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa terhadap produk
cookies yang dihasilkan. Untuk perhitungan nilai gizi dari produk cookies
yang dihasilkan, akan ditentukan dengan analisis proksimat di
laboratorium.

3.6 Panelis
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil panelis agak terlatih yaitu
mahasiswa/i Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Baiturrahim Jambi sebanyak 20 orang yang sudah mengetahui dan pernah
mempelajari tentang pengujian organoleptik. Kriteria panelis meliputi:
Mahasiswa/i Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi,
bersedia menjadi panelis, dalam kondisi fisik dan psikis sehat dan mengetahui
dan pernah mendapat materi pengajaran organoleptik.
34

3.7 Persiapan Penelitian


3.7.1 Persiapan Bahan Baku
Tepung biji nangka yang digunakan dalam membuat cookies berasal
dari buah nangka yang diperoleh dari Pasar Talang Banjar, Kota Jambi.
Buah nangka disortasi, kulit buah tidak mengelupas, tidak cacat atau
memar dan bebas dari hama penyakit. Bahan tambahan lainnya seperti
tepung Segitiga biru, gula, margarin, telur, tepung maizena dan baking
powder diperoleh dari Toko Budi, Buluran Kenali Jambi.
Pengolahan cookies biji nangka ini dilakukan dengan 6 perlakuan
dengan perbandingan yang berbeda dari tepung terigu dan tepung biji
nangka. Bahan-bahan tambahan dalam pengolahan cookies ini seperti gula,
telur dan margarin digunakan dalam jumlah yang sama untuk masing-
masing perlakuan. Pada pengolahan cookies tepung biji nangka ini peneliti
tidak menambahkan zat pewarna makanan.

3.7.2 Pengolahan Tepung Biji Nangka


Buah nangka dibelah dengan pisau dan diambil bijinya, lalu biji
nangka dicuci dengan air bersih kemudian dilakukan pengukusan selama
15 menit. Setelah dikukus, biji-biji tersebut didinginkan sebentar lalu
dikupas kulitnya dan selanjutnya diiris-iris dengan ketebalan 0,5 cm. Jika
tahapan ini telah dikerjakan maka dapat menyiapkan larutan garam (2 gr
garam dilarutkan dalam 2 liter air) kemudian panaskan sampai mendidih
rendam irisan biji nangka kedalam larutan garam selama 5 menit. Biji
nangka yang sudah direndam tadi kemudian diangkat dan ditiriskan hingga
air tidak menetes lagi sehingga kemudian dapat dikeringkan dengan alat
pengering pada suhu 600C selama 4 jam.Setelah kering potongan biji
nangka dihaluskan dengan mesin gilingan tepung atau blender hingga
benar-benar halus.Hasil gilingan biji nangka lalu diayak dengan
menggunakan ayakan tepung berukuran lubang 60 mesh. Pembuatan
tepung biji nangka dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini:
35

Gambar 3.1 Proses Pembuatan Tepung Biji Nangka (Rohayati, 2012)

Biji Nangka

Pencucian
(dengan air bersih)

Pengukusan (suhu 1000C)


selama 15 menit

Pengupasan kulit
(dengan pisau)

Pengirisan dengan ketebalan 0,5 cm


(dengan pisau)

Perendaman dengan air Garam (2 gram)


selama 5 menit kemudian ditiriskan

Pengeringan (suhu 600C)


selama 4 jam

Penghalusan dengan blender

Pengayakan
(dengan ayakan lubang 60 mesh)

Tepung biji nangka


36

3.7.3 Pengolahan Cookies


Bahan-bahan termasuk tepung biji nangka yang digunakan untuk
membuat cookies disiapkan. Campurkan mentega, gula dan kuning telur
kemudian dikocok dengan menggunakan mixer selama 15 menit. Setelah
bahan-bahan yang lain termasuk tepung biji nangka ditambahkan sesuai
resep perbandingan kemudian tambahkan baking powder dan tepung
maizena. Setelah itu adonan di kocok dengan menggunakan mixer selama
15 menit. Setelah tercampur rata, adonan dimasukkan kedalam plastik
untuk mencetak adonan kemudian diletakkan di loyang. Loyang
dimasukkan kedalam pemanggangan, kemudian dipanggang dalam oven
dengan suhu 1600C selama 15 menit.Setelah 15 menit, adonan yang sudah
jadi kemudian diangkat dan didinginkan. Setelah dingin, cookies siap untuk
dihidangkan. Diagram alir pengolahan cookies tepung biji nangka ini dapat
dilihat pada gambar 3.2.
37

Gambar 3.2 Proses Pengolahan Cookies Substitusi Biji Nangka (Soesilo,


2013)
Mentega 50 gram, gula halus
50 gram dan 1 kuning telur

Kocok bahan diatas hingga rata


dengan mixer selama 15 menit

Perlakuan:
Tambahkan tepung terigu Substitusi tepung terigu dan tepung biji
dan tepung biji nangka nangka (dalam 100 gram campuran)
sesuai perlakuan A1= 100% tepung terigu
A2= 85% : 15% (85 g tepung terigu +
15 g tepung biji nangka)
A3= 82,5% : 17,5% (82,5 g tepung
Tambahkan baking powder terigu + 17,5 g tepung biji nangka)
¼ sdt dan tepung maizena A4= 80% : 20% (80 g tepung terigu +
20 gram. 20 g tepung biji nangka)
A5= 77,5% : 22,5% (77,5 g tepung
terigu + 22,5 g tepung biji nangka)
Kocok kembali hingga rata A6 = 75% : 25% ( 75 g tepung terigu +
dengan mixer selama 15 menit 25 g tepung biji nangka)

Masukkan adonan kedalam plastik bentuk


segitiga, gunting ujungnya, semprotkan
adonan pada loyang. kemudian loyang
dimasukkan kedalam pemanggangan

Panggang dalam oven dengan


suhu 1600C selama 15 menit

Dinginkan

Cookies biji nangka


38

3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa hasil laboratorium
pengujian zat gizi dan kuesioner uji hedonik (kesukaan) untuk pengujian mutu
organoleptik.

