Anda di halaman 1dari 1

Pada dasarnya, segala jenis genre film erat hubungannya dengan mitos-mitos yang

membudaya, begitu pula dengan film horor. Secara harfiah, “mitos” mengacu pada kisah
rakyat, yang menceritakan dewa dan pahlawan, yang menjelaskan sifat alam semesta dan
hubungan individu dengan alam semesta. Pada budaya Barat, mitos, awalnya ditransmisikan
secara lisan, kemudian dicetak dan sekarang bertransformasi dalam gambar serta suara (film),
serta disebarluaskan dan membudaya setidaknya sejak akhir abad ke 19.
Secara signifikan, ketika genre lain bergiliran keluar dan masuk dalam lingkaran
popularitas, genre horor menjadi bagian penting dalam dalam perjalanan sejarah perfilman,
dimana pada tahun 1900-an merupakan awal jayanya film horor. Pada tahun 1903, Melies
telah membuat film-film dengan menggunakan monster, hantu, setan dan roh serta segala
jenis mahluk aneh yang memiliki peran penting dalam genre film horor hingga saat ini (Barry
Keith, Screams on Screens: Paradigms of Horror). Kita tahu, pada masa itu, teknologi suara
belum masuk ke dalam dunia gambar bergerak, hal tersebut membuktikan bagaimana
pentingnya kamera sebagai penggerak cerita dalam film horor, sehingga kekuatan film
terpusat dari pengambilan naratif, pengambilan gambar, serta cahaya.
Apabila dideskripsikan, secara singkat film horor memiliki “fve stage of fear” yaitu
Terror, Horror, Repulsion, Recovery dan yang terakhir Background. Pada tahap terror, memiliki
karakterisasi melalui kemampuan membangkitkan kegelisahan dan antisipasi penonton.
Tahap horror, memunculkan ketakutan dari bahaya yang muncul melalui karakter atau objek
secara tiba-tiba dan cepat. Pada repulsion, membangkitkan rasa yang mengganggu para
penonton. Tahap recovery, membangkitkan rasa aman atau sekedar harapan palsu setelah
mengalami ancaman. Terakhir, background, memberikan rasa aman dan menghapus segala
jenis bahaya (Analysis of Camera work in horror movies). Sebagai seorang Director of
Photography, haruslah mengetahui penggunaan angle dan movement yang tepat pada
masing-masing tahap teori tersebut.
Pada movement kamera, terdapat 2 jenis mobile movement yang dijelaskan oleh Lutz
Bacher dalam bukunya The Mobile Mise-en-scene (1978), yaitu, expressive & rhythmic.
Dimana Expressive bertujuan untuk memberikan unsur dominasi karakter serta relation antar
karakter dan objek secara bersamaan untuk membangun konten naratif. Sedangkan rhythmic,
menyatu dengan suasana adegan, terutama ritme yang menghasilkan pergerakan langsung
dengan minim konten naratif. Melalui kedua teori tersebut, sering sekali ditemukan dalam
setiap pergerakan film horor. Kamera sebagai narrator dalam film diharuskan dapat
mempresentasikan narasi yang jelas melalui expressive movement, serta memberikan visual
pleasure melalui rhythmic movement.
Sebagai seorang sinematografer, diharuskan peka terhadap frame dan komposisi. Ini
menjadi tantangan yang sangat besar, dimana seorang Director of Photography diwajibkan
menjaga komposisi gambar, ketika kamera dan objek bergerak secara bersamaan mengikuti
tempo adegan yang mungkin dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai suasana dari adegan
tersebut dalam satu scene utuh atau ketika film tersebut menggunakan teknik one shot
sebagai treatment yang diinginkan oleh sutradara untuk menaikkan atau menurunkan pase
film.

Anda mungkin juga menyukai