3.9 Pengujian dan Parameter yang Diamati


Pengamatan yang dilakukan adalah uji hedonik berdasarkan sifat
organoleptik dan perhitungan kandungan zat gizi produk cookies yang dihasilkan
dari tiap-tiap perlakuan.
3.9.1 Uji Hedonik
Uji yang akan digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
cookies tepung biji nangka yang akan dihasilkan adalah dengan
menggunakan uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa.
Pelaksanaan pengujian dilakukan oleh 20 panelis agak terlatih yang terdiri
dari mahasiswa/i Program Studi Ilmu Gizi Stikba Jambi. Cara pengujian
dengan menyajikan sampel secara acak setelah diberi kode sesuai
rancangan percobaan.Sampel cookies biji nangka pada tiap-tiap perlakuan
diletakkan di dalam piring putih sebanyak ± 10 gram, kemudian disajikan
dihadapan panelis. Panelis diberi arahan tentang tata cara penilaian,
kemudian panelis diminta untuk mencicipi sampel cookies satu demi satu
dan diminta untuk minum air sebelum mencicipi sampel dari perlakuan
selanjutnya. Panelis memberikan penilaian dan mengisi lembar pernyataan
yang tersedia.Penilaian dimulai dari skor sangat tidak suka dengan skor 1
hingga sangat suka dengan skor 5. Adapun skor pengujian organoleptik
disajikan pada tabel 3.1 berikut ini:
39

Tabel 3.1 Skor Pengujian Organoleptik


Parameter
Skor
Warna Aroma Tekstur Rasa
1 Sangat tidak Sangat tidak Sangat tidak Sangat tidak
suka suka suka suka
2 Tidak suka Tidak suka Tidak suka Tidak suka
3 Agak suka Agak suka Agak suka Agak suka
4 Suka Suka Suka Suka
5 Sangat suka Sangat suka Sangat suka Sangat suka

3.9.2 Kandungan Zat Gizi


Kandungan zat gizi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai
zat-zat utama dalam komposisi bahan pengolahan cookies substitusi tepung
biji nangka. Untuk mengetahui komposisi kimia pada bahan baku
dilakukan dengan analisis proksimat. Analisis proksimat yang dilakukan
meliputi analisis kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar
energi. Prosedur analisis kandungan zat gizi adalah sebagai berikut:
a. Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995)
Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan
bahan volatile pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi pada
suhu 1000C. Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven suhu
1050C selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5
menit atau sampai tidak panas lagi.Cawan ditimbang dan dicatat
beratnya. Lalu ditimbang sampel sebanyak 5 gram di dalam cawan
tersebut. Dikeringkan sampel dalam oven sampai beratnya konstan
(perubahan berat tidak lebih dari 0,003 gram).Setelah itu didinginkan
cawan yang berisi sampel kering di dalam desikator. Ditimbang berat
akhirnya. Kadar air dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
40

(𝑥 – 𝑦)
Kadar air (%b/b) = (𝑥 − 𝑎 ) x 100%

Keterangan:
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
a = berat cawan kosong (g)
b. Analisis Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995)
Cawan porselin dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian
didinginkan di dalam desikator.Setelah dingin ditimbang, sampel
sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur
hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Pengabuan
dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama suhu 4000C lalu
dilanjutkan pada suhu 5500C, kemudian didinginkan di dalam
desikator lalu ditimbang. Perhitungan:
W2
Kadar Abu (%b/b) = W1 x 100%

Keterangan:
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat abu (g)
c. Analisis Kadar Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak ± 0,1 g (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl
0,01N/0,02N) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30
ml. Lalu ditimbang 2 gram K2SO4, 50 mg HgO, 2 ml H2SO4 pekat
dan batu didih. Sampel didekstruksi (dididihkan) selama 1-1,5 jam
hingga jernih, lalu didinginkan. Lalu ditambahkan 2 ml air secara
perlahan dan didinginkan kembali. Cairan hasil dekstruksi (cairan x)
dipindahkan ke dalam alat destilasi dan bilas labu dengan air. Air
bilasan juga dipindahkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml
berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (Methylen red : Methylen blue
= 2:1) diletakkan di ujung kondensor alat destilasi dengan ujung
selang kondensor terendam dalam larutan H3BO3. Cairan X
41

ditambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3 dan destilasi dilakukan hingga


larutan dalam erlenmeyer ± 50 ml. Kemudian larutan dalam
Erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0.02 N. Titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi abu-abu. Prosedur
yang sama dilakukan juga untuk penetapan blanko.
Perhitungan:
(𝑉𝑠 – 𝑉𝑏) 𝑥 𝐶 𝑥 14,007
Kadar N (%) = x 100%
𝑊

Kadar Protein (%) = N × 6,25


Keterangan:
Vs = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml)
Vb = Volume untuk titrasi blanko (ml)
C = Konsentrasi HCl (N)
W = Berat sampel (mg)
d. Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)
Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven
kemudian ditimbang setelah dingin.Sampel sebanyak 5 g dibungkus
dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian pasang
kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan
ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 5 jam. Setelah itu pelarut
didestilasi dan ditampung pada wadah lain. Labu lemak dikeringkan di
dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh berat tetap. Kemudian
labu lemak dipindahkan ke desikator, lalu didinginkan dan ditimbang.
Perhitungan:
W2
Kadar Lemak (%b/b) = W1 x 100%

Keterangan:
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat lemak (g)
42

e. Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC, 1995)


Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by
difference dilakukan dengan cara:
Kadar Karbohidrat (%b/b) = 100% - (%air + %protein + %lemak +
%abu)
f. Analisis Nilai Energi (Almatsier, 2010)
Penentuan nilai energi makanan melalui perhitungan dapat
dilakukan menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai
energi makanan tersebut.
Energi = (4 kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 kkal/g x kadar protein) +
(9 kkal/g x kadar lemak)

3.10 Pengolahan dan Analisis Data


3.10.1 Pengolahan Data
Data yang terkumpul dari kuisioner uji hedonik diolah dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Coding
Setiap nomor pada formulir dilakukan coding untuk keperluan
analisa statistik dalam kotak yang telah tersedia pada lembar
kuisioner.
b. Scoring
Membuat skor sesuai dengan format kuesioner yang digunakan pada
program pengolahan data.
c. Editing
Dilakukan editing data untuk memastikan bahwa data yang diperoleh
adalah bersih yaitu data tersebut telah terisi, konsisten, relevan dan
dapat dibaca dengan baik, hal ini dikerjakan dengan meneliti tiap
lembar kuesioner pada waktu setelah selesai pengumpulan
data.Apabila terdapat kejanggalan, maka dilakukan wawancara
kepada panelis untuk melengkapi data yang kurang.
43

d. Entry data
Data dimasukkan sesuai dengan kode yang telah dibuat sebelumnya.
e. Cleaning data
Dilakukan pengecekan data yang sudah dimasukkan sehingga apabila
ada kesalahan pada saat memasukkan data dapat segera diperbaiki.

3.10.2 Analisis Data


Tahap awal dilakukan menggunakan analisis ragam uji One-way
Anova, yang bertujuan untuk menguji perbedaan antar perlakuan. Pada
tahap awal pengujian organoleptik, skala hedonik ditransferkan ke skala
numerik dengan skala nilai interval 1-5. Kemudian dilakukan Analysis
of Variance pada taraf 5% dengan menggunakan program SPSS. Hasil
analisis ini untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh berbagai
perlakuan substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka pada
cookies. Apabila nilai signifikan menunjukkan bahwa nilai P kurang
dari (<) nilai α (0,05) pada taraf 5% maka bermakna terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan antara perlakuan A1, A2, A3, A4, A5 dan A6.
Setelah didapatkan hasil uji One-way ANOVA, kemudian dilakukan
dengan uji lanjut Tukey.

3.11 Lay Out Penelitian


3.11.1 Pengujian Mutu Organoleptik (Warna, Aroma, Tekstur dan Rasa)
Pengujian mutu organoleptik menggunakan lembar pengujian
yang terdiri dari pengujian organoleptik warna, aroma, tekstur dan rasa.
Tabel pengujian organoleptik dapat dilihat pada beberapa tabel dibawah
ini:
44

Tabel 3.2 Pengujian Organoleptik Warna


Kode
Kategori
345 525 723 476 631 963
Sangat suka
Suka
Agak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka

Tabel 3.3 Pengujian Organoleptik Aroma


Kode
Kategori
345 525 723 476 631 963
Sangat suka
Suka
Agak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka

Tabel 3.4 Pengujian Organoleptik Tekstur


Kode
Kategori
345 525 723 476 631 963
Sangat suka
Suka
Agak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
45

Tabel 3.5 Pengujian Organoleptik Rasa


Kode
Kategori
345 525 723 476 631 963
Sangat suka
Suka
Agak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka

Tabel 3.6 Lay Out Pengujian Organoleptik


Perlakuan Perlakuan
Panelis Pengujian Warna Pengujian Aroma
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A1 A2 A3 A4 A5 A6
P1
P2
P3
……
P20
Jumlah

Data dari tiap kuesioner oleh 20 panelis akan dimasukkan ke


dalam tabel di atas untuk tiap karakteristik (warna, aroma, tekstur dan
rasa) kemudian diolah secara SPSS menggunakan uji One-way Anova.
46

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Organoleptik Cookies Biji Nangka


Pada uji organoleptik, panelis menilai tingkat kesukaannya terhadap warna,
aroma, tekstur dan rasa cookies. Parameter warna, aroma, tekstur dan rasa
cookies yang digunakan adalah skala 1 = tidak suka hingga 5 = sangat suka.
Kuesioner uji organoleptik disajikan pada Lampiran 1.
Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik sebanyak 20 orang Panel
terlatih (trained panel). Panelis berprofesi sebagai mahasiswa ilmu gizi dan
tergolong panelis terlatih didasarkan pada seringnya panelis menjadi panelis uji
organoleptik dan mampu membedakan citarasa dan aroma dasar, ambang
pembedaan, kemampuan membedakan derajat konsentrasi, daya ingat terhadap
citarasa dan aroma.Panelis melakukan uji hedonik cookies biji nangka dengan
tingkatan substitusi tepung biji nangka yaitu 0%. 15%, 17,5%, 20%, 22,5% dan
25%. Lay Out pengujian organoleptik disajikan pada Lampiran 2.
4.1.1 Warna
Hasil uji dengan One Way Anova menunjukkan warna cookies biji
nangka tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara masing-masing
perlakuan, ditandai dengan nilai P > α (0,05) yaitu 0,195 (Lampiran 3).
Perlakuan ini menghasilkan warna yang sama satu sama yang lain,
dapat diketahui bahwa warna cookies substitusi tepung biji nangka antara
0%, 15%, 17,5%, 20%, 22,5% dan 25% tidak ada perbedaan yang nyata
pada taraf 5%. Warna tepung biji nangka berwarna kecoklatan, warna
coklat pada tepung dapat terjadi karena adanya reaksi pencoklatan,
terutama proses pengeringan. Tidak terdapatnya perbedaan yang signifikan
pada cookies biji nangka dikarenakan persentase tepung biji nangka yang
lebih sedikit dibandingkan dengan bahan dasar yaitu tepung terigu.Cookies
substitusi tepung biji nangka 20% dan 22,5% menghasilkan warna yang
47

agak disukai. Selanjutnya substitusi tepung biji nangka 0%, 15%, 17,5%
dan 25% akan menghasilkan warna yang disukai.
Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari
penyebaran spectrum sinar. Selain itu, warna bukan merupakan suatu zat
atau benda melainkan suatu sensasi seseorang karena adanya rangsangan
dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indera penglihatan. Warna
merupakan atribut mutu yang pertama kali dinilai dengan penerimaan suatu
produk makanan karena warna dapat dipengaruhi penilaian seseorang akan
produk makanan tersebut. Apabila suatu produk makanan memiliki
kandungan gizi tinggi, rasa enak dan tekstur baik tetapi warna tidak disukai
maka akan menurunkan minat seseorang terhadap produk makanan tersebut
(Fitriasari, 2010)
4.5
3.95
4 3.65
3.5 3.6
3.4
3.5 3.2

W 3
a 2.5
r
2
n
a 1.5

0.5

0
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung
Biji Nangka dengan Warna Cookies Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa cookies biji nangka yang
paling disukai adalah perlakuan dengan perbandingan antara 82,5% tepung
terigu dan 17,5% tepung biji nangka dengan skor nilai rata-rata 3,95.
48

Penampakan cookies biji nangka dengan tingkatan substitusi tepung


biji nangka 0%, 15%, 17,5%, 20%, 22,5% dan 25% disajikan pada Gambar
4.2.

100:0 85:15 82,5:17,5 80:20

77,5:22,5 75:25
Gambar 4.2 Penampakan Cookies Biji Nangka dengan Tingkat Substitusi Tepung
Biji Nangka 0%, 15%, 17,5%, 20%, 22,5%, dan 25%.

4.1.2 Aroma
Hasil uji dengan One Way Anova menunjukkan aroma cookies biji
nangka tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara masing-masing
perlakuan, ditandai dengan nilai P > α (0,05) yaitu 0,202 (Lampiran 4).
Perlakuan ini menghasilkan aroma yang sama satu sama yang lain,
dapat diketahui bahwa aroma cookies substitusi tepung biji nangka antara
0%, 15%, 17,5%, 20%, 22,5% dan 25% tidak ada perbedaan yang nyata
pada taraf 5%. Hal ini dikarenakan tepung biji nangka memiliki aroma khas
49

yang tidak tajam. Lebih dominannya aroma khas cookies yang ditimbulkan
dari bahan dasar seperti margarin, gula dan telur, sehingga tidak
memberikan perbedaan aroma pada cookies substitusi tepung biji
nangka.Cookies substitusi tepung biji nangka 0%, 15% dan 25%
menghasilkan aroma yang agak disukai. Selanjutnya substitusi tepung biji
nangka 17,5%, 20% dan 22,5% akan menghasilkan aroma yang disukai.
Menurut de Mann (1989) dalam Apriliyanti (2010), dalam industri
pangan pengujian aroma atau bau dianggap penting karena cepat dapat
memberikan hasil penilaian terhadap produk terkait diterima atau tidaknya
suatu produk. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau tersebut
bersifat mudah menguap, sedikit larut air dan lemak.
4.5
3.95
4 3.7
3.55 3.45
3.5 3.35 3.25

A 3
r 2.5
o
2
m
a 1.5

0.5

0
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung
Biji Nangka dengan AromaCookies Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa aroma cookies biji
nangka yang paling disukai adalah perlakuan dengan perbandingan antara
80% tepung terigu dan 20% tepung biji nangka dengan skor nilai rata-rata
3,95.
50

4.1.3 Tekstur
Hasil uji dengan One Way Anova menunjukkan tekstur cookies biji
nangka tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara masing-masing
perlakuan, ditandai dengan nilai P > α (0,05) yaitu 0,069 (Lampiran 5).
Perlakuan ini menghasilkan tekstur yang sama satu sama yang lain,
dapat diketahui bahwa aroma cookies substitusi tepung biji nangka antara
0%, 15%, 17,5%, 20%, 22,5% dan 25% tidak ada perbedaan yang nyata
pada taraf 5%. Hal ini dikarenakan tekstur tepung biji nangka yang halus,
kering, dan tidak menggumpal seperti tepung terigu sehingga semakin
banyak substitusi tepung biji nangka tidak memberikan perbedaan tekstur
pada cookies biji nangka.Cookies substitusi tepung biji nangka 15% dan
25% menghasilkan tekstur yang agak disukai. Selanjutnya substitusi tepung
biji nangka 0%, 17,5%, 20% dan 22,5% akan menghasilkan tekstur yang
disukai.
Tekstur bahan pangan merupakan kumpulan dari sejumlah karakter
yang berbeda, yang dirasakan oleh bermacam-macam anggota tubuh
manusia. Apriliyanti (2010) menyatakan tekstur merupakan sensasi tekanan
yang dapat diamati dengan menggunakan mulut (pada waktu digigit,
dikunyah dan ditelan), ataupun dengan perabaan dengan jari.
51

4.5
3.8 4
4
3.5 3.5
3.5 3.2 3.25
T
e 3
k 2.5
s
2
t
u 1.5
r
1

0.5

0
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung
Biji Nangka dengan TeksturCookies Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa tekstur cookies biji
nangka yang paling disukai adalah perlakuan dengan perbandingan antara
80% tepung terigu dan 20% tepung biji nangka dengan skor nilai rata-rata
4,00.

4.1.4 Rasa
Hasil uji dengan One Way Anova menunjukkan rasa cookies biji
nangka terdapat perbedaan yang signifikan diantara masing-masing
perlakuan, ditandai dengan nilai P < α (0,05) yaitu 0,001. Uji lanjut Tukey
menunjukkan bahwa nilai optimal rasa terdapat pada cookies substitusi
80% tepung terigu dengan 20% tepung biji nangka (Lampiran 6).
Hasil uji lanjut (Uji Tukey) menunjukkan bahwa substitusi tepung biji
nangka mempengaruhi rasa cookies. Perlakuan ini menghasilkan rasa yang
berbeda satu sama yang lain (Tabel 4.1)
52

Tabel 4.1 Hasil Analisis Organoleptik Terhadap Rasa Cookies Biji


Nangka
Perbandingan Tepung Terigu dan
Rasa
Tepung Biji Nangka
100% : 0% 2,75 a
85% : 15% 3,05 a
82,5% : 17,5% 3,75 ab
80% : 20% 4,20b
77,5% : 22,5% 3,60 ab
75% : 25% 3,80b
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom
menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (uji Tukey, α = 5%)
Skor nilai: 1=tidak suka, 2=netral/biasa, 3=agak suka, 4=suka,
5=sangat suka.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rasa cookies substitusi tepung
biji nangka antara 17,5% dan 22,5% tidak ada perbedaan yang nyata pada
taraf 5%. Namun cookies substitusi tepung biji nangka 20% dan 25%
menunjukkan ada perbedaan yang nyata dengan cookies substitusi tepung
biji nangka 0% dan 15% pada taraf 5%.
Rasa pada cookies biji nangka dipengaruhi jumlah penggunaan
substitusi tepung biji nangka, semakin banyak persentase tepung biji
nangka yang digunakan maka rasa manisnya semakin terasa. Hal ini
disebabkan karena tepung biji nangka memiliki rasa sedikit manis. Cookies
substitusi biji nangka 0% dan 15% menghasilkan rasa yang agak disukai.
Selanjutnya substitusi tepung biji nangka 17,5%, 20%, 22,5% dan 25%
akan menghasilkan rasa yang disukai.
Rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen
pada produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, manis, asam, pahit dan
umami. Sebagian dari atribut ini dapat terdeteksi pada kadar yang sangat
rendah. Rasa makanan sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut
(Fellows, 2000 dalam Gustiar, 2009).
53

Rasa menjadi faktor yang paling penting dalam menilai produk


makanan diterima atau ditolak, karena walaupun aroma, tekstur dan warna
baik tetapi jika rasanya tidak enak, maka konsumen tidak menerima
makanan tersebut. Rasa suatu bahan pangan merupakan hasil kerjasama
beberapa indera antara lain indera penglihatan, pembauan, pendengaran
dan perabaan (Gustiar, 2009).
4.5 4.2
4 3.75 3.8
3.6
3.5
3.05
3 2.75
R
a 2.5
s 2
a
1.5

0.5

0
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung
Biji Nangka dengan RasaCookies Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa rasa cookies biji nangka
yang paling disukai adalah perlakuan dengan perbandingan antara 80%
tepung terigu dan 20% tepung biji nangka dengan skor nilai rata-rata 4,20.
54

Hasil keseluruhan penilaian organoleptik terhadap warna, aroma,


tekstur dan rasa dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2 Nilai Tertinggi Hasil Uji One Way Anova Terhadap Warna,
Aroma, Tekstur dan Rasa Cookies Biji Nangka
Substitusi Tepung Biji
Parameter Skor Nilai
Nangka Paling Disukai
Warna 17,5% 3,95
Aroma 20% 3,95
Tekstur 20% 4,00
Rasa 20% 4,20
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka.
Tabel 4.3 Rata-rata Hasil Uji One Way Anova Terhadap Warna,
Aroma, Tekstur dan Rasa Cookies Biji Nangka
Persentase Tepung
Warna Aroma Tekstur Rasa Rata – rata
Biji Nangka
0% 3,65 3,35 3,50 2,75 3,31
15% 3,50 3,25 3,20 3,05 3,25
17,5% 3,95 3,70 3,80 3,75 3,80
20% 3,40 3,95 3,70 4,20 3,81
22,5% 3,20 3,55 3,50 3,60 3,46
25% 3,60 3,45 3,25 3,80 3,52
55

3.9
3.80 3.81
3.8
3.7
3.6 3.52
3.46
Penerimaan
3.5
3.4
3.31
3.3 3.25
3.2
3.1
3
2.9
(100:0) (85:15) (82,5:17,5) (80:20) (77,5:22,5) (75:25)
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka

Gambar 4.6 Grafik Hasil Rata - rata Antara Keseluruhan Perbandingan Tepung
Terigu dan Tepung Biji Nangka Secara Organoleptik
Keterangan: Skor 1: sangat tidak suka, Skor 2: tidak suka, Skor 3: agak suka, Skor
4: suka, Skor 5: sangat suka
Dari hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa parameter aroma,
tekstur dan rasa cookies substitusi tepung biji nangka sebanyak 20% yang
dihasilkan lebih disukai dari pada substitusi yang lain. Namun parameter
warna menunjukkan bahwa cookies substitusi tepung biji nangka sebanyak
17,5% lebih disukai dari pada substitusi yang lain. Untuk itu diperlukan
penambahan warna seperti penambahan gula aren, pandan dan lain-lain
agar warna cookies biji nangka pada tingkat substitusi tepung biji nangka
20% dapat diterima dan disukai oleh masyarakat.

4.2 Nilai Gizi Cookies Biji Nangka


Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan
terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama dan sesudah proses pengolahan.
Umumnya selama proses pengolahan terjadi kerusakan gizi secara bertahap pada
bahan pangan, misalnya protein mengalami proses kerusakan atau denaturasi.
56

Tetapi dengan adanya proses pengolahan dapat meningkatkan aroma dan citarasa
suatu produk makanan.
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi suatu bahan
pangan atau produk makanan, sepertikadar protein, lemak dan karbohidrat.
Informasi kandungan gizi suatu produk sangat penting untuk mengetahui jumlah
energy yang terdapat pada produk. Komposisi gizi per 100 g produk olahan
cookies substitusi tepung biji nangka beberapa formula dapat dilihat pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4 Komposisi Gizi per 100 g Produk Olahan Cookies Substitusi
Tepung Biji Nangka Berdasarkan Perbandingan
Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka
Komposisi
100:0 85:15 82,5:17,5 80:20* 77,5:22,5 75:25
Air (g) 7,35 6,01 8,71 7,04 6,93 6,52
Abu (g) 0,67 0,94 0,85 0,68 0,56 0,67
Protein (g) 10,93 9,65 10,53 8,33 8,32 8,77
Lemak (g) 19,80 19,59 19,61 21,42 21,49 21,55
Karbohidrat (g) 61,23 63,78 60,28 62,50 62,67 62,47
Energi (kkal) 466,84 470,03 459,73 476,1 477,37 478,91
Keterangan: *Perbandingan cookies yang paling disukai
Kebutuhan terhadap energi dan zat-zat gizi tergantung pada berbagai faktor,
seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktifitas fisik (Almatsier,
2010). Takaran saji cookies untuk satu kali konsumsi sebanyak 5 keping (±20
gram). Komposisi zat gizi cookies per takaran saji dapat dilihat pada Tabel 4.4.
57

Tabel 4.5 Komposisi Gizi per Takaran Saji Produk Olahan Cookies
Substitusi Tepung Biji Nangka Berdasarkan Perbandingan
Perbandingan
Berat Komposisi Gizi per Takaran Saji
Tepung Terigu
per
dan Tepung
Takaran Protein Lemak Karbohidrat Energi
Biji Nangka
Saji (g) (g) (g) (g) (kkal)
(%)
100:0 2,18 3,96 12,24 93,36
20
(4,3%) (7,2%) (3,7%) (4,6%)
85:15 1,93 3,91 12,75 94
20
(3,8%) (7,1%) (3,9%) (4,7%)
82,5:17,5 1,96 3,92 12,05 91,94
20
(3,9%) (7,1%) (3,7%) (4,5%)
80:20* 1,66 4,28 12,50 95,22
20
(3,3%) (7,7%) (3,8%) (4,7%)
77,5:22,5 1,66 4,29 12,53 95,47
20
(3,3%) (7,8%) (3,8%) (4,7%)
75:25 1,75 4,31 12,49 95,78
20
(3,5%) (7,8%) (3,8%) (4,7%)
Keterangan: *Perbandingan cookies yang paling disukai
Angka di dalam kurung adalah persen AKG (angka kecukupan gizi)
berdasarkan diet 2000 kalori, yaitu protein 50 g, lemak 55 g dan karbohidrat
325 g

4.2.1 Kadar Air


Berdasarkan hasil penelitian nilai gizi (Tabel 4.4), diperoleh bahwa
kadar air cookies yang paling disukai secara organoleptik (perbandingan
80%:20%) yaitu 7,04% (bb). Kadar air tersebut lebih rendah dari
perbandingan 100%:0% dan 82,5%:17,5% yaitu 7,35% (bb) dan 8,71%
(bb)
58

Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar air produk yaitu bahan


baku produk, ketebalan produk dan suhu pemanggangan. Kadar air
cookies yang rendah ini disebabkan bahan baku cookies mengandung lebih
sedikit air dan suhu pemanggangan yang tinggi.
Kadar air yang terdapat pada suatu produk pangan akan
mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa dan keawetannya. Kadar air
pada produk cookies merupakan karakteristik kritis yang akan
mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap cookies karena kadar air
ini menentukan tekstur cookies. Kandungan air yang tinggi membuat
cookies tidak renyah dan teksturnya kurang disukai. Kadar air cookies biji
nangka berada diatas kadar yang dipersyaratkan oleh SNI, yaitu
maksimum 5% (BSN, 1992).

4.2.2 Kadar Abu


Berdasarkan hasil penelitian nilai gizi (Tabel 4.4), diperoleh bahwa
kadar abu cookies yang paling disukai secara organoleptik (perbandingan
80%:20%) yaitu 0,68% (bb). Kadar abu tersebut lebih rendah dari
perbandingan 85%:15% dan 82,5%:17,5% yaitu 0,94% (bb) dan 0,85%
(bb).
Nilai kadar abu cookies biji nangka masing-masing perbandingan
tergolong rendah jika dibandingkan dengan SNI cookies yang
mensyaratkan kandungan maksimum abu 2% (BSN, 1992). Jumlah garam
dan mineral yang terdapat pada produk dapat diinterpretasikan sebagai
kadar abu produk. Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang
tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas karbon.

4.2.3 Kadar Protein


Berdasarkan hasil penelitian nilai gizi (Tabel 4.4), diperoleh bahwa
kadar proteincookies yang paling disukai secara organoleptik
(perbandingan 80%:20%) yaitu 8,33% (bb). Kadar protein tersebut lebih
59

rendah dari perbandingan 100%:0%, 85%:15% dan 82,5%:17,5% yaitu


berturut-turut 10.93% (bb), 9,65% (bb) dan 10,53% (bb).
Persentase angka kecukupan gizi (AKG) protein berdasarkan diet
2000 kkal bila mengkonsumsi produk cookies yang paling disukai
(perbandingan 80%:20%) per takaran saji yaitu 3,3% (Tabel 4.5). protein
yang ada pada produk sebagian besar berasal dari telur. Nilai protein
cookies biji nangka (perbandingan 80%:20%) belum sesuai dengan nilai
yang dipersyaratkan dalam SNI, yaitu minimum 9% (BSN, 1992).
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia,
karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan juga sebagai bahan
pembangun dan pengatur (Almatsier, 2010). Penetapan kadar protein pada
produk cookies biji nangka dilakukan dengan metode mikro-Kjeldahl.
Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung
berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan.

4.2.4 Kadar Lemak


Berdasarkan hasil penelitian nilai gizi (Tabel 4.4), diperoleh bahwa
kadar lemakcookies yang paling disukai secara organoleptik (perbandingan
80%:20%) yaitu 21,42% (bb). Kadar lemak tersebut lebih rendah dari
perbandingan 77,5%:22,5% dan 75%:25% yaitu 21,49% (bb) dan 21,55%
(bb).
Kadar lemak cookies substitusi tepung biji nangka 15% hingga
substitusi 25% terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan substitusi
tepung biji nangka yang semakin meningkat. Persentase angka kecukupan
gizi (AKG) lemak berdasarkan diet 200 kkal bila mengkonsumsi produk
cookies yang paling disukai (perbandingan 80%:20%) per takaran saji yaitu
7,7% (Tabel 4.5). Kadar lemak cookies biji nangka sudah sesuai dengan
nilai yang dipersyaratkan dalam SNI, yaitu minimum mempunyai kadar
lemak 9,5% (BSN, 1992).
60

Lemak berfungsi sebagai sumber cita rasa dan memberikan tekstur


yang lembut pada produk. Selain itu, lemak juga merupakan sumber energy
yang dapat memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan
protein, yaitu 9 kkal per gram. Lemak pada produk olahan diukur dengan
menggunakan metode ekstraksi Sokhlet.

4.2.5 Kadar Karbohidrat


Berdasarkan hasil penelitian nilai gizi (Tabel 4.4), diperoleh bahwa
kadar karbohidrat cookies yang paling disukai secara organoleptik
(perbandingan 80%:20%) yaitu 62,50% (bb). Kadar karbohidrat tersebut
lebih rendah dari perbandingan 85%:15% dan 77,5%:22,5% yaitu 63,78%
(bb) dan 62,67% (bb).
Kadar karbohidrat cookies yang paling disukai secara organoleptik
(perbandingan 80%:20%) belum sesuai dengan nilai yang dipersyaratkan
dalam SNI, yaitu minimum 70% (BSN, 1992). Persentase angka kecukupan
gizi (AKG) karbohidrat berdasarkan diet 2000 kkal bila mengkonsumsi
produk cookies yang paling disukai (perbandingan 80%:20%) per takaran
saji yaitu 3,8% (Tabel 4.5).
Karbohidrat selain berperan sebagai sumber energi utama juga
berperan mencegah pemecahan protein tubuh secara berlebihan, kehilangan
mineral dan membantu dalam metabolisme lemak dan mineral. Pengukuran
kadar karbohidrat menggunakan metode by difference dilakukan dengan
cara:
Kadar karbohidrat (%bb)= 100% - (%air+%protein+%lemak+%abu)

4.2.6 Energi
Berdasarkan hasil penelitian nilai gizi (Tabel 4.4), diperoleh bahwa
energicookies yang paling disukai secara organoleptik (perbandingan
80%:20%) yaitu 476,1% (bb). Kadar energi tersebut lebih rendah dari
61

perbandingan 77,5%:22,5% dan 75%:25% yaitu 477,37% (bb) dan


478,91% (bb).
Berdasarkan hasil penelitian, nilai energi cookies yang paling
disukai secara organoleptik (perbandingan 80%:20%) sudah sesuai dengan
yang dipersyaratkan SNI yaitu minimum 400 kkal per 100 gram (BSN,
1992). Persentase angka kecukupan gizi (AKG) energi berdasarkan diet
2000 kkal bila mengkonsumsi produk cookies paling disukai (perbandingan
80%:20%) per takaran saji yaitu 4,7% (Tabel 4.5)
Nilai energi merupakan nilai yang diperoleh dari konveksi protein,
lemak dan karbohidrat menjadi energi. Sumber energi terbesar adalah
lemak yang menghasilkan 9 kkal energi per gram, sedangkan karbohidrat
dan protein menghasilkan energi sebesar 4 kkal per gram. Pada produk
cookies biji nangka, komponen gizi yang memberikan nilai energi terbesar
adalah karbohidrat dan lemak yang kandungannya cukup tinggi.
62

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang substitusi tepung terigu
dengan tepung biji nangka pada pengolahan cookies terhadap mutu organoleptik
dan nilai gizi maka dapat disimpulkan:
1. Substitusi tepung terigu dengan tepung biji nangka berpengaruh terhadap
mutu cookies secara organoleptik.
2. Substitusi 80% tepung terigu dan 20% tepung biji nangka pada pengolahan
cookies terhadap mutu organoleptik menghasilkan aroma, tekstur dan rasa
yang paling disukai.
3. Kandungan gizi cookies substitusi 80% tepung terigu dan 20% tepung biji
nangka terdiri dari kadar air 7,04% (bb), kadar abu 0,68% (bb), kadar protein
8,33% (bb), kadar lemak 21,42% (bb), kadar karbohidrat 62,50% (bb), dan
energi 476,1% (bb).
63

5.2 Saran
1. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk dapat berinovasi
dalam membuat suatu produk makanan dan penelitian ini dapat dijadikan
sebagai referensi berbisnis kuliner.
2. Bagi akademik
Dapat menambah buku-buku tentang teknologi pangan sehingga dapat
dijadikan sebagai referensi dan tambahan dalam melakukan penelitian.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Saran untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang metode untuk membuat produk inovasi makanan baru dari olahan
tepung biji nangka, sehingga bukan hanya cookies saja tetapi produk-produk
makanan lain yang dapat diterima oleh masyarakat.
64

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti. (2013). Cookies Ikan Gabus Sebagai Makanan Tambahan Untuk Ibu
Hamil Trimester II. Jurnal. Universitas Lampung, Lampung.

Almatsier, S. (2010). Penuntun Diet. Gramedia, Jakarta.

Andri. (2013). Manfaat Buah Nangka (Artocarpues Heterophyllus Lamk).


https://andri.wordpress.com/manfaat-buah-nangka-artocarpues-
heterophyllus-lamk. Diakses 18 Maret 2018.

Apriliyanti, T. (2010). Kajian Sifat Fisikokimia Dan Sensori Tepung Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea Batatas Blackie) Dengan Variasi Proses Pengeringan. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

AOAC. (1995). Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical


Chemist, Washington DC.

Astawan, M. (2009). A-Z Ensiklopedia Gizi Pangan Untuk Keluarga. Dian Rakyat,
Jakarta.

Ayustaningwarno, F. (2014). Teknologi Pangan: Teori Praktis Dan Aplikasi. Graha


Ilmu, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Tahunan
Indonesia. BPS Statistics. Indonesia.

Delima, D. (2013). Pengaruh Substitusi Tepung Biji Ketapang (Terminalia Cattapa


L) Terhadap Kualitas Cookies. Jurnal. Fakultas Teknik. Universitas
Negeri. Semarang.

Djaafar, T.F. dan S. Rahayu. (2007). Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian,
Penyakit Yang Ditimbulkan Dan Pencegahannya. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Yogyakarta.

Fadillah, A., M. Fitriani, N. Nuryanti, dan D. Ekaningtyas. (2009). Pengembangan


Produk Turunan Nangka Melalui Pemanfaatan Biji Nangka Sebagai
Bahan Baku Varonyil (Variasi Roti Unyil) Yang Sehat. Institut Pertanian
Bogor.

Fairus, S., Haryono, A. Miranthi, dan A. Aprianto. (2010). Pengaruh Konsentrasi


HCl Dan Waktu Hidrolisis Terhadap Perolehan Glukosa Yang Dihasilkan
Dari Pati Biji Nangka. Jurnal. Institut Teknologi Nasional. Bandung.
65

Fajiarningsih, H. (2013). Pengaruh Penggunaan Komposit Tepung Kentang


(Solanum Tuberosum L) Terhadap Kualitas Cookies. Jurnal. Fakultas
Teknik. Universitas Negeri. Semarang.

Fatkurahman, R., W. Atmaka, dan Basito. (2012). Karakteristik Sensori Dan Sifat
Fisikokimia Cookies Dengan Substitusi Bekatul Beras Hitam (Oryza Sativa
L.) Dan Tepung Jagung (Zea mays L.). Jurnal. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.

Fitriasari, R.M. (2010). Kajian Penggunaan Tempe Koro Benguk (Mucuna Pruriens)
Dan Tempe Koro Pedang (Canavalia Ensiformis) Dengan Perlakuan
Variasi Pengecilan Ukuran (Pengirisan Dan Penggilingan) Terhadap
Karakteristik Kimia Dan Sensoris Nugget Tempe Koro. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Gustiar, H. (2009). Sifat Fisiko-Kimia Dan Indeks Glikemik Produk Cookies


Berbahan Baku Pati Garut (Maranta Arundinacea L.) Termodifikasi.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mahmud, M.K., dkk. (2009). Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Gramedia,
Jakarta.

Marizalni, I. (2013). Substitusi Tepung Ampas Tahu Terhadap Kualitas Cookies.


Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri. Padang.

Muchtadi, D. (2009). Prinsip Teknologi Pangan Sumber Protein. Alfabeta, Bandung.

Nasrulloh, A. (2015). Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Ubi jalar Ungu
(Ipomea Batatas L) Pada Pengolahan Cookies Terhadap Mutu
Organoleptik, Nilai Gizi, dan Indeks Glikemik. Skripsi. Program Studi Ilmu
Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim. Jambi.

Nurbaya, S.R. dan T. Estiasih. (2013). Pemanfaatan Talas Berdaging Umbi Kuning
(Colocasia Esculenta (L.)Schott) Dalam Pembuatan Cookies. Jurnal.
Universitas Brawijaya. Malang.

Nurhasanah, N. (2016). Pengaruh Substitusi Tepung Terigu Dan Tepung Ikan Gabus
(Ophiocephalus Striatus) Terhadap Mutu Organoleptik Cookies. Skripsi.
Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim.
Jambi.

Nusa, M.I., M. Fuadi, dan S. Fatimah. (2014). Studi Pengolahan Biji Buah Nangka
Dalam Pembuatan Minuman Instan. Jurnal. Universitas Muhammadiyah.
Sumatera Utara.
66

Putri, S. (2010). Substitusi Tepung Biji Nangka Pada Pembuatan Kue Bolu Kukus
Ditinjau Dari Kadar kalsium, Tingkat Pengembangan Dan Daya Terima.
Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Qomari, F. (2013). Pengaruh Substitusi Tepung Biji Nangka Terhadap Sifat


Organoleptik Dan Sifat Kimia Kerupuk. Jurnal. Fakultas Teknik.
Universitas Negeri. Surabaya.

Rohayati. (2012). Pemanfaatan Tepung Biji Nangka Pada Pembuatan Bolu Kukus
Ditinjau Dari Tingkat Pengembangan Dan Daya Terima. Skripsi. Program
Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim. Jambi.

Rukmana, R. (2002). Budi Daya Nangka. Kanisius, Yogyakarta.

Santoso, M. T., L. Hidayati, dan R. Sudjarwati. (2014). Pengaruh Perlakuan


Pembuatan Tepung Biji Nangka Terhadap Kualitas Cookies Lidah Kucing
Tepung Biji Nangka. Jurnal. Universitas Negeri. Malang.

Sari, K.T.P. (2012). Pemanfaatan Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus


lamk) Sebagai Substitusi Dalam Pembuatan Kudapan Berbahan Dasar
Tepung Terigu Untuk PMT Pada Balita. Universitas Negeri. Semarang.

Septiana, R. (2013). Pengaruh Substitusi Tepung Bonggol Pisangambon(Musa


Paradisiaca)Terhadap Tingkat Kekerasandan Daya Terima Cookies. KTI.
Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Soekarto, S.T. (1985). Penilaian Organoleptik Utama Industri Pangan Dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Soesilo, D. (2013). Kue Kering Praktis. Demedia Pustaka, Jakarta.

Turisyawati, R. (2011). Pemanfaatan Tepung Suweg (Amorphopallus Campanulatus)


Sebagai Substitusi Tepung Terigu Pada Pembuatan Cookies. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Yulianti, F. (2015).Karakteristik Dan Kesesuaian Atribut MutuCookies Soyaba (Soya


- Banana) Dari TepungKedelai Anjasmoro, Baluran Dan Impor Dengan
Penambahan Pisang Mas. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